Model pengelolaan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta

(1)

MODEL PENGELOLAAN RUANG TERBUKA

HIJAU SEBAGAI DAERAH RESAPAN DI

WILAYAH DKI JAKARTA

DWI DINARIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Disertasi ini yang berjudul : “MODEL PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI DAERAH RESAPAN DI WILAYAH DKI JAKARTA” adalah gagasan atau hasil penelitian saya dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan dalam Disertasi ini, telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2011 Yang Memberi Pernyataan

Dwi Dinariana


(4)

(5)

ABSTRACT

DWI DINARIANA. Urban Green Space Management Model as a Recharge Area in The Jakarta Area. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS, SURIA DARMA TARIGAN, SITI NURISYAH, and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.

A high rate of population growth and limited land owned causing the growth of physical development in the city of Jakarta is done by converting agricultural land, forests and other open spaces to land awoke with pavement and building structures. This decreases the area of urban green space and reduced water infiltration. With the above issues, the study aims is to build the urban green space management model as a recharge area in order to increase water availability in areas of Jakarta. The method used is create a spatial dynamic model. Data needed in this study are primary and secondary data. Based on the results and discussions, the estimated total population of Jakarta until the year 2016 is 7,804,846, with the domestic water needs for the population that year (2016) amounted to 427,315,322.20 m3/year. The total area of urban green space required to meet all domestic water needed for the population of DKI Jakarta until the year of 2016 is 16.180,54 ha or 24.92% of the total area of Jakarta.


(6)

(7)

RINGKASAN

DWI DINARIANA. Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS, SURIA DARMA TARIGAN, SITI NURISYAH, dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.

Keterbatasan lahan yang dimiliki dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan pertumbuhan pembangunan fisik di Kota Jakarta dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian, hutan dan ruang terbuka lainnya menjadi lahan terbangun. Hal ini menyebabkan berkurangnya luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sehingga ruang resapan air berkurang, lingkungan menjadi gersang dan panas serta menurunnya jumlah keanekaragaman hayati. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan lebih lanjut yang diakibatkan oleh pertumbuhan pembangunan fisik diperlukan adanya perlindungan lingkungan, dimana setiap pembangunan yang sedang berlangsung harus dapat mengedepankan keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki oleh lingkungan itu sendiri

Ketidakseimbangan antara penambangan air tanah dengan pengembaliannya, telah menimbulkan berbagai masalah, terutama di kota-kota besar, termasuk kota Jakarta. Ketidakseimbangan ini muncul akibat terlalu banyaknya pengambilan air dari dalam tanah, sementara pengembaliannya ke dalam tanah semakin berkurang. Hal ini terjadi akibat semakin berkurangnya permukaan tanah yang mampu meresapkan air (hujan) khususnya akibat bertambahnya luas permukaan yang dikeraskan dalam bentuk bangunan-bangunan, jalan, tempat parkir dsb, sehingga semakin banyak air hujan yang terbuang ke badan air melalui saluran drainase buatan.

Bertambahnya luas pengerasan ini sering tidak disertai dengan usaha untuk menambah masuknya air ke dalam tanah dengan cara lain (kompensasi) dengan jumlah yang sama dengan yang seharusnya terjadi bila pengerasan-pengerasan tersebut tidak ada. Banyak areal pertanian, taman dan hutan yang sebelumnya berperan sebagai tempat resapan air (hujan) ke dalam tanah secara alami telah berubah fungsi akibat adanya bangunan diatasnya, atau akibat berkurangnya vegetasi diatasnya. Berkurangnya supply air tanah akan menyebabkan penurunan permukaan air tanah secara menyolok. Dampak negatif dari fenomena ini sangat luas, selain semakin mahalnya persediaan air tanah sebagai sumber air bersih juga menyebabkan intrusi air laut sampai jauh ke daratan, seperti saat ini dijumpai di daerah Jakarta Utara.

Tujuan penelitian adalah membangun Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka peningkatan ketersediaan air di wilayah DKI Jakarta. Tujuan antaranya adalah : (1) mengkaji keberadaan RTH yang ada dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air tanah domestik; (2) menyusun peta alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan; (3) menyusun Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di wilayah DKI Jakarta; (4) menyusun skenario kecukupan air tanah yang diperlukan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air untuk memaksimumkan resapan air; (5) merumuskan arahan kebijakan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta.


(8)

Penelitian dilakukan di lima Wilayah DKI Jakarta yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Luas keberadaan RTH (penggunaan lahan) ditentukan dengan menggunakan data spasial Interpretasi Citra Satelit Landsat Path/Row 122064 1 Oktober tahun 2006. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung ke lokasi/objek penelitian, diskusi, wawancara dan pengecekan data sekunder di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dengan cara menelusuri hasil penelitian, publikasi ilmiah dan dokumen ilmiah dari berbagai sumber dan instansi terkait seperti Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta (dulu Dinas Kehutanan dan Pertanian DKI Jakarta), Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta, Badan Meteorologi dan Geofisika dan Balai Besar Wilayah Cilicis Ditjen SDA Dep. PU.

Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model dinamik-spasial, model dinamik dengan Stella Research 8 dengan pendekatan sistem analisis dinamik. Tahapan penelitian yang dilakukan yaitu : (1) tahap pengkajian keberadaan RTH yang ada dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air tanah domestik dan persentase kecukupannya dalam memenuhi air tanah domestik; (2) tahap penyusunan peta alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan dengan analisis terhadap laju resapan, curah hujan, tingkat kepadatan penduduk, muka air tanah (MAT) dan keberadaan ruang terbuka; (3) tahap penyusunan Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan di wilayah DKI Jakarta dengan mempertimbangkan pasokan PAM, potensi air tanah dari danau dan situ, tambahan RTH rencana dan pasokan dari wilayah lain; (4) tahap penyusunan skenario/strategi kecukupan air tanah yang diperlukan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air untuk memaksimumkan resapan air dengan menggunakan lima skenario; (5) tahap perumusan arahan kebijakan pengelolaan RTH sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta berdasarkan model dan skenario yang terpilih.

Berdasarkan hasil penelitian model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta dapat disimpulkan : Luas RTH pada tahun 2006 sebesar 24,68 persen dari luas kelima wilayah DKI Jakarta dengan kecukupan 74,10 persen - 77,09 persen dari kebutuhan air tanah domestik. Terdapat dua wilayah yang memenuhi syarat luas minimum RTH 30 persen (Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29) dengan kecukupan melebihi kebutuhan air tanah domestik yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Alokasi daerah yang potensial untuk dijadikan daerah RTH di wilayah DKI Jakarta adalah Cengkareng dan Kembangan di wilayah Jakarta Barat, Cakung, Makasar dan Cipayung di wilayah Jakarta Timur dan Jagakarsa dan Cilandak di wilayah Jakarta Selatan.

Hasil perhitungan model dinamik pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta menunjukan : a) Terdapat 2 wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik yang bisa menjadi pemasok bagi wilayah lain yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur; b) Wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik tetapi tidak bisa digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu Jakarta Utara; c) Daerah yang menjadi penerima pasokan dari wilayah lain yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Barat; d) Daerah yang masih harus menambah luas RTH rencana adalah Jakarta Barat dan Jakarta Timur; e) Daerah


(9)

yang pemenuhan kebutuhan air domestik dapat dipenuhi dari PAM saja adalah Jakarta Utara

Lima alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu : skenario 1. Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006; skenario 2. Mengandalkan pasokan kebutuhan air domestik penduduk hanya dari PAM saja; skenario 3. Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM; skenario 4. Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006 dan PAM; skenario 5. Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan Danau/Situ tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain

Dari kelima skenario tersebut dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta adalah skenario 5 yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 harus dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 (16.028,05 ha), penambahan RTH tambahan pada tahun 2007 sampai dengan 2016 sebesar 152,49 ha, pasokan Danau/Situ tahun 2006, pasokan PAM dan untuk beberapa wilayah harus dipenuhi dari pasokan air tanah dari Wilayah lain (misalnya wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat masing-masing mendapat pasokan dari Jakarta Timur dan Jakarta Selatan)

Pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a) Jakarta Selatan dan Jakarta Timur ditetapkan sebagai daerah resapan yang dapat mengkonservasi air; b) Jakarta Timur dan Jakarta Barat adalah daerah yang masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2006-2016 yaitu di daerah Cengkareng, Kembangan dan Cipayung; c) Kelebihan pasokan air domestik di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur digunakan untuk memasok wilayah lain; d) Kekurangan pasokan air domestik Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, dipenuhi dari pasokan wilayah lain yaitu dari Jakarta Selatan dan Jakarta Timur; e) RTH tahun 2006 (24,68% luas DKI Jakarta) harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, pada tahun 2006 masih harus menambah RTH rencana Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng sebesar 0,21 % luas DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan RTH rencana Jakarta Timur di Kec. Cipayung sebesar 0,02 % luas DKI Jakarta; f) Luas RTH publik DKI Jakarta (tidak termasuk RTH Kepulauan Seribu) tahun 2009 adalah 9,07% , luas RTH Privat DKI Jakarta sebesar 15,85 %. Menurut UU RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa luas RTH publik adalah 20 % dari luas wilayah kota sehingga masih diperlukan lagi RTH publik sebesar 10,93 %. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta untuk menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik; g) Total RTH (RTH rencana + RTH 2006) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik DKI Jakarta tahun 2006-2015 adalah sekitar 24,89 persen dari luas kelima Wilayah DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan 24,92 persen dari luas kelima Wilayah DKI Jakarta.

Arahan kebijakan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a) Mendorong Perda tentang RTH dan instrumen penegakan hukum; b) Mengembangkan dan menambah RTH; c) Menetapkan RTH Publik sebesar 20 persen.


(10)

(11)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak

cipta

dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebut sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan suatu masalah.

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(12)

(13)

MODEL PENGELOLAAN RUANG TERBUKA

HIJAU SEBAGAI DAERAH RESAPAN DI

WILAYAH DKI JAKARTA

Oleh :

DWI DINARIANA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(14)

Ujian Tertutup

Dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2011 Waktu Ujian : 13.00 – 17.30 Penguji Luar Komisi :

1. Dr. Bambang Sulistyantara, M.Agr 2. Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si

Ujian Terbuka

Dilaksanakan pada tanggal 7 Februari 2011 Waktu Ujian : 09.00 – 12.00 Penguji Luar Komisi :

1. Dr. Ir. Ruchyat Deni Dj., M.Eng


(15)

Judul Disertasi : Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan Di Wilayah DKI Jakarta

Nama Mahasiswa : Dwi Dinariana

NRP. : P062040081

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Suria Darma Tarigan Ketua Anggota

Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Anggota Anggota

Mengetahui :

Plh Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. drh. H. Hasim, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(16)

(17)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian disertasi dengan judul “Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan Di Wilayah DKI Jakarta”.

Penyusunan disertasi ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian disertasi ini pada dasarnya menggambarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, gambaran umum wilayah penelitian, metode penelitian, gambaran umum wilayah penelitian, hasil dan pembahasan.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai tim komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi besar dalam bentuk saran pemikiran dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan terima kasih disampaikan pula kepada Bapak Dr. drh. H. Hasim, DEA selaku Plh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan disertasi ini, sehingga masih perlu mendapat masukan saran dan kritik membangun dalam perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.

Bogor, Februari 2011

Dwi Dinariana


(18)

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur, 5 Juli 1969 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Ayah Soegeng Soedrajat dan Ibu Sunama. Penulis menikah dengan Ir. Gatot Caturrongo dan dikaruniai satu orang anak yaitu Bayu Pratama Ganang Putra.

Penulis lulus Sekolah Dasar Negeri Kartoharjo II, Madiun tahun 1982, lulus SMP Negeri I, Madiun tahun 1985 dan lulus SMA Negeri II, Madiun Tahun 1988. Penulis lulus dari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada tahun 1993. Penulis melanjutkan pendidikan program Magister Teknik Sipil peminatan Manajemen Konstruksi Universitas Indonesia (UI) Jakarta dan lulus pada Tahun 2001. Diterima sebagai mahasiswa program doktor di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, IPB pada tahun 2004. Saat ini, penulis bekerja sebagai Ketua Program Studi S2 Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Persada Indonesia YAI di Jakarta.

Bagian dari Disertasi ini, telah diterbitkan di Jurnal Menara, No. 2 Volume 7 Tahun 2009 Halaman 45-54 dengan ISSN : 1411 – 3651 dan Jurnal Menara, No. 1 Volume 8 Tahun 2010 Halaman 1-12 dengan ISSN : 1411 – 3651. Jurnal ini merupakan media informasi Rekayasa Sipil, Arsitek dan Industri Universitas Persada Indonesia YAI dengan alamat Redaksi Kampus D UPI YAI Jl. Salemba Raya No. 7 Jakarta Pusat. Selain itu, bagian dari Disertasi ini juga telah disajikan pada seminar Temu Ilmiah Nasional Dosen Teknik IX 2010 di UNTAR Jakarta pada tanggal 16 Desember 2010, serta akan dipresentasikan pada 5th Conference of the International Forum on Urbanism di National University of Singapore (NUS) Singapore tanggal 24-26 Pebruari 2011 dan The 12th International Conference on QIR (Quality in Research) di Bali tanggal 4-7 Juli 2011.

Bogor, Februari 2011


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pemikiran ... 6

1.7 Kebaruan (novelty) Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

2.1 Pengembangan Konsep Tata Ruang perkotaan ……….. 9

2.2Ruang Terbuka Hijau Kota ……… 11

2.2.1 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau ... 11

2.2.2 Tujuan, Klasifikasi dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ……... 16

2.2.3 Kriteria Ruang Terbuka Hijau ……… 18

2.2.4 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan ……… 21

2.3Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan ………. 23

2.3.1 Perubahan Penggunaan Lahan ………... 23

2.3.2 Hidrologi ……… 25

2.3.3 Konservasi Air Tanah ... 27

2.3.4 Ruang Terbuka Hijau dan Pengaruhnya terhadap Konservasi Air ……….. 29

2.4Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ……… 30

2.5Wewenang Penyusunan Rencana Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota ……… 32

2.6 Penginderaan Jauh ... 33

2.7 Sistem Informasi Geografik ... 34


(21)

ii

2.9 Tinjauan Studi-Studi Terdahulu ... .. 38

III. METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 45

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.4 Teknik Analisis Data ... 46

3.4.1Analisis Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan dan Kondisi Keberadaan RTH ………. 48

3.4.2 Analisis Luas RTH yang dibutuhkan sebagai Daerah Resapan 48 3.4.3 Sistem Informasi Geografi ... 50

3.4.4 Pendekatan Sistem ... 50

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 53

4.1 Kondisi Geografis ... 53

4.1.1 Letak Dan Kedudukan ... 53

4.1.2 Administrasi Dan Luas Lahan ... 53

4.1.3 Penggunaan Lahan ... 56

4.1.4 Iklim Dan Suhu Udara ... 56

4.1.5 Kondisi Hidrologi ... 57

4.2Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta ... 59

4.2.1Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara ……….. 60

4.2.2Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat ……….. 61

4.2.3Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat ……….. 63

4.2.4Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan ………... 64

4.2.5Luas Wilayah, Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur ... 65

4.3 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah DKI Jakarta ……….. 67

4.3.1 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Utara ... 67

4.3.2 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Pusat ... 68


(22)

iii

4.3.4 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Selatan 68 4.3.5 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM di Wilayah Jakarta Timur .. 69 4.4 Data Curah Hujan di Wilayah DKI Jakarta ... 69 4.4.1 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Utara ………. 69 4.4.2 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Pusat ... 70 4.4.3 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Barat ... 70 4.4.4 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Selatan ... 71 4.4.5 Data Curah Hujan di Wilayah Jakarta Timur ... 71 4.5 Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta ... 72

4.5.1 Ruang Terbuka Hijau Dinas Kelautan dan Pertanian DKI

Jakarta ... 73 4.5.2Ruang Terbuka Hijau Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI

Jakarta ... 77 4.5.3 Ruang Terbuka Hijau Dinas Olahraga dan Pemuda DKI

Jakarta ... 78 4.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Di DKI Jakarta ... 79

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 81 5.1 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 ... 81 5.1.1Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara .. 83

5.1.1.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta

Utara ... 83 5.1.1.2Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas

Wilayah Jakarta Utara ... 85 5.1.1.3Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Utara .... 86 5.1.2Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat .. 89

5.1.2.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta

Pusat ... 89 5.1.2.2Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas

Wilayah Jakarta Pusat ... 90 5.1.2.3Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Pusat .... 91 5.1.3Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat .. 95

5.1.3.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta

Barat ... 95 5.1.3.2Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas


(23)

iv

5.1.3.3Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Barat .... 98 5.1.4 Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan 102

5.1.4.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta

Selatan ... 102 5.1.4.2Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas

Wilayah Jakarta Selatan ... 104 5.1.4.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Selatan . 106 5.1.5Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur . 110

5.1.5.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta

Timur ... 110 5.1.5.2Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas

Wilayah Jakarta Timur ... 112 5.1.5.3 Identifikasi Keberadaan RTH Wilayah Jakarta Timur .. 114 5.1.6Lokasi dan Luas RTH Tahun 2006 di Lima Wilayah DKI

Jakarta ... 118 5.1.6.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Lima Wilayah DKI

Jakarta ... 118 5.1.6.2Luas Lahan RTH dan Lahan Terbuka terhadap Luas

Lima Wilayah DKI Jakarta ... 119 5.2 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan ... 120

5.2.1Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI

Jakarta ... 120 5.2.1.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah DKI

Jakarta ... 120 5.2.1.2 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah

DKI Jakarta ... 122 5.2.2Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Utara ………. 123

5.2.2.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta

Utara ... 123 5.2.2.2Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah

Jakarta Utara ………. 123

5.2.2.3Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Utara ………... 125 5.2.3Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah


(24)

v

5.2.3.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta

Pusat ... 126 5.2.3.2Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah

Jakarta Pusat ……….. 127

5.2.3.3Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Pusat ………... 129 5.2.4Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Barat ……….. 131

5.2.4.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta

Barat ... 131 5.2.4.2Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah

Jakarta Barat ……….. 131

5.2.4.3Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Barat ………... 134 5.2.5Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Selatan ………... 136

5.2.5.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta

Selatan ... 136 5.2.5.2Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah

Jakarta Selatan ... 137 5.2.5.3Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Selatan ... 140 5.2.6Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Timur ... 142 5.2.6.1 Perhitungan Koefisien Resapan (C) Wilayah Jakarta

Timur ... 142 5.2.6.2Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah

Jakarta Timur ……… 143

5.2.6.3Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Timur ……….. 147 5.3 Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan ……… 149

5.3.1Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Utara ……….. 149

5.3.2Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Pusat ……….. 155

5.3.3Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Barat ……….. 161

5.3.4Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah


(25)

vi

5.3.5Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Timur ... 173 5.3.6Model Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

DKI Jakarta ………... 180

5.3.7Validasi Model ……….. 184 5.4 Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan ……… 188

5.4.1Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Utara ………. 188 5.4.2Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Utara ………. 189 5.4.3Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Barat ……….. 189 5.4.4Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Selatan ………... 190 5.4.5Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

Jakarta Timur ……… 192 5.4.6Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah

DKI Jakarta ………... 193

5.5 Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan ………... 197 5.5.1Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta

Utara ……….. 197

5.5.2Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta

Pusat ……….. 199

5.5.3Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta

Barat ……….. 200

5.5.4Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta

Selatan ………... 201

5.5.5Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta

Timur ………. 202

5.5.6Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI

Jakarta ………... 203

VI. SIMPULAN DAN SARAN ………. 209

6.1 Simpulan ……… 209

6.2Saran ………... 211

DAFTAR PUSTAKA ……… 213


(26)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Standar Luas Ruang Terbuka Umum (Simond, 1983) ... 23 2 Parameter Utama dari Siklus Hidrologis (Brooks, 1988) ... 26 3 Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data,

Teknik Analisis Data dan Hasil yang Diharapkan ... 47 4 Kebutuhan stakeholder dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta ... 50 5 Luas Wilayah di DKI Jakarta Tahun 2006 ... 53 6 Luas Lahan dan Penggunaannya Menurut Kotamadya/Kabupaten

Tahun 2006 (hektar) ... 56 7 Data Curah Hujan Perwilayah DKI Jakarta Tahun 1997 – 2006 ... 56 8 Peruntukan Air Sungai di Wilayah DKI Jakarta ... 57 9 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta

Tahun 2002-2006 ... 59 10 Klasifikasi Kepadatan Penduduk ... 59 11 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Wilayah DKI

Jakarta ... 59 12 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Utara

Tahun 2002-2006 ... 60 13 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di

Wilayah Jakarta Utara ... 61 14 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat

Tahun 2001-2006 ... 62 15 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di

Wilayah Jakarta Pusat ... 62 16 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Barat

Tahun 2001-2006 ... 63 17 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di

Wilayah Jakarta Barat ... 63 18 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan

Tahun 2001-2006 ... 64 19 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di

Wilayah Jakarta Selatan ... 65 20 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Jakarta Timur


(27)

viii

21 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur ... 66 22 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah

DKI Jakarta ... 67 23 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah

Jakarta Utara ... 67 24 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah

Jakarta Pusat ... 68 25 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah

Jakarta Barat ... 68 26 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah

Jakarta Selatan ... 68 27 Jumlah dan Laju Pemakaian PAM untuk Rumah Tangga di Wilayah

Jakarta Timur ... 69 28 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah DKI

Jakarta ... 69 29 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah

Jakarta Utara ... 70 30 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah

Jakarta Pusat ... 70 31 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah

Jakarta Barat ... 71 32 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah

Jakarta Selatan ... 71 33 Curah Hujan dan Curah Hujan Rata-rata Pertahun di Wilayah

Jakarta Timur ... 72 34 Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta ... 72 35 Hutan Kota di Tanah Milik Pemda DKI Jakarta ... 73 36 Hutan Kota Dibawah Pengawasan BUMD DKI Jakarta ... 74 37 Hutan Kota Di Tanah Bukan Milik Pemda DKI Jakarta ... 75 38 Kawasan Hutan DKI Jakarta ... 76 39 Ruang Terbuka Hijau Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta ... 76 40 Ruang Terbuka Hijau Pertanian DKI Jakarta ... 76 41 RTH Kebun Bibit/Balai Benih Pertanian dan Kehutanan DKI

Jakarta ... 77 42 Ruang Terbuka Hijau Pertanian dan Kebun Bibit DKI Jakarta ... 77 43 RTH Taman Kota, Jalur Hijau Jalan, Tepian Air, Taman Rekreasi


(28)

ix

44 RTH Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta ... 78 45 RTH Dinas Olah Raga dan Pemuda DKI Jakarta ... 78 46 Status RTRW Kota-kota dan Kabupaten di Propinsi DKI ... 79 47 Pembagian Zona Resapan di Wilayah DKI Jakarta ... 81 48 Pembagian Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta ... 81 49 Pembagian Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah

DKI Jakarta ... 82 50 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Utara ... 83 51 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2006 ... 85 52 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara Tahun

2006 ... 85 53 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Utara

Tahun 2006 ... 85 54 Identifikasi RTH Jakarta Utara ... 86 55 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Pusat ... 89 56 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2006 ... 90 57 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat Tahun

2006 ... 91 58 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Pusat

Tahun 2006 ... 91 59 Identifikasi RTH Jakarta Pusat ... 92 60 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Barat ... 95 61 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun 2006 ... 97 62 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat Tahun

2006 ... 97 63 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Barat

Tahun 2006 ... 98 64 Identifikasi RTH Jakarta Barat ... 99 65 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Selatan ... 102 66 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006 ... 104 67 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun


(29)

x

68 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2006 ... 106 69 Identifikasi RTH Jakarta Selatan ... 107 70 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Timur ... 110 71 Luas RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 ... 112 72 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur Tahun

2006 ... 113 73 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Wilayah Jakarta Timur

Tahun 2006 ……….. 114

74 Identifikasi RTH Jakarta Timur ... 115 75 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Wilayah DKI Jakarta ... 118 76 Luas RTH terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006 ... 119 77 Luas Lahan Terbuka terhadap Luas Lima Wilayah DKI Jakarta

Tahun 2006 ... 119 78 Luas Lahan Terbuka dan RTH terhadap Luas Lima Wilayah DKI

Jakarta Tahun 2006 ... 119 79 Data Curah Hujan Jam-jaman (2003-2007) di Wilayah DKI Jakarta 121 80 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di

Wilayah DKI Jakarta ... 121 81 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Utara ... 123 82 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Utara 123 83 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara ... 124 84 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air

Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Utara ... 125 85 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan

Penduduk di Wilayah Jakarta Utara ... 125 86 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Pusat ... 127 87 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Pusat 127 88 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ... 128 89 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air

Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Pusat ... 129 90 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan

Penduduk di Wilayah Jakarta Pusat ... 130 91 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di


(30)

xi

92 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Barat 132 93 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Barat ... 133 94 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air

Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Barat ... 134 95 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan

Penduduk di Wilayah Jakarta Barat ... 135 96 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Selatan ... 136 97 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Selatan 137 98 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ……… 138 99 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air

Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ... 141 100 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan

Penduduk di Wilayah Jakarta Selatan ... 141 101 Perhitungan Koefisien Resapan sesuai Zonasi Daerah Resapan di

Wilayah Jakarta Timur ... 143 102 Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta Timur 144 103 Luas Zona Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Timur ... 145 104 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Muka Air

Tanah dan Laju Resapan di Wilayah Jakarta Timur ... 148 105 Alokasi RTH Potensial sebagai Daerah Resapan terhadap Kepadatan

Penduduk di Wilayah Jakarta Timur ... 149 106 Jumlah Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun (2006-2016) ... 151 107 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Utara selama 10

Tahun (2006-2016) ... 151 108 Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Utara selama 10 Tahun

(2006-2016) ... 152 109 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta

Utara selama 10 Tahun (2006-2016) ... 152 110 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah

Jakarta Utara ... 152 111 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara ... 153 112 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja

di Wilayah Jakarta Utara ... 154 113 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Utara ... 154 114 Jumlah Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) ... 157


(31)

xii

115 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Pusat selama 10

Tahun (2006-2016) ... 157 116 Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Pusat selama 10 Tahun

(2006-2016) ... 157 117 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta

Pusat selama 10 Tahun (2006-2016) ... 158 118 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah

Jakarta Pusat ... 158 119 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat ... 159 120 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja

di Wilayah Jakarta Pusat ... 160 121 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Pusat ... 160 122 Jumlah Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun (2006-2016) ... 162 123 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Barat selama 10

Tahun (2006-2016) ... 162 124 Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Barat selama 10 Tahun

(2006-2016) ... 163 125 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta

Barat selama 10 Tahun (2006-2016) ... 163 126 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah

Jakarta Barat ... 163 127 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat ... 164 128 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja

di Wilayah Jakarta Barat ... 165 129 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Barat ... 165 130 Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat 166 131 Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah Jakarta Barat ... 166 132 Pasokan Air Tanah dari RTH Rencana, RTH Tahun 2006, Pasokan

Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Barat ... 167 133 Jumlah Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) ... 169 134 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Selatan selama

10 Tahun (2006-2016) ... 169 135 Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Selatan selama 10 Tahun


(32)

xiii

136 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta Selatan selama 10 Tahun (2006-2016) ... 170 137 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah

Jakarta Selatan ... 170 138 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan ... 171 139 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja

di Wilayah Jakarta Selatan ... 172 140 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Selatan ... 172 141 Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Selatan Untuk

Memenuhi Kekurangan Pasokan Air Tanah Domestik Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat ... 173 142 Volume Sisa Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta

Selatan ... 173 143 Jumlah Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun (2006-2016) ... 175 144 Jumlah Kebutuhan Air Domestik Penduduk Jakarta Timur selama

10 Tahun (2006-2016) ... 175 145 Jumlah Pasokan PAM Penduduk Jakarta Timur selama 10 Tahun

(2006-2016) ... 175 146 Jumlah Pasokan Air Tanah dari Danau atau Situ di Wilayah Jakarta

Timur selama 10 Tahun (2006-2016) ... 176 147 Jumlah Pasokan Air Tanah dari RTH pada Tahun 2006 di Wilayah

Jakarta Timur ... 176 148 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur ... 177 149 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja

di Wilayah Jakarta Timur ... 177 150 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Timur ... 178 151 Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur 179 152 Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah Jakarta Timur ... 179 153 Pasokan Air Tanah dari RTH Rencana, RTH Tahun 2006, Pasokan

Danau/Situ tahun 2006 dan PAM di Wilayah Jakarta Timur ... 179 154 Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Timur Untuk

Memenuhi Kekurangan Pasokan Air Tanah Domestik Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat ... 180 155 Volume Sisa Kelebihan Pasokan Air Tanah Domestik Jakarta Timur 180


(33)

xiv

156 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006 dan Pasokan Danau/Situ tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta ... 181 157 Pasokan Kebutuhan Air Domestik Penduduk hanya dari PAM saja

di Wilayah DKI Jakarta ... 182 158 Pasokan Air Tanah dari RTH Tahun 2006, Pasokan Danau/Situ

tahun 2006 dan PAM di Wilayah DKI Jakarta ... 182 159 Luas RTH Rencana dan RTH Tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta .. 183 160 Luas dan Lokasi RTH Rencana di Wilayah DKI Jakarta ... 183 161 Hasil Pengolahan model pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi

kebutuhan air tanah domestik di kelima wilayah DKI Jakarta ... 184 162 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta

Utara ... 185 163 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta

Pusat ... 186 164 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta

Barat ... 186 165 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta

Selatan ... 186 166 Hasil Perhitungan dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah Jakarta

Timur ... 187 167 Perbandingan Hasil Model dengan Rumus Fakuara untuk Wilayah

DKI Jakarta... 187 168 Skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air


(34)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta ... 7

2 Ilustrasi Hubungan Antara Populasi Manusia, Ketersediaan Sumberdaya Alam, Tingkat Pencemaran, dan Tingkat Kualitas Hidup (Simonds, 1978) ... 11 3 Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Kota dalam Kaitannya

dengan Perencanaan Tata Ruang (dimodifikasi dari Sujarto, 1991) ... 12 4 Siklus Hidrologi (Brooks, 1988) ... 25 5 Ilustrasi Ragam Keberadaan Air dalam Tanah (Brooks, 1988) ... 26 6 Perubahan Hidrologis yang Disebabkan Pembangunan Kota (Hough,

1989) ... 27 7 Peta Wilayah DKI Jakarta ... 45 8 Diagram Sebab Akibat Sistem Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta ... 51 9 Diagram Input-Output Sistem Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta ... 51 10 Peta Orientasi Propinsi DKI Jakarta ... 54 11 Peta Administrasi Propinsi DKI Jakarta ... 55 12 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan diwilayah DKI Jakarta ... 60 13 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Utara ... 61 14 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Pusat ... 62 15 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Barat ... 64 16 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Selatan ... 65 17 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur ... 66 18 Peta Sebaran Hutan Kota di Wilayah DKI Jakarta ... 74 19 Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI Jakarta ... 82 20 Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah DKI

Jakarta ... 83 21 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Utara ... 84 22 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Utara ... 84 23 Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Utara ... 87 24 Foto RTH Jakarta Utara ... 88


(35)

xvi

25 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Pusat ... 89 26 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Pusat ... 90 27 Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Pusat ... 93 28 Foto RTH Foto Jakarta Pusat ... 94 29 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Barat ... 96 30 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Barat ... 96 31 Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Barat ... 100 32 Foto RTH di Wilayah Jakarta Barat ... 101 33 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Selatan ... 103 34 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Selatan ... 103 35 Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Selatan ... 108 36 Foto RTH di Wilayah Jakarta Selatan ... 109 37 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah Jakarta Timur ... 111 38 Penggunaan Lahan Tahun 2006 Per-Zona Resapan di Wilayah

Jakarta Timur ... 111 39 Identifikasi RTH di Wilayah Jakarta Timur ... 116 40 Foto RTH di Wilayah Jakarta Timur ... 117 41 Penggunaan Lahan Tahun 2006 di Wilayah DKI Jakarta ... 118 42 Distribusi Sebaran Curah Hujan berdasarkan klasifikasi dan

Persentase Kejadian di Wilayah DKI Jakarta ... 120 43 Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta

Utara ... 124 44 Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta

Utara ... 126 45 Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta

Pusat ... 128 46 Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta

Pusat ... 130 47 Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta

Barat ... 132 48 Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta

Barat ... 135 49 Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta


(36)

xvii

50 Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Selatan ... 142 51 Peta Zona Resapan dan Zona Muka Air Tanah di Wilayah Jakarta

Timur ... 146 52 Alokasi RTH Potensial Sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta

Timur ... 149 53 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

Wilayah Jakarta Utara ... 150 54 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

Wilayah Jakarta Pusat ... 156 55 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

Wilayah Jakarta Barat ... 161 56 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

Wilayah Jakarta Selatan ... 168 57 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

Wilayah Jakarta Timur ... 174 58 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta

Utara ... 198 59 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta

Pusat ... 200 60 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta

Barat ... 201 61 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta

Selatan ... 202 62 Lokasi RTH Rencana dan RTH (tahun 2006) di Wilayah Jakarta


(37)

(38)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di Wilayah Jakarta Utara ... 219 2 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

di Wilayah Jakarta Pusat ... 223 3 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

di Wilayah Jakarta Barat ... 227 4 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan

di Wilayah Jakarta Selatan ... 231 5 Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan


(39)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi yang semakin tinggi. Akibatnya, pemenuhan akan permukiman serta sarana dan prasarana kehidupan penduduk kota yang layak akan semakin tinggi pula.

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Jakarta mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar dan sebagai suatu kota harus mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana penunjang kebutuhan hidup penduduknya. Salah satu yang harus disediakan adalah kebutuhan akan air bersih. Setiap manusia pasti membutuhkan air bersih untuk berbagai keperluan, misalnya untuk minum, mandi mencuci, memasak, dan lain sebagainya.

Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan keterbatasan lahan yang dimiliki menyebabkan pertumbuhan pembangunan fisik di Kota Jakarta dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian, hutan dan ruang terbuka lainnya menjadi lahan terbangun dengan struktur perkerasan dan bangunan. Hal ini menyebabkan berkurangnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sehingga ruang resapan air berkurang, lingkungan menjadi gersang dan panas serta hilangnya keanekaragaman flora dan fauna. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan lebih lanjut yang diakibatkan oleh pertumbuhan pembangunan maka diperlukan adanya perlindungan lingkungan, dimana setiap pembangunan yang tengah berlangsung harus dapat mengedepankan keterbatasan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh lingkungan itu sendiri

Pada saat ini, Jakarta lebih banyak kehilangan air bila dibandingkan beberapa puluh tahun yang lalu. Hal ini disebabkan karena telah berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai tempat meresapnya air ke dalam tanah. Banyak ruang terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.


(40)

2

Ketidakseimbangan antara penambangan air tanah dengan pengembaliannya, telah menimbulkan berbagai masalah, terutama di kota-kota besar, termasuk kota Jakarta. Ketidakseimbangan ini muncul akibat terlalu banyaknya pengambilan air dari dalam tanah, sementara pengembaliannya ke dalam tanah semakin berkurang. Hal ini terjadi akibat semakin berkurangnya permukaan tanah yang mampu meresapkan air (hujan) khususnya akibat bertambahnya luas permukaan yang dikeraskan dalam bentuk bangunan-bangunan, jalan, tempat parkir dsb, sehingga semakin banyaknya air hujan yang terbuang ke laut/danau melalui saluran drainase buatan.

Dalam banyak hal, bertambahnya luas pengerasan ini tidak disertai dengan suatu usaha untuk menambah masuknya air ke dalam tanah dengan cara lain (kompensasi) dengan jumlah yang sama dengan yang seharusnya terjadi bila pengerasan-pengerasan tersebut tidak ada. Banyak areal pertanian dan hutan yang sebelumnya berperan sebagai tempat meresapnya air (hujan) ke dalam tanah secara alami telah berubah fungsi akibat adanya bangunan diatasnya, atau akibat berkurangnya vegetasi diatasnya. Berkurangnya supply air tanah akan menyebabkan penurunan permukaan air tanah yang sangat menyolok. Dampak negatif dari fenomena ini sangat luas, selain semakin mahalnya persediaan air tanah sebagai sumber air bersih juga menyebabkan intrusi air laut sampai jauh ke daratan, seperti saat ini dijumpai di daerah Jakarta Utara.

Salah satu kebutuhan fisiologis manusia adalah air. Kelancaran hidup manusia pasti akan terganggu bila tidak tersedia air, dan pada tahap terakhir, tak ada lagi kehidupan ini. Keberadaan air di muka bumi tergantung pada siklus air di daerah tersebut. Jumlah air di permukaan bumi selalu tetap, namun persebarannya tergantung pada pola penggunaan lahan di atasnya. Tanpa disadari masyarakat, perubahan penggunaan lahan tersebut akan membawa dampak negatif bagi kehidupan beberapa tahun mendatang. Di utara Jakarta, air tanah telah terintrusi oleh air laut, sehingga menjadi tidak layak untuk dikonsumsi. Tidak hanya terjadi di daerah utara Jakarta saja, namunjuga terjadi di sejumlah besar tempat di Jakarta. Semakin banyaknya ruang terbangun mengakibatkan tempat untuk meresapnya air di saat hujan


(41)

3

menjadi berkurang sehingga menimbulkan dampak negatif seperti banjir di musim hujan dan kurangnya ketersediaan air pada musim kemarau.

Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992 dan Johannesburg tahun 2002 telah ditetapkan luas RTH ideal kota sehat minimal 30% dari total luas kota. Standar RTH kota-kota Indonesia yang ditetapkan dalam Inmendagri No 14 Tahun 1988 yaitu 40% sampai 60% dari total wilayah harus dihijaukan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menyebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota dan diayat 3 disebutkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Menurut data dari Dinas Pertambangan DKI Jakarta yang dikeluarkan Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Pemprov DKI Jakarta (2004), hampir seluruh wilayah DKI Jakarta mengalami kekeringan air tanah dangkal meski dengan tingkat kerawanan yang berbeda. Dari 267 kelurahan di DKI Jakarta, 24 kelurahan tercatat mengalami kekeringan air tanah dangkal kategori sangat kritis, 110 kelurahan tergolong kritis, 39 kelurahan sangat rawan, 30 kelurahan dalam kategori rawan, dan 53 kelurahan masuk kategori waspada.

Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI sampai tahun 2010, kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) yang ideal terhadap populasi penduduk Jakarta masih jauh dari harapan. Kondisi RTH tahun 2001 seluas 6.191,86 hektar atau masih 9,06 % dari luas DKI Jakarta yaitu 66.152 ha dan sasaran RTH tahun 2010 direncanakan sebesar 9.544,81 ha atau 13,94 % dengan rencana ideal seluas 21.625 ha.

Bertitik tolak dari kebutuhan lahan minimal yang harus disediakan dengan prediksi jumlah penduduk Jakarta tahun 2010 sebesar 12,5 juta, kebutuhan untuk RTH Kota Pelayanan Umum atau lahan hijau 2,3 meter persegi (m2) per jiwa maka kebutuhan lahan untuk RTH Kota Pelayanan Umum sedikitnya 2.875 ha. Kebutuhan RTH sebagai penyangga lingkungan kota (ruang hijau) adalah 15 m2 per jiwa, sehingga kebutuhan RTH sebagai penyangga lingkungan kota adalah 18.750 ha. Dengan demikian kebutuhan lahan untuk RTH pada tahun 2010 adalah


(42)

4

18.750 ha termasuk diantaranya lahan hijau 2.875 ha dan maksimal 21.625 ha (32,68 %) meliputi ruang hijau dan lahan hijau. Kenyataan di lapangan, pada tahun 2006 apa yang disebut taman itu sudah banyak yang berubah bentuk menjadi stasiun pompa bensin, pos polisi atau bangunan lain.

Pengkajian dan penelitian mengenai kebutuhan luas dan lokasi RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik merupakan suatu hal yang sangat penting, karena hal tersebut dapat memberikan kontribusi pada usaha pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang terkait dengan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan keterbatasan lahan yang dimiliki kota menyebabkan pertumbuhan pembangunan di Kota Jakarta dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian, lahan hutan dan lahan terbuka lainnya menjadi lahan terbangun.

2. Semakin luasnya permukaan tanah yang tertutup oleh bangunan dan berkurangnya luas lahan bervegetasi atau RTH menyebabkan fungsi RTH sebagai daerah resapan air menjadi berkurang, sehingga memudahkan terjadinya genangan air dan mengakibatkan berkurangnya air tanah.

3. Ketidakseimbangan antara penambangan air tanah dengan pengembaliannya, telah menimbulkan berbagai masalah diantaranya kekeringan dan kesulitan mendapatkan air tanah terutama di musim kemarau.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :


(43)

5

1. Berapa besar luas Ruang Terbuka Hijau yang dibutuhkan wilayah DKI Jakarta yang berfungsi sebagai daerah resapan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik?

2. Dimana alokasi RTH yang potensial sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta?

3. Skenario seperti apa yang diperlukan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta untuk memaksimumkan resapan air

4. Bagaimana arahan kebijakan yang mungkin dilakukan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah membangun Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka peningkatan ketersediaan air di wilayah DKI Jakarta. Tujuan antara adalah :

1. Mengkaji keberadaan Ruang Terbuka Hijau yang ada dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air tanah domestik.

2. Menyusun alokasi Ruang Terbuka Hijau potensial sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta

3. Menyusun Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan di wilayah DKI Jakarta.

4. Menyusun skenario kecukupan air tanah yang diperlukan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta untuk memaksimumkan resapan air.

5. Merumuskan arahan kebijakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan air di wilayah DKI Jakarta.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan dalam proses pengambilan kebijakan di bidang pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dalam kaitannya dengan pemanfaatan daerah resapan, seperti menyusun Perda yang terkait dengan pengelolaan


(44)

6

Ruang Terbuka Hijau dan membuat program tindak pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang lebih baik

2. Sebagai masukan dalam perbaikan rencana tata ruang kota yang terinci beserta proses revisi lima tahunannya, misalnya rencana tata ruang bagian wilayah kota dan rencana teknis beberapa kawasan prioritas yang potensial sebagai daerah resapan.

3. Sebagai dasar bagi penelitian lebih lanjut, misalnya dalam mengembangkan kriteria daya dukung lahan untuk perkotaan, pengembangan Ruang Terbuka Hijau dan alokasi Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan untuk kota-kota lainnya.

1.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian didasarkan atas kenyataan makin berkurangnya luasan Ruang Terbuka Hijau dalam kaitannya dengan daerah resapan di wilayah DKI Jakarta., yang menyebabkan makin berkurangnya air yang masuk ke dalam tanah. Pengambilan air yang berlebihan oleh manusia dan tidak adanya upaya mengembalikan ke dalam tanah mengakibatkan berkurangnya air tanah. Hal tersebut menyebabkan penurunan muka air tanah, yang pada akhirnya menurunkan ketersediaan air tanah. Agar muka air tanah relatif stabil dan meningkat, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai Daerah Resapan yang dapat mengkonservasi air.

Untuk dapat mengelola Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan yang dapat meningkatkan ketersediaan air, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor yang mempengaruhi luas daerah resapan yang dibutuhkan diantaranya adalah iklim yaitu curah hujan yang mengindikasi jumlah air yang turun ke permukaan bumi. Jenis tanah, vegetasi dan tata guna lahan merupakan faktor yang memberikan pengaruh terhadap jumlah air yang dapat meresap ke dalam tanah. Selain itu, masalah konservasi air juga perlu diperhatikan dalam mengelola RTH sebagai daerah resapan. Kerangka pemikiran model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta tertera pada Gambar 1.


(45)

7

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta

1.7 Kebaruan (novelty) Penelitian

Kebaruan (novelty) dari penelitian Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka pemenuhan ketersediaan air di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat dari pendekatan penelitian dan hasil sebagai berikut :

Model Pengelolaan Ruang Terbuka

Hijau Sebagai Daerah Resapan

Luas Kebutuhan RTH sebagai Daerah Resapan untuk memenuhi Air Tanah Domestik Iklim Curah hujan Tanah Tanah berstruktur baik untuk meresapkan dan menyimpan air (Aquifer) Potensi lain PAM, Danau atau situ

Tata Guna Lahan

Rasio ruang terbuka > ruang terbangun, Kualitas ruang terbuka Kepadatan Penduduk Kebutuhan Air Masyarakat 1. Kecepatan pengisian air tanah > kon-sumsi manusia 2. Pasokan PAM & sumur resapan Luas Daerah Resapan Air Berkurang

Air Tanah berkurang

Semakin berkurang karena kurangnya tempat meresap ke dalam tanah

Semakin berkurang karena pengambilan berlebihan oleh manusia

Ketersediaan Air Tanah berkurang

Lahan Ruang Terbuka Hijau Berkurang

Peta

Sebaran/Zona Daerah Resapan Air Potensial


(46)

8

1. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama memperhitungkan RTH sebagai daerah resapan dalam rangka peningkatan ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik di wilayah DKI Jakarta.

2. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali membangun Model Dinamik Spasial Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan dalam rangka pemenuhan ketersediaan air dikaitkan dengan analisis model spasial alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan. 3. Out put yang dihasilkan berupa model dinamik spasial pengelolaan ruang

terbuka hijau sebagai daerah resapan dengan mempertimbangkan model spasial alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan digunakan untuk menyusun skenario dan merumuskan arahan kebijakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta.


(47)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Konsep Tata Ruang perkotaan

Menurut Soegijoko (1997) selama tiga dasa warsa perkembangan ilmu perencanaan tata ruang di Indonesia, terlihat adanya perkembangan yang penting dalam persepsi merencanakan tata ruang. Pada awalnya merencanakan tata ruang hanya dianggap sebagai merencanakan fasilitas permukiman, kemudian menjadi merencanakan lingkungan hidup masyarakat di dalam kota, lalu berikutnya mencakup merencanakan dalam skala wilayah bahkan sampai merencanakan tata ruang dalam skala nasional. Dalam konteks perkembangan filsafat perencanaan, Soegijoko (1997) menekankan bahwa perencanaan tata ruang kota dewasa ini mencakup pengertian yang luas, yaitu merencanakan lingkungan permukiman di kota dan wilayahnya dalam lingkup peruntukan lahan dan seluruh fasilitasnya untuk kegiatan bekerja, rekreasi, dan permukiman, demi berlangsungnya kehidupan masyarakat kota yang layak dan baik.

Definisi tentang kota telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai argumen ilmiahnya. Di Indonesia, secara operasional definisi kota mengikuti kesepakatan Badan Kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKS-AKSI) dalam musyawarahnya tahun 1969 di Bukit Tinggi, yaitu sebagai kelompok orang-orang dalam jumlah minimal tertentu, hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, berpola hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis. Pemahaman tentang kawasan perkotaan, menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Menurut Budihardjo (1997) kota selalu bersifat dinamis. Struktur, bentuk, dan wajah serta penampilan kota merupakan hasil dari penyelesaian konflik perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota maupun pengelolanya. Salah satu konflik yang akhir-akhir ini meningkat di wilayah perkotaan adalah masalah lingkungan hidup, sehingga Budihardjo (1997) menyarankan perlunya pengintegrasian


(48)

10

perencanaan lingkungan hidup ke dalam perencanaan tata ruang perkotaan. Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang sangat luas, tetapi sekaligus juga seringkali punya konotasi sempit dengan menomorduakan ma-nusia dengan segala keunikan perilakunya. Akibatnya penampilan dan w a j a h k o t a bagaikan lepas dari alam, sering tidak terkendali, dan tidak manusiawi. Dalam konteks ini perlu pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, sehingga daya layan ruang terhadap warga kota tepat sasaran.

Kota yang baik merupakan kesatuan ruang yang direncanakan berdasarkan kebutuhan komponen penyusun ruangnya, sehingga dapat menciptakan suasana kenyamanan dan kesehatan bagi warganya (Sujarto, 1991). Komponen penyusun ruang kota tersebut meliputi wisma (perumahan), karya (tempat bekerja), marga (jaringan jalan), suka (fasilitas umum dan hiburan), dan penyempurna (pelengkap). Sujarto (1991) membagi wilayah kota menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Wilayah pengembangan dimana kawasan terbangun bisa dikembangkan secara optimal,

2. Wilayah kendala dimana pengembangan kawasan terbangun dapat dilakukan secara terbatas dengan memperhatikan kelestarian lingkungan,

3. Wilayah limit dimana peruntukannya hanya untuk menjaga kelestarian alam, sedangkan keberadaan kawasan terbangun tidak dapat ditoleransikan.

Keberadaan RTH menempati bagian-bagian tertentu dalam komponen penyusun tata ruang pada wilayah pengembangan, pada sebagian w i l a y a h k e n dala yang berfungsi menjaga kelestarian alam, dan wilayah limit y a n g memang hanya diperuntukkan bagi kelestarian alam.

Menurut Budihardjo dan Hardjohubojo (1993) perkembangan kota yang pesat ditandai dengan meningkatnya aktivitas manusia seperti pemanfaatan lahan, permukiman, perindustrian dan sebagainya menyebabkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan cenderung menurun. Tim peneliti IPB (1993) memberikan gambaran tentang peningkatan jumlah penduduk suatu kota dalam jangka panjang


(49)

11

dan akibatnya terhadap meningkatnya pencemaran, menurunnya sumberdaya alam dan menurunnya kualitas kehidupan manusia seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi Hubungan Antara Populasi Manusia, Ketersediaan Sumberdaya Alam, Tingkat Pencemaran, dan Tingkat Kualitas Hidup (Simonds, 1978)

Kecepatan perkembangan kota sangat ditentukan oleh faktor-faktor percepatannya, yaitu jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi yang keduanya mempunyai sifat berkembang (Sujarto, 1991). Perubahan kedua faktor akan menyebabkan perkembangan aspek lainnya yang sebagian besar membutuhkan ruang, sehingga menimbulkan persaingan untuk rnendapatkan ruang yang ketersediaannya dari waktu ke waktu relatif tetap. Di sinilah muncul tuntutan pentingnya dilakukan perencanaan tata ruang yang berwawasan lingkungan (Gambar 3.)

2.2 Ruang Terbuka Hijau Kota

2.2.1 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka didefinisikan sebagai ruang dalam kota atau wilayah perkotaan berupa area atau kawasan dengan pemanfaatan ruang bersifat terbuka yakni ruang tanpa bangunan maupun ruang dengan bangunan berkepadatan sangat rendah dan atau berketinggian sangat rendah. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat


(50)

12

terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

Gambar 3. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Kota dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang (dimodifikasi dari Sujarto, 1991)

Selain itu, istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikemukakan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Dijelaskan bahwa

Faktor Internal dan Eksternal Kota

Pertumbuhan Penduduk Asli

Pertumbuhan Akibat Migrasi

Perubahan Sosial

Perubahan Ekonomi

Perubahan Penduduk Kota Perubahan Kegiatan Usaha

Kecenderungan Perkembangan Aktivitas

Ekonomi Fisik Sosial

Sarana/Prasarana Lokasi Perilaku

Pasar, Toko, Angkutan,

Jalan, dll

Ketersediaan Lahan/Ruang

Masalah Ruang dan Kebijakan Alokasinya

Kota Berwawasan Lingkungan Sesuai Konsep Tata Ruang

Pertimbangan Ruang Terbuka

Hijau


(51)

13

pengertian Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah lain yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka dan pada dasarnya tanpa bangunan. RTH sendiri adalah ruang terbuka yang di dalam pemanfaatannya didominasi oleh pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah atau pun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan sebagainya.

Menurut Simonds (1983) ruang terbuka dapat berupa Waterfront (kawasan pantai, tepian danau, maupun tepian aliran sungai), Blueways (aliran sungai, aliran air lainnya, serta hamparan banjir), Greenways (jalan bebas hambatan, jalan-jalan di taman, koridor transportasi, jalan-jalan setapak, jalan sepeda, serta jogging track), taman-taman kota serta areal rekreasi, serta ruang terbuka penunjang lainnya (hutan kota, reservoir, lapangan golf, kolam renang, lapangan tenis, instalasi militer, dll).

Menurut Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota (1999) berdasarkan tujuannya RTH dikelompokkan atas 2 kelompok yaitu :

1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam kawasan ini termasuk diantaranya:

a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi baik di daratan maupun perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami.

b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah.

c. Hutan Wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat rekreasi dan kegiataan wisata alam.

2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan


(52)

14

dan didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota. Kawasan hijau binaan ini meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu:

a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olah raga, dan pemakaman.

b. Jalur Hijau Kota, bagian dan ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi.

c. Taman Kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari juga unsur hijau, yaitu: pepohonan yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, perhimpunan tumbuhan perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga membentuk kesatuan kesan pandang keindahan wajah kota terkecil.

d. Taman Rekreasi, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-lemen yang bersifat rekreasi umum. e. Taman Hutan, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara

batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami,


(53)

15

khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu, yang berada di wilayah perkotaan. jenis tumbuhannya (dalam hal ini pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam, dicirikan oleh karakater jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta kenyamanan lingkungan perkotaan.

g. Taman Bangunan Umum, bagian dan RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang berkaitan dengan kegiatan yang sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.

h. Tepian Air, bagian dan RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai, sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana kelengkapan pertamanan. i. Taman lingkungan/ tempat Bermain, suatu hamparan dengan pepohonan

yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi. Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang menikmatinya.

j. Lapangan Olah Raga, ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui kegiatan olah raga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenis jenis


(54)

16

tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat peneduh setempat.

k. Pemakaman, suatu fasilitas umum (dalam hal ini perkuburan); dalam kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan dan habitat satwa liar. l. RTH fungsi Pengaman, suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk jalur

penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situ-situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi.

m. Penghijauan pulau, suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah melalui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal.

n. RTH Budidaya Pertanian, area yang difungsikan untuk budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan.

Menurut Perda DKI Jakarta No. 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, Kawasan Hijau adalah Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan. Kawasan hijau lindung meliputi hutan lindung, cagar alam, dan hutan bakau dipantai lama bagian barat Jakarta, serta Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Kawasan Hijau Binaan meliputi :

a. RTH berbentuk areal dengan fungsi sebagai fasilitas umum

b. RTH berbentuk jalur untuk fungsi pengaman, peneduh, penyangga, dan atau keindahan lingkungan

c. RTH berbentuk hijau budidaya pertanian.

2.2.2 Tujuan, Klasifikasi dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Tujuan penataan Ruang Terbuka Hijau adalah :

1. Dapat menciptakan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan dan manusiawi serta serasi sesuai dengan keindahan kota.

2. Dapat meningkatkan dan memelihara mutu lingkungan hidup perkotaan yang hijau, segar, nyaman, bersih, indah dan teratur.


(55)

17

3. Dapat menjaga dan memelihara lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang berguna bagi kebutuhan hidup masyarakat penghuni. Ruang terbuka hijau dapat memperlihatkan keindahan kota.

Klasifikasi RTH yang ditetapkan berdasarkan ukuran oleh Dinas Tata Kota. adalah:

l. RTH Makro, yaitu yang berbentuk daerah pertanian, perikanan, dan kehutanan.

2. RTH Medium, yaitu yang berbentuk area pertamanan, sarana olah raga dan sarana pemakaman.

3. RTH Mikro, yaitu lahan-lahan terbuka yang ada pada setiap daerah yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum, seperti taman lingkungan, olah raga, dan lain-lain.

Fungsi penataan ruang terbuka hijau adalah :

1. Sebagai sarana untuk menjaga kelangsungan fungsi ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup wilayah perkotaan

2. Sebagai tempat perlindungan bibit tumbuhan (plasma nutfah). Dengan adanya ruang terbuka hijau, maka bibit tumbuh-tumbuhan akan dapat terselamatkan dari pengrusakan lingkungan.

3. Sebagai daerah resapan air tanah. Air tanah sangat vital untuk kebutuhan manusia. Pengamatan banyak air tanah di kota-kota besar sudah bercampur dengan air laut. Air laut sudah meresap kedarat. Contohnya seperti kota Jakarta air laut sudah merembes hampir sampai sekitar Monas. 4. Sebagai sarana untuk memperbaiki iklim setempat.

5. Sebagai paru-paru kota. Manfaatnya sangat banyak disamping penghijauan juga dapat dipakai sebagai paru-paru kota.

6. Sebagai sarana olah raga dan bermain kota. Dengan adanya ruang terbuka hijau, masyarakat kota tidak akan kesulitan untuk berolah raga. Dengan demikian dapat pula berfungsi sebagai sarana untuk menyehatkan masyarakat kota.

7. Sebagai sarana untuk menciptakan penghijauan, kesegaran, kesehatan, kebersihan dan keindahan kota.


(56)

18

2.2.3 Kriteria Ruang Terbuka Hijau

Kriteria penataan ruang terbuka hijau merupakan keterkaitan hubungan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta kriteria vegetasi. Adapun alokasi Ruang Terbuka Hijau terdiri 3 alokasi sebagai berikut :

1. Rencana Ruang Terbuka dikembangkan sesuai dengan jenis pemanfaatan ruang kotanya.

2. Pada lahan yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan kegiatan di atas permukiman, laut serta kedudukannya terhadap jalur sungai, jalur jalan dan jalur pengamanan utilitas.

3. Pada lahan di wilayah perkotaan yang dikuasai badan hukum atau perorangan yang tidak dimanfaatkan dan atau diterlantarkan.

Jenis dan Kriteria Vegetasi

Pengertian vegetasi adalah semak, pohon dan rerumputan dan lair.-lain. Kriteria umum pemilihan vegetasi untuk peruntukan ruang terbuka hijau kota adalah : bentuk morphologi bervariasi, memiliki nilai keindahan, penghasil oksigen tinggi, tahan cuaca dan hama penyakit, memiliki peredam intensif, daya resapan air tinggi, pemeliharaannya tidak intensif. Jenis vegetasi sesuai dengan sifat dan bentuk serta peruntukannya adalah sebagai berikut :

1. Kawasan Hijau Pertamanan Kota :

a. Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat sampai rapat.

b. Jenis ketinggian bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang (warna hijau lebih dominan).

c. Kecepatan tumbuhnya sedang contohnya pohon mahoni, ketapang, tanjung.

d. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya. Yang dimaksud dengan tanaman budidaya adalah tanaman yang menghasilkan seperti pohon cengkeh, pohon sawo kecik.


(57)

19

f. Jarak tanaman setengah rapat, 90% dari luas areal harus dihijaukan. Yang dimaksudkan dengan tanaman setengah rapat adalah jarak tanaman agak rapat.

2. Kawasan Hijau Hutan Kota

a. Karakteristik tanaman : struktur daun rapat, ketinggian vegetasi bervariasi.

b. Kecepatan tumbuhnya tinggi. c. Dominan jenis tanaman tahunan. d. Berupa habitat tanaman lokal.

e. Jarak tanaman rapat, 90% - 100% dari luas areal harus dihijaukan.

3. Kawasan Hijau Rekreasi Hutan Kota :

a. Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun dahan tidak mudah patah perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat, ketinggian vegetasi bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang.

b. Kecepatan tumbuhnya sedang. c. Jenis tanaman tahunan atau musiman. d. Berupa habitat tanaman lokal

e. Sekitar 40% - 60% dari luas areal harus dihijaukan.

4. Kawasan Hijau Kegiatan Olah Raga :

a. Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dalam tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi.

b. Jenis tanaman lokal dan tanaman budidaya.

c. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya.

d. Jarak tanaman tidak rapat, 40% -60% dari luas areal harus dihijaukan. e. Tinggi tanaman bervariasi.

5. Kawasan Hijau Pemakaman

a. Kriteria tanaman : perakarannya tidak mengganggu pondasi, struktur daun renggang sampai setengah rapat, dominan warna hijau. .

b. Jenis tanaman tahunan atau musiman. c. Berupa habitat tanaman lokal dan budidaya.


(58)

20

d. Jarak tanaman renggang sampai rapat, sekitar 50% dari luas areal harus dihijaukan.

e. Tinggi tanaman bervariasi.

6. Kawasan Hijau Pertanian :

a. Karakteristik tanaman : struktur daun rapat, warna dominan hijau. b. Kecepatan tumbuhnya bervariasi dengan pola tanam diarahkan

sesingkat mungkin lahan terbuka. c. Jenis tanaman tahunan atau musiman. d. Berupa habitat tanaman budidaya.

e. Jarak tanaman setengah rapat sampai 80% - 90% dari luas areal harus dihijaukan.

7. Kawasan Hijau Jalur Hijau

a. Kriteria tanaman : struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna hijau, perakaran tidak mengganggu pondasi.

b. Kecepatan tumbuhnya bervariasi. c. Dominan jenis tanaman tahunan.

d. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya.

e. Jarak tanaman bervariasi, persentasi hijau disesuaikan dengan intensitas kepadatan bangunan.

8. Kawasan SepanjangJalan Tol

a. Kriteria tanaman perdu, struktur daun setengah rapat, dominan warna bervariasi.

b. Ketinggian tidak melebihi sudut pandang terendah pengemudi. c. Jenis tanaman musiman.

d. Berupa habitat tanaman lokal.

9. Kawasan Bandar Udara

a. Karakteristik tanaman semak, perdu, struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna bervariasi.

b. Ketinggian tanaman tidak melebihi dari 1,5 meter.

c. Jenis tanaman yang tidak mempunyai buah yang dapat mengundang burung.


(59)

21

e. Berupa habitat tanaman lokal.

2.2.4 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan ruang fungsional bagi suatu wilayah perkotaan yang dapat mempengaruhi kualitas fisik, non fisik, dan estetika lingkungannya. Pada sisi lain, lahan di wilayah perkotaan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga perlu dilakukan efisiensi dan efektifitas penggunaannya. Disamping itu, keberadaan tanaman di suatu kawasan perkotaan memerlukan suatu ekosistem yang lebih alami, dan hal ini dapat menjadi indikator dari tingkat kualitas lingkungan hidup.

Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH untuk memenuhi kebutuhan ini adalah sebagai penyumbang ruang bernafas yang segar, keindahan visual, sebagai paru-paru kota, sumber air dalam tanah, mencegah erosi, keindahan dan kehidupan satwa, menciptakan iklim dan sebagai unsur pendidikan (Simond,1983)

RTH dalam suatu wilayah perkotaan mempunyai manfaat yang tinggi. Fungsi utamanya adalah. sebagai penjaga keseimbangan ekosistem kota, yaitu untuk kelangsungan fungsi ekologi untuk berjalannya fungsi kota yang sehat dan wajar (Depdagri,1988). Manfaat RTH juga sebagai pelembut kesan keras dari struktur fisik, mengatasi tekanan-tekanan dari kebisingan,udara panas dan polusi, serta sebagai pembentuk ruang kesatuan kota (Carpenter et al., 1975). RTH suatu kota adalah ruang-ruang terbuka (open spaces) di berbagai tempat di suatu wilayah perkotaan yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya (Nurisyah, 1996)

Bentuk RTH sangat beragam dan dapat dikategorikan berdasarkan jenis vegetasi yang berada dalam RTH (vegetasi asli, binaan dan produksi), fungsi (konservasi, perlindungan tanah dan air), bentuk ekologis (simpul, jalur dan kawasan) dan estetika yang akan diperankan oleh RTH dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota. Ditinjau dari tujuan pemanfaatan suatu RTH, menurut Inmendagri No. 14 tahun 1988, ada 7 bentuk dari RTH kawasan perkotaan yaitu:


(60)

22

1. RTH yang berlokasi pasti karena adanya tujuan konservasi 2. RTH untuk keindahan kota.

3. RTH karena adanya tuntutan dari fungsi kegiatan tertentu, misalnya untuk lingkungan sekitar pusat kegiatan olah raga.

4. RTH untuk pengaturan lalu lintas.

5. RTH sebagai sarana olah raga bagi kepentingan lingkungan perumahan. 6. RTH untuk kepentingan flora dan fauna seperti kebun binatang, dan 7. RTH untuk halaman bangunan.

Simonds (1983) mengemukakan standar ruang terbuka minimum yang mempertimbangkan kebutuhan ruang untuk setiap hirarki wilayah yang ada di kota seperti yang tercantum pada Tabel 1. Di Indonesia standar luasan RTH suatu kota (Inmendagri No.14 Tahun 1988) dihitung berdasarkan persentase luas wilayah kota, yaitu 40% sampai 60% dari total wilayah yang bersangkutan harus dihijaukan. Departemen Pekerjaan Umum menggunakan standar penyediaan RTH 15 m2/penduduk atau minimal 10% dari luas areal kota dalam berbagai bentuk. Berdasarkan standar tersebut, tingkat kebutuhan RTH kota adalah :

A. Kebutuhan minimal untuk taman

Setiap orang berhak mendapatkan 1,75 m2 untuk menikmati taman, seperti taman bermain, taman lingkungan atau taman kota.

B. Kebutuhan RTH yang bergabung dengan peruntukan lain

Penyediaan RTH pada lokasi dengan aksesibilitas tinggi, dekat dengan lingkungan pemukiman padat dan sesuai dengan tingkat/skala pelayanan.

C. Kebutuhan RTH yang merupakan bagian peruntukan bukan RTH (perumahan, perdagangan, industri, rekreasi, pendidikan dll) akan disesuaikan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

D. Kebutuhan RTH yang bersifat tetap

Daerah yang direncanakan sebagai kawasan RTH permanen adalah jalur hijau sempadan sungai, sempadan situ, hutan kota, cagar alam dan jalur hijau pengaman.


(1)

Lampiran 5 (lanjutan)

d10d = 2342778.27

d11a = 2753191.99 d11b = 1451748.50 d11c = 1778459.42 d11d = 1929664.47 d12a = 13282643.79 d12b = 2389579.84 d12c = 2456182.06 d12d = 2097970.10 d13a = 3570419.29 d1a = 128704.30 d2a = 138604.63 d3a = 191706.41 d4a = 337511.28 d5a = 74702.50 d6a = 188106.28 d6b = 53101.77 d6c = 162005.41 d7a = 4597353.60 d7b = 793826.52 d7c = 1441848.17 d8a = 2970999.26 d8b = 528317.65 d8c = 297909.95 d9a = 2270775.87 d9b = 3254508.74 d9c = 332111.10 d9d = 1325744.29 f10a = 1

f10b = 1 f10c = 1 f10d = 1 f11a = 1 f11b = 1 f11c = 1 f11d = 1 f12a = 1 f12b = 1 f12c = 1 f12d = 1 f13a = 1 f1a = 1 f2a = 1 f3a = 1 f4a = 1 f5a = 1 f6a = 1 f6b = 1 f6c = 1 f7a = 1 f7b = 1 f7c = 1 f8a = 1 f8b = 1 f8c = 1 f9a = 1


(2)

Lampiran 5 (lanjutan)

f9b = 1

f9c = 1 f9d = 1 JakBar% = 0 JakPus% = 0 JakSel% = 0 JakUt% = 0 K10a = 0 K10b = 0 K10c = 0 K10d = 0 K11a = 0 K11b = 0 K11c = 0 K11d = 0 K12a = 0 K12b = 0 K12c = 0 K12d = 0 K13a = 0 K1a = 0 K2a = 0 K3a = 0 K4a = 0 K5a = 0 K6a = 0 K6b = 0 K6c = 0 K7a = 0 K7b = 0 K7c = 0 K8a = 0 K8b = 0 K8c = 0 K9a = 0 K9b = 0 K9c = 0 K9d = 0

Kebth_air_perkapita = 54.75 Laju_PAM = 0.0062

Laju_Pertumbh_Pendd = 0.0075 Luas_DanauSitu = 435614.55 R10a = 8731658.43

R10b = 4085416.23 R10c = 4767300.52 R10d = 6622650.43 R11a = 5021310.11 R11b = 4471336.99 R11c = 9141579.11 R11d = 7963564.62 R12a = 22358273.87 R12b = 8465979.18 R12c = 15928255.39 R12d = 15238328.82 R13a = 5276489.50 R1a = 315475.16


(3)

Lampiran 5 (lanjutan)

R2a = 351345.51

R3a = 582203.43 R4a = 733962.61 R5a = 292481.34 R6a = 569326.89 R6b = 624562.06 R6c = 1679444.25 R7a = 13699220.71 R7b = 5680407.54 R7c = 10038772.49 R8a = 7272358.52 R8b = 2576792.59 R8c = 2468838.20 R9a = 7196188.73 R9b = 9551778.98 R9c = 3742913.30 R9d = 2301784.50


(4)

(5)

(6)