THE INFLUENCE OF LEADERSHIP AND CULTURE ORGANIZATION ON THE PERFOMANCE OF EMPELOYEES IN THE SECRETARIAT OF THE DPRD PRINGSEWU REGENCY PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN SEKRETARIAT DPRD KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP AND CULTURE ORGANIZATION ON THE PERFOMANCE OF EMPELOYEES IN THE SECRETARIAT OF THE

DPRD PRINGSEWU REGENCY Abstract

VEBBY DWI AMANDA

Background : The factors of leadership and organizational culture is needed to maintain and improve the performance of employees in Pringsewu Regency DPRD Secretariat. Given that the Secretariat of the DPRD Pringsewu Regency is the organizational unit that is in charge of directly helping organizing the Government, so that it will largely determine the success of the Government in carrying out development and providing service to the community.

Aim of the study : To find out the significance of the influence of the leadership and organizational culture of the Secretariat employees performance DPRD Pringsewu Regency.

Method : Three of variables used in research is variable leadership by indicators ability motivate subordinate and ability affect subordinate, variable culture organization with indicators, innovation and take the risk, attention to detail, orientation result, orientation man, orientation team, aggressiveness, stability and variable performance by indicators quality work, responsibility to work, cooperation with colleagues, motivation work, initiative employees.

Result: Variable leadership birokratis and cultural organization influential simultaneously on the performance employees of the secretariat DPRD Pringsewu Regency coefficient of determination of 71,8 %.

Conclution : Based on value coefficient beta, look that cultural factors organization is variable the most dominant influence the performance employees of the secretariat DPRD Pringsewu Regency.

Recommendation : Secretariat of the DPRD Pringsewu Regency should maintain the culture of the Organization in accordance with the concept of good governen in managing employees given the culture of the organization gives the dominant influence on employee accomplishments.


(2)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI

TERHADAP KINERJA KARYAWAN SEKRETARIAT DPRD

KABUPATEN PRINGSEWU

Abstrak

VEBBY DWI AMANDA

Latar Belakang : Faktor kepemimpinan dan budaya organisasi sangat dibutuhkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja karyawan di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu. Mengingat bahwa Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu merupakan unit organisasi yang bertugas secara langsung membantu penyelenggaraan pemerintahan, sehingga akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu.

Metode : Ada 3 variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel kepemimpinan dengan indikator kemampuan memotivasi bawahan dan kemampuan mempengaruhi bawahan, variabel budaya organisasi dengan indikator, Inovasi dan mengambil resiko, perhatian pada detail, orientasi hasil, orientasi manusia, orientasi tim , agresivitas, stabilitas dan variabel kinerja dengan indikator kualitas kerja, tanggungjawab terhadap pekerjaan, kerjasama dengan rekan kerja, motivasi kerja, inisiatif pegawai.

Hasil : Variabel kepemimpinan birokratis dan budaya organisasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu dengan koefisien determinasi sebesar 71,8%.

Kesimpulan : Berdasarkan nilai koefisien beta, terlihat bahwa faktor budaya organisasi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu.

Saran : Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu hendaknya mempertahankan budaya organisasi yang sesuai dengan konsep good governen dalam mengelola karyawan mengingat budaya organisasi memberikan pengaruh yang dominan terhadap prestasi kerja karyawan.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pringsewu pada tanggal 24 Agustus 1986. Putri Kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak H. M. Alfa Edison dan Ibu hj. Asita Nur Gaya, SE.

Penulis mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di SD Muhammadiyah Pringsewu pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1998, lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pringsewu sampai dengan tahun 2001, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung sampai dengan tahun 2004. Selanjutnya penulis hijrah ke Bandung untuk melanjutkan perkuliahan di Universitas Padjajaran Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik dan berhasil menyelesaikan kuliah pada tahun 2008. Selama perkuliahan di UNPAD tersebut penulis aktif di banyak organisasi kampus seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), HIMAJE (Himpunan Mahasiswa Jurnalistik), dan beberapa UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Sedangkan diluar kampus, penulis aktif sebagai presenter di televisi lokal Bandung.

Setelah menyelesaikan perkuliahan, penulis kemudia bekerja di RCTI, salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan 2010. Dari tahun 2010 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu. Dan pada tahun 2011 penulis memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Program Magister Manajemen dengan konsetrasi Manajemen Pemerintahan dan Keuangan daerah.


(7)

“Ketika menjadi ibu, hatimu bukan lagi milikmu. Hatimu akan mengembara mengikuti ke manapun anakmu pergi” (Anonim)


(8)

i

DAFTAR TABEL

Tabel

1.1Deskripsi Responden Berdasarkan Umur ... 5

1.2Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 5

1.3Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 6

1.4Data Pegawai Berdasarkan Jabatan ... 6

2.1 Perbandingan Tujuan Utama dari Penilaian Kinerja ... 17

3.1 Definisi Operasional Variabel ... 30

3.2 Hasil Pengukuran Validitas Variabel Kepemimpinan ... 34

3.3 Hasil Pengukuran Validitas Variabel Budaya Organisasi ... 35

3.4 Hasil Pengukuran Validitas Variabel Kinerja Karyawan ... 36

3.5 Hasil Pengukuran Reliabilitas ... 36

3.6 Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Variabel Kepemimpinan ... 38

3.7 Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Indikator Kemampuan Memotivasi Bawahan 39 3.8 Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Variabel Kepemimpinan ... 40

3.9 Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Indikator Kemampuan Untuk Memotivasi Bawahan ... 41

3. 10 Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Variabel Kepemimpinan ... 42

3.11 Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Indikator Kemampuan Untuk Memotivasi Bawahan ... 42

3.12 Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Variabel Budaya Organisasi ... 44

3.13 Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Stabilitas ... 44

3.14 Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Variabel Budaya Organisasi ... 45


(9)

ii

3.16 Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Variabel Budaya Organisasi .. 47

3.17 Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Stabilitas ... 47

3.18 Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Variabel Kinerja ... 48

3.19 Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Indikator Kualitas Kerja ... 49

3.20 Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Variabel Kinerja ... 50

3.21 Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Kualitas Kerja ... 51

3.22 Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Variabel Kinerja ... 51

3.23 Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Kualitas Kerja ... 52

3.24 Regresi Linear Berganda ... 53

3.25 ANOVA ... 54

3.26 Hasil Perhitungan t Hitung dan p-value dengan Persamaan Regresi Linear Berganda 55 3.27 Model Summary ... 57

4.1 Pedoman Konfersi Kepemimpinan , Budaya Organisasi, dan Kinerja Karyawan ... 59


(10)

i

DAFTAR GAMBAR

Gambar


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap organisasi selalu mengarahkan sumberdaya yang dimiliki ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu sumberdaya organisasi yang sangat mempengaruhi proses pencapaian tujuan adalah manusia, yang dikenal dalam organisasi sebagai karyawan atau pegawai.

Manusia sebagai salah satu sumberdaya organisasi sangat penting dalam mewujudkan tujuan organisasi, karena manusia dalam melakukan aktivitas di dalam organisasi diwujudkan melalui karya, bakat, kreativitas, dan peran nyata yang dapat diukur produktivitasnya (Siagian, 1988 dalam Amiruddin, 2007:9). Djumhariati (2008:46) mengemukakan bahwa di dalam suatu organisasi, sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam keberhasilan suatu usaha. Oleh karena itu, sumber daya manusia adalah penentu berhasil tidaknya tujuan organisasi yang akan dicapai.

Untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi yang telah disusun, maka diperlukan pimpinan yang bertugas secara terus menerus memelihara dan mengembangkan organisasi secara struktural, ideal, dan fungsional sehingga dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Pimpinan adalah anggota yang dipilih dan diberi amanah oleh anggota untuk memimpin dan mengemudikan


(12)

2

Sarros dan Butchatsky (1996) dalam Herispon (2010:93-94) mengartikan kepemimpinan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.

Kepemimpinan memiliki peran penting dalam kerangka manajemen. Sebab peranan seorang pemimpin pada dasarnya merupakan penjabaran serangkaian fungsi kepemimpinan. Salah satu fungsi kepemimpinan adalah untuk mengajak, menghimbau semua bawahan agar dengan penuh kemauan memberikan pengabdian dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan para bawahan secara maksimal.

Kepemimpinan dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi. Sebab pemimpin yang sukses mampu mengelola organisasi, bisa mempengaruhi orang lain, dan menentukan jalan serta memberikan perilaku benar yang harus dikerjakan bersama-sama (Gaol, 2003:1). Pentingnya pemimpin dalam sebuah organisasi terungkap dalam suatu pernyataan berikut: bahwa untuk menunjang keberhasilan fungsi manajemen dalam organisasi tentunya membutuhkan seorang pemimpin yang dapat melaksanakan tugas atau fungsi manajemen (Fikri, 2008:98). Seorang pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus dengan atau tanpa pengangkatan formal dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah kepada pencapaian tujuan tertentu (Herispon, 2010:93).

Keberhasilan sebuah organisasi tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi tersebut. Untuk menghasilkan kualitas kerja yang baik


(13)

3

dari karyawan maka harus terus ditingkatkan kinerja karyawan tersebut. Pimpinan mempunyai pengaruh untuk memotivasi karyawan agar mempunyai gairah kerja dan meningkatkan semangat kerja. Dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan tersebut, maka pengaruh pimpinan terhadap bawahan sangat dibutuhkan untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerja karyawan (Melmambessy, 2008:25). Kinerja karyawan merupakan hasil atau prestasi kerja yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan dihubungkan tugas-tugas rutin yang dikerjakannya. Dengan kata lain, kinerja adalah wujud keberhasilan suatu pekerjaan (Slamet, 2009:14).

Selama ini, permasalahan kepemimpinan yang sering terjadi di organisasi atau instansi pemerintah adalah pimpinan belum dapat mengoptimalkan potensi organisasi dan belum dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan eksternal, dalam hal ini memenuhi kebutuhan masyarakat, karena selama ini pimpinan umumnya terbelenggu dengan adanya aturan-aturan yang berlaku sehingga kurang melakukan improvisasi dan inovasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan yang terjadi pimpinan senantiasa berpatokan pada aturan yang sudah ada, pimpinan senantiasa mengandalkan kewenangan formal yang dimilikinya sehingga kekuasaan menjadi kekuatan dalam menggerakkan bawahan dan rendahnya kompetensi pimpinan. Hal ini tidak terlepas dari pola promosi yang kurang mempertimbangkan kompetensi pejabat yang akan diangkat karena selama ini promosi yang dilakukan pada pimpinan dilakukan atas dasar kepangkatan, golongan serta hasil penilaian kinerja melalui DP3, sementara hasil


(14)

4

DP3 belum mampu memberikan informasi kinerja pimpinan secara obyektif (Indriani dan Waluyo, 2010:4).

Selain kepemimpinan, faktor budaya organisasi juga turut mempengaruhi kinerja karyawan. Budaya organisasi sering diartikan sebagai seperangkat nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, atau norma-norma yang telah lama dianut bersama oleh para anggota organisasi sebagai pedoman perilaku dan memecahkan masalah-masalah organisasinya (Sutrisno, 2010:461). Untuk mewujudkan tujuan organisasi pemerintah, maka budaya organisasi harus merupakan suatu pola asumsi dan keyakinan dasar yang dirasakan bersama oleh para Pegawai Negeri Sipil ketika memecahkan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal organisasi. Agar asumsi atau keyakinan dasar ini dapat bekerja dengan cukup baik dan valid, maka perlu diajarkan kepada para calon Pegawai Negeri Sipil sebagai dasar untuk berpikir dan merasakan sesuatu yang berhubungan dengan masalah-masalah yang terkait. Konsep budaya organisasi tersebut pada akhirnya akan menjadi tema untuk menambah kinerja yang handal melalui komitmen Pegawai Negeri Sipil yang lebih kuat dan fleksibel. Peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil tersebut perlu menjadi perhatian utama pemerintah karena sangat menyangkut pelayanan kepada masyarakat (Bintarti dan Basri, 2009:28).

Sedangkan permasalahan budaya organisasi yang terjadi di organisasi atau instansi pemerintah terutama terkait dengan belum optimalnya pemberian pelayanan kepada masyarakat khususnya terkait dengan berbagai program-program yang masih belum dapat terealisasikan dengan baik, terutama dalam mengkomunikasikan berbagai program yang dilakukan pimpinan kepada


(15)

5

karyawan untuk selanjutnya direalisasikan kepada masyarakat masih ditemukan mis komunikasi sehingga berdampak pada waktu kerja dan kualitas kerja yang menurun, selain itu masih dijumpai adanya oknum karyawan yang tidak mampu bekerja secara profesional seperti datang terlambat atau mangkir kerja, masih ditemukan karyawan yang tidak ikut apel, cara berpakaian karyawan yang tidak rapi dan meninggalkan kantor sebelum jam kantor berakhir. Permasalahan ini secara langsung dapat berdampak pada kinerja karyawan yang menurun apabila tidak diberikan sanksi secara tegas. Budaya organisasi yang ada selama ini akan berfungsi efektif apabila para karyawan dapat menerapkan budaya organisasi sebagai suatu kebiasaan dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (Indriani dan Waluyo, 2010:5) Adapun berkaitan dengan uraian tersebut, maka data observasi awal yang penulis lakukan di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu ditunjukkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1

Deskripsi Responden Berdasarkan Umur

No Umur Frequency Percent

1 20 – 30 tahun 34 42,5%

2 31–40 tahun 23 28,7%

3 41 – 50 tahun 17 21,3%

4 51 – 60 tahun 6 7,5%

Total 80 100.0

Sumber: Lampiran

Tabel 1.2

Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Umur Frequency Percent

1 Perempuan 28 35%

2 Laki-laki 52 65%


(16)

6 Sumber: Lampiran

Tabel 1.3

Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No Umur Frequency Percent

1 SMA 13 16,2%

2 S1 48 60%

3 S2 19 23,8%

Total 80 100.0

Sumber: Lampiran

Tabel 1.4

Data Pegawai Berdasarkan Jabatan

No Umur Frequency Percent

1 Kepala Bagian (Kabag) 4 5%

2 Kepala Sub Bagian (Kasubag) 9 11.25%

3 Staf 67 83.75%

Total 80 100.0

Sumber: Lampiran

Pada penelitian ini perlu diketahui bahwa faktor kepemimpinan yang diteliti adalah atasan langsung dari karyawan yang ada di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu, sehingga peneliti tidak menghiraukan tentang kepemimpinan yang ada di manajemen puncak. Hal ini dikarenakan peneliti hanya ingin mengetahui dan menganalisa faktor bagaimana pengaruh kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja karyawan yang dipimpinnya.

Kepemimpinan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan faktor kepemimpinan di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu masih sangat berpengaruh pada manajemen pemerintahan. Apalagi tipikal birokrasi lokal masih menganut gaya lama birokrasi kolonial yang sangat mengedepankan loyalitas daripada rasionalitas. Gaya kepemimpinan sangat krusial mempengaruhi kebijakan umum


(17)

7

pemerintahan maupun kebijakan internal birokrasi pemerintahan itu sendiri. Pemimpin yang berpikir rasional dan objektif akan menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada keberagaman di dalam masyarakat.

Berdasarkan hal di atas, peneliti memandang penting diupayakannya pemahaman mengenai budaya organisasi dan penerapan kepemimpinan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu. Hal ini mengingat bahwa Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu merupakan unit organisasi yang bertugas di bidang pemerintahan yang secara langsung membantu penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Pringsewu, sehingga pegawai negeri sipil tersebut akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintah Kabupaten Pringsewu dalam melaksanakan pembangunan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan pengamatan awal peneliti di lokasi penelitian, dapat diketahui bahwa belum optimalnya penerapan budaya organisasi dan kurang tepatnya pola kepemimpinan di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu, seperti terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia saat ini belum berjalan optimal, ada sebagian karyawan yang menilai cara pimpinan dalam memimpin di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu kurang sesuai dengan keinginan yang diharapkan karyawan, sehingga terkadang terdapat perilaku dan gaya pimpinan di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu yang kurang bisa menjadi panutan bagi bawahannya tetapi menjadi alasan pembenar bagi bawahan, diantara masih adanya karyawan yang datang terlambat ke kantor, mangkir kerja dan berbagai penyalahgunaan kekuasaan. Budaya organisasi yang terkadang masih kurang memperhatikan


(18)

8

kualitas pekerjaan karena masih ditemukan karyawan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang terbatas pada pekerjaan yang dilaksanakan, seperti masih dijumpai adanya beberapa karyawan yang tidak mampu bekerja secara profesional seperti datang terlambat atau mangkir kerja, masih ditemukan karyawan yang tidak ikut apel, cara berpakaian karyawan yang tidak rapi dan meninggalkan kantor sebelum jam kantor berakhir. Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Sekretariat DPRD

Kabupaten Pringsewu”.

1.2 Rumusan Masalah

Faktor kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja karyawan. Kepemimpinan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kepemimpinan Sekretaris di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu. Kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses dimana seseorang dapat menjadi pemimpin (leader) melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang dipimpinnya (followers) dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan (Brahmasari dan Suprayetno, 2008:125). Ada sebagian karyawan yang menilai cara pimpinan dalam memimpin di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu kurang sesuai dengan keinginan yang diharapkan karyawan.

Sedangkan Budaya organisasi yang diterapkan pada sebuah organisasi dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Adapun dimensi budaya organisasi adalah


(19)

nilai-9

nilai, meliputi: kedisiplinan; persaingan; motivasi berprestasi. Norma-norma yang diyakini, meliputi: kejujuran; keadilan; sopan santun; keteladanan. Sikap yang dimiliki personil organisasi, meliputi: menghargai waktu; bersikap objektif; bersikap ilmiah. Kebiasaan-kebiasaan, meliputi: kerjasama; tanggung jawab; kerja keras; komitmen pada tugas (Setiyaningrum, 2012:20).

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka secara operasional perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh antara kepemimpinan terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu?

2. Apakah terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu?

3. Apakah terdapat pengaruh antara kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu.

2. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu.


(20)

10

3. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Menyajikan hasil empiris pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap Kinerja Karyawan.

2. Bagi institusi, diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk meninjau kembali terhadap kebijakan yang telah dilakukan dalam kaitannya mengenai kepemimpinan, budaya organisasi, dan kinerja karyawan.

3. Bagi para peneliti, sebagai salah satu bahan kajian empirik terutama menyangkut perilaku organisasi khususnya bidang kepemimpinan, budaya organisasi dan kinerja karyawan.

4. Bagi para praktisi SDM, sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan di perusahannya.

1.5 Kerangka Pemikiran

PNS sebagai sumber daya manusia pada sektor pemerintahan turut bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan organisasi pemerintahan dan pembangunan nasional secara umum. Oleh karena itu, kedudukan dan


(21)

11

peranan PNS sangat penting sebagai pelaksana kegiatan pemerintah (Murgiyati, 2010:31).

Menurut Ivancevich (2006:194) kepemimpinan didefinisikan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan.

Sedangkan untuk budaya organisasi, Menurut Hutapea dan Thoha (2008:73), budaya organisasi merupakan nilai (value) yang dimiliki oleh suatu organisasi yang dirasakan dan dimengerti oleh semua anggota organisasi. Nilai tersebut tercemin dalam kepercayaan, simbol, ritual, mitos dan praktik-praktik yang terjadi dalam organisasi. Nilai-nilai ini menjadi sebuah petunjuk bagi anggota organisasi dalam berperilaku.

Lalu dijelaskan juga pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004:67). Apabila sebuah organisasi memiliki gaya kepemimpinan dan budaya organisasi yang baik maka dapat memberikan kinerja yang baik pula. Dimana menurut Ivancevich, dkk., (2006:216) menjelaskan beberapa tujuan dari evaluasi kinerja, diantaranya adalah:

a. Menyediakan dasar untuk alokasi penghargaan, termasuk kenaikan gaji, promosi, transfer, pemberhentian, dan sebagainya.

b. Mengidentifikasi karyawan yang berpotensi tinggi.

c. Memvalidasi efektivitas dari prosedur pemilihan karyawan. d. Mengevaluasi program pelatihan sebelumnya.


(22)

12 H3

H2

H1

e. Menstimulasi perbaikan kinerja.

f. Mengembangkan cara untuk mengatasi hambatan dan penghambat kinerja. g. Mengidentifikasi kesempatan pengembangan dan pelatihan.

h. Membentuk kesempatan supervisor-karyawan mengenai ekspektasi kinerja.

Pada penelitian ini model penelitian yang digunakan adalah sbb :

Gambar 1.1 Metode Penelitian

1.6 Hipotesis

1. Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu.

2. Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu

3. Kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu

Kepemimpinan (X1)

Budaya organisasi (X2)


(23)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Kinerja Karyawan

2.1.1 Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Good Governance

Menurut Idrus (2001) dalam Moeheriono (2006:8), Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai dua pengertian yang berbeda, yakni: (a) berarti pekerjaan atau profesi; dan (b) berarti pengabdian. Sebagai pekerjaan atau profesi, maka seseorang yang menjabat sebagai PNS haruslah memiliki profesionalisme yang tinggi. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan persyaratan jabatan yang dipangkunya, maka seorang PNS dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Sedangkan, sebagai pengabdian maka seseorang yang menyandang predikat PNS haruslah mendahulukan kepentingan umum, terutama melayani masyarakat, bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Kinerja PNS adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan (Bintarti dan Basri, 2009:30). Menurut Keban (2004) dalam Tobirin (2008:61), di Indonesia kinerja seorang PNS lebih dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana yang tercantum dalam Surat Edaran BAKN, No. 02/SE/1980, tertanggal 11 Februari 1980, daripada dengan hasil pekerjaan. Oleh karena itu, pemahaman tentang kinerja PNS dalam Good Governance lebih ditekankan pada pelaksanaan pekerjaan yang meliputi delapan (8) unsur atau aspek kinerja yang harus dinilai,


(24)

14

seperti kesetiaan, prestasi, ketaatan, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.

2.1.2 Pengertian Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya (Rivai dan Sagala, 2009:548-549).

Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan penyempurnaannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari suatu pekerjaan (thing done), pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan


(25)

15

secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika (Rivai, dkk., 2008:15-16).

2.1.3 Pentingnya Penilaian Kinerja Karyawan

Demi berkembangnya suatu organisasi, maka pihak organisasi perlu mempunyai kinerja karyawan yang baik, yaitu memiliki presedur yang terstruktur dan jelas, yang sesuai dengan visi, misi dan strategi organisasi. Untuk mengetahui kinerja karyawan di suatu organisasi maka perlu dilakukan perancangan sistem pengukuran kinerja yang baik dan sesuai untuk menilai kinerja karyawan di suatu organisasi tersebut. Pengukuran kinerja sangat penting dalam suatu organisasi, karena pengukuran kinerja tersebut dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan yang sudah dicapai oleh suatu organisasi dan hasilnya dapat dijadikan landasan bagi pihak manajemen untuk melakukan perencanaan organisasinya di masa datang (Dika, 2011:17).

Penilaian kinerja adalah salah satu kegiatan manajemen kepegawaian yang amat penting bagi suatu organisasi. Dengan kegiatan tersebut pimpinan organisasi dapat melihat sampai sejauh mana faktor manusia dapat menunjang tujuan yang telah ditetapkan. Di samping itu, melalui penilaian kinerja, pimpinan organisasi juga dapat memilih dan menempatkan pegawai yang tepat untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya (the right man on the right place) dengan cara yang obyektif (Anwarudin, 2006:268).

Menurut Prasetiyatno, dkk., (2011:71) pengukuran kinerja merupakan salah satu komponen yang amat penting bagi organisasi. Pengukuran tersebut antara lain


(26)

16

dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan organisasi dan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan dalam organisasi. Sedangkan Griffin (2004:441) menjelaskan bahwa penilaian kinerja adalah penting untuk memvalidasi alat pemilihan, mengukur dampak dari program pelatihan, memutuskan kenaikan gaji dan promosi, dan menentukan kebutuhan akan pelatihan.

Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam organisasi. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan suatu organisasi, penilaian kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam organisasi, misalnya untuk menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga dapat menggunakan penilaian kinerja organisasi sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu (Tresiana, 2007:31-32).

2.1.4 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memiliki beragam tujuan, yaitu dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja saat ini, umpan balik, meningkatkan motivasi, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, mengidentifikasi kemampuan karyawan, membiarkan karyawan mengetahui hal yang diharapkan dari mereka, memusatkan perhatian pada pengembangan karir, meningkatkan imbalan, serta memecahkan masalah dalam pekerjaan (Cahayani, 2005:93).

Menurut L. L. Cummings dan Donald P. Schwab (1973:5) dalam Sinambela (2012:61-62) berpendapat bahwa terdapat dua tujuan dari penilaian kinerja yang


(27)

17

dinyatakan secara luas adalah untuk mencapai suatu kesimpulan yang evaluatif atau memberi pertimbangan mengenai kinerja pegawai dan untuk pengembangan berbagai karya lewat program. Kedua tujuan tersebut dinyatakan secara luas diperbandingkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1

Perbandingan Tujuan Utama dari Penilaian Kinerja Aspek

Perbandingan

Pertimbangan Pengembangan

Orientasi waktu Hasil karya yang lalu Persiapan bagi hasil karya yang akan datang

Sasaran Meningkatkan hasil karya dengan merubah perilaku lewat sistem imbalan

Meningkatkan hasil karya lewat belajar sendiri

Metode Menggunakan skala penilaian (rating scales),

perbandingan, dan distribusi

Bimbingan, saling mempercayai, penetapan tujuan dan perencanaan akhir

Peranan Supervisor (penilai)

Seorang hakim yang menilai

Orang yang membimbing dan mendorong secara suportif, yang mendengarkan, membantu dan menunjukan jalan

Peranan bawahan Pendengar, bereaksi dan berusaha mempertahankan hasil karya yang lalu

Secara aktif terlibat dalam merencanakan hasil karya yang akan datang

Sumber: L. L. Cummings dan Donald P. Schwab, Performance in Organization (Glenview, III: Scott, foresman, 1973)


(28)

18

Sedangkan menurut Ivancevich, dkk., (2006:216) menjelaskan beberapa tujuan dari evaluasi kinerja, diantaranya adalah:

a. Menyediakan dasar untuk alokasi penghargaan, termasuk kenaikan gaji, promosi, transfer, pemberhentian, dan sebagainya.

b. Mengidentifikasi karyawan yang berpotensi tinggi.

c. Memvalidasi efektivitas dari prosedur pemilihan karyawan. d. Mengevaluasi program pelatihan sebelumnya.

e. Menstimulasi perbaikan kinerja.

f. Mengembangkan cara untuk mengatasi hambatan dan penghambat kinerja. g. Mengidentifikasi kesempatan pengembangan dan pelatihan.

h. Membentuk kesempatan supervisor-karyawan mengenai ekspektasi kinerja.

2.1.5 Aspek-Aspek yang Dinilai dalam Penilaian Kinerja

Robbins (2001:218) menyebutkan tiga (3) kriteria yang dipilih seorang manajemen untuk menilai kinerja karyawan, yaitu pertama adalah hasil tugas individu. Jika tujuan akhir yang diperhitungkan, dan bukannya cara, maka manajemen seharusnya mengevaluasi hasil tugas dari seseorang karyawan. Dengan menggunakan hasil tugas, seorang manajer dapat menilai atas dasar kriteria kuantitas kinerja karyawan. Kedua adalah perilaku. Dalam banyak kasus, sukar untuk mengenali hasil spesifik yang dapat dikaitkan secara langsung dengan tindakan seorang karyawan. Ini sangat benar untuk personalia dalam posisi staf dan individu yang tugas kerjanya merupakan bagian intrinsik dari suatu upaya


(29)

19

kelompok. Ketiga adalah ciri. Ciri merupakan perangkat kriteria terlemah, namun masih digunakan secara luas oleh organisasi untuk menilai kinerja karyawan, seperti misalnya mempunyai sikap yang baik, menunjukkan rasa percaya diri, dapat diandalkan atau kooperatif.

Dalam praktek penilaian kinerja bagi PNS, indikator yang digunakan bersifat umum, seperti kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Indikator ini dinilai dalam angka (numeric indicator) tanpa ada deskripsi kualitatif (Fahrudin, 2003:28).

2.2 Faktor Kepemimpinan

2.2.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kinerja organisasi karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama dengan mana tujuan organisasi dapat dicapai. Pada umumnya kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses yang mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Gitosudarmo dan Sudita, 2008:127).

Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran (Handoko, 1995:294-295). Sedangkan Luthans (2006:638) mengutip pendapat dari Bennis dan Thomas mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan pribadi seseorang untuk menemukan makna dari kejadian-kejadian negatif dan belajar dari masa-masa penuh cobaan. Atau, mampu menguasai lingkungan yang


(30)

20

saling bertentangan, menjadi lebih kuat daripada sebelumnya, dan lebih berkomitmen daripada sebelumnya adalah hal-hal yang penting utnuk membentuk seorang pemimpin andal.

Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi. Berikut ini adalah beberapa definisi dari kepemimpinan (Yukl, 1998:2):

a Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama/shared goal (Hemhill & Coons, 1957:7).

b Kepemimpinan merupakan pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler, & Massarik, 1961:24).

c Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs & Jacques, 1990:281).


(31)

21

d Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984:46).

e Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz & Kahn, 1978:528).

Sopiah (2008:108) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses untuk mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Ada tiga implikasi penting dari batasan ini, yaitu:

a. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau pengikut. Karena kesediaan mereka menerima pengarahan dari pemimpin, anggota kelompok membantu menegaskan status pemimpin dan memungkinkan terjadinya proses kepemimpinan. Tanpa bawahan maka semua sifat kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan.

b. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan beberapa aktifitas anggota kelompok, yang caranya tidak sama antara pemimpin yang satu dengan yang lain.

c. Di samping secara sah mampu memberikan perintah atau pengarahan kepada bawahan atau pengikutnya, pemimpin juga dapat mempengaruhi bawahan dengan berbagai cara.


(32)

22 2.3 Faktor Budaya Organisasi

2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi

Kata “budaya” berasal dari bahasa Sanskerta yaitu ”budhayah”, yang terbentuk dari budi dan akal. Banyak yang mengartikan budaya/kebudayaan dalam arti terbatas/sempit, yaitu pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan dengan hanya terbatas pada seni. Dalam arti yang lebih luas, maka budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan menjadi pedoman tingkah lakunya. Secara umum, perusahaan atau organisasai terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam. Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai kesatuan orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai yang sama (Suwarto dan Koesdartono, 2009:1). Budaya organisasi adalah serangkaian nilai, kepercayaan, perilaku adat dan sikap yang membantu anggota organisasi memahami prinsip-prinsip yang dianutnya, bagaimana organisasi melakukan berbagai hal, dan apa yang dianggap penting oleh organisasi (Griffin, 2004:183).

Budaya organisasi adalah suatu sistem sosial yang adalah suatu sistem dari organisasi total. Budaya organisasi mempunyai artifak, perspektif, nilai, asumsi, simbol, bahasa, dan perilaku yang efektif. Budaya organisasi mencakup jaringan komunikasi, baik formal maupun informal, juga mencakup status atau struktur peran yang berhubungan dengan karakteristik karyawan (Swansburg, 2001:20).


(33)

23

2.3.2 Permasalahan Umum Birokasi / Budaya Organisasi di Indonesia

Laporan World Competitiveness Report yang dirilis pada bulan Mei 2005 menunjukkan, dari 60 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat 59. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai organisasi negara bangsa memerlukan budaya organisasi (Kaihatu, 2006:3).

Selain fakta di atas, kesadaran akan pentingnya budaya organisasi di Indonesia tampaknya juga belum diperhatikan. Ini mengingat bahwa budaya organisasi selama ini belum dianggap sebagai faktor penunjang keberhasilan pencapaian tujuan bersama. Bahkan kehadiran budaya organisasi lebih banyak diacuhkan daripada diperhatikan. Pandangan bahwa semua keberhasilan diperoleh melalui teknologi canggih semata hampir mendominasi para manajer puncak di berbagai lembaga baik pemerintah maupun swasta (Moehtadi, 1996:117).

Kaitannya dengan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka salah satu masalah yang patut diperhatikan oleh pemerintah Indonesia adalah masalah budaya kerja organisasi, termasuk pula masalah sikap profesionalisme, etika, semangat pengabdian, komitmen terhadap tugas, serta motivasi dari setiap insan pelayanan publik. Dalam kaitan ini, MENPAN telah merumuskan 17 perilaku persepsi, sikap dan cara kerja sebagai indikator peningkatan budaya kerja yaitu perilaku-perilaku yang dianggap perlu ditingkatkan untuk peningkatan fungsi pelayanan aparatur negara baik kepada masyarakat, maupun ke dalam instansi sendiri dan antar instansi pemerintah). Ke-17 perilaku tersebut adalah (Zakiyah, 2006:49):

a. Komitmen terhadap visi, misi, organisasi, tujaun dan konsistensinya dalam pelaksanaan kebijakan negara serta peraturan perundangan yang berlaku. b. Wewenang dan tanggung jawab.


(34)

24 d. Integritas dan profesionalisme.

e. Kreativitas dan kepekaan sensitivitas) terhadap lingkungan tugas. f. Kepemimpinan dan keteladanan.

g. Kebersamaan dan dinamika kelompok/organisasi. h. Ketepatan keakurasian) dan kecepatan.

i. Rasionalitas dan emosi. j. Keteguhan dan ketegasan. k. Disiplin dan keteraturan bekerja.

l. Keberanian dan kearifan dalam mengambil keputusan/menganai konflik. m. Dedikasi dan loyalitas.

n. Semangat dan motivasi. o. Ketekunan dan kesabaran. p. Keadilan dan keterbukaan.

q. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas/pekerjaannya.

2.3.3 Karakteristik Budaya Organisasi

Luthans (2006:125) menyebutkan bahwa terdapat 6 (enam) karakteristik penting dari sebuah budaya organisasi, diantaranya adalah:

a Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku.

b Norma. Ada standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak organisasi menjadi “Jangan melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit”.

c Nilai dominan. Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama. Contoh khususnya adalah kualitas kinerja tinggi, sedikit absen dan efisiensi tinggi.

d Filosofi. Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai bagaimana pegawai diperlakukan.


(35)

25

f Iklim organisasi. Ini merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan

dengan pengaturan yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi dan cara anggota organisasi berhubungan dengan individu lain.

Sedangkan berdasarkan pengamatan atau hasil riset (C. O’Reilly III. J. Rhatman dan D. F. Caldwell dalam People an Organization Culture), dikemukakan tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya suatu organisasi, dengan penjelasan sebagai berikut (Suwarto dan Koeshartono, 2009:4):

a Inovasi dan pengambilan resiko (inovation and risk taking), yaitu sejauh mana para individu didorong untuk berinovasi dan berani mengambil resiko.

b Perhatian ke rincian (attention to detail), yaitu sejauh mana para individu diharapkan memperlihatkan presisi/kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap rincian.

c Orientasi hasil (outcome orientation), yaitu sejauh mana manajemen berfokus pada hasil, bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.

d Orientasi orang (people orientation), yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.

e Orientasi tim (team orientation), yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.


(36)

26

f Keagresifan (agressiveness), yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.

g Kemantapan (stability), yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dengan pertumbuhan.

2.3.4 Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi budaya dalam organisasi salah satunya adalah memberikan batasan peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Hal ini dikarenakan tiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi. Ini berarti budaya organisasi dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitas dalam organisasi (Akbar, 2003:394). Budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah orgaisasi, yaitu sebagai berikut (Suwarto dan Koeshartono, 2009:10):

a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas. Artinya, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan individual seseorang.

d. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial, budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan


(37)

27

memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para pegawai.

e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para pegawai.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini jika dilihat dari tujuan yang digunakan merupakan jenis penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 1989:5).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004:72). Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu, yang berjumlah 80 orang.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004:73). Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik sensus. Supranto (2000:22) menjelaskan bahwa teknik sensus adalah teknik pengumpulan data di mana seluruh elemen populasi diselidiki satu per satu. Data yang diperoleh sebagai hasil pengolahan sensus disebut data yang sebenarnya (true value), atau sering disebut parameter.


(39)

29

3.3 Jenis Data Penelitian

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan interaksi langsung pengumpul dan sumber data (Wibisono, 2003:37). Menurut Umar (2003:190) data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti.

Data primer dalam penelitian ini didapat langsung dari karyawan yang dijadikan responden melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner (angket atau daftar pertanyaan) merupakan cara pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi. Tujuan pembuatan angket (kuesioner) adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan penelitian dengan kesahihan yang cukup tinggi. Biasanya angket dilakukan untuk mendapatkan informasi dari responden yang tersebar di daerah yang cukup luas (Soeratno dan Arsyad, 1995:96-98).

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data sekunder ini digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut (Umar, 2005:100). Menurut Wibisono (2003:119) data sekunder adalah data yang didapat dan disimpan oleh orang lain yang biasanya merupakan data masa lalu/historikal. Sedangkan menurut Soeratno dan Arsyad (1998:76-77) sumber-sumber sekunder ada berbagai macam antara


(40)

30

lain dari surat-surat pribadi, buku harian, notulen rapat, sampai dokumen-dokumen resmi berbagai instansi pemerintah.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan studi-studi lain yang berhubungan dengan Kepemimpinan, budaya organisasi, dan kinerja karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2004:31). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua (2), yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

Variabel

Definisi

Indikator

a. Kepemimpinan

(X1)

Kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses dimana seseorang dapat menjadi pemimpin (leader) melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang dipimpinnya (followers) dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan (Brahmasari

Indikator:

- Kemampuan untuk memotivasi bawahan - Kemampuan untuk

mempengaruhi bawahan


(41)

31

b. Budaya

Organisasi (X2)

dan Suprayetno, 2008:125).

Budaya organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu tentang makna kehidupan bersama dalam suatu organisasi. Adapun dimensi budaya organisasi adalah nilai-nilai, meliputi: kedisiplinan; persaingan; motivasi berprestasi. Norma-norma yang diyakini, meliputi: kejujuran; keadilan; sopan santun; keteladanan. Sikap yang dimiliki personil organisasi, meliputi: menghargai waktu; bersikap objektif; bersikap ilmiah. Kebiasaan-kebiasaan,

meliputi: kerjasama; tanggung jawab; kerja keras; komitmen pada tugas (Setiyaningrum, 2012:20).

Indikator: - Inovasi dan

mengambil resiko - Perhatian pada detail - Orientasi hasil - Orientasi manusia - Orientasi tim - Agresivitas - Stabilitas

a. Kinerja

Karyawan (Y)

Kinerja karyawan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi karyawan terhadap kinerjanya dalam melaksanaan tugas atau

Indikator: - Kualitas kerja - Tanggungjawab

terhadap pekerjaan - Kerjasama dengan


(42)

32

pekerjaan utamanya, baik yang berupa tindakan atau unjuk kerja. Kemampuan profesional, meliputi: menguasai bidang kerja; menyelesaikan masalah dengan baik; mengambil keputusan secara tepat; mengoperasikan fasilitas kerja. Komunikasi kerja, meliputi: mengajak orang lain untuk bekerjasama; menyampaikan pesan secara tepat; mendengarkan pesan dari orang lain; memanfaatkan alat komunikasi yang efektif; mengecek informasi; menghargai prestasi orang lain. Menyesuaikan diri dengan lingkungan, meliputi: kemampuan beradaftasi; memenuhi tuntutan lingkungan dalam bekerja; meningkatakan kemampuan; cepat tanggap terhadap perubahan. Keunggulan kerja, meliputi: memiliki potensi yang dapat dibanggakan; tahan terhadap tugas yang cukup berat;

rekan kerja - Motivasi kerja - Inisiatif pegawai


(43)

33

mengambil alih bidang tugas yang sukar; telaten dan ulet dalam menghadapi tugas (Setiyaningrum, 2012:20).

3.5 Uji Kualitas Data

Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian harus memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi, hal ini dimaksudkan agar pengambilan data-data yang akan dilakukan dapat tepat sesuai dengan apa yang diinginkan. Data dalam penelitian ini diambil dari hasil penyebaran kuesioner yang diberikan kepada sampel penelitian, yaitu karyawan Sekretariat DPRD Kabupaten Pringsewu. Jumlah responden untuk menguji validitas dan reliabilitas item pertanyaan berjumlah 80 orang. Dari 80 responden yang diambil maka selanjutnya dilakukan tabulasi yang kemudian diolah dengan menggunakan program komputer SPSS.

3.5.1 Hasil Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data primer (melalui angket) yang dipakai dapat sesuai dengan sasaran yang akan dituju dalam penelitian. Kriteria validitas instrumen didasarkan atas perbandingan antara nilai rhitung dengan nilai r tabel = 0,2108. Bila rhitung lebih besar dari nilai r tabel = 0,2108 atau nilai probabilitasnya tidak lebih besar dari setengah nilai kritis, maka pernyataan dianggap valid (Ghozali, 2005:45). Sebaliknya jika rhitung lebih kecil dibandingkan nilai rtabel = 0,2108 dan bernilai negatif atau nilai probabilitasnya lebih besar dari setengah nilai kritis, maka pernyataan dianggap gugur.


(44)

34

3.5.1.1 Uji Validitas Variabel Kepemimpinan (X1)

Tabel 3.2

Hasil Pengukuran Validitas Variabel Kepemimpinan

Variabel No. item r hitung r tabel Keteranga

n

Kepemimpinan (X1)

1 0,507 0,2108 Valid

2 0,716 0,2108 Valid

3 0,665 0,2108 Valid

4 0,695 0,2108 Valid

5 0,687 0,2108 Valid

6 0,578 0,2108 Valid

Sumber: Lampiran

Dari hasil rekapitulasi data yang tersaji dalam tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa nilai r hitung untuk semua item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel Kepemimpinan bernilai lebih dari 0,211. Dengan demikian item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel Kepemimpinan dianggap valid dan dapat digunakan untuk mendapatkan data-data penelitian.

3.5.1.2 Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi (X2)

Dari hasil rekapitulasi data yang tersaji dalam tabel 3.3 di bawah ini, terlihat bahwa nilai r hitung untuk semua item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel budaya organisasibernilai lebih dari 0,211. Dengan demikian item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel budaya organisasi dianggap valid dan dapat digunakan untuk mendapatkan data-data penelitian.


(45)

35 Tabel 3.3

Hasil Pengukuran Validitas Variabel Budaya Organisasi

Variabel No. item r hitung r tabel Keteranga

n

Budaya Organisasi (X2)

1 0,522 0,2108 Valid

2 0,561 0,2108 Valid

3 0,642 0,2108 Valid

4 0,435 0,2108 Valid

5 0,343 0,2108 Valid

6 0,659 0,2108 Valid

7 0,701 0,2108 Valid

8 0,679 0,2108 Valid

9 0,651 0,2108 Valid

10 0,418 0,2108 Valid

11 0,643 0,2108 Valid

12 0,526 0,2108 Valid

13 0,501 0,2108 Valid

14 0,662 0,2108 Valid

15 0,482 0,2108 Valid

16 0,562 0,2108 Valid

17 0,634 0,2108 Valid

18 0,763 0,2108 Valid

19 0,295 0,2108 Valid

20 0,571 0,2108 Valid

21 0,621 0,2108 Valid

Sumber: Lampiran

3.5.1.3 Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan (Y)

Dari hasil rekapitulasi data yang tersaji dalam tabel 3.4 di bawah ini, terlihat bahwa nilai r hitung untuk semua item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel kinerja karyawanbernilai lebih dari 0,211. Dengan demikian item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel kinerja karyawan dianggap valid dan dapat digunakan untuk mendapatkan data-data penelitian.


(46)

36 Tabel 3.4

Hasil Pengukuran Validitas Variabel Kinerja Karyawan

Variabel No. item r hitung r tabel Keterangan

Kinerja Karyawan (Y)

1 0,741 0,2108 Valid

2 0,744 0,2108 Valid

3 0,739 0,2108 Valid

4 0,781 0,2108 Valid

5 0,783 0,2108 Valid

6 0,640 0,2108 Valid

7 0,696 0,2108 Valid

8 0,583 0,2108 Valid

9 0,546 0,2108 Valid

10 0,782 0,2108 Valid

11 0,564 0,2108 Valid

12 0,660 0,2108 Valid

13 0,359 0,2108 Valid

14 0,513 0,2108 Valid

15 0,517 0,2108 Valid

Sumber: Lampiran

3.5.2 Hasil Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu alat ukur kestabilan hasil akhir. Sehingga bilamana alat ukur yang sama digunakan untuk menguji instrumen yang sama akan menghasilkan data yang dapat dipercaya (reliabel). Dimana untuk mengukur reliabilitas instrumen dalam penelitian ini digunakan formulasi koefisien Alpha. Berdasarkan uji reliabilitas instrumen dengan menggunakan program SPSS dihasilkan data sebagai berikut:

Tabel 3.5

Hasil Pengukuran Reliabilitas

Variabel Alpha Keterangan

Kepemimpinan 0,690 Reliabel

Budaya Organisasi 0,892 Reliabel

Kinerja Karyawan 0,899 Reliabel


(47)

37

Paparan tabel 3.5 di atas menunjukkan bahwa item pertanyaan dari variabel Kepemimpinan , budaya organisasi, dan kinerja karyawan berstatus reliabel. Ini terlihat dari koefisien alpha yang positif bernilai lebih besar dari 0,6 (Nunnally dalam Ghozali, 2005:41). Dengan demikian instrumen penelitian tersebut dapat digunakan untuk meneliti data-data sama pada kondisi relatif sama, dengan probabilitas hasil penelitian yang dapat dipercaya.

3.5.3 Analisis Crostab

Analisis crosstab adalah suatu metode analisis berbentuk table, dimana menampilkan tabulasi silang atau table kontingensi yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengetahui apakah ada korelasi atau hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Singkatnya, analisis crosstab merupakan metode untuk mentabulasikan beberapa variabel yang berbeda kedalam suatu matrikss. Table yang dianalisis disini adalah hubungan antara variabel dalam baris dengan variabel dalam kolom. Berdasarkan analisis crosstab dihasilkan data sebagai berikut:

3.5.3.1 Hasil Pengujian Crosstab Variabel Kepemimpinan

3.5.3.1.1 Kelompok Umur dengan Variabel Kepemimpinan

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel kepemimpinan dengan umur responden:

Berdasarkan tabel di bawah ini maka dapat diketahui bahwa berdasarkan umur, responden komposisi terbanyak adalah pada kelompok umur 20-30 tahun dengan


(48)

38

jumlah 34 responden dengan responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 16 orang. Sedangkan tidak ada responden yang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju.

Tabel 3.6

Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Variabel Kepemimpinan Umur * Kepemimpinan Crosstabulation

Count

Kepemimpinan Total Sangat

tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Umur

20 sd 30

tahun 0 0 4 14 16 34

31 sd 40

tahun 0 0 1 11 11 23

41 sd 50

tahun 0 0 1 12 10 21

51 sd 60

tahun 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 6 37 37 80

Sumber: Lampiran

3.5.3.1.2 Kelompok Umur dengan Indikator Kemampuan Untuk

Memotivasi Bawahannya

Berikut ini merupakan hasil pengujian indikator Kemampuan Memotivasi Bawahan dengan umur responden:

Berdasarkan hasil perhitungan Crosstabulation Indikator kemampuan untuk memotivasi bawahan adalah indikator yang terbanyak menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 47 responden, terdiri dari umur 20-30 tahun sebanyak 21 responden, 31-40 tahun sebanyak 13 responden, 41 sd 50 tahun sebanyak 11


(49)

39

responden, sedangkan 51 sd 60 tahun 2 responden. Sedangkan indikator kamampuan mempengaruhi bawahan hanya terdapat 43 responden, dan tidak terdapat responden yang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju.

Tabel 3.7

Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Indikator Kemampuan Memotivasi Bawahan

Umur * Kemampuan untuk memotivasi bawahan Crosstabulation Count

Kemampuan untuk memotivasi bawahan Total Sangat

tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Umur

20 sd 30

tahun 0 0 4 9 21 34

31 sd 40

tahun 0 0 2 8 13 23

41 sd 50

tahun 0 0 1 5 11 17

51 sd 60

tahun 0 0 0 4 2 6

Total 0 0 7 26 47 80

Sumber: Lampiran

3.5.3.1.3 Kelompok Jenis Kelamin dengan variable Kepemimpinan

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel kepemimpinan dengan jenis kelamin responden:

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin responden komposisi terbanyak adalah pada jenis kelamin perempuan dengan jumlah 52 responden dengan responden yang menjawab setuju berjumlah 26


(50)

40

orang. Sedangkan pada jenis kelamin laki-laki hanya terdapat 11 orang yang menjawab setuju.

Tabel 3.8

Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Variabel Kepemimpinan Jenis Kelamin * Kepemimpinan Crosstabulation

Count

Kepemimpinan Total Sangat

tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju Jenis

Kelami n

Laki-laki 0 0 1 11 16 28

Perempuan 0 0 5 26 21 52

Total 0 0 6 37 37 80

Sumber: Lampiran

3.5.3.1.4 Kelompok Jenis Kelamin dengan Indikator Kemampuan Untuk

Memotivasi Bawahan

Berikut ini merupakan hasil pengujian indikator Kemampuan Memotivasi Bawahan dengan jenis kelamin responden:

Berdasarkan hasil perhitungan Crosstabulation Indikator kemampuan untuk memotivasi bahawan adalah indikator yang terbanyak menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 47 responden, terdiri dari laki-laki sebanyak 20 responden, perempuan sebanyak 27 responden. Sedangkan indikator kamampuan mempengaruhi bawahan hanya terdapat 43 responden yang menjawab sangat


(51)

41

setuju terdiri dari 17 responden laki-laki dan 26 responden perempuan yang menjawab sangat setuju.

Tabel 3.9

Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Indikator Kemampuan Untuk Memotivasi Bawahan

Jenis Kelamin * Kemampuan untuk memotivasi bawahan Crosstabulation Count

Kepemimpinan Total Sangat

tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Jenis Kelamin

Laki-laki 0 0 2 6 20 28

Perempuan 0 0 5 20 27 52

Total 0 0 7 26 47 80

Sumber: Lampiran

3.5.3.1.5 Kelompok Pendidikan Terakhir dengan Variabel Kepemimpinan

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel kepemimpinan dengan pendidikan terakhir responden:

Berdasarkan tabel di bawah maka dapat diketahui bahwa berdasarkan pendidikan terakhir, responden komposisi terbanyak adalah pada S1 dengan jumlah 21 responden menjawab sangat setuju dan 25 responden responden yang menjawab setuju dan tidak terdapat responden yang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju.


(52)

42 Tabel 3.10

Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Variabel Kepemimpinan PendidikanTerakhir * KepemimpinanCrosstabulation

Count

Kepemimpinan Total Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju Pendidik

anTerak hir

SMA 0 0 2 5 6 13

S1 0 0 2 25 21 48

S2 0 0 2 7 10 19

Total 0 0 6 37 37 80

Sumber: Lampiran

3.5.3.1.6 Kelompok Pendidikan Terakhir dengan Indikator Kemampuan

Memotivasi Bawahan

Berikut ini merupakan hasil pengujian indikator Kemampuan Memotivasi Bawahan dengan pendidikan terakhir responden:

Tabel 3.11

Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Indikator Kemampuan Untuk Memotivasi Bawahan

Pendidikan Terakhir * Kemampuan untuk memotivasi bawahan Crosstabulation

Count

Kemampuan untuk memotivasi bawahan Total Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju Pendidik

an Terakhir

SMA 0 0 1 4 8 13

S1 0 0 3 16 29 48

S2 0 0 3 6 10 19


(53)

43 Sumber : Lampiran

Berdasarkan hasil perhitungan Crosstabulation Indikator kemampuan untuk memotivasi bahawan adalah indikator yang terbanyak menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 47 responden, komposisi terbanyak adalah pada S1 dengan jumlah 29 responden menjawab sangat setuju dan 16 responden responden yang menjawab setuju. Sedangkan indikator kamampuan mempengaruhi bawahan hanya terdapat 43 responden, komposisi terbanyak adalah pada S1 dengan jumlah 25 responden menjawab sangat setuju dan 22 responden responden yang menjawab setuju.

3.5.3.2 Hasil Pengujian Crosstab Variabel Budaya Organisasi

3.5.3.2.1 Kelompok Umur dengan Variabel Budaya Organisasi

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel budaya organisasi dengan umur responden:

Berdasarkan tabel di atas ini maka dapat diketahui bahwa berdasarkan umur responden, komposisi terbanyak adalah pada kelompok umur 20-30 tahun dengan jumlah 34 responden dengan responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 20 orang. Sedangkan kelompok umur 31-40 terdapat 8 responden yang menjawab sangat setuju dan kelompok umur 41 sd 50 tahun terdapat 12 responden yang menjawab sangat setuju.


(54)

44 Tabel 3.12

Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Variabel Budaya Organisasi Umur * Budaya Organisasi Crosstabulation

Count

Budaya Organisasi Total

Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Umur

20 sd 30

tahun 0 0 2 12 20 34

31 sd 40

tahun 0 0 2 13 8 23

41 sd 50

tahun 0 0 1 10 12 17

51 sd 60

tahun 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 5 35 40 80

Sumber: Lampiran

3.5.3.2.2 Kelompok Umur dengan Indikator Stabilitas

Tabel 3.13

Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Stabilitas Umur * Stabilitas Crosstabulation Count

Stabilitas Total

Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Umur

20 sd 30

tahun 0 0 2 6 26 34

31 sd 40

tahun 0 0 3 6 14 23

41 sd 50

tahun 0 0 0 5 12 17

51 sd 60

tahun 0 0 2 2 2 6


(55)

45 Sumber: Lampiran

Berdasarkan hasil perhitungan Crosstabulation Indikator stabilitas adalah indikator yang terbanyak menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 54 responden, komposisi terbanyak adalah pada kelompok umur 20-30 tahun dengan jumlah 26 responden menjawab sangat setuju.

3.5.3.2.3 Kelompok Jenis Kelamin dengan Variabel Budaya Organisasi

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel Budaya Organisasi dengan jenis kelamin responden:

Tabel 3.14

Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Variabel Budaya Organisasi Jenis Kelamin * Budaya Organisasi Crosstabulation

Count

Budaya Organisasi Total

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju Jenis

Kelamin

Laki-laki 0 0 2 9 17 28

Perempuan 0 0 3 26 23 52

Total 0 0 5 35 40 80

Sumber: Lampiran

Berdasarkan tabel di atas ini maka dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin responden, komposisi terbanyak adalah pada kelompok jenis kelamin perempuan yaitu dengan jumlah 26 responden yang menjawab setuju dan 23 responden yang menjawab sangat setuju. Sedangkan jenis kelamin laki-laki terdapat 9 responden yang menjawab setuju dan 17 reponden yang menjawab sangat setuju.


(56)

46

3.5.3.2.4 Kelompok Jenis Kelamin dengan Indikator Stabilitas

Tabel 3.15

Hasil Pengujian Crosstab Jenis Kelamin dengan Indikator Stabilitas Jenis Kelamin * Stabilitas Crosstabulation Count

Stabilitas Total

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Jenis Kelamin

Laki-laki 0 0 1 8 19 28

Perempuan 0 0 6 11 35 52

Total 0 0 7 19 54 80

Sumber: Lampiran

Berdasarkan hasil perhitungan Crosstabulation Indikator stabilitas adalah indikator yang terbanyak menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 54 responden, komposisi terbanyak adalah pada kelompok jenis kelamin perempuan dengan jumlah 35 responden menjawab sangat setuju.

3.5.3.2.5 Kelompok Pendidikan Terakhir dengan Variabel Budaya

Organisasi

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel Budaya Organisasi dengan pendidikan terakhir responden:

Berdasarkan tabel di bawah ini maka dapat diketahui bahwa berdasarkan pendidikan terakhir, responden komposisi terbanyak adalah pada kelompok pendidikan terakhir S1 yaitu dengan jumlah 23 responden yang menjawab setuju dan 24 responden yang menjawab sangat setuju.


(57)

47 Tabel 3.16

Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Variabel Budaya Organisasi

PendidikanTerakhir * Budaya Organisasi Crosstabulation Count

Budaya Organisasi Total

Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Pendidikan Terakhir

SMA 0 0 2 3 8 13

S1 0 0 1 23 24 48

S2 0 0 2 9 8 19

Total 0 0 5 35 40 80

Sumber: Lampiran

3.5.3.2.6 Kelompok Pendidikan Terakhir dengan Indikator Stabilitas

Tabel 3.17

Hasil Pengujian Crosstab Pendidikan Terakhir dengan Stabilitas Pendidikan Terakhir * Stabilitas Crosstabulation

Count

Stabilitas Total

Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Pendidikan Terakhir

SMA 0 0 2 2 9 13

S1 0 0 2 12 34 48

S2 0 0 3 5 11 19

Total 0 0 7 19 54 80

Sumber: Lampiran

Berdasarkan hasil perhitungan Crosstabulation Indikator stabilitas adalah indikator yang terbanyak menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 54 responden,


(58)

48

komposisi terbanyak adalah pada kelompok pendidikan terakhir S1 dengan jumlah 34 responden menjawab sangat setuju.

3.5.3.3 Hasil Pengujian Crosstab Variabel Kinerja

3.5.3.3.1 Kelompok Umur dengan Variabel Kinerja

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel kinerja dengan umur responden: Tabel 3.18

Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Variabel Kinerja Umur * Kinerja Karyawan Crosstabulation

Count

KinerjaKaryawan Total

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Umur

20 sd 30

tahun 0 0 1 2 31 34

31 sd 40

tahun 0 0 0 3 20 23

41 sd 50

tahun 0 0 0 3 14 17

51 sd 60

tahun 0 0 0 0 6 6

Total 0 0 1 8 71 80

Sumber: Lampiran

Berdasarkan tabel di atas ini maka dapat diketahui bahwa berdasarkan umur responden, komposisi terbanyak adalah pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu dengan jumlah 31 responden yang menjawab sangat setuju, sedangkan kelompok umur 31-40 tahun terdapat 20 responden yang menjawab sangat setuju, kelompok umur 41 sd 50 tahun terdapat 6 responden yang menjawab sangat setuju dan kelompok umur 51 sd 60 tahun terdapat 6 responden yang sangat setuju.


(59)

49

3.5.3.3.2 Kelompok Umur dengan Indikator Kualitas Kerja

Tabel 3.19

Hasil Pengujian Crosstab Umur dengan Indikator Kualitas Kerja Umur * Kualitas kerja Crosstabulation Count

Kualitas kerja

Total Sangat

tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-Ragu

Setuju Sangat Setuju

Umur

20 sd 30

tahun 0 1 6 6 21 34

31 sd 40

tahun 0 0 2 11 10 23

41 sd 50

tahun 0 1 4 2 10 17

51 sd 60

tahun 0 0 1 4 1 6

Total 0 2 13 23 42 80

Sumber: Lampiran

Berdasarkan hasil perhitungan Crosstabulation Indikator Kualitas Kerja adalah indikator yang terbanyak menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 42 responden, komposisi terbanyak adalah pada kelompok umur 20-30tahun dengan jumlah 21 responden menjawab sangat setuju. Sedangkan kelompok umur 31 sd 40 tahun terdapat 10 responden yang menjawab sangat setuju, kelompok umur 41 sd 50 tahun terdapat 10 responden yang menjawab sangat setuju dan 1 responden dikelompok umur 51 sd 60 tahun yang menjawab sangat setuju.

3.5.3.3.3 Kelompok Jenis Kelamin dengan Variabel Kinerja

Berikut ini merupakan hasil pengujian variabel Kinerja dengan jenis kelamin responden:


(1)

Djumhariati, Retno. 2008. Pengaruh Motivasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Bagian Umum Kabupaten Madiun. Sosial: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Vol. 8, No. 1. Halaman 46-56

Fahrudin, Samidi. 2003. Penilaian Kinerja Pegawai Negeri. Jurnal Desentralisasi. Vol. 3, No. 2. Halaman 23-30

Fikri. 2008. Pengaruh Tipe Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen: JAM. Vol. 6, No. 1. Halaman 98-103

Gaol, B.M. Lumban. 2003. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Pupuk Kijang. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Gitosudarmo, Indriyo dan Sudita, I Nyoman. 2008. Perilaku Keorganisasian, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Griffin, Ricky W. 2004. Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 1 (Ahli Bahasa: Gina Gania). Jakarta: Erlangga

Handajani, Sri. 2007. Kajian tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada PDAM Kota Malang). Jurnal Ekonomi dan Manajemen. Vol. 8, No. 2. Halaman 365-372

Handoko, T. Hani. 1995. Manajemen, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Handoko, Teguh Rhiman. 2012. Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Pondok Serrata Hotel. Dinamika Manajemen. Vol. 1, No. 3. Halaman 1-9

Hartono. 2004. Statistik untuk Penelitian. Yogyakarta: LSFK2P

Haryadi, Yadi, dkk. 2004. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Kepemimpinan Transaksional, dan Komitmen Kerja Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol. 2, No. 2. Halaman 295-305

Herispon. 2010. Profil Setengah Pemimpin serta Dampaknya dalam Manajemen. Jurnal Ekonomi Bisnis. Vol. 1, No. 1. Halaman 93-100

Hermawan, Asep. 2005. Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta: PT Grasindo


(2)

Hutapea, Parulin dan Thoha, Nurianna. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Indriani, Etty dan Waluyo, Hari. 2010. Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kabupaten Karangayar dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Intervening. Jurnal Excellent. Edisi 1, No. 2. Halaman 1-20

Ismail, Iriani. 2008. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepemimpinan dan Kinerja Karyawan Pemerintah Kabupaten-Kabupaten di Madura. Jurnal Ekuitas. Vol. 12, No. 1. Halaman 18-35

Ivancevich, John M., dkk,. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jilid 1, Edisi Ketujuh (Diterjemahkan oleh: Gina Gania). Jakarta: Erlangga

Ivancevich, John M., dkk,. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jilid 2, Edisi Ketujuh (Diterjemahkan oleh: Dharma Yuwono). Jakarta: Erlangga Jogiyanto, 2004. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta. BPFE

Kaihatu, Thomas S. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 8, No. 1. Halaman 1-9

Kiswanto, M. 2010. Pengaruh Kepemimpinan dan Komunikasi terhadap Kinerja Karyawan Kaltim Pos Samarinda. Jurnal Eksis. Vol. 6, No. 1. Halaman 1429-1439

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi, Edisi 10 (Diterjemahkan oleh: Vivin Andika, dkk.). Yogyakarta: CV Andi Offset

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Melmambessy, Dani. 2008. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan Operasional PT Merpati Nusantara di Bandara Sentani Jayapura. Dinamis: Jurnal ilmu pengetahuan dan teknologi. Vol. 2, No. 12. Halaman 25-34 Mochtar, Sutarto. 2009. Pola Kepemimpinan Birokrasi melalui Pendekatan

Sistem Learning Organization. Jurnal Ilmu Administrasi. Vol. VI, No. 4. Halaman 355-369

Moeheriono. 2006. Penerapan Kode Etik Aparatur Pemerintah (PNS) untuk Membangun Good Governance. Dialektika: Jurnal Ilmu Sosial, Ekonomi, Hukum. Vol. 5, No. 1. Halaman 7-16


(3)

Moehtadi, Fathoni. 1996. Membangun Budaya Organisasi yang Tangguh: Strategi dalam Menghadapi Era Globalisasi. Jurnal Analisis Sistem. Vol. 3, No. 1. Halaman 117-121

Muparrih, dkk., 2013. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Remunerasi terhadap Kinerja Pegawai melalui Kepuasan Kerja Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis. Vol. 1, No. 14, Halaman 1-12

Murgiyati, Sri. 2010. Pengaruh Kepemimpinan dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri). Jurnal Widyariset. Vol. 13, No. 1. Halaman 31-39

Pamudji, S. 1985. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

Pasolong, Harbani. 2010. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta

Prasetiyatno, dkk. 2011. Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Metode Balanced Scorecard. Jurnal Performa. Vol. 10, No. 2. Halaman 71-82 Rivai, Veithzal dan Sagala, Jauvani. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia

untuk Perusahaan: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Rajawali Pers

Rivai, Veithzal, dkk,. 2008. Performance Appraisal: Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Mneingkatkan Daya Saing Perusahaan (Edisi Kedua). Jakarta: Rajawali Pers

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Edisi Kedelapan, Jilid 2 (Diterjemahkan oleh: Agus Widyantoro). Jakarta: Prenhallindo

Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12, Buku 2 (Diterjemahkan oleh: Diana Agelica, dkk). Jakarta: Salemba Empat Rudianto. 2006. Akuntansi Manajemen: Informasi untuk Pengambilan Keputusan

Manajemen. Jakarta: Grasindo

Saozi dan Ariefiantoro, Teguh. 2012. Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi, dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan Bagian Keperawatan pada RS Bersalin Bunda Semarang. Q-MAN. Vol. 1, No. 2. Halaman 80-91

Sarpin, Saleh. 2008. Faktor Individu dan Budaya Organisasi sebagai Pembentuk Perilaku Kerja Pengaruhnya terhadap Kinerja Karyawan di PT. X Indonesia. Jurnal Emisi. Vol. 1, No. 2. Halaman 111-126


(4)

Sarwono, Jonathan, 2011. Belajat Statistik Menjadi Lebih Mudah dan Cepat. Yogyakarta, Andi Offset

Setiyaningrum, Iis. 2012. Dampak Implementasi ISO 9001:2000 dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di LPMP Jawa Tengah (Studi Persepsi pada Pegawai LPMP. Jurnal Educational Management. Vol. 1, No. 1. Halaman 18-25

Sinambela, Lijan Poltak. 2012. Kinerja Pegawai: Teori Pengukuran dan Implikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Slamet, A.U. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Pengalaman dan Pelatihan terhadap Kinerja Aparat Pengawasan Fungsional Wilayah VI di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum. Jurnal Widya. Tahun 26, No. 280. Halaman 14-17

Soeratno dan Arsyad, Lincolin. 1995. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CV Andi Offset Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sumardiono, Bambang. 2005. Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Petugas Lapas Cipinang (Studi Kasus di Lapas Kelas I Cipinang Jakarta Timur). Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta

Suparmi. 2010. Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Semarang. Jurnal Media Ekonomi dan Manajemen. Vol. 21, No. 1. Halaman 17-27

Supranto, J. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi, Jilid 1, Edisi 6. Jakarta: Erlangga Suryo, Bhikkhu Dharma. 2010. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional,

Budaya Organisasi dan Inovasi terhadap Kinerja (Studi pada Panti Asuhan di Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa). Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol. 8, No. 2. Halaman 391-404

Susilaningsih. 2008. Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin, Motivasi, Pengawasan, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Wonogiri). Jurnal Excellent. Vol. 1, No. 2. Halaman 1-19


(5)

Sutrisno, Edy. 2010. Pengaruh Budaya Organisasi, Stres Kerja, dan Komitmen terhadap Kinerja Karyawan CV. Bintang Karya Putra di Surabaya. Jurnal Ekuitas. Vol. 14, No. 4. Halaman 460-477

Suwardi. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi. Jurnal Orbith. Vol. 4, No. 1. Halaman 139-145 Suwarto, F. X. dan Koesdartono, D. 2009. Budaya Organisasi (Kajian Konsep

dan Implementasi). Yogyakarta: UAJ Yogyakarta

Swansburg, Russell C. 2001. Pengembangan Staf Keperawatan: Studi Komponen Pengembangan Sumber Daya Manusia (Diterjemahkan oleh: Agung Waluyo dan Yasmin Asih). Jakarta: EGC

Syafe’i, Darman. 2009. Organisasi dan Kepemimpinan dalam Islam Upaya Menciptakan Lingkungan Kerja yang Kondusif dalam Dinamika Kepemimpinan. Jurnal Ekonomika. Vol. 2, No. 2. Halaman 37-45

Thoyib, Armanu. 2005. Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja: Pendekatan Konsep. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Vol. 7, No. 1. Halaman 60-73

Tobirin. 2008. Penerapan Etika Moralitas dan Budaya Malu dalam Mewujudkan Kinerja Pegawai Negeri Sipil yang Profesional. Civil Service: Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS. Vol. 2, No. 2. Halaman 53-79

Tresiana, Iseu. 2007. Aplikasi Konsep Balanced Scorecard di Perguruan Tinggi. Jurnal Equilibrium. Vol. 3, No. 5. Halaman 31-42

Umar, Husein. 2003. Business An Introduction. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Akuntansi Terapan. Jakarta: Ghalia Indonesia Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama

Wardhani, Winayu Budi dan Waas, Wiro Santoso. 2013. Aspek Kepemimpinan Transformasional dalam Penyelarasan Strategi e-Government Pemerintahan Birokrasi di Indonesia. Jurnal e-Paper KaTIA. Vol. 1. Halaman 7-12

Wibisono, Dermawan. 2003. Riset Bisnis: Panduan Bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Widagdo, Djoko. 2006. Analisis Hubungan Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai di Perusahaan Jawatan Rumah


(6)

Sakit Anak dan bersalin harapan kita Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta

Widodo, Tri. 2010. Pengaruh Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, dan Kepemimpinan terhadap Kinerja (Studi pada Pegawai Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga). Jurnal Ilmiah Among Makarti. Vol. 3, No. 5. Halaman 14-35

Wirda, Fisla dan Azra, Tuti. 2007. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Politeknik Negeri Padang. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2, No. 1. Halaman 22-48

Yukl, Gary. 1998. Kepemimpinan dalam Organisasi (Diterjemahkan oleh: Yusuf Udaya). Jakarta: Prenhallindo

Zakiyah, Siti. 2006. Implementasi Prinsip-Prinsip Budaya Kerja Aparatur di Lingkungan Pemerintah Daerah di Kalimantan. Borneo: Jurnal Administrator. Vol. 2, No. 1. Halaman 48-66