ANALISIS KETERAMPILAN MENJAWAB PERTANYAAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLITMELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

(1)

PROBLEM BASED LEARNING

Oleh RIA OKTA RINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN MENJAWAB PERTANYAAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLITMELALUI PENERAPAN MODEL

PROBLEM BASED LEARNING

Oleh RIA OKTA RINI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam men-jawab pertanyaan dan menarik kesimpulan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model Problem Based Learning untuk siswa kelompok kognitif tinggi,sedang dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Sidomulyo Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen dengan desain penelitian one-shot case study. Analisis data menggunakan analisis deskriptif .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan menjawab pertanyaan pada kelompok tinggi separuhnya berkriteria sangat baik, dan separuhnya lagi berkriteria baik. Pada kelompok sedang, sebagian kecil berkriteria sangat baik, baik, cukup, sangat kurang, dan hampir seluruhnya berkriteria kurang. Pada kelompok rendah hampir separuhnya berkriteria cukup, separuhnya berkriteria kurang dan sebagian kecil berkriteria sangat kurang. Kemampuan menarik kesimpulan pada kelompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada


(3)

kelompok sedang, hampir seluruhnya berkriteria sangat baik,dan sebagian kecil berkriteria baik dan cukup. Pada kelompok rendah hampir seluruhnya berkriteria sangat baik dan sebagian kecil sisanya berkriteria cukup.

Kata kunci: problem based learning, keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan, kelompok kognitif.


(4)

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa Program Studi

Jurusan Fbkultas

NrP 19650717 L9.9@3 2 001

TIATEBI I"ARITTtrN ELEITTROLIT DAN NONELEIffROLIT DENGAN PBNERAPAN FIODEL PfrOBLEITI BASED LD/IBNING

qi"

Oktn

qgd

0915025056 Pendidikan Kimia Pendidilmn MtpA

Keguruan dan IImu pendidikan

MEFTIDTUJUI

1.

Komisi Pembimbing

r{IP 196608A*

L99L712

AO2

2. Ketua Jurusan pendidikan MIpA

rnln

@

Dr.

C.aswtta,

lll.Sl.


(5)

Dengan ini, Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan Sayajuga tidak terdapat karyaatau pendapatyang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabi 1 a terny ata kel ak dikemudi an hari terbuk

ti

ada keti dakbenaran dal am pernyataan Saya diatas, maka Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

BandarLampung, 11 Juli 2013

METERAI TEI/IPEL

OFD3DABF r-ry4ll s",r-u-IgII4ll d*M"_@w

Ria Okta Rini NPM 0913023056


(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ... vii

DAFTAR GAMBAR... . viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8

B. Model Problem Based Learning ... 9

C. Keterampilan Berpikir Kritis ... 13

D. Kemampuan Kognitif ... 15

E. Konsep ... 16

F. Kerangka Pemikiran ... 20

G. Anggapan Dasar ... 22

H. Hipotesis Umum ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Subyek Penelitian ... 23


(7)

v

D. Instrumen Penelitian ... 24

E. Validitas Instrumen Penelitian ... 25

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 26

G. Teknik Pengelompokkan Siswa ... 28

H. Teknik Analisis Data ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 33

B. Pembahasan ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan SK-KD ... 55

2. Silabus ... 60

3. RPP ... 66

4. Lembar Kerja Siswa ... 80

5. Soal Posttest ... 100

6. Rubrik Penskoran Posttest ... 102


(8)

vi

10. Hasil Pengolahan Data Posttest ... 113

11. Lembar Penilaian Aspek Afektif ... 123

12. Lembar Penilaian Aspek Psikomotor ... 127

13. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 131


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam KTSP, pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning) sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif dan senantiasa ambil bagian dalam aktivitas belajar. Pada dasarnya siswa juga diharapkan tidak hanya mempelajari konsep, teori dan fakta, tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis, untuk itu dibutuhkan keterampil-an siswa untuk lebih berpikir kritis guna mencapai hal tersebut.

Pelajaran kimia di SMA dan MA memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya adalah untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap per-nyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil obser-vasi, memahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2003). Berdasarkan tujuan tersebut, siswa harus mampu menjelaskan fakta-fakta dan masalah dalam ke-hidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep kimia yang telah di-pelajari, hal ini akan melatih proses berpikir kritis siswa.


(10)

Achmad dalam Gustini (2010) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentuk-an sistem konseptual siswa. Berpikir kritis tidak hpembentuk-anya menerima informasi dari pihak lain, tetapi melakukan pencarian, dan bila diperlukan akan menangguhkan keputusan sampai ia yakin bahwa informasi itu sesuai dengan penalarannya dan didukung oleh bukti atau informasi.

Ennis (1985) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Seorang siswa tidak akan dapat me-ngembangkan berpikir kritis dengan baik, tanpa ditantang untuk berlatih meng-gunakannya dalam konteks berbagai bidang studi yang dipelajarinya. Berpikir kritis dalam ilmu kimia tidak dapat dilakukan dengan cara mengingat dan meng-hafal konsep, tetapi mengintegrasikan dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dimiliki.

Kenyataan di lapangan dalam proses pembelajaran, masih banyak guru yang kurang menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa untuk melaku-kan proses berpikir kritis. Berdasarmelaku-kan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan guru kimia SMA Negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan, diper-oleh informasi bahwa selama ini pembelajaran di sekolah umumnya masih ber-pusat pada guru, dimana penyampaian materi pelajaran disampaikan langsung secara lisan oleh guru. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi pasif dan cepat merasa bosan karena siswa hanya memperoleh penjelasan-penjelasan dari guru tanpa dilibatkan langsung dalam menemukan konsep dari materi


(11)

tersebut. Kebanyakan siswa kurang dapat memahami materi dan siswa cenderung hanya menghafal materi sehingga siswa kurang optimal dalam memberdayakan potensi yang dimiliki, termasuk kemampuan berpikir kritisnya dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.

Kemampuan yang melibatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan intelektual atau berpikir siswa adalah kemampuan kognitif (Winarni, 2006). Menurut Nasution dalam Winarni (2006) dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) dan keterampilan berpikir kritis nya akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya. Namun dari hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa terutama dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan masih kurang optimal dikarenakan dalam proses pembelajaran umumnya masih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan hanya memperoleh penjelasan-penjelasan dari guru tanpa dilibatkan langsung dalam menemukan konsep dari materi tersebut. Oleh karena itu dalam proses belajar pada kelas yang terdiri dari kelompok tinggi, sedang, dan rendah perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat

melatih keterampilan berpikir kritis siswa dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan agar lebih baik lagi.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Pembelajaran berbasis masalah


(12)

adalah alternatif model pembelajaran inovatif yang dikembangkan berlandaskan paradigma konstruktivisme. Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sari (2012) yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Pembelajaran IPA Kelas VII SMP Negeri 5 Sleman” menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik di kelas VIII B SMP Negeri 5 Sleman dapat ditingkatkan melalui penerapan model Problem Based Learning.

Salah satu Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia di kelas X adalah meng-identifikasi sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit berdasarkan data hasil per-cobaan. Pada KD ini dapat diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning, karena melalui penerapan model Problem Based Learning siswa dapat melatih cara berpikirnya dalam menyelesaikan masalah-masalah dan memperoleh pemahaman konsep yang lebih baik tentang materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Menurut Ram dalam Nurfatimah (2010) Problem Based Learning merupakan suatu model yang mengkolaborasikan problem solving dan penemuan konsep secara mandiri. PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Selain itu pada KD ini juga terdapat teori dan konsep kimia yang dapat ditemukan melalui analisis hasil praktikum. Oleh karena itu, siswa perlu melibatkan ke-terampilan berpikir kritisnya dalam menjawab pertanyaan dan menarik


(13)

kesimpul-an sebagai proses mengkesimpul-analisis hasil praktikum tersebut. Pada keterampilkesimpul-an menjawab pertanyaan siswa diminta untuk dapat mencari serta menjawab

pertanyaan-pertanyaan dari masalah yang ada, misalnya pada materi elektrolit dan nonelektrolit menuntut siswa menjawab pertanyaan bagaimana cara mengidenti-fikasi suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik atau tidak dan bagaimana cara menjelaskan penyebab perbedaan kemampuan larutan elektrolit kuat, elektro-lit lemah, dan nonelektroelektro-lit dalam menghantarkan arus listrik berdasarkan proses ionisasinya. Pada keterampilan menarik kesimpulan siswa diminta untuk me-nyimpulkan dari data percobaan larutan elektrolit dan nonelektrolit, selain itu siswa juga dapat menyimpulkan fakta-fakta yang ada disekitar mereka.

Penelitian mengenai keterampilan berpikir kritis dilakukan oleh Gustini (2010) dengan judul : Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Pengaruh Ion Senama dan Ph Terhadap Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif menunjukkan bahwa dari seluruh sub indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah mencapai nilai rata-rata berturut-turut sebesar 76,67 %; 73,53 %; dan 64,08% yang ketiganya tergolong pada kriteria baik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Keterampilan Menjawab Pertanyaan dan Menyimpulkan pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Melalui Penerapan Model Problem Based Learning.


(14)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah?

2. Bagaimana keterampilan siswa dalam menarik kesimpulan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah.

2. Mendeskripsikan keterampilan siswa dalam menarik kesimpulan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar bermanfaat bagi: 1. Siswa

Penelitian ini bermanfaat bagi siswa agar lebih aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir kritis siswa yang lebih tinggi khususnya pada keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.


(15)

2. Guru

Memberikan gambaran mengenai model pembelajaran Problem Based

Learning pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa khususnya pada keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa X1 SMA Negeri 1 Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Keterampilan yang akan diteliti adalah keterampilan menurut Ennis (1985) yaitu (a) keterampilan memberikan penjelasan sederhana dengan indikator bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menan-tang yang berfokus pada sub indikator menjawab pertanyaan; (b) keterampilan menyimpulkan dengan indikator menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi yang berfokus pada sub indikator menarik kesimpulan.

3. Model Problem Based Learning yang digunakan adalah menurut Ram (1999) dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) Introduction (pemunculan masalah), (2) Inquiry & Self-Directed Study, (3) Revisiting the Hypothesis, (4) Self Evaluation.

4. Kelompok tinggi, sedang, dan rendah merupakan kelompok siswa berkemam-puan kognitif tinggi, sedang, dan rendah.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Von Glasersfeld dalam Sardiman (2007) mengemukakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Secara sederhana konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mem-pelajarinya.

Menurut Slavin dalam Trianto (2010) teori pembelajaran konstruktivisme merupa-kan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidimerupa-kan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk diri-nya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.


(17)

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang menge-tahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997)

Menurut Suparno (1997) ciri atau prinsip dalam belajar sebagai berikut : 1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa

yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.

2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.

4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari. Jadi menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subjek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari.

B. Model Problem Based Learning

Model Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang disajikan. Menurut Arends (2008), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL membantu


(18)

peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah.

PBL dirumuskan oleh prof. Howard Barrows dan Kelson sebagai kurikulum dan proses pembelajaran (Amir, 2009). Dalam kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpatisipasi dalam tim.

Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang membantu siswa untuk mengembangkan keaktifan dalam kegiatan penyelidikan. Selain itu model PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir dalam upaya menyelesai-kan masalah. Berikut ini merupamenyelesai-kan hal-hal yang harus diperhatimenyelesai-kan mengenai masalah dalam PBL (Duch, 1996):

a. Masalah yang efektif harus membuat siswa tertarik dan termotifasi untuk memecahkannya dengan pemahaman yang dalam dari konsep yang diajarkan. Masalah ini harus berkaitan dengan kehidupan dunia nyata sehingga siswa bersemangat dalam menyelesaikan masalah tersebut.

b. Masalah yang baik membuat siswa membuat keputusan atau pertimbangan berdasarkan fakta, informasi, logika dan rasionalisasi. Siswa harus

mempertimbangkan semua keputusan dan alasan berdasarkan prinsip yang telah diajarkan. Masalah harus membuat siswa mengidentifikasi asumsi apa yang dibutuhkan , informasi apa yang relevan dan langkah/prosedur apa yang dibutuhkan untuk memeahkan masalah tersebut.

c. Kerja sama dari setiap anggota kelompok sangat penting dalam keefektifan dalam memecahkan masalah. Jangkauan dari masalah atau kasus harus dikontrol sehingga siswa menyadari bahwa “memisahkan” upaya bukanlah strategi pemecahan masalah yang efektif.

d. Pertanyaan awal dari masalah harus diikuti oleh satu atau lebih karakteristik sehingga semua siswa dalam kelompok dapat menggambarkannya dalam diskusi dari topik:

1. Membuka semua kemungkinan. Tidak terbatas untuk satu jawaban benar. 2. Menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. 3. Masalah yang konroversial dapat memunculkan berbagai macam opini. Strategi ini dapat mebuat siswa berperan dlam kelompoknya.


(19)

Menggam-barkan pengetahuan yang satu dengan yang lainnya, daripada bekerja secara individual pada permulaan masalah.

e. Isi dari permulaan harus tergabung menjadi masalah, menghubungkan

pengetahuan sebelumnya dengan konsep baru dengan disiplin ilmu yang lain. Siswa dalam memecahkan masalah bekerja sama dengan kelompok. Mereka mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan mencari informasi-informsi yang relevan untuk solusinya. Dalam PBL siswa memiliki peran sebagai problem solvers, sedangkan guru memiliki peranan sebagai tutor atau pelatih. Guru mengarahkan siswa dalam mencari dan menemukan solusi yang diperlukan dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajaran ini.

Menurut Arends (2008), model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting bagi peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, men-coba membuat pertanyaan terkait masalah dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasar-kan masalah berpusat pada pelajaran tertentu (IPA, matematika, sejarah), namun permasalahan yang diteliti benar-benar nyata untuk dipecahkan. Peserta didik meninjau permasalahan itu dari berbagai mata pelajaran. c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan

peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk masalah nyata. Peserta didik harus menganalisis dan me-netapkan masalah, kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat pre-diksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan percobaan (bila diperlukan), dan menarik kesimpulan.

d. Menghasilkan produk dan mempublikasikan. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan.

e. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah ditandai oleh peserta didik yang saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam kelompokkelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan ketrampilan sosial.


(20)

Pembelajaran berbasis masalah mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu peserta didik mengembangkan keter-ampilan dan kecakapan berpikir daam mempelajari dan menyerap materi pembel-ajaran. Dengan demikian PBL dapat digunakan untuk melatih dan mengembang-kan berbagai keterampilan dan kecakapan sains tingkat tinggi, serta meningkatmengembang-kan pencapaian hasil belajar.

Ram dalam Nurfatimah (2010) mengemukakan tahapan model pembelajaran Problem Based Learning sebagai berikut :

1. Introduction (Pemunculan Masalah). Pada tahap ini siswa disajikan suatu masalah yang harus mereka selesaikan.

2. Inquiry & Self-Directed Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan sebagai problem solver. Siswa mencari materi-materi yang relevan dengan masalah yang disajikan. Materi-materi tersebut kemudian dipelajari dan dipahami. Informasi yang mereka peroleh digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang disajikan. Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah tersebut.

3. Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi tambahan di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut dikonsultasikan kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis yang mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat kemudian diuji kebenarannya.

4. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah hipotesis diuji kebenarannya. Siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut. Hal-hal yang didiskusikan termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis tersebut. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter-istik model pembelajaran berdasarkan masalah adalah menekankan pada upaya penyelesaian permasalahan. Peserta didik dituntut aktif untuk mencari informasi dari segala sumber berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Hasil analisis


(21)

peserta didik nantinya digunakan sebagai solusi permasalahan dan dikomunikasi-kan.

C. Keterampilan Berpikir Kritis

Menurut Sanjaya (2006), berpikir adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami. Oleh karena itu kemampuan berpikir memerlu-kan kemampuan mengingat dan memahami. Menurut Bhisma Murti (2009) berpikir kritis berbeda dengan berpikir, berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya. Pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional

Bhisma Murti (2009) mengemukakan karakteristik pemikiran kritis sebagai berikut :

a. Berpikir kritis membutuhkan upaya untuk menganalisis pengetahuan dan membuat kesimpulan berdasarkan informasi dan data yang mendukung. b. Berpikir kritis membutuhkan kemampuan memprediksi, dugaan mengenali

informasi, membedakan antara fakta, teori, opini, dan keyakinan.

c. Berpikir kritis membutuhkan kemampuan untuk mengenali masalah dan menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan mengum-pulkan informasi dan menilai pengetahuan maupun kesimpulan.

d. Berpikir kritis berkaitan juga dengan kemampuan berbahasa yang baik dan jelas, mampu menafsirkan data, menilai bukti-bukti dan argumentasi, serta dapat mengenali ada tidaknya hubungan logis antara dugaan satu dengan dugaan lainnya.

e. Berpikir kritis melatih kemampuan untuk menarik kesimpulan dan menguji kesimpulan, merekonstruksi pola keyakinan yang dimiliki berdasarkan pengalaman yang lebih luas, dan melakukan pertimbangan yang akurat tentang hal-hal spesifik dalam kehidupan sehari-hari.

Ennis (1985) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Seorang siswa tidak akan dapat me-ngembangkan berpikir kritis dengan baik, tanpa ditantang untuk berlatih


(22)

meng-gunakannya dalam konteks berbagai bidang studi yang dipelajarinya. Berpikir kritis dalam ilmu kimia tidak dapat dilakukan dengan cara mengingat dan meng-hafal konsep, tetapi mengintegrasikan dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dimiliki. Terdapat enam komponen atau unsur dari berpikir kritis menurut Ennis (1985) yang disingkat menjadi FRISCO, seperti yang tertera pada tabel 1. berikut ini.

Tabel 1. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis

No Unsur Keterangan

1 Focus Memfokuskan pemikiran, menggambarkan poin-poin utama, isu, pertanyaan, atau permasalahan. Hal-hal pokok dituangkan di dalam argumen dan pada akhirnya didapat kesimpulan dari suatu isu, pertanyaan, atau permasalahan tersebut.

2 Reasoning Ketika suatu argumen dibentuk, maka harus disertai dengan alasan (reasoning). Alasan dari argumen yang diajukan harus dapat

mendukung kesimpulan dan pada akhirnya alasan tersebut dapat diterima sebelum membuat keputusan akhir.

3 Inference Ketika alasan yang telah dikemukakan benar, apakah hal tersebut dapat diterima dan dapat mendukung kesimpulan.

4 Situation Ketika proses berpikir terjadi, hal tersebut dipengaruhi oleh situasi atau keadaan baik (keadaan lingkungan, fisik, maupun sosial). 5 Clarity Ketika mengungkapkan suatu pikiran atau

pendapat, diperlukan kejelasan untuk membuat orang lain memahami apa yang diungkapkan 6 Overview Suatu proses untuk meninjau kembali apa yang

telah kita temukan, putuskan, pertimbangkan, pelajari, dan simpulkan.

Menurut Ennis (1985) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis (KBKr) yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir. Kelima kelompok keterampilan tersebut adalah: memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support),


(23)

menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance

clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Adapun kedua belas indikator tersebut adalah:

1. Memfokuskan pertanyaan. 2. Menganalisis argumen.

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang.

4. Mempetimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak. 5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 6. Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. 7. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi 8. Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan. 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi. 10. Mengidentifikasi asumsi.

11. Memutuskan suatu tindakan. 12. Berinteraksi dengan orang lain.

Pada penelitian ini, indikator yang dikembangkan adalah :

Tabel 2. Indikator Keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan

No Kelompok Indikator Sub Indikator

1 Memberikan penjelasan sederhana Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang Menjawab pertanyaan

2 Menyimpulkan Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

Menarik kesimpulan

D. Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat penge-tahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh


(24)

pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).

Lebih lanjut Nasution dalam Winarni (2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan men-jadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan rendah. Menurut Anderson dan Pearson, Nasution, dan Usman dalam Winarni (2006), apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.

E. Konsep

Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyedia-kan skema-skema terorganisasi untuk menentumenyedia-kan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya


(25)

konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisi-kan konsep, sekaligus menghubungmendefinisi-kan dengan konsep-konsep lain yang ber-hubungan. Lebih lanjut lagi, Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikem-bangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.


(26)

21

ANALISIS KONSEP LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

Label konsep (1) Definisi konsep (2) Jenis konsep (3)

Atribut Posisi konsep Contoh

(9)

Non contoh (10) Kritis (4) Variabel

(5) Super ordinat (6) Koordinat (7) Sub ordinat (8) Larutan Campuran homogen terdiri dari

dua zat atau lebih, dimana salah satunya bertindak sebagai zat terlarut sedangkan yang lainnya sebagai zat pelarut dan mempunyai sifat dapat

menghantarkan arus listrik (elektrolit) atau tidak dapat menghantarkan listrik (non elektrolit). Konsep konkrit • larutan • zat terlarut • zat pelarut  Larutan elektrolit  Larutan non elektrolit • sifat menghantar kan listrik

• materi • campuran zat tunggal

• larutan elektrolit • larutan non elektrolit • larutan asam basa • larutan garam • larutan garam • larutan gula • larutan NaOH • campuran antara minyak dan air • campuran susu dengan air Larutan elektrolit

Larutan yang dapat

menghantarkan listrik, ditandai dengan timbulnya gelembung gas sertanyala lampu pada elektrolittester yang dapat bersifat elektrolit kuat atau elektrolit lemah. Konsep konkrit • larutan elektrolit kuat • larutan elektrolit lemah

• jumlah ion • kerapatan ion

• larutan • larutan non elektrolit • larutan elektrolit kuat • larutan elektrolit lemah • larutan NaCl • larutan HCl • larutan H2SO4

• air

• larutan gula dalam air • larutan alkohol dalam air Larutan elektrolit kuat

Larutan yang dapat

menghantarkan listrik ditandai dengan timbulnya gelembung gas dan nyala lampu yang terang pada elektrolittester.

Konsep konkrit • larutan elektrolit kuat •konsentrasi larutan • jumlah ion • kerapatan ion • larutan elektrolit • larutan elektrolit lemah • larutan NaCl • larutan HCl • urea

• larutan gula


(27)

21 Larutan

elektrolit lemah

Larutan yang dapat

menghantarkan listrik ditandai dengan timbulnya gelembung gas dan nyala lampu yang redup atau hanya timbul gelembung gas pada elektrolittester. Konsep konkrit • larutan elektrolit lemah •konsentrasi larutan • jumlah ion • kerapatan ion • larutan elektrolit • larutan elektrolit kuat • larutan CH3CO OH • alkohol Larutan non elektrolit

Larutran yang tidak dapat menghantarkan listrik, ditandai dengan lampu tidak menyala dan tidak adanya gelembung gas pada elektrolittester.

Konsep konkrit

• larutan non elektrolit

• jumlah ion • kerapatan ion

• larutan • larutan elektrolit

• urea • larutan gula • alkohol

• larutan HCl • larutan NaCl


(28)

E. Kerangka Pemikiran

Proses pembelajaran hanya akan berlangsung dengan adanya interaksi antara guru dengan siswa, namun faktanya kebanyakan proses pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah selama ini masih berpusat pada guru. Selama ini guru guru hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa melibatkan siswa secara langsung dalam menemukan konsep dari materi tersebut. Sehingga siswa cenderung hanya menghafal materi dan kurang optimal dalam memberdayakan potensi yang di-miliki, termasuk kemampuan berpikir kritisnya dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.

Kemampuan yang melibatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan intelektual atau berpikir siswa adalah kemampuan kognitif (Winarni, 2006). Menurut Nasution dalam Winarni (2006) dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) dan keterampilan berpikir kritis nya akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya. Dengan kata lain, jika siswa me-miliki tingkat kemampuan yang tinggi maka keterampilan berpikir kritisnya akan tinggi pula begitu juga dengan kelompok sedang dan rendah. Akan tetapi, telah diketahui bahwa dalam proses pembelajaran yang ada di sekolah kebanyakan siswa menjadi pasif dan memiliki keterampilan berpikir kritis diantaranya ke-terampilan dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan yang kurang optimal. Oleh karena itu dalam proses belajar pada kelas yang terdiri dari


(29)

kelom-pok tinggi, sedang, dan rendah tersebut perlu diterapkan suatu model pembelajar-an ypembelajar-ang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dpembelajar-an melatih keterampilpembelajar-an ber-pikir kritisnya dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan agar lebih baik lagi.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Model Problem Based Learning

merupakan model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar siswa yang aktif, memupuk kerjasama antar siswa, serta melatih keterampilan berpikir kritis diantaranya keterampilan dalam menjawab pertanyaan dan menarik ke-simpulan. Adapun tahap-tahap proses pembelajaran pada model Problem based learning ini yaitu: pada tahap pertama, siswa dihadapkan pada masalah untuk siswa selesaikan. Pada tahap ini, diharapkan siswa akan terstimulus untuk men-definisikan masalah yang mereka hadapi. Pada tahap kedua yakni Inquiry & Self-Directed Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan sebagai problem solver. Infor-masi yang mereka peroleh digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang disajikan. Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah tersebut. Pada tahap ketiga yaitu Revisiting The Hypotheses. Hipo-tesis yang dibuat oleh siswa kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi tambahan di luar proses pembelajaran. Hipotesis yang telah dibuat diuji kebenarannya. Pada tahap keempat yaitu Self Evaluation, siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator, hingga pada akhir pembelajaran siswa dapat menarik suatu kesimpulan dari masalah-masalah yang ada. Berdasarkan uraian dan


(30)

tahap-tahap tersebut, diharapkan melalui penerapan model problem based learning siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah dapat memiliki keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan yang baik dan sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki.

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas X1 di SMA Negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai tingkat kemampuan kognitif yang heterogen.

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.


(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu ber-dasarkan pertimbangan kelas yang memiliki karakteristik kemampuan kognitif yang heterogen. Dalam penentuan subyek ini, peneliti mempertimbangkan subyek pe-nelitiannya sendiri dengan bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut. Sehingga diperoleh subyek pe-nelitian ini yaitu siswa kelas X1 tahun ajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan dengan jumlah siswa sebanyak 37 siswa. Berdasarkan kemampuan kognitif nya siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

B. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data primer yaitu data hasil tes setelah pembelajaran (posttest), lembar observasi aktivitas siswa dan kuesioner (angket) siswa.


(32)

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain pe-nelitian yang digunakan adalah one shot case study. Pada desain ini hanya diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi. Menurut Creswell (1997), penelitian dengan desain ini digambarkan sebagai berikut ini:

Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan

= Nilai Postes (Sesudah perlakuan)

D .Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Silabus dan RPP pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Pada penelitian ini menggunakan 2 macam LKS, yaitu LKS 1 membahas tentang larutan elektrolit dan non elektrolit dan LKS 2 membahas tentang sifat dan jenis larutan elektrolit.

3. Tes tertulis

Tes tertulis yang digunakan paada penelitian ini berupa soal posttest. Soal postest yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 4 soal dalam bentuk soal uraian pada materi pokok larutan elektrolit dan nonelektrolit. Soal uraian ini digunakan


(33)

untuk mengukur keterampilan siswa pada indikator menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.

4. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keterlak-sanaan proses pembelajaran yang diterapkan dengan menggunakan model pem-belajaran problem based learning serta keterampilan berpikir kritis siswa dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan. Alat observasi yang digunakan berupa lembar observasi aktivitas siswa yang diisi dengan cara memberikan check list pada kolom yang telah disediakan.

5. Kuesioner (Angket)

Kuesioner yang diberikan kepada siswa dalam bentuk kuesioner tertutup, yaitu siswa diberikan 6 pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan tersebut telah disedia-kan. Dalam kuesioner ini, jawaban pertanyaan yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ ya atau tidak”. Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh informasi dari siswa mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran materi

elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model pembelajaran problem based learning.

E. Validitas instrumen penelitian

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat . Untuk itu, perlu di-lakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan


(34)

dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator berpikir kritis,kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan posttest. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengumpul-kan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

Dalam mekanisme kerjanya, cara judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta bantuan Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si dan Dra. Chansyanah Diawati, M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi Pendahuluan

a.Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

b.Peneliti menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi yang cocok untuk diterapkan pembelajaran problem based learning. c.Peneliti menentukan subyek penelitian sebanyak 1 kelas berdasarkan


(35)

2. Pelaksanaan Penelitian a. Tahap persiapan

Urutan prosedurnya adalah sebagai berikut :

 Menyusun analisis konsep, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS dan instrument tes. Perangkat pembelajaran tersebut disesuaikan dengan tahapan pembelajaran pada problem based learning.

 Pembuatan instrumen berupa soal posttest yang digunakan untuk mengum-pulkan data mengenai keterampilan berpikir kritis siswa berupa soal uraian.

 Melakukan validasi instrumen sebelum digunakan dalam penelitian. Setelah pengujian isi oleh ahli.

b. Tahap Penelitian

Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :

 Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit sesuai dengan model pembelajaran problem based learning.

 Melakukan posttest kepada siswa berupa soal tertulis.

 Memberikan kuisioner (angket) kepada siswa setelah pembelajaran mengenai materi larutan elektrolit dan non elektrolit.

c. Tahap analisis data

 Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban angket untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan berpikir kritis siswa.

 Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.


(36)

Adapun prosedur penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian, seperti ditunjukkan pada alur berikut:

Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian

G. Teknik Pengelompokan Siswa

Data ulangan harian digunakan untuk mengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan siswa dilakukan dengan tahapan membuat daftar distribusi frekuensi, setelah itu

meng-Kesimpulan Pembahasan Analisis Data

Kuesioner Posttest

Pembelajaran Problem Based Learning Validasi instrumen penelitian Membuat instrumen penelitian Menentukan subyek penelitian


(37)

hitung rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran kimia dan standar deviasi. Berikut ini rumus untuk mencari rata-rata (mean):

∑ ∑

Keterangan :

= Nilai rata-rata siswa

fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa = Jumlah frekuensi

Rumus untuk mencari standar deviasi sebagai berikut:

√∑ ∑

Keterangan : SD = Standar Deviasi

Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai n = Jumlah subyek

Setelah itu mengelompokkan siswa dengan kriteria pengelompokkan menurut sudijono (2008) pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria pengelompokkan siswa

Kriteria pengelompokkan Kriteria

Nilai ≥ mean + SD Tinggi

Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh jumlah siswa dari kelompok tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut adalah 2, 29, dan 6 siswa. Adapun perhitungan selengkap-nya dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 107 .


(38)

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data tes tertulis keterampilan berpikir kritis dan kuesioner (angket). Data-data tersebut kemudian diolah lebih lanjut. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan data tes tertulis

Untuk menganalisis data yang berasal dari tes tulis berupa soal uraian dilakukan dengan cara:

a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian ber-dasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh setiap siswa sesuai dengan indikator keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.

c. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:

d. Menghitung nilai rata-rata siswa untuk keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan pada kelompok tinggi, sedang dan rendah

̅ ∑ .

e. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa untuk nilai rata-rata kemampuan pada masing-masing keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan skala kriteria tingkat kemampuan siswa.

Tabel 5. Kriteria tingkat kemampuan siswa

Nilai Kriteria

81-100 Sangat baik 61-80 Baik


(39)

41-60 Cukup 21-40 Kurang 0-20 Sangat kurang (Arikunto, 2010)

f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa untuk nilai siswa pada ke-terampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan Tabel 5. g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap

kriteria tingkat kemampuan.

h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.

i. Menafsirkan persentase siswa yang diperoleh pada poin h dengan menggunakan

kriteria yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990). Tabel 6. Hubungan antara presentase dengan tafsiran

Presentase Tafsiran

0% Tidak ada

1%-25% Sebagian kecil 26%-49% Hampir separuhnya

50% Separuhnya

51%-75% Sebagian besar 76%-99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

2. Pengolahan data kuesioner

Analisis data kuesioner dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini:

 Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1


(40)

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan

c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2002)

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada tabel 6.


(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian menggunakan model problem based learning pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dapat disimpulkan bahwa:

1. Keterampilan apa yang menjadi alasan utama pada kelompok tinggi separuhnya berkriteria sangat baik, dan separuhnya lagi berkriteria baik. Pada kelompok sedang, sebagian kecil berkriteria sangat baik, baik, cukup, sangat kurang, dan hampir seluruhnya berkriteria kurang. Pada kelompok rendah hampir separuhnya berkriteria cukup, separuhnya berkriteria kurang dan sebagian kecil berkriteria sangat kurang.

2. Keterampilan menarik kesimpulan pada kelompok tinggi seluruhnya berkri-teria sangat baik. Pada kelompok sedang, hampir seluruhnya berkriberkri-teria sangat baik,dan sebagian kecil berkriteria baik dan cukup. Pada kelompok rendah hampir seluruhnya berkriteria sangat baik dan sebagian kecil sisanya berkriteria cukup.


(42)

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dasarankan bahwa:

1. Pembelajaran dengan model problem based learning sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, karena dapat membuat siswa menjadi aktif dan dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa menjadi lebih baik.

2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian sejenis diharapkan agar dalam penerapan model pembelajaran problem based learning dapat dilaksanakan dengan lebih maksimal,dan peneliti juga harus lebih memperhatikan dalam pengolalan waktu karena waktu merupakan salah satu kendala dalam proses pembelajaran menggunakan model problem based learning.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)dengan Meggunakan Metode Discovery Inquiry. DEPDIKBUD. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Arends, R. (2008). Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . BSNP. Jakarta.

Cresswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches Sage Publications. London.

Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Duch. B. J. 1996. Problem: A Key Factor in PBL ?. [Online]. Tersedia: http://www.udel.edu./pbl/cte/jan96-what-html. [26 mei 2010].

Ennis, R.H. 1985. Goal for a Critical Thingking Currikulum in A.L Costa(ed) Dueloving Minds A Recource Book for Teacher Thingking. Alexandria. ASCD.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran tentang Struktur Atom dari SMA hingga Perguruang Tinggi. Disertasi. SPs-UPI. Bandung. Gustini, N. 2010. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI

pada Pembelajaran Pengaruh Ion Senama dan pH Terhadap

Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif. Skripsi. Diakses tanggal 2 Oktober 2012 dari


(44)

Koentjaraningrat.1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Murti, B. (2009). Berpikir Kritis (Critical Thinking). Seri Kuliah Budaya Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Diakses dari alamat http://researchengenis.com. pada tanggal 5 Maret 2013.

Nurfatimah, A. 2010. Penerapan Model Problem Based Learning Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa (skripsi). Diakses 26 Oktober 2010 dari

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skrip Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Saputra, A. 2012. Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa (Skripsi). Tidak diterbitkan.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali. Jakarta. Sari, D.D. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Pembelajaran IPA kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman.skripsi. tidak dipublikasikan.

Septiana, R. 2012. Efektifitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Hidrolisis Garam dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Penjelasan Sederhana dan Menerapkan Konsep yang Dapat Diterima. Jurnal Pendidikan Kimia UNILA. Volume 1 nomor 2. Diakses 06 Januari 2013 dari http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/journals/18/vol1No2Des2012/RiaSeptiana081 3023044.docx.

Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. CV Alfabeta. Bandung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.


(45)

(1)

dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2002)

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada tabel 6.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian menggunakan model problem based learning pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dapat disimpulkan bahwa:

1. Keterampilan apa yang menjadi alasan utama pada kelompok tinggi separuhnya berkriteria sangat baik, dan separuhnya lagi berkriteria baik. Pada kelompok sedang, sebagian kecil berkriteria sangat baik, baik, cukup, sangat kurang, dan hampir seluruhnya berkriteria kurang. Pada kelompok rendah hampir separuhnya berkriteria cukup, separuhnya berkriteria kurang dan sebagian kecil berkriteria sangat kurang.

2. Keterampilan menarik kesimpulan pada kelompok tinggi seluruhnya berkri-teria sangat baik. Pada kelompok sedang, hampir seluruhnya berkriberkri-teria sangat baik,dan sebagian kecil berkriteria baik dan cukup. Pada kelompok rendah hampir seluruhnya berkriteria sangat baik dan sebagian kecil sisanya berkriteria cukup.


(3)

dalam pembelajaran kimia, karena dapat membuat siswa menjadi aktif dan dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa menjadi lebih baik.

2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian sejenis diharapkan agar dalam penerapan model pembelajaran problem based learning dapat dilaksanakan dengan lebih maksimal,dan peneliti juga harus lebih memperhatikan dalam pengolalan waktu karena waktu merupakan salah satu kendala dalam proses pembelajaran menggunakan model problem based learning.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)dengan Meggunakan Metode Discovery Inquiry. DEPDIKBUD. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Arends, R. (2008). Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . BSNP. Jakarta.

Cresswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches

Sage Publications. London.

Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Duch. B. J. 1996. Problem: A Key Factor in PBL ?. [Online]. Tersedia: http://www.udel.edu./pbl/cte/jan96-what-html. [26 mei 2010].

Ennis, R.H. 1985. Goal for a Critical Thingking Currikulum in A.L Costa(ed) Dueloving Minds A RecourceBook for Teacher Thingking. Alexandria. ASCD.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran tentang Struktur Atom dari SMA hingga Perguruang Tinggi. Disertasi. SPs-UPI. Bandung. Gustini, N. 2010. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI

pada Pembelajaran Pengaruh Ion Senama dan pH Terhadap

Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif. Skripsi. Diakses tanggal 2 Oktober 2012 dari


(5)

Nurfatimah, A. 2010. Penerapan Model Problem Based Learning Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa (skripsi). Diakses 26 Oktober 2010 dari

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skrip Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Saputra, A. 2012. Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa (Skripsi). Tidak diterbitkan.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali. Jakarta. Sari, D.D. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Pembelajaran IPA kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman.skripsi. tidak dipublikasikan.

Septiana, R. 2012. Efektifitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Hidrolisis Garam dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Penjelasan Sederhana dan Menerapkan Konsep yang Dapat Diterima. Jurnal Pendidikan Kimia UNILA. Volume 1 nomor 2. Diakses 06 Januari 2013 dari http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/journals/18/vol1No2Des2012/RiaSeptiana081 3023044.docx.

Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. CV Alfabeta. Bandung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.


(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

0 7 47

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 10 48

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

0 12 45

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

0 6 42

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DISERTAI MEDIA ANIMASI PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

1 28 56

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN SISWA KELAS X

1 21 40

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 17 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERTANYA DAN MENJAWAB PERTANYAAN

1 5 42

EFEKTIVITAS MODEL PLGI PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

1 14 49

Efektivitas Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit dalam Meningkatkan Keterampilan Menjawab Pertanyaan Klarifikasi

0 5 55