Evaluation of quality and digestibility of cassava peel, rubber seed, copra, cottonseed, and palm kernel meal fermented by Saccharomyces cerevisiae in juvenile of nile tilapia Oreochromis niloticus.

(1)

EVALUASI KUALITAS DAN KECERNAAN KULIT

SINGKONG, BIJI KARET, KOPRA,

BIJI KAPUK, DAN

PALM

KERNEL MEAL

DIFERMENTASI

Saccharomyces cerevisiae

PADA JUVENIL IKAN NILA

Oreochromis niloticus

ASEP EL-QUSAIRI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ABSTRAK

ASEP EL-QUSAIRI. Evaluasi kualitas dan kecernaan kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan palm kernel meal difermentasi Saccharomyces cerevisiae

pada juvenil ikan nila Oreochromis niloticus. Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan MIA SETIAWATI.

Pakan menyumbang sekitar 40-85% dalam komponen biaya produksi perikanan budidaya air tawar. Mahalnya harga pakan disebabkan oleh bahan baku yang digunakan masih mengandalkan impor untuk ketersediaannya seperti tepung ikan, bungkil kedelai, dan tepung terigu. Hal ini yang menyebabkan harga pakan tidak kompetitif. Oleh karena itu, diperlukan alternatif bahan baku pakan lokal (BBL) yang berpotensi mengurangi atau bahkan menggantikan komposisi bahan baku pakan impor dalam pakan. Akan tetapi rendahnya kualitas nutrisi BBL akibat tingginya kandungan serat kasar dan keberadaan zat faktor antinutrisi membuat BBL sulit dikembangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu, salah satunya dengan metode fermentasi. Penelitian ini menggunakan lima perlakuan, dua faktor, satu ulangan. Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah juvenil ikan nila Oreochromis niloticus yang memiliki bobot 16,26±2,43 gram. Pakan diberikan secara at satiation, tiga kali sehari. Bahan baku yang digunakan adalah kulit singkong, biji karet, biji kapuk, kopra, dan bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM). Fermentasi oleh

Saccharomyces cerevisiae mampu meningkatkan protein bahan uji antara 16,85-31,11% dan menurunkan serat kasar antara 2,46-31,65% serta meningkatkan kecernaan protein antara 0,25-11,7%, meningkatkan kecernaan energi antara 4,29-11,17% kecuali bahan uji kulit singkong dan juga mampu meningkatkan kecernaan bahan uji 1,37-61,19% pada juvenil ikan nila O. niloticus.

Kata kunci: bahan baku lokal, fermentasi, kecernaan.

ABSTRACT

ASEP EL-QUSAIRI. Evaluation of quality and digestibility of cassava peel,

rubber seed, copra, cottonseed, and palm kernel meal fermented by

Saccharomyces cerevisiae in juvenile of nile tilapia Oreochromis niloticus.

Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI and MIA SETIAWATI. Feed becomes the most expensive factor in freshwater aquaculture production. It often costs from 45% to 85% of total variable expensis, depending on its intensity of culture operation. The high price is caused by materials which used in this operation. The materials availability still rely on imports such as fish meal, soybean meal, and flour. This makes price of feedstuff is not competitive. Therefore, an alternative local’s feedstuffs which could potentially reduce or even replace imported feedstuff composition in diets is needed. However, the low quality of local’s feedstuffs nutrition make it difficult


(3)

to developed. This low quality caused by high crude fiber content and the presence of anti-nutritional substances factor, so it needs to be processed first by fermentation methods. This study used five treatments, two factors, and one replicates. Fish used in this study were juvenile of nile tilapia Oreochromis niloticus which has weight about 16,26±2,43 grams. Diets given at satiation, three times a day. The feedstuffs used are cassava peel, rubber seed, cottonseed, copra, and (Palm Kernel Meal, PKM). The result of this study showed some enhancements in fish content. The fermentation by Saccharomyces cerevisiae can increase fish (test material) protein around 16,85%-31,11%, decrease crude fiber around 2,46%-31,65%, increase protein digestibility around 0,25%-11,7%, increase digestibility of energy around 4,29%-11,17% (except for digestibilty in the cassava peel) and also increase the digestibility of feedstuffs around 1,37%-61,19% in juvenile of nile tilapia O. niloticus.


(4)

EVALUASI KUALITAS DAN KECERNAAN KULIT

SINGKONG, BIJI KARET, KOPRA,

BIJI KAPUK, DAN

PALM

KERNEL MEAL

DIFERMENTASI

Saccharomyces cerevisiae

PADA JUVENIL IKAN NILA

Oreochromis niloticus

ASEP EL-QUSAIRI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

EVALUASI KUALITAS DAN KECERNAAN KULIT SINGKONG, BIJI KARET, KOPRA, BIJI KAPUK, DAN PALM KERNEL MEAL DIFERMENTASI Saccharomyces cerevisiae PADA JUVENIL IKAN NILA Oreochromis niloticus

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

ASEP EL-QUSAIRI NIM. C14070097


(6)

Evaluasi Kualitas dan Kecernaan Kulit Singkong, Biji Karet,

Kopra, Biji Kapuk, dan Palm Kernel Meal Difermentasi

Saccharomyces cerevisiae pada Juvenil Ikan Nila Oreochromis

PENGESAHAN

Judul :

Nama : Asep El-Qusairi

NIM : C14070097

Departemen : Budidaya Perairan

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhammad Agus Suprayudi Dr. Mia Setiawati

NIP. 19650418 199103 1 003 NIP. 19641026 199203 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Odang Carman NIP. 19591222 198601 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kualitas dan Kecernaan Kulit Singkong, Biji Karet, Kopra, Biji Kapuk, dan Palm Kernel Meal Difermentasi Saccharomyces cerevisiae pada Juvenil Ikan Nila Oreochromis niloticus” ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Februari sampai dengan April 2011. Analisis proksimat bahan baku pakan, pakan uji, dan feses ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Pembuatan Pakan, pemeliharaan ikan dan proses fermentasi dilakukan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis energi feses dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011 Asep El-Qusairi


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Muhammad Agus Suprayudi dan Dr. Mia Setiawati sebagai Dosen Pembimbing skripsi ini yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk selalu memberikan bimbingan kepada penulis. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah membiayai penuh kuliah penulis dari awal hingga akhir masa studi. Bapak Wasjan dan ibu Retno atas bimbingannya selama di laboratorium. Bapak Maryanta dan ibu Yuli saat mengurus administrasi studi. Seluruh keluarga besar penulis terutama ayah dan ibu yang senantiasa memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis. Keluarga penerima Beasiswa Santri Berprestasi

Community of Santri Shoolars of Ministry of Religious Affair (CSS MoRA) IPB khususnya angkatan 2007. Sdri. Gebbie Edriani yang telah bekerjasama dan membantu penulis selama penelitian hingga proses penulisan skripsi. Sdri. Rizki Andini yang banyak membantu selama proses penelitian. Keluarga BDP 44 khususnya Dina Silmina, Nurfadhilah, Annisa Khairani Aras, Ridha Nugraha dan Arie Kurnianto.


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 17 Desember 1988 dari pasangan Bapak Nurhasan dan Ibu Jumriah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Setelah menyelesaikan pendidikan di MA Daarul Muqimien Tangerang tahun 2007, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) program Beasiswa Kementerian Agama Republik Indonesia pada program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Penerima Beasiswa Kementerian Agama RI (CSS MoRA) sebagai divisi Infokom (2007-2008) dan divisi Sosial Lingkungan (2008-2009). Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada beberapa mata kuliah yaitu Ikhtiologi (2009-2010), Nutrisi Ikan (2011), dan Teknologi Produksi Plankton, Benthos dan Alga (2011). Penulis juga pernah mengikuti Program Krativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian yang berjudul Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu Morinda citrifolia L. Dengan Metode Bioenkapsulasi Terhadap Sifat Kanibalisme Larva Ikan Lele Clarias sp. PKM Artikel Ilmiah yang berjudul Studi Mikrobiologis Air pada Beberapa Sumber Air Disekitar Kampus IPB Dramaga Bogor, dan Deteksi Koi Herpes

Virus (KHV) Dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

Penulis juga pernah melakukan praktek lapangan pembenihan ikan gurame

Osphronemus gouramy di Loka Riset Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang, Jawa Barat pada Februari 2009 dan ikan koi Cyprinus carpio di Isaku Koi Farm, Blitar, Jawa Timur pada Juni-Agustus 2010. Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul “Evaluasi Kualitas dan Kecernaan Kulit Singkong, Biji Karet, Kopra, Biji Kapuk, dan Palm Kernel Meal Difermentasi Saccharomyces cerevisiae pada Juvenil Ikan Nila Oreochromis niloticus”.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. METODOLOGI ... 4

2.1 Proses Fermentasi... 4

2.2 Pakan Uji ... 4

2.3 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ... 5

2.4 Analisis Kimia ... 6

2.5 Analisis Kecernaan ... 6

2.6 Parameter yang Diukur ... 7

2.6.1 Jumlah konsumsi pakan ... 7

2.6.2 Kecernaan ... 7

2.6.3 Sintasan (Survival Rate, SR)... 8

2.6.4 Konversi pakan (Feed Conversion Ratio, FCR) ... 8

2.6.5 Laju pertumbuhan harian ... 8

2.7 Analisis Data ... 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

3.1 Hasil ... 9

3.2 Pembahasan ... 12

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

4.1 Kesimpulan ... 23

4.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

LAMPIRAN ... 27


(11)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan Palm Kernel Meal (PKM) tanpa dan difermentasi oleh

Saccharomyces cerevisiae ... 4 2. Kisaran nilai kualitas air akuarium pemeliharaan juvenil ikan nila O.

niloticus ... 6 3. Komposisi proksimat kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk,

bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM) tanpa dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae (% bobot kering) dan % perubahannya .. 9

4. Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, PKM tanpa dan difermentasi

Saccharomyces cerevisiae (% bobot kering), dan % perubahannya ... 10 5. Nilai kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan dengan

penambahan 30% bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae pada ikan nila O. niloticus (% bobot kering), dan % perubahannya ... 11

6. Nilai Laju Pertumbuhan Harian (LPH), konversi pakan (Feed

Conversion Ratio, FCR), Jumlah Konsumsi Pakan (JKP), dan sintasan (Survival Rate, SR) pada juvenil ikan nila dan % perubahannya ... 12

Halaman


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Metode fermentasi... 27

2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 600 g pakan ... 27

3. Skema tata letak akuarium perlakuan ... 27

4. Data kualitas air pada awal dan akhir pemeliharaan ikan perlakuan ... 28

5. Prosedur analisis proksimat ... 28

5.1 Prosedur analisis kadar air ... 28

5.2 Prosedur analisis serat kasar ... 28

5.3 Prosedur analisis kadar protein ... 29

5.4 Prosedur analisis kadar lemak ... 30

5.5 Prosedur analisis kadar abu... 30

6. Analisis Cr2O3 ... 31

7. Kecernaan protein pakan ikan nila Oreochromis niloticus pada bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae ... 32

8. Kecernaan energi pakan ikan nila O. niloticus pada bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh S. cerevisiae ... 33

9. Kecernaan bahan pakan ikan nila O. niloticus pada bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh S. cerevisiae ... 34

10.Sintasan ikan nila O. niloticus setelah dipelihara selama 30 hari pada uji kecernaan bahan kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh S. cerevisiae ... 35

11.Jumlah Konsumsi Pakan (JKP) dan konversi pakan (Feed Conversion Ratio, FCR) ikan nila O. niloticus setelah dipelihara selama 30 hari pada uji kecernaan bahan kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh S. cerevisiae ... 35

12.Laju Pertumbuhan Harian (LPH) ikan nila O. niloticus setelah dipelihara selama 30 hari pada uji kecernaan bahan kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh S. cerevisiae... 36

Halaman


(13)

1

I.

PENDAHULUAN

Pakan menyumbang sekitar 40-85% dalam komponen biaya produksi perikanan budidaya air tawar (Suprayudi, 2010). Komponen utama pakan yang dibutuhkan ikan sebagai sumber energi adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Protein yang terdapat dalam pakan sebagian besar bersumber dari tepung ikan dan bungkil kedelai, sementara sumber karbohidrat berasal dari tepung pollard dan tepung terigu. Sebagian besar bahan baku tersebut harus diimpor untuk ketersediaannya, sehingga menyebabkan harga pakan menjadi tidak kompetitif terutama untuk pakan ikan budidaya air tawar. Oleh karena itu, harus ada alternatif bahan baku lokal yang harganya lebih kompetitif dari bahan impor, jumlahnya melimpah dan terjaga kontinuitasnya, sehingga diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menggantikan penggunaan bahan baku pakan impor tersebut.

Syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan baku adalah mengandung nutrien yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, diutamakan dari sumber nabati, tidak berkompetisi dengan kebutuhan manusia, berbasis hasil samping, jumlah melimpah, dan tidak mengandung hazard material (Suprayudi, 2010). Beberapa bahan baku pakan lokal yang mempunyai potensi sebagai bahan baku pakan alternatif yang berasal dari hasil samping agroindustri diantaranya kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM). Bahan-bahan tersebut sangat mudah diperoleh di Indonesia dalam jumlah yang cukup melimpah. Selain itu, pemanfaatan terhadap hasil samping agroindustri tersebut masih belum maksimal karena lebih banyak dibuang dan tidak termanfaatkan.

Kulit Singkong Manihot utilissima merupakan hasil samping agroindustri dari industri pengolahan singkong seperti industri tepung tapioka dan keripik singkong di Indonesia yang jumlahnya melimpah. Menurut Badan Pusat Statistik (2008), produksi singkong di Indonesia mencapai 21.756.991 ton. Sekitar 15-20% bagian singkong adalah kulit dan sisanya adalah umbinya. Kulit singkong mengandung protein sebesar 8,2%, lemak 3,1%, abu 6,4%, serat kasar 12,5%, dan karbohidrat 64,6%. Akan tetapi kulit singkong juga mengandung zat faktor


(14)

2 antinutrisi (Anti-Nutritional Factors, ANFs) seperti HCN dan asam fitat (Oboh, 2005).

Biji Karet Havea brasiliensis merupakan salah satu kandidat bahan baku pakan alternatif yang bisa digunakan untuk pakan ikan. Menurut Badan Pusat Statistik (2008), jumlah produksi karet di Indonesia tahun 2008 mencapai 586.081 ton. Jumlah produksi yang besar menyebabkan potensi hasil samping yang besar pula, sehingga ketersediaan biji karet cukup melimpah di Indonesia. Biji karet mengandung protein 21,90%, serat kasar 5,1%, lemak 15,8%, dan abu 2,3%. Namun, biji karet juga mengandung racun yang merupakan hasil dari aktivitas enzim yang terdapat pada tanaman itu sendiri yaitu cyanoenic glucosidal yang menghasilkan asam sianida (HCN) (Oyewushi et al., 2007).

Biji Kapuk Gossypum hirsitum merupakan hasil samping agroindustri dari industri pembuatan kapas yang berpotensi digunakan sebagai bahan baku pakan. Biji kapuk mengandung protein yang cukup tinggi yaitu 31,70%. Akan tetapi, kandungan serat kasarnya juga tinggi yaitu sebesar 20,50%. Biji kapuk juga mengandung ANFs berupa gosipol sebesar 0,3%-3,4%. Terdapat dua jenis gosipol yaitu gosipol bebas yang bersifat racun, dan gosipol terikat yang tidak berbahaya. Kandungan gosipol bebas bervariasi tergantung spesies tanaman, jenis tanah, dan iklim. Proses pengepresan disertai pemanasan akan meningkatkan kandungan protein dan terjadi konversi gosipol bebas menjadi bentuk terikat (Murni et al., 2008).

Kopra Cocos nucifera merupakan produk hasil samping dari ekstraksi minyak kelapa yang jumlahnya juga melimpah di Indonesia. Nutrien yang terkandung dalam kopra diantaranya karbohidrat 48%, protein 21%, dan lemak 5,7% serta mengandung lignin sebesar 5% (Sundu et al., 2006). Selain itu, kopra juga mengandung polisakarida yang tidak dapat dicerna seperti mannan dan galaktomannan (Hatta dan Sundu, 2009)

Bungkil Kelapa Sawit (Palm Kernel Meal, PKM) Elaeis guineensis

merupakan salah satu limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan minyak kelapa sawit. Indonesia mampu memproduksi PKM sebanyak 2.646.577 ton per tahunnya (BPS, 2008), sehingga jumlahnya sangat melimpah. PKM mengandung protein 20,04%, serat kasar 15,47% dan abu 7,56% (Dairo dan Fasuyi, 2007).


(15)

3 Sedangkan menurut Ezieshi dan Olomu (1995), PKM mengandung protein 16,0-21,3%, serat kasar 6,7-17,5%, dan abu 4,3%. Selain itu, ANFs yang terdapat dalam PKM adalah Non-Starch Polysaccharides (NSPs) berupa mannan dan galaktomannan.

Upaya pemanfaatan bahan baku pakan lokal tersebut masih mengalami kendala yaitu tingginya kandungan serat kasar, adanya zat faktor antinutrisi, dan rendahnya kandungan protein. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengolahan bahan baku pakan lokal tersebut sebelum digunakan sebagai bahan pakan, salah satunya dengan fermentasi. Menurut Pamungkas (2010), teknologi untuk meningkatkan mutu bahan pakan adalah dengan fermentasi. Secara umum semua produk akhir fermentasi biasanya mengandung senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna dari pada bahan asalnya (Sari dan Purwadaria, 2004). Fermentasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme seperti kapang, khamir, dan bakteri. Salah satu khamir yang digunakan dalam kegiatan fermentasi bahan pakan adalah khamir Saccharomyces cerevisiae (Labuza, 1980 dalam Deman, 1997). Merujuk pada penyataan tersebut, maka penelitian ini menggunakan khamir S. cerevisiae. Pemanfaatan bahan baku pakan lokal hasil samping agroindustri yang ditingkatkan nilai nutrisinya melalui teknik fermentasi diharapkan dapat mencukupi kebutuhan bahan baku sumber protein dan karbohidrat sehingga mampu mengurangi penggunaan tepung ikan, bungkil kedelai, dan tepung terigu yang masih impor.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kadar nutrien terutama peningkatan protein dan penurunan serat kasar dalam beberapa bahan baku pakan diantaranya kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM melalui proses fermentasi menggunakan S. cerevisiae dan menguji kecernaan bahan baku tersebut meliputi kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan terhadap juvenil ikan nila Oreochromis niloticus. Ikan nila dipilih sebagai ikan uji karena merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar unggulan yang cocok dibudidayakan dalam sistem intensif karena memiliki karakteristik unggulan seperti pertumbuhan cepat, kemampuan untuk bertahan hidup yang baik pada padat penebaran tinggi, dan mudah menerima pakan buatan (Azaza et al., 2009).


(16)

4

II.

BAHAN DAN METODE

2.1 Proses Fermentasi

Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pakan difermentasi

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae 0,9% w/w selama 24 jam dalam

kondisi aerob. Setelah itu bahan dioven selama dua jam pada suhu 60 oC. Kemudian bahan yang sudah difermentasi dianalisis proksimat. Penggunaan dosis khamir yaitu 0,9% w/w selama 24 jam didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yaitu fermentasi pada PKM menggunakan dosis 0,3%, 0,6%, dan 0,9% selama 24 jam dan 48 jam. Hasil yang terbaik diperoleh pada dosis 0,9% w/w selama 24 jam. Metode fermentasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.2 Pakan Uji

Pakan perlakuan yang digunakan adalah pakan pembanding yang terdiri dari 100% pakan komersil dan pakan uji yang terdiri dari 70% pakan komersil dan 30% bahan. Semua pakan perlakuan ditambahkan kromium trioksida (Cr2O3) sebanyak 0,5% sebagaiindikator kecernaan (NRC, 1993). Semua pakan perlakuan dibuat dalam bentuk pelet kering. Proses pembuatan pakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Komposisi pakan pembanding, pakan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan Palm Kernel Meal (PKM) ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae

Pakan Perlakuan Pakan

komersil (%) Bahan (%) Binder

(%) Cr2O3 (%) Total (%)

Kulit Singkong TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

Biji Karet TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

Kopra TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

Biji Kapuk TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

PKM TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

Pakan

pembanding 96,5 0,0 3,0 0,5 100,0


(17)

5

2.3 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah juvenil ikan nila

Oreochromis niloticus yang memiliki bobot 16,26±2,43 gram. Sebelum ditebar, ikan dikarantina dalam akuarium karantina selama lima hari menggunakan larutan garam untuk membunuh parasit yang menempel pada tubuh ikan. Selama masa karantina, air akuarium diganti 70% setiap dua kali sehari dan suhu air dipertahankan 29-30 oC menggunakan termostat. Setelah itu ikan ditebar ke masing-masing akuarium dengan jumlah enam ekor per akuarium.

Wadah yang digunakan untuk masing-masing ikan adalah akuarium berukuran 50 x 40 x 35 cm sebanyak 12 buah serta satu buah bak fiber sebagai tandon. Skema tata letak akuarium perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 3. Keseluruhan akuarium dirangkai membentuk suatu sistem resirkulasi. Akuarium diisi dengan ketinggian air efektif 30 cm dan diaerasi selama 24 jam. Sisi wadah ditutup dengan plastik hitam sebagai pencegahan stres ikan akibat aktivitas orang disekitarnya. Empat buah termostat diletakkan pada tandon untuk menjaga kestabilan suhu pada kisaran 28-30°C.

Sebelum perlakuan dimulai, ikan dipuasakan selama 48 jam guna menghilangkan sisa pakan dalam saluran pencernaan. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 30 hari. Pengukuran bobot ikan uji dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan, sebelum ditimbang ikan dipuasakan selama 24 jam. Apabila terdapat ikan yang mati pada masa pemeliharaan, ikan tersebut segera dikeluarkan dari dalam akuarium untuk ditimbang dan dicatat bobotnya. Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB secara at satiation (hingga kenyang). Sisa-sisa pakan yang tidak termakan dikumpulkan untuk menghitung Jumlah Konsumsi Pakan (JKP) sebenarnya pada akhir penelitian. Pakan ditimbang pada awal perlakuan dan sisa pakan diakhir perlakuan.

Faktor kualitas air yang diperhatikan antara lain adalah suhu yang diamati setiap pagi, siang, dan sore hari sebelum pemberian pakan. Pengukuran suhu dilakukan secara in situ dengan menggunakan termometer. Pengukuran parameter kualitas air lainnya yaitu pH, alkalinitas, kesadahan, oksigen terlarut (Dissolve Oxigen, DO) dan TAN dilakukan sebelum dan sesudah pemeliharaan ikan. Penambahan air baru pada tandon dilakukan satu minggu sekali sebanyak 50%


(18)

6 dari volume awal air tandon. Data kualitas air akuarium pemeliharaan ikan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air pada awal dan akhir pemeliharaan ikan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 2. Kisaran nilai kualitas air akuarium pemeliharaan juvenil ikan nila

Oreochromis niloticus

Parameter Kisaran Nilai Satuan

Suhu 28-29 oC

DO 4,00-4,74 ppm

pH 5,87-6,90 -

Alkalinitas 18-20 mg CaCO3

Kesadahan 96,10-100,1 mg CaCO3

TAN 0,38-0,47 ppm

2.4 Analisis Kimia

Analisis proksimat dilakukan terhadap bahan baku pakan sebelum dan sesudah difermentasi serta pakan perlakuan. Analisis yang dilakukan meliputi kadar protein, lemak, serat kasar, kadar abu, kadar air, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Analisis energi dilakukan terhadap pakan uji dan feses menggunakan alat Bomb Kalorimeter.

Analisis proksimat untuk protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, lemak kering dilakukan dengan metode Soxchlet, kadar abu dengan pemanasan sampel dalam tanur bersuhu 600 oC, serat kasar menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan, dan kadar air dengan pemanasan dalam oven bersuhu 105-110 oC (Takeuchi, 1988). Metode analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 5.

2.5 Analisis kecernaan

Pengukuran kecernaan dilakukan pada akhir penelitian yaitu setelah pemeliharaan selama 30 hari dan pengukuran kinerja pertumbuhan telah selesai. Setelah lima hari pemberian pakan yang dicampur dengan Cr2O3, feses mulai dikumpulkan setiap harinya (Silva, 1989) dan disimpan dalam lemari pendingin. Proses pengumpulan feses dilakukan selama 21 hari. Feses yang telah terkumpul kemudian dikeringkan menggunakan oven bersuhu 105-110 oC selama 5-6 jam. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan protein dan kromium trioksida (Cr2O3)


(19)

7 feses yang sudah dikeringkan. Analisis protein feses dilakukan dengan metode Kjeldahl. Analisis Cr2O3 dalam pakan dan feses dilakukan dengan proses oksidasi dan dilanjutkan dengan pembacaan nilai absorban menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm. Metode analisis kecernaan dapat dilihat pada Lampiran 6.

2.6 Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

2.6.1 Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)

Pengukuran JKP ditentukan dengan menghitung selisih berat jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tidak dimakan. Pakan yang diberikan selama percobaan dijumlahkan kemudian dikurangi dengan sisa pakan yang dikumpulkan dan sudah dikeringkan.

2.6.2 Kecernaan

Parameter kecernaan yang diukur adalah kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan. Nilai kecernaan protein, dan kecernaan energi (Takeuchi, 1988) dan kecernaan bahan (Watanabe, 1988) dihitung berdasarkan persamaan;

Kecernaan protein = [1-(b’/b) x (a/a’)] x 100%

Energi tercerna = Ep –[Ef x n/n’]

Kecernaan energi = [Energi tercerna/Energi pakan] x 100%

Kecernaan Bahan = ADT− 0,7 AD

0,3

Keterangan:

a = % Cr2O3 dalam pakan

a’ = % Cr2O3 dalam feses

b = % nutrien dalam pakan

b = % nutrien dalam feses

Ep = energi pakan (kkal/100 gram pakan) Ef = energi feses (kkal/100 gram pakan) n = mg Cr2O3/gram pakan

n’ = mg Cr2O3/gram feses

ADT = nilai kecernaan energi (kecernaan total) pakan uji


(20)

8

2.6.3 Sintasan (Survival Rate, SR)

Nilai SR ikan dapat diketahui dengan menghitungnya dengan persamaan berikut ini;

SR = Nt

No x 100%

Keterangan :

Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan awal pemeliharaan

2.6.4 Konversi pakan (Feed Conversion Ratio, FCR)

Nilai FCR dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut;

FCR = F

Wt + D −Wo

Keterangan :

F = Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan

Wt = Biomassa ikan diakhir pemeliharaan Wo = Biomassa awal ikan

D = Biomassa ikan mati

2.6.5 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Nilai LPH ikan uji dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini;

LPH = wt

wo

t

−1 x 100%

Keterangan:

wt = Bobot akhir rata-rata ikan uji (gram) wo = Bobot awal rata-rata ikan uji (gram)

t = Lama waktu pemeliharaan (hari)

2.7 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa rancangan acak kelompok. Nilai kecernaan energi, kecernaan protein, kecernaan bahan, sintasan (Survival Rate, SR), Jumlah Konsumsi Pakan (JKP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), dan konversi pakan (Feed Conversion Ratio, FCR) diolah secara deskriptif menggunakan Microsoft Office Excel 2007.


(21)

9

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah difermentasi terdapat pada Tabel 3. Sedangkan hasil analisis proksimat pakan pembanding dan pakan uji ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 3. Komposisi proksimat kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, bungkil

kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM) tanpa dan difermentasi oleh

Saccharomyces cerevisiae (% bobot kering), dan % perubahannya

Proksimat Perlakuan

Bahan Kulit

Singkong Biji Karet Kopra Biji Kapuk PKM

Protein (%) TF 7,72 28,09 25,99 27,80 18,17

F 9,10 36,82 31,29 32,49 21,97

P 17,80 31,11 20,40 16,85 20,92

Lemak (%) TF 1,14 5,83 1,15 9,51 0,43

F 1,29 4,84 1,22 8,98 0,33

P 12,75 -16,97 6,08 -5,53 -23,25

Kadar abu (%) TF 3,35 7,06 7,76 10,79 3,45

F 3,51 7,11 10,01 10,89 4,37

P 4,77 0,71 28,99 0,93 26,67

Serat kasar (%) TF 15,07 11,10 17,58 30,93 26,16

F 14,70 8,95 20,78 28,39 17,88

P -2,46 -19,37 18,20 -8,21 -31,65

BETN (%) TF 72,72 47,93 47,46 20,96 51,79

F 71,41 36,77 36,77 19,26 55,45

P -1,80 -23,28 -22,52 -8,14 7,07

GE (kkal/100

g)* TF 352,14 408,57 351,58 331,03 318,11

F 355,82 425,03 336,76 345,33 353,46

P 1,05 4,03 -4,22 4,32 11,11

Keterangan:

TF = Tanpa fermentasi F = Fermentasi P = Perubahan (%)

BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen SK = Serat Kasar

*GE = Gross Energy (Watanabe, 1988)

1 gram protein = 5,6 kkal GE

1 gram karbohidrat/BETN = 4,1 kkal GE

1 gram lemak = 9,4 kkal GE

Hasil fermentasi pada bahan uji diatas menunjukkan peningkatan kadar protein dan penurunan kadar serat kasar pada bahan uji yaitu kulit singkong, biji kapuk, biji karet, dan PKM. Protein kulit singkong naik sebesar 17,80% dan serat


(22)

10 kasar turun sebesar 2,46%, protein biji karet naik 31,11% dan serat kasar turun 19,37%, protein biji kapuk naik 16,85%, dan serat kasar turun 8,21%, serta protein PKM naik 20,92% dan serat kasar turun 31,65%. Namun pada kopra menunjukkan hasil yang sebaliknya, terjadi kenaikan serat kasar sebesar 18,20% setelah bahan tersebut difermentasi.

Tabel 4. Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, PKM tanpa dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae (% bobot kering), dan % perubahannya

Proksimat Perlakuan Pakan

Kulit

Singkong Biji Karet Kopra

Biji

Kapuk PKM

Pakan pembanding

Protein (%) TF 21,71 28,84 27,38 28,98 23,88 29,29

F 23,17 33,40 27,82 29,68 30,91 -

P 6,73 15,81 1,61 2,42 29,44 -

Lemak (%)

TF 5,52 11,63 5,74 8,33 5,66 6,11

F 4,56 9,66 4,87 6,86 4,25 -

P -17,39 -16,94 -15,16 -17,65 -24,91 -

Kadar abu (%)

TF 8,74 8,96 9,53 10,35 9,07 10,44

F 8,80 9,24 9,77 10,47 9,26 -

P 0,69 3,13 2,52 1,16 2,10 -

Serat kasar (%)

TF 7,29 7,51 8,15 13,42 12,27 4,48

F 6,81 7,07 10,06 11,78 10,88 -

P -6,58 -5,86 23,44 -12,22 -11,33 -

BETN (%) TF 56,75 43,06 49,20 38,91 49,12 49,68

F 56,66 40,64 47,48 41,22 44,70 -

P -0,16 -5,62 -3,50 5,94 -9,00 -

GE (kkal/100 g)*

TF 406,09 447,41 409,00 400,15 388,33 425,13

F 404,96 444,45 396,27 399,65 396,31 -

P -0,28 -0,66 -3,11 -0,12 2,05 -

C/P** TF 18,71 15,52 14,94 13,81 16,26 14,51

T 17,48 13,31 14,24 13,47 12,82 -

Keterangan :

TF = Tanpa fermentasi

F = Fermentasi

P = Persentase perubahan (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen *GE = Gross Energy (Watanabe, 1988)

1 g protein = 5,6 kkal GE

1 g karbohidrat/ BETN = 4,1 kkal GE

1 g lemak = 9,1 kkal GE

**C /P = energi/ protein (kkal GE/100 g protein)

Berdasarkan Tabel 4, hasil proksimat pakan uji menunjukkan peningkatan kandungan protein pakan dan penurunan serat kasar pada beberapa pakan dengan penambahan 30% bahan uji difermentasi yaitu pada pakan uji kulit singkong, biji


(23)

11 karet, biji kapuk, dan PKM. Protein kulit singkong naik sebesar 6,73% dan serat kasar turun sebesar 6,58%, protein biji karet naik 15,81% dan serat kasar turun 5,86%, protein biji kapuk naik 2,42% dan serat kasar turun 12,22%, serta protein PKM naik 29,44% dan serat kasarnya turun 11,33%. Namun pada pakan uji dengan penambahan 30% kopra difermentasi terjadi kenaikan serat kasar sebesar 23,44%. Serat kasar pakan pembanding masih yang terendah dibandingkan dengan pakan uji yaitu sebesar 4,48%.

Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengevaluasi potensi sebuah bahan baku untuk digunakan pada pakan adalah mengukur kecernaannya (Watanabe, 1988). Nilai kecernaan menunjukkan besarnya nutrien yang mampu diserap tubuh dan tidak dikeluarkan melalui feses. Nilai kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan pada juvenil ikan nila dapat dilihat pada Tabel 5. Data tiap ulangan dapat dilihat pada Lampiran 7-9.

Tabel 5. Nilai kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan dengan penambahan 30% bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae pada ikan nila O. niloticus

(% bobot kering), dan % perubahaannya

Parameter

(%) Perlakuan

Bahan Kulit

Singkong

Biji Karet Kopra Biji Kapuk PKM

Kecernaan protein

TF 79,19±2,00 83,93±2,31 79,93±5,10 76,28±0,98 78,16±0,76

F 79,40±0,57 88,98±1,09 81,49±2,64 79,95±3,12 86,82±1,40

P 0,25 6,02 1,94 4,80 11,07

Kecernaan energi

TF 69,19±0,15 74,95±0,17 65,36±0,89 63,26±0,09 60,01±0,24

F 68,96±0,36 78,16±1,50 69,14±0,29 70,33±0,81 66,30±0,15

P -0,34 4,29 5,78 11,17 10,48

Kecernaan bahan

TF 46,34±0,52 61,44±0,69 38,95±3,27 22,33±0,31 24,62±0,79

F 46,98±0,12 75,11±5,55 41,61±1,07 29,23±3,43 39,69±0,52

P 1,37 22,24 6,83 30,87 61,19

Keterangan: Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. TF (tanpa fermentasi), F (difermentasi), P (perubahan (%))

Berdasarkan Tabel 5, nilai kecernaan protein dan kecernaan bahan dengan penggunaan 30% bahan uji difermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan bahan uji tanpa fermentasi. Nilai kecernaan protein tertinggi diperoleh pada pakan biji karet fermentasi yaitu 88,98±1,09% dan terendah adalah biji kapuk yaitu 76,28±4,03%. Sedangkan nilai kecernaan energi kulit singkong mengalami penurunan sebesar 0,34% ketika menggunakan 30% kulit singkong fermentasi.


(24)

12 Nilai kecernaan energi tertinggi diperoleh pada pakan biji karet fermentasi yaitu 78,16±1,50% dan nilai terendah adalah pakan uji PKM yaitu 60,01±0,24%. Nilai kecernaan bahan tertinggi diperoleh pada pakan biji karet fermentasi dengan nilai sebesar 75,11±5,55% dan nilai terendah adalah biji kapuk yaitu 22,34±0,38%. Nilai Laju Pertumbuhan Harian (LPH), konversi pakan (Feed Conversion Ratio, FCR), Jumlah Konsumsi Pakan (JKP), dan sintasan (Survival Rate, SR) pada juvenil ikan nila O. niloticus dapat dilihat pada Tabel 6. Data perhitungan nilai LPH, FCR, JKP, dan SR dilihat pada Lampiran 10-12.

Tabel 6. Nilai Laju Pertumbuhan Harian (LPH), konversi pakan (Feed Conversion Ratio, FCR), Jumlah Konsumsi Pakan (JKP), dan sintasan (Survival Rate, SR) pada juvenil ikan nila O. niloticus dan % perubahannya

Parameter Perlakuan

Bahan Kulit

Singkong Biji Karet Kopra Biji Kapuk PKM

LPH (%) TF 2,26 1,50 2,89 0,82 2,93

F 2,24 1,37 2,44 1,39 2,50

P -0,88 -8,67 -15,57 69,51 -14,68

FCR TF 1,72 2,54 1,91 3,15 1,90

F 1,75 1,71 1,53 2,09 1,87

P 1,74 -32,68 -19,90 -33,65 -1,58

JKP (gram) TF 164,84 131,64 228,15 84,04 254,52

F 189,79 86,78 164,58 114,36 213,06

P 15,14 -34,08 -27,86 36,08 -16,29

SR (%) TF 100,00 100,00 100,00 66,67 100,00

F 100,00 100,00 83,33 83,33 100,00

P 0,00 0,00 -16,67 24,99 0,00

Keterangan: TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi. P = perubahan (%)

Nilai JKP tertinggi diperoleh pada perlakuan pakan PKM yaitu 254,52 g dan terendah yaitu pakan biji kapuk yaitu 84,04 g. Nilai LPH pakan uji tertinggi diperoleh pada pakan PKM yaitu 2,93%. Efisiensi pakan uji yang tertinggi diperoleh pada pakan kopra fermentasi dengan nilai FCR 1,53. Kematian ikan uji terjadi pada pakan perlakuan biji kapuk dengan tingkat mortalitas (mortality rate, MR) sebesar 33,33%, biji kapuk fermentasi 16,67%, dan kopra 16,67%.

3.2 Pembahasan

Pemanfaatan bahan baku pakan alternatif telah banyak dilakukan untuk mengatasi masalah mahalnya bahan baku pakan konvensional sumber protein utama yaitu tepung ikan dan bungkil kedelai, serta sumber karbohidrat yaitu


(25)

13 tepung terigu yang masih mengandalkan pasokan impor untuk ketersediaannya, sehingga bahan baku lokal menjadi alternatif bahan baku pakan karena mudah didapat dan biasanya berupa hasil samping yang belum termanfaatkan secara optimal. Akan tetapi, upaya pemanfaatan bahan baku lokal tersebut masih mengalami kendala yaitu tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya kandungan protein kasar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hertrampf dan Pascual (2000) bahwa kelemahan bahan baku pakan yang berasal dari bahan nabati adalah keberadaan zat anti nutrisi, serat kasar dan kadar abu yang tinggi. Hal ini menyebabkan kecernaan bahan yang rendah sehingga diperlukan upaya pengolahan bahan baku pakan lokal tersebut sebelum digunakan sebagai bahan pakan. Menurut Pamungkas (2010), teknologi untuk meningkatkan mutu bahan pakan adalah dengan fermentasi. Secara umum semua produk akhir fermentasi biasanya mengandung senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna daripada bahan asalnya (Sari dan Purwadaria, 2004).

Mikroorganisme yang digunakan untuk memfermentasi bahan uji dalam penelitian ini adalah khamir Saccharomyces cerevisiae. Dosis yang digunakan adalah 0,9% w/w dan air yang ditambahkan sebanyak 60% w/w. Fermentasi dilakukan dalam keadaan aerob. Hal ini merujuk pada Labuza (1980) dalam

Deman (1997), yaitu salah satu khamir yang digunakan dalam kegiatan fermentasi bahan pakan adalah khamir S. cerevisiae yang bersifat aerobik. Dalam menumbuhkannya diperlukan oksigen yang cukup agar proses fermentasi berlangsung. Selain oksigen, air dan glukosa merupakan komponen penting dalam proses pertumbuhan khamir. Air merupakan komponen penting yang mampu mempengaruhi besarnya laju pertumbuhan mikroba. Khamir tumbuh baik dengan kondisi air pada substrat 70-80% (Fardiaz, 1988), oleh karena itu pada proses fermentasi ini dilakukan penambahan air sebanyak 60% w/w dari total substrat untuk mendukung pertumbuhan khamir karena bahan yang digunakan mengandung air sekitar 8-14%, sementara glukosa digunakan sebagai sumber energi bagi khamir untuk tumbuh yang diperoleh dari bahan berkarbohidrat, karena sumber energi utama bagi khamir adalah atm C, O, dan H yang merupakan molekul penyusun karbohidrat. S. cerevisiae mampu memproduksi sejumlah


(26)

14 enzim meliputi amilase, lipase, dan protease (Abun, 2005) yang dapat melisis komponen karbohidrat, lemak, dan protein.

Hasil fermentasi menunjukkan peningkatan kadar protein dan penurunan kadar serat kasar pada bahan uji yaitu kulit singkong, biji kapuk, biji karet, dan

Palm Kernel Meal (PKM). Protein kulit singkong naik sebesar 17,80% dan serat kasar turun sebesar 2,45%, protein biji karet naik 31,11% dan serat kasar turun 19,37%, protein biji kapuk naik 16,85%, dan serat kasar turun 8,21%, serta protein PKM naik 20,92% dan serat kasar turun 31,65%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Oboh (2006), bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan nutrisi suatu bahan melalui biosintesis vitamin, asam amino essensial dan protein, serta meningkatkan kualitas protein dan kecernaan serat. Peningkatan protein tertinggi dan penurunan kadar serat kasar terbaik dicapai pada bahan uji PKM yaitu masing-masing sebesar 20,92% dan -31,65%, artinya jumlah biomassa

S. cerevisiae terbesar terdapat pada PKM serta aktivitas enzimatis yang optimal terjadi pada proses fermentasi PKM, karena menurut Muhiddin et al. (2000) peningkatan protein berasal dari biomassa sel khamir yang tumbuh pada media. Kandungan Protein Sel Tunggal (PST) pada khamir berkisar 39-65% dari total berat kering sel (Fardiaz, 1988). Penurunan serat kasar yang cukup signifikan

diduga S. cerevisiae mengandung enzim mannanase, glukosidase, dan

galaktosidase yang cukup tinggi, karena menurut (Yopi et al., 2006) mannan merupakan komponen serat setelah selulosa dan xylan yang banyak terdapat pada limbah perkebunan kelapa sawit. Untuk proses hidrolisa mannan tersebut, selain mannanase juga diperlukan enzim glukosidase atau galaktosidase. Berdasarkan hasil tersebut, diduga bahwa khamir S. cerevisiae dapat hidup dengan baik pada substrat PKM dan memperoleh nutrisi yang cukup dari PKM untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga, dibandingkan dengan bahan uji lainnya, S. cerevisiae lebih cocok digunakan untuk memfermentasi PKM.

Hasil yang berbeda terjadi pada kopra karena menunjukkan hasil yang sebaliknya, serat kasar naik sebesar 18,23% setelah bahan tersebut difermentasi. Akan tetapi, sebenarnya komponen serat yang dominan terdapat pada kopra adalah mannan dan galaktomannan (Hatta dan Sundu, 2009) sama seperti yang terdapat pada PKM. Sehingga merujuk pada hasil yang diperoleh pada proses


(27)

15 fermentasi PKM, seharusnya serat kasar pada kopra juga mengalami penurunan. Namun, kondisi tersebut (kenaikan serat kasar) pada kopra diduga karena khamir

S. cerevisiae tidak mendapatkan nutrisi yang mencukupi untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Aisjah

et al. (2007), bahwa terjadinya peningkatan serat kasar pada bahan dapat disebabkan adanya serat-serat yang berasal dari miselium kapang yang menyebabkan peningkatan serat kasar bahan. Serat kasar dari misellium terjadi akibat kapang yang ditumbuhkan pada media mati karena nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh tidak mencukupi dengan jumlah kapang yang tersedia. Begitu pula dengan khamir, kekurangan nutrien pada substrat menyebabkan kematian sehingga terjadi akumulasi biomassa sel yang mengandung serat kasar pada dinding selnya berupa glukan (selulosa) dan mannan. Glukan dan mannan merupakan komponen terbesar penyusun dinding sel khamir, yakni masing-masing sekitar 30-35% dan 30% (Fardiaz, 1989b). Oleh karena itu, peningkatan serat kasar pada kopra diduga akibat akumulasi dari sel khamir yang mati dan proses enzimatis untuk menghidrolisis senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana belum berjalan optimal akibat keterbatasan nutrien.

Nilai nutrisi dari pakan tidak hanya semata-mata berdasarkan komposisi kimia tetapi juga berdasarkan jumlah nutrien atau energi yang dapat diserap atau digunakan oleh ikan. Kecernaan merupakan kombinasi mekanik dan kimia pada proses penghancuran pakan menjadi bentuk yang lebih sederhana yang siap diserap oleh dinding usus dan masuk kedalam sistem peredaran darah melalui serangkaian proses menggunakan enzim. Tingkat kecernaan terhadap suatu jenis pakan bergantung kepada kualitas pakan, komposisi bahan pakan, kandungan gizi pakan, jenis serta aktivitas enzim-enzim pencernaan pada sistem pecernaan ikan, ukuran dan umur ikan serta sifat fisik dan kimia perairan (NAS, 1983). Umumnya kecernaan yang diukur sebagai salah satu parameter kualitas bahan baku pakan adalah kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan.

Secara keseluruhan, nilai kecernaan protein mengalami peningkatan setelah bahan uji difermentasi. Nilai kecernaan protein pakan dengan pemakaian 30% PKM difermentasi mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dengan kecernaan protein pakan uji lainnya, yaitu sebesar 11,07%. Hal ini berbanding


(28)

16 lurus dengan hasil fermentasi dimana peningkatan protein tertinggi dan penurunan serat kasar terbaik dihasilkan pada proses fermentasi PKM, diduga hasil tersebut yang menyebabkan peningkatan nilai kecernaan protein bahan tersebut. Namun, nilai kecernaan protein tertinggi diperoleh pada pakan dengan penambahan 30% biji karet difermentasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein pada biji karet dapat dimanfaatkan dengan baik oleh juvenil ikan nila O. niloticus. Tingginya nilai kecernaan protein pakan uji biji karet yang difermentasi diduga disebabkan oleh cukup tingginya kandungan protein dan rendahnya serat kasar yang terkandung di dalamnya. Menurut Oyewushi et al. (2007), biji karet mengandung 21,90% protein dan 5,1% serat kasar. Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan protein biji karet setelah difermentasi sebesar 36,8% dan serat kasar 8,9%, sementara kandungan protein dalam pakan uji menggunakan 30% biji karet fermentasi sebesar 33,4% dan serat kasar 7,1%. Kandungan serat kasar pada pakan tersebut merupakan nilai paling rendah diantara pakan uji lainnya sehingga termasuk memiliki kandungan serat kasar yang cukup rendah untuk bahan baku yang bersumber dari nabati.

Peningkatan kecernaan protein terendah diperoleh pada pakan uji kulit singkong difermentasi yaitu hanya 0,25%. Hasil ini menunjukkan bahwa proses fermentasi menggunakan S. cervisiae tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kecernaan nutrien kulit singkong. Hal tersebut diduga terkait pada hasil fermentasi kulit singkong yang paling sedikit menurunkan serat kasar dibandingkan bahan uji lainnya, yaitu 2,45%. Selain itu, diduga bahwa komposisi nutrien yang terkandung dalam kulit singkong tidak cukup memenuhi kebutuhan nutrisi S. cerevisiae. Menurut Aisjah et al. (2007), kandungan serat kasar produk menurun sejalan dengan meningkatnya dosis inokulum dan lama proses fermentasi, namun lama waktu fermentasi akan menghasilkan nilai serat kasar yang rendah jika didukung oleh nilai nutrisi dari bahan. Selain itu, diduga bahwa komponen serat kasar yang dominan terdapat di kulit singkong yaitu lignin tidak mampu diuraikan dengan optimal terkait jumlah enzim lignase yang minim terdapat dalam S. cerevisiae.

Peningkatan nilai kecernaan protein pakan dengan penambahan 30% bahan uji difermentasi diduga disebabkan oleh peningkatan protein dan penurunan serat


(29)

17 kasar pada bahan uji sehingga memudahkan enzim dalam saluran pencernaan ikan memecahkan nutrien yang terkandung dalam pakan. Namun, kandungan serat kasar pakan uji berkisar antara 7-13%, masih lebih tinggi dibadingkan kadar serat kasar yang dianjurkan terkandung dalam pakan yaitu tidak lebih dari 5% agar pertumbuhan ikan maksimum (Anderson et al., 1984 dalam Mjoun et al., 2010). Nilai tersebut yang kemudian membuat nilai kecernaan protein pakan uji dianggap masih belum optimal.

Halver (1989) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan energi pada ikan yaitu spesies, stadia, aktivitas, dan temperatur. Spesies terkait dengan kemampuan ikan dalam memanfaatkan komponen pakan selain protein sebagai sumber energi (protein sparing effect). Ikan lebih memanfaatkan protein dan lemak sebagai sumber energi dibandingkan karbohidrat yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat. Kemampuan ikan dalam mencerna karbohidrat salah satunya dipengaruhi spesies ikan. Menurut Pandian (1989), ikan herbivor dan ikan omnivor lebih mampu menyerap energi yang bukan berasal dari protein. Ikan nila O. niloticus merupakan jenis ikan omnivor sehingga berdasarkan pernyataan diatas, ikan nila merupakan jenis ikan yang mampu memanfaatkan karbohidrat lebih baik sebagai sumber energi dibandingkan ikan karnivor seperti ikan lele Clarias sp.. Nilai kecernaan energi mengalami peningkatan hampir pada semua pakan uji setelah difermentasi kecuali pada pakan uji kulit singkong yang mengalami penurunan. Peningkatan tertinggi diperoleh pada pakan uji biji kapuk yaitu 11,17% diikuti oleh pakan uji PKM sebesar 10,48%. Peningkatan kecernaan energi terjadi salah satunya disebabkan oleh proses fermentasi, karena seperti yang telah disebutkan, fermentasi mampu menyederhanakan senyawa kompleks menjadi lebih sederhana melalui proses enzimatis. Akibat fermentasi pada bahan uji diduga karbohidrat telah terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mampu dimanfaatkan lebih baik oleh ikan sebagai sumber energi. Dari segi fisiologi, ikan nila merupakan ikan omnivora yang memiliki enzim amilase dalam saluran pencernaannya sehingga mampu mencerna karbohidrat cukup baik. Tripsin, amilase, dan esterase ditemukan dalam saluran pencernaan tilapia (NAS, 1983). Sehingga ikan nila mampu memanfaatkan energi yang terkandung dalam pakan dengan mencerna


(30)

18 karbohidrat lebih banyak lagi karena bantuan fermentasi. Penurunan nilai kecernaan energi pakan uji kulit singkong setelah difermentasi sebesar 0,34% dianggap bahwa proses fermentasi tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kecernaan energi pakan. Sama halnya dengan hasil kecernaan protein pakan yang hanya mengalami sedikit peningkatan.

Nilai kecernaan energi pada pakan uji difermentasi masih berada pada kisaran 66-70% pada pakan uji selain biji karet difermentasi yaitu 78%. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi pada bahan-bahan tersebut masih belum optimal untuk meningkatkan kecernaan energi pada bahan nabati, karena menurut Halver (1989), ikan perairan tropis dapat mencerna sekitar 85% energi kasar yang berasal dari tepung ikan dan sumber-sumber protein hewani lainnya yang mengandung banyak protein dan lemak, dan hanya dapat mencerna sekitar 70% energi kasar yang berasal dari bungkil kedelai dan bungkil biji-bijian lainnya yang banyak mengandung karbohidrat.

Secara keseluruhan, nilai kecernaan bahan mengalami peningkatan setelah bahan uji difermentasi. Peningkatan tertinggi diperoleh pada pakan uji PKM fermentasi yaitu 61,19%. Peningkatan protein dan penurunan serat kasar yang paling besar pada PKM diduga sebagai alasan tingginya persentase peningkatan kecernaan bahan pada pakan uji PKM. Sedangkan nilai kecernaan bahan pada pakan uji biji karet fermentasi sebesar 75,11% menunjukkan hasil yang paling baik diantara pakan uji lainnya. Hasil tersebut berkorelasi positif terhadap nilai kecernaan protein dan kecernaan energi yang dihasilkan, dimana kesemuanya merupakan nilai yang tertinggi dibandingkan pakan uji lainnya. Nilai kecernaan bahan uji biji kapuk merupakan yang paling rendah diantara bahan uji lainnya yaitu 22,34%. Tingginya kandungan serat kasar dalam biji kapuk yang mencapai 30,93% menyebabkannya sulit untuk dicerna. Fermentasi pada biji kapuk dapat meningkatkan kecernaan bahan sebesar 30,87%, hal ini diduga disebabkan oleh penurunan serat kasar pada pakan yang mengandung bahan tersebut yang mencapai -12,23% sehingga bahan tersebut lebih mudah dicerna. Nilai kecernaan bahan pada bahan uji lainnya berkisar antara 24-62%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun mengalami peningkatan kecernaan, proses fermentasi menggunakan S. cerevisiae belum optimal dalam mengevaluasi nutrisi yang


(31)

19 terdapat pada bahan-bahan uji karena masih rendahnya persentase bahan yang dicerna oleh ikan nila O. niloticus.

Peningkatan nilai kecernaan pada pakan dengan campuran 30% bahan difermentasi tidak hanya disebabkan oleh peningkatan protein dan penurunan serat kasar, tetapi juga disebabkan adanya penurunan nilai zat antinutrisi pada bahan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, keberadaan zat antinutrisi dalam bahan nabati menjadi salah satu kendala pemanfaatan bahan nabati dalam komponen pakan. Beberapa zat faktor antinutrisi yang umum terdapat dalam bahan nabati adalah sianogen (asam sianida, HCN), gosipol, fitat, aflatoksin, dan tannin (Murni, et al., 2008). Kadar HCN dan fitat dapat dihilangkan melalui proses fermentasi yang menggunakan Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus delbruckii dan Lactobacillus coryneformis. Penurunan fitat pada proses fermentasi disebabkan adanya reaksi enzim phytase yang terdapat pada mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi (Oboh, 2006). Adamafio et al. (2010) menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae pada bahan mampu menurunkan aktivitas linamarase yang bisa menurunkan tingkat sianogen pada kulit singkong, sehingga pengaruh zat anti nutrisi bisa diminimalkan. Selain fermentasi, kandungan zat antinutrisi juga dapat dihilangkan atau dikurangi jumlahnya dengan cara pengeringan, perendaman, pengukusan, dan pengepresan (Murni, et al., 2008). Oleh karena itu, penurunan dan ketiadaan zat antinutrisi dalam bahan baku pakan akibat pengaruh fermentasi diharapkan mampu meningkatkan kecernaan bahan tersebut.

Dalam uji kecernaan, tidak semua perlakuan memberikan pertumbuhan yang baik yang diduga disebabkan oleh komposisi nutrien yang tidak seimbang pada pakan. Hal tersebut karena uji kecernaan hanya bertujuan mengukur kecernaan suatu bahan pakan terhadap ikan. Adapun parameter pertumbuhan hanya digunakan sebagai pembanding antar perlakuan karena untuk mencapai pertumbuhan optimal, hubungan antara rasio kadar protein dengan energi penting dalam nutrisi ikan. Perumbuhan optimal dicapai ketika protein yang dikandung pakan dan energi yang disediakan oleh karbohidrat dan lemak seimbang sesuai kebutuhan ikan. Rasio kadar protein dengan energi bervariasi tergantung umur dan ukuran ikan. (Winfree dan Stickney, 1981; Shiau dan Huang, 1990 dalam


(32)

20 Halver, 1989). Pakan dengan kandungan protein 30-36% membutuhkan energi sebesar 240-340 kkal/100 gram pakan untuk pertumbuhan optimal ikan mas

Cyprinus carpio, lele Clarias sp., dan nila Oreochromis sp.. Rasio antara energi dengan protein pada ikan nila yang optimum adalah 8-9 kkal DE/g protein (Halver, 1989) Selain itu, kelengkapan mineral, asam amino esensial, dan asam lemak dalam pakan juga mempengaruhi pertumbuhan ikan, kekurangan atau kelebihan salah satunya bisa menyebabkan defisiensi dalam pertumbuhan ikan. Oleh karena itu, pada penelitian ini kinerja pertumbuhan tidak menjadi parameter utama dalam menentukan kualitas pakan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, yaitu tingkat penerimaan pakan oleh ikan (Halver, 1989). Jumlah Konsumsi Pakan (JKP) pada pakan uji dengan penambahan 30% bahan uji yang difermentasi lebih sedikit dari bahan uji yang tidak difermentasi. Peningkatan JKP pada perlakuan pakan uji biji kapuk tidak menunjukkan hasil yang baik karena tingkat palatabilitas pakan yang masih lebih rendah dari pakan uji lainnya. Peningkatan tersebut diduga akibat pengaruh lama fermentasi yang optimal sehingga tidak menyebabkan bau yang tidak disukai ikan. Penurunan palatabilitas terhadap pakan uji yang difermentasi diduga diakibatkan oleh mikroba proteolitik yang memecah protein dan komponen-komponen nitrogen lainnya sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak diinginkan apabila waktu fermentasi tidak terkontrol (Abun, 2005). Selain itu, aroma asam yang dikeluarkan pakan fermentasi disebabkan oleh proses fermentasi yang menghasilkan asam juga diduga menyebabkan pakan lebih sukar diterima oleh ikan. Asam pada fermentasi disebabkan oleh aktivitas ragi yang menghasilkan asam-asam organik, hal ini dapat mempengaruhi pH dari bahan yang difermentasi (Balia, 2004). Asam organik yang dihasilkan oleh khamir sebagai produk metabolit sekunder diantaranya asam asetat, asam propoinat, asam suksinat, dan asam laktat (Fardiaz, 1989b).

Nilai Laju Pertumbuhan Harian (LPH) pada pakan uji kulit singkong, biji karet, kopra, dan PKM yang difermentasi lebih rendah dari bahan uji yang tidak difermentasi. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah konsumsi pakan. Dengan asumsi, lebih sedikit pakan yang dikonsumsi maka energi dan protein yang masuk juga lebih sedikit, akibatnya kebutuhan nutrisi ikan tidak optimal, selain itu


(33)

21 keseimbangan rasio protein dan energi dalam pakan yang tidak dikontrol juga dapat mempengaruhi LPH. Rasio kandungan energi dengan protein dalam pakan juvenil ikan nila O. niloticus yang optimum adalah 8-9 kkal DE/g protein (Halver, 1989) sementara C/P pakan uji berkisar antara 12-18 kkal DE/g protein, artinya terjadi kelebihan kandungan energi dalam pakan uji yang digunakan. Peningkatan LPH pada pakan uji biji kapuk difermentasi diduga disebabkan oleh penurunan pengaruh gosipol akibat fermentasi oleh S. cerevisiae. Adanya kandungan gosipol dalam pakan ikan akan menurunkan laju pertumbuhan ikan dan penurunan pemanfaatan pakan oleh ikan untuk pertumbuhan (NAS, 1983).

Nilai konversi pakan (Feed Conversion Ratio, FCR) dapat menggambarkan efisiensi suatu pakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan yang lebih tinggi dari konsumsi pakan yang lebih rendah menunjukkan penggunaan pakan yang lebih efisien. Nilai FCR pakan uji fermentasi lebih kecil dari pakan uji yang tidak difermentasi kecuali pada pakan uji kulit singkong, artinya beberapa pakan uji difermentasi lebih efisien. Hasil tersebut berbanding lurus dengan perubahan nilai kecernaan energi, kecernaan protein, dan kecernaan bahan setelah difermentasi. Nilai kecernaan yang meningkat akibat fermentasi menunjukkan ikan nila lebih mampu memanfaatkan nutrien dari bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan.

Sintasan pada perlakuan pakan uji kopra 83,33%, biji kapuk 66,67%, dan biji kapuk fermentasi 83,33%, sementara untuk perlakuan lainnya 100%. Kematian pada perlakuan pakan uji kopra diduga akibat ikan terserang penyakit yang ditandai dengan ciri-ciri ikan yang bergerak lemas kepermukaan dengan warna tubuh ikan sedikit pucat. Kematian pada perlakuan pakan kopra tanpa fermentasi tidak disebabkan oleh pengaruh pakan, karena ikan lainnya pada perlakuan tersebut mampu tumbuh dengan baik yang salah satunya dicirikan oleh nilai LPH sebesar 2,89%. Sementara kematian pada perlakuan pakan uji biji kapuk diduga diakibatkan oleh adanya zat antinutrisi yaitu gosipol bebas dalam pakan ikan, karena menurut (NAS, 1983) gosipol mampu menyebabkan kematian pada ikan. Sementara itu, nilai sintasan perlakuan pakan biji kapuk fermentasi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan biji kapuk diduga akibat penurunan kandungan gosipol bebas dalam pakan akibat proses fermentasi.


(34)

22 Kulit Singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM berpotensi untuk dikembangkan dan mampu dimanfaatkan lebih baik melalui proses fermentasi menggunakan S. cerevisiae. Kelima bahan tersebut memiliki nilai kecernaan yang baik pada ikan nila O. niloticus. Berdasarkan lima bahan diatas, bahan yang berpotensi besar untuk dikembangkan yaitu PKM. Produksi PKM yang melimpah (2.829.201 ton) pada tahun 2009 (BPS, 2008), nilai kecernaannya yang tinggi, dan palatabilitas yang baik menjadikan bahan ini berpotensi untuk dikembangkan selanjutnya sebagai bahan baku pakan. Kecernaan PKM meningkat setelah mengalami proses fermentasi, oleh karena itu dalam pemanfaatanya perlu didukung dengan pengembangan teknologi pengolahan bahan termasuk fermentasi. Selain PKM, urutan bahan lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pakan adalah biji karet, kulit singkong, kopra dan yang terakhir adalah biji kapuk.


(35)

23

IV.

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Fermentasi kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM) dengan Saccharomyces cerevisiae mampu menurunkan serat kasar sebesar 2,45-31,65% dan meningkatkan protein sebesar 16,85-31,11%. Fermentasi juga mampu meningkatkan kecernaan protein sebesar 1,94-11,07%, kecernaan energi 4,29-11,17% dan kecernaan bahan uji sebesar 6,83-61,19% pada juvenil ikan nila Oreochromis niloticus. Namun fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kecernaan kulit singkong. Bahan baku yang paling efektif digunakan dalam proses fermentasi menggunakan S. cerevisiae adalah PKM.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan jumlah bahan uji dalam pakan yang dapat menggantikan sebagian perananan protein nabati dan sumber karbohidrat untuk mencapai pertumbuhan optimal, efisiensi pakan tinggi, dan mampu menghasilkan keuntungan yang semakin besar.


(36)

24

DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2005. Efek suplementasi produk fermentasi dalam ransum terhadap komponen darah kelinci. [Makalah Ilmiah]. Departemen Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung. p. 14-17.

Adamafio N.A., Sakyiamah M., Tettey J. 2010. Fermentation in casasava (Manihot esculenta crantz) pulp juice improve nutritive value of cassava peel. Biochemistry 4 (3), 51-58.

Aisjah T., Widjastuti T., Tanuwiria H., Abun. 2007. Suplementasi mineral Zn dan Cu melalui bioproses oleh Saccharomyces cerevisiae sebagai imbuhan pakan dan implementasinya pada pertumbuhan ayam broiler. [Artikel Ilmiah]. Departemen Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung. p. 3-15.

Azaza M.S., et al. 2009. Nutritional evaluation of waste date fruit as partial substitute for soybean meal in practical diets of juvenil nile tilapia

Oreochromis niloticus. Aquaculture Nutrition 15, 262-272.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Produksi perkebunan besar menurut jenis

tanaman, Indonesia (ton) 1995-2008.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=54& notab=2 [23 Desember 2010].

Balia R.L., 2004. Potensi dan prospek yeast (khamir) dalam meningkatkan diversifikasi pangan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Mutu Pangan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran. Bandung. p. 10-22.

Dairo F.A.S., dan Fasuyi A.O. 2007. Evaluation of fermented palm kernel meal and fermented coprameal proteins as substitute for soybean meal protein in laying hens diets. Central European Agriculture 9 (1), 35-44.

Deman J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan dari: Food chemistry. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ezieshi E.V., Olomu J.M. 2007. Nutritional evaluation of palm kernel meal types:1. proximate composition and metabolizable energi values. Biotechnology 6 (21), 2484-2486.

Fardiaz S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. p. 182.


(37)

25 Fardiaz S. 1989b. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,

Institut Pertanian Bogor. p. 224.

Halver J.E. 1989. Fish Nutrition. 2nd Edition. Academic Press. London. p. 1-23. Hatta U., Sundu B. 2009. Effects of copra meal fermented by Aspergillus niger

and Trichoderma spp. on performance of broiler. [Artikel Ilmiah]. Di dalam: The 1st International Seminar on Animal Industry. Bogor. p. 332-335. Hertrampf J.W., dan Pascual F.P. 2000. Handbook Ingredients For Aquaculture

Feeds. Kluwer Academic Publishers. London. p. 445-454.

Mjoun K., Rosentrater K.A., Brown M.L. 2010. Tilapia: Environmental Biology and Nutritional Requirements. [Artikel Ilmiah]. Department of Wildlife and Fisheries Sciences. South Dakota State University. Brookings. p. 1-5.

Muhiddin N.H., Juli N., Aryantha I.N.P. 2001. Peningkatan kandungan kulit ubi kayu melalui proses fermentasi. JMS 6, 2.

Murni R., Suparjo, Akmal, Ginting B.L. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi. Jambi.

[NAS] National Academy of Science. 1983. Nutrient requirement of warmwater fish and shellfish. Revised Edition. National Academic Press, Washington DC, pp. 1-50.

[NRC] Nutritional Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Academic Press, Washington DC, pp. 43-44.

Oboh G. 2006. Nutrient enrichment of Cassava peels using a mixed culture of

Saccharomyces cerevisae and Lactobacillus spp. Solid media fermentation techniques. Biotechnology 9 (1), 46-48.

Oyewushi P.A., Akintayo E.T., Olaofe O. 2007. The proximate and amino acid composition of defatted rubber seed meal. Journal of Food, Agriculture & Environment 5 (3-4), 115-118.

Pamungkas W. 2010. Teknologi Fermentasi, Alternatif Solusi Dalam Upaya Pemanfaatan Bahan Pakan Alternatif. [Artikel Ilmiah]. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Sukamandi. Jawa Barat.

Pandian T.J. 1989. Protein Requirement of fish and prawns cultured in Asia, p.11-19. In S.S. De Silva (ed.) Fish Nutrition Research in Asia. Proceedings of the Third Asian Fish Nutrition Network Meeting. Asian Fish. Soc. Spec. Pubhl.4, 166 p. Asian Fisheris Society. Manila. Philippines.


(38)

26 Sari L., Perwadaria T. 2004. Pengkajian nilai gizi hasil fermentasi mutan

Aspergillus niger pada substrat bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Biodiversitas 5 (2), 48-51.

Silva D. 1989. Digestibility evaluations of natural and artificial diets, p. 36-45. In

S.S. De Silva (ed.) Fish Nutrition Research in Asia. Proceedings of the Third Asian Fish Nutrition Network Meeting. Asian Fish. Soc. Spec. Pubhl.4, 166 p. Asian Fisheris Society, Manila, Philippines.

Sundu B., Kumar A., Dingle J. 2006. Response of broiler chicks fed increasing levels of copra meal and enzymes. Poultry Science 5 (1), 13-18.

Suprayudi M.A. 2010. Bahan Baku Pakan Lokal. Tantangan dan Harapan Akuakultur Indonesia. Abstrak. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III. IPB International Convention Center, Bogor, Oktober 2010, p.31.

Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutriens. In: Fish Fish Nutrition and Mariculture. Watanabe, T. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA p. 179-226.

Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA. p. 79-82.

Webster C.D. and Liem C. 2002. Nutrient Requirements and Feeding of Finfish for Aquaculture. Aquaculture Research Center. Kentucky State University. p. 245-258.

Yopi, Purnawan A., Thontowi A., Hermansyah H., Wijanarko A. 2006. Preparasi mannan dan mannanase kasar dari bungkil kelapa sawit. Jurnal Teknologi, 312-319.


(39)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Metode fermentasi

Tahapan fermentasi bahan uji yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

1. Bahan uji ditimbang sebanyak 400 gram dan khamir S. cerevisiae 3,6 gram, 2. Dicampur dan diaduk hingga khamir tersebar merata,

3. Dicampur air sebanyak 60%, khamir dan bahan uji diaduk merata,

4. Bahan diletakkan pada wadah plastik dibiarkan dalam kondisi aerob (penutup wadah dibuat sirkulasi udara),

5. Inkubasi pada suhu kamar selama satu hari (24 jam).

Lampiran 2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 600 g pakan 1. Pakan komersil dihaluskan

2. Bahan uji sebanyak 30% dari total pakan (180 g) dicampurkan ke dalam 399 g pakan komersil, kemudian di aduk rata

3. Sebanyak 3 g Cr2O3 dicampurkan ke dalam pakan, aduk merata.

4. Tambahkan air 600 ml air panas ke dalam wadah berisi 18 g binder (sagu), aduk merata

5. Campurkan binder pada adonan pakan, aduk merata.

6. Pakan dicetak sesuai ukuran, dan dioven selama 4-5 jam pada suhu 60 ⁰C.

Lampiran 3. Skema tata letak akuarium perlakuan

Keterangan :

A = Pakan uji kulit singkong, B = Pakan uji biji karet, C = Pakan uji kopra, D = Pakan uji biji kapuk, E = Pakan uji PKM, F = Pakan pembanding, A1 = Pakan uji kulit singkong fermentasi B1 = Pakan uji biji karet fermentasi, C1 = Pakan uji kopra fermentasi, D1 = Pakan uji biji kapuk fermentasi, E1 = Pakan uji PKM fermentasi.

TANDON

A C

B1

F C1 E1 B


(40)

28 Lampiran 4. Data kualitas air pada awal dan akhir pemeliharaan ikan perlakuan

Parameter Nilai Satuan

Awal Akhir

Suhu 28-29 28-29 oC

DO 4,74 4,00 ppm

pH 6,9 5,87 -

Alkalinitas 18 20 mg CaCO3

Kesadahan 100,1 96,10 mg CaCO3

TAN 0,47 0,38 ppm

Lampiran 5. Prosedur analisis proksimat Lampiran 5.1 Prosedur analisis kadar air

�� = +� −

� � %

Lampiran 5.2 Prosedur analisis kadar serat kasar

Larutan disaring dengan bahan pembilasan secara berurutan sebagai berikut:

1. 50 ml air panas 2. 50 ml H2SO4

3. 50 ml air panas 4. 25 ml aceton

Dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, didinginkan, dan ditimbang (X2)

Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 0C hingga berwarna putih, didinginkan, dan ditimbang (X3)

Kertas saring dipanaskan pada labu Buchner yang telah terhubung dengan

vacumm pump Bahan ditimbang 0,5 gr (A), lalu dimasukkan ke

dalam Erlenmeyer 250 ml

50 ml H2SO4 0,3 N ditmbahkan dalam Erlenmeyer,

lalu dipanaskan di atas hotplate

Setelah 30 menit ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N, lalu dipanaskan kembali selama 30 menit

Kertas saring dipanaskan dalam oven, dinginkan, dan ditimbang (X1)

Kertas saring hasil penyaringan dimasukkan ke dalam cawan porselen

Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam

lalu didinginkan

Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 0Cselama 1 jam, dan kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

Bahan ditimbang 2-3 gr (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan

Cawan dan bahan dipanaskan selama 4 jam pada suhu 105-110 0C, didinginkan dan ditimbang (X2)


(41)

29

� = − −

� � %

Lampiran 5.3 Prosedur analisis kadar protein

Tahap oksidasi

Tahap destilasi

Tahap titrasi

Kadar protein suatu sampel dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

� = , ∗ � � − � � , ∗∗ �

� � %

Keterangan :

Vb = ml 0,05 N titran NaOH untuk blanko Va = ml 0,05 N titran NaOH untuk sampel A = Bobot sampel (gr)

* = Setiap 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gr N ** = Faktor Nitrogen

2 tetes indikator phenopthalein 10 ml H2SO4 0,05 N

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml ml

Destilasi selama 10 menit dari tetesan pertama 5 ml larutan hasil oksidasi dimasukkan ke

dalam labu destilasi

H2SO4 pekat 10 ml

Katalis ditimbang 1 gr Bahan ditimbang 0,5 gr (A)

Dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan dipanaskan hingga berwarna hijau bening, didinginkan, dan diencerkan hingga volume 100 ml

Sampel hasil destilasi

Titrasi menggunakan NaOH 0,5 N

Larutan menjadi hijau

Catat volume titrannya


(42)

30 Lampiran 5.4 Prosedur analisis kadar lemak

Kadar lemak dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

� = −

� � %

Lampiran 5.5 Prosedur analisis kadar abu

Kadar abu dapat diketahui menggunakan rumus:

� = ( − )

� � %

Labu dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, kemudian didinginkandalam desikator dan ditimbang (X1)

Bahan ditimbang 3 gr (A) lalu dimasukkan ke dalam selongsong

Dimasukkan ke dalam Soxhlet dan diberi 150 ml N-Hexan hingga selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam labu

Labu dipanaskan di atas hotplate hingga larutan perendam selongsong dalam Soxhlet berwarna bening

Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 menit, didinginkan, lalu ditimbang (X2)

Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600 0C selama 4 jam, didinginkan dan ditimbang (X2)

Bahan ditimbang 2 gr (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan

Cawan dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)


(43)

31

... Didinginkan

... Didinginkan

Lampiran 6. Analisis Cr2O3

Persentase Cr2O3 dapat diketahui dengan menggunakan rumus

� = � − /

� � %

Keterangan: A = nilai absorban X = 0,0032

Y = 0,2089

S = Bobot sampel (mg)

Bahan ditimbang 0,1 gr lalu dimasukkan ke dalam labu Kjedhal

Ditambahkan 5 ml HNO3 pekat

Dipanaskan hingga larutan tersisa ±1 ml

Ditambahkan 3 ml HClO4 pekat

Dipanaskan kembali hingga berwarna jingga

Diencerkan hingga volume 100 ml

Diukur nilai absorbanbahan dengan spektrofometer panjang gelombang 350 nm


(44)

32 Lampiran 7. Kecernaan protein pakan ikan nila Oreochromis niloticus pada bahan uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae

Perlakuan pakan Jenis

perlakuan Ulangan Cr2O3

pakan

Cr2O3

feses

Protein pakan

Protein feses

Kecernaan protein (%)

Kulit Singkong TF 1 0,42 1,30 21,71 14,80 77,78

TF 2 0,42 1,31 21,71 13,00 80,61

F 1 0,38 1,20 23,17 14,58 80,05

F 2 0,38 1,22 23,17 15,79 78,75

Biji Karet TF 1 0,47 1,71 28,84 17,78 82,85

TF 2 0,47 1,69 28,84 15,39 85,02

F 1 0,31 1,29 33,40 14,64 89,46

F 2 0,31 1,31 33,40 16,23 88,50

Kopra TF 1 0,42 1,25 27,38 16,62 79,46

TF 2 0,42 1,19 27,38 15,09 80,41

F 1 0,41 1,22 27,82 15,72 81,11

F 2 0,41 1,18 27,82 14,68 81,86

Biji Kapuk TF 1 0,47 1,20 28,98 17,86 75,59

TF 2 0,47 1,19 28,98 16,79 76,97

F 1 0,35 1,04 29,68 18,08 79,59

F 2 0,35 1,07 29,68 17,90 80,35

PKM TF 1 0,41 1,05 23,88 13,65 77,62

TF 2 0,41 1,06 23,88 13,10 78,70

F 1 0,43 1,25 30,91 10,96 87,81

F 2 0,43 1,24 30,91 12,67 85,82

Pakan pembanding 1 0,43 1,84 29,29 9,30 92,56

2 0,43 1,84 29,29 10,79 91,38


(1)

31

... Didinginkan

... Didinginkan

Lampiran 6. Analisis Cr

2

O

3

Persentase Cr

2

O

3

dapat diketahui dengan menggunakan rumus

=

� −

/

%

Keterangan:

A = nilai absorban

X = 0,0032

Y = 0,2089

S = Bobot sampel (mg)

Bahan ditimbang 0,1 gr lalu dimasukkan ke dalam labu Kjedhal Ditambahkan 5 ml HNO3 pekat

Dipanaskan hingga larutan tersisa ±1 ml

Ditambahkan 3 ml HClO4 pekat Dipanaskan kembali hingga berwarna jingga

Diencerkan hingga volume 100 ml

Diukur nilai absorbanbahan dengan spektrofometer panjang gelombang 350 nm


(2)

32

Lampiran 7. Kecernaan protein pakan ikan nila

Oreochromis niloticus

pada bahan

uji kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi

oleh

Saccharomyces cerevisiae

Perlakuan pakan Jenis

perlakuan Ulangan Cr2O3 pakan

Cr2O3 feses

Protein pakan

Protein feses

Kecernaan protein (%) Kulit Singkong TF 1 0,42 1,30 21,71 14,80 77,78

TF 2 0,42 1,31 21,71 13,00 80,61 F 1 0,38 1,20 23,17 14,58 80,05 F 2 0,38 1,22 23,17 15,79 78,75 Biji Karet TF 1 0,47 1,71 28,84 17,78 82,85 TF 2 0,47 1,69 28,84 15,39 85,02 F 1 0,31 1,29 33,40 14,64 89,46 F 2 0,31 1,31 33,40 16,23 88,50

Kopra TF 1 0,42 1,25 27,38 16,62 79,46

TF 2 0,42 1,19 27,38 15,09 80,41 F 1 0,41 1,22 27,82 15,72 81,11 F 2 0,41 1,18 27,82 14,68 81,86 Biji Kapuk TF 1 0,47 1,20 28,98 17,86 75,59 TF 2 0,47 1,19 28,98 16,79 76,97 F 1 0,35 1,04 29,68 18,08 79,59 F 2 0,35 1,07 29,68 17,90 80,35

PKM TF 1 0,41 1,05 23,88 13,65 77,62

TF 2 0,41 1,06 23,88 13,10 78,70 F 1 0,43 1,25 30,91 10,96 87,81 F 2 0,43 1,24 30,91 12,67 85,82 Pakan pembanding 1 0,43 1,84 29,29 9,30 92,56 2 0,43 1,84 29,29 10,79 91,38


(3)

33

Lampiran 8. Kecernaan energi pakan ikan nila

O.niloticus

pada bahan uji kulit

singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh

S.

cerevisiae

Pakan Perlakuan

Jenis perlakuan

Ulang an

Cr2O3 pakan

Cr2O3 feses

Energi pakan

Energi feses

Energi tercerna

Kecernaan energi Kulit Singkong TF 1 0,42 1,30 406,09 385,20 280,57 69,09

TF 2 0,42 1,31 406,09 385,20 281,41 69,30

F 1 0,38 1,11 405,43 386,91 272,65 67,25

F 2 0,38 1,18 405,43 386,91 280,61 69,21

Biji Karet TF 1 0,47 1,71 447,41 400,99 335,87 75,07 TF 2 0,47 1,69 447,41 400,99 334,82 74,84

F 1 0,31 1,29 444,45 406,95 346,66 78,00

F 2 0,31 1,31 444,45 406,95 348,15 78,33

Kopra TF 1 0,42 1,15 409,00 378,27 269,89 65,99

TF 2 0,42 1,11 409,00 378,27 264,76 64,73

F 1 0,41 1,28 396,27 381,39 274,79 69,34

F 2 0,41 1,26 396,27 381,39 273,18 68,94

Biji Kapuk TF 1 0,47 1,20 400,15 370,47 253,39 63,32 TF 2 0,47 1,19 400,15 370,47 252,90 63,20

F 1 0,35 1,11 400,47 371,77 283,94 70,90

F 2 0,35 1,07 400,47 371,77 279,34 69,75

PKM TF 1 0,41 1,05 388,33 398,29 232,36 59,84

TF 2 0,41 1,06 388,33 398,29 233,69 60,18

F 1 0,43 1,25 397,95 389,06 264,26 66,40

F 2 0,43 1,24 397,95 389,06 263,40 66,19

Pakan

pembanding 1 0,43 1,84 425,13 354,32 342,13 80,48

2 0,43 1,84 425,13 354,32 342,28 80,51


(4)

34

Lampiran 9. Kecernaan bahan pakan ikan nila

O.niloticus

pada bahan uji kulit

singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh

S.

cerevisiae

Perlakuan pakan Jenis

perlakuan Ulangan Cr2O3 pakan Cr2O3 feses

Kecernaan total

Kecernaan bahan

Kulit Singkong TF 1 0,42 1,30 67,41 45,98

TF 2 0,42 1,31 67,63 46,71

F 1 0,38 1,11 65,68 46,89

F 2 0,38 1,18 67,74 47,06

Biji Karet TF 1 0,47 1,71 72,18 61,88

TF 2 0,47 1,69 71,92 61,01

F 1 0,31 1,29 75,97 74,50

F 2 0,31 1,31 76,34 75,72

Kopra TF 1 0,42 1,25 66,17 41,84

TF 2 0,42 1,19 64,44 36,06

F 1 0,41 1,22 66,58 43,19

F 2 0,41 1,18 65,63 40,02

Biji Kapuk TF 1 0,47 1,20 60,39 22,55

TF 2 0,47 1,19 60,25 22,11

F 1 0,41 1,11 63,12 31,65

F 2 0,41 1,07 61,66 26,80

PKM TF 1 0,41 1,05 60,84 24,07

TF 2 0,41 1,06 61,17 25,18

F 1 0,43 1,25 65,64 40,06

F 2 0,43 1,24 65,42 39,32

Pakan

pembanding 1 0,43 1,84 76,57 76,51

2 0,43 1,84 76,62 76,67


(5)

35

Lampiran 10. Sintasan ikan nila

O. niloticus

setelah dipelihara selama 30 hari

pada uji kecernaan bahan kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM

tanpa dan difermentasi oleh

S. cerevisiae

Perlakuan pakan Jenis perlakuan Jumlah tebar

Jumlah panen

Sintasan (%)

Kulit Singkong TF 6 6 100

F 6 6 100

Biji Karet TF 6 6 100

F 6 6 100

Kopra TF 6 6 100

F 6 5 83,33

Biji Kapuk TF 6 4 66,67

F 6 5 83,33

PKM TF 6 6 100

F 6 6 100

Pakan Pembanding 6 6 100

Keterangan: TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi

Lampiran 11. Jumlah Konsumsi Pakan (JKP) dan konversi pakan (

Feed

Conversion Ratio

, FCR) ikan nila

O. niloticus

setelah dipelihara selama 30 hari

pada uji kecernaan bahan kulit singkong, biji karet, kopra, biji kapuk, dan PKM

tanpa dan difermentasi oleh

S. cerevisiae

Perlakuan pakan Jenis perlakuan

Biomassa tebar (g)

Biomassa mati (g)

Biomassa

panen (g) JKP (g) FCR Kulit Singkong TF 104,46 0,00 200,02 164,84 1,72

F 100,58 0,00 208,94 189,79 1,75

Biji Karet TF 90,85 0,00 142,64 131,64 2,54

F 99,86 0,00 150,59 86,78 1,71

Kopra TF 86,45 0,00 205,76 228,15 1,91

F 99,61 29,35 178,04 164,58 1,53

Biji Kapuk TF 96,18 41,52 81,35 84,04 3,15

F 105,72 19,48 160,42 114,36 2,09

PKM TF 94,84 0,00 228,52 254,52 1,90

F 102,40 0,00 216,62 213,06 1,87

Pakan Pembanding 92,42 0,00 280,97 232,20 1,23


(6)

36

Lampiran 12. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) ikan nila

O. niloticus

setelah

dipelihara selama 30 hari pada uji kecernaan bahan kulit singkong, biji karet,

kopra, biji kapuk, dan PKM tanpa dan difermentasi oleh

S. cerevisiae

Perlakuan Pakan Jenis perlakuan

Bobot Rata-Rata Tebar (gram)

Bobot Rata-Rata

Panen (gram) LPH (%)

Kulit Singkong TF 17,41 33,34 2,26

F 16,76 34,82 2,24

Biji Karet TF 15,14 23,77 1,50

F 16,64 25,10 1,37

Kopra TF 14,41 34,29 2,89

F 16,60 34,57 2,44

Biji Kapuk TF 16,03 20,48 0,82

F 17,62 26,74 1,39

PKM TF 15,81 38,09 2,93

F 17,07 36,10 2,50

Pakan Pembanding 15,40 46,83 3,71