Karakterisasi Terigu Modifikasi Panas Dan Penggunaannya Pada Pembuatan Roti Tawar

i

KARAKTERISASI TERIGU MODIFIKASI PANAS DAN
PENGGUNAANNYA PADA PEMBUATAN ROTI TAWAR

LENA NUR AULANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Terigu
Modifikasi Panas dan Penggunaannya pada Pembuatan Roti Tawar adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 17 Juni 2016
Lena Nur Aulana
NIM F252124125

iv

RINGKASAN
LENA NUR AULANA. Karakterisasi Terigu Modifikasi Panas dan Penggunaannya
Pada Pembuatan Roti Tawar. Dibimbing oleh Prof. Dr. Sugiyono, MAppSc dan Dr.
Elvira Syamsir, STP, MSi.
Penelitian mengenai modifiksi panas pada terigu/pati telah banyak dilakukan,
namun karakteristik dari terigu modifikasi panas yang dihasilkan belum banyak
diketahui karena sangat dipengarui oleh bahan baku dan proses modifikasi panas.
Berdasarkan ketersediaan air, modifikasi panas dibedakan menjadi dua metode dasar,
yaitu modifikasi panas kering dan modifikasi panas basah. Perbedaan jenis modifikasi

ini berpengaruh pada karakteristik dan jenis aplikasi tepung yang cocok. Roti
merupakan salah satu produk turunan tepung terigu. Salah satu permasalahan utama
pada produk roti adalah staling. Penggunaan terigu modifikasi panas pada produk roti
diharapkan dapat menghambar proses staling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik fisikokimia dan fungsional terigu modifikasi panas (kering dan basah) serta
karakteristik roti tawar yang dihasilkan dengan substitusi terigu modifikasi panas.
Didapatkan hasil bahwa terigu modifikasi panas memiliki kadar air yang lebih
rendah dibandingkan terigu kontrol. Terigu modifikasi panas kering memiliki kadar air
yang lebih rendah dibandingkan terigu modifikasi panas basah. Sementara, kadar
protein terigu modifikasi panas kering dan panas basah tidak memiliki perbedaan yang
signifikan. Penampakan mikroskopis granula menunjukkan bahwa terigu modifikasi
panas masih menunjukkan sifat birefringence. Terigu modifikasi panas kering memiliki
jumlah granula dengan sifat birefringence yang lebih banyak dibandingkan terigu
modifikasi panas basah. Karakteristik fungsional terigu modifikasi panas basah pada
parameter penyerapan air (water absorption) memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan
terigu modifikasi panas kering dan terigu kontrol. Indeks gluten pada terigu modifikasi
panas kering dan panas basah memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan terigu
kontrol. Karakteristik pasting terigu modifikasi panas kering dan panas basah memiliki
rasio stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan terigu kontrol. Sifat ini menunjukkan
terigu modifikasi panas kering dan panas basah memiliki kemampuan untuk menahan

air pada kondisi pemanasan. Kemampuan ini pada aplikasi roti tawar diharapkan
mampu menahan air sehingga diperoleh roti tawar yang lembut lebih lama.
Hasil aplikasi terigu modifikasi panas kering dan panas basah pada pembuatan roti
tawar dengan tingkat substitusi 5%, 10%, 15% dan 20% menunjukkan nilai firmness
dan jumlah mikroba yang lebih rendah serta bread scoring yang lebih tinggi
dibandingkan tanpa penggunaan terigu modifikasi panas. Nilai kadar air dan aktivitas
air roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas tidak mengalami perubahan
nyata selama lima hari penyimpanan pada suhu ruang. Nilai firmness yang lebih rendah
dibandingkan kontrol menunjukkan roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas
mampu menghambat staling. Berdasarkan nilai bread scoring, roti tawar dengan tingkat
substitusi terigu modifikasi panas basah 5% merupakan perlakuan yang paling efektif
karena memiliki penurunan nilai bread scoring yang lebih rendah dibandingkan
perlakuan lainnya.
Kata kunci: karakterisasi, roti tawar, terigu dan modifikasi panas, staling

v

SUMMARY
LENA NUR AULANA. Characterization of Heat Treated Wheat Flours and Their
Application in Sandwich Bread Making. Supervised by Prof. Dr. Sugiyono, MAppSc

dan Dr. Elvira Syamsir, STP, MSi.
Many researches on heat treated flour/starch have been done in recent years.
Nevertheless, the characteristic of heat treated flour is not well known yet because it is
heavily influenced by the ingredient and the heat treatment process. Based on the
availability of water, heat treatment modifications can be classified into two basic
methods, which are dry heating modification and wet heating modification. The
different methods would influence the characteristics and the suitable application of the
flour. Bread is one of the products derived from flour. One of the main problems in
baked products is staling. The use of heat treated flour in baked products is expected to
inhibit the staling process. The objective of this research was to characterize the
properties of heat-treated wheat flours (dry and wet) and to characterize sandwich
breads made with heat treated flour substitution.
Heat treated wheat flours had lower moisture content compared to untreated
flour. The moisture content of dry heated flour was lower than that of wet heated flour,
while the protein content of dry and wet heated wheat flours had no significant
difference. Granular microscopic views showed that the heated wheat flour still had
birefringent property, while the dry heated flour had even more birefringent property
than wet heated flour. Water absorption of wet heated wheat flour was higher than that
of dry heated flour and untreated flours. Gluten index of wet heated wheat flour was
lower than that of dry heated and untreated flours. Pasting properties of heat treated

wheat flour showed higher stability ratio than that of untreated flour. These properties
indicate that heat treated flour (dry and wet) has the ability to hold water in the heating
conditions. This capability in the application of sandwich bread is expected to be able to
retain water to obtain softer bread with longer shelf life.
The application of heated wheat flour (dry & wet) in sandwich bread making
at the substitution level of 5%, 10%, 15% and 20%, showed significant differences in
firmness, total plate count and bread scoring when compared with control. Substitutions
of heated wheat flour produced lower values of firmness and total plate count and
higher bread scoring compared with control. The moisture content and water activity of
sandwich bread with heat treated flour substitution had no significant changes
throughout 5 days storage. Lower firmness of sandwich bread with heat treated flour
substitution showed capability of heat treated flour to inhibit staling. Based on the bread
scoring, sandwich bread with substitution level of 5 % wet heated modification was the
most effective treatment.
.
Keywords: characterization, heat treated flour, sandwich bread, staling

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

vii

KARAKTERISASI TERIGU MODIFIKASI PANAS DAN
PENGGUNAANNYA PADA PEMBUATAN ROTI TAWAR

LENA NUR AULANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi Teknologi Pangan
pada
Program Studi Profesional Teknologi Pangan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji pada Ujian Tesis

: Dr. Ir. Didah Nur Faridah, MSi

ix

Judul Tesis
Nama
NIM

: Karakterisasi Terigu Modifikasi Panas dan Penggunaannya Pada
Pembuatan Roti Tawar

: Lena Nur Aulana
: F252124125

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Sugiyono, MAppSc

Dr.Elvira Syamsir, STP,MSi

Ketua

Anggota

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi
Magister Profesional Teknologi Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 17 Juni 2016

Tanggal Lulus:

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 sampai November
2015 ini adalah Karakterisasi Terigu Modifikasi Panas dan Penggunaannya Pada
Pembuatan Roti Tawar.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Orang tua, Bapak Ahmad Royadi dan Ibu Murbawati (Almh), atas segala kasih
sayang, dukungan dan doa yang tulus.

2. Prof Dr Sugiyono MAppSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Elvira
Syamsir, STP MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang dengan bijaksana
memberikan bimibingan dan motivasi sehingga penulis memperoleh kemudahan
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Dr. Ir. Didah Nur Faridah, MSi selaku penguji luar komisi atas masukan yang
membangun.
4. Suami, Ayah Saepul Bahri dan anakku Raisa Putri Satriani atas kasih sayang, doa,
pengobanan waktu dan dukungan tanpa henti.
5. Keluarga kakak, adik, beserta keponakan atas doa dan dukungannya.
6. Teman-teman Magister Profesi Teknologi Pangan Batch 8 & 9 dan rekan-rekan tim
PT. Sriboga Flour Mill atas dukungan, motivasi, serta tempat berbagi suka dan duka
hingga selesainya tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
Lena Nur Aulana

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................

xiii
xiii
xiv

1

PENDAHULUAN ................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................
1.2 Ruang Lingkup ..............................................................................
1.3 Tujuan .............................................................................................
1.4 Manfaat ...........................................................................................

1
1
2
2
2

2

METODE PENELITIAN .....................................................................
3
2.1 Bahan dan Alat ...............................................................................
3
2.2 Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................
3
2.3 Tahapan Penelitian .........................................................................
3
2.3.1 Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Fungsional Terigu Modifikasi
Panas .....................................................................................
4
2.3.2 Karakterisasi Sifat Fisikokimia, Mikrobiologi dan Organoleptik
Roti Tawar dengan Substitusi Terigu Modifikasi Panas .......
4
2.3.3 Pengujian Stabilitas Penyimpanan Roti Tawar .....................
5
2.4 Metode Analisis ..............................................................................
5

3

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
3.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Fungsional Terigu Modifikasi
Panas ..............................................................................................
3.1.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia ..............................................
3.1.2 Karakteristik Sifat Fungsional ...............................................
3.2 Karakteristik Sifat Fisikokimia, Mikrobiologi dan Organoleptik Roti
Tawar dengan Substitusi Terigu Modifikasi Panas ........................
3.3 Stabilitas Roti Tawar Selama Penyimpanan ...................................
3.3.1 Kadar Air dan Aktivitas Air ..................................................
3.3.2 Tekstur (firmness) ..................................................................
3.3.3 Jumlah Mikroba (ALT) .......................................................
3.3.4 Karakteristik Sensori .............................................................

4

11
11
11
13
17
22
22
24
25
27

SIMPULAN DAN SARAN..................................................................
4.1 Simpulan .........................................................................................
4.2 Saran ...............................................................................................

29
29
30

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
LAMPIRAN ..................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................

31
35
53

xii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Formula pada pembuatan roti tawar .....................................................
Hasil analisa fisikokimia terigu modifikasi panas kering dan modifikasi
panas basah. .........................................................................................
Hasil analisa falling number, karakteristik adonan dan indeks gluten.....
Sifat pasting terigu modifikasi panas kering,modifikasi panas basah
dan kontrol ............................................................................................
Laju perubahan kadar air dan aktivitas air roti tawar selama
penyimpanan .........................................................................................
Laju perubahan tekstur (firmness) dan perubahan mikrobiologi
roti tawar selama penyimpanan ............................................................

4
11
14
16
22
26

DAFTAR GAMBAR
Pengukuran firmness roti tawar menggunakan texture analizer (TA.XT
Stable Micro Systems, UK) ....................................................................
2
Penampakan granula pati TMpk (A) dan TMpb (B) dengan
menggunakan mikroskop polarisasi cahaya (pembesaran 400x) .........
3
Sifat pasting terigu modifikasi panas kering, panas basah dan terigu
kontrol...................................................................................................
4
Roti tawar dengan menggunakan tepung modifikasi panas kering (A)
dan panas basah (B). Kontrol (a), TMpk & TMpb 5% (b), TMpk & TMpb
10% (c), TMpk & TMpb 15% (d) dan TMpk & TMpb 20% (e) ..............
5
Kadar protein roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas
kering (TMpk) dan panas basah (TMpb) pada tingkat substitusi 5,10,15
dan 20 % ...............................................................................................
6(a) Kadar air roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas kering
(TMpk) dan panas basah (TMpb) pada tingkat substitusi 5,10,15 dan
20 % .....................................................................................................
6(b) Nilai aw roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas kering
(TMpk) dan panas basah (TMpb) pada tingkat substitusi 5,10,15 dan
20 % .....................................................................................................
7
Tekstur (firmness) roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas
kering (TMpk) dan panas basah (TMpb) pada tingkat substitusi 5,10,15
dan 20 % ...............................................................................................
8
Jumlah mikroba roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas
kering (TMpk) dan panas basah (TMpb) pada tingkat substitusi 5,10,15
dan 20 % ...............................................................................................
9
Bread Scoring roti tawar dengan substitusi terigu modifikasi panas
kering (TMpk) dan panas basah (TMpb) pada tingkat substitusi 5,10,15
dan 20 % ...............................................................................................
10 Perubahan kadar air roti tawar selama penyimpanan ...........................
11 Perubahan nilai aw roti tawar selama penyimpanan .............................

1

9
12
15

17

18

19

19

20

21

21
23
23

xiii

12
13
14
15

Perubahan tekstur (firmess) roti tawar selama penyimpanan ...............
Mekanisme bread staling ....................................................................
Perubahan jumlah mikroba roti tawar selama penyimpanan ................
Perubahan penurunan bread scoring roti tawar dengan
substitusi terigu modifikasi panas ........................................................

24
25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Diagram tahapan penelitian ..................................................................
Formulir bread scoring .........................................................................
Formula dan kondisi proses pembuatan roti tawar ...............................
Analysis of variance (ANOVA) menggunakan SPSS 15 .....................
Nilai bread scoring roti tawar pada penyimpanan H+1 dan H+5 ........

37
38
39
41
51

xiv

1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal roti. Roti memiliki
karakteristik sebagai makanan pokok, karena mengandung karbohidrat yang tinggi
sehingga orang akan memperoleh kalori sebagai sumber energi yang cukup
dengan mengonsumsi roti. Roti juga memiliki nilai gizi tinggi sehingga
melengkapi kebutuhan gizi orang yang mengonsumsinya. Roti dapat disajikan
secara praktis dengan beragam rasa dan penyajian. Hal ini karena teknologi
pembuatan roti pada saat ini memungkinkan penambahan rasa dan penyajian yang
beragam sehingga roti dapat dinikmati oleh masyarakat yang memiliki beragam
selera pula.
Tren perkembangan roti dari tahun ke tahun terus meningkat. Catatan
Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APBI) menyebutkan, nilai pasar roti dan
kue di Indonesia pada tahun 2013 mencapai Rp 31 triliun atau naik 15% dari
tahun 2011 yang besarnya Rp 27 triliun. Dari total nilai jual tersebut, sekitar 64%
berasal dari industri roti. Berdasarkan Pusat Data Informasi Kementerian
Perindustrian tahun 2012 pertumbuhan produksi roti dari tahun 2000 sampai 2010
terus mengalami peningkatan. Selama sepuluh tahun rata-rata peningkatan
produksi roti mencapai 27.7 % per tahun.
Di tengah berkembangnya produksi roti, industri roti tetap dihadapkan
pada permasalahan dari karakteristik produk roti itu sendiri. Sebagai produk segar
(fresh) roti memiliki umur simpan yang singkat. Pertumbuhan mikroba, bread
staling dan masalah pemasaran merupakan beberapa permasalahan klasik yang
dihadapi oleh industri roti. Bread staling merupakan hal utama yang terusmenerus dicari faktor pengendalinya. Bread staling merupakan fenomena
perubahan fisiko-kimia di dalam roti yang menyebabkan bagian crumb menjadi
lebih kering, keras dan rapuh, crust menjadi lembek, alot dan hilang
kerenyahannya sementara flavor khas roti hilang (Cauvain dan Linda, 2007).
Bread staling digunakan sebagai indikasi penurunan mutu produk roti karena
perubahan karakteristik sensorik (tekstur dan flavor) produk dan bukan oleh
pertumbuhan mikroba. Sementara, untuk menghambat pertumbuhan mikroba
umumnya digunakan kalsium propionat sebagai pengawet.
Salah satu upaya untuk menghambat bread staling adalah memodifikasi
tepung terigu sebagai bahan baku roti. Secara umum terdapat dua jenis modifikasi
pada tepung terigu, yaitu modifikasi fisik dan kimia. Saat ini dikenal tiga jenis
modifikasi fisik pada tepung terigu, yaitu penggilingan, modifikasi panas kering,
dan modifikasi panas basah. Modifikasi terhadap tepung terigu dilakukan untuk
mengubah sifat fisiko-kimia dari tepung agar diperoleh sifat yang diinginkan.
Modifikasi tepung terigu memiliki berbagai aplikasi salah satunya adalah di
industri bakery. Modifikasi panas basah merupakan metode yang secara luas
digunakan untuk memperbaiki sifat fungsional dari pati atau tepung tanpa
menghancurkan struktur granula (Jacobs dan Delcour, 1998).
Terigu modifikasi panas dapat digunakan dalam berbagai aplikasi pada
industri pangan, seperti cake, biskuit, wafer, tepung untuk coating, breader,
sauce, soup, makanan bayi dan sebagai pengental pada aplikasi khusus di industri.

2

Saat ini, terigu modifikasi panas banyak diaplikasikan untuk meningkatkan
volume pada cake, memperbaiki crumb roti dan menggantikan tepung klorinasi
(Al Dmoor dan Hanee, 2013; Buscella et al. 2015). Terigu modifikasi panas juga
bisa mengurangi amylose leaching dan retrogradasi (Chung et al, 2009).
Teknologi modifikasi panas telah berkembang sejak 1970 oleh Ruso dan
Doe dengan mempatenkan proses modifikasi panas pada temperatur 100-115oC
selama 60 menit (Neil et al, 2012). Nakamura et al. (2008) melakukan penelitian
dengan menggunakan terigu modifikasi panas untuk meningkatkan volume cake
kasutera. Terigu modifikasi panas telah digunakan dalam banyak penelitian untuk
meningkatkan volume cake, memperbaiki crumb roti dan menggantikan tepung
klorinasi (Meza et al, 2011; Purhagen et al, 2008; Chesterton et al, 2015).

1.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah karakterisasi fisikokimia dan
fungsional terigu modifikasi panas kering dan panas basah, dan aplikasi terigu
modifikasi panas kering dan panas basah pada pembuatan roti tawar.

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik fisikokimia dan
fungsional terigu modifikasi panas, mengetahui karakteristik fisikokimia,
mikrobiologi, organoleptik roti tawar yang dibuat dengan substitusi terigu
modifikasi panas dan stabilitas penyimpanannya.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai karakteristik
fisikokimia dan fungsional dari terigu modifikasi panas kering dan panas basah
sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran jenis aplikasi yang tepat pada
industri pangan. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai pengaruh
terigu modifikasi panas terhadap karakteristik fisikokimia, mikrobiologi dan
organoleptik roti tawar serta stabilitas roti tawar selama penyimpanan. Dengan
mengetahui sifat fisikokimia dan fungsional yang dimiliki oleh terigu modifikasi
panas diharapkan mampu memberikan nilai tambah dalam meningkatkan mutu
roti tawar dengan menghambat laju staling.

3

2 METODE PENELITIAN
2.1 Bahan dan Alat
Bahan utama untuk karakterisasi sifat fisikokimia dan fungsional terigu
modifikasi panas adalah terigu modifikasi panas kering (TMpk), terigu modifikasi
panas basah (TMPb), dan terigu kontrol (terigu yang tidak mengalami perlakuan
panas) yang diproduksi oleh perusahaan terigu PT. XYZ. Berdasarkan informasi
dari PT.XYZ, terigu modifikasi panas dibuat dari terigu protein rendah yang
mengalami proses pemanasan menggunakan udara panas pada suhu 160oC untuk
terigu modifikasi panas kering sementara terigu modifikasi panas basah diperoleh
melalui pemanasan 140oC dengan uap air panas 80 L/jam dan suhu pengeringan
120oC. Terigu modifikasi panas panas kering memiliki ukuran partikel 180-200
mikron sementara terigu modifikasi panas basah memiliki ukuran partikel 300350 mikron.
Bahan utama untuk proses pembuatan roti tawar adalah terigu kontrol
(terigu berprotein tinggi), terigu modifikasi panas (kering dan basah), ragi instan,
susu bubuk rendah lemak, garam, gula pasir, lamak reroti, pengembang roti, dan
pengawet kalsium propionat. Bahan kimia/ media yang digunakan untuk
keperluan analisa adalah NaOH 40 %, Asam Borat (H3BO3), indikator
bromocresol green, indikator metil red, etanol, HCl 0.1 N, H2SO4 (98-99%),
Kjeltab Se 3.5 atau (7 g K2SO4 + 0.8 g CuSO4.5H2O), akuades, silica gel, NaCl
2%, bufferfield's phosphate buffer, dan media potato dextrose agar.
Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital, pengukur kadar air
(moisture analyzer, Kern, Germany), pengukur protein (Kjeltec Auto 1030,
Tecator, USA), pengukur kadar abu (Muffle furnance), Falling number (Perten
1500, Perten Instruments, Sweden), Farinograph-Brabender (Farinograph-AT,
Germany), Glutomatic system (Perten Instruments, Sweden), Chromameter
(Konica minolta color CR-400, Japan), Rapid Visco Analyzer (RVA, Perten
Instruments, Sweden), Mikroskop Polarisasi (Olympus Optical Co.Ltd, Japan),
inkubator dan alat-alat gelas
2.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di laboratorium perusahaan
tepung terigu PT. XYZ dan Laboratorium SEAFAST Center IPB Darmaga.
Penelitian ini telah dilakukan antara bulan Juni 2015 hingga November 2015.
2.3 Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) karakterisasi sifat
fisikokimia dan fungsional terigu modifikasi panas kering dan modifikasi panas
basah, (2) karakterisasi fisikokimia, mikrobiologi dan organoleptik roti tawar yang
dibuat dari substitusi dengan terigu modifikasi panas, dan (3) pengujian stabilitas
penyimpanan roti tawar. Diagram tahapan penelitian dapat dilihat di Lampiran 1.

4

2.3.1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Fungsional Terigu
Modifikasi Panas
Penelitian tahap pertama ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat
fisikokimia dan fungsional terigu modifikasi panas kering dan panas basah.
Karakteristik fisikokimia yang diamati adalah kadar air, kadar protein, kadar abu,
warna, dan pengamatan granula pati dengan menggunakan mikroskop polarisasi
cahaya. Karakteristik sifat fungsional yang diamati adalah falling number,
karakteristik adonan (farinograph), indeks gluten, dan sifat pasting.
2.3.2. Karakterisasi Sifat Fisikokimia, Mikrobiologi dan Organoleptik Roti
Tawar dengan Substitusi Terigu Modifikasi Panas
Penelitian tahap kedua ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat
fisikokimia, mikrobiologi dan organoleptik roti tawar yang dibuat dari substitusi
dengan terigu modifikasi panas. Pembuatan roti tawar dilakukan dengan
menggunakan terigu modifikasi panas dengan tingkat substitusi 5 %, 10 %, 15%
dan 20 %. Formula pembuatan roti tawar ditunjukkan pada Tabel 1. Proses
pembuatan roti tawar dilakukan menggunakan metode straight dough. Pada
penelitian ini penggunaan terigu modifikasi panas membutuhkan penyesuaian
jumlah air yang digunakan 1-3 % lebih banyak dibandingkan penggunaan terigu
kontrol. Penyesuaian lain adalah waktu pengadukan dan waktu fermentasi akhir
yang lebih lama.
Sebagai kontrol digunakan 100 % tepung terigu (berprotein tinggi). Anti
mold ditambahan kalsium propionat dengan dosis yang tidak melebihi dari
ketentuan PerkaBPOM no 36 tahun 2013 sebesar 2000 ppm. Pengamatan terhadap
roti tawar meliputi analisa kadar protein, kadar air, aktivitas air, tekstur (firmness),
total mikroba dan bread scoring. Analisa dilakukan pada roti tawar dengan umur
simpan H+1 setelah proses pembuatan.
Tabel 1. Formula pada pembuatan roti tawar
Komposisi

Perlakuan
Kontrol*
(% Bakers)

1

2

3

4

5

6

7

8

100

95

90

85

80

95

90

85

80

Terigu Modifikasi Panas kering (TMpk)

-

5

10

15

20

-

-

-

-

Terigu Modifikasi Panas basah (TMpb)

-

-

-

-

-

5

10

15

20

Terigu (Protein Tinggi)

Gula Pasir

8

8

8

8

8

8

8

8

8

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

Susu Skim

3

3

3

3

3

3

3

3

3

Ragi

1

1

1

1

1

1

1

1

1

Garam

Lemak Reroti

8

8

8

8

8

8

8

8

8

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

Kalsium Propionat
0.2
* Sumber: www.sriboga-flourmill.com

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

Pengembang Roti

5

2.2.3. Pengujian Stabilitas Penyimpanan Roti Tawar
Penelitian tahap ketiga ini bertujuan untuk menguji stabilitas roti tawar
selama penyimpanan. Selama proses penyimpanan produk roti tawar dikemas
menggunakan kemasan dengan spesifikasi OPP 20 μm // PP 15 μm. Penggunaan
spesifikasi ini dilakukan berdasarkan keumuman penggunaan kemasan pada
produk roti tawar di pasaran. Pengamatan stabilitas roti tawar meliputi kadar air,
aktivitas air, tekstur (firmness), jumlah mikroba (ALT) dan bread scoring.
Pengamatan terhadap kadar air, aktivitas air dan tekstur (firmness) dilakukan pada
H+1, H+2, H+4, dan H+5. Sementara pengujian jumlah mikroba (ALT) dan bread
scoring dilakukan pada H+1 dan H+5.
2.4 Metode Analisis
a. Kadar air
Pengujian kadar air dilakukan menggunakan moisture analyzer infra red
(Kern, Germany) dengan parameter standar. Metode pengujian berdasarkan
AACC 44-15A, 2000. Sampel sebanyak 2-3 gram dimasukkan ke dalam alat
moisture analyzer untuk dilakukan pengukuran kadar airnya pada temperatur
130oC. Pengukuran kadar air dinyatakan selesai apabila tidak ada perubahan berat
sebanyak 1 mg selama 60 detik. Hasil pembacaan alat (%) dinyatakan sebagai
kadar air bahan yang diukur.
b. Kadar protein
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan alat Kjeltec
Auto 1030 dan Digestor 2020 pada tepung terigu, sementara pengujian kadar
protein roti tawar menggunakan alat Kjeltec 8400 (Tecator, USA). Alat ini
melakukan pengukuran kadar protein pada bahan melalui proses destruksi dan
destilasi berdasarkan metode AACC 46-30, 2000. Sebanyak 1 g sampel
dimasukkan ke dalam tabung kjeltec kemudian ditambahkan 2 g campuran selen
dan 12 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 400oC selama 1 jam.
Tabung diangkat kemudian didinginkan. Sebanyak 75 ml aquades ditambahkan
pada sampel, untuk didestilasi dan dititrasi menggunakan NaOH 40% dan HCl 0.1
N dengan indikator (bromocresol green, methyl red dalam asam borat (H3BO3))
titrasi berhenti jika perubahan warna hijau ke merah telah konstan. Penetapan
blanko dilakukan menggunakan cara yang sama. Jumlah HCl yang diperlukan
dicatat untuk dimasukkan ke dalam rumus berikut.

6

W
V1
V2
N
FK
KA

= Berat sampel
= Volume HCl 0.1 N yang diperlukan untuk penitaran sampel
= Volume HCl 0.1 N yang diperlukan untuk penitaran blanko
= Normalitas HCl
= Faktor konversi untuk protein (secara umum = 6.25)
= Kadar air

c. Kadar abu
Pengukuran kadar abu dilakukan berdasarkan metode AACC 08-01, 2000
dengan menggunakan tanur pada temperatur 550-600oC selama 6 jam. Kadar abu
dihitung melalui selisih berat cawan dengan berat sampel dan cawan yang telah
dipanaskan dalam tanur. Berat sampel ditimbang setelah cawan dimasukkan
kedalam desikator selama 45 menit. Perhitungan kadar abu sampel melalui rumus
berikut :

W1 = Berat cawan yang telah dipanaskan dalam tanur
W2 = berat cawan dan berat sampel yang telah dipanaskan dalam tanur
KA = Kadar air

d. Warna
Pengukuran warna terigu dilakukan dengan menggunakan alat Chroma
meter (Konica Minolta CR-400, Japan). Sampel terigu dimasukan ke dalam
wadah Chromameter yang telah dilapisi kaca, pengukuran dilakukan dengan
menembakkan Chromameter pada sampel. Hasil pengukuran berupa nilai L*
(lightness) dengan kisaran dari hitam ke putih ( 0 - 100), nilai a* mengukur warna
hijau ke merah (60 - (-60)) dan nilai b* mengukur warna biru ke kuning (60 -(60)) (Papadakis et al, 2000).
e. Mikroskopis Granula
Bentuk dan intensitas birefringence granula pati diamati dengan
mikroskop polarisasi cahaya (Olympus Optical Co.Ltd, Japan) yang dilengkapi
dengan kamera. Suspensi pati disiapkan dengan mencampurkan pati dan aquades,
kemudian dikocok. Suspensi diteteskan di atas gelas obyek dan ditutup dengan
gelas penutup, preparat kemudian diamati di bawah mikroskop polarisasi.
Pengamatan dilakukan dengan meneruskan cahaya terpolarisasi dengan
perbesaran 400x.

7
f. Falling Number
Pengujian falling number dilakukan dengan menggunakan alat falling
number -Perten 1500 (Perten Instruments, Sweden). Pengujian ini dilakukan untuk
mengukur aktivitas enzim α-amylase secara tidak langsung pada terigu. Metode
pengujian dilakukan dengan metode AACC 56-81B, 2000. Sebanyak 7 g sampel
dimasukkan ke dalam tabung viskometer kemudian ditambahkan akuades
sebanyak 25 ml kocok tabung selama 30 detik. Tabung viskometer dipasangkan
ke dalam alat falling number yang telah dilengkapi waterbath, setelah 60 detik
stirrer akan turun melalui suspensi tepung terigu. Analisa selesai bila stirrer telah
mencapai dasar tabung viskometer yang ditandai dengan bunyi alarm. Nilai falling
number dihitung sebagai total waktu yang dibutuhkan stirrer (detik) untuk
mencapai dasar tabung viskometer.
g. Karakteristik adonan
Pengujian karakteristik adonan dilakukan dengan menggunakan alat
Farinograph-Brabender (Farinograph-AT, Germany). Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui sifat fisik adonan setelah pengadukan. Melalui pengujian
farinograph ini dapat diketahui daya serap air terhadap terigu (water absorpsi),
stabilitas adonan (stability), dan waktu pengembangan adonan (development
time). Metode pengujian dilakukan dengan metode AACC 54-21, 2000. Sampel
tepung sebanyak 300 g (berdasarkan kadar air 14%) dimasukkan ke dalam bowl
mixer, akuades dimasukkan melalui buret kemudian diaduk selama 1 menit
dengan kecepatan tinggi dari titik awal sampai dengan 2 chart garis lurus. Seiring
adonan mulai terbentuk akan dihasilkan kurva yang mempunyai resistensi terpusat
pada garis 500 BU. Jika absorpsi yang telah tercapai, kurva akan membentuk
dough development maksimal pada garis 500 BU, jika belum dilakukan
penyesuaian jumlah air yang ditambahkan. Alat dibiarkan berjalan sampai
diperoleh kurva yang dapat dievaluasi.
Water absorption (berdasarkan kadar air tepung 14%)
Jumlah penyerapan air berdasarkan pada kurva di 500 BU = ((3x+y)-300)/3,
dimana:
x = % penyerapan air yang diperlukan
y = jumlah tepung yang digunakan (gram)
Dough Development time (menit)
Nilai interval atau jarak dari mula-mula penambahan air sampai titik
maksimum konsistensi (peak time)
Stability time (menit)
Perbedaan waktu antara titik pertama kali memotong garis 500 BU (arrival
line) dengan titik dimana kurva meninggalkan garis 500 BU (departure line)

8

h. Indeks Gluten
Pengujian indeks gluten dilakukan dengan metode AACC 38-12, 2000
dengan menggunakan glutomatic system (Perten Instruments, Sweden). Sampel
sebanyak 10 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam chamber pencuci, kemudian
ditambahkan 4.8 ml larutan NaCl 2% hingga permukaan sampel basah dan rata.
Chamber dipasang ke alat glucomatic dan diteteskan akuades. Sampel diaduk
selama 20 detik dan mencuci selama 5 menit. Setelah selesai sample dimasukkan
ke dalam sentrifuse, alat akan berfungsi secara otomatis. Sampel diangkat dan
ditimbang. Sampel yang lolos dikumpulkan dan ditimbang (B), kemudian
ditambahkan dengan sampel yang tertinggal untuk ditimbang kembali sebagai
total gluten (A). Sampel (A) dikeringkan di dalam mesin Glutork lalu ditimbang
sebagai gluten kering (C).

i. Sifat pasting.
Sifat pasting dari terigu modifikasi panas ditentukan dengan menggunakan
Rapid Visco Analyser (RVA, Perten Instrumen, Sweden) berdasarkan metode
AACC 22-08, 2000. Sebanyak 3,0 g sampel (berat kering) ditimbang dalam
wadah RVA lalu ditambahkan 25 g akuades. Pengukuran dengan RVA mencakup
fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm).
Pada fase pemanasan, suspensi pati dipanaskan dari temperatur 50oC hingga 95oC
dengan kecepatan 6oC/menit, lalu dipertahankan pada temperatur tersebut
(holding) selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan
pada fase pendinginan, yaitu temperatur diturunkan dari 95oC menjadi 50oC
dengan kecepatan 6oC/menit, kemudian dipertahankan pada temperatur tersebut
selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil pasting sebagai hubungan
dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan perubahan temperatur (oC) selama
fase pemanasan dan pendinginan pada sumbu x (Faridah et al, 2014).
j. Aktivitas air (water activity)
Pengujian aktivitas air dilakukan dengan menggunakan activity water (aw)
meter (Lab Swift-aw Novasina, Swiss) pada temperatur ruang yang terkontrol.
Sampel 3-5 g dimasukkan ke dalam wadah, kemudian dimasukkan ke dalam alat
aw-meter. Alat dioperasikan (dengan menekan tombol start), alat akan beroperasi

9
secara otomatis dan berhenti ketika kesetimbangan telah tercapai. Hasil
pembacaan alat dihitung sebagai kadar aktivitas air dalam bahan.
k. Tekstur (Firmness)
Pengujian tekstur crumb roti tawar dilakukan dengan menggunakan
texture analyzer (TA.XT Stable Micro Systems, UK) dengan menggunakan
metode standar AACC 74-09 untuk menentukan kekerasan (firmness) dari roti.
Pengukuran firmness roti dilakukan pada 2 lembar roti tawar menggunakan probe
yang khusus digunakan untuk roti. Pengukuran dilakukan dengan melakukan
pressing (penekanan) menggunakan probe pada 40% bagian roti. Selama proses
penekanan probe pada roti akan terbaca grafik nilai firmness. Pengukuran
firmness pada roti dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengukuran firmness roti tawar menggunakan texture analizer (TA.XT
Stable Micro Systems, UK)
l. Jumlah mikroba
Pengujian jumlah mikroba pada roti tawar meliputi analisa angka lempeng
total (ALT). Analisa ini dilakukan berdasarkan metode ISO 4833:2003 (E).
Sampel sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam 225 ml butterfield'sphosphate
kemudian di kocok 25 kali selama 7 detik. Pengenceran dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dengan memasukkan 1 ml larutan sampel ke dalam larutan buffer
butterfield's phosphate. Hasil pengenceran sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam
cawan petri berisi media PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah dibekukan
kemudian diinkubasi selama 72 jam pada suhu 30oC. jumlah koloni yang tumbuh
selama inkubasi dihitung sebagai angka lempeng total per gram sampel.

10

m. Bread scoring
Bread scoring dilakukan menggunakan 10 panelis terlatih. Panelis menilai
sampel roti yang diberikan berdasarkan nilai acuan pada masing-masing atribut
yang telah ditentukan sebelumnya. Pengujian bread scoring ini dilakukan
berdasarkan uji kesukaan (hedonik) panelis terhadap atribut pengujian pada roti
tawar. Penurunan mutu roti ditunjukkan dengan penurunan nilai pada masingmasing atribut yang diberikan oleh panelis. Formulir bread scoring dapat dilihat
pada Lampiran 2.
n. Pengolahan data
Analisa statistik menggunakan rancangan acak lengkap dan kelompok
dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Analisa ini menggunakan software
SPSS 15. Pengolahan data parameter analisa menggunakan model linear dan
analisis ragam rancangan acak lengkap (Persamaan 1), sementara pengolahan data
bread scoring menggunakan model linear dan analisis ragam rancangan acak
kelompok (Persamaan 2).
;

........................................(Persamaan 1)

Dimana :
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Rataan umum
= Pengaruh perlakuan ke-i
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
;

...........................(Persamaan 2)

Dimana :
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ
= Rataan umum
= Pengaruh perlakuan ke-i
= Pengaruh perlakuan ke-j
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Fungsional Terigu Modifikasi Panas
3.1.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia
Hasil analisa sifat fisikokimia dari terigu modifikasi panas dapat dilihat
pada Tabel 2. Ketiga terigu yang diamati memiliki kadar air yang berbeda nyata.
Terigu kontrol (C) memiliki kadar air tertinggi (12.76 %) diikuti terigu modifikasi
panas basah dan panas kering berturut-turut 7.7 % dan 5.46 %. Proses modifikasi
panas dilaporkan menyebabkan penurunan kadar air terigu. Penelitian yang
dilakukan oleh Al Dmoor dan Hanee (2013) menunjukkan, bahwa modifikasi
panas kering menyebabkan penurunan kadar air terigu sebesar 7 %. Proses
modifikasi panas kering dan panas basah yang dilakukan Buscella et al, (2015)
menghasilkan tepung dengan kadar air sebesar 5 % dan 10 %.
Tabel 2. Hasil analisa sifat fisikokimia terigu modifikasi panas kering dan
modifikasi panas basah
Parameter

Terigu (C)

Terigu Modifikasi

a

Panas kering

Panas basah

(TMpk)

(TMpb)

5.46 ±0.04

c

7.70 ±0.11b

Kadar Air (% bb)

12.76 ±0.01

Kadar Protein (%bk)

10.43 ± 0.15a

10.03 ± 0.15b

9.98 ± 0.08b

Kadar Abu (%bk)

0.55 ± 0.00a

0.56 ± 0.00a

0.51 ± 0.00b

-L

92.50±0.26a

93.00±0.33a

90.94±0.26b

- a*

-1.55±0.00c

-1.44±0.00b

-1.33±0.00a

- b*

10.00±0.03b

8.47±0.02c

10.56±0.03a

Warna

* Nilai pada baris yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α <
0.05. Nilai rata-rata dan standar deviasi diperoleh dari dua kali pengukuran.

Kadar protein terigu modifikasi panas kering dan panas basah tidak
berbeda nyata, tetapi secara nyata sedikit lebih rendah dari kadar protein terigu
kontrol. Perbedaan ini diduga karena perbedaan kisaran kadar protein pada bahan
baku terigu kontrol dengan terigu modifikasi panas kering dan modifikasi panas
basah. Kadar protein bahan baku terigu modifikasi panas ini berkisar 9.7 - 11.2 (%
bk).
Kadar abu pada terigu modifikasi panas kering tidak berbeda nyata dengan
kadar abu terigu kontrol, sementara kadar abu terigu modifikasi panas basah lebih
rendah dibandingkan dengan kedua tepung lainnya. Perbedaan ini diduga juga
karena kisaran kadar abu pada bahan baku terigu modifikasi panas (berkisar 0.50.6 % bk). Kecerahan terigu modifikasi panas kering memiliki nilai yang sama

12

dengan terigu kontrol sementara kecerahan terigu modifikasi panas basah secara
nyata lebih rendah dari dua terigu yang lain. Perbedaan nilai kecerahan ini diduga
disebabkan oleh perbedaan ukuran partikel pada ketiga terigu ini. Berdasarkan
spesifikasi, terigu modifikasi panas kering dan terigu kontrol memiliki ukuran
partikel yang lebih kecil (180-200 mikron) dibandingkan tepung modifikasi panas
basah yang memiliki ukuran partikel 300-350 mikron. Modifikasi panas basah
yang melibatkan temperatur dan uap air panas menyebabkan ukuran partikel
terigu ini lebih besar dibandingkan dengan terigu modifikasi panas kering dan
terigu kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zavareze et
al. (2010) proses modifikasi panas basah pada pati beras dan jagung dengan
konsentrasi air 25% menyebabkan granula menjadi tidak teratur dan sedikit
teraglomerasi.
Hasil pengamatan granula pati terigu modifikasi panas (TMpk) dan terigu
modifikasi panas basah (TMpb) disajikan pada Gambar 2. Menurut Thomas dan
William (1999) granula dari pati gandum memiliki bentuk lingkaran dan
lentikular dengan ukuran bervariasi dari 3-38 µm. Berdasarkan Gambar 2 bentuk
granula terigu modifikasi panas kering dan panas basah (TMpk dan TMpb) masih
menunjukkan sifat birefringence. Sifat birefringence adalah sifat granula pati
yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga membentuk bidang biru
dan kuning ketika dilihat pada mikroskop polarisasi. Terbentuknya warna biru dan
kuning disebabkan adanya perbedaan indeks refraktif dalam granula pati yang
dipengaruhi oleh daerah kristalin dan amorphous pati. Sifat birefringence
menunjukkan bahwa pati belum mengalami gelatinisasi (Faridah et al, 2014).

(A)
(B)
Gambar 2. Penampakan granula pati TMpk (A) dan TMpb (B) dengan
menggunakan mikroskop polarisasi cahaya (pembesaran 400x)
Granula pati dari terigu modifikasi panas basah (TMpb) menunjukkan sifat
birefringence yang lebih sedikit dibandingkan terigu modifikasi panas kering
(TMpk). Hal ini menunjukkan jumlah granula pati yang tergelatinisasi pada TMpb
lebih banyak dibandingkan TMpk. Semakin lama waktu pemanasan, semakin besar
pula energi panas yang diterima sehingga sifat birefringence granula semakin
melemah. Pada TMpb terigu mengalami dua kali pemanasan. Hal ini yang

13
menyebabkan sifat birefringence granulanya menjadi lebih lemah dibandingkan
TMpk.
Sifat birefringence pada pati yang masih ada menunjukkan proses
gelatinisasi parsial yang terjadi akibat modifikasi panas (Pranoto et al. 2014;
Ozawa et al. 2009). Bagian tengah granula disusun oleh sebagian besar daerah
amorf dan sebagian kecil daerah kristalin. Hilangnya sifat birefringence pada
pusat disebabkan pusat granula daerah amorf memiliki susunan molekul lebih
renggang sehingga lebih mudah diubah selama proses pemanasan. Perubahan
heliks ganda pada daerah kristalin akibat penetrasi panas yang tinggi menginisiasi
perpindahan molekul granula dan memberikan energi panas pada heliks ganda
sehingga dapat mengubah orientasi kristalin dan meningkatkan derajat
ketidakteraturan molekul pada daerah kristalin sehingga birefringence pati
menjadi melemah (Chung et al. 2009b). Penelitian lain menunjukkan perlakuan
panas basah menyebabkan keretakan pada granula pati jagung dan pada pati beras
yang memiliki kandungan amilosa tinggi yang diberi perlakuan modifikasi panas
oleh HMT 25% dimana permukaan granula menjadi berbentuk tidak teratur dan
sedikit aglomerasi (Zavareze et al. 2010)
3.1.2 Karakteristik Sifat Fungsional
Hasil pengujian falling number dan karakteristik adonan disajikan pada
Tabel 3. Analisa falling number mengukur pengaruh enzim terhadap tepung terigu
dan aplikasinya. Pengujian ini mengukur aktivitas enzim α-amylase secara tidak
langsung dengan mengukur sifat rheologi pati yang mengalami hidrolisis oleh
enzim selama pengujian. Semakin tinggi nilai falling number menunjukkan
aktivitas enzim α-amylase yang rendah ditandai dengan kondisi larutan yang
kental dan berlaku untuk sebaliknya (USDA, 2010). Peningkatan aktivitas αamylase yang ditunjukkan dengan nilai falling number yang kecil akan membantu
proses fermentasi ragi, tetapi aktivitas α-amylase yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan adonan menjadi lebih lengket, warna crumb dan crust yang lebih
gelap, crumb yang kasar dan tekstur yang lengket dan gummy.
Sampel terigu kontrol memiliki nilai falling number yang lebih tinggi
dibandingkan terigu modifikasi panas kering maupun panas basah. Nilai falling
number pada terigu modifikasi panas yang menurun lebih disebabkan oleh granula
pati yang tetap utuh selama proses gelatinisasi dibandingkan aktivitas enzim.
Aktivitas enzim α-amylase mengalami inaktivasi selama proses modifikasi panas.
Seperti yang dilaporkan dalam McCann et al. (2013) bahwa modifikasi panas
basah menyebabkan granula pati lebih rigid dan tahan terhadap pemanasan yang
cepat dengan kemampuan swelling-nya. Dari penelitian ini diperoleh nilai falling
number pada terigu modifikasi panas basah lebih rendah dibandingkan terigu
modifikasi panas kering dan terigu kontrol. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Buscella et al. (2015) pada terigu cake yang mengalami modifikasi panas kering
dan panas basah juga mengalami penurunan falling number dibandingkan terigu
kontrol.

14

Tabel 3. Hasil analisa falling number, karakteristik adonan dan indeks gluten
Parameter

Terigu (C)

Terigu Modifikasi
Panas kering

Panas basah

(TMpk)

(TMpb)

452.01 ±0.01a

441.02 ±0.01b

348.01 ±0.01c

1.90 ± 0.03b

2.20 ± 0.03a

1.20 ± 0.02c

- Waktu stabilitas (menit)

6.02 ± 0.09b

24.30 ±0.69a

0.70 ± 0.01c

- Absorpsi air (%)

60.50±0.86c

72.80±1.03b

87.30±1.23a

Indeks gluten (%)

93.00 ± 2.63a

78.97 ± 1.12b

0.00 ± 0.00c

- Gluten basah (%)

26.00 ± 0.18a

21.22 ±0.30b

0.00 ± 0.00c

G - Gluten kering (%)

8.00 ± 0.06a

7.23 ± 0.10b

0.00 ± 0.00c

Falling number (detik)
Karakteristik adonan
- Waktu pengembangan (menit)

* Nilai pada baris yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α <
0.05. Nilai rata-rata dan standar deviasi diperoleh dari dua kali pengukuran.

Analisa karakteristik adonan dilakukan untuk mengetahui karakteristik
gluten dari terigu saat proses pengadukan. Analisa ini juga menghitung waktu
pengembangan (development time), waktu stabilitas (stability time), dan jumlah
air yang dibutuhkan (water absorption). Pada penelitian ini, terigu modifikasi
panas kering dan panas basah memiliki nilai water absorption yang lebih tinggi
dibandingkan terigu kontrol.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Bucsella et al. (2015) diketahui bahwa
modifikasi panas kering tidak mengubah sifat penyerapan air (water absorption)
tetapi modifikasi panas basah menyebabkan peningkatan water absorption
dibandingkan terigu kontrol. Hal ini berhubungan dengan kandungan kadar air
dan aplikasi uap air panas pada proses panas basah. Modifikasi panas kering
menghasilkan nilai development time dan stability time yang lebih tinggi
dibandingkan modifikasi panas basah dan kontrol. Penurunan development dan
stability time pada tepung modifikasi panas basah terjadi karena berkurangnya
fungsi gluten yang disebabkan oleh pemanasan yang lebih intensif.
Terigu kontrol memiliki indeks gluten lebih tinggi dibandingkan terigu
modifikasi panas kering dan panas basah. Penurunan indeks gluten pada terigu
modifikasi disebabkan oleh penurunan sifat fungsional dari gluten terigu akibat
pemanasan (Singh dan MacRitchie 2004). Indeks gluten terigu modifikasi panas
basah memiliki nilai yang paling rendah (tidak terdeteksi), proses pemanasan dua
tahap dan penambahan uap air panas menyebabkan rusaknya sifat gluten pada
tepung ini.
Indeks gluten mengindikasikan kekuatan gluten. Semakin tinggi nilai
indeks gluten semakin kuat gluten pada terigu. Sementara nilai gluten basah
memberikan informasi mengenai jumlah dan perkiraan kualitas gluten yang ada
pada terigu (AACC 2000). Kekuatan gluten pada proses pembuatan roti akan
mempengaruhi konsistensi adonan dan kemampuan menahan gas selama proses
fermentasi dan pemanggangan. Semakin rendah kekuatan gluten akan

15

3000
2800
2600
2400
2200
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40

Temperatur(oC)

Viscosity (cP)

menyebabkan kemampuan adonan menyimpan air semakin rendah, hal ini
ditunjukkan dengan konsistensi adonan yang lengket setelah proses pengadukan.
Selain itu, rendahnya gluten akan menyebabkan proses pengembangan menjadi
tidak optimal yang disebabkan oleh tidak kuatnya stuktur gluten untuk menahan
gas yang dihasilkan oleh ragi selama proses fermentasi.
Profil pasting dari terigu modifikasi dan kontrol ditampilkan pada Gambar
3 dan data RVA nya disajikan pada Tabel 4. Pada beberapa penelitian
sebelumnya, modifikasi panas basah meningkatkan suhu pasting dan menurunkan
viskositas puncak, viskositas akhir dan viskositas balik pada pati shorgum
(Olayinka et al. 2008), pati beras (Hormdok dan Noomhorn 2007), pati jagung
(Chung et al. 2009a) dan pati/tepung gandum (Chen et al. 2015). Efek modifikasi
ini terjadi pa