Integrasi Pasar dan Respon Penawaran Daging Sapi di Indonesia

INTEGRASI PASAR DAN RESPON PENAWARAN
DAGING SAPI DI INDONESIA

AHMAD ZAINUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Integrasi Pasar dan
Respon Penawaran Daging Sapi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015


Ahmad Zainuddin
NRP : H453130321

RINGKASAN
AHMAD ZAINUDDIN. Integrasi Pasar dan Respon Penawaran Daging Sapi di
Indonesia. (RATNA WINANDI ASMARANTAKA sebagai Ketua, HARIANTO
sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Kebutuhan daging sapi Indonesia dipenuhi dari tiga sumber, yaitu sapi
lokal, sapi impor dan daging sapi impor. Hal ini dikarenakan produksi daging
lokal pada tahun 2013 sebesar 545.600 ton sedangkan konsumsi daging sapi yang
mencapai 757.088 ton. Hal ini menyebabkan adanya kelebihan permintaan. Guna
memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri dilakukan impor sapi dan daging
sapi. Guna meningkatkan ketersediaan daging sapi di Indonesia masih terdapat
beberapa kendala diantaranya adalah permasalahan sentra produksi daging sapi di
Indonesia yang masih terkonsentrasi pada beberapa daerah seperti Jawa Timur
dan NTB sedangkan daerah sentra konsumsi terdapat di Jabodetabek.
Permasalahan kedua adalah adanya liberalisasi pasar daging sapi, dimana bea
masuk daging sapi dari luar negeri menjadi lebih rendah dari sebelumnya
berimplikasi terhadap harga daging sapi impor menjadi jauh lebih murah dan

harga daging sapi lokal yang mengikuti pergerakan harga daging sapi impor juga
menjadi lebih murah dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga
daging sapi di pasar domestik sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar. Selain itu,
terdapat permasalahan lain yaitu produksi daging sapi yang masih rendah.
Produktivitas peternakan sapi potong yang masih rendah salah satunya disebabkan
oleh mayoritas peternak Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat yang masih
bersifat subsisten sehingga rata-rata peternak di Indonesia kurang respon terhadap
perubahan harga daging sapi yang pada saat ini terus mengalami peningkatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) menganalisis integrasi pasar
daging sapi potong di beberapa provinsi sentra dan provinsi lainnya di Indonesia,
(2) menganalisis integrasi pasar daging sapi domestik di Indonesia dengan pasar
daging sapi dunia, (3) menganalisis respon penawaran peternak terhadap
perubahan harga daging sapi di Indonesia. Penelitiaan ini menggunakan model
VECM (Vector Error Correction Model) untuk menganalisis integrasi pasar
daging sapi dan menggunakan model ECM (Error Correction Model) untuk
menganalisis respon penawaran daging sapi. Data yang digunakan adalah data
deret waktu (time series) bulanan (Januari 2009 sampai dengan Desember 2013)
dan data triwulan (Triwulan I 2001 sampai dengan Triwulan IV 2013). Data
diperoleh dari beberapa instansi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Bank
Indonesia, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Kementerian

Perdagangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kointegrasi (integrasi dalam
jangka panjang) antara daerah sentra produksi daging sapi (Jawa Timur dan NTB)
dengan daerah sentra konsumsi (Jakarta dan Jawa Barat), namun integrasi tersebut
tidak terjadi secara penuh dimana pasar untuk komoditi daging sapi ini tidak dapat
diperlakukan sebagai pasar tunggal dan perubahan harga di pasar sentra produksi
daging sapi belum tentu berdampak sama pada perubahan harga daging sapi di
daerah sentra konsumsi daging sapi. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji
kausalitas Granger yang menunjukkan bahwa harga di daerah sentra konsumsi
belum tentu mempegaruhi harga daging sapi di daerah sentra konsumsi dan

sebaliknya. Sehingga respon harga dari daerah sentra konsumsi ke daerah sentra
produksi daging sapi masih bersifat searah. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu
pasar merupakan pasar acuan dan pasar lainnya merupakan pasar pengikut. Sentra
konsumsi daging sapi (Provinsi Jakarta) merupakan pasar acuan atau sentra dalam
pemasaran daging sapi.
Integrasi pasar daging sapi domestik dengan pasar daging sapi dunia
menunjukkan adanya hubungan integrasi dalam jangka panjang (kointegrasi),
namun dalam jangka pendek masih terdapat ketidakseimbangan sehingga
dibutuhkan penyesuaian untuk mencapai kesimbangan jangka panjangnya.

Adapun hubungan antara harga daging sapi domestik dan harga daging sapi dunia
bertanda positif yang menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan harga daging
sapi di pasar dunia akan direspon oleh pasar domestik dengan meningkatkan
harga dan begitupula sebaliknya. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger
diperoleh hasil bahwa hanya harga daging sapi dunia yang mempengaruhi harga
daging sapi domestik sedangkan harga daging sapi domestik tidak dapat
mempengaruhi harga daging sapi dunia. Hal ini disebabkan negara Indonesia
merupakan negara kecil dan net importir daging sapi, sehingga perubahan yang
terjadi di pasar internasional akan mempengaruhi harga daging sapi domestik,
namun sebaliknya perubahan harga daging sapi domestik tidak dapat
mempengaruhi harga daging sapi dunia.
Penawaran daging sapi bersifat inelastis terhadap harga daging sapi
domestik. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar peternak Indonesia adalah
peternak rakyat yang masih bersifat subsisten dan skala kecil, sehingga adanya
perubahan harga daging sapi tidak mempengaruhi penawaran daging sapi karena
sifat peternak sapi Indonesia yang tidak responsif terhadap perubahan harga.
Selain itu, diduga terjadi asimetri informasi dimana jika terjadi perubahan harga di
tingkat konsumen tidak disalurkan kepada produsen, sehingga menyebabkan
penawaran in elastis terhadap perubahan harga daging sapi. Respon penawaran
daging sapi yang negatif terhadap pergerakan harga susu juga menunjukkan

bahwa sumber penawaran daging sapi bukan hanya berasal dari sapi potong
namun juga berasal dari sapi perah. Penawaran daging sapi dipengaruhi oleh
harga pakan, peningkatan harga pakan dapat menyebabkan penurunan penawaran
daging sapi. Oleh karena itu, pengembangan agribisnis pakan mutlak diperlukan
apabila Indonesia bermaksud untuk mencapai swasembada daging sapi. Selain itu,
Penawaran daging sapi dipengaruhi oleh jumlah sapi yang dipotong karena jumlah
sapi yang dipotong menunjukkan ketersediaan daging sapi.
Kata Kunci: Harga Konsumen, Harga Produsen, Integrasi Pasar, Pemasaran
Daging Sapi, Penawaran Daging Sapi

SUMMARY
AHMAD ZAINUDDIN. Market Integration and Supply Response of Beef in
Indonesia. (RATNA WINANDI ASMARANTAKA as leader, HARIANTO as a
member of the supervising commission).
Indonesia's beef needs are met from three sources, namely local beef,
imported cattle and beef imports. This is because local beef production in 2013
amounted to 545 600 tonnes, while beef consumption reached 757 088 tonnes.
This leads to the presence of excess demand in order to meet the needs of
domestic beef and veal imports carried out beef. In order to increase the
availability of beef in Indonesia, there are still some problems which are beef

production centers in Indonesia are still concentrated in a few regions such as East
Java and NTB, while regional consumption centers are in Greater Jakarta. The
second problem is the liberalization of the beef market, where custom duties beef
from abroad will be lower than previous implications on the price of imported
beef to be much cheaper and the price of local beef that follow the movement of
the price of beef imports also become cheaper than ever, this leads to fluctuations
in the price of beef in the domestic market to fully follow the market mechanism.
In addition, there are other issues that beef production is still low. Beef cattle farm
productivity is still low and caused by the majority of livestock breeders in
Indonesia that is dominated by people who are still subsistence so that the average
farmer in Indonesia responded less to changes in the price of beef at this time
continues to increase.
The purposes of this study were to: (1) analyze the integration of the beef
market center's cut in some provinces and other provinces in Indonesia, (2)
analyze the integration of the domestic beef market in Indonesia with the world's
beef market, (3) analyze the response to the breeder supply's changes in the price
of beef in Indonesia. This research used the model VECM (Vector Error
Correction Model) to analyze the integration of the beef market and used the
model ECM (Error Correction Model) to analyze the supply response of beef. The
data used were the time series data (time series) in the months (January 2009 to

December 2013) and the data quarterly (first quarter 2001 to fourth quarter 2013).
Data obtained from several agencies such as the Central Statistics Agency (BPS),
Bank of Indonesia, Directorate General of Livestock and Animal Health and the
Ministry of Trade.
The results showed that there was co-integration (integration in the long
term) between beef production areas (East Java and NTB) with consumption
centers (Jakarta and West Java), but the integration did not occur, and which was
the market for commodity beef could not be treated as a single market and
changes in the market price of beef production center which was not necessarily
the same impact on the change in the price of beef in beef consumption centers.
This was also confirmed by the results of the Granger causality test which showed
that prices in central areas of consumption were not necessarily affecting the beef
prices in central areas of consumption, and vice versa. Therefore, the response
rates from central areas to the consumption of beef production areas still were
unidirectional. This suggested that one of the markets was the reference market

and the other market was a market follower. Beef consumption center (Jakarta
Province) was a reference market or centers in the marketing of beef.
The integration of the domestic beef market with the world beef market
indicated a relationship of integration in the long term (co integration), but in the

short term there were still imbalances that required adjustments to achieve longterm balance. The relationship between the price of domestic beef and the beef's
price was positive which indicated that an increase in the price of beef in the
world market would be responded by the domestic market by increasing prices
and vice versa. Based on the results of Granger causality test, it showed that the
world's only beef prices were affecting domestic beef prices, while the price of
domestic beef could not affect the price of world's beef. This was due to the fact
that Indonesia is a small country and a net importer of beef, so the changes
occurring in the international market will affect the price of domestic beef, but
instead, it changes in the price of domestic beef that wouldn't affect the world
price of beef.
The supplying of beef is inelastic to the price of domestic beef. It can be
caused by most of Indonesian farmers that are breeders of the people who are still
subsistence and in a small scale, so that the change in the price of beef does not
affect the supply of beef due to the nature of Indonesian cattle ranchers who are
not responsive to price changes. In addition, where the asymmetry information is
thought to occur in the event of changes in consumer prices that was not
distributed to producers, thus causing the elastic changes in deals of beef prices.
Beef supply responses that negatively affect milk price movements also showed
that the sources of the supply of beef came not only from cattle but also from
dairy cows. Beef offers are affected by feeding prices, the increase in feeding

prices may lead to a decrease in the supply of beef. Therefore, the development of
agri-food is absolutely necessary if Indonesia intends to achieve self-sufficiency
in beef. In addition, the offer is affected by the number of beef cattle slaughtered
as a cause to the number of cattle slaughtered that indicated the availability of
beef.
Keywords: Consumer Prices, Producer Prices, Market Integration, Beef
Marketing, Supply of Beef

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INTEGRASI PASAR DAN RESPON PENAWARAN
DAGING SAPI DI INDONESIA


AHMAD ZAINUDDIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si.
Penguji Wakil Komisi Program Studi pada Ujian Tesis :
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah mengenai perdagangan daging sapi di Indonesia, dengan judul Integrasi
Pasar dan Respon Penawaran Daging Sapi di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan dengan baik karena
bimbingan, arahan, curahan ilmu, masukan, dan dorongan dari komisi
pembimbing dan bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, M.S., selaku ketua komisi pembimbing,
dan Dr. Ir. Harianto, M.S., selaku anggota komisi pembimbing yang selalu
meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan masukan serta sebagai
sumber inspirasi bagi penulis dalam penyusunan tesis.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku penguji Luar Komisi dan Dr. Meti
Ekayani, S.Hut, M.Sc., selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas
semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan
kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S., selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh
pendidikan.
4. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.
5. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPDN pendidikan
Program Magister di IPB.
6. Prof. Dr. Ir. Rudi Wibowo, M.S., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan dukungan serta arahan untuk melanjutkan pendidikan Magister
di IPB.
7. Rektor Universitas Jember dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jember
serta Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Jember atas kesempatan
untuk menjadi calon dosen di Universitas Jember.
8. Bapak Johan, Ibu Ina, Bapak Widi, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak
Khusein, selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian,
yang telah banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.
9. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya Ibunda tercinta Hj. Jamilah
terima kasih atas doa dan dorongan moril serta semangat yang diberikan
selama studi. Kakak-kakakku H. Ahmad Alfin Abdul Ghoni, Hj. Farida,
Ahmad Jupri, S.E., Yeni Niswatul Insiyah, yang telah memberikan semangat
dan dorongan selama kuliah. Dengan iringan doa kepada almarhum ayahanda
tercinta Supardi, terima kasih atas semua nasihat dan do’anya semasa hidup.
10. Sahabatku Ahmad Fanani, Nuni Anggraini, Rini Desfaryani, Moh. Ibrahim
Annur, Gita Vinanda, Joko Adrianto, Stevana Astrajaya, dan Pebriani Komba
yang sudah menjadi sahabat, memberikan dukungan serta semangat dan
sudah menjadi keluarga di Bogor.

11. Partner diskusi, Doddy Ismunandar Bahari, Angelia Lovita, Lillah Wedelia,
Reny Hidayati dan Muhammad Nursan yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk berdiskusi mengenai perkuiahan dan tugas akhir.
12. Teman-teman di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Angkatan 2013
yang telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti
kuliah.
13. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu terlaksananya penelitian dan penyusuan tesis ini.
Segala kekurangan yang terdapat pada tesis ini sepenuhnya merupakan
tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2015

Ahmad Zainuddin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xv
xvi
xvii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
1
4
7
8
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Integrasi Pasar
Integrasi Pasar Spasial
Integrasi Pasar Vertikal
Hukum Persamaan Harga (Law of One Price)
Perbandingan Metode Analisis Integrasi Pasar
Teori Penawaran
Teori Respon Penawaran
Model Penyesuaian Parsial Nerlove
Elastisitas Penawaran
Penelitian Terdahulu
Kerangka Konseptual

11
11
13
15
16
17
19
21
22
23
24
26

3. METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisa Data

31
31
32

4. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN SAPI POTONG
INDONESIA
Pola Peternakan
Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong
Perkembangan Produksi Daging
Konsumsi Daging Sapi
Perkembangan Harga Daging Sapi Domestik dan Internasional
Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Peternakan Sapi
Pedaging
5. INTEGRASI PASAR DAGING SAPI INDONESIA
Integrasi Pasar Daerah Sentra Produksi dengan Pasar Daerah
Sentra Konsumsi Daging Sapi
Integrasi Pasar Daging Sapi Domestik dengan Pasar Daging Sapi
Dunia

45
45
46
48
49
50
51
53
53
73

6. RESPON PENAWARAN DAGING SAPI INDONESIA
Respon Penawaran Daging Sapi terhadap Perubahan Harga
Daging Sapi

85
85

7. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
Implikasi Kebijakan
Saran Penelitian Lanjutan

91
91
92
92
92

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

94
101
137

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Besaran Derajat Elastisitas
Jenis Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
Banyaknya Unit Usaha dan Populasi Ternak Menurut Jenis Usaha
Sapi Potong di Indonesia Tahun 2011
Perkembangan Propulasi Sapi Potong Per Provinsi di Indonesia
Tahun 2009-2013 (ekor)
Perkembangan Populasi Sapi Potong dan Sapi Perah di Indonesia
Tahun 2009-2013 (000 ekor)
Perkembangan Produksi Daging di Indonesia Tahun 2009-2013
(000 ton)
Perkembangan Produksi, Impor dan Konsumsi Daging Sapi
Indonesia Tahun 1999-2013
Hasil Pengujian Akar Unit dengan Intersep tanpa Tren
Hasil Pengujian Akar Unit dengan Intersep dengan Tren
Kriteria Lag Optimal
Hasil Pengujian Kointegrasi Johansen
Hasil Uji Kausalitas dengan Metode Granger
Kointegrasi Jangka Panjang antar Pasar di Sentra Produksi dan
Konsumsi Daging Sapi dalam Negeri
Kointegrasi Jangka Pendek antar Pasar di Sentra Produksi dan
Konsumsi Daging Sapi dalam Negeri
FEVD Harga Daging Sapi di Jawa Timur
FEVD harga Daging Sapi di NTB
FEVD Harga Daging Sapi di Jawa Barat
FEVD Harga Daging Sapi di Jakarta
Hasil Pengujian Akar Unit dengan Intersep tanpa Tren
Hasil Pengujian Akar Unit dengan Intersep dengan Tren
Kriteria Lag Oprimal Harga Daging Sapi Domestik dan Dunia
Hasil Pengujian Kointegrasi Johansen
Hasil Pengujian Kausalitas Granger
Kointegrasi Jangka Panjang antar Pasar Daging Sapi Domestik
dengan Pasar Dunia
Kointegrasi Jangka Pendek antar Pasar Daging Sapi Domestik dan
Dunia
FEVD Harga Daging Sapi Domestik
FEVD Harga Daging Sapi Dunia
Hasil Estimasi model Respon Penawaran Daging Sapi

24
32
46
47
48
48
49
57
58
58
59
60
62
64
70
71
71
72
75
75
76
77
77
78
79
82
83
85

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Perkembangan Harga Bulanan Daging Sapi di Daerah Sentra
Produksi dan Konsumsi di Indonesia Tahun 2013
Perkembangan Harga Daging Sapi Domestik dan Harga Daging Sapi
Dunia Tahun 2013
Model Equilibrium Spasial Dua Wilayah
Kurva Penawaran
Pergeseran Kurva Penawaran
Kerangka Pemikiran
Pergerakan Harga Daging Sapi di Daerah Sentra Produksi dan
Konsumsi Periode 2009-2012
Respon Harga Daging Sapi Jawa Timur terhadap Guncangan
Variabel Lain
Respon Harga Daging Sapi NTB terhadap Guncangan Variabel Lain
Respon Harga Daging Sapi di Jawa Barat terhadap Guncangan
Variabel Lain
Respon Harga Daging Sapi Jakarta terhadap Guncangan Variabel
Lain
Pergerakan Harga Daging Sapi Domestik dan Dunia Periode
2010-2012
Respon Harga Daging Sapi Domestik terhadap Guncangan Variabel
Lain
Respon Harga Daging Sapi Dunia terhadap Guncangan Variabel
Lain
Hubungan Harga Daging Ayam dan Daging Sapi di Indonesia Tahun
2001 – 2013

5
6
14
19
20
28
53
66
67
68
69
73
81
81
87

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Harga Daging Sapi di Daerah Sentra Produksi dan Konsumsi
Uji Stationeritas pada Kondisi Intersep tanpa Tren
Uji Stationeritas pada Kondisi Trend and intercept
Pengujian Panjang Lag Optimal
Uji Kointegrasi
Uji Kausalitas Granger
Hasil VECM Harga Daging Sapi di Sentra Produksi dan Konsumsi
Harga Daging Sapi Domestik dan Dunia
Uji Stationeritas Harga Daging Sapi Domestik dan Dunia
Penentuan Panjang Lag
Uji Kointegrasi
Uji Kausalitas Granger
Hasil VECM Harga Daging Sapi Domestik dan Dunia
Varibel Respon Penawaran Daging Sapi Indonesia
Hasil Estimasi Respon Penawaran Daging Sapi Indonesia (Bukan
Model terbaik)
Hasil Estimasi ECM Respon Penawaran Daging Sapi Indonesia
(Model Terbaik)

103
105
110
115
116
118
119
121
122
129
130
131
131
133
135
136

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian
nasional. Pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian yaitu
kontribusi produk (product contribution) dalam sumbangannya terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) dan kontribusi pasar (market contribution). Pertanian juga
merupakan sektor yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan (employment
contribution) dan mendatangkan devisa bagi negara (export earning contribution).
Peran penting lainnya adalah dalam penyediaan kebutuhan pangan dan energi bagi
manusia. Semakin meningkatnya jumlah penduduk berarti kebutuhan akan pangan
dan energi juga meningkat. Dengan demikian sektor pertanian yang menghasilkan
pangan dan bioenergi tentu menjadi semakin penting. Sebagai sektor yang juga
memiliki kontribusi yang nyata dalam upaya penyediaan tenaga kerja dan
pengurangan kemiskinan, sektor pertanian sangat penting dalam perekonomian
nasional (Daryanto, 2009).
Menurut Sutawi (2007), sejak tahun 1997 krisis moneter dan ekonomi
yang membuktikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling tangguh
menghadapi terpaan krisis moneter. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan
pilihan yang tepat untuk dijadikan sebagai sektor andalan dan pilar pertahanan
dan ekonomi nasional menuju industrialisasi. Dekade yang terakhir ini, sektor
pertanian hanya diperlakukan sebagai sektor pendukung yang mengemban peran
konvensionalnya dengan berbagai misi yaitu kaitannya dengan stabilitas ekonomi
nasional dengan kurang memperhatikan keberpihakan kepada kepentingan
kesejahteraan petani selaku pelaku sentral.
Perjalanan sejarah pertumbuhan negara maju maupun negara berkembang
selalu mengalami dilema dalam menentukan prioritas pembangunan sektor
industri dan sektor pertanian yang harus diutamakan. Posisi pertanian di Indonesia
dan negara berkembang lainnya, selalu menunjukkan bahwa kontribusi sektor
pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi nasionalnya menduduki posisi yang
sangat penting. Pernyataan ini didukung oleh kenyataan bahwa sebagian besar
penduduk masih bermata pencaharian di sektor pertanian, pada umumnya masih
menghadapi masalah pangan, sulit bersaing dengan negara maju untuk
menghasilkan produk-produk industri di pasar internasional baik karena
keterbatasan modal, ketidakmampuan melakukan riset dan pengembangan,
maupun karena adanya kebijakan politik proteksionisme negara-negara maju serta
adanya ketegaran sektor pertanian dalam menghadapi gejolak perekonomian
dunia dan masih besarnya sumbangan sektor pertanian bagi pembangunan sektor
industri (Sutawi, 2007).
Salah satu subsektor pertanian yang memiliki peran penting dalam
pembangunan nasional adalah subsektor peternakan. Pembangunan subsektor
peternakan selama ini memegang peranan penting dan strategis dalam rangka
pembangunan di sektor pertanian, khususnya dalam upaya perluasan kesempatan
kerja, pemasukan devisa, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga
petani peternak serta peningkatan konsumsi protein hewani dalam rangka

2

peningkatan kecerdasan bangsa. Menurut Daryanto (2007), kebijakan ekonomi di
bidang peternakan juga berupaya untuk mengembangkan sistem ketahanan
pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan
dan budaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam
jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan
memperhatikan peningkatan pendapatan peternak serta peningkatan produksi
yang diatur dengan undang-undang.
Salah satu bagian dalam usaha bidang peternakan adalah peternakan
ruminansia yang meliputi peternakan sapi potong, sapi perah, kambing, unta,
kerbau dan lain-lain. Subsektor peternakan saat ini masih dalam proses revitalisasi
utamanya untuk memenuhi target pemerintah untuk meningkatkan produksi
peternakan domestik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Komoditas
peternakan yang saat ini sedang ditingkatkan produksinya untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat adalah daging sapi.
Daging sapi merupakan salah satu komoditas pertanian penting dan
strategis di Indonesia. Terdapat beberapa alasan yang membuat daging sapi
memiliki peran penting dan strategis yaitu (1) pengembangan komoditas daging
sapi sebagai bagian dari subsektor peternakan berpotensi menjadi sumber
pertumbuhan baru bagi peningkatan PDB sektor pertanian; (2) terdapat 5.74 juta
rumahtangga yang terlibat dalam usaha peternakan sapi potong (Ditjen PKH,
2013); (3) sentra produksi daging sapi tersebar di banyak daerah, sedangkan
sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan
perekonomian regional; (4) pengembangan produksi komoditas daging sapi
mendukung upaya peningkatan ketahanan pangan dan ketersediaan pangan
(Ilham, 2006).
Selama ini kebutuhan daging sapi Indonesia dipenuhi dari tiga sumber,
yaitu sapi lokal, sapi impor dan daging sapi impor. Berdasarkan data dari
Kementerian Pertanian selama periode 1999-2013 produksi daging sapi dalam
negeri berfluktuasi, meskipun menunjukkan adanya trend kenaikan. Sedangkan
konsumsi dalam negeri cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya dengan
laju peningkatan konsumsi daging sapi yang mencapai 4.66%, dibandingkan
dengan laju peningkatan produksi sapi potong sebesar 3.2%, sehingga dalam
jangka panjang diperkirakan terjadi kekurangan produksi akibat adanya
pemotongan ternak sapi yang berlebihan. Hal ini mengindikasikan bahwa
kebutuhan daging sapi dalam negeri selalu lebih besar dibandingkan dengan
produksi daging sapi dalam negeri. Untuk menutupi kekurangan penawaran
daging sapi dalam negeri dilakukan impor dari berbagai negera, terutama
Australia dan Selandia Baru. Selama dasawarsa terakhir konsumsi daging sapi
cenderung mengalami peningkatan dimana peningkatan konsumsi daging sapi
lebih tinggi dari peningkatan produksi daging sapi. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang cenderung meningkat sehingga
konsumsi daging juga meningkat. Sedangkan pertumbuhan populasi sapi nasional
yang mendukung produksi daging sapi cenderung mengalami peningkatan secara
lamban sehingga terjadi kelebihan permintaan (Ditjen PKH, 2014)
Kebijakan izin impor sapi bakalan dan daging sapi yang dikeluarkan
pemerintah tahun 1980an semula untuk menyediakan daging murah, sehingga
konsumsi daging masyarakat meningkat. Namun, pada 2013 proporsi daging sapi
impor telah mencapai 211 488 ton dari kebutuhan daging sapi nasional, sehingga

3

mengkhawatirkan kedaulatan dan ketahanan pangan. Mengatasi perihal tersebut
pemerintah mencanangkan peningkatan ketersediaan daging sapi lokal serta
mengurangi proporsi daging sapi impor. Pencapaian peningkatan ketersediaan
daging sapi lokal tersebut dilakukan dengan meningkatkan produktivitas
peternakan rakyat di Indonesia agar impor sapi dan daging sapi hanya sebesar
10% dari total kebutuhan masyarakat (Ilham, 2006).
Guna meningkatkan ketersediaan daging sapi di Indonesia masih terdapat
beberapa kendala diantaranya adalah permasalahan pasar daging sapi di Indonesia
yang masih terkonsentrasi pada beberapa daerah seperti Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Kalimantar Barat dan Kepulauan Bangka
Belitung (Zainuddin, 2013). Penelitian Zainuddin (2013) mengkategorikan
provinsi produsen dan konsumen dengan menghitung selisih antara produksi dan
konsumsi daging sapi dimana daerah yang memiliki kelebihan produksi dikatakan
sebagai daerah produsen dan sebaliknya. Adanya pasar yang masih terkonsentrasi
pada beberapa daerah tersebut menyebabkan pergerakan harga daging sapi di
suatu wilayah tidak tertransmisikan ke wilayah yang lain atau dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa fluktuasi harga daging sapi di provinsi sentra produksi
tidak sama dengan provinsi sentra konsumsi. Hal ini menimbulkan permasalahan
karena akan menghambat pencapaian program swasembada daging sapi yang
dicanangkan oleh pemerintah dengan menyediakan daging sapi dengan harga
murah pada setiap wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, menjadi penting untuk
melihat integrasi pasar daging sapi antara wilayah sentra produksi dengan daerah
sentra konsumsi di Indonesia.
Adanya liberalisasi perdagangan antar negara menyebabkan pasar
Indonesia menjadi sasaran produk impor, salah satunya adalah daging sapi impor
dan sapi impor. Perdagangan bebas antar negara mengisyaratkan penurunan tarif
impor produk ternak 10% menjadi 5% dan menurunkan tarif impor sapi bibit dan
sapi bakalan menjadi 0% (Ilham, 2009). Liberalisasi pasar daging sapi, dimana
bea masuk daging sapi dari luar negeri menjadi lebih rendah dari sebelumnya
berimplikasi terhadap harga daging sapi impor menjadi jauh lebih murah dan
harga daging sapi lokal menjadi lebih mahal akibat biaya produksi yang tinggi
sebagai efek dari biaya pakan yang semakin mahal dan biaya pemeliharaan juga
semakin mahal. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga daging sapi di pasar
domestik sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar. Harga impor daging sapi
Indonesia juga berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun perubahan yang terjadi
pada pasar dunia tidak berarti juga perubahan dengan tingkat yang sama pada
harga impor daging sapi Indonesia. Perubahan harga daging sapi dunia (impor)
akan mempengaruhi terhadap konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia yang
cenderung bersifat elastis terhadap harga. Oleh karena itu menjadi penting untuk
meneliti mengenai integrasi pasar daging sapi domestik dengan pasar daging sapi
dunia.
Permasalahan lain yang menghambat Program Swasembada Daging Sapi
di Indonesia adalah permasalahan produksi daging sapi yang masih rendah.
Secara umum sentra produsen sapi potong di Indonesia menghadapi permasalahan
produksi daging sapi potong yang masih rendah. Produksi yang masih rendah
tersebut disebabkan oleh rendahnya produktivitas peternakan sapi potong.
Produktivitas peternakan sapi potong yang masih rendah salah satunya disebabkan
oleh mayoritas peternak Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat yang masih

4

bersifat subsisten sehingga rata-rata peternak di Indonesia kurang respon terhadap
perubahan harga daging sapi yang pada saat ini terus mengalami peningkatan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon penawaran
peternak terhadap perubahan harga daging sapi. Dalam penelitian ini akan dikaji
bagaimana integrasi pasar antara daerah produsen dan konsumen daging sapi di
Indonesia serta bagaimana respon penawaran peternak terhadap adanya perubahan
harga daging sapi di tingkat konsumen di Indonesia.
Perumusan Masalah
Salah satu bagian dalam usaha bidang peternakan adalah peternakan
ruminansia yang meliputi peternakan sapi potong, sapi perah, kambing, unta,
kerbau dan lain-lain. Subsektor peternakan saat ini masih dalam proses untuk
memenuhi target pemerintah untuk melakukan produksi peternakan secara lokal
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Komoditas peternakan yang saat ini
sedang ditingkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang
semakin meningkat adalah daging sapi.
Kebijakan pemerintah dengan adanya swasembada daging tahun 2014
menjadi tantangan dalam sektor pertanian khususnya subsektor peternakan (cattle
raising). Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Tahun 2014 dapat diketahui bahwa jumlah produksi daging
sapi dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumsi daging sapi di
Indonesia. Jumlah produksi daging sapi dalam negeri terus mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2007 produksi sebesar 339.48 ribu ton, tahun 2008
meningkat menjadi 392.70 ribu ton, tahun 2009 meningkat menjadi 409.30 ribu
ton dan tahun 2010 meningkat menjadi 436.45 ribu ton. Sedangkan jumlah
konsumsi daging sapi pada tahun 2007 sebesar 378 832 ton, tahun 2008
meningkat menjadi 438 280 ton, tahun 2009 meningkat menjadi 476 700 ton dan
tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 527 000 ton. Meskipun jumlah
produksi dalam negeri terus mengalami peningkatan, namun jumlah tersebut
belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi yang juga mengalami peningkatan
dengan laju yang lebih tinggi sehingga impor daging sapi merupakan solusi guna
memenuhi kebutuhan konsumsi daging di Indonesia.
Upaya peningkatan produktivitas guna meningkatkan ketersediaan daging
sapi lokal bukanlah hal yang mudah, karena setiap tahunnya konsumsi daging
masyarakat terus meningkat sedangkan produksi daging sapi lokal
peningkatannya tidak signifikan seperti peningkatan konsumsi masyarakat. Hal ini
merupakan permasalahan yang besar dalam memenuhi kebutuhan daging nasional
sebagai salah satu implementasi Program Swasembada Daging Sapi di Indonesia.
Pencapaian Program Swasembada Daging Sapi di Indonesia masih mengalami
beberapa kendala diantaranya adalah permasalahan pasar daging sapi di Indonesia
yang masih terkonsentrasi pada dua provinsi sentra yaitu Jawa Timur dan Nusa
Tenggara Barat (Zainuddin, 2013). Penelitian Zainuddin (2013) mengkategorikan
provinsi sentra produksi dan sentra konsumsi dengan menghitung selisih antara
produksi dan konsumsi daging sapi dimana daerah yang memiliki kelebihan
produksi dikatakan sebagai daerah produsen dan sebaliknya. Sedangkan provinsi
yang menjadi sentra konsumsi daging adalah provinsi Jakarta dan Jawa Barat.

5

Adanya produksi yang masih terkonsentrasi pada beberapa provinsi dan sentra
konsumsi yang terpusat di Jabodetabek tersebut menyebabkan perubahan harga
daging sapi di suatu wilayah sentra produksi tidak sama dengan pergerakan harga
di wilayah lainnya. Hal ini menyebabkan terhambatnya pencapaian swasembada
daging sapi yang dicanangkan oleh pemerintah dengan menyediakan daging sapi
dengan harga murah pada setiap wilayah di Indonesia. Pergerakan harga yang
berbeda antar wilayah terlihat pada grafik harga daging sapi di beberapa provinsi
produsen dan konsumen di Indonesia sebagai berikut :
Harga (Rp)
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

Periode (Bulan)

Jawa Timur

NTB

Jawa Barat

Jakarta

Sumber : BPS, 2014 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan Harga Bulanan Daging Sapi di daerah Sentra Produksi
dan Konsumsi di Indonesia Tahun 2013
Berdasarkan Gambar 1. di atas dapat diketahui bahwa harga daging sapi di
provinsi sentra produksi sapi potong yaitu di Nusa Tenggara Barat dan Jawa
Timur menunjukkan adanya fluktuasi harga. Demikian pula dengan daerah sentra
konsumsi seperti Jakarta dan Jawa Barat cenderung menunjukkan adanya
fluktuasi harga yang seirama. Fluktuasi harga yang sama antara wilayah sentra
produksi dengan daerah sentra konsumsi daging sapi mengindikasikan adanya
integrasi pasar antara daerah sentra produksi dan sentra konsumsi daging sapi.
Integrasi pasar daging sapi ditunjukkan oleh hubungan fluktuasi dan perbedaan
harga antar wilayah sentra konsumsi dan sentra produksi daging sapi tersebut.
Sehingga penelitian ini akan menganalisis mengenai integrasi pasar daging sapi
antara wilayah produsen dengan wilayah konsumen daging sapi. Hal ini
dikarenakan adanya integrasi pasar antar wilayah di Indonesia akan mendukung
pencapaian program swasembada daging sapi di Indonesia dimana pasar yang
terintegrasi menunjukkan pasar yang efisien sehingga mendukung swasembada
tersebut.
Adanya liberalisasi perdagangan antar negara menyebabkan komoditas
impor bebas keluar masuk pasar dalam negeri. Salah satu komoditas yang banyak
didatangkan dari luar negeri adalah daging sapi, dimana adanya liberalisasi

6

100000
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0

Harga Daging Sapi
Domestik
Harga Daging Sapi Dunia

Januari (2013)
Februari (2013)
Maret (2013)
April (2013)
Mei (2013)
Juni (2013)
Juli (2013)
Agustus (2013)
September (2013)
Oktober (2013)
November (2013)
Desember (2013)

Harga (Rupiah)

perdagangan disyaratkan dengan penurunan tarif impor serta bea masuk daging
sapi dari luar negeri menjadi lebih rendah dari sebelumnya, sehingga harga daging
sapi impor menjadi jauh lebih murah dan harga daging sapi lokal menjadi lebih
mahal akibat biaya produksi yang tinggi sebagai efek dari biaya pakan yang
semakin mahal dan biaya pemeliharaan juga semakin mahal. Tujuan dilakukannya
impor daging sapi adalah untuk meredam gejolak fluktuasi harga daging sapi yang
terjadi dalam negeri (Sutawi, 2007). Hal ini menyebabkan fluktuasi harga daging
sapi di pasar domestik sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar. Harga impor
daging sapi juga berfluktuasi, namun perubahan yang terjadi pada pasar dunia
tidak berarti juga perubahan dengan tingkat yang sama pada harga impor daging
sapi Indonesia. Sumber fluktuasi harga daging sapi domestik juga dapat
disebabkan oleh fluktuasi harga di pasar dunia, namun sebaliknya harga daging
domestik tidak dapat mempengaruhi harga daging sapi dunia. Perubahan harga
daging sapi dunia (impor) akan mempengaruhi terhadap konsumsi daging sapi
masyarakat Indonesia yang cenderung bersifat elastis terhadap harga. Adapun
perkembangan harga daging sapi domestik di Indonesia dengan harga daging sapi
dunia adalah sebagai berikut:

Periode (Bulan)

Sumber : BPS dan Kemendag, 2014 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan Harga Daging Sapi Domestik dan Harga Daging Sapi
Dunia Tahun 2013
Berdasarkan Gambar 2. di atas dapat terlihat bahwa fluktuasi harga daging
sapi yang terjadi di pasar dunia segera direspon ke pasar domestik. Berdasarkan
Gambar 2 harga daging sapi dunia dapat mempengaruhi harga daging sapi
domestik yang ditunjukkan dengan apabila harga daging sapi dunia mengalami
fluktuasi maka harga daging sapi domestik juga berfluktuasi. Hal ini terlihat pada
Bulan Januari hingga Mei fluktuasi harga daging sapi domestik memiliki
kecenderungan yang sama dengan harga daging sapi dunia. Namun pada Bulan
Juni dan Agustus, fluktuasi harga daging sapi domestik cenderung tidak sama
dengan fluktuasi harga daging sapi dunia dimana harga daging sapi domestik
cenderung meningkat sedangkan harga daging sapi dunia cenderung menurun.
Meskipun fluktuasi harga daging sapi domestik seirama dengan fluktuasi harga
daging sapi dunia, integrasi pasar daging sapi dunia dengan pasar daging sapi
domestik belum tentu terjadi. Jika kedua pasar mengindikasikan adanya integrasi,
maka dapat dikatakan pemasaran daging sapi di Indonesia efiisien dan sebaliknya.

7

Hal ini karena integrasi pasar merupakan salah satu cara mengukur efisiensi
pemasaran utamanya efisiensi harga. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis integrasi pasar daging sapi domestik dengan pasar daging sapi
dunia.
Berdasarkan Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa pergerakan harga di
daerah sentra produksi dan konsumsi daging sapi memiliki tren yang sama, begitu
pula dengan pergerakan harga daging sapi domestik dan dunia. Hal ini
mengindikasikan adanya integrasi antar pasar. Meskipun pasar daerah sentra
produksi dan konsumsi daging sapi serta pasar daging sapi domestik dan dunia
menunjukkan indikasi adanya integrasi, namun perilaku peternak sapi belum tentu
merespon terhadap perubahan harga daging sapi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa peternak sapi potong Indonesia tidak responsif terhadap
perubahan harga daging sapi. Menurut Muladno (2010), lebih dari 90% peternak
sapi potong di Indonesia adalah peternak rakyat yang merupakan usaha sambilan
dan bukan sebagai usaha pokok sedangkan sisanya hanya 10% yang melakukan
usaha peternakan sapi potong dalam skala besar. Dominasi peternakan rakyat
yang sedemikian besarnya menyebabkan rendahnya produksi sapi potong
Indonesia. Rendahnya produksi tersebut disebabkan oleh sebagian besar
peternakan rakyat yang masih bersifat subsisten sehingga rata-rata peternak di
Indonesia kurang respon terhadap perubahan harga daging sapi yang pada saat ini
terus mengalami peningkatan. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Zainuddin
(2013) yang menyatakan bahwa peternak rakyat umumnya masih bersifat
subsisten dimana sebagian besar peternakan rakyat memelihara sapi untuk
kepentingan investasi atau fungsi saving (simpanan) sehingga kurang responsif
terhadap perubahan harga. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis respon penawaran peternak terhadap perubahan harga daging sapi.
Secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
integrasi pasar daging dan respon penawaran daging sapi di Indonesia. Secara
spesifik permasalahan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
1. Bagaimana integrasi pasar daging sapi potong di provinsi sentra produksi dan
provinsi sentra konsumsi di Indonesia?
2. Bagaimana integrasi pasar daging sapi domestik di Indonesia dengan pasar
daging sapi dunia?
3. Bagaimana respon penawaran peternak terhadap perubahan harga daging sapi
di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum ingin menganalisis integrasi pasar dan respon
penawaran peternak di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis integrasi pasar daging sapi potong di beberapa provinsi sentra
dan provinsi lainnya di Indonesia.
2. Menganalisis integrasi pasar daging sapi domestik di Indonesia dengan pasar
daging sapi dunia.
3. Menganalisis respon penawaran peternak terhadap perubahan harga daging
sapi di Indonesia.

8

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan
pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Bagi penulis diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta memberikan
pemahaman tentang integrasi pasar dan respon penawaran.
2. Bagi peternak atau produsen sapi potong, untuk membantu dalam
perencanaan produksi dan pemasaran daging sapi.
3. Bagi peneliti lain diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya secara lebih mendalam.
4. Bagi pembaca diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan
dalam memperluas wawasan, sekaligus sebagai bahan informasi dan literatur
untuk penelitian selanjutnya.
5. Bagi pemerintah diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi dalam
penyusunan kebijakan di subsektor peternakan.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji integrasi pasar daging sapi di
provinsi sentra produksi daging sapi (Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat) dan
sentra konsumsi daging sapi (Jawa barat dan Jakarta) di Indonesia dan mengkaji
integrasi spasial antara pasar daging sapi domestik dan pasar daging sapi dunia.
Analisis integrasi menggunakan data time series bulanan dari Bulan Januari tahun
2009 sampai Bulan Desember tahun 2012. Metode yang digunakan untuk
menganalisis integrasi adalah analisis VAR (Vector Agtoregressive)/ VECM
(Vector Error Correction Model). Selain itu, penelitian ini difokuskan untuk
mengkaji respon penawaran peternak terhadap harga daging sapi yaitu mengkaji
seberapa besar nilai elastisitas penawaran daging sapi terhadap harga daging sapi
domestik baik jangka pendek maupun jangka panjang. Analisis ini menggunakan
model nerlove dengan model ECM (Error Correction Model).
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1. Harga daging sapi merupakan agrerasi harga konsumen secara keseluruhan
tanpa dibedakan menurut kelompok konsumen.
2. Harga daging sapi di sentra produksi merupakan harga produsen sapi potong
(Rp/ekor) yang ditelah dihitung ulang menjadi harga produsen daging sapi
(Rp/kg) yang diperoleh dari statistik harga produsen pertanian subsektor
peternakan dan perikanan Indonesia.
3. Harga daging sapi di sentra konsumsi merupakan harga daging sapi di tingkat
konsumen (Rp/kg) yang berasal dari statistik harga perdesaan kelompok bahan
makanan Indonesia.
4. Harga daging sapi domestik merupakan rata-rata harga daging sapi tingkat
konsumen di seluruh Indonesia.
5. Harga daging sapi dunia yang digunakan merupakan proxy dari harga daging
sapi impor Indonesia yang tidak dibedakan berdasarkan jenis atau kualitas.
6. Penelitian ini tidak mengkaji pasar input dan produk turunan dari komoditas
sapi.
7. Data produksi daging sapi Indonesia merupakan proxy untuk tingkat
penawaran daging sapi Indonesia serta merupakan agregasi dari pemotongan

9

ternak yang berasal peternakan rakyat, feedloter dan sapi yang berasal
peternakan sapi perah.
8. Data harga daging sapi dunia merupakan proxy harga daging sapi impor dari
Australia yang telah dikalikan dengan kurs rupiah terhadap dollar.
9. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk data
triwulan yang diperoleh dari berbagai sumber.

10

Halaman ini sengaja dikosongkan

11

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada landasan teori akan dibahas mengenai konsep integrasi pasar,
integrasi pasar spasial, integrasi pasar vertikal, hukum persamaan harga, teori
penawaran, teori respon penawaran, elastisitas penawaran dan model penyesuaian
nerlove. Pada bagian akhir akan disajikan kerangka konseptual yang merupakan
dasar pemikiran dari penelitian serta akan disajikan hipotesis penelitian.
Konsep Integrasi Pasar
Integrasi atau keterpaduan pasar merupakan salah satu indikator dari
efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga. Asmarantaka (2009) menyatakan
bahwa integrasi pasar merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar
perubahan harga yang terjadi di pasar acuan (pasar pada tingkat yang lebih tinggi
seperti pedagang eceran) akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar
pengikutnya (misalnya pasar di tingkat petani). Dengan demikian analisis
integrasi pasar sangat erat kaitannya dengan analisis struktur pasar. Dua tingkatan
pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi jika perubahan harga pada salah satu
tingkat pasar disalurkan atau ditransfer ke pasar lain. Dalam struktur pasar
persaingan sempurna, perubahan harga pada pasar acuan akan ditransfer secara
sempurna (100%) ke pasar pengikut, yakni di tingkat petani. Integrasi pasar akan
tercapai jika terdapat informasi pasar yang memadai dan disalurkan dengan cepat
ke pasar lain sehingga partisipan yang terlibat di kedua tingkat pasar (pasar acuan
dan pasar pengikut) memiliki informasi yang sama.
Analisis terhadap keterpaduan (integrasi) pasar sangat penting karena
(1) pengetahuan tentang integrasi pasar akan mempermudah pengawasan terhadap
perubahan harga (2) digunakan untuk memperbaiki rencana kebijakan pemerintah
sehingga tidak ada duplikasi intervensi (3) digunakan untuk memprediksi hargaharga di semua negara (tidak hanya pasar lokal tapi juga pasar dunia) dan
(4) digunakan sebagai dasar untuk merumuskan jenis infrastruktur pemasaran
yang lebih relevan untuk pengembangan pasar pertanian.
Goletti, et al., 1995 menyatakan bahwa pasar-pasar dapat terintegrasi atau
tidak akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: (1) infrastruktur pasar,
meliputi: transportasi, komunikasi, kredit dan fasilitas penyimpanan yang ada di
pasar, (2) kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem pemasaran, misalnya:
pengetatan perdagangan, regulasi-regulasi kredit dan regulasi-regulasi
transportasi, (3) ketidakseimbangan produksi antar daerah sehingga terdapat pasar
surplus (hanya mengekspor ke pasar lain) dan pasar defisit (hanya mengimpor
dari pasar lain) dan (4) supply shock seperti banjir, kekeringan, penyakit akan
mempengaruhi kelangkaan produksi yang terlokalisasi sedangkan hal-hal tak
terduga lain seperti aksi mogok akan mempersulit transfer komoditi.
Integrasi pasar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu integrasi pasar spasial
dan vertikal. Integrasi pasar spasial merupakan keterkaitan hubungan antara pasar
regional dan pasar regional lainnya. Menurut Tomek dan Robinson (1990),
hubungan suatu harga dari pasar yang terpisah secara geografis untuk komoditi
yang sama dapat dianalisa dengan konsep integrasi pasar spasial. Dua pasar
dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga pada satu pasar akan
mempengaruhi harga pasar lainnya dengan arah yang sama dan tingkat yang sama
pula. Selain itu jika terjadi perdagangan antara dua wilayah, kemudian harga di

12

wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang
mengekspor komoditi ditambah dengan biaya transportasi yang timbul karena
perpindahan diantara keduanya maka dapat dikatakan keduanya terjadi integrasi
spasial (Ravallion, 1986). Sedangkan integrasi vertikal merupakan integrasi yang
dipahami terjadi dalam suatu industri (sistem agribisnis) merupakan keterkaitan
lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai
pemasaran (misal dari lembaga di tingkat petani dengan lembaga di pabr