Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia

ANALISIS VOLATILITAS HARGA DAGING SAPI POTONG
DAN DAGING AYAM BROILER DI INDONESIA

FADILA JZUQYNOVA BURHANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Volatilitas
Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Fadila Jzuqynova Burhani
NIM H34090037

ABSTRAK
FADILA JZUQYNOVA BURHANI. Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi
Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia. Dibimbing oleh ANNA
FARIYANTI.
Kebutuhan konsumsi daging penduduk Indonesia cenderung terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya protein hewani. Namun harga daging sapi dan daging ayam
berfluktuasi. Nilai volatilitas yang besar atau kecil menggambarkan seberapa besar
tingkat risiko yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Fluktuasi harga
daging sapi potong dan daging ayam broiler dapat disebabkan oleh jumlah penawaran
dan jumlah permintaan yang tidak seimbang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis proyeksi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia
pada masa yang akan datang, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia,

mengidentifikasi alternatif strategi terkait dengan volatilitas harga daging sapi potong
dan daging ayam broiler di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder
periode Februari 2003 – Februari 2013. ARCH-GARCH digunakan untuk
menganalisis volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di
Indonesia. Analisis ini menunjukkan bahwa volatilitas harga daging sapi potong dan
daging ayam broiler di Indonesia akan semakin kecil.

Kata Kunci :

daging ayam broiler, daging sapi potong, demand, risiko harga,
supply, volatilitas

ABSTRACT
FADILA JZUQYNOVA BURHANI. Price Volatility Analysis of Beef Cattle and
Broiler Meat in Indonesia. Supervised by ANNA FARIYANTI.
Beef consumption needs of Indonesian population tends to increase with the
increasing number of the population and public awareness of the importance of
animal protein. Meanwhile the price of beef cattle and broiler meat are fluctuative.
The value of volatility describes how much the level of risk that will be faced in the
future. Fluctuations in the price of beef cattle and broiler meat can be caused by a the

unequilibrium of supply and demand. The objectives of this research were (1) to
analyze the price forecast of beef cattle and broiler meat in Indonesia, (2) to identify
factors that affect the price volatility of beef cattle and broiler meat in Indonesia, and
(3) to identify alternative strategies related to the price volatility of beef cattle and
broiler meat in Indonesia. This research used secondary data with the time series
form in period February 2003 to February 2013. In this research ARCH-GARCH is
used to analyze the price volatility of beef cattle and broiler meat in Indonesia. This
analysis show that the price volatility of beef cattle and broiler meat in Indonesia will
be lower.
Keywords: beef cattle, broiler meat, demand, price risk, supply, volatility

ANALISIS VOLATILITAS HARGA DAGING SAPI POTONG
DAN DAGING AYAM BROILER DI INDONESIA

FADILA JZUQYNOVA BURHANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging
Ayam Broiler di Indonesia
: Fadila Jzuqynova Burhani
: H34090037

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Risiko
Bisnis, dengan judul Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging
Ayam Broiler di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan
perhatian kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama dan
Bapak Ir Burhanuddin, MM selaku dosen penguji komdik Departemen Agribisnis.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Putri Larasati yang telah bersedia
menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini. Selanjutnya penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Anita Ristianingrum, MSi selaku wali
akademik selama menjalani perkuliahan. Ungkapan terima kasih yang tak
terhingga kepada mama, papa, Mas Yuka, Maya, Yolan serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayang. Ungkapan terima kasih kepada Mba Ratna
Mega Sari atas segala bimbingan dan motivasi. Terakhir penulis sampaikan salam
semangat dan terima kasih atas segala dukungan dari sahabat-sahabat, rekan-rekan
Agribisnis 46 IPB, MSA 3 IPB, B19 TPB IPB, HIPMA IPB 2010-2011.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang
terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Juli 2013
Fadila Jzuqynova Burhani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Mengenai Volatilitas Komoditas Pertanian
Kajian Mengenai Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Potong
Kajian Mengenai Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam Broiler
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Harga
Konsep Risiko
Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series
Metode Peramalan Box-Jenkins
Model ARCH-GARCH
Alat Analisis Value at Risk
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data

Metode Pengumpulan Data dan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Model ARCH-GARCH
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler
di Indonesia
Eksplorasi Pola Data Harga Daging Sapi Potong
Eksplorasi Pola Data Harga Daging Ayam Broiler
Model Peramalan
Identifikasi Model ARCH-GARCH
Pendugaan Parameter dan Pemilihan Model Terbaik
Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler
Alternatif Strategi Terkait dengan Volatilitas Harga Daging Sapi
Potong dan Daging ayam Broiler
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP


x
x
xi
1
1
6
9
9
9
10
10
11
12
13
13
13
16
18
20
21

22
23
25
25
25
25
25
30
30
31
33
35
35
38
39
45
50
50
50
51

71

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (milyar rupiah)
Populasi ternak Indonesia tahun 2010 – 2012*)
Perkembangan produksi daging tahun 2010-2012*)
Ketersediaan konsumsi daging, telur, dan susu tahun 2009 – 2012e)
Konsumsi daging segar per kapita
Harga tahunan rata-rata daging sapi potong dan daging ayam broiler
di Indonesia
Konsumsi ayam broiler di Indonesia tahun 2003 – 2007
Produksi daging ayam broiler tahun 2003 – 2007 di Indonesia
Ringkasan statistik data kuadrat harga daging
Pengujian autokorelasi kuadrat harga daging
Hasil uji stasioneritas data harga daging
Model ARIMA data harga daging
Model ARCH/GARCH terbaik data harga daging
Hasil uji Jarque-Bera
Pengujian autokorelasi kuadrat galat terbakukan
Hasil pengujian efek ARCH pada residual model ARCH-GARCH
Hasil perhitungan volatilitas harga
Besar risiko harga daging sapi potong dan daging ayam broiler

2
3
4
4
5
6
34
35
36
36
37
37
38
38
39
39
43
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Fluktuasi harga bulanan daging sapi potong dan daging ayam
Pembentukan harga oleh permintaan
Pergeseran kurva permintaan
Pergeseran kurva penawaran
Hubungan risiko dan return
Kerangka pemikiran operasional
Plot harga harian domestik daging sapi potong periode Februari 2003 Februari 2013
Populasi sapi potong nasional tahun 2000 - 2008
Produksi daging sapi nasional tahun 2000 - 2008
Plot harga harian domestik daging ayam broiler periode Februari 2003 Februari 2013
Volatilitas harga daging sapi potong periode Februari 2003 - Februari
2013
Volatilitas harga daging ayam broiler periode Februari 2003 - Februari
2013

8
14
15
16
17
24
31
32
33
34
40
41

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Ringkasan statistik data kuadrat harga daging sapi potong
Ringkasan statistik data kuadrat harga daging ayam
Pengujian autokorelasi kuadrat harga daging sapi
Pengujian autokorelasi kuadrat harga daging
Hasil uji stasioneritas data harga daging
Hasil uji stasioneritas data harga daging ayam broiler
Pengujian model MA(1) harga daging sapi potong
Pengujian model MA(2) harga daging sapi potong
Pengujian model MA(3) harga daging sapi potong
Pengujian model ARIMA(1,0,1) harga daging sapi
Pengujian efek ARCH ARIMA(1,0,1)
Pengujian ARCH (1) ARIMA(1,0,1) harga daging
Pengujian GARCH (1,1) ARIMA(1,0,1) harga
Pengujian GARCH (1,2) ARIMA(1,0,1) harga daging
Pengujian ARCH (2) ARIMA(1,0,1) harga daging
Pengujian GARCH (2,1) ARIMA(1,0,1) harga
Pengujian GARCH (2,2) ARIMA(1,0,1) harga
Hasil pengujian efek ARCH harga daging sapi
Pengujian model MA(1) harga daging ayam
Pengujian model MA(2) harga daging ayam broiler
Pengujian model MA(3) harga daging ayam broiler
Pengujian model ARIMA(1,0,1) harga daging ayam
Pengujian model ARIMA(1,0,3) harga daging
Pengujian model MA(1) harga daging ayam broiler
Pengujian MA (1) ARCH (1) harga daging ayam
Pengujian MA (1) GARCH (1,1) harga daging
Pengujian MA (1) GARCH (1,2) harga daging
Pengujian MA (1) ARCH (2) harga daging
Pengujian MA (1) GARCH (2,1) harga daging
Pengujian MA (1) GARCH (2,2) harga daging
Pengujian efek ARCH model harga daging ayam
Hasil uji Jarque-Bera harga daging sapi potong
Hasil uji Jarque-Bera harga daging ayam broiler
Hasil uji Ljung-Box harga daging sapi potong
Hasil uji Ljung-Box harga daging ayam broiler

54
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global,
krisis pangan, dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi
sehingga negara-negara pengekspor pangan cenderung menahan produknya untuk
dijadikan stok pangan. Mengingat kondisi global tersebut juga terjadi di Indonesia,
maka Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan ketahanan pangan agar mampu
menyediakan pangan yang cukup bagi penduduknya (Kementan 2011). Menurut
Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011 disebutkan bahwa visi
pembangunan pertanian yakni terwujudnya pertanian industrial unggul
berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian
pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan peternak.
Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengartikan ketahanan
pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Menurut Organisasi Pangan
sedunia (FAO), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ketahanan pangan berarti
akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan setiap
waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Pembangunan ketahanan pangan menuju
kemandirian pangan diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik
sehingga mampu menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan bagi
seluruh penduduk, utamanya dari produksi dalam negeri, dalam jumlah dan
keragaman yang cukup, aman, dan terjangkau dari waktu ke waktu. Program
peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan
pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan baik di
tingkat nasional maupun di tingkat masyarakat. Keterjangkauan pangan yang
dimaksud dapat berupa distribusi pangan untuk pemerataan ketersediaan pangan,
pemasaran dan perdagangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, serta
bantuan pangan. Pasal 1 Undang-Undang No.18 Tahun 2012 mendefinisikan
pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan atau minuman.
Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu yang strategis bagi
Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan
memiliki dimensi yang terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas
berbagai subsistem, subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi
pangan dan konsumsi pangan (Maleha dan Sutanto 2006). Ketahanan pangan
merupakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahap II 2010-2014. Pemantapan swasembada daging ayam dan
pencapaian swasembada daging sapi merupakan kebijakan pembangunan pertanian

2
Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 yang berkaitan dengan pembangunan
ketahanan pangan. Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui
kebijaksanaan swasembada pangan dan stabilitas harga. Pencapaian swasembada
daging sapi merupakan salah satu fokus dalam terwujudnya ketahanan pangan.
Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan tekad
bersama dan menjadi salah satu dari program utama Kementerian Pertanian yang
terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis
sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Swasembada daging sapi
sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik
sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan potensi
dalam negeri (Kementan 2010).
Subsektor peternakan berperan penting dalam
rangka mensukseskan
ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan peternakan merupakan penyedia pangan
hewani asal ternak melalui peningkatan produksi berbagai komoditas, juga
penyediaan bahan baku untuk industri. Selain itu, sektor peternakan secara tidak
langsung juga berperan dalam pengentasan kemiskinan, serta sebagai sumber
energi alternatif dan untuk kelestarian lingkungan hidup. Kontribusi subsektor ini
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto pertanian dalam perekonomian
Indonesia, sebesar 12% per tahunnya, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (milyar rupiah)
2008-2011
Lapangan Usaha
2008
1. Pertanian,
Peternakan,
716 656.2
Kehutanan &
perikanan
a. Tanaman Bahan
349 795.0
Makanan
b. Tanaman
105 960.5
Perkebunan
c. Peternakan
83 276.1
d. Kehutanan
40 375.1
e. Perikanan
137 249.5
2. Sektor Ekonomi
4 232 032.2
lainnya
Produk Domestik
4 948 688.4
Bruto

2009

2010

2011

857 196.8

985 448.8 1 093 466.0

419 194.8

482 377.1

530 603.7

111 378.5

136 026.8

153 884.7

104 883.9
45 119.6
176 620.0

119 371.7
48 289.8
199 383.4

129 578.3
51 638.1
227 761.2

4 749 006.6
5 606 203.4

5 450 822.0 6 333 620.1
6 436 270.8

7 427 086.1

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan
hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan
peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan
adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada
faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Produk utama
ternak (daging, susu dan telur) merupakan sumber bahan pangan yang bergizi
tinggi dan dikonsumsi anggota rumah tangga. Ternak dan hasil produksinya
merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

3
kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama dan
hasil produksinya merupakan gambaran tingkat ketersediaan sumber bahan pangan
protein nasional. Tingkat konsumsi yang akan menentukan kualitas sumber daya
manusia dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan daging dan produksi ternak lainnya
dan tingkat pendapatan rumah tangga (purchasing power). Faktor tingkat
pendapatanlah yang akan menentukan apakah rumah tangga / individu akan lebih
banyak mengkonsumsi sumber karbohidrat atau protein, yang akan berpengaruh
pada tingkat konsumsi berkualitas dan sesuai dengan persyaratan gizi (Bappenas
2012).
Berdasarkan jenisnya ternak dikelompokkan menjadi ternak besar (sapi
potong, sapi perah, kerbau, kuda), ternak kecil (kambing, domba, babi), ternak
unggas (ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, itik) dan aneka ternak
(kelinci, burung puyuh, merpati). Berdasarkan data yang diperoleh dari 33
Provinsi, dapat dilihat bahwa sebaran populasi ternak sebagian besar terkonsentrasi
di pulau Jawa. Untuk ternak sapi potong, sapi perah, dan ayam ras petelur populasi
terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur. Sementara untuk ternak domba, ayam
ras pedaging dan itik populasi terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan
ternak kambing, ayam buras, kelinci, burung puyuh dan merpati populasi
terbanyak berada di Provinsi Jawa tengah. Untuk ternak kerbau dan babi populasi
terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan ternak kuda populasi terbanyak
berada di Provinsi Sulawesi Selatan (Ditjennak 2012).
Sumber produksi daging adalah berasal dari ternak sapi potong, ternak
unggas, kambing, domba, dan sebagian kecil dari ternak kerbau, sapi perah, dan
kuda afkiran. Perkembangan populasi dari ternak-ternak penghasil daging tersebut
pada tahun 2012 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Populasi sapi
potong memiliki peningkatan pertumbuhan populasi terbesar yakni sebesar 8.16%
yang diikuti oleh populasi domba dan ayam ras pedaging yang masing-masing
meningkat sebesar 8.29% dan 7.55%. sedangkan peningkatan pertumbuhan
populasi paling rendah yakni populasi kuda yakni sebesar 3.18%, dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Populasi ternak Indonesia tahun 2010 – 2012*)
Populasi ternak (000 ekor)
Pertumbuhan
2011-2012*)
Tahun
2010
2011
2012*)
(%)
Sapi Potong
13 582
14 824
16 034
8.16
Kuda
419
409
422
3.18
Kerbau
2 000
1 305
1 378
5.60
Kambing
16 620
16 946
17 862
5.41
Domba
10 725
11 791
12 768
8.29
Ayam Ras
986 872
1 177 991
1 266 903
7.55
Pedaging
Ternak

Sumber
: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Keterangan : *) Angka Sementara

Wilayah-wilayah yang merupakan sumber utama ternak sapi potong adalah
Jawa tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggra
Timur, Lampung, Bali, Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian wilayah yang

4
mempunyai potensi cukup besar untuk ternak ayam ras pedaging adalah Jawa
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur (Kementan 2012). Dengan perkembangan populasi ternak yang
relatif masih rendah, maka jumlah produksi daging yang dapat diproduksi dari
dalam negeri juga sangat terbatas. Pada tahun 2012 produksi daging sapi potong,
kambing, dan ayam ras pedaging hanya meningkat masing-masing 4.15%, 3.45%,
dan 4.62% dari tahun 2011. Sedangkan produksi daging kuda, kerbau, dan domba
mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.13%, 0.12%, dan 0.71% pada
tahun 2012 dibandingkan dengan produksi pada tahun 2011, dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3
Ternak
Tahun
Sapi Potong
Kuda
Kerbau
Kambing
Domba
Ayam Ras
Pedaging
Ternak lainnya
Jumlah (000 ton)

Perkembangan produksi daging tahun 2010-2012*)
Produksi Daging (000 ton)
Pertumbuhan
2011-2012*)
2010
2011
2012*)
(%)
436.4
485.3
505.5
4.15
2.0
2.2
2.2
(0.13)
35.9
35.3
35.3
(0.12)
68.8
66.3
68.6
3.45
44.9
46.8
46.5
(0.71)
1 214.3
1 337.9 1 428.8
4.62

2.4

2.6

2.7

5.35

Sumber
: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Keterangan : *) Angka Sementara

Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan data konsumsi, konsumsi daging
per kapita per tahun meningkat sebesar 5.34% yaitu dari 6.60 kg pada tahun 2009
menjadi 6.95 kg pada tahun 2010. Apabila dibandingkan dengan tingkat produksi
daging, konsumsi daging secara total tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri,
meskipun untuk setiap jenis daging belum tentu demikian.
Tabel 4 Ketersediaan konsumsi daging, telur, dan susu tahun 2009 – 2012e)
No Jenis
2009
2010
2011*)
2012e) Pertumbuhan
2011-2012(%)
Konsumsi Nasional (000 ton)
1 Daging
1 732.64 1 654.14 1 735.15 1 753.54
1.06
2 Telur
1 569.81 1 255.70 1 350.38 1 412.78
4.62
3 Susu
2 277.20 3 173.05 3 494.81 2 738.51 -21.64
Konsumsi Per Kapita (Kg/Kapita/Tahun)
1 Daging
6.60
6.95
7.08
7.05
-0.42
2 Telur
5.17
5.20
5.51
5.68
3.09
3 Susu
11.60
13.14
14.26
11.01
-22.79
Konsumsi Protein
6.03
5.99
6.30
6.03
-4.29
(Gram/Kapita/Hari)
Sumber
: Badan Ketahanan Pangan (2011)
Keterangan : *) Angka Sementara e) Angka Estimasi

5
Jenis ternak yang dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya berasal dari
unggas dan sapi potong (daging ayam dan daging sapi potong). Daging sapi
merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi
kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai
nilai strategis. Selain itu daging sapi merupakan salah satu bahan makanan asal
ternak yang kaya akan protein, zat besi dan beberapa vitamin penting terutama
vitamin B. Selain nilai gizinya, masyarakat menilai daging tersebut dari sifatsifatnya seperti keempukan, rasa, aroma, warna dan sari minyaknya . Namun
demikian tingginya harga komoditas daging sapi di pasaran menyebabkan tingkat
konsumsi daging sapi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara
berkembang lainnya. Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan
jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam
broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang
kekuasaan mencanangkan panggalakkan konsumsi daging ruminansia yang pada
saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal
masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya.

No

1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 5 Konsumsi daging segar per kapita
Komoditas
2009
2010
2011
Konsumsi Daging Segar
(kg/kapita/tahun)
Sapi
0.31
0.37
0.42
Kerbau
Kambing
Babi
Ayam Ras
Ayam
Kampung
Unggas
Lainnya
Daging
Lainnya

Pertumbuhan
2010-2011
(%)
14.29

0.21
3.08
0.52

0.21
3.55
0.63

0.05
0.26
3.65
0.63

25.00
2.94
0.00

0.05

0.05

0.05

0.00

0.05

0.05

0.05

0.00

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

Berdasarkan data konsumsi daging segar per kapita pada Tabel 5, daging
ayam ras merupakan komoditas kelompok ternak unggas dengan tingkat konsumsi
tertinggi dibandingkan jenis daging segar lainnya yakni sebesar 3.65
kg/kapita/tahun pada tahun 2011 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 2.94% dari
tahun 2010. Sedangkan daging sapi potong merupakan komoditas kelompok ternak
besar dengan tingkat konsumsi sebesar 0.42 kg/kapita/tahun pada tahun 2011
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 14.29% dari tahun sebelumnya.
Sebagai produk peternakan dengan tingkat konsumsi yang tinggi, daging sapi
potong dan daging ayam broiler tentunya tidak lepas dari adanya gejolak atau
fluktuasi harga. Perkembangan harga tahunan rata-rata daging di pasar dalam
negeri menunjukkan adanya peningkatan, dapat dilihat pada Tabel 6. Terjadi
peningkatan harga daging sapi potong dari tahun 2009 hingga tahun 2012, dengan

6
angka pertumbuhan pada tahun 2010, 2011, dan 2012, masing-masing sebesar
3.17%, 4.99%, dan 8.48%. Harga daging ayam broiler pun mengalami
peningkatan, dengan angka pertumbuhan pada tahun 2010, 2011, dan 2012,
masing-masing sebesar 3.57%, 2.22%, dan 3.05%.

Tabel 6 Harga tahunan rata-rata daging sapi potong dan daging ayam broiler di
Indonesia
Komoditas
Harga Daging Sapi
Harga Daging Ayam
Potong (Rp/kg)
Broiler (Rp/kg)
Tahun
2009
64 291.00
23 333.00
2010
66 329.00
24 166.00
2011
69 641.00
24 703.00
2012
75 544.00
25 457.00
Pertumbuhan
8.48
3.05
2011-2012 (%)
Sumber : Kemendag dalam BPS (2012)

Hal yang umum terjadi adalah harga produk pertanian selalu berfluktuasi
(tidak stabil) bila dibandingkan dengan harga-harga bahan-bahan non pertanian
(sektor industri). Hal ini disebabkan kurva penawaran dan permintaan untuk hasil
pertanian adalah inelastis dan adanya perubahan yang sulit diramalkan pada
pasokan pertanian akibat produksi pertanian yang sangat tergantung pada kondisi
alam (iklim, cuaca), hama penyakit dan faktor lainnya (Anindita R 2012). Seperti
halnya daging sapi potong dan daging ayam broiler yang mengalami gejolak harga
yang cukup tinggi yang disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan tersebut
membuat para pelaku usaha menghadapi kesulitan dalam membuat dan mengambil
keputusan, dalam hal ini peternak menghadapi kesulitan untuk merencanakan
produksi, pedagang menghadapi kesulitan dalam memperkirakan permintaan.
Maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis volatilitas harga
daging sapi potong dan daging ayam broiler.
Perumusan Masalah
Walaupun dari tahun ke tahun, peran sektor pertanian terhadap PDB secara
relatif terus menurun, akan tetapi secara absolut sumbangan sektor pertanian terus
meningkat, sehingga fungsi sektor pertanian sebagai penyangga kehidupan
ekonomi bangsa tidak dapat diabaikan. Dengan kondisi yang demikian, salah satu
subsektor pertanian yang sudah lama dipromosikan sebagai pertumbuhan baru
adalah subsektor peternakan. Data memperlihatkan bahwa baik secara relatif
maupun absolut, sumbangan subsektor peternakan terhadap pendapatan sektor
pertanian terus meningkat. Sehingga, komoditas peternakan memang layak
menjadi sumber pertumbuhan yang menjanjikan terutama untuk industri
perunggasan, sapi potong, dan sapi perah (Yusdja et al. 2004).
Salah satu permasalahan sektor peternakan di Indonesia saat ini adalah
pertumbuhan produksi berbagai macam hasil peternakan belum dapat
mengimbangi laju permintaan di dalam negeri sendiri yang semakin meningkat.
Kebutuhan daging dan susu sebagai sumber protein hewani terus mengalami

7
peningkatan, karena meningkatnya penghasilan dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya makanan bergizi. Permintaan daging sapi dan daging ayam broiler
sebagai produk substitusinya, diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
target perbaikan ekonomi. Menurut data yang ada, supply dalam negeri belum
mampu mengimbangi tingginya laju pertumbuhan konsumsi dan laju pertumbuhan
penduduk (BIB Lembang 2011).
Peningkatan populasi penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat
menyebabkan permintaan terhadap berbagai kebutuhan bahan pangan terus
meningkat. Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Namun, laju permintaan
daging sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging
sapi dalam negeri. Sehingga saat ini ketersediaan daging sapi nasional masih
mengalami kekurangan, yang ditutup melalui impor sekitar 35% dari total
kebutuhan daging sapi nasional (Ditjennak 2010a). Populasi penduduk sebagai
faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan daging cenderung meningkat dengan
laju 1.2% per tahun (BPS 2009a), sementara laju peningkatan populasi sapi potong
mencapai 5.3% (BPS 2009b). Laju pemotongan ternak sapi mencapai 4.9% dan
laju produksi daging 3.1% (Ditjennak 2009).
Selain faktor penduduk, faktor yang turut mendorong meningkatnya
permintaan daging sapi adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat
dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan pangan sumber protein hewani.
Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut ke depann (Rusma M dan
Suharyanto). Faktor pendorong meningkatnya permintaan tersebut secara teoritis
disebut dengan demand shifter, yaitu faktor yang mempengaruhi atau
mengakibatkan adanya perubahan permintaan (Pappas dan Hirschey 1995).
Soedjana (1996) mengemukakan bahwa tingkat permintaan produk ternak seperti
daging dan telur dipengaruhi oleh harga produk itu sendiri, produk substitusinya
maupun komplementer, tingkat pendapatan rumah tangga, serta preferensi
konsumen terhadap berbagai pilihan produk yang tersedia.
Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi bergantung dari
perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga
dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu, bahkan per hari,
atau dapat terjadi dalam jangka panjang. Harga bahan pangan termasuk daging sapi
potong dan daging ayam broiler berfluktuatif. Harga bahan pangan seringkali
bergejolak akibat berbagai faktor, baik fenomena alam (iklim), kegagalan pasar,
juga masalah kelancaran distribusi. Adanya fluktuasi harga merupakan suatu risiko
yang dihadapi oleh produsen juga konsumen. Fluktuasi harga bulanan komoditas
daging dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada Gambar 1 di bawah dapat dilihat bahwa harga daging sapi potong dalam
negeri pada bulan Januari 2013 mengalami peningkatan yang signifikan yakni
sebesar 20.45% jika dibandingkan dengan peningkatan harga pada bulan Januari
tahun 2010, 2011, dan 2012, yaitu masing-masing sebesar 3.98%, 4.13%, dan
5.53%. Sedangkan perkembangan harga daging ayam broiler dalam negeri pada
bulan Januari 2013 mengalami penurunan yakni sebesar 2.68% jika dibandingkan
dengan peningkatan harga pada bulan Januari tahun 2012, yaitu sebesar 5.93% dari
tahun sebelumnya.

8

Gambar 1 Fluktuasi harga bulanan daging sapi potong dan daging ayam
broiler tingkat konsumen di Indonesia periode 2009-2012
Sumber : Kemendag (2013)

Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa harga daging sapi dan
daging ayam berfluktuasi. Fluktuasi harga daging sapi potong dan daging ayam
broiler dapat disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan besarnya jumlah
permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran maka harga akan rendah,
sebaliknya jika jumlah penawaran semakin sedikit maka harga akan semakin
meningkat (ceteris paribus). Harga daging sapi potong yang tinggi dewasa ini
disebabkan oleh penawaran yang terbatas dalam merespon permintaan. Faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan yakni harga barang yang bersangkutan,
harga barang lain (barang substitusi ataupun komplementer), pendapatan
konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan, selera konsumen, pola distribusi
pendapatan masyarakat, ramalan masa datang akan keadaan barang tersebut.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran yakni harga barang yang
bersangkutan, harga barang lain, biaya produksi, pajak, tujuan perusahaan, bencana
alam, dan lain-lain. Isu yang ada mengenai harga yang tinggi pada daging sapi
potong dewasa ini disebabkan oleh pasokan daging sapi potong yang kurang
memadai sehingga tidak dapat merespon kebutuhan konsumsi masyarakat. Ada
indikasi lain penyebab tingginya harga daging sapi yakni distribusi dari sentra
produksi dan peternak ke daerah tujuan konsumsi terhambat.
Pemerintah maupun masyarakat berkepentingan terhadap harga komoditas
pangan yang relatif stabil. Stabilisasi harga pangan perlu dilakukan untuk
mendukung terciptanya stabilitas sosial, politik, dan ekonomi secara nasional
(Sumaryanto 2009), melalui berbagai alternatif strategi. Harga yang stabil
diperlukan masyarakat baik produsen maupun konsumen karena berimplikasi pada
risiko dan ketidakpastian yang akan dihadapi dalam pengambilan keputusan. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan pemetaan terhadap ketidakpastian tersebut dengan
menganalisis volatilitas harga, dalam penelitian ini khususnya harga daging sapi
potong dan daging ayam broiler di Indonesia, yang berguna sebagai sistem isyarat
dini terutama dalam rangka mengantisipasi risiko dan ketidakpastian yang timbul
akibat adanya fluktuasi atau volatilitas harga komoditas bersangkutan.

9

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana proyeksi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di
Indonesia pada masa yang akan datang?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging sapi potong
dan daging ayam broiler di Indonesia?
3. Bagaimana alternatif strategi terkait dengan volatilitas harga daging sapi
potong dan daging ayam broiler di Indonesia?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis proyeksi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di
Indonesia pada masa yang akan datang.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging
sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia.
3. Mengidentifikasi alternatif strategi terkait dengan volatilitas harga daging
sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang
membangun dan bermanfaat bagi:
1. Peneliti, sebagai sarana pembelajaran dan melatih untuk berpikir analitis
dalam menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan tentang
agribisnis yang sudah dipelajari selama peneliti melaksanakan perkuliahan di
Institut Pertanian Bogor.
2. Pemerintah dan stakeholder, sebagai bahan masukan dan pertimbangan
dalam memutuskan kebijakan yang berhubungan dengan volatilitas harga
daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia, terutama kebijakan
yang dapat meningkatkan kesejahteraan produsen juga konsumen.
3. Pembaca, sebagai referensi, pedoman, dan literatur dalam melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai volatilitas harga daging sapi potong dan
daging ayam broiler di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada analisis volatilitas harga daging sapi potong dan
daging ayam broiler di Indonesia pada periode analisis tanpa mengakomodasi
variabel supply maupun demand ke dalam model. Analisis volatilitas harga ini
dilakukan karena adanya fluktuasi harga komoditas daging sapi potong dan daging
ayam broiler di Indonesia, dan digunakan model ARCH-GARCH untuk
menganalisisnya karena model ARCH-GARCH merupakan salah satu model yang
dapat mengakomodasi adanya fluktuasi atau variasi (Verbeek 2000; De Wet 2005;
Moschini dan Hennessy 1999 dalam Fariyanti 2008).

10

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Mengenai Volatilitas Komoditas Pertanian
Volatilitas (volatility) berasal dari kata volatil (volatile). Istilah ini mengacu
pada kondisi yang berkonotasi tidak stabil, cenderung bervariasi, dan sulit
diperkirakan. Konotasi kuncinya adalah keragaman (variability) dan ketidakpastian
(uncertainty). Volatilitas pada suatu waktu tertentu dapat diurai menjadi dua
komponen yaitu yang perilakunya dapat dipraduga (predictable), dan yang tidak
dapat dipraduga (unpredictable). Secara teoritis bobot relatif masing-masing
komponen itu dapat dikaji (Sumaryanto 2009). Secara umum, volatilitas di pasar
keuangan menggambarkan tingkat risiko yang dihadapi pemodal karena
mencerminkan fluktuasi pergerakan harga saham. Namun Sumaryanto (2009)
menyebutkan bahwa analisis volatilitas harga tidak hanya relevan di pasar uang
ataupun pasar saham, tetapi juga di pasar komoditas lainnya. Penelitian yang
dilakukannya mencakup tentang analisis volatilitas harga eceran komoditas pangan
yang terdiri dari beras, gula pasir, tepung terigu, telur, minyak goreng, cabai
merah, dan bawang merah. Penelitian tersebut menggunakan model ARCHGARCH univariat. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis perbedaan
karakteristik volatilitas antarjenis komoditas dan juga mengkaji perubahan
volatilitas harga tersebut dalam hubungannya dengan perubahan sistem
perekonomian yang terjadi sejak Reformasi. Hipotesis awal yang disusun dalam
penelitian tersebut terbukti, dimana sejak Reformasi harga eceran beras dan gula
pasir menjadi lebih volatil. Bahkan untuk harga eceran gula pasir, peningkatan
volatilitasnya cenderung berkelanjutan. Sedangkan volatilitas harga eceran cabai
merah dan bawang merah tidak banyak berubah. Pada harga eceran tepung terigu,
meskipun sejak Reformasi juga menjadi lebih volatil, tetapi tidak setajam harga
eceran beras maupun gula pasir. Namun demikian, pada saat gejolak sosial-politik
mencapai puncaknya, volatilitas harga eceran komoditas ini melonjak jauh lebih
tajam daripada komoditas lainnya.
Berbeda dengan Sumaryanto (2009), Aji (2009) melakukan pengukuran
volatilitas pada harga buah-buahan Indonesia untuk memetakan ketidakpastian
yang ditimbulkan oleh adanya fluktuasi harga buah-buahan. Penelitian tersebut
menggunakan model ARCH-GARCH untuk membandingkan volatilitas harga
antar buah-buahan yang ada di Pasar Induk Kramat Jati. Data yang digunakan
dalam proses analisis ini adalah data time series (harga harian) buah-buahan dari
awal Januari 2006 hingga akhir Desember 2008. Hasil analisis menunjukkan
bahwa jeruk siam merupakan buah komoditas unggulan Indonesia yang memiliki
volatilitas paling tinggi. Sedangkan buah nanas merupakan buah komoditas
unggulan Indonesia yang memiliki volatilitas paling kecil di antara buah-buahan
komoditas unggulan Indonesia yang dianalisis. Nilai volatilitas jeruk siam yang
besar disebabkan oleh waktu panen dari jeruk siam yang hanya ada pada periode
April hingga Juli atau tidak tersedia sepanjang tahun. Pada periode panen yang
hanya empat bulan tersebut, harga akan turun karena jumlah buah yang cukup
banyak. Pada periode selain masa panen harga akan naik karena jumlah buah yang
tersedia akan berkurang. Untuk buah nanas yang memiliki nilai volatilitas rendah
disebabkan oleh waktu panen dari buah nanas yang tersedia sepanjang tahun. Hal
ini menyebabkan fluktuasi harga dari buah nanas tidak terlalu besar karena jumlah
ketersediaan buah yang selalu ada sepanjang tahun.

11
Waktu produksi yang singkat menyebabkan jumlah ketersediaan selalu ada
pada periode yang diinginkan, sehingga menyebabkan volatilitas yang rendah. Hal
ini berbeda dengan penelitian pada produk peternakan yang dilakukan oleh Siregar
(2009) mengenai analisis risiko harga DOC Broiler dan Layer. Penelitian tersebut
bertujuan untuk menganalisis risiko harga DOC yang dihadapi PT. Sierad Produce
Tbk dan menganalisis alternatif strategi dalam mengatasi harga DOC yang
dihadapi PT. Sierad Produce Tb. Analisis risiko ini menggunakan model ARCHGARCH dan perhitungan VAR (Value at Risk). Hasil analisis menunjukkan bahwa
risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah penerimaan yang diperoleh PT.
Sierad Produce Tbk ternyata risiko harga jual DOC layer relatif lebih rendah
dibandingkan risiko harga DOC broiler. Tingginya risiko harga jual DOC broiler
dibandingkan risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging
ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan juga
disebabkan karena siklus layer yang lama daripada broiler.

Kajian Mengenai Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Potong
Indonesia memiliki potensi ternak sapi potong yang luar biasa. Berbagai
jenis ternak sapi yang ada diklasifikan menjadi dua kelompok besar (Ahmadi et al.
1997). Sapi potong mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak
potong maupun ternak bibit. Selama ini sapi potong dapat memenuhi kebutuhan
daging untuk lokal seperti rumah tangga, hotel, restoran, industri pengolahan,
perdagangan antar pulau.
Penelitian yang dilakukan oleh Hadiwijoyo (2009) mengenai permintaan
dan penawaran daging sapi di Indonesia dengan menggunakan alat analisis regresi
linier berganda dan analisis respon (elastisitas) menunjukkan bahwa 1) permintaan
daging sapi ditentukan oleh variabel-variabel independen yaitu harga daging
domestik, harga ikan rata-rata, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk
Indonesia, 2) penawaran daging sapi ditentukan oleh variabel-variabel independen
yaitu harga daging domestik, produksi daging sapi domestik, harga sapi, dan
jumlah populasi sapi, 3) Permintaan daging sapi bersifat inelastis terhadap harga
ikan, pendapatan, dan harga daging sapi. Sedangkan penawaran daging sapi
bersifat inelastis terhadap harga daging sapi dan harga sapi.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian oleh Sahat (2007) mengenai analisis
permintaan daging sapi di wilayah Jakarta, yang dianalisis dengan metode regresi
berganda. Hasil analisis model dugaan menunjukkan bahwa keragaman permintaan
daging sapi segar dapat dijelaskan oleh model sebesar 64.6% dan sisanya jelaskan
oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Hasil Fhit sebesar 6.68 dan Pvalue sebesar 0.00 menunjukkan bahwa variabel dalam model secara serentak
signifikan terhadap permintaan daging sapi segar. Variabel yang mempengaruhi
permintaan daging sapi segar secara signifikan adalah harga daging sapi, harga
daging ayam ras, harga ikan, harga daging ayam buras, harga daging kambing,
harga daging babi serta pendapatan per kapita penduduk Jakarta. Nilai elastisitas
variabel menghasilkan kesimpulan bahwa variabel yang bersifat elastis terhadap
permintaan daging sapi adalah harga daging babi dan pendapatan per kapita
penduduk Jakarta. Variabel lainnya yang mendekati elastis adalah harga daging
ayam ras dan harga ikan. Variabel harga telur ayam, harga daging kambing dan
harga daging ayam buras bersifat inelastis.

12

Kajian Mengenai Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam Broiler
Ayam ras pedaging atau lebih dikenal dalam masyarakat dengan sebutan
ayam broiler, dewasa ini telah banyak diusahakan dan dikembangkan. Menurut
Rasyaf (2004), ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang
berumur dibawah delapan minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai
pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbangan
daging yang baik dan banyak. Hermawatty (2006) menjelaskan bahwa ayam
broiler memiliki sifat-sifat yang menguntungkan. Ayam broiler dapat memenuhi
selera konsumen, selera ini terjadi karena daging ayam broiler memiliki sumber
protein yang lengkap, kadar kalori dan lemak yang lebih rendah dibandingkan
dengan jenis daging ternak lainnya. Ayam broiler adalah ayam yang paling banyak
diternakan oleh masyarakat dan dipotong baik pada tempat pemotongan tradisional
maupun pada rumah pemotongan ayam modern.
Penelitian Rahayu (2008) mengenai peramalan penjualan ayam broiler
dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis regresi linier berganda dan
analisis peramalan dengan metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis, faktor yang
mempengaruhi penjualan ayam broiler secara nyata di peternakan adalah harga
barang substitusi, yaitu harga daging sapi. Model peramalan yang layak untuk
digunakan dalam meramalkan penjualan yaitu model ARIMA (1,1,1). Model
peramalan tersebut, meramalkan penjualan ayam broiler dalam dua belas periode
yang akan datang mengalami penurunan penjualan pada bulan Maret 2008 dan
mengalami peningkatan pada bulanApril sampai Februari 2008. Tingkat
pertumbuhan rata-rata sebesar 0.81% per bulan dalam jangka waktu Januari sampai
Desember 2008. Jumlah DOC dan pakan yang dibutuhkan selama setahun dengan
periode panen tahun 2008 yaitu sebanyak 4 670 030 ekor DOC dan 10 881 170.46
kg pakan.
Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh harga komoditas substitusi dan
komplementer terhadap permintaan daging ayam ras yang dilakukan oleh Prasetyo
(2008) menunjukkan bahwa permintaan daging ayam ras sebagai variabel
dependent dipengaruhi oleh beberapa variabel independent dalam suatu model.
Berdasarkan data permintaan tahun 2003 – 2007, maka variabel yang secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan daging ayam ras di
Kabupaten Bogor (Yt) menurut model 1 dan model 2 adalah variabel harga ratarata daging ayam ras (X1), harga rata-rata daging sapi (X2), harga rata-rata daging
ikan (X3), harga rata-rata telur ayam (X4) dan dummy (Dt) pada taraf nyata lima
persen. Sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh nyata secara signifikan
terhadap permintaan daging ayam ras menurut model 1 adalah harga rata-rata
daging sapi, harga rata-rata daging ikan, harga rata-rata telur ayam dan dummy.
Pada model 2, semua variabel berpengaruh nyata secara parsial terhadap
permintaan daging ayam ras pada selang kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil
analisis variabel pada model 1 dan model 2, diperoleh hasil bahwa variabel X1
memiliki hubungan positif dengan Yt, variabel X2 dan X3 merupakan komoditas
pengganti dari daging ayam, variabel X4 merupakan komoditas pelengkap dan
variabel Dt berhubungan positif dengan Yt.

13
Tingkat produksi dan konsumsi yang tidak seimbang akan menyebabkan
fluktuasi harga yang cukup besar. Ariyanto (2007) melakukan analisis perilaku dan
peramalan harga ayam pada enam kota besar di Jawa – Bali dengan menggunakan
data sekunder harga bulanan ayam selama kurun waktu 58 bulan (Januari 2002 Oktober 2006) yang merupakan data mean (rata-rata) harga mingguan.
Berdasarkan hasil analisa regresi, faktor - faktor yang berpengaruh dalam
pembentukan harga untuk masing - masing kota besar di Jawa - Bali berbeda satu
dengan yang lain. Untuk DKI Jakarta harga ayam dipengaruhi oleh harga pada
periode sebelumnya, produksi ayam, dan wabah flu burung. Harga ayam di
Bandung, Semarang, dan Surabaya dipengaruhi oleh harga ayam periode
sebelumnya, serta dipengaruhi pula oleh volume produksi/pasokan pada kota
Bandung, tingkat konsumsi pada kota Semarang, dan adanya wabah flu burung
pada kota Surabaya. Pada kota Yogyakarta dan Denpasar harga ayam dipengaruhi
oleh tingkat konsumsi daging ayam, tetapi di Yogyakarta harga ayam juga
dipengaruhi oleh wabah flu burung.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Harga
Dalam teori ekonomi mikro dijelaskan bahwa permintaan dan penawaran
merupakan dua kekuatan yang mempengaruhi proses terbentuknya harga. Menurut
Lipsey et al. (1995), hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta
mengikuti suatu hipotesis dasar yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga
suatu komoditas maka semakin sedikit jumlah yang diminta, dengan asumsi
variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus), dan terjadi sebaliknya. Sementara
itu hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang ditawarkan
mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa secara umum,
semakin tinggi harga suatu komoditas maka semakin besar jumlah komoditas yang
ditawarkan dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus) dan
terjadi sebaliknya.
Menurut Soekartawi (2002), permintaan suatu komoditas pertanian
(termasuk daging sapi potong dan daging ayam broiler) dipengaruhi oleh harga
produk tersebut, harga produk subtitusi atau harga produk komplemen, selera dan
keinginan, jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan.
Sedangkan penawaran suatu komoditas pertanian (termasuk daging sapi potong
dan daging ayam broiler) dipengaruhi oleh teknologi, harga input (misalnya pakan
dan obat-obatan), harga produk yang lain, jumlah produsen, harapan produsen
terhadap harga produksi dimasa yang akan datang, dan elastisitas produksi.
Lebih lanjut, Lipsey et al. (1995) menjelaskan bahwa kekuatan permintaan
dan kekuatan penawaran akan saling berinteraksi dalam menentukan harga yang
terjadi dalam suatu pasar yang bersaing. Perpotongan antara kurva permintaan dan
kurva penawaran akan membentuk suatu kondisi keseimbangan dimana jumlah
yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak
baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Proses terjadinya
kondisi keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 2. Pada kondisi harga di

14
titik Pa terjadi kelebihan penawaran dimana jumlah yang ditawarkan produsen
lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang diminta konsumen. Melihat kondisi
ini para produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran
tersebut bisa terjual. Jadi dalam keadaan excess supply akan terjadi suatu tekanan
ke bawah terhadap harga.
Di sisi lain jika harga berada pada titik Pb, ketika jumlah yang ditawarkan
produsen lebih kecil dibandingkan jumlah yang diminta konsumen maka akan
terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran (excess demand). Pada kondisi
ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani
membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan memanfaatkan
kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Jadi, dalam kondisi ini akan ada
tekanan ke atas terhadap harga. Kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga
pada titik Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan.
Kondisi inilah yang disebut dengan kondisi keseimbangan.

Gambar 2

Pembentukan harga oleh permintaan
dan penawaran
Sumber : Lipsey et al. (1995)

Salah satu penyebab terjadinya fluktuasi harga dari komoditas daging sapi
potong dan daging ayam broiler adalah terjadinya ketidakseimbangan antara
jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan. Hal ini dapat terjadi akibat
adanya pergerakan dan pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran.
Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, pergerakan dan pergeseran kurva
permintaan dan penawaran akan mengakibatkan terjadinya harga disekuilibrium
yaitu harga yang terjadi ketika jumlah yang diminta tidak sama dengan jumlah
yang ditawarkan. Jika ada kelebihan permintaan atau kelebihan penawaran di
dalam pasar, maka pasar itu dikatakan berada dalam keadaan disekuilibrium dan
harga pasar akan terus berubah. Pada kondisi ini akan ada salah satu pihak yang
merasa dirugikan (Lipsey et al. 1995).
Pergerakan sepanjang kurva permintaan atau kurva penawaran
menunjukkan adanya perubahan dalam jumlah yang