. Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau Dan Potensi Emisi Co2 Dengan Suhu Udara Di Dki Jakarta
HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU
DAN POTENSI EMISI CO2 ANTROPOGENIK
DENGAN SUHU UDARA DI DKI JAKARTA
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Ruang
Terbuka Hijau dan Potensi Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI
Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Ruth Africilia Imanuel Erta
NIM E34100031
ABSTRAK
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA. Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau
dan Potensi Emisi CO2 dengan Suhu Udara di DKI Jakarta. Dibimbing oleh SITI
BADRIYAH RUSHAYATI dan AGUS PRIYONO KARTONO.
Salah satu faktor penyebab peningkatan suhu udara dapat disebabkan oleh
penurunan luas Ruang Terbuka Hijau dan emisi karbon dioksida (CO2). Penelitian
ini bertujuan untuk menduga persamaan hubungan antara luas Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 antropogenik dengan suhu udara di DKI
Jakarta. Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara dan luas RTH dengan
suhu udara menggunakan analisis regresi sederhana. Persamaan antara potensi
dengan suhu udara yaitu suhu udara = 23.2 + 0.5(potensi emisi CO2) dengan nilai
R2 = 0.96 dan p = 0.006. Pada setiap kenaikan 1 juta ton CO2 dari sektor
transportasi dan penduduk, akan menengkatkan suhu udara naik sebesar 0.5 oC.
Persamaan luas RTH dengan suhu udara yaitu suhu udara = 29.3 – 0.01(luas
RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p = 0.004. Pada setiap penurunan luas RTH 1
km2, akan meningkatkan suhu udara sebesar 0.01 oC.
Kata kunci: emisi CO2, regresi linier sederhana, ruang terbuka hijau, suhu udara.
ABSTRACT
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA. The Relationship Between the Wide of
Green Open Space Area and Potential CO2 Emissions with The Air Temperature
in DKI Jakarta. Supervised by SITI BADRIYAH RUSHAYATI and AGUS
PRIYONO KARTONO.
Some of the causes temperature increase can be caused by a widespread
decline green open space and the emission of carbon dioxide (CO2). This thesis
aimed to estimate the equation of the wide green open space and potential
anthropogenik CO2 emissions with the air temperature in DKI Jakarta. Relations
potential CO2 emission with the air temperature and the wide of the green open
space with the air temperature using simple regression analysis. Equation between
the potential CO2 emission with air temperature namely air temperature = 23.2 +
0.5(potential CO2 emission) with value R2 = 0.96 and p = 0.006. On every
increase of 1 million tons of CO2 which got from the transportation sector and
population, so temperature rose to 0.5 oC. Equation between the wide of green
open space with air temperature namely air temperature = 29.3 – 0.01(wide of
green open space) with value R2 = 0.99 and p = 0.004. On each wide of green
open space declined in 1 km2, then caused temperature rose to 0.01 oC.
Keywords: air temperature, CO2 emissions, green open space, simple regression
analysis.
HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU
DAN POTENSI EMSI CO2 ANTROPOGENIK
DENGAN SUHU UDARA DI DKI JAKARTA
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dan sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ialah mengenai
lingkungan, dengan judul Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Potensi
Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI Jakarta.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena tidak luput dari dukungan
berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penghargaan dan
terimakasih penulis berikan kepada Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi dan
Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku dosen pembimbing yang dengan
sepenuh hati mendukung serta senantiasa memberikan kritik dan saran kepada
penulis. Ibu Evan, Ibu Ratna beserta seluruh staf tata usaha DKSHE yang telah
membantu penulis dalam mengurus semua administrasi. Para Staf Badan Pusat
Statistik (BPS) provinsi DKI Jakarta, Pertamina UPMS unit III, dan BMKG
Jakarta atas bantuan kepada penulis dalam mengumpulkan data.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2014
Ruth Africilia Imanuel Erta
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir Penelitian
2
METODE
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
9
Potensi Emisi CO2
10
Tutupan dan Penggunaan Lahan DKI Jakarta
11
Hubungan Potensi Emisi CO2 dan Luas RTH dengan Suhu Udara
15
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data penelitian
2 Emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta tahun 2000–2012
3 Potensi emisi CO2 di DKI Jakarta tahun 2000–2012
4 Tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta tahun 2000 –2012
5 Analisis regresi linier sederhana antara suhu udara dengan potensi emisi
CO2
6 Analisis regresi linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara
4
10
11
12
15
17
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian
2 Peta lokasi penelitian
3 Bagan alir pengolahan citra satelit landsat ETM+
4 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000
5 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2004
6 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2008
7 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2012
8 Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara
9 Hubungan luas RTH dengan suhu udara
2
3
8
13
14
14
15
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012
2 Uji Normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov
3 Uji korelasi Pearson
4 Analisis regresi linier sederhana
21
22
23
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau bahang kota (Urban Heat Island) merupakan salah satu fenomena
yang banyak melanda berbagai Negara khususnya di kota-kota besar. Urban Heat
Island (UHI) dicirikan dengan suhu udara di daerah perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu udara yang berada di daerah sekitarnya (Rushayati
2012). Salah satu kota di Indonesia yang mengalami fenomena tersebut adalah
Jakarta.
Jumlah penduduk DKI Jakarta yang kian meningkat dari tahun ke tahun
menyebabkan kebutuhan akan penggunaan lahan semakin meningkat. Hal tersebut
menyebabkan ketersediaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi berkurang
dan berakibat pada bertambahnya luas lahan terbangun. Pengurangan luas RTH
merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan suhu udara (Effendy 2007).
Effendy (2007) menyatakan setiap pengurangan 50% RTH menyebabkan
peningkatan suhu udara sebesar 0.4–1.8 °C dan penambahan RTH 50% hanya
menurunkan suhu udara sebesar 0.2–0.5 °C. Menurut Rachman (2010), setiap
penambahan luasan RTH dengan lahan bervegetasi pohon seluas 10 ha dapat
menurunkan suhu 0.7 °C.
Selain itu, perubahan suhu udara diperkotaan disebabkan juga oleh
meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) seperti gas karbondioksida
(CO2) dan lainnya (Dahlan 2007). Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya
kebutuhan energi berupa Bahan Bakar Minyak dan Gas (BBMG) yang digunakan
untuk kendaraan bermotor, industri, maupun rumah tangga. Hasil sidang
lingkungan hidup sedunia di Jepang pada November 1991 menyatakan bahwa
kendaraan bermotor sebagai penghasil CO2 adalah penyebab utama kenaikan suhu
udara di dunia.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa luas RTH maupun emisi gas CO2
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap perubahan suhu udara di kota Jakarta.
Perubahan suhu menyebabkan kondisi iklim mikro yang tidak nyaman bagi
manusia sehingga akan meningkatkan penggunaan energi untuk Air Conditioning
(Guo-yu et al. 2013); serta perubahan suhu udara yang ektrem akan
mempengaruhi laju metabolisme dan kesehatan pada tubuh manusia manusia
dengan timbulnya penyakit seperti hipertermia (Hamada et al. 2013). Menurut Li
dan Zeid (2013), pada studi epidemiologis di Amerika Serikat ditemukan 4.5%
resiko kematian manusia untuk setiap peningkatan 1 °C suhu udara. Oleh karena
itu, penelitian ini diharapkan untuk mendapatkan persamaan hubungan antara luas
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 terhadap suhu udara di Kota
DKI Jakarta, sehingga dapat dilakukan tindakan mitigasi dan adaptasi yang efektif
serta efisien dalam menurunkan suhu udara di DKI Jakarta.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menduga persamaan hubungan antara luas
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 antropogenik dengan suhu
udara di DKI Jakarta.
2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai masukan dan gambaran kepada masyarakat
mengenai hubungan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi gas
karbon dioksida (CO2) antropogenik dengan suhu udara di DKI Jakarta serta
sebagai bahan pertimbangan kepada pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan
tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap kenaikan suhu udara di DKI Jakarta.
Kerangka Pikir Penelitian
Jumlah penduduk yang meningkat salah satu penyebab tingginya kebutuhan
masyarakat akan penggunaan lahan di DKI Jakarta sehingga areal Ruang Terbuka
Hijau (RTH) diubah menjadi lahan terbangun. Selain itu, meningkatnya penduduk
dari tahun ke tahun menyebabkan kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak dan Gas
(BBMG) meningkat yang berakibat pada meningkatnya emisi CO2. Luas RTH
yang menurun dan emisi CO2 berdampak pada peningkatan suhu udara khususnya
di DKI Jakarta. Model hubungan antara luas RTH dan emisi CO2 dengan suhu
udara diharapkan dapat menentukan tindakan mitigasi dan adaptasi yang tepat dan
efisien terhadap peningkatan suhu udara. Kerangka pikir tersaji pada Gambar 1.
Kota DKI Jakarta
Permasalahan
Perubahan
tutupan dan
penggunaan
lahan
Luas lahan
terbangun
meningkat
Jumlah penduduk
meningkat
Luas RTH
menurun
Peningkatan suhu udara
Menduga model hubungan
Tindakan mitigasi dan
adaptasi
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Kebutuhan
BBMG
meningkat
Emisi CO2
meningkat
3
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan diantaranya jumlah konsumsi Bahan Bakar Minyak
pada sektor transportasi, jumlah penduduk, data suhu udara, peta administrasi
serta citra landsat ETM+ path/row 122/064 tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012.
Alat
Alat yang digunakan diantaranya satu set komputer dengan perangkat
lunak ERDAS Imagine 9.0 dan ArcGIS 10.1 untuk pengolahan citra landsat dan
peta, Global Positioning System (GPS), IBM SPSS 22, Microsoft Excell,
Microsoft Word.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota DKI Jakarta selama tiga bulan yaitu dari
bulan April hingga Juni 2014. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
4
Asumsi dan Batasan Penelitian
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lingkungan udara Kota
DKI Jakarta merupakan lingkungan yang tertutup sehingga tidak ada udara masuk
maupun keluar, kendaraan yang masuk ke dalam Kota DKI Jakarta dianggap sama
dengan jumlah kendaraan yang keluar dari Kota DKI Jakarta, dan jumlah
penduduk yang masuk dan keluar dari wilayah Kota DKI Jakarta dianggap sama.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil perhitungan yang menggunakan data instansi dan pengolahan
citra satelit landsat ETM+, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka
berupa literatur dalam bentuk jurnal ataupun buku. Adapun data yang digunakan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Data yang digunakan
Jumlah penduduk
Jumlah konsumsi Bahan
Bakar Minyak
Suhu Udara rata-rata
tahunan
Peta Administrasi Jakarta
Citra Landsat 7 ETM+
Jenis data
Sumber data
Primer Sekunder
V
BPS
V
Pertamina UPMS III
V
BPS
V
V
Tata Ruang
United States
Geological Survey
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap analisis. Tahap pertama yaitu
perhitungan potensi emisi gas CO2 antropogenik yang dihasilkan oleh aktivitas
manusia dari sumber jumlah penduduk maupun transportasi. Tahap kedua,
analisis luas tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012.
Tahap ketiga adalah analisis hubungan variabel luas Ruang Terbuka Hijau dan
potensi emisi CO2 dengan suhu udara rata-rata tahunan. Pada tahap ketiga analisis
yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Variabel luas RTH dan potensi
emisi CO2 memiliki korelasi yang tinggi sehingga tidak memenuhi asumsi klasik
pengujian regresi (Priyatno 2012). Berdasarkan hal tersebut dilakukan analisis
regresi linier sederhana dalam menghubungkan masing-masing variabel luas RTH
dan potensi emisi CO2 dengan suhu udara.
5
Perhitungan Potensi Emisi CO2 dari Sumber Emisi
Potensi emisi CO2 dihitung dengan menggunakan metode yang
dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 1996.
Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi Bahan Bakar Minyak dan
jumlah penduduk.
Energi Bahan Bakar Minyak
Energi bahan bakar digunakan untuk aktivitas industri, transportasi, rumah
tangga, serta pembangkit listrik. Emisi CO2 dihasilkan melalui proses pembakaran.
Aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2 dihubungkan dengan jenis
bahan bakar serta jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan.
Jumlah energi yang dihasilkan bahan bakar dihitung dengan cara:
Ci (TJ/tahun) = ai (103 ton/tahun) x bi (TJ/103 ton)
Keterangan:
Ci = jumlah energi yang dihasilkan dari konsumsi bahan bakar berdasarkan
jenis bahan bakar (TJ/tahun)
ai = konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103 ton/tahun)
bi = nilai kalori bersih atau faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar
(TJ 10-3 ton)
i
= jenis bahan bakar (bensin dan solar)
TJ = Ton Joule
Kandungan karbon yang terdapat pada setiap bahan bakar minyak dihitung
dengan menggunakan cara:
EmCi (ton C/tahun) = Ci (TJ/tahun) x di (ton C/TJ)
Keterangan:
EmCi = kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)
di
= faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/TJ)
Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar digitung
dengan menggunakan cara:
EmaCi (ton C/tahun) = EmCi (TJ/tahun) x f
Keterangan:
EmaCi
= emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)
f
= fraksi CO2 (BBM = 0,99; BBG = 0,995; batubara = 1)
Total emisi CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dihitung dengan
cara:
Ei (ton CO2/tahun) = EmaCi (ton C/tahun) x (44/12)
6
Keterangan:
Ei
= emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton CO2/tahun)
Jumlah Penduduk
Berdasarkan Goth (2005) diacu dalam Dahlan (2007), rata-rata manusia
bernapas dalam keadaan sehat serta tidak banyak bergerak sebanyak 12-18 kali
per menit sekitar 500 ml udara setiap tarikan napas dan jumlah gas CO2 yang
dihasilkan oleh manusia sebesar 39.6 gr/jam/orang. Adapun perhitungan CO2
yang dihasilkan oleh penduduk DKI Jakarta adalah:
M = JPT(t) x Kp
Keterangan:
M
= karbondioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke-t (ton
CO2/tahun)
JPT(t)
= jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke-t (jiwa)
Kp
= jumlah karbondioksida yang dihasilkan manusia (0.96 kg
CO2/jiwa/hari atau 0.3504 ton CO2/jiwa/tahun)
Analisis Luas Tutupan dan Penggunaan Lahan
Analisis luas tutupan dan penggunaan lahan dilakukan pengolahan dengan
citra Landsat ETM+ path/row 122/064 dengan menggunakan software Erdas
Imagine 9.1. Pengolahan citra landsat ETM+ meliputi pemulihan citra, penajaman
citra, pemotongan wilayah kajian, survei lapangan, dan klasifikasi tutupan lahan
(Suwargana 2005).
a. Pemulihan citra (Imange restoring)
Pada saat pengambilan citra oleh satelit terdapat perubahan yang
dialami oleh citra, sehingga diperlukan perbaikan radiometrik dan
geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada
nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun
kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dilakukan dengan mengambil titiktitik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi.
Koreksi geometrik digunakan untuk menyetarakan posisi koordinat dari
citra landsat dengan menggunakan peta topografi.
b. Penajaman citra (Image enhancement)
Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih
tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual
untuk tujuan tertentu.
c. Pemotongan (Subset) wilayah kajian
Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang
telah ditentukan yaitu berdasarkan batas administrasi wilayah Kota Jakarta.
Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi
objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of
Interest (AOI).
7
d. Survei lapangan
Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan
perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survei yang mewakili kelas
penutupan lahan, diambil titik koordinatnya dengan menggunakan GPS
untuk diverifikasikan dengan data citra.
e. Klasifikasi penutupan lahan
Klasifikasi merupakan proses pengelompokkan dari nilai-nilai
spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokkan kelas yaitu
klesifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (Supervised
classification) yang menggunakan training sample. Langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel
Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan
(training sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi tahun 2014
sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna
yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi kedalam
kelas badan air, rawa, lahan terbangun, Ruang Terbuka Hijau (RTH),
sawah, dan rumput.
2. Proses klasifikasi
Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan
menggunakan metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum
likehood classification. Metode klasifikasi pengkelas kemiripan
maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan
spektral maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi
satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan
ke dalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas
penutupan lahan dan presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas.
3. Uji Akurasi
Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan
lahan. Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar
kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan di
lapangan. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah
mensyaratkan tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem
klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun yaitu tingkat
ketelitian klasifikasi/interpretasi minimum dengan menggunakan
pengindraan jauh harus tidak kurang dari 85% (Lillesand dan Kiefer 1997).
8
Citra Landsat ETM+
tahun 2000, 2004,
2008, dan 2012
Koreksi
Geometrik
Peta Digital Batas
Kawasan
Citra Terkoreksi
Peta Rupa Bumi
Digital
Tidak
Subset image
Overlay
Cek lapangan
Interpretasi
visual
Klasifikasi
1. Pembuatan training
area
2. Klasifikasi
terbimbing
Analisis
separabilitas
Uji Akurasi
Tidak
Diterima?
Ya
Diterima?
Ya
Citra terklasifikasi
Gambar 3 Bagan alir pengolahan citra satelit landsat ETM+
Hubungan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Potensi Emisi CO2
dengan Suhu Udara
Normalitas Data
Uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk
menentukan pola sebaran data hasil pengamatan. Jika hasil signifikan KS>0.5
(p>0.05) menandakan data hasil pengamatan berdistribusi secara normal. Menurut
Sungkawa 2009, asumsi sebaran yang diperlukan dalam analisis regresi adalah
asumsi normalitas, sehingga data hasil penelitian harus menyebar normal.
9
Korelasi Antar Suhu dengan Luas RTH dan Emisi CO2
Analisis korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan
antara luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan suhu udara dan potensi emisi
CO2 dengan suhu udara. Tingkat korelasi hubungan antara kedua variabel
dinyatakan dengan besarnya nilai determinasi (R2).
Pada penelitian ini disusun dua persamaan regresi yaitu hubungan luas
RTH dengan suhu udara dan hubungan antara potensi emisi CO2 dengan suhu
udara. Hubungan-hubungan tersebut dibuat dengan persamaan sebagai berikut
(Walpole 1982):
Keterangan:
= suhu udara (°C)
= luas RTH (ha)
= potensi emisi CO2 (Mega ton CO2/tahun)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak antara 106°22’42" BT
sampai 106°58’18" BT dan 5°19’12" LS sampai 6°23’54" LS. Sebelah Utara DKI
Jakarta berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Bekasi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7
meter diatas permukaan laut. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK
Gubernur Nomor 171 tahun 2007, adalah berupa daratan seluas 662.33 km2 dan
berupa lautan seluas 6977.5 km2 (BPS 2013).
Wilayah administrasi pemerintahan Provinsi DKI Jakarta terbagi ke dalam
lima wilayah kota dan satu wilayah kabupaten. Nama wilayah administratif kota
terdiri atas kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan
Jakarta Utara serta kabupaten Kepulauan Seribu.
Wilayah DKI Jakarta memiliki tipe iklim D menurut klasifikasi iklim
Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata tahunan 2000 mm. Wilayah DKI
Jakarta termasuk daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun
28 °C dengan kelembaban antara 80% sampai 90%. Temperatur tahunan
maksimum 32 °C dan minimum 22 °C. Kecepatan angin rata-rata 11.2 km/jam
(Kementrian Kehutanan 2012).
10
Potensi Emisi CO2
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk DKI Jakarta selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2000 jumlah penduduk sebanyak 8 347 083 individu dan terus meningkat
hingga pada tahun 2012 sebnayak 9 907 312 individu. Laju pertumbuhan
penduduk DKI Jakarta dari tahun 2000 hingga 2012 sebesar 0.01% per tahun.
Kenaikan jumlah penduduk mengakibatkan peningakatan emisi CO2 yang
dikeluarkan oleh manusia yang berasal dari hasil metabolisme. Pada tahun 2000,
emisi CO2 dari hasil metabolisme penduduk sebesar 2 924 817.88 ton, tahun 2004
sebesar 3 057 460.75 ton, tahun 2008 sebesar 3 204 821.82 ton, dan tahun 2012
sebesar 3 471 522.12 ton. Perkembangan jumlah penduduk dan emisi CO2 dari
tahun 2000 hingga 2012 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta tahun 2000–2012
Tahun
Jumlah Penduduk
Emisi CO2
(Individu)a
(ton CO2/tahun)
2000
8 347 083
2 924 817.88
2004
8 725 630
3 057 460.75
2008
9 146 181
3 204 821.82
2012
9 907 312
3 471 522.12
a
Sumber data jumlah penduduk: BPS Provinsi DKI Jakarta
Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Sektor Transportasi
Kebutuhan bahan bakar Kota Jakarta adalah jumlah bahan bakar minyak
(bensin, minyak diesel, dan minyak tanah) dan gas LPG yang didistribusikan
Pertamina ke Kota Jakarta. Konsumsi bahan bakar minyak yang dihitung pada
penelitian ini hanya berasal dari sektor transportasi dan penduduk.
Berdasarkan hasil perhitungan emisi CO2 dari sektor transportasi berasal
dari bahan bakar minyak berupa bensin, solar, bio premium, dan bio solar
(Lampiran 1). Emisi CO2 terus meningkat dari tahun ke tahun walaupun terjadi
penurunan pada tahun 2008. Hal tersebut terjadi karena terdapat penambahan jenis
BBM baru berupa bio solar dan bio premium pada tahun 2008 yang ramah
lingkungan sehingga potensi emisi CO2 menurun pada tahun tersebut menjadi 5
733 699.36 ton CO2. Namun sangat disayangkan, terjadi peningkatan kembali pda
tahun 2012 dengan nilai sebesar 6 604 385.08 ton CO2.
Bensin dikenal dengan dengan merek dagang Premium maupun Pertamax
Plus diproduksi oleh Pertamina. Bensin salah satu produk turunan dari minyak
bumi dan lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar moda transportasi darat.
Penjualan bensin mengalami kenaikan pada setiap tahun (Lampiran 1). Pada tahun
2000, konsumsi bensin sebesar 1 485 711 kl, sedangkan tahun 2012 konsumsi
bensin sebesar 2 141 730 kl.
Solar juga merupakan salah satu produk turunan dari minyak bumi yang
khusus diperuntukkan bagi mesin diesel yang bertenaga tinggi. Alat transportasi
yang banyak menggunakan solar adalah bus dan truk. Konsumsi solar mengalami
penurunan dari nilai 560 586 kl tahun 2000 menjadi 7 729 kl tahun 2012, hal ini
disebabkan karena pada tahun 2008 terdapat jenis biosolar yang lebih
dikembangkan oleh Pertamina.
11
Pada tahun 2008 terdapat penjualan biopremium namun pada tahun 2012
tidak terdapat konsumsi bahan bakar jenis biopremium. Hal ini dikarenakan
kontinuitas dari ketersediaan ethanol untuk bahan bakar biopremium tersebut
tidak dapat dipastikan, sehingga Pertamina Unit III kesulitan untuk mendapatkan
bahan ethanol tersebut. Namun disisi lain, biosolar tetap mengalami peningkatan
karena bahan yang digunakan berbeda dengan biopremium yang lebih mudah
untuk diperoleh.
Potensi Emisi CO2 di DKI Jakarta
Menurut Dahlan (2004) kegiatan perkotaan baik yang bergerak maupun
tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan
kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang diperoleh
dari pembakaran bahan bakar fosil sehingga dalam proses ini akan menghasilkan
gas CO2.
Berdasarkan hasil perhitungan emisi CO2 hasil metabolisme penduduk dan
sektor transportasi dapat diprediksi potensi emisi CO2 di DKI Jakarta melalui
kedua sumber tersebut. Total emisi CO2 mengalami peningkatan secara signifikan
dari tahun 2000 sampai 2004, namun terjadi penurunan pada tahun 2008 yang
disebabkan oleh BBM transportasi yang menurun. Kemudian, jumlah emisi CO2
mengalami kenaikan kembali pada tahun 2012. Potensi emisi CO2 di Jakarta
disajikan pada Tabel 3.
Tahun
2000
2004
2008
2012
Tabel 3 Potensi emisi CO2 di DKI Jakarta tahun 2000–2012
Emisi CO2
Manusia
BBM transportasi
Total emisi CO2
(ton CO2/th)
(ton CO2/th)
(ton CO2/th)
2 924 817.88
4 935 456.28
7 860 274.16
3 057 460.75
5 890 772.25
8 948 233.00
3 204 821.82
5 733 699.36
8 938 521.18
3 471 522.12
6 604 385.08
10 075 907.20
Karbon dioksida (CO2) memiliki potensi pemanasan yang paling kecil
apabila dibandingkan dengan gas GRK lainnya seperti metana (CH4), nitro oksida
(N2O), hydrofluorokarbon (HPCs) dan sulfur hexa flourida (SPs). Meskipun
demikian, konsentrasi di atmosfer paling besar apabila dibandingkan dengan gas
rumah kaca lainnya sehingga CO2 diisukan sebagai penyebab pemanasan global
(Iqbal 2012).
Tutupan dan Penggunaan Lahan DKI Jakarta
Hasil uji akurasi pengolahan citra landsat ditunjukkan dari hasil perhitungan
nilai overall accuracy dan kappa accuracy. Nilai overall accuracy tahun 2000,
2004, 2008, dan 2012 secara berturut-turut adalah 99.22%, 99.52%, 100%, dan
99.81%. Selain itu, nilai kappa accuracy menunjukkan nilai secara berturut-turut
yaitu 98.84%, 99.40%, 100%, dan 99.77%. Berdasarkan hasil kedua uji akurasi
tersebut dikatakan bahwa pengolahan citra dapat diterima dan digunakan dalam
penelitian ini (Prasatya 2006).
12
Hasil analisis citra landsat menunjukkan lahan terbangun menutupi sebagian
besar kelas tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta. Hal tersebut dapat
ditunjukkan oleh luas lahan terbangun yang mengalami peningkatan yang sangat
pesat setiap tahunnya. Luas lahan terbangun pada tahun 2000 sebesar 332.70 km2
atau 50.69%, tahun 2004 sebesar 391.79 km2 atau 59.70%, tahun 2008 sebesar
405.69 km2 atau sebesar 61.81% dan pada tahun 2012 sebesar 466.46 km2 atau
71.07%. Kenaikan luas lahan terbangun setiap tahunnya disebabkan oleh semakin
meningkatnya kebutuhan akan lahan oleh penduduk DKI Jakarta.
Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) selalu mengalami penurunan pada
setiap tahun. Pada tahun 2000, luas RTH sebesar 220.23 km2 atau 33.56%, tahun
2004 sebesar 175.24 km2 atau 26.70%, tahun 2008 sebesar 155.86 km2 atau
23.75%, dan pada tahun 2012 sebesar 110.12 km2 atau 16.78%. Kelas tutupan dan
penggunaan lahan berupa badan air, rawa, rumput, dan sawah dapat dikatakan
tidak mengalami perubahan yang cukup berarti disetiap tahunnya. Kelas tutupan
dan penggunaan sawah hanya 1% setiap tahun. Hal tersebut dapat didentifikasi
bahwa perubahan tutupan dan penggunaan lahan berupa RTH menjadi lahan
terbangun sangat pesat dari tahun ke tahun. Lahan terbangun tersebut
diperuntukkan bagi permukiman penduduk, pabrik, maupun pembangunan
fasilitas-fasilitas umum seperti jalan ataupun jembatan. Luas tutupan dan
penggunaan lahan DKI Jakarta diperoleh melalui hasil pengolahan citra landsat
ETM+ tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012 disajikan pada Tabel 4.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a
Tabel 4 Tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta tahun 2000 –2012
Luas tutupan dan penggunaan lahan
Kelas
Landsat
Landsat
Landsat
Landsat
tutupan dan
ETM+ tahun
ETM+ tahun
ETM+ tahun
ETM+
penggunaan
2000
2004
2008
tahun 2012
lahan
km2
%
km2
%
km2
%
km2
%
Lahan
332.70 50.69 391.79 59.70 405.69 61.81 466.46 71.07
terbangun
RTH
220.23 33.56 175.24 26.70 155.86 23.75 110.12 16.78
Badan air
10.80 1.65 12.40 1.89 14.84 2.26
8.53 1.30
Rawa
10.13 1.54 10.84 1.56 14.79 2.25 12.10 1.84
Rumput
46.78 7.13 56.53 8.61 60.20 9.17 54.87 8.36
Sawah
8.57 1.31
9.52 1.45
4.93 0.75
4.23 0.64
Awan
5.16 0.79
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
Bayangan
21.94 3.34
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
awan
Total Luas
656.31 100 656.31 100 656.31 100 656.31 100
Ruang Terbuka Hijau (RTH) selain rumput dan sawah
Pada pengolahan citra tahun 2000 terdapat tutupan awan dan bayangan
awan masing-masing sebesar 0.79 dan 3.34% dari luas total Jakarta akan tetapi
pada tahun-tahun selanjutnya yaitu tahun 2004, 2008, dan 2012 tidak ditemukan
tutupan maupun bayangan awan pada citra. Namun demikian, melalui interpretasi
visual dapat diduga bahwa penutupan awan dan bayangan awan pada tahun 2000
menutupi kelas tutupan dan penggunaan lahan terbangun.
13
Salah satu penyebab peningkatan luas areal lahan terbangun setiap tahun
dikarenakan penambahan jumlah penduduk di perkotaan. Menurut Pontoh dan
Kustiawan (2009), pertambahan jumlah penduduk di suatu kota akan berimplikasi
pada peningkatan kegiatan dan kebutuhan pelayanan kota sehingga dibutuhkan
penambahan, penyediaan, dan pembangunan fasilitas perkotaan yang berdampak
pada perubahan struktur fisik dan fungsional kota sebagai penyokong kegiatan
sosial dan ekonomi masyarakat.
Arah perubahan tutupan dan penggunaan lahan RTH menjadi lahan
terbangun cenderung bersifat irreversible artinya sulit untuk kembali seperti
semula, apabila diusahakan untuk dapat kembali ke penutupan lahan awal, maka
diperlukan energi yang besar untuk mengerjakannya seperti biaya, waktu dan
kemungkinan munculnya konflik sosial dan budaya (BAPPEDA 2007). Oleh
karena itu, perencanaan wilayah yang bijaksana sangat diperlukan guna mencegah
semakin pesatnya penurunan luas RTH di perkotaan. Peta tutupan dan
penggunaan lahan DKI Jakarta disajikan pada Gambar 4, 5, 6, dan 7.
Gambar 4 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000
14
Gambar 5 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2004
Gambar 6 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2008
15
Gambar 7 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2012
Hubungan Potensi Emisi CO2 dan Luas RTH Dengan Suhu Udara
Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara
Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 2) menunjukkan nilai
KS>0.05 pada variabel potensi emisi CO2 dan suhu udara, sehingga data potensi
emisi CO2 dan suhu udara memiliki sebaran yang normal. Oleh karena itu, data
tersebut dapat digunakan dalam melakukan analisis regresi sederhana.
Selain itu, berdasarkan hasil uji korelasi Pearson (Lampiran 3) diperoleh
nilai korelasi sebesar 0.996 dan p memiliki nilai dibawah 0.05 (0.0060.05 sehingga dapat dikatakan data luas RTH dan suhu udara memiliki
sebaran yang normal. Seperti halnya, data potensi emisi CO2 dengan suhu udara,
luas RTH dan suhu udara dapat dilanjutkan pada analisis regresi sederhana.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson diperoleh nilai korelasi sebesar 0.997 dengan nilai p = 0.003. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara
luas RTH terhadap suhu udara. Persamaan yang diperoleh dari analisis regresi
linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara adalah sebagai berikut suhu
udara = 29.3 – 0.01 (luas RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p = 0.004. Hasil
analisis regresi luas RTH dengan suhu udara disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Analisis regresi linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara
Std. Error
Persamaan regresi
R
R Square
Sig
of Estimate
0.99
0.99
0.046
0.004
Suhu udara (oC)
Melalui persamaan tersebut menunjukkan bahwa luas RTH memiliki
hubungan yang negatif dengan suhu udara. Penurunan luas RTH akan
meningkatkan suhu udara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pada setiap
penurunan luas RTH sebesar 1 km2, maka menyebabkan suhu naik 0.01 oC.
Pernyataan tersebut digambarkan pada Gambar 9.
28.4
28.2
28.0
27.8
27.6
27.4
27.2
27.0
26.8
26.6
26.4
R2 = 0.99
110.12
155.86
175.24
Luas Ruang Terbuka Hijau
220.23
(km2)
Gambar 9 Hubungan luas RTH dengan suhu udara
Ruang Terbuka Hijau memiliki peran penting dalam menjaga
keseimbangan suhu udara khususnya di perkotaan. Menurut Cohen et al. (2012)
menyatakan bahwa wilayah yang tidak memiliki kawasan hijau (RTH) akan
18
menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi. Ruang Terbuka Hijau di wilayah
perkotaan dapat membantu meminimalkan efek peningkatan suhu udara dengan
menciptakan kondisi pendinginan suhu udara di sekitar.
Peranan dari RTH diperoleh melalui proses fotosintesis yang terjadi pada
tumbuhan. Ruang Terbuka Hijau yang didominasi oleh pepohonan mempunyai
peranan besar dalam meredam suhu agar menjadi lebih rendah. Terdapat dua
mekanisme bagi RTH untuk menurunkan suhu udara terutama pada siang hari.
Mekanisme pertama kanopi hutan dapat meredam radiasi sinar matahari yang
datang ke permukaan lantai hutan, sehingga suhu permukaan lantai hutan menjadi
rendah, begitu pula dengan suhu udara di atas permukaan di bawah kanopi hutan.
Mekanisme kedua, pada siang hari energi netto digunakan untuk proses evaporasi
dan transpirasi yang kemudian digunakan untuk memanaskan udara. Keberadaan
vegetasi khsusnya pepohonan menggunakan banyak energi dalam proses
evapotranspirasi sehingga energi untuk memanaskan udara menjadi berkurang
(Rushayati 2012; Effendi 2007).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu udara yaitu
melalui penambahan luas RTH di Jakarta. Penambahan luas RTH ini sebaiknya
diikuti dengan penanaman jenis pepohonan agar fungsi RTH sebagai pengontrol
suhu udara menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pembangunan RTH diantaranya meliputi ukuran, bentuk,
serta kepadatan kanopi pohon karena hal-hal tersebut menentukan luas
penangkapan air hujan, radiasi matahari, kelembaban, dan medan angin
(Madigosky 2004). Menurut Dachlan (2013), jenis-jenis tanaman yang memiliki
tingkat penyerapan gas CO2 yang baik antara lain kihujan (Samanea saman),
damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung
(Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus
benjamina).
Kondisi wilayah Kota DKI Jakarta saat ini dapat dikatakan cukup sulit
untuk menambah luas RTH yang diperlukan dalam upaya menurunkan suhu udara.
Oleh karena itu, penurunan suhu udara juga harus diikuti dan diimbangi oleh
penurunan emisi CO2 agar penurunan suhu udara dapat dilakukan lebih efektif dan
efisien.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis statistik regresi linier diperoleh model persamaan
antara potensi emisi CO2 dengan suhu udara yaitu suhu udara = 23.2 + 0.5(potensi
emisi CO2) dengan nilai R2 = 0.96 dan p = 0.006. Hal ini menunjukkan bahwa
potensi emisi CO2 memiliki hubungan yang positif dengan suhu udara. Semakin
tinggi potensi emisi CO2, maka akan menyebabkan kenaikan suhu udara. Pada
setiap kenaikan 1 juta ton CO2 dari sektor transportasi dan penduduk, akan
meningkatkan suhu udara naik sebesar 0.5 oC. Hubungan antara luas RTH dengan
suhu udara yaitu suhu udara = 29.3 – 0.01(luas RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p
= 0.004. Hal ini menunjukkan bahwa luas RTH memiliki hubungan yang negatif
19
terhadap suhu udara. Ketika luas RTH menurun maka akan menyebabkan
kenaikan suhu udara. Pada setiap penurunan luas RTH 1 km2, maka akan
meningkatkan suhu naik sebesar 0.01 oC.
Saran
1. Taman-taman kota sebaiknya ditanami oleh berbagai jenis pepohonan
yang memiliki tingkat serapan karbon dioksida yang tinggi.
2. Mengurangi jumlah konsumsi BBMG dengan menggunakan energi
terbarukan dan teknologi ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2007. Pembangunan RTH
berkelanjutan. Prosiding seminar Jabodetabek 2007. P4W-LPPM IPB Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jakarta dalam Angka 2013. BPS Provinsi DKI
Jakarta.
[Cifor]. Center of International Forestry Research. 2014.
Hutan dan Bio
Fuel[Internet].
[diunduh
2014
Juli
17].
Tersedia
pada:
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/factsheet/4164-factsheet.pdf
Cohen P, Potchter O, Matzarakis A. 2012. Daily and seasonal climatic conditions
of green urban open spaces in the mediterranean climate and their impact on
human comfort. J Building and Environment. 51:285-295.
Dachlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan
Kota.Bogor (ID): IPB Pr.
Dahlan EN. 2007. Analisis kebutuhan luasan hutan kota sebagai sink gas CO2
antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di kota Bogor dengan
pendekatan sistem dinamik [Desertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dachlan EN. 2013. Kota hijau hutan Kota. ISBN: 979-8381-00-9.
Danielsen F, Beukema H, Burgess ND, Parish F, Br”Uhl C, Donald PF,
Murdiyarso D, Phalan B, Reijnders L, Struebig M, Fitzherbert EB. 2008.
Biofuel plantations on forested lands: double jeopardy for biodiversity and
climate. Conservation Biology. 23(2): 348–358.
Effendi S. 2007. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island
Wilayah Jabotabek [Desertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Guo-yu QIU, Hong-yong LI, Qing-tao Z, Wan C, Xiao-jian L, Xiang-ze L. 2013.
Effect of evapotranspiration on mitigation of urban temperature by
vegetation and urban agriculture. J Intergrative Agricultur. 12(8): 13071315.
Hamada S, Tanaka T, Ohta S. 2013. Impact of land use and topography on the
cooling effect of green areas on surrounding urban areas. Urban Forestry &
Urban Greening. 12:426-434.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC
Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume 6)
[Internet]. [diunduh 2014 Mei 26] Tersedia pada: http://www.ipccnggip.iges.or.jp/public/gl/invs5.html.
20
Iqbal M. 2012. Pendugaan dampak peningkatan emisi CO2 antropogenik dan
penurunan luas lahan hijau terhadap peningkatan nilai temperature hunidity
index kota Bogor dengan pendektaan sistem dinamik [skripsi]. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Gambaran umum Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta [Internet]. [diunduh 2014 Juli 7]. Tersedia pada:
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/DKI/umum_dki.html.
Li D, Zeid EB. 2013. Synergistic interactions between urban heat islands and heat
waves: the impact in cities is larger than the sum of its parts. J Applied
Meteorology and Climatology. 52: 2051 - 2064.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
Penginderaan Jauh [Terjemahan] Yogyakarta: UGM Press.
Madigosky SR. 2004. Tropical microclimatic considerations. Forest Canopies
2:24-48.
Pontoh N, Kustiawan I. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung (ID):
Penerbit ITB.
Priyatno D. 2012. Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta
(ID): Penerbit ANDI.
Prasatya RD. 2006. Kajian spasial sebaran vegetasi menggunakan citra Ikonos dan
Sistem Informasi Geografi: studi kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rachman INA. 2010. Perencanaan hutan kota untuk meningkatkan kenyamanan di
Kota Gorontalo [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rushayati SB. 2012. Model kota hijau di Kabupaten Bandung Jawa Barat
[Desertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Samiaji T. 2011. Gas CO2 di wilayah Indonesia. Berita Dirgantara 12(2): 68-75.
Sungkawa I. 2009. Peningkatan Kualitas Informasi pada Proses Pengolahan dan
Analisis Data Kasus : Kajian Residual dalam Mengatasi Data Pencilan
(outlier) pada Penggunaan Regresi Linier Sederhana. Seminar Nasional
“Kebijakan dan Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
Peningkatan Daya Saing Agribisnis Indonesia” Himpunan Informatika
Pertanian – Institut Pertanian Bogor – Departemen Pertanian Republik
Indonesi; 2009 Agust 6-7; Bogor, Indonesia. ISBN : 978 – 979 – 95366 – 0
– 7.
Walpole RE. 1982. Pengantar Statistik Ed ke-3. Jakarta (ID): PT Gramedia Pusaka
Utama.
Emisi Karbon
Aktual (Ema Ci)
(ton C/tahun)
936 541.86
409 491.67
(ton CO2/tahun)
3 433 986.81
1 501 469.47
4 935 456.28
2004
Bensin
Solar
1 787 364
656 947
60 215.58
23 996.43
Total
1 138 074.43
484 727.84
1 126 693.68
479 880.56
4 131 210.17
1 759 562.07
5 890 772.25
2008
Bensin
Bio premium
Solar
Bio solar
1 810 710
39 040
40 670
503 796
61 002.10
1 315.24
1 485.56
18 402.25
1 152 939.61
24 858.07
30 008.33
371 725.49
1 141 410.21
24 609.49
29 708.25
368 008.24
4 185 170.77
90 234.81
108 930.23
1 349 363.55
5 733 699.36
1 363 711.11
5 702.84
449 975.88
1 350 074.00
5 645.81
445 476.12
4 950 271.33
20 701.30
1 633 412.45
6 604 385.08
Total
2012
a
Emisi CO2 Aktual
(Ei)
Lampiran 1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012
Lampiran 1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012
Jumlah
Kandungan
Jumlah Energi
Konsumsi
Karbon
Jenis Bahan
yang dihasilkan
Tahun
a
Bahan Bakar
(Em Ci)
Bakar
(Kl)
(TJ/tahun)
(ton C/tahun)
Bensin
1 485 711
50 053.01
946 001.88
2000
Solar
560 586
20 476.63
413 627.95
Total
Bensin
Solar
Bio Solar
2 141 730
7 729
609 848
72 154.03
282.32
22 276.03
Total
Sumber Pertamina UPMS III tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012
21
22
Lampiran 2 Uji Normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov
Suhu udara dengan potensi emisi CO2
Descriptives
Suhu udara
Potensi
CO2
Statistic Std. Error
27.6500
.22546
.000
1.014
1.256
2.619
8.9500
.45000
.332
1.014
1.561
2.619
Mean
Skewness
Kurtosis
emisi Mean
Skewness
Kurtosis
Tests of Normality
Suhu udara
Potensi
emisi
CO2
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.206
4
.
.979
4
.894
.272
4
.
.941
4
.659
a. Lilliefors Significance Correction
Suhu udara dengan RTH
Descriptives
Suhu udara
RTH
Statistic Std. Error
27.6500
.22546
.000
1.014
1.256
2.619
165.3625 22.82184
-.023
1.014
.626
2.619
Mean
Skewness
Kurtosis
Mean
Skewness
Kurtosis
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Suhu udara
RTH
.206
.168
a. Lilliefors Significance Correction
4
4
.
.
.979
.996
4
4
Sig.
.894
.986
23
Lampiran 3 Uji korelasi Pearson
Suhu udara dengan potensi emisi CO2
Correlations
Potensi emisi
CO2
.994**
.006
4
1
Suhu udara
Suhu udara
Potensi emisi CO2
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
4
.994**
.006
4
4
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Suhu udara dengan luas RTH
Correlations
Suhu udara
Suhu udara
RTH
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1
4
**
-.996
.004
4
RTH
-.996**
.004
4
1
4
24
Lampiran 4 Analisis regresi linier sederhana
Suhu udara dengan potensi emisi CO2
Model Summary
Model
1
R
.994
a
R Square
Adjusted R Square
.988
.982
Std. Error of the
Estimate
.06120
a. Predictors: (Constant), Potensi emisi CO2
ANOVAa
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
.603
.007
.610
df
1
2
3
Mean
Square
.603
.004
F
160.890
Sig.
.006b
a. Dependent Variable: Suhu udara
b. Predictors: (Constant), Potensi emisi CO2
Model
1
(Constant)
Potensi emisi
CO2
Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
23.193
.353
.498
.039
.994
t
65.764
Sig.
.000
12.684
.006
a. Dependent Variable: Suhu udara
Suhu Udara dengan luas RTH
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
a
1
.996
.993
.990
a. Predictors: (Constant), RTH
Std. Error of the
Estimate
.04617
ANOVAa
Model
Sum of
Squares
Regression
.606
Residual
.004
Total
.610
a. Dependent Variable: Suhu udara
b. Predictors: (Constant), RTH
1
Mean
Square
df
1
2
3
.606
.002
F
284.179
Sig.
.004b
25
Lampiran 4 Analisis regresi linier sederhana (lanjutan)
Model
1
(Constant)
RTH
Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
t
29.278
.099
294.871
-.010
.001
-.996 -16.858
a. Dependent Variable: Suhu udara
Sig.
.000
.004
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda tanggal 6 Juni 1992. Penulis merupakan
anak tunggal dari pasangan Bapak Yonathan Steri dan Ibu Tatik Handayani
(Alm). Pada tahun 2010, penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas
di SMAN 13 Jakarta Utara dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
IPB. Selama menjalani masa perkuliahan, penulis menjadi anggota dalam
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) periode 2012-2013, anggota Kelompok Pemerhati Kupu-kupu
(KPK HIMAKOVA) periode 2012-2013, Pengurus Persekutuan Fakultas
Kehutanan periode 2012-2013.
Kegiatan-kegiatan mahasiswa yang pernah penulis ikuti selama di IPB
diantaranya adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di CA. Sancang
Timur dan Gunung Papandayan (2012), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan
KPH Cianjur (2013), Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TWA Penelokan
Bali (2014), Pekan Kegiatan Mahasiswa Karya Cipta (PKM KC) “Eggin” (2014),
Camp Komisi Pra Alumni PMK IPB di Ciampea (2014). Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian di
DKI Jakarta dengan judul “Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Potensi
Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI Jakarta” dibawah bimbingan
Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi.
DAN POTENSI EMISI CO2 ANTROPOGENIK
DENGAN SUHU UDARA DI DKI JAKARTA
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Ruang
Terbuka Hijau dan Potensi Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI
Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Ruth Africilia Imanuel Erta
NIM E34100031
ABSTRAK
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA. Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau
dan Potensi Emisi CO2 dengan Suhu Udara di DKI Jakarta. Dibimbing oleh SITI
BADRIYAH RUSHAYATI dan AGUS PRIYONO KARTONO.
Salah satu faktor penyebab peningkatan suhu udara dapat disebabkan oleh
penurunan luas Ruang Terbuka Hijau dan emisi karbon dioksida (CO2). Penelitian
ini bertujuan untuk menduga persamaan hubungan antara luas Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 antropogenik dengan suhu udara di DKI
Jakarta. Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara dan luas RTH dengan
suhu udara menggunakan analisis regresi sederhana. Persamaan antara potensi
dengan suhu udara yaitu suhu udara = 23.2 + 0.5(potensi emisi CO2) dengan nilai
R2 = 0.96 dan p = 0.006. Pada setiap kenaikan 1 juta ton CO2 dari sektor
transportasi dan penduduk, akan menengkatkan suhu udara naik sebesar 0.5 oC.
Persamaan luas RTH dengan suhu udara yaitu suhu udara = 29.3 – 0.01(luas
RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p = 0.004. Pada setiap penurunan luas RTH 1
km2, akan meningkatkan suhu udara sebesar 0.01 oC.
Kata kunci: emisi CO2, regresi linier sederhana, ruang terbuka hijau, suhu udara.
ABSTRACT
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA. The Relationship Between the Wide of
Green Open Space Area and Potential CO2 Emissions with The Air Temperature
in DKI Jakarta. Supervised by SITI BADRIYAH RUSHAYATI and AGUS
PRIYONO KARTONO.
Some of the causes temperature increase can be caused by a widespread
decline green open space and the emission of carbon dioxide (CO2). This thesis
aimed to estimate the equation of the wide green open space and potential
anthropogenik CO2 emissions with the air temperature in DKI Jakarta. Relations
potential CO2 emission with the air temperature and the wide of the green open
space with the air temperature using simple regression analysis. Equation between
the potential CO2 emission with air temperature namely air temperature = 23.2 +
0.5(potential CO2 emission) with value R2 = 0.96 and p = 0.006. On every
increase of 1 million tons of CO2 which got from the transportation sector and
population, so temperature rose to 0.5 oC. Equation between the wide of green
open space with air temperature namely air temperature = 29.3 – 0.01(wide of
green open space) with value R2 = 0.99 and p = 0.004. On each wide of green
open space declined in 1 km2, then caused temperature rose to 0.01 oC.
Keywords: air temperature, CO2 emissions, green open space, simple regression
analysis.
HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU
DAN POTENSI EMSI CO2 ANTROPOGENIK
DENGAN SUHU UDARA DI DKI JAKARTA
RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dan sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ialah mengenai
lingkungan, dengan judul Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Potensi
Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI Jakarta.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena tidak luput dari dukungan
berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penghargaan dan
terimakasih penulis berikan kepada Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi dan
Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku dosen pembimbing yang dengan
sepenuh hati mendukung serta senantiasa memberikan kritik dan saran kepada
penulis. Ibu Evan, Ibu Ratna beserta seluruh staf tata usaha DKSHE yang telah
membantu penulis dalam mengurus semua administrasi. Para Staf Badan Pusat
Statistik (BPS) provinsi DKI Jakarta, Pertamina UPMS unit III, dan BMKG
Jakarta atas bantuan kepada penulis dalam mengumpulkan data.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2014
Ruth Africilia Imanuel Erta
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir Penelitian
2
METODE
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
9
Potensi Emisi CO2
10
Tutupan dan Penggunaan Lahan DKI Jakarta
11
Hubungan Potensi Emisi CO2 dan Luas RTH dengan Suhu Udara
15
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data penelitian
2 Emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta tahun 2000–2012
3 Potensi emisi CO2 di DKI Jakarta tahun 2000–2012
4 Tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta tahun 2000 –2012
5 Analisis regresi linier sederhana antara suhu udara dengan potensi emisi
CO2
6 Analisis regresi linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara
4
10
11
12
15
17
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian
2 Peta lokasi penelitian
3 Bagan alir pengolahan citra satelit landsat ETM+
4 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000
5 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2004
6 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2008
7 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2012
8 Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara
9 Hubungan luas RTH dengan suhu udara
2
3
8
13
14
14
15
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012
2 Uji Normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov
3 Uji korelasi Pearson
4 Analisis regresi linier sederhana
21
22
23
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau bahang kota (Urban Heat Island) merupakan salah satu fenomena
yang banyak melanda berbagai Negara khususnya di kota-kota besar. Urban Heat
Island (UHI) dicirikan dengan suhu udara di daerah perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu udara yang berada di daerah sekitarnya (Rushayati
2012). Salah satu kota di Indonesia yang mengalami fenomena tersebut adalah
Jakarta.
Jumlah penduduk DKI Jakarta yang kian meningkat dari tahun ke tahun
menyebabkan kebutuhan akan penggunaan lahan semakin meningkat. Hal tersebut
menyebabkan ketersediaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi berkurang
dan berakibat pada bertambahnya luas lahan terbangun. Pengurangan luas RTH
merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan suhu udara (Effendy 2007).
Effendy (2007) menyatakan setiap pengurangan 50% RTH menyebabkan
peningkatan suhu udara sebesar 0.4–1.8 °C dan penambahan RTH 50% hanya
menurunkan suhu udara sebesar 0.2–0.5 °C. Menurut Rachman (2010), setiap
penambahan luasan RTH dengan lahan bervegetasi pohon seluas 10 ha dapat
menurunkan suhu 0.7 °C.
Selain itu, perubahan suhu udara diperkotaan disebabkan juga oleh
meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) seperti gas karbondioksida
(CO2) dan lainnya (Dahlan 2007). Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya
kebutuhan energi berupa Bahan Bakar Minyak dan Gas (BBMG) yang digunakan
untuk kendaraan bermotor, industri, maupun rumah tangga. Hasil sidang
lingkungan hidup sedunia di Jepang pada November 1991 menyatakan bahwa
kendaraan bermotor sebagai penghasil CO2 adalah penyebab utama kenaikan suhu
udara di dunia.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa luas RTH maupun emisi gas CO2
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap perubahan suhu udara di kota Jakarta.
Perubahan suhu menyebabkan kondisi iklim mikro yang tidak nyaman bagi
manusia sehingga akan meningkatkan penggunaan energi untuk Air Conditioning
(Guo-yu et al. 2013); serta perubahan suhu udara yang ektrem akan
mempengaruhi laju metabolisme dan kesehatan pada tubuh manusia manusia
dengan timbulnya penyakit seperti hipertermia (Hamada et al. 2013). Menurut Li
dan Zeid (2013), pada studi epidemiologis di Amerika Serikat ditemukan 4.5%
resiko kematian manusia untuk setiap peningkatan 1 °C suhu udara. Oleh karena
itu, penelitian ini diharapkan untuk mendapatkan persamaan hubungan antara luas
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 terhadap suhu udara di Kota
DKI Jakarta, sehingga dapat dilakukan tindakan mitigasi dan adaptasi yang efektif
serta efisien dalam menurunkan suhu udara di DKI Jakarta.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menduga persamaan hubungan antara luas
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 antropogenik dengan suhu
udara di DKI Jakarta.
2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai masukan dan gambaran kepada masyarakat
mengenai hubungan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi gas
karbon dioksida (CO2) antropogenik dengan suhu udara di DKI Jakarta serta
sebagai bahan pertimbangan kepada pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan
tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap kenaikan suhu udara di DKI Jakarta.
Kerangka Pikir Penelitian
Jumlah penduduk yang meningkat salah satu penyebab tingginya kebutuhan
masyarakat akan penggunaan lahan di DKI Jakarta sehingga areal Ruang Terbuka
Hijau (RTH) diubah menjadi lahan terbangun. Selain itu, meningkatnya penduduk
dari tahun ke tahun menyebabkan kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak dan Gas
(BBMG) meningkat yang berakibat pada meningkatnya emisi CO2. Luas RTH
yang menurun dan emisi CO2 berdampak pada peningkatan suhu udara khususnya
di DKI Jakarta. Model hubungan antara luas RTH dan emisi CO2 dengan suhu
udara diharapkan dapat menentukan tindakan mitigasi dan adaptasi yang tepat dan
efisien terhadap peningkatan suhu udara. Kerangka pikir tersaji pada Gambar 1.
Kota DKI Jakarta
Permasalahan
Perubahan
tutupan dan
penggunaan
lahan
Luas lahan
terbangun
meningkat
Jumlah penduduk
meningkat
Luas RTH
menurun
Peningkatan suhu udara
Menduga model hubungan
Tindakan mitigasi dan
adaptasi
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Kebutuhan
BBMG
meningkat
Emisi CO2
meningkat
3
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan diantaranya jumlah konsumsi Bahan Bakar Minyak
pada sektor transportasi, jumlah penduduk, data suhu udara, peta administrasi
serta citra landsat ETM+ path/row 122/064 tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012.
Alat
Alat yang digunakan diantaranya satu set komputer dengan perangkat
lunak ERDAS Imagine 9.0 dan ArcGIS 10.1 untuk pengolahan citra landsat dan
peta, Global Positioning System (GPS), IBM SPSS 22, Microsoft Excell,
Microsoft Word.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota DKI Jakarta selama tiga bulan yaitu dari
bulan April hingga Juni 2014. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
4
Asumsi dan Batasan Penelitian
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lingkungan udara Kota
DKI Jakarta merupakan lingkungan yang tertutup sehingga tidak ada udara masuk
maupun keluar, kendaraan yang masuk ke dalam Kota DKI Jakarta dianggap sama
dengan jumlah kendaraan yang keluar dari Kota DKI Jakarta, dan jumlah
penduduk yang masuk dan keluar dari wilayah Kota DKI Jakarta dianggap sama.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil perhitungan yang menggunakan data instansi dan pengolahan
citra satelit landsat ETM+, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka
berupa literatur dalam bentuk jurnal ataupun buku. Adapun data yang digunakan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Data yang digunakan
Jumlah penduduk
Jumlah konsumsi Bahan
Bakar Minyak
Suhu Udara rata-rata
tahunan
Peta Administrasi Jakarta
Citra Landsat 7 ETM+
Jenis data
Sumber data
Primer Sekunder
V
BPS
V
Pertamina UPMS III
V
BPS
V
V
Tata Ruang
United States
Geological Survey
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap analisis. Tahap pertama yaitu
perhitungan potensi emisi gas CO2 antropogenik yang dihasilkan oleh aktivitas
manusia dari sumber jumlah penduduk maupun transportasi. Tahap kedua,
analisis luas tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012.
Tahap ketiga adalah analisis hubungan variabel luas Ruang Terbuka Hijau dan
potensi emisi CO2 dengan suhu udara rata-rata tahunan. Pada tahap ketiga analisis
yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Variabel luas RTH dan potensi
emisi CO2 memiliki korelasi yang tinggi sehingga tidak memenuhi asumsi klasik
pengujian regresi (Priyatno 2012). Berdasarkan hal tersebut dilakukan analisis
regresi linier sederhana dalam menghubungkan masing-masing variabel luas RTH
dan potensi emisi CO2 dengan suhu udara.
5
Perhitungan Potensi Emisi CO2 dari Sumber Emisi
Potensi emisi CO2 dihitung dengan menggunakan metode yang
dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 1996.
Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi Bahan Bakar Minyak dan
jumlah penduduk.
Energi Bahan Bakar Minyak
Energi bahan bakar digunakan untuk aktivitas industri, transportasi, rumah
tangga, serta pembangkit listrik. Emisi CO2 dihasilkan melalui proses pembakaran.
Aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2 dihubungkan dengan jenis
bahan bakar serta jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan.
Jumlah energi yang dihasilkan bahan bakar dihitung dengan cara:
Ci (TJ/tahun) = ai (103 ton/tahun) x bi (TJ/103 ton)
Keterangan:
Ci = jumlah energi yang dihasilkan dari konsumsi bahan bakar berdasarkan
jenis bahan bakar (TJ/tahun)
ai = konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103 ton/tahun)
bi = nilai kalori bersih atau faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar
(TJ 10-3 ton)
i
= jenis bahan bakar (bensin dan solar)
TJ = Ton Joule
Kandungan karbon yang terdapat pada setiap bahan bakar minyak dihitung
dengan menggunakan cara:
EmCi (ton C/tahun) = Ci (TJ/tahun) x di (ton C/TJ)
Keterangan:
EmCi = kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)
di
= faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/TJ)
Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar digitung
dengan menggunakan cara:
EmaCi (ton C/tahun) = EmCi (TJ/tahun) x f
Keterangan:
EmaCi
= emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)
f
= fraksi CO2 (BBM = 0,99; BBG = 0,995; batubara = 1)
Total emisi CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dihitung dengan
cara:
Ei (ton CO2/tahun) = EmaCi (ton C/tahun) x (44/12)
6
Keterangan:
Ei
= emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton CO2/tahun)
Jumlah Penduduk
Berdasarkan Goth (2005) diacu dalam Dahlan (2007), rata-rata manusia
bernapas dalam keadaan sehat serta tidak banyak bergerak sebanyak 12-18 kali
per menit sekitar 500 ml udara setiap tarikan napas dan jumlah gas CO2 yang
dihasilkan oleh manusia sebesar 39.6 gr/jam/orang. Adapun perhitungan CO2
yang dihasilkan oleh penduduk DKI Jakarta adalah:
M = JPT(t) x Kp
Keterangan:
M
= karbondioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke-t (ton
CO2/tahun)
JPT(t)
= jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke-t (jiwa)
Kp
= jumlah karbondioksida yang dihasilkan manusia (0.96 kg
CO2/jiwa/hari atau 0.3504 ton CO2/jiwa/tahun)
Analisis Luas Tutupan dan Penggunaan Lahan
Analisis luas tutupan dan penggunaan lahan dilakukan pengolahan dengan
citra Landsat ETM+ path/row 122/064 dengan menggunakan software Erdas
Imagine 9.1. Pengolahan citra landsat ETM+ meliputi pemulihan citra, penajaman
citra, pemotongan wilayah kajian, survei lapangan, dan klasifikasi tutupan lahan
(Suwargana 2005).
a. Pemulihan citra (Imange restoring)
Pada saat pengambilan citra oleh satelit terdapat perubahan yang
dialami oleh citra, sehingga diperlukan perbaikan radiometrik dan
geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada
nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun
kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dilakukan dengan mengambil titiktitik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi.
Koreksi geometrik digunakan untuk menyetarakan posisi koordinat dari
citra landsat dengan menggunakan peta topografi.
b. Penajaman citra (Image enhancement)
Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih
tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual
untuk tujuan tertentu.
c. Pemotongan (Subset) wilayah kajian
Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang
telah ditentukan yaitu berdasarkan batas administrasi wilayah Kota Jakarta.
Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi
objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of
Interest (AOI).
7
d. Survei lapangan
Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan
perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survei yang mewakili kelas
penutupan lahan, diambil titik koordinatnya dengan menggunakan GPS
untuk diverifikasikan dengan data citra.
e. Klasifikasi penutupan lahan
Klasifikasi merupakan proses pengelompokkan dari nilai-nilai
spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokkan kelas yaitu
klesifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (Supervised
classification) yang menggunakan training sample. Langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel
Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan
(training sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi tahun 2014
sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna
yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi kedalam
kelas badan air, rawa, lahan terbangun, Ruang Terbuka Hijau (RTH),
sawah, dan rumput.
2. Proses klasifikasi
Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan
menggunakan metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum
likehood classification. Metode klasifikasi pengkelas kemiripan
maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan
spektral maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi
satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan
ke dalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas
penutupan lahan dan presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas.
3. Uji Akurasi
Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan
lahan. Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar
kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan di
lapangan. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah
mensyaratkan tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem
klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun yaitu tingkat
ketelitian klasifikasi/interpretasi minimum dengan menggunakan
pengindraan jauh harus tidak kurang dari 85% (Lillesand dan Kiefer 1997).
8
Citra Landsat ETM+
tahun 2000, 2004,
2008, dan 2012
Koreksi
Geometrik
Peta Digital Batas
Kawasan
Citra Terkoreksi
Peta Rupa Bumi
Digital
Tidak
Subset image
Overlay
Cek lapangan
Interpretasi
visual
Klasifikasi
1. Pembuatan training
area
2. Klasifikasi
terbimbing
Analisis
separabilitas
Uji Akurasi
Tidak
Diterima?
Ya
Diterima?
Ya
Citra terklasifikasi
Gambar 3 Bagan alir pengolahan citra satelit landsat ETM+
Hubungan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Potensi Emisi CO2
dengan Suhu Udara
Normalitas Data
Uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk
menentukan pola sebaran data hasil pengamatan. Jika hasil signifikan KS>0.5
(p>0.05) menandakan data hasil pengamatan berdistribusi secara normal. Menurut
Sungkawa 2009, asumsi sebaran yang diperlukan dalam analisis regresi adalah
asumsi normalitas, sehingga data hasil penelitian harus menyebar normal.
9
Korelasi Antar Suhu dengan Luas RTH dan Emisi CO2
Analisis korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan
antara luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan suhu udara dan potensi emisi
CO2 dengan suhu udara. Tingkat korelasi hubungan antara kedua variabel
dinyatakan dengan besarnya nilai determinasi (R2).
Pada penelitian ini disusun dua persamaan regresi yaitu hubungan luas
RTH dengan suhu udara dan hubungan antara potensi emisi CO2 dengan suhu
udara. Hubungan-hubungan tersebut dibuat dengan persamaan sebagai berikut
(Walpole 1982):
Keterangan:
= suhu udara (°C)
= luas RTH (ha)
= potensi emisi CO2 (Mega ton CO2/tahun)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak antara 106°22’42" BT
sampai 106°58’18" BT dan 5°19’12" LS sampai 6°23’54" LS. Sebelah Utara DKI
Jakarta berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Bekasi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7
meter diatas permukaan laut. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK
Gubernur Nomor 171 tahun 2007, adalah berupa daratan seluas 662.33 km2 dan
berupa lautan seluas 6977.5 km2 (BPS 2013).
Wilayah administrasi pemerintahan Provinsi DKI Jakarta terbagi ke dalam
lima wilayah kota dan satu wilayah kabupaten. Nama wilayah administratif kota
terdiri atas kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan
Jakarta Utara serta kabupaten Kepulauan Seribu.
Wilayah DKI Jakarta memiliki tipe iklim D menurut klasifikasi iklim
Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata tahunan 2000 mm. Wilayah DKI
Jakarta termasuk daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun
28 °C dengan kelembaban antara 80% sampai 90%. Temperatur tahunan
maksimum 32 °C dan minimum 22 °C. Kecepatan angin rata-rata 11.2 km/jam
(Kementrian Kehutanan 2012).
10
Potensi Emisi CO2
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk DKI Jakarta selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2000 jumlah penduduk sebanyak 8 347 083 individu dan terus meningkat
hingga pada tahun 2012 sebnayak 9 907 312 individu. Laju pertumbuhan
penduduk DKI Jakarta dari tahun 2000 hingga 2012 sebesar 0.01% per tahun.
Kenaikan jumlah penduduk mengakibatkan peningakatan emisi CO2 yang
dikeluarkan oleh manusia yang berasal dari hasil metabolisme. Pada tahun 2000,
emisi CO2 dari hasil metabolisme penduduk sebesar 2 924 817.88 ton, tahun 2004
sebesar 3 057 460.75 ton, tahun 2008 sebesar 3 204 821.82 ton, dan tahun 2012
sebesar 3 471 522.12 ton. Perkembangan jumlah penduduk dan emisi CO2 dari
tahun 2000 hingga 2012 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta tahun 2000–2012
Tahun
Jumlah Penduduk
Emisi CO2
(Individu)a
(ton CO2/tahun)
2000
8 347 083
2 924 817.88
2004
8 725 630
3 057 460.75
2008
9 146 181
3 204 821.82
2012
9 907 312
3 471 522.12
a
Sumber data jumlah penduduk: BPS Provinsi DKI Jakarta
Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Sektor Transportasi
Kebutuhan bahan bakar Kota Jakarta adalah jumlah bahan bakar minyak
(bensin, minyak diesel, dan minyak tanah) dan gas LPG yang didistribusikan
Pertamina ke Kota Jakarta. Konsumsi bahan bakar minyak yang dihitung pada
penelitian ini hanya berasal dari sektor transportasi dan penduduk.
Berdasarkan hasil perhitungan emisi CO2 dari sektor transportasi berasal
dari bahan bakar minyak berupa bensin, solar, bio premium, dan bio solar
(Lampiran 1). Emisi CO2 terus meningkat dari tahun ke tahun walaupun terjadi
penurunan pada tahun 2008. Hal tersebut terjadi karena terdapat penambahan jenis
BBM baru berupa bio solar dan bio premium pada tahun 2008 yang ramah
lingkungan sehingga potensi emisi CO2 menurun pada tahun tersebut menjadi 5
733 699.36 ton CO2. Namun sangat disayangkan, terjadi peningkatan kembali pda
tahun 2012 dengan nilai sebesar 6 604 385.08 ton CO2.
Bensin dikenal dengan dengan merek dagang Premium maupun Pertamax
Plus diproduksi oleh Pertamina. Bensin salah satu produk turunan dari minyak
bumi dan lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar moda transportasi darat.
Penjualan bensin mengalami kenaikan pada setiap tahun (Lampiran 1). Pada tahun
2000, konsumsi bensin sebesar 1 485 711 kl, sedangkan tahun 2012 konsumsi
bensin sebesar 2 141 730 kl.
Solar juga merupakan salah satu produk turunan dari minyak bumi yang
khusus diperuntukkan bagi mesin diesel yang bertenaga tinggi. Alat transportasi
yang banyak menggunakan solar adalah bus dan truk. Konsumsi solar mengalami
penurunan dari nilai 560 586 kl tahun 2000 menjadi 7 729 kl tahun 2012, hal ini
disebabkan karena pada tahun 2008 terdapat jenis biosolar yang lebih
dikembangkan oleh Pertamina.
11
Pada tahun 2008 terdapat penjualan biopremium namun pada tahun 2012
tidak terdapat konsumsi bahan bakar jenis biopremium. Hal ini dikarenakan
kontinuitas dari ketersediaan ethanol untuk bahan bakar biopremium tersebut
tidak dapat dipastikan, sehingga Pertamina Unit III kesulitan untuk mendapatkan
bahan ethanol tersebut. Namun disisi lain, biosolar tetap mengalami peningkatan
karena bahan yang digunakan berbeda dengan biopremium yang lebih mudah
untuk diperoleh.
Potensi Emisi CO2 di DKI Jakarta
Menurut Dahlan (2004) kegiatan perkotaan baik yang bergerak maupun
tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan
kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang diperoleh
dari pembakaran bahan bakar fosil sehingga dalam proses ini akan menghasilkan
gas CO2.
Berdasarkan hasil perhitungan emisi CO2 hasil metabolisme penduduk dan
sektor transportasi dapat diprediksi potensi emisi CO2 di DKI Jakarta melalui
kedua sumber tersebut. Total emisi CO2 mengalami peningkatan secara signifikan
dari tahun 2000 sampai 2004, namun terjadi penurunan pada tahun 2008 yang
disebabkan oleh BBM transportasi yang menurun. Kemudian, jumlah emisi CO2
mengalami kenaikan kembali pada tahun 2012. Potensi emisi CO2 di Jakarta
disajikan pada Tabel 3.
Tahun
2000
2004
2008
2012
Tabel 3 Potensi emisi CO2 di DKI Jakarta tahun 2000–2012
Emisi CO2
Manusia
BBM transportasi
Total emisi CO2
(ton CO2/th)
(ton CO2/th)
(ton CO2/th)
2 924 817.88
4 935 456.28
7 860 274.16
3 057 460.75
5 890 772.25
8 948 233.00
3 204 821.82
5 733 699.36
8 938 521.18
3 471 522.12
6 604 385.08
10 075 907.20
Karbon dioksida (CO2) memiliki potensi pemanasan yang paling kecil
apabila dibandingkan dengan gas GRK lainnya seperti metana (CH4), nitro oksida
(N2O), hydrofluorokarbon (HPCs) dan sulfur hexa flourida (SPs). Meskipun
demikian, konsentrasi di atmosfer paling besar apabila dibandingkan dengan gas
rumah kaca lainnya sehingga CO2 diisukan sebagai penyebab pemanasan global
(Iqbal 2012).
Tutupan dan Penggunaan Lahan DKI Jakarta
Hasil uji akurasi pengolahan citra landsat ditunjukkan dari hasil perhitungan
nilai overall accuracy dan kappa accuracy. Nilai overall accuracy tahun 2000,
2004, 2008, dan 2012 secara berturut-turut adalah 99.22%, 99.52%, 100%, dan
99.81%. Selain itu, nilai kappa accuracy menunjukkan nilai secara berturut-turut
yaitu 98.84%, 99.40%, 100%, dan 99.77%. Berdasarkan hasil kedua uji akurasi
tersebut dikatakan bahwa pengolahan citra dapat diterima dan digunakan dalam
penelitian ini (Prasatya 2006).
12
Hasil analisis citra landsat menunjukkan lahan terbangun menutupi sebagian
besar kelas tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta. Hal tersebut dapat
ditunjukkan oleh luas lahan terbangun yang mengalami peningkatan yang sangat
pesat setiap tahunnya. Luas lahan terbangun pada tahun 2000 sebesar 332.70 km2
atau 50.69%, tahun 2004 sebesar 391.79 km2 atau 59.70%, tahun 2008 sebesar
405.69 km2 atau sebesar 61.81% dan pada tahun 2012 sebesar 466.46 km2 atau
71.07%. Kenaikan luas lahan terbangun setiap tahunnya disebabkan oleh semakin
meningkatnya kebutuhan akan lahan oleh penduduk DKI Jakarta.
Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) selalu mengalami penurunan pada
setiap tahun. Pada tahun 2000, luas RTH sebesar 220.23 km2 atau 33.56%, tahun
2004 sebesar 175.24 km2 atau 26.70%, tahun 2008 sebesar 155.86 km2 atau
23.75%, dan pada tahun 2012 sebesar 110.12 km2 atau 16.78%. Kelas tutupan dan
penggunaan lahan berupa badan air, rawa, rumput, dan sawah dapat dikatakan
tidak mengalami perubahan yang cukup berarti disetiap tahunnya. Kelas tutupan
dan penggunaan sawah hanya 1% setiap tahun. Hal tersebut dapat didentifikasi
bahwa perubahan tutupan dan penggunaan lahan berupa RTH menjadi lahan
terbangun sangat pesat dari tahun ke tahun. Lahan terbangun tersebut
diperuntukkan bagi permukiman penduduk, pabrik, maupun pembangunan
fasilitas-fasilitas umum seperti jalan ataupun jembatan. Luas tutupan dan
penggunaan lahan DKI Jakarta diperoleh melalui hasil pengolahan citra landsat
ETM+ tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012 disajikan pada Tabel 4.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a
Tabel 4 Tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta tahun 2000 –2012
Luas tutupan dan penggunaan lahan
Kelas
Landsat
Landsat
Landsat
Landsat
tutupan dan
ETM+ tahun
ETM+ tahun
ETM+ tahun
ETM+
penggunaan
2000
2004
2008
tahun 2012
lahan
km2
%
km2
%
km2
%
km2
%
Lahan
332.70 50.69 391.79 59.70 405.69 61.81 466.46 71.07
terbangun
RTH
220.23 33.56 175.24 26.70 155.86 23.75 110.12 16.78
Badan air
10.80 1.65 12.40 1.89 14.84 2.26
8.53 1.30
Rawa
10.13 1.54 10.84 1.56 14.79 2.25 12.10 1.84
Rumput
46.78 7.13 56.53 8.61 60.20 9.17 54.87 8.36
Sawah
8.57 1.31
9.52 1.45
4.93 0.75
4.23 0.64
Awan
5.16 0.79
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
Bayangan
21.94 3.34
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
awan
Total Luas
656.31 100 656.31 100 656.31 100 656.31 100
Ruang Terbuka Hijau (RTH) selain rumput dan sawah
Pada pengolahan citra tahun 2000 terdapat tutupan awan dan bayangan
awan masing-masing sebesar 0.79 dan 3.34% dari luas total Jakarta akan tetapi
pada tahun-tahun selanjutnya yaitu tahun 2004, 2008, dan 2012 tidak ditemukan
tutupan maupun bayangan awan pada citra. Namun demikian, melalui interpretasi
visual dapat diduga bahwa penutupan awan dan bayangan awan pada tahun 2000
menutupi kelas tutupan dan penggunaan lahan terbangun.
13
Salah satu penyebab peningkatan luas areal lahan terbangun setiap tahun
dikarenakan penambahan jumlah penduduk di perkotaan. Menurut Pontoh dan
Kustiawan (2009), pertambahan jumlah penduduk di suatu kota akan berimplikasi
pada peningkatan kegiatan dan kebutuhan pelayanan kota sehingga dibutuhkan
penambahan, penyediaan, dan pembangunan fasilitas perkotaan yang berdampak
pada perubahan struktur fisik dan fungsional kota sebagai penyokong kegiatan
sosial dan ekonomi masyarakat.
Arah perubahan tutupan dan penggunaan lahan RTH menjadi lahan
terbangun cenderung bersifat irreversible artinya sulit untuk kembali seperti
semula, apabila diusahakan untuk dapat kembali ke penutupan lahan awal, maka
diperlukan energi yang besar untuk mengerjakannya seperti biaya, waktu dan
kemungkinan munculnya konflik sosial dan budaya (BAPPEDA 2007). Oleh
karena itu, perencanaan wilayah yang bijaksana sangat diperlukan guna mencegah
semakin pesatnya penurunan luas RTH di perkotaan. Peta tutupan dan
penggunaan lahan DKI Jakarta disajikan pada Gambar 4, 5, 6, dan 7.
Gambar 4 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000
14
Gambar 5 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2004
Gambar 6 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2008
15
Gambar 7 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2012
Hubungan Potensi Emisi CO2 dan Luas RTH Dengan Suhu Udara
Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara
Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 2) menunjukkan nilai
KS>0.05 pada variabel potensi emisi CO2 dan suhu udara, sehingga data potensi
emisi CO2 dan suhu udara memiliki sebaran yang normal. Oleh karena itu, data
tersebut dapat digunakan dalam melakukan analisis regresi sederhana.
Selain itu, berdasarkan hasil uji korelasi Pearson (Lampiran 3) diperoleh
nilai korelasi sebesar 0.996 dan p memiliki nilai dibawah 0.05 (0.0060.05 sehingga dapat dikatakan data luas RTH dan suhu udara memiliki
sebaran yang normal. Seperti halnya, data potensi emisi CO2 dengan suhu udara,
luas RTH dan suhu udara dapat dilanjutkan pada analisis regresi sederhana.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson diperoleh nilai korelasi sebesar 0.997 dengan nilai p = 0.003. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara
luas RTH terhadap suhu udara. Persamaan yang diperoleh dari analisis regresi
linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara adalah sebagai berikut suhu
udara = 29.3 – 0.01 (luas RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p = 0.004. Hasil
analisis regresi luas RTH dengan suhu udara disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Analisis regresi linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara
Std. Error
Persamaan regresi
R
R Square
Sig
of Estimate
0.99
0.99
0.046
0.004
Suhu udara (oC)
Melalui persamaan tersebut menunjukkan bahwa luas RTH memiliki
hubungan yang negatif dengan suhu udara. Penurunan luas RTH akan
meningkatkan suhu udara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pada setiap
penurunan luas RTH sebesar 1 km2, maka menyebabkan suhu naik 0.01 oC.
Pernyataan tersebut digambarkan pada Gambar 9.
28.4
28.2
28.0
27.8
27.6
27.4
27.2
27.0
26.8
26.6
26.4
R2 = 0.99
110.12
155.86
175.24
Luas Ruang Terbuka Hijau
220.23
(km2)
Gambar 9 Hubungan luas RTH dengan suhu udara
Ruang Terbuka Hijau memiliki peran penting dalam menjaga
keseimbangan suhu udara khususnya di perkotaan. Menurut Cohen et al. (2012)
menyatakan bahwa wilayah yang tidak memiliki kawasan hijau (RTH) akan
18
menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi. Ruang Terbuka Hijau di wilayah
perkotaan dapat membantu meminimalkan efek peningkatan suhu udara dengan
menciptakan kondisi pendinginan suhu udara di sekitar.
Peranan dari RTH diperoleh melalui proses fotosintesis yang terjadi pada
tumbuhan. Ruang Terbuka Hijau yang didominasi oleh pepohonan mempunyai
peranan besar dalam meredam suhu agar menjadi lebih rendah. Terdapat dua
mekanisme bagi RTH untuk menurunkan suhu udara terutama pada siang hari.
Mekanisme pertama kanopi hutan dapat meredam radiasi sinar matahari yang
datang ke permukaan lantai hutan, sehingga suhu permukaan lantai hutan menjadi
rendah, begitu pula dengan suhu udara di atas permukaan di bawah kanopi hutan.
Mekanisme kedua, pada siang hari energi netto digunakan untuk proses evaporasi
dan transpirasi yang kemudian digunakan untuk memanaskan udara. Keberadaan
vegetasi khsusnya pepohonan menggunakan banyak energi dalam proses
evapotranspirasi sehingga energi untuk memanaskan udara menjadi berkurang
(Rushayati 2012; Effendi 2007).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu udara yaitu
melalui penambahan luas RTH di Jakarta. Penambahan luas RTH ini sebaiknya
diikuti dengan penanaman jenis pepohonan agar fungsi RTH sebagai pengontrol
suhu udara menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pembangunan RTH diantaranya meliputi ukuran, bentuk,
serta kepadatan kanopi pohon karena hal-hal tersebut menentukan luas
penangkapan air hujan, radiasi matahari, kelembaban, dan medan angin
(Madigosky 2004). Menurut Dachlan (2013), jenis-jenis tanaman yang memiliki
tingkat penyerapan gas CO2 yang baik antara lain kihujan (Samanea saman),
damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung
(Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus
benjamina).
Kondisi wilayah Kota DKI Jakarta saat ini dapat dikatakan cukup sulit
untuk menambah luas RTH yang diperlukan dalam upaya menurunkan suhu udara.
Oleh karena itu, penurunan suhu udara juga harus diikuti dan diimbangi oleh
penurunan emisi CO2 agar penurunan suhu udara dapat dilakukan lebih efektif dan
efisien.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis statistik regresi linier diperoleh model persamaan
antara potensi emisi CO2 dengan suhu udara yaitu suhu udara = 23.2 + 0.5(potensi
emisi CO2) dengan nilai R2 = 0.96 dan p = 0.006. Hal ini menunjukkan bahwa
potensi emisi CO2 memiliki hubungan yang positif dengan suhu udara. Semakin
tinggi potensi emisi CO2, maka akan menyebabkan kenaikan suhu udara. Pada
setiap kenaikan 1 juta ton CO2 dari sektor transportasi dan penduduk, akan
meningkatkan suhu udara naik sebesar 0.5 oC. Hubungan antara luas RTH dengan
suhu udara yaitu suhu udara = 29.3 – 0.01(luas RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p
= 0.004. Hal ini menunjukkan bahwa luas RTH memiliki hubungan yang negatif
19
terhadap suhu udara. Ketika luas RTH menurun maka akan menyebabkan
kenaikan suhu udara. Pada setiap penurunan luas RTH 1 km2, maka akan
meningkatkan suhu naik sebesar 0.01 oC.
Saran
1. Taman-taman kota sebaiknya ditanami oleh berbagai jenis pepohonan
yang memiliki tingkat serapan karbon dioksida yang tinggi.
2. Mengurangi jumlah konsumsi BBMG dengan menggunakan energi
terbarukan dan teknologi ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2007. Pembangunan RTH
berkelanjutan. Prosiding seminar Jabodetabek 2007. P4W-LPPM IPB Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jakarta dalam Angka 2013. BPS Provinsi DKI
Jakarta.
[Cifor]. Center of International Forestry Research. 2014.
Hutan dan Bio
Fuel[Internet].
[diunduh
2014
Juli
17].
Tersedia
pada:
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/factsheet/4164-factsheet.pdf
Cohen P, Potchter O, Matzarakis A. 2012. Daily and seasonal climatic conditions
of green urban open spaces in the mediterranean climate and their impact on
human comfort. J Building and Environment. 51:285-295.
Dachlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan
Kota.Bogor (ID): IPB Pr.
Dahlan EN. 2007. Analisis kebutuhan luasan hutan kota sebagai sink gas CO2
antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di kota Bogor dengan
pendekatan sistem dinamik [Desertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dachlan EN. 2013. Kota hijau hutan Kota. ISBN: 979-8381-00-9.
Danielsen F, Beukema H, Burgess ND, Parish F, Br”Uhl C, Donald PF,
Murdiyarso D, Phalan B, Reijnders L, Struebig M, Fitzherbert EB. 2008.
Biofuel plantations on forested lands: double jeopardy for biodiversity and
climate. Conservation Biology. 23(2): 348–358.
Effendi S. 2007. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island
Wilayah Jabotabek [Desertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Guo-yu QIU, Hong-yong LI, Qing-tao Z, Wan C, Xiao-jian L, Xiang-ze L. 2013.
Effect of evapotranspiration on mitigation of urban temperature by
vegetation and urban agriculture. J Intergrative Agricultur. 12(8): 13071315.
Hamada S, Tanaka T, Ohta S. 2013. Impact of land use and topography on the
cooling effect of green areas on surrounding urban areas. Urban Forestry &
Urban Greening. 12:426-434.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC
Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume 6)
[Internet]. [diunduh 2014 Mei 26] Tersedia pada: http://www.ipccnggip.iges.or.jp/public/gl/invs5.html.
20
Iqbal M. 2012. Pendugaan dampak peningkatan emisi CO2 antropogenik dan
penurunan luas lahan hijau terhadap peningkatan nilai temperature hunidity
index kota Bogor dengan pendektaan sistem dinamik [skripsi]. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Gambaran umum Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta [Internet]. [diunduh 2014 Juli 7]. Tersedia pada:
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/DKI/umum_dki.html.
Li D, Zeid EB. 2013. Synergistic interactions between urban heat islands and heat
waves: the impact in cities is larger than the sum of its parts. J Applied
Meteorology and Climatology. 52: 2051 - 2064.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
Penginderaan Jauh [Terjemahan] Yogyakarta: UGM Press.
Madigosky SR. 2004. Tropical microclimatic considerations. Forest Canopies
2:24-48.
Pontoh N, Kustiawan I. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung (ID):
Penerbit ITB.
Priyatno D. 2012. Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta
(ID): Penerbit ANDI.
Prasatya RD. 2006. Kajian spasial sebaran vegetasi menggunakan citra Ikonos dan
Sistem Informasi Geografi: studi kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rachman INA. 2010. Perencanaan hutan kota untuk meningkatkan kenyamanan di
Kota Gorontalo [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rushayati SB. 2012. Model kota hijau di Kabupaten Bandung Jawa Barat
[Desertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Samiaji T. 2011. Gas CO2 di wilayah Indonesia. Berita Dirgantara 12(2): 68-75.
Sungkawa I. 2009. Peningkatan Kualitas Informasi pada Proses Pengolahan dan
Analisis Data Kasus : Kajian Residual dalam Mengatasi Data Pencilan
(outlier) pada Penggunaan Regresi Linier Sederhana. Seminar Nasional
“Kebijakan dan Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
Peningkatan Daya Saing Agribisnis Indonesia” Himpunan Informatika
Pertanian – Institut Pertanian Bogor – Departemen Pertanian Republik
Indonesi; 2009 Agust 6-7; Bogor, Indonesia. ISBN : 978 – 979 – 95366 – 0
– 7.
Walpole RE. 1982. Pengantar Statistik Ed ke-3. Jakarta (ID): PT Gramedia Pusaka
Utama.
Emisi Karbon
Aktual (Ema Ci)
(ton C/tahun)
936 541.86
409 491.67
(ton CO2/tahun)
3 433 986.81
1 501 469.47
4 935 456.28
2004
Bensin
Solar
1 787 364
656 947
60 215.58
23 996.43
Total
1 138 074.43
484 727.84
1 126 693.68
479 880.56
4 131 210.17
1 759 562.07
5 890 772.25
2008
Bensin
Bio premium
Solar
Bio solar
1 810 710
39 040
40 670
503 796
61 002.10
1 315.24
1 485.56
18 402.25
1 152 939.61
24 858.07
30 008.33
371 725.49
1 141 410.21
24 609.49
29 708.25
368 008.24
4 185 170.77
90 234.81
108 930.23
1 349 363.55
5 733 699.36
1 363 711.11
5 702.84
449 975.88
1 350 074.00
5 645.81
445 476.12
4 950 271.33
20 701.30
1 633 412.45
6 604 385.08
Total
2012
a
Emisi CO2 Aktual
(Ei)
Lampiran 1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012
Lampiran 1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012
Jumlah
Kandungan
Jumlah Energi
Konsumsi
Karbon
Jenis Bahan
yang dihasilkan
Tahun
a
Bahan Bakar
(Em Ci)
Bakar
(Kl)
(TJ/tahun)
(ton C/tahun)
Bensin
1 485 711
50 053.01
946 001.88
2000
Solar
560 586
20 476.63
413 627.95
Total
Bensin
Solar
Bio Solar
2 141 730
7 729
609 848
72 154.03
282.32
22 276.03
Total
Sumber Pertamina UPMS III tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012
21
22
Lampiran 2 Uji Normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov
Suhu udara dengan potensi emisi CO2
Descriptives
Suhu udara
Potensi
CO2
Statistic Std. Error
27.6500
.22546
.000
1.014
1.256
2.619
8.9500
.45000
.332
1.014
1.561
2.619
Mean
Skewness
Kurtosis
emisi Mean
Skewness
Kurtosis
Tests of Normality
Suhu udara
Potensi
emisi
CO2
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.206
4
.
.979
4
.894
.272
4
.
.941
4
.659
a. Lilliefors Significance Correction
Suhu udara dengan RTH
Descriptives
Suhu udara
RTH
Statistic Std. Error
27.6500
.22546
.000
1.014
1.256
2.619
165.3625 22.82184
-.023
1.014
.626
2.619
Mean
Skewness
Kurtosis
Mean
Skewness
Kurtosis
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Suhu udara
RTH
.206
.168
a. Lilliefors Significance Correction
4
4
.
.
.979
.996
4
4
Sig.
.894
.986
23
Lampiran 3 Uji korelasi Pearson
Suhu udara dengan potensi emisi CO2
Correlations
Potensi emisi
CO2
.994**
.006
4
1
Suhu udara
Suhu udara
Potensi emisi CO2
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
4
.994**
.006
4
4
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Suhu udara dengan luas RTH
Correlations
Suhu udara
Suhu udara
RTH
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1
4
**
-.996
.004
4
RTH
-.996**
.004
4
1
4
24
Lampiran 4 Analisis regresi linier sederhana
Suhu udara dengan potensi emisi CO2
Model Summary
Model
1
R
.994
a
R Square
Adjusted R Square
.988
.982
Std. Error of the
Estimate
.06120
a. Predictors: (Constant), Potensi emisi CO2
ANOVAa
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
.603
.007
.610
df
1
2
3
Mean
Square
.603
.004
F
160.890
Sig.
.006b
a. Dependent Variable: Suhu udara
b. Predictors: (Constant), Potensi emisi CO2
Model
1
(Constant)
Potensi emisi
CO2
Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
23.193
.353
.498
.039
.994
t
65.764
Sig.
.000
12.684
.006
a. Dependent Variable: Suhu udara
Suhu Udara dengan luas RTH
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
a
1
.996
.993
.990
a. Predictors: (Constant), RTH
Std. Error of the
Estimate
.04617
ANOVAa
Model
Sum of
Squares
Regression
.606
Residual
.004
Total
.610
a. Dependent Variable: Suhu udara
b. Predictors: (Constant), RTH
1
Mean
Square
df
1
2
3
.606
.002
F
284.179
Sig.
.004b
25
Lampiran 4 Analisis regresi linier sederhana (lanjutan)
Model
1
(Constant)
RTH
Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
t
29.278
.099
294.871
-.010
.001
-.996 -16.858
a. Dependent Variable: Suhu udara
Sig.
.000
.004
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda tanggal 6 Juni 1992. Penulis merupakan
anak tunggal dari pasangan Bapak Yonathan Steri dan Ibu Tatik Handayani
(Alm). Pada tahun 2010, penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas
di SMAN 13 Jakarta Utara dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
IPB. Selama menjalani masa perkuliahan, penulis menjadi anggota dalam
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) periode 2012-2013, anggota Kelompok Pemerhati Kupu-kupu
(KPK HIMAKOVA) periode 2012-2013, Pengurus Persekutuan Fakultas
Kehutanan periode 2012-2013.
Kegiatan-kegiatan mahasiswa yang pernah penulis ikuti selama di IPB
diantaranya adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di CA. Sancang
Timur dan Gunung Papandayan (2012), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan
KPH Cianjur (2013), Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TWA Penelokan
Bali (2014), Pekan Kegiatan Mahasiswa Karya Cipta (PKM KC) “Eggin” (2014),
Camp Komisi Pra Alumni PMK IPB di Ciampea (2014). Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian di
DKI Jakarta dengan judul “Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Potensi
Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI Jakarta” dibawah bimbingan
Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi.