Pengaruh Kondisi Financial Distress, Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Luas Voluntary Disclosure (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2015)

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Indeks Pengungkapan Sukarela

No Kode

Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1 ADES 0,625 0,625 0,675 0,700 0,700

2 AKKU 0,425 0,475 0,425 0,425 0,400

3 ARGO 0,650 0,675 0,700 0,700 0,625

4 ASII 0,625 0,625 0,750 0,750 0,750

5 DPNS 0,750 0,700 0,575 0,750 0,750

6 GDST 0,500 0,550 0,625 0,625 0,550

7 GGRM 0,700 0,750 0,750 0,750 0,750

8 INCI 0,550 0,575 0,625 0,700 0,700

9 INDF 0,750 0,825 0,750 0,825 0,825

10 KAEF 0,700 0,700 0,725 0,775 0,775

11 KBRI 0,700 0,700 0,625 0,625 0,625

12 KICI 0,375 0,325 0,325 0,325 0,450

13 LMPI 0,700 0,625 0,525 0,625 0,500

14 MYTX 0,700 0,750 0,625 0,625 0,500

15 NIPS 0,625 0,700 0,700 0,675 0,675

16 PRAS 0,575 0,625 0,500 0,625 0,625

17 PSDN 0,625 0,625 0,675 0,725 0,725

18 SIAP 0,500 0,500 0,625 0,550 0,525

19 SIMA 0,500 0,550 0,550 0,550 0,550

20 SSTM 0,550 0,375 0,375 0,325 0,375

21 SULI 0,500 0,550 0,625 0,625 0,550

22 SKLT 0,375 0,425 0,425 0,625 0,625

23 TIRT 0,500 0,575 0,625 0,575 0,575

24 TRST 0,675 0,700 0,700 0,725 0,725


(2)

Lampiran 2

Financial distress

No Kode

Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1 ADES 3,037 4,809 1,498 5,821 6,744

2 AKKU -4,364 -3,969 -5,476 -9,603 4,598

3 ARGO -2,970 -0,483 -13,396 -4,855 0,769

4 ASII 26,301 30,423 25,115 19,461 16,774

5 DPNS 577,164 89,149 -31,132 469,785 870,615

6 GDST -8,385 18,799 7,171 9,031 10,842

7 GGRM 11,694 24,583 27,145 12,172 8,857

8 INCI 18,301 -90,905 -335,327 52,128 157,166

9 INDF 2,942 5,339 7,811 7,495 6,171

10 KAEF 4,391 10,197 20,239 41,493 30,474

11 KBRI -4,995 -10,547 -151,526 785,756 -12,440

12 KICI -64,034 -6,299 0,094 6,221 19,115

13 LMPI 1,1561 1,538 0,727 1,339 0,543

14 MYTX -0,584 -0,914 -1,024 -1,164 -0,146

15 NIPS 0,573 2,437 2,606 2,370 2,446

16 PRAS -0,221 0,105 0,413 0,682 0,952

17 PSDN 4,095 5,621 4,723 4,033 3,810

18 SIAP 2,125 2,804 2,056 1,977 0,116

19 SIMA -14,316 -4,874 -0,269 -0,586 -0,951

20 SSTM 0,185 -0,144 -0,842 -0,838 -0,096

21 SULI -2,245 -1,751 -2,665 -4,619 -1,758

22 SKLT 0,541 2,007 2,582 4,203 3,802

23 TIRT 0,036 0,014 1,175 -1,566 -6,851

24 TRST 3,981 11,506 16,555 5,830 3,646


(3)

Lampiran 3

Corporate Governance

No Kode Proporsi Dewan Komisaris Independen

2011 2012 2013 2014 2015

1 ADES 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

2 AKKU 0,500 0,500 0,333 0,333 0,333

3 ARGO 0,500 0,500 0,500 0,400 0,400

4 ASII 0,461 0,461 0,500 0,461 0,461

5 DPNS 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

6 GDST 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

7 GGRM 0,800 0,750 0,600 0,500 0,333

8 INCI 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

9 INDF 0,300 0,300 0,375 0,375 0,375

10 KAEF 0,333 0,333 0,400 0,400 0,400

11 KBRI 0,500 0,333 0,333 0,333 0,333

12 KICI 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

13 LMPI 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500

14 MYTX 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500

15 NIPS 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

16 PRAS 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

17 PSDN 0,400 0,400 0,400 0,333 0,333

18 SIAP 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

19 SIMA 0,500 0,500 0,333 0,333 0,333

20 SSTM 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

21 SULI 0,400 0,400 0,400 0,333 0,333

22 SKLT 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333

23 TIRT 0,500 0,500 0,500 0,500 0,333

24 TRST 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333


(4)

Lampiran 4

Corporate Governance

No Kode Komite Audit

2011 2012 2013 2014 2015

1 ADES 0 0 1 1 1

2 AKKU 0 0 0 0 0

3 ARGO 1 1 1 1 1

4 ASII 0 0 1 1 1

5 DPNS 1 1 1 1 1

6 GDST 0 0 1 1 1

7 GGRM 0 0 1 1 1

8 INCI 0 0 0 0 0

9 INDF 0 0 1 1 1

10 KAEF 1 1 1 1 1

11 KBRI 0 0 1 1 1

12 KICI 0 0 0 0 0

13 LMPI 1 1 1 1 1

14 MYTX 0 0 0 0 0

15 NIPS 1 1 1 1 1

16 PRAS 0 0 0 1 1

17 PSDN 1 1 1 1 1

18 SIAP 0 0 1 1 1

19 SIMA 0 0 0 0 0

20 SSTM 0 0 0 1 1

21 SULI 0 0 1 1 1

22 SKLT 0 0 0 0 0

23 TIRT 0 0 1 1 1

24 TRST 1 1 1 1 1


(5)

Lampiran 5

Financial Leverage

No Kode Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1 ADES 0,617 0,692 0,602 0,462 0,399

2 AKKU 0,399 0,477 0,495 0,630 0,945

3 ARGO 0,974 0,851 0,789 0,877 0,860

4 ASII 0,440 0,479 0,508 0,507 0,503

5 DPNS 0,192 0,275 0,238 0,156 0,128

6 GDST 0,511 0,399 0,287 0,318 0,257

7 GGRM 0,324 0,306 0,371 0,359 0,420

8 INCI 0,054 0,041 0,110 0,124 0,073

9 INDF 0,616 0,474 0,409 0,424 0,508

10 KAEF 0,364 0,327 0,301 0,305 0,342

11 KBRI 0,514 0,182 0,093 0,039 0,121

12 KICI 0,279 0,256 0,264 0,299 0,247

13 LMPI 0,261 0,340 0,406 0,497 0,516

14 MYTX 0,954 0,900 0,965 1,033 1,049

15 NIPS 0,596 0,561 0,628 0,614 0,704

16 PRAS 0,813 0,707 0,588 0,514 0,489

17 PSDN 0,508 0,533 0,510 0,399 0,387

18 SIAP 0,363 0,343 0,372 0,426 0,633

19 SIMA 0,621 0,782 1,439 1,320 0,540

20 SSTM 0,642 0,629 0,645 0,648 0,661

21 SULI 0,863 0,818 0,975 1.032 1.395

22 SKLT 0,421 0,406 0,426 0,481 0,537

23 TIRT 0,771 0,768 0,800 0,845 0,918

24 TRST 0,404 0,376 0,376 0,381 0,475


(6)

Lampiran 6

Hasil Olahan SPSS

Indikator Pengungkapan Sukarela 1. Statistik deskriptif


(7)

(8)

3. Uji Multikolinieritas


(9)

(10)

6. Koefisien determinasi


(11)

(12)

Lampiran 7

Indikator Pengungkapan Sukarela

a. Indikator informasi umum dan strategis : 1) Visi dan Misi perusahaan.

2) Riwayat atau sejarah singkat perusahaan.

3) Ikhtisar data keuangan 3 (tiga) tahun terakhir atau lebih. 4) Struktur organisasi perusahaan.

b. Indikator informasi tentang direksi : 1) Gambar ketua direksi.

2) Gambar semua anggota direksi.

3) Kualifikasi akademis semua anggota direksi.

4) Posisi atau kantor yang dimiliki oleh direktur eksekutif. 5) Identifikasi manajemen senior.

6) Fungsi manajemen senior.

c. Indikator informasi data pasar modal dan informasi keuangan : 1) Bursa saham (kode dan nama perusahaan).

2) Volume saham yang diperdagangkan. 3) Informasi harga saham.

4) Kepemilikan saham domestik dan saham asing. 5) Distribusi saham berdasarkan jenis pemegang saham. d. Indikator informasi prospek masa depan perusahaan

1) Ramalan tren industri yang akan atau kemungkinan berkembang dimasa depan


(13)

2) Pengungkapan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja perusahaan ( ekonomi, sosial, politik) di masa depan.

3) Perencanaan strategi kinerja perusahaan. 4) Persaingan industri.

e. Indikator informasi pelaporan kegiatan sosial dan informasi nilai tambah 1) Pernyataan tentang Corporate Social Responsibility (CSR)

(kesehatan dan pendidikan)

2) Pernyataan masalah perekrutan karyawan 3) Pernyataan tentang kesejahteraan para karyawan 4) Kebijakan perusahaan dengan pelatihan karyawan 5) pelatihan di alam terbuka (outing)

f. Indikator sumber daya modal 1) Belanja modal saat ini

2) Sumber dana keuangan belanja modal saat ini 3) Sumber dana keuangan belanja modal saat ini (tren) 4) penawaran belanja modal

5) Rencana sumber dana modal yang diusulkan 6) Ramalan atau prediksi untuk pengeluaran 7) Perjanjian utang

g. Indikator ekonomi

1) Modal kerja (saat ini) 2) Perencanaan modal kerja


(14)

4) Sumber dana untuk kebutuhan dan kewajiban 5) ROA

6) Rasio likuiditas

7) Rencana belanja modal

8) Informasi dan rasio keuangan lainnya yang relevan dengan perusahaan dan jenis industrinya


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S.N. and Mohd-Nasir, N.2004. Voluntary disclosure and Corporate Governance among Financially Distressed Firms in Malaysia. University Utara Malaysia 06010 Sintok Kedah Darul Aman.

Arieany, Widya Deviacita dan Tarmizi Achmad. 2012. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Financial distress” diakses http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting. Volume 1, Nomor 1. Achmad, Tarmizi, 2012. “Dewan Komisaris dan Transparansi : Teori Keagenan

atau Teori Stewardship”, Jurnal Keuangan dan Perbankan Vol 16 No. 1. Ardina, Nuresa dan Basuki Hadiprajitno. 2013. “Pengaruh Efektivitas Komite

Audit Terhadap Financial distress.” Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 1-10 ISSN: 2337-3806.

Amalia, Dista, 2012. “Praktek Teori Agensi pada Entitas Publik dan Non Publik”. Journal ISSN 1411-1497 Vol.9.No.1.

Al-Janadi, Yaseen et al, 2013. “Corporate Governance Mechanisms and Voluntary disclosure I in Saudi Arabia”, Research Journal of Finance and Accounting, Vol 4 No 4.

Bursa Efek Indonesia (BEI), “Laporan Tahunan Bursa Efek Indonesia”, Dari http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandan tahunan.aspx

Classens., et al, 1999. “Resolution of Corporate Distress in East Asia.” World Bank Policy Research Working Paper: 1-33.

Eng, L.L., & Mak, Y.T. 2003. “Corporate Governance and Voluntary disclosure”, Journal of Accounting and Public Policy. Vol.22, No.4, pp.325−345. Ellen dan Juniarti. 2013. “ Penerapan Corporate Governance , Dampaknya

Terhadap Prediksi Financial distress pada sektor Aneka Industri Dan Barang Konsumsi.” Business Acounting Review VOL.1, NO. 2.

Faten, Lakhal, 2010. “Earning Voluntary disclosure and Corporate Governance: Evidence from France”. International Journal of Management - Theory and Applications (IREMAN), Vol.1 No. 1.

Fitriana, Noor, 2014. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela dalam Annual Report”. Volume 3 Nomor 3, Tahun 2014, ISSN (Online): 2337-3806.

Gedie, Siagian dan Imam Ghozhali, 2012. “Pengaruh Struktur dan Aktivitas Corporate Governance terhadap luas pengungkapan informasi strategis


(16)

secara sukarela pada website perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek Indonesia.” Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012.

Ghozali, Imam, 2011. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 18, Edisi Kelima, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hardiningsih, Pancawati, 2008. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Voluntary disclosure Laporan Tahunan Perusahaan”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol.15 No. 1.

Haryanto dan Lady Aprilia, 2009. “Asosiasi Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Pengungkapan Sukarela Laporan Tahunan.” Kajian Akuntansi, Volume 4, Nomor 2 : 128-136 ISSN 1907 – 1442.

Jensen, M.C., & Meckling, W.H. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure” Journal of Financial Economics. Vol.3, No.4, pp.305-60.

Juniarti dan Agnes Andriyani Sentosa, 2009. “Pengaruh Good Corporate Governance,Voluntary disclosure terhadap Biaya Hutang (Cost of Debts)”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 11 No 2.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM No. SE-02/PM/2012 Mengenai Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten

Komite Nasional Kebijakan Governance, “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006”.

Pancawati, Hardiningsih, 2008. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Voluntary disclosure Laporan Tahunan Perusahaan”. Dalam Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), 15(1): h:67-69.

Plat dan Platt, 2006. “Financial distress Comparison Across Three Global”. Regions.Journal of Risk and Financial Management.

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. 2006. Komite Nasional Kebijakan Governance. Jakarta.

Lang, M., dan Lundholm, 1993. Cross-sectional determinants of analyst ratings of corporate disclosures. Journal of Accounting Research. Vol.31, pp.246-271.

Linda dan Maya Febrianty. 2010 “Kinerja Perusahaan dalam Perspektif Agency Theori dan Signaling Theori”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 9 No 2, 2010.

Lízal, Lubomír, 2002. “Determinants of Financial distress: What Drives Bankruptcy in a Transition Economy? The Czech Republic Case”. William Davidson Working Paper Number 45.


(17)

Marta, Utama, 2004. “Komite Audit, Good Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol. 1 pp. 61 – 79.

Mujiyono dan Magdalena Nany, 2010. “Pengaruh Leverage, Saham Publik, Size dan Komite Audit terhadap Luas Pengungkapan Sukarela”. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol 2 No 2.

Nandi, Sunil dan Santanu Kumar Ghosh, 2012. “Corporate governance attributes, firm characteristics and the level of corporate disclosure: Evidence from the Indian listed firms”, Decision Science Letters 2.

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. 2006. Komite Nasional Kebijakan Governance. Jakarta.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menurut pendekatannya adalah penelitian ex post facto (after the fact). Menurut Husein (2011:28), penelitian ex post facto adalah “penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian meruntut kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kejadian tersebut”.

Berdasarkan karakteristik masalahnya, penelitian ini termasuk penelitian kausal komparatif. Menurut Kuncoro (2003: 252), penelitian komparatif berusaha mengidentifikasi hubungan sebab akibat dan melakukan perbandingan. Hubungan sebab akibat yang dimaksud adalah hubungan sebab-akibat antara vaiabel bebas dengan variabel terikat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs www.idx.co.id. Periode penelitian dilakukan pada periode 2011 sampai dengan 2015 pada perusahaan manufaktur go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2016.


(19)

3.3 Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Laporan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan tahunan perusahaan periode 2011-2015.

3.4 Metode Pengumpulan data

Data dalam penelitian ini diambil melalui internet dengan cara men-download laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011- 2015 melalui situs www.idx.co.id.

3.5 Variabel penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Dependen/ Variabel Terikat

Dalam penelitian ini, variabel dependen adalah luas pengungkapan sukarela yang diproksikan dengan Indeks Pengungkapan Sukarela (IPS). Pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku.

Indeks pengukuran pengungkapan sukarela dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1) mengembangkan daftar item pengungkapan sukarela dan (2) mengukur skor pengungkapan sukarela terhadap sampel laporan tahunan. Daftar item pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan dikembangkan berdasarkan item pengungkapan Webb (2002) dan Nasir


(20)

Abdullah (2004) dan disesuaikan dengan item pengungkapan wajib menurut peraturan Bapepam tentang laporan tahunan (Kep-134/BL/2006) dalam penelitian yang dilakukan oleh Evi dan Rosa (2014)

Daftar item yang dikembangkan tersebut kemudian digunakan untuk mengukur skor pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan sampel. Penentuan skor pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan dilakukan mengikuti skor oleh Nasir Abdullah (2004) yaitu penskoran pengungkapan tanpa pembobotan. Pengukurannya dengan menggunakan indeks artinya sebuah item diberi skor 1 jika diungkapkan dan skor 0 jika tidak diungkapkan. Perhitungan untuk mencari angka indeks ditentukan dengan formulasi sebagai berikut:

IPS = Jumlah Item Pengungkapan Sukarela Perusahaan������������������������������

Semakin banyak item Voluntary disclosure yang dimuat dalam laporan tahunan berarti semakin besar indeks tingkat Voluntary disclosure perusahaan. Perusahaan dengan angka indeks yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut melakukan praktek pengungkapan sukarela secara lebih komprehensif dibandingkan dengan perusahaan lain.

3.5.2 Variabel Independen/Variabel Bebas

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, baik secara positif maupun secara negatif. Jika terdapat variabel dependen maka variabel independen juga harus hadir, dan di setiap unit


(21)

kenaikan dalam variabel independen maka akan terdapat pula kenaikan atau penurunan dalam variabel dependen (terikat).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan memprediksi apakah Financial distress penerapan Corporate Governance dan karakteristik perusahaan mempengaruhi atau tidak mempengaruhi Voluntary disclosure laporan tahunan suatu perusahaan. Dalam penelitian ini yang berfungsi sebagai variabel independennya adalah:

3.5.2.1 Financial distress

Financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang telah jatuh tempo. Pada penelitian ini dalam mengukur perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (Financial distressed firms) dengan menggunakan interest coverage ratio (ICR) yang berdasar pada penelitian Classens (1999). Untuk perusahaan yang mempunyai interest coverage ratio kurang dari satu dinyatakan sebagai Financial distressed firms. Rasio interest coverage dirumuskan sebagai berikut:

ICR= ��������������� ���������������

Keterangan:

ICR < 1, berarti perusahaan mengalami Financial distressed yang disimbolkan dalam dummy 1,

ICR > 1, berarti perusahaan tidak mengalami Financial distressed atau termasuk healthy firms, disimbolkan dengan dummy 0.


(22)

3.5.2.2Corporate Governance 3.5.2.2.1Komisaris Independen

Unsur komisaris independen dalam struktur organisasi perusahaan beranggotakan dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan tersebut. Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta No: Kep-305/BEJ/07-2004Tentang Peraturan No I-A tertanggal 19 Juli 2004, perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia harus memiliki dewan komisaris independen dengan jumlah sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota dewan komisaris. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan variabel proporsi dewan komisaris independen. Proporsi dewan komisaris menunjukkan persentase komisaris independen yang ada di perusahaan. Variabel komisaris independen diukur dari jumlah komisaris independen yang dimiliki olehperusahaan.Variabel ini diukur dari jumlah presentase jumlah komisaris independen yang ada diperusahaan.

Proporsi komisaris independen = Jumlah komisaris independen

Jumlah anggota dewan komisaris

3.5.2.2.2 Komite Audit

Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, rencana dan komitmen jangka panjang; memastikan perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku,


(23)

melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan; memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

3.5.2.3 Leverage

Menurut Jensen dan Meckling (1976), rasio Leverage penting untuk menilai kemampuan perusahaan melunasi semua hutang-hutangnya. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan Leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi.

Noor (2014), hal ini dikarenakan Leverage yang tinggi akan mengandung biaya pengawasan yang tinggi juga, sehingga perusahaan akan menyediakan informasi yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang. Informasi dibutuhkan oleh pihak kreditur untuk mengetahui kondisi keuangan debitur agar meyakinkan kreditur bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Rasio Leverage dapat dirumuskan sebagai berikut:

Debt Ratio = Total kewajiban

Total aktiva

Berdasarkan penjelasan di atas, maka operasional variabel penelitian dapat disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:


(24)

Tabel 3.1 Operasional Variabel Jenis

Variabel

Variabel

Penelitian Definisi Operasional Indikator Skala D E P E N D E N Voluntary disclosure Pengungkapan informasi melebihi yang diwajibkan untuk kebutuhan pemakai laporan keuangan. =

Item Pengungkapan Sukarela Perusahaan Total Ideks Pengungkapan Sukarela Rasio I N D E P E N D E N Financial distress

Perusahaan yang tidak mampu untuk membayar liabilitas yang dimiliki.

ICR =Operating profit

Interest Expense Rasio

Proporsi Dewan Komisaris Independen Komisaris independen menjamin adanya mekanisme pengawasan terhadap kinerja manejemen dapat berjalan secara efektif.

Proporsi dewan komisaris independen = Jumlah komisaris independen

Jumlah anggota dewan komisaris

Rasio

Komite Audit

Membantu dewan komisaris memastikan laporan keuangan yang dibuat manajemen memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan.

=

Jumlah anggota Komite audit dari luar

Jumlah seluruh anggota komite audit

Nominal

Leverage Leverage merupakan

kemampuan perusahan dalam memenuhi pembayaran semua kewajibannya.

Debt Ratio = Total kewajiban

Total aktiva Rasio

3.6 Populasi dan Sampel penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2011 sampai 2015. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini termasuk dalam sektor industri manufaktur. Hal ini dipilih karena pertimbangan jumlah perusahaan yang


(25)

masuk dalam kategori industri manufaktur paling banyak dibandingkan dengan industri lain di BEI. Dengan demikian, industri manufaktur mampu mewakili perusahaan-perusahaan dari industri lain yang terdaftar di BEI.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih sampel dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditentukan (judgement sampling). Sampel yang dipilih oleh peneliti adalah perusahaan-perusahaan yang menyajikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pertimbangan dalam pemilihan sampel pada umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian, yaitu :

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2011-2015 dan tahun buku yang berakhir pada 31 desember.

2. Pengambilan sampel pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI mempunyai laporan tahunan menggunakan bahasaIndonesia dalam pelaporan keuangannya dan mata uang rupiah dalam pelaporan unit moneternya.

3. Perusahaan yang tidak memiliki data laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur ratio interest coverage dikeluarkan dari sampel.

4. Perusahaan yang termasuk dalam bidang banking, credit, securities, insurance, holding, and other investment companies tidak dimasukkan dalam sampel.


(26)

Tabel 3.2

Daftar Populasi dan Sampel

No Kode Nama perusahaan Kriteria Sampel

K1 K2 K3 K4 1 ADMG Polychem Indonesia tbk √ - √ √ 2 ADES Akasha wira internasional

tbk

√ √ √ √ Sampel 1

3 AISA Tiga pilar sejahtera food tbk √ √ - -

4 AKKU Alam karya unggul tbk √ √ √ √ Sampel 2 5 AKPI Argha karya prima industry

tbk

√ - √ √

6 ALTO Tri banyan tirta tbk √ √ - √ 7 ALDO Alkindo Naratama tbk √ - √ √ 8 ALKA Alaska Industrindo tbk √ - √ √ 9 ALMI Alumindo Light Metal

Industry Tbk

√ √ - -

10 AMFG Asahimas Flat Glass tbk √ - √ √ 11 ARNA Arwana citra mulia tbk √ - √ √

12 ARGO Argo pantes tbk √ √ √ √ Sampel 3

13 ASII Astra internasional tbk √ √ √ √ Sampel 4 14 BAJA Saranacentral bajatama tbk √ √ - √

15 BATA Sepatu bata tbk √ - - √

16 BIMA Primarindo Asia Insfrastructure tbk

√ - - √

17 BRAM Indo kordsa tbk √ - √ √

18 BTON Beton jaya manunggal tbk √ √ - √

19 BRPT Barito pasific tbk √ √ - √

20 BRNA Berlina tbk √ - √ √

21 BUDI Budi acid jaya tbk √ √ - -

22 CEKA Cahaya kalbar tbk √ √ - -

23 CNTX Centex tbk √ - √ √

24 CPIN Charoen pokphand Indonesia tbk

√ - √ -

25 CTBN Citra turbindo tbk √ - √ √

26 DAVO Davomas abadi tbk √ - √ √

27 DPNS Duta pertiwi nusantara √ - √ √ Sampel 5

28 DLTA Delta Djakarta tbk √ √ √ √

29 DVLA Darya varia laboratoria tbk √ - √ - 30 EKAD Ekadharma internasional tbk √ - √ √

31 ERTX Eratex djaya tbk √ - √ √

32 ESTI Ever shine textile industry tbk

√ - √ √

33 ETWA Eterindo wahanatama tbk √ - √ √ 34 FASW Fajar surya wisesa tbk √ √ √ - 35 FPNI Titan kimia nusantara tbk √ √ - √ 36 GDYR Goodyear Indonesia tbk √ √ - -


(27)

38 GGRM Gudang garam tbk √ √ √ √ Sampel 7

39 GJTL Gajah tunggal tbk √ - √ -

40 HDTX Pan asia indosyntec tbk √ - √ √ 41 HMSP Hanjaya mandala sampoerna

tbk

√ - - √

42 ICBP Indofood cbp sukses makmur tbk

√ √ - √

43 INCI Intan wijaya Internasional tbk

√ √ √ √ Sampel 8

44 INDF Indofood sukses makmur tbk √ √ √ √ Sampel 9

45 IKBI Sumi indo kabel tbk √ √ √ -

46 IMAS Indomobil sukses internasional tbk

√ - √ √

47 INAI Indal Aluminium Industry tbk

√ √ - -

48 INKP Indah kiat pulp & paper tbk √ - √ √ 49 INRU Toba pulp lestari tbk √ √ - √

50 INDS Indospring tbk √ - √ √

51 INTP Indocement tunggal prakasa tbk

√ - √ √

52 ISSP Steel pipe industry of Indonesia tbk

√ - √ -

53 JECC Jembo cable company tbk √ √ - - 54 JKSW Jakarta kyoei steel work LTD

tbk

√ √ - -

55 JPRS Jaya Pari steel tbk √ - √ - 56 JPFA Japfa comfeed Indonesia tbk √ - √ √

57 KAEF Kimia farma tbk √ √ √ √ Sampel 10

58 KARW Karwell Indonesia tbk √ - √ √ 59 KBRI Kertas basuki rachmat

Indonesia tbk

√ √ √ √ Sampel 11

60 KBLI KMI wire and cable tbk √ - √ √

61 KBLM Kabelindo Murni tbk √ - √ √

62 KDSI Kedawung setia industrial tbk

√ - - √

63 KLBF Kalbe farma tbk √ - - √

64 KICI Kedaung indag can tbk √ √ √ √ Sampel 12

65 KRAS Krakatau steel tbk √ - - √

66 LMPI Langgeng makmur industy tbk

√ √ √ √ Sampel 13

67 MLBI Multi bintang internasional tbk

√ √ - √

68 MYOR Mayora indah tbk √ - √ √

69 MYTX Spac citra centertex tbk √ - √ √ Sampel 14

70 MREK Merck tbk √ √ - √


(28)

72 MRAT Mustika ratu tbk √ √ - √

73 NIPS Nippers tbk √ √ √ √ Sampel 15

74 PICO Pelangi indah canindo tbk √ - - √ 75 PRAS Prima alloy steel universal

tbk

√ √ √ √ Sampel 16

76 PSDN Prashida aneka niaga tbk √ √ √ √ Sampel 17 77 ROTI Nippon indosari corporindo

tbk

√ √ - √

78 RMBA Bantoel Internasional investama tbk

√ √ - √

79 SMBR Semen batu raja persero tbk √ - - √ 80 SMCB Holcim Indonesia tbk √ √ - √

81 SMGR Semen gresik tbk √ √ - √

82 SSTM Sunson textile manufacture √ √ √ √ Sampel 18 83 SOBI Sorini argo asia corporindo

tbk

√ - √ √

84 SRSN Indo acitama tbk √ - √ √

85 SIAP Sekawan intipratama tbk √ √ √ √ Sampel 19

86 SIMA Siwani makmur tbk √ √ √ √ Sampel 20

87 SIPD Siearad produce tbk √ - - √

88 SKLT Sekar laut tbk √ - √ √ Sampel 21

89 SULI Sumalindo lestari jaya tbk √ - √ √ Sampel 22

90 SPMA Suprama tbk √ - - √

91 TIRT Tirta Mahakam resource tbk √ √ √ √ Sampel 23

92 TRST Trias sentosa tbk √ √ √ √ Sampel 24

93 TSPC Tempo scan pacific tbk √ - - √ 94 ULTJ Ultrajaya milk industry and

trading company tbk

√ √ √ √ Sampel 25

95 UNIC Unggul indah cahaya tbk √ √ - √ 96 UNIT Nusantara inti corpora tbk √ √ - √

97 UNTX Unitex tbk √ √ - √

98 UNVR Unilever Indonesia tbk √ - √ √

99 ITMA Itamaraya tbk √ √ - √

100 VOKS Coksel elektrik tbk √ √ - √

Jumlah Sampel Berdasarkan Tahun Pengamatan (25x5) 125

3.7 Teknik Analisis Data 3.7.1 statistik deskriptif

Menurut Singgih (2000:68), statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian.


(29)

Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), nilai maksimum (max), minimum (min), dan standar deviasi. Analisis deskriptif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan peringkasan data,serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau presentasi grafis, sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

3.7.2 Uji Asumsi klasik

Pengujian asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah persamaan regresi yang telah ditentukan merupakan persamaan yang dapat menghasilkan estimasi yang tidak bias. Uji asumsi klasik ini terdiri dari:

3.7.2.1 Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2011:160), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal Variabel pengganggu atau residual dapat dideteksi berdistribusi normal dengan menggunakan dua pendekatan analisis, yaitu analisis grafik dan uji statistik. Dalam penelitian ini uji normalitas dideteksi dengan analisis uji grafik dan uji statistik.

Uji normalitas dengan analisis grafik dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Kriteria yang dipakai adalah sebagai berikut:


(30)

1. Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2. Apabila data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan uji statistik yang dipakai dalam penelitian ini yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Kolmogorov-Smirnov memiliki tingkat signifikan di atas α > 0,05 berarti regresi memenuhi asumsi normalitas.

3.7.2.2 Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas.

Ghozali (2011:108), model regresi dikatakan baik apabila tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Adanya multikolonieritas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Batas dari nilai tolerance adalah 0,01 dan batas VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance dibawah 0,01 atau nilai VIF diatas 10 maka terjadi multikolonieritas.

3.7.2.3 Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2011:110), uji Autokorelasi bertujuan untuk apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1).


(31)

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena “gangguan” pada seorang individu atau kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu atau kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

Autokorelasi dapat dideteksi dengan beberapa cara yaitu uji Durbin-Watson, uji Lagrange Multiplier, Run Test dan uji Box Pierce dan Ljung Box. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan statistic non-parametik yaitu dengan uji Run Test. Run Test digunakan untuk untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan melihat nilai Asymp. Sig.. Apabila nilai Asymp. Sig. > 0,05 maka data terjadi secara random dan tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.

3.7.2.4 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2011:139), uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji adanya ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain dalam suatu model regresi. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji grafik maupun uji statistik. Uji grafik dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPERD) dengan residualnya (SRESID) dengan kriteria sebagai berikut:


(32)

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan adanya heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, tidak terjadi heteroskedastisitas.

Selain menggunakan uji grafik, uji heteroskedastisitas dapat diuji dengan metode statistik berupa uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen. Variabel independen secara signifikan mempengaruhi variabel dependen maka ada indikasi terkena heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau bebas dari heteroskedastisitas.

3.7.3 Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda (multiple regression). Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier. Analisis regresi berganda merupakan eksistensi dari model regresi dalam analisis bivariate yang umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(33)

Keterangan:

Y = Pengungkapan sukarela (Voluntary disclosure) α = Konstanta (tetap)

β1- β4 = Koefisien variabel independen X1 = Financial distress (DISTRS) X2 = Komisaris Independen (INDP) X3 = Komite Audit (KOMIT) X4 = Leverage (LEV)

ε = Kesalahan baku/ error

3.7.3.1 Koefisien Determinasi (R²)

Koefesien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa garis regresi sesuai dengan data aktualnya (goodness of fit). Koefesien determinasi ini mengukur presentase total varian variabel dependen Y yang dijelaskan oleh variabel independen di dalam garis regresi.

Ghozali (2011:97), kelemahan dalam menggunakan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan dalam model. Apabila satu variabel independen ditambah (R²) akan meningkat tanpa mempedulikan apakah variabel tersebut berpengaruh secara siginifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan nilai adjusted (R²) untuk mengevaluasi model regresi. Nilai adjusted (R²) mampu naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan dalam model regresi. Seperti halnya koefisien determinasi (R²), nilai adjusted (R²) juga berkisar antara nol dan satu. Apabila mendekati nilai 1 berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependennya.


(34)

3.7.3.2Uji Signifikansi Simultan (Statistik F)

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Uji F digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel tergantungnya. Jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel tergantung, maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. Sebaliknya jika tidak terdapat pengaruh secarasimultan maka hal ini akan masuk dalam kategori tidak cocok atau non-fit.

Ghozali (2011:98), uji F pada dasarnya menunjukkkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan bahwa apabila nilai signifikansi > 0,05 maka Hipotesis ditolak, sedangkan apabila nilai signifikansi < 0,05 maka Hipotesis diterima.

3.7.3.3Uji Signifikansi Parameter Individual (Statistik t)

Ghozali (2011:99), uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing- masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji t-test ini pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan yang digunakan dalam uji t adalah sebagai berikut:


(35)

1. Jika nilai probabilitas signifikansi > 0,05, maka hipotesis ditolak. Ini mempunyai arti bahwa variabel independen (Financial distress, proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan Leverage) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (luas pengungkapan sukarela).

2. Jika nilai probabilitas signifikansi < 0,05, maka hipotesis diterima. Ini berarti bahwa variabel independen (Financial distress, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, dan Leverage) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (luas pengungkapan sukarela)


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Statistik Deskriptif

Uji data statistik deskriptif menggambarkan kualitas data penelitian yang tercermin pada nilai mean dan standar deviasi. Apabila nilai mean lebih besar daripada standar deviasi maka kualitas data dapat dikatakan baik. Deskripsi variabel penelitian mengenai pengungkapan sukarela laporan tahunan, Financial distress, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, Leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1

Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)

Nilai minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil dari data yang bersangkutan dari rata- rata sedangkan nilai maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar dari data. Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata


(37)

sebuah data. Standar deviasai digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bervariasi dari rata-rata.

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa variabel Financial distress (DISTRS) memiliki rata-rata sebesar 0,4320 hal ini menunjukan bahwa 43% perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Variabel proporsi dewan komisaris independen (INDP) menunjukkan rata-rata 0,3847 lebih besar dibandingkan dengan standar deviasinya sebesar 0,0856. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara rata-rata perusahaan sampel telah memenuhi syarat minimal 30% anggota dewan komisaris independen sesuai peraturan Bapepam.

Variabel Leverage (LEV) menunjukan rata-rata sebesar 0,5157. Variabel Financial distress (DISTRS) menggunakan variabel dummy, memiliki nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata Financial distress sebesar 0,4320 atau sebesar 43%.

Variabel proporsi dewan komisaris independen (INDP) yang diproyeksikan dengan rasio komisaris independen dengan jumlah dewan komisaris mempunyai nilai minimum sebesar 30%. Hal ini mencerminkan bahwa semua perusahaan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Bapepam yaitu proporsi komisaris independen di perusahaan minimal 30% dari keseluruhan jumlah dewan komisaris. Nilai maksimum di miliki oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar 0,80 atau 80% pada tahun 2011. Pada variabel komite audit (KOMIT) yang menggunakan variabel dummy, memiliki nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata dari komite audit sebesar 0,540 atau


(38)

sebesar 54% ini menunjukan bahwa 54% sampel perusahaan dalam penelitian ini telah memiliki komite audit dalam perusahaannya.

Pada variabel Leverage (LEV) nilai terkecil (minimum) sebesar 0,0395 yang diperoleh oleh PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) pada tahun 2013 sedangkan nilai maksimum sebesar 1,4398 diperoleh oleh PT Siwani Makmur Tbk (SIMA) pada tahun 2013.

Pada variabel pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan (IPS) perusahaan dengan pengungkapan sukarela terkecil (minimum) adalah 0,325 atau 33% dimiliki oleh dua perusahaan yaitu PT Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM) pada tahun 2015 dan pada perusahaan PT Kedaung Indah Can Tbk (KICI) tahun 2011 dan 2013 sedangkan tingkat pengungkapan sukarela tertinggi (maksimum) adalah sebesar 0,825 atau 83% yaitu perusahaan (INDF) pada tahun 2014 dan 2015 dari hasil penelitian menunjukan semua perusahaan telah melakukan pengungkapan sukarela atas laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan Informasi akan memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. 4.2 Uji Asumsi Klasik

4.2.1 Uji Normalitas

4.2.1.1 Analisis Grafik

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode grafik histogram dan probability plot (P-Plot). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel pengganggu atau residual dalam model regresi mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang mempunyai distribusi


(39)

data normal atau mendekati normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik tidak valid untuk jumlah sampel yang kecil. Data mengenai uji normalitas dapat dilihat pada gambar

Gambar 4.1


(40)

Gambar 4.2 Grafik normal plot

Dengan melihat tampilan gambar 4.1 memberikan pola distribusi yang mendekati normal, sedangkan pada gambar 4.2, grafik normal plot menunjukan titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah terdistribusi normal.

4.2.1.2 Analisis Statistik

Menurut Ghozali (2011), uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati, secara visual kelihatan normal padahal secara statistik bisa sebaliknya Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji statistik non parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S) menunjukkan nilai 0,836 dengan signifikansi 0,488. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas karena tingkat signifikansinya melebihi α > 0,05


(41)

Tabel 4.2

Sumber: Data Diolah (output spss 22.0)

Dengan melihat tampilan grafik histogram dalam gambar 4.1 menjelaskan bahwa pola distribusi yang mendekati normal sedangkan pada grafik 4.2 grafik normal plot menunjukan titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengukuti arah garis diagonal. Pada tabel 4.2 juga menunjukan nilai Klomogorov-Smirnov pada uji ini adalah sebesar 0,62 > 0,05. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada tabel diatas adalah sebesar 0,20 > 0,05. Nilai Klomogorov-Smirnov dan Asymp. Sig. (2-tailed) menunjukan nilainya lebih besar dari 0,05, ini artinya data terdistribusi secara normal. Maka disimpulkan bahwa dalam penelitian ini semua sampel pada penelitian ini terdistribusi secara normal.

4.2.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikoloniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik yaitu model regresi yang tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikoloniearitas dapat dilihat dari nilai


(42)

tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF) yang terdapat pada masing-masing variabel seperti pada tabel 4.3

Tabel 4.3

Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil perhitungan menunjukkan tidak ada variabel independen yang nilai tolerance kurang dari 0,10. Hal ini berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Suatu model regresi juga dinyatakan bebas dari multikolonieritas jika mempunyai nilai VIF dibawah 10. Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada model regresi, semua variable independen memiliki nilai VIF yang rendah di bawah angka 10 yang berarti bahwa tidak terjadi multikolonieritas dalam model regresi.

4.2.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi. Problem autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Kondisi ini sering ditemukan pada data time series karena adanya “gangguan” pada individu atau kelompok cenderung mempengaruhi pada individu atau kelompok yang sama pada periode berikutnya.


(43)

Penelitian ini menggunakan pengujian run test untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka persamaan regresi dikatakan terkena problem autokorelasi

Tabel 4.4

Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)

menunjukkan bahwa residual dalam persamaan regresi tidak random dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05. Kondisi ini menunjukan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi .

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Menurut Ghozali (2011:139), model regresi yang baik adalah yang bebas dari heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi yang heteroskedastisitas karena data ini menghimpun berbagai data yang mewakili semua ukuran baik kecil, sedang, maupun besar Penelitian ini


(44)

menggunakan uji statistik dengan melihat grafik scatterplot. Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot di tunjukan pada gambar 4.3

Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas

Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Akan tetapi analisis dengan grafik plot memiliki kelemahan dalam keakuratan menginterpretasikannya, oleh sebab itu perlu dilakukan uji statistik untuk lebih menjamin keakuratan hasil penelitian. Uji Glejser adalah salah satu uji statistik digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas.


(45)

Tabel 4.5

Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan dalam tabel 4.5 tersebut nampak bahwa semua variabel bebas menunjukkan hasil yang tidak signifikan karena berada diatas α > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas dalam varian kesalahan.

4.3 Uji Hipotesis

4.3.1 Koefisien determinasi

Uji koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1. Apabila nilai koefisien determinasi mendekati satu, maka variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen. Penelitian ini menggunakan koefisien determinasi dengan menggunakan nilai adjusted R-square untuk mengevaluasi model regresi. Nilai adjusted R-square dalam penelitian dapat dilihat di tabel 4.6


(46)

Tabel 4.6

Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)

Dari tampilan output SPSS dalam tabel 4.6 dapat dilihat bahwa besarnya adjusted R-square sebesar 0,419 atau 42%. Hal ini berarti 42% variabel dependen tingkat pengungkapan sukarela (IPS) dapat dijelaskan secara signifikan oleh variasi variabel independen. Variabel independen tersebut adalah Financial distress (DISTRS), proporsi dewan komisaris independen (INDP), komite audit (KOMIT), dan Leverage (LEV). Sedangkan sisanya sebesar 58 % (100% - 42 %) dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi dalam penelitian ini.

4.3.2 Uji signifikansi simultan (Statistik F)

Uji F menunjukkan semua variabel independen yang ada dalam model regresi mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Apabila nilai signifikansi < 0,05 maka Ha diterima. Pengaruh secara simultan variabel Financial distress, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, dan Leverage dapat dilihat pada tabel


(47)

Tabel 4.7

Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)

Hasil pengolahan data dalam tabel melalui uji Anova atau F-test terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 <0,05. Nilai probabilitas pengujian lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan secara bersama-sama untuk memprediksi tingkat pengungkapan sukarela. Hal ini membuktikan bahwa variabel independennya yaitu Financial distress, proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan Leverage bersama-sama secara simultan berpengaruh positif terhadap indeks pengungkapan sukarela. Hal ini menyimpulkan bahwa Hipotesis diterima dalam model regresi penelitian ini. 4.3.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara individual (parsial), yaitu variabel independen Financial distress (DISTRS), mekanisme Corporate Governance yaitu proporsi dewan komisaris independen (INDP), komite audit (KOMIT) dan Leverage (LEV) dalam menerangkan variabel dependen yaitu pengungkapan sukarela (IPS).


(48)

Variabel-variabel dependen dengan tingkat signifikansi 5% atau 0,05. Apabila nilai probabilitas <0,05 maka koefisien regresi signifikan dan Hipotesis diterima. Sedangkan apabila nilai probabilitas lebih dari 0,05 maka koefisien regresi tidak signifikan dan Hipotesis ditolak.

Tabel 4.8

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)

Uji beda t-test digunakan untuk menguji seberapa jauh pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini secara individual (parsial) dalam menerangkan variabel dependen. Dari hasil pengujian hipotesis, maka dapat diinterpetasikan bahwa dari 4 variabel yang digunakan, hanya ada 2 variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (luas pengungkapan sukarela), yaitu Financial distress dan komite audit .

4.4 Analisis regresi berganda

Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat dari tabel 4.8 dengan persamaan regresi sebagai berikut :


(49)

Persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa nilai konstanta sebesar 0,248 yang berarti jika variabel independen yaitu Financial distress dan komite audit bernilai 0 atau diabaikan maka nilai pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan (IPS) bernilai 0,248 atau 24,8 %.

Berdasarkan analisis regresi dapat dilihat bahwa variabel Financial distress mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi negatif sebesar -0,098 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 <0,05 untuk variabel DISTRS. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari α = 5% ,maka H1 diterima. Jika variabel Financial distress meningkat satu persen dengan asumsi variabel komite audit tetap, maka luas pengungkapan sukarela yang diinformasikan oleh perusahaan kepada publik akan menurun jumlahnya sebesar 9,8%. Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dan Nasir (2004), Evi dan Rosa (2014:393) dan sesuai dengan theory signal Jensen dan Meckling (1976)

Variabel komite audit mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi positif sebesar 0,085 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 untuk variabel IND. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari α = 5% ,maka H3 diterima. Jika variabel komite audit meningkat sebesar 100% (satu orang) dengan asumsi variabel financial distress tetap, maka luas pengungkapan sukarela yang diinformasikan oleh perusahaan kepada publik


(50)

akan meningkat jumlahnya sebesar 8,5%. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ming Liu,et.al (2009), Hong Wong (2001), Primastuti (2012) , Nandi dan Ghosh (2012). 4.5 Pembahasan dan hasil penelitian

Pengaruh Financial distress Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela.

Koefisien regresi Financial distress (DISTRS) adalah sebesar -0,098 dengan nilai t hitung sebesar 2,337 dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Hasil tersebut menunjukan bahwa tingkat signifikansi < 0,05 yang berarti bahwa Financial distress (DISTRS) berpengaruh signifikan negatif terhadap luas pengungkapan sukarela (IPS). Maka dapat disimpulkan variabel Financial distress (DISTRS) berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela (IPS) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dan Nasir (2004) menunjukkan bahwa perusahaan yang sehat keuangannya cenderung untuk mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan yang mengalami Financial distressed. Penelitian Evi dan Rosa (2014:393), juga melaporkan penurunan pengungkapan sukarela yang diberikan oleh perusahaan atau perusahaan yang mengalami financialdistress (perusahaan tertekan) dibandingkan dengan perusahaan dengan kabar baik.

Sesuai dengan theory signal Jensen dan Meckling (1976) ketika perusahaan mengalami Financial distress maka perusahaan akan mempunyai bad news yang menunjukkan sinyal negatif bagi para investor sehingga ini akan


(51)

mempengaruhi keterbukaan manajemen dalam melakukan pengungkapan, sedangkan jika perusahaan sehat keuangannya berarti perusahaan mempunyai good news yang akan lebih terbuka memberikan informasi kepadaa investor sehingga hal ini akan mempengaruhi pihak manajemen dalam memberikan informasi perusahaan. Pihak manajemen menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan.

Pengaruh Komite Audit Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela.

Koefisien komite audit (KOMIT) sebesar dengan nilai hitung t sebesar 4,795 dan nilai sig 0,000. Hasil tersebut menjelaskan bahwa tingkat signifikansi <0,05 berarti bahwa secara parsial komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ming Liu,et.al (2009), Primastuti (2012), Nandi dan Ghosh (2012) dalam penelitiannya membuktikan bahwa komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menguji tentang pengaruh Financial distress, Corporate Governance dan financial Leverage terhadap pengungkapan sukarela (Voluntary disclosure) dalam laporan tahunan perusahaan. Analisis pengaruh yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver. 22. Data sampel yang digunakan sebanyak 125 perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011 sampai 2015. Hasil pengujian dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan bahwa variabel Financial distress, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, dan Leverage secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Primastuti dan Achmad (2012).

2. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel Financial distress berpengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ross (1979)


(53)

dalam Abdullah dan Nasir (2004) Saputri (2010) dalam Evi dan Rosa (2014:393).

3. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nancy (2012), Juniarti dan Sentosa (2009).

4. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel komite audit berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ming Liu,et.al (2009), Hong Wong (2001), Primastuti (2012) , Nandi dan Ghosh (2012).

5. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel Leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmawati (2007), Pancawati (2008), Mujiono dan Magdalena (2010) Made dan Ni Ketut (2011), Purwandari (2012). 5.2Saran

Penelitian mengenai pengungkapan sukarela pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempertimbangkan saran berikut ini:

1. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan jenis perusahaan yang berbeda sebagai pembanding dengan menggunakan periode penelitian setidaknya 5 tahun untuk penelitian akurat.


(54)

2. Penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan variabel Corporate Governance lainnya seperti kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan direksi, dan jumlah rapat dewan direksi, kepemilikan asing.

3. Penelitian selanjutnya diharapkan, peneliti menggunakan item-item pengungkapan sukarela lebih terkini yang berlaku untuk perusahaan go public di Indonesia.

4. Penelitian selanjutnya disarankan juga menggunakan item-item pengungkapan sukarela lebih terkini yang berlaku untuk perusahaan go public di Indonesia.


(55)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency theory)

Menurut Rahmawati dan Mutmainah (2004:89) teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual di antara dua pihak, yaitu principal dan agent. Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan perusahaan, di pihak lain manajemen sebagai agent mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang diamanatkan pemegang saham kepadanya. Agent diwajibkan memberikan laporan periodik pada principal tentang usaha yang dijalankannya. Menurut Sulistyanto (2008:117) hubungan agensi seharusnya dapat membuat perusahaan meningkatkan nilainya karena dikelola oleh orang yang mengetahui dan memahami bagaimana menjalankan usahaserta diawasi ketat oleh pemilik, namun yang terjadi sebaliknya.

Purwandari (2012) tujuan perusahaan adalah “memaksimumkan kemakmuran pemegang saham (principal) yang tercermin pada meningkatnya harga saham”. Namun tujuan tersebut sering bertentangan dengan tujuan pihak manajer (agent) sebagai pengelola perusahaan. Adanya pihak-pihak seperti pemegang saham, debt holder dan manajemen yang mempunyai kepentingan berbeda sering memunculkan konflik keagenan (agency problem).


(56)

Ratih dan Merkusiwati (2011:3) menyatakan bahwa berdasarkan teori keagenan antara pemilik perusahaan dan para manajer memiliki kepentingan yang berbeda dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan. Perbedaan kepentingan tersebut dapat memicu terjadinya konflik keagenan yang disebabkan oleh adanya kesenjangan antara pihak manajer dan pemilik perusahaan atas informasi yang mereka miliki mengenai kondisi perusahaan.

Konflik keagenan yang terjadi dapat diminimumkan dengan mekanisme pengawasan sehingga dapat mensejajarkan kepentingan tersebut. Namun adanya mekanisme pengawasan akan memunculkan biaya agensi (agency cost). Jensen dan Meckling (1976), membagi biaya keagenan ini menjadi:

1. Biaya Monitoring

Biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi aktivitas dan perilaku manajer antara lain membayar auditor untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan dan premi asuransi untuk melindungi aset perusahaan.

2. Biaya Bonding

Biaya yang ditanggung oleh manajer untuk memberi jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak melakukan tindakan yang merugikan perusahaan.

3. Residual Loss

Biaya yang ditanggung oleh prinsipal untuk mempengaruhi keputusan manajer meningkatkan kesejahteraan principal. Salah satu cara untuk mengurangi biaya agensi adalah dengan melakukan pengungkapan informasi perusahaan.

Menurut Rahmawati dan Mutmainah, (2007:89), pihak manajemen diwajibkan memberikan laporan periodik kepada pihak prinsipal tentang kondisi perusahaan yang dijalankannya. Sementara pihak prinsipal akan menilai kinerja manajemennya melalui laporan keuangan yang disampaikan, sehingga laporan keuangan merupakan sarana akuntabilitas manajemen kepada pemiliknya.


(57)

Sedangkan mekanisme eksternal dilakukan melalui aktifitas pengawasan oleh pasar modal, pembuat undang-undang, penanaman professional dari para investor”.

Menurut Prastiwi dan Puspitaningrum (2013:2), dorongan ini ditunjukkan sebagai alat penggerak yang digunakan untuk mengurangi asimetri informasi dan biaya agensi yang ditimbulkan dari konflik keagenan. Pihak principal juga dapat membatasi divergensi kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agent dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan untuk mencegah kecurangan yang dilakukan oleh agent.

Dapat disimpulkan dari pengertian tersebut bahwa agency theory adalah “hubungan antara pemilik perusahaan (principal) dan manajemen (agent) dimana masing masing pihak berperan penting dalam menjalankan dan menentukan keberhasilan suatu perusahaan”. Principal menginginkan kemajuan perusahaan atas kepemilikikan modal yang mereka keluarkan untuk usaha perusahaan tersebut sedangkan agent menginginkan kompensasi dari usahanya tersebut.

2.1.2 Voluntary disclosure

Pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan menjadi ajang untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata investor terutama pengungkapan yang bersifat sukarela. Laporan tahunan adalah laporan yang diterbitkan setahun sekali, berisi data keuangan (laporan keuangan) dan informasi non-keuangan.


(58)

Menurut Pancawati (2008:70), luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan secara positif berhubungan dengan banyaknya jumlah pengungkapan yang diberikan. Semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan minimum, tetapi secara substansial perusahaan akan berbeda-beda dalam hal jumlah pegungkapan informasinya ke pasar modal.

Ming liu, et.al (2009:122), mencatat bahwa investor global dan kreditor membuat keputusan mereka berdasarkan informasi yang dipublikasikan dalam berbagai laporan non-keuangan, keuangan, dan ekonomi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang terdaftar. Investor dan kreditur juga meninjau profitabilitas, kondisi keuangan, dan kondisi non-keuangan, seperti informasi karyawan, direktur, dan transaksi saham internal sebelum membuat keputusan investasi.

Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan diluar informasi yang diwajibkan karena dipandang relevan dengan kebutuhan pemakai laporan keuangan. Pancawati (2008:70), mengidentifikasi tiga tingkat pengungkapan sebagi berikut:

1. Adequate disclosure

Pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana informasi dan angka-angka yang disajikan dalam laporan tahuanan dapat diinterpretasikan oleh investor dan para pihak yang berkepentingan.


(59)

2. Fair or ethical disclosure

Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung menyiratkan suatu etika, yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan keuangan untuk menerima informasi yang handal sehingga tidak ada ketimpangan informasi antar para pembacanya.

3. Full disclosure

Pengungkapan penuh menyangkut penyajian informasi yang relevan. Bagi sebagian orang pengungkapan penuh berarti penyajian informasi secara berlimpah sehingga tidak tepat. Menurut mereka terlalu banyak informasi akan membahayakan. Karena penyajian rinci dan yang tidak penting justru akan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan sulit ditafsir oleh para penggunanya.

Pengukuran luas pengungkapan sukarela dalam penelitian ini menggunakan daftar pengungkapan sukarela tanpa pembobotan. Metode tanpa pembobotan dipilih karena:

1. Laporan tahunan ditunjukkan untuk pihak umum sehingga memungkinkan para pemakai mempunyai persepsi yang berbeda-beda sehingga memungkinkan adanya item suatu informasi yang dianggap penting bagi pihak tertentu tetapi tidak penting bagi pihak lain.

2. Untuk menghindari pemberian bobot secara tidak objektif terhadap item-item informasi. Hasil penelitian Nasir dan Abdullah (2004) maupun Evi dan Rosa (2014) menggunakan peskoran baik dengan pembobotan maupun tanpa pembobotan telah berhasil membuktikan bahwa hasilnya tidak terdapatperbedaan yang signifikan.

2.1.3 Financial distress

Andrade dan Kaplan (2008) Financial distress merupakan “kondisi di mana perusahaan memiliki kesulitan memenuhi kewajiban yang dimiliki kepada pihak kreditor atau sebuah indikasi ketika perusahaan melakukan restrukturisasi utang yang disebabkan oleh kesulitan dalam membayar kewajiban yang dimiliki”.

Nasir dan Abdulah (2004) mengungkapkan bahwa “sebuah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan adalah perusahaan yang


(60)

memiliki penurunan kinerja keuangan sebagai dampak dari krisis ekonomi dan manajemen yang buruk, yang diindikasikan dengan laba bersih negatif dalam dua tahun berturut-turut”.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai Financial distressed pada penelitian-penelitian terdahulu karena adanya perbedaan alat ukurnya. Menurut Platt dan Platt (2002) Financial distressed adalah “tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi”. Classens et al. (1999) dalam Wardhani (2006) menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan distressed.

Perusahaan yang berada dalam kesulitan keuangan sebagai perusahaan yang memiliki interest coverage ratio (rasio antara laba operasional terhadap biaya bunga) kurang dari satu. Financial distressed terjadi saat perusahaan tidak bisa memenuhi kewajiban jangka pendek di mana perusahaan tidak dapat membayar hutang-hutangnya kepada kreditur. Pemakaian hutang akan menimbulkan biaya bunga dan interest coverage ratio menunjukkan apakah kewajiban tersebut dapat dipenuhi dari hasil penggunaan hutang terhadap laba operasional.

2.1.4 Corporate Governance

Salah satu kriteria suatu perusahaan dikatakan baik apabila perusahaan itu telah menerapkan Corporate Governance (CG). Menurut Wijaya (2009:396), berbagai atribut CG berguna untuk mengendalikan agency problem dengan


(61)

memastikan bahwa para manajer telah bertindak sesuai dengan kepentingan para pemegang saham.

Menurut Wardhani (2006:96), berbagai atribut Corporate Governance berguna untuk mengendalikan agency problem dengan memastikan bahwa para manajer telah bertindak sesuai dengan kepentingan para pemegang saham. Mekanisme Corporate Governance dalam suatu perusahaan dapat menentukan kesuksesan perusahaan. Dewan memegang peranan yang sangat signifikan bahkan peran yang utama dalam penentuan strategi perusahaan tersebut. Indonesia merupakan negara yang menggunakan konsep two tier, di mana dewan terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris. Istilah dewan di Amerika lebih mengacu pada fungsi dari dewan komisaris. Dalam hasil penelitian yang dilakukan di Amerika, yang dimaksud dengandewan (board) adalah dewan komisaris.

Kamal (2011:146) di Indonesia, konsep Corporate Governance diperkenalkan secara resmi pada tahun 1999 ketika pemerintah membentuk Komite Nasional tentang Corporate Governance. Sebagaimana halnya di Negara-negara lain di dunia, komite ini melahirkan kode Corporate Governance, yang kemudian direvisi pada tahun 2005. Linda dan Febrianty (2010:190) Corporate Governance merupakan “seperangkat tata hubungan di antara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan”.

Menurut Corporate Governance perception index (CGPI) tahun 2012 yang dikeluarkan oleh IICG yang dimaksud dengan Corporate Governance adalah : “Struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan sebagai upaya


(62)

untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan norma, etika, budaya dan aturan yang berlaku”.

BUMN diwajibkan menjadikan prinsip-prinsip Corporate Governance sebagai landasan operasional kegiatan usaha dan memberikan pedoman yang lebih rinci bagi BUMN untuk menerapkan Corporate Governance berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, responsibilitas, serta kewajaran. Pemegang saham (principal) yang menyebar itu tidak memiliki pilihan selain menyewa orang lain atau manajer (agent) untuk mengelola perusahaan, yang kemudian melahirkan apa yang disebut dengan hubungan principal dan agent. Kamal (2011:147) hubungan principal dan agent memunculkan agency problem, dimana manajer yang menjalankan perusahaan cenderung menyelewengkan uang pemilik perusahaan. Hal itu bisa terjadi karena para manajer memegang informasi dan pengetahuan lebih tentang kondisi perusahan ketimbang pemilik perusahaan.

Menurut pedoman umum Corporate Governance yang dikeluarkan KNKG (2006:5) diakses dari www.ecgi.org terdapat lima prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik yaitu:

1. Keadilan (fairness)

Dalam kegiatannya, perusahaan harus senantiasa selalu memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2. Transparansi (transparancy)

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,


(63)

tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability)

Perusahaan harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

4. Pertanggungjawaban (responsibility)

Perusahaan mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

5. Independensi

Untuk melancarkan pelaksanaan Good Corporate Governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing bagian dalam perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

Dari penjelasan dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa keberadaan Corporate Governance menjadi salah satu alat proteksi bagi kepentingan pemegang saham (principal) yang hanya memiliki sedikit informasi tentang perusahaan. Corporate Governance menjadi suatu mekanisme pengawasan yang mendorong direksi melakukan kegiatan operasional perusahaan demi kepentingan pemegang saham. Dalam penelitian ini hanya ada dua proksi yang menggambarkan Corporate Governance, yaitu proporsi dewan komisaris independen dan komite audit.

2.1.4.1Komisaris Independen

Wardhani (2007) menjelaskan salah satu permasalahan dalam penerapan Corporate Governance adalah: “Adanya CEO yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Fungsi komisaris adalah untuk mengawasi kinerja dari


(64)

direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari dewan komisaris tersebut”.

Menurut Gedie dan Ghozali (2012:3), tingkat independensi dewan biasanya dihubungkan dengan jumlah direktur dari luar dalam dewan direksi, dan dualitas non-CEO (contohnya, CEO bukan anggota dewan). Lebih jauh, dualitas CEO biasanya mengarah pada menurunnya independensi dan keefektifan dewan direksi.

Meiryanda (2012 :199), penurunan independensi dapat memberikan akibat pada pengungkapan informasi perusahaan, sebagai hasil dari bertambahnya kekuatan manajer, yang tujuannya dapat berlawanan dengan pemegang saham. Keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integritas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegrasi, karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak luar di luar manajemen perusahaan.

Penelitian milik Nasir dan Abdullah (2004) menunjukan hasil positif bahwa komposisi board independence akan berpengaruh positif terhadap pengungkapan. Jadi seharusnya semakin besar komposisi dewan komisaris independen maka akan mendorong pengungkapan sukarela yang lebih baik.


(65)

2.1.4.2Komite Audit

Ardina dan Basuki (2013), pembentukan komite audit merupakan salah satu hal yang penting dalam menciptakan Corporate Governance yang baik. Komite berperan penting dalam memantau operasi perusahaan dan sistem pengendalian internal dengan tujuan melindungi pemegang saham.

Komite audit merupakan mekanisme penting untuk meningkatkan transparansi perusahaan, mendorong manajemen mengungkapkan informasi lebih lanjut.

Marta (2004), komite audit “membantu untuk memastikan akuntansi keuangan dan sistem pengawasan bekerja dengan baik”. Peran komite audit berkembang dari tahun ke tahun untuk memenuhi kebutuhan dan perubahan lingkungan bisnis. Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, rencana, dan komitmen jangka panjang.

Komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris (two tier systems) dalam mengawasi kinerja kegiatan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal dalam perusahaan dan untuk mempertahankan indenpedensi komite audit beranggotakan komisaris independen, dan pihak-pihak diluar perusahaan yang terlepas dari kegiatan manajemensehari-hari dan


(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori ... 9

2.1.1 Teori Keagenan ... 9

2.1.2 Voluntary Disclosure ... 11

2.1.3 Financial Distress ... 13

2.1.4 Corporate Governance ... 14


(2)

vi

2.1.4.2 Komite Audit ... 19

2.1.5 Leverage ... 20

2.2. Penelitian Terdahulu ... 22

2.3. Kerangka Konseptual ... 25

2.4. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 31

3.2. Tempat dan waktu penelitian ... 31

3.3. Jenis data dan Sumber data ... 31

3.4. Metode pengumpulan data ... 32

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 32

3.5.1 Variabel dependen / Variabel terikat ... 32

3.5.2 Variabel Independen/ Variabel bebas ... 33

3.6 Populasi dan Sampel penelitian ... 38

3.7 Teknik Analisis Data ... 42

3.7.1 Statistik Deskriptif ... 42

3.7.2 Uji Asumsi Klasik ... 43

3.7.3 Uji Hipotesis ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Statistik Deskriptif ... 50

4.2 Uji asumsi klasik ... 52

4.2.1 Uji Normalitas ... 52

4.2.2 Uji Miltikolinieritas ... 56


(3)

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 58

4.3 Uji Hipotesis ... 60

4.3.1 Koefisien Determinasi ... 60

4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (uji F) ... 61

4.3.3 Uji Signifikansi Parameter Individual ... 63

4.4. Analisis Regresi Berganda... 64

4.5. Pembahasan dan Hasil Penelitian ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan... 68


(4)

viii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 22

3.1 Definisi Operasional dan Indikator Variabel... 37

3.2 Daftar Populasi dan Sampel ... 39

4.1 Tabel Uji Statistik deskriptif ... 50

4.2 Tabel Kolmogorov-Smirnov test…………... 55

4.3 Tabel uji Multikolinieritas……... 56

4.4 Tabel Uji Autokorelasi...………. 58

4.5 Tabel Uji Heteroskedastisitas ... 60

4.6 Tabel Uji Koefisien determinasi ... 61

4.7 Tabel Uji statistik F..…………...…………... . 62


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.3 Kerangka Konseptual...25

4.1 Grafik Histogram…...53

4.2 Grafik Normal plot…...54


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Data Indeks Pengungkapan Sukarela…...74

Lampiran 2 Data Financial Distress………...75

Lampiran 3 Data proporsi dewan komisaris independen...76

Lampiran 4 Data Komite Audit………...77

Lampiran 5 Data Financial Leverage………...78

Lampiran 6 Data Hasil Olahan SPSS………...80


Dokumen yang terkait

Financial Distress, Corporate Governance dan Karakteristik Peruahaan terhadap Pengungkapan Sukarela pada Laporan Tahunan Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013)

0 3 165

Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)

3 20 155

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)

0 7 102

CORPORATE GOVERNANCE, TAX DISCLOSURE DAN VOLUNTARY FINANCIAL DISCLOSURE (Studi Pada Perusahaan di Indonesia yang terdaftar di BEI 2009-2012).

1 3 16

Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)

0 0 12

Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)

0 0 2

Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)

1 1 15

Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)

0 0 44

Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)

0 2 5

Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)

0 0 30