aktivitas manajer Jensen Dan Meckling, 1976. Semakin besar tingkat penguungkapan sukarela, maka masalah agensi yang ditimbulkan juga akan sedikit.
Selain itu, menurut pandangan teori keagenan bahwa terdapat pemisahan antara pihak agen dan principal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik
dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Dengan demikian diperlukan suatu pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua
belah pihak. Penerapan corporate governance bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga tidak terjadi konflik
antara pihak agen dan principal yang berdampak pada penurunan agency cost.
2.2 Teori Sinyal
Signalling Theory
Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan.
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik
untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi
yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi.
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah
laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan
informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan
mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Di samping itu, manajemen berminat
menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitas dan kesuksesan perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan Saputri, 2010.
Pengungkapan informasi tersebut dapat dianggap sebagai sinyal untuk pasar modal, sehingga mengurangi asimetri informasi, mengoptimalkan biaya keuangan
financing cost dan meningkatkan nilai perusahaan Sanchez, Dominguez dan Alvarez, 2010 dalam Primastuti, 2012. Teori ini dapat menjelaskan hubungan tata
kelola perusahaan yang baik good corporate governance dengan luas pengungkapan informasi.
2.3 Pengungkapan Sukarela
Voluntary Disclosure 2.3.1
PengertianPengungkapan Sukarela
Tujuan umum pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat untuk membantu pengambilan keputusan bagi pihak-pihak
pengguna laporan. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan akan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah intepretasi apabila laporan keuangan
dilengkapi dengan pengungkapan disclosure yang memadai. Jadi, pengungkapan disclosure merupakan bagian penting dari pelaporan informasi keuangan dan
langkah terakhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi keuangan yang
bertujuan untuk mengurangi asimetri informasi antara manajer dengan pemilik perusahaan.
Evan 2003 dalam Suwardjono 2005 mengartikan pengungkapan sebagai berikut:
“Disclosure means supplying information in the financial statement, including the statements themselves, the notes to the statements, and the
supplementary disclosures associated with the statements. It does not extend to public or private statement made by management or information provided outside
the financial statement”. Evan
2003 dalam
Suwardjono 2005
membatasi pengertian
pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi di
luar lingkup pelaporan keuangan tidak masuk dalam pengertian pengungkapan. Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa
yang disampaikan dalam bentuk statement keuangan formal. Menurut Suwardjono 2005 tujuan pengungkapan yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang naif perlu dilindungi dengan
mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya. Dengan kata lain pengungkapan dimaksudkan untuk melindungi perlakuan
manajemen yang mungkin kurang adil dan kurang terbuka.
2. Tujuan informatif
Pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu kefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut. Tujuan ini
biasanya melandasi penyusunan standar akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan.
3. Tujuan kebutuhan khusus
Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi
dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada
badan pengawas berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang memuat pengungkapan secara rinci.
Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib mandatory disclosure dan pengungkapan
sukarela voluntary disclosure. Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharukan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan mengenai
pengungkapam informasi dalam laporan keuangan di Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM No.Kep-431BL2012. Sedangkan
pengungkapan sukarela adalah pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh perusahaan yang berlaku.
Pengungkapan sukarela secara luas akan meningkatkan kredibilitas perusahaan. Hal
ini untuk membantu pihak-pihak yang berkepentingan memahami upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen.
2.3.2 Luas Pengungkapan Sukarela
Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi
informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan
secara positif berhubungan dengan banyaknya jumlah pengungkapan yang diberikan Ismoyono, 2011. Luas pengungkapan sukarela suatu perusahaan
berdasarkan sejauh mana manfaat potensial yang diperoleh dari informasi tersebut. Menurut Evans 2003 dalam Suwardjono 2005 mengidentifikasi tiga
tingkat pengungkapan yaitu: a
Adequate disclosure Tingkat memadai adalah tingkat minimum yang harus dipenuhi agar
statement keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan keputusan yang terarah.
b Fair or ethical disclosure
Tingkat wajar adalah tingkat yang harus dicapai agar semua pihak mendapat perlakuan atau pelayanan informasi yang sama. Artinya, tidak ada
satu pihakpun yang kurang mendapat informasi sehingga mereka menjadi pihak yang kurang diuntungkan posisinya. Dengan kata lain tidak ada
preferensi dalam pengungkapan informasi.
c Full disclosure
Tingkat penuh menuntut penyajian secar penuh semua informasi yang berhubungan dengan pengambilan keputusan
2.4 Corporate Governance
2.4.1 Pengertian
Corporate Governance
Organization for Economic Coorporation and Development OECD menyatakan Corporate Governance adalah
“The structure through which share holders, directors,managers set of boards objectives and monitoring performance
” Struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan managemen
menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.
Corporate Governance mengatur pembagian tugas hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan termasuk para
pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan semua anggota the stakeholders non-pemegang saham Emirson, 2007 dalam Triwahyuningtias, 2012.
Monks dan Minow 2001 dalam Wardhani 2006 menyatakan bahwa corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelakan
hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan.
Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI menyatakan bahwa corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, dan karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata
lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan Corporate
Governance adalah sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit,
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur
hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki.
Menurut Emirzon 2007 dalam Triwahyuningtias 2012 ada lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu:
1. Melindungi hak dan kepentingan para pemegang saham
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non
pemegang saham 3.
Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham 4.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja Dewan Pengurus atau Board Of Director dan manajemen perusahaan
5. Meningkatkan mutu hubungan Board Of Director dengan manajemen senior
perusahaan
2.4.2 Asas
Corporate Governance
Organization for Economic Corporation and Development OECD mengembangkan asas Good Corporate Governance dan dapat diterapkan secara
luwes sesuai keadaan, budaya dan tradisi masing-masing negara, seperti: 1.
Fairness Kewajaran Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham, terutama kepada
pemegang sahamminoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiridan
perdagangan saham oleh orang dalam. 2.
Disclosure dan Transparancy Tranparansi Hak pemegang saham, yang harus diberi informasi benar dan tepat
waktu mengenai perusahaan, dapat berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan mendasar atas perusahaan memperoleh
bagian keuntungan perusahaan. Pengungkapan yang akurat dan tepat waktu serta transparansi
mengenai semua hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.
3. Accountability Akuntanbilitas
Tanggung jawab manajemen melaui pengawasan efektif berdasarkan keseimbangan kekuasaan antara manajer, pemegang saham, dewan
komisaris, dan auditor merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaan dan pemegang saham.
4. Responsibility Responsibilitas
Pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepentingan
dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.
2.4.3 Prinsip
Corporate Governance
Prinsip-prinsip corporate governance menurut FCGI: a.
Hak-hak shareholders, yang seharusnya memperoleh informasi secara cukup dan tepat waktu tentang perusahaan, yang seharusnya dapat
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berfokus pada perubahan perusahaan mendasar dan yang seharusnya mendapat bagian atas laba
perusahaan. b.
Perlakuan yang sama atas shareholders, terutama shareholders minoritas dan foreign shareholders, dengan memberikan informasi material secara
penuh dan melarang self dealing serta insider trading. c.
Peran stakeholders harus diakui dan dilindungi oleh hukum serta menciptakan kerjasama aktif antara perusahaan dan stakeholders dalam
menciptakan kekayaan perusahaan, pekerjaan dan keuangan perusahaan. d.
Pengungkapan yang akurat dan tepat waktu serta transparansi dalam segala hal yang material terhadap pihak-pihak dalam perusahaan, pemilik dan
stakeholders.
e. Tanggungjawab dewan dalam manajemen, supervisi manajemen dan
akuntanbilitas terhadap perusahaan dan shareholders.
2.4.4 Manfaat
Corporate Governance
Menurut FCGI, penerapan corporate governance dalam perusahaan akan membawa beberapa manfaat antata lain:
a. Mudah untuk meningkatkan modal
b. Rendahnya biaya modal
c. Meningkatkan kinerja bisnis dan kinerja ekonomi
d. Memberi pengaruh positif pada harga saham
Sedarmayanti 2007 menyatakan pelaksanaan prinsip good corporate governance dimaksudkan untuk mencapai beberapa hal sebagai berikut:
a. Memaksimalkan niat perseroan bagi pemegang saham dengan cara
menerapkan prinsip
transparansi, akuntanbilitas,
kewajaran dan
responsibilitas agar perusahaan memiliki daya saing kuat, baik secara nasional maupun internasional, serta menciptakan iklim yang mendukung
investasi. b.
Mendorong pengelolaan perseroan secara profesional, transparan dan efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan
komisaris, direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham. c.
Mendorong agar pemegang saham, anggota dewan komisaris, dan anggota direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai
moral yang tinggi dan keputusan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan maupun kelestarian lingkungan di
sekitar perseroan.
2.4.5 Corporate Governance Perception Index CGPI
Corporate Governance Perception Index CGPI adalah program riset dan pemeringkatan penerapan konsep corporate governance CG pada perusahaaan
publik dan BUMN di Indonesia. Riset ini dilakukan untuk mendokumentasi penerapan konsep CG di Indonesia sebagai bahan analisis dan studi dalam
membangun dan mengembangkan konsep CG yang sesuai kondisi lokal perusahaan di Indonesia. Riset dan pemeringkatan ini bertujuan untuk memotivasi dunia bisnis
dalam melaksanakan Good Corporate Governance GCG dan menumbuhkan partisipasi masyarakat luas bersama-sama aktif dalam mengembangkan GCG.
Program ini dirancang untuk memicu perusahaan dalam meningkatkan kualitas penerapan
konsep corporate
governance melalui
perbaikan yang
berkesinambungan continous improvement dengan melaksanakan evaluasi dan melakukan studi banding.
Faktor-faktor yang dinilai dalam CGPI meliputi: a.
Komitmen yang yang menunjukkan wujud kesungguhan organ perusahaan dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi
sesuai dengan prinsip GCG.
b. Transparansi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menyampaikan berbagai informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan akurat.
c. Akuntanbilitas yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
mempertanggungjawabkan seluruh proses pencapaian kinerja secara transparan dan wajar.
d. Responsibilitas yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan dan tanggungjawab kepada masyarakat dan lingkungan
e. Independensi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menjamin tidak adanya dominasi atau intervensi dari satu partisipan terhadap partisipan lainnya
f. Keadilan yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
memperhatikan kepentingan pemegang saham shareholders dan pemangku kepentingan lainnya stakeholders.
g. Kompetensi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menunjukkan kemampuannya untuk menggunakan otoritasnya sesuai peran dan fungsinya, inovatif dan kreatif.
h. Kepemimpinan yang menujukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menunjukkan corak kepemimpinan yang dapat mentransformasikan organisasi ke arah yang lebih baik.
i. Kemampuan bekerja sama yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan dalam menunjukkan kemampuan bekerjasamanya untuk mencapai tujuan bersama secara bermartabat.
j. Visi, Misi dan Tata Nilai yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan
untuk memahami pokok-pokok yang terkandung di dalam pernyataan visi, misi dan tata nilai perusahaan yang akan menjadi panduan bagi perusahaan.
k. Moral dan Etika yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam setiap proses bisnis sesuai dengan prinsip GCG.
l. Strategi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi sebagai respon terhadap perubahan agar perusahaan dapat mempertahankan
kinerjanya secara berkelanjutan.
2.5 Financial Distress
2.5.1 Pengertian
Financial Distress
Financial distress kesulitan keuangan mempunyai banyak arti. Menurut Classens et al 1999 dalam Wardhani 2006 mendefinisikan perusahaan yang
berada dalam kesulitan keuangan sebagai perusahaan yang mempunyai interest coverage ratio kurang dari satu. Almalia dan Kristijadi 2003 menyatakan bahwa
perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan yang selama beberapa tahun mengalami laba bersih operasi net operation income negatif dan
selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran dividen.
2.5.2 Dampak
Financial Distress
Financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan pembayaran default, tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
Perusahaan yang mengalami financial distress kesulitan keuangan akan menghadapi kondisi :
a. Tidak mampu memenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran kembali
hutang yang sudah jatuh tempo kepada kreditor. b.
Perusahaan dalam kondisi tidak sovable insolvency.
2.5.3 Faktor Penyebab
Financial Distress
Menurut Damodaran 1997 dalam Hasymi 2007, kesulitan keuangan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal perusahaan.
Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan keuangan perusahaan, yaitu: a.
Faktor internal kesulitan keuangan Merupakan faktor dan kondisi yang timbul dari dalam perusahaan
perusahaan yang bersifat mikro ekonomi. Faktor internal dapat berupa: 1
Kesulitan arus kas 2
Besarnya jumlah hutang 3
Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun
b. Faktor eksternal kesulitan keuangan
Faktor eksternal kesulitan keuangan merupakan faktor-faktor di luar perusahaan yang bersifat makro ekonomi yang mempengaruhi baik secara
langsung terhadap kesulitan keuangan perusahaan. Faktor eksternal kesulitan keuangan perusahaan dapat berupa kenaikan tingkat bunga pinjaman
Menurut Lizal 2002 mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas penyebab
kesulitan keuangan. Ada tiga alasan yang mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu:
a. Neoclassical model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan
mempunyai campuran aset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan
laporan laba-rugi.
Misalnya profitassets
untuk mengukur
profitabilitas dan liabilitiesassets. b.
Financial model Pada kasus ini campuran aset benar tapi struktur keuangan salah
dengan batasan likuiditas. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut
dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama.
Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnovertotal assets, revenuesturnover,
ROA, ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash
flow total equity, debt ratio, cash flow liabilities-reserves, current ratio, acid test, current liability, turnoveremployee, coverage of fixed
assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.
c. Corporate governance model
Kasus ini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisien ini
mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terterpecahkan.
2.6 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengungkapan sukarela, corporate governance dan financial distress adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Nasir
dan Abdullah
2005 Pengaruh
Corporate Governance
dan Financial
Distress terhadap
Pengungkapan Sukarela
Proporsi outside director dan outside blockholder memiliki
hubungan yang positif dan signifikan
terhadap pengungkapan
sukarela. Sedangkan financial distress,
independensi komite
audit, kepemilikan
manajerial dan
kepemilikan saham
tidak berhubungan
dengan pengungkapan sukarela
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
2. Westi
Meda Prapessi
2007 Analisis
Pengaruh Good
Corporate Governance, Komposisi
Boc Independent,
Komposisi Saham
Publik dan
Ukuran Perusahaan
terhadap Disclosure Index
CGPI, Saham
Publik, Size
perusahaan berpengaruh positif secara
signifikan dan
parsial terhadap DI Disclosure Index.
Sedangkan variabel bebas BOC independent
tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen Disclosure Index.
3. Gedie
E. Siagian Imam
Ghozali 2012 Pengaruh Struktur dan
Aktifitas Good
Corporate Governance terhadap
Luas Pengungkapan
Informasi Strategis
secara Sukarela pada Website
Perusahaan yang Terdaftar dalam
Bursa Efek Indonesia Aktifitas dewan komisaris, aktifitas
komite audit
dan ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure.
Sedangkan ukuran
dewan komisaris,
proporsi dewan
komisaris dan jenis industri tidak berpengaruh
terhadap luas
voluntary disclosure.
4. Sinung
Primastuti, Tarmizi
Achmad 2012
Pengaruh Corporate
Governance dan
Karakteristik Perusahaan
terhadap Luas
Pengungkapan Informasi Strategis
Kepemilkan manajerial,
kepemilikan institusional, proporsi komisaris
independen, ukuran
perusahaan, leverage
dan profitabilitas
berhubungan signifikan
terhadap luas
pengungkapan informasi strategis. Sedangkan
Jumlah dewan
komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris
tidak berhubungan
dengan luas
pengungkapan informasi strategis.
5 Riesanti Edie
Wijaya 2009 Keberadaan corporate
governance dan kondisi finansial
distress terhadap
voluntary disclosure
Kondisi financial distress dan mekanisme corporate governance
secara serentak mempengaruhi luas voluntary disclsure. Sedangkan
secara parsial hanya kualitas audit yang mempengaruhi luas voluntary
disclosure
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
6 Ratna
Wardhani 2006
Mekanisme corporate governance
dalam perusahaan
yang mengalami
permasalahan keuangan financially
distressed firm jumlah
direksi, jumlah
komisaris, tingkat turn over dari direksi berpengaruh terhadap
financial distress
sedangkan independesnsi dewan komisaris
dan struktur kepemilikan tidak berpengaruh terhadap financial
distress
7 Tri Bodroastuti
2009 Pengaruh
struktur corporate governance
terhadap financial
distress Jumlah
dewan direksi
dan jumlah
dewan komisaris
berpengaruh terhadap financial distres, sedangkan kepemilikan
publik, jumlah direksi keluar, kepemilikan
institusional, kepemilikan
direksi tidak
berpengaruh terhadap financial distress
8 Hongxia
Li, Ainian
Qi 2008
Impact Of Corporate Governance On
Voluntary Disclosure In Chinese
Listed Companies Kepemilikan
manajerial memiliki
pengaruh tertinggi
terhadap pengungkapan sukarela
Sumber : Penelitian Sebelumnya 2.7
Kerangka Berfikir
Laporan keuangan merupakan gambaran tentang kondisi keuangan perusahaan dan hasil kinerja perusahaan pada saat tertentu, biasanya
menggambarkan tentang kondisi perusahaan setahun terakhir. Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Agar laporan keuangan dapat
bermanfaat bagi pengguna pengguna laporan keuangan, maka diperlukan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Pengungkapan laporan keuangan
merupakan faktor yang penting dalam hubungannya dengan pihak eksternal perusahaan khususnya investor yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas,
responsibilitas, dan transparansi entitas kepada investor dan stakeholders lainnya. Selain itu, untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara
perusahaan dengan publik dan stakeholders lainnya diperlukan adanya pengungkapan lebih.
Dalam pengungkapan sukarela laporan keuangan sangat dipengaruhi adanya penerapan corporate governance yang baik dalam perusahaan, karena merupakan
salah satu alat untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas yang diperkirakan berhubungan dengan pengungkapan sukarela. Selain itu, faktor yang mempengaruhi
sedikitnya luas pengungkapan informasi pada perusahaan yaitu adanya permasalahan keuangan financial distress, sehingga perusahaan akan berusaha
untuk menutupi berita tersebut agar tidak diketahui oleh pihak eksternal. Kerangka berfikir dalam penelitian ini, dapat diuraiakan bahwa penerapan
corporate governance mempengaruhi luas voluntary disclosure. Dan kondisi financial distress sebagai variabel perantara intervening dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.1 Model kerangka pemikiran
Luas voluntary disclosure
Corporate governance
Financial distress
H2
H4 H3
H1
2.8 Pengembangan Hipotesis