Pengaruh Peran Gender Dan Pemeliharaan Lingkungan Mikro Terhadap Kesejahteraan Subjektif Pada Keluarga Petani Pemilik Pekarangan

PENGARUH PERAN GENDER DAN PEMELIHARAAN
LINGKUNGAN MIKRO TERHADAP KESEJAHTERAAN
SUBJEKTIF PADA KELUARGA PETANI
PEMILIK PEKARANGAN

ATIKA RAHMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Peran Gender
dan Pemeliharaan Lingkungan Mikro Terhadap Kesejahteraan Subjektif pada
Keluarga Petani Pemilik Pekarangan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 29 Agustus 2015
Atika Rahma
NIM I251110081

RINGKASAN
ATIKA RAHMA. Pengaruh Peran Gender dan Pemeliharaan Lingkungan Mikro
Terhadap Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Petani Pemilik Pekarangan.
Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI dan TIN HERAWATI.
Pekarangan merupakan salah satu sumberdaya yang ada di lingkungan rumah.
Pekarangan adalah sebidang lahan dengan batas tertentu, ada bangunan tempat
tinggal di atasnya dan umumnya ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan
(Soemarwoto 1994). Kegiatan di pekarangan lebih banyak dilakukan oleh
perempuan. Hal ini dikaitkan dengan peran perempuan sebagai pemelihara rumah
dan manajer lingkungan pada skala mikro. Ngomen dan Foeken (2012) menyatakan
bahwa terdapat perbedaan karakteristik pekarangan laki-laki dan perempuan.
Karakteristik pekarangan yang dikelola oleh perempuan adalah areanya kecil dan
umumnya hasil pekarangan merupakan sumber tambahan makanan keluarga.
Sementara itu karakteristik pekarangan yang dikelola oleh laki-laki adalah areanya

luas dan sebagai tambahan pendapatan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
menganalisis peran gender, pemeliharaan lingkungan mikro dan kesejahteraan
subjektif pada keluarga petani pemilik pekarangan. Sementara itu, tujuan khusus
dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis karakteristik tempat tinggal,
karakteristik pekarangan, permasalahan keluarga, pemeliharaan lingkungan mikro
dan pembagian peran gender pada keluarga petani pemilik pekarangan, (2)
menganalisis tingkat kesejahteraan subjektif keluarga petani pemilik pekarangan
dan (3) menganalisis pengaruh karakteristik tempat tinggal, karakteristik
pekarangan, permasalahan keluarga, pemeliharaan lingkungan mikro dan
pembagian peran gender terhadap kesejahteraan subjektif pada keluarga petani
pemilik pekarangan.
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan (1)
keluarga memiliki pekarangan yang dimanfaatkan secara produktif, (2) merupakan
lokasi kegiatan IPM-CRSP dan (3) merupakan lokasi yang strategis dari pusat kota.
Pemilihan contoh sebanyak 100 keluarga dilakukan secara purposive, yaitu
keluarga utuh (ada suami dan istri). Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara dan pengamatan lingkungan rumah. Adapun data yang dikumpulkan
meliputi karakteristik keluarga, karakteristik tempat tinggal, karakteristik
pekarangan, permasalahan keluarga, pemeliharaan lingkungan mikro rumah,
pembagian peran gender serta kesejahteraan subjektif keluarga. Penelitian

dilakukan pada Bulan Juni 2012.
Hasil penelitian menununjukkan rata-rata umur suami adalah 45.3 tahun dan
istri 39.0 tahun. Rata-rata tingkat pendidikan suami dan istri adalah tamatan SD.
Rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 5 orang. Sebanyak 52.0 persen reponden
berpendapatan di abwah UMR Kabupaten Cianjur 2012. Sebanyak 58.8 persen
pengeluaran dialokasikan untuk kebutuhan pangan. Kepemilikan aset responden
termasuk kategori rendah. Karakteristik lingkungan rumah termasuk kategori cukup
baik. Permasalahan keluarga, baik berkaitan dengan ekonomi, lingkungan rumah
dan pertanian termasuk rendah. Pemeliharaan lingkungan mikro yang sudah
diaplikasikan keluarga termasuk cukup baik. Pembagian peran gender masih
tergolong tradisional. Suami berperan di sektor publik atau kegiatan pekarangan,
sedangkan istri di sektor domestik atau pemeliharaan lingkungan mikro. Kategori

pembagian peran gender adalah rendah, artinya bahwa kerjasama antara suami dan
istri dalam melaksanakan kegiatan produktif, domestik dan sosial kemasyarakatan
masih kurang.
Analisis tingkat kesejahteraan subjektif dimensi fisik (55.0%) dan social
(38.0%) adalah tinggi. Sementara itu, kesejahteraan subjektif dimensi ekonomi
(76.0%), psikologi (46.0%) dan kondisi pekarangan (73.0%) termasuk rendah.
Secara umum, kesejahteraan subjektif responden termasuk rendah (50.0%), hal ini

menunjukkan responden kurang puas terhadap kondisi kehidupannya.
Analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa permasalahan keluarga
(β=-0.265, p=0.011), pemeliharaan lingkungan mikro rumah (β=0.368, p=0.000),
pembagian peran gender di publik (β=-0.234, p=0.015) dan pembagian peran
gender di domestik (β=-0.246, p=0.014) berpengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan subjektif keluarga. Pemeliharaan lingkungan mikro yang semakin
baik dan semakin baik kerjasaman antara suami istri di publik dan domestik akan
meningkatkan kesejahteraan subjektif keluarga. Sementara itu, semakin besar
beban masalah keluarga dapat menurunkan tingkat kesejahteraan subjektif
keluarga.
Kata kunci: kesejahteraan subjektif, pekarangan, pemeliharaan lingkungan mikro,
peran gender

SUMMARY
ATIKA RAHMA. The Effect of Gender Roles and Micro Environment
Maintenance toward Subjective Well-Being of Farmer Families How Own
Homeyard. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI and TIN HERAWATI.
Homeyard is one of the resources available in the home environment.
Homeyard is a plot of land to a certain extent, there are residential buildings on it
and generally planted with a variety of plant species (Soemarwoto 1994). Activity

in the homeyard is mostly done by women. This is associated with women's role as
custodian of the house and environment manager at the micro scale. Ngomen and
Foeken (2012) states that there are differences in the characteristics of the homeyard
between men and women. The characteristics of the homeyard run by women are
small area and the product used as an additional source of family foods. Meanwhile
the characteristics of the homeyard run by men are wide area and used as an
additional income. The general objective of this study is to analyze the effect of
gender roles and micro environment maintenance toward subjective well-being of
farmer families how own homeyard. Meanwhile, the specific objectives of this
study were to (1) analyze the home characteristics, the homeyard characteristics,
family problems, the micro environment maintenance and the division of gender
roles in the farmer families how own homeyard, (2) analyze the level of subjective
well-being of farmer families how own homeyard and (3) analyze the effect of the
home and homeyard characteristics, family problems, micro environment
maintenance and the division of gender roles toward subjective well-being of
farmer families how own homeyard.
Location selection is done purposively with consideration of (1) the family
has a homeyard that is used productively, (2) is the location of IPM-CRSP activity
and (3) is the strategic location of the city center. The selection of 100 families’
samples is conducted purposively, that is the intact family (the husband and wife).

Data collected is done by interview and home environment observation. The data
collected include family characteristics, home characteristics, homeyard
characteristics, family problems, micro environment maintenance, division of the
gender roles, and subjective well-being of the family. The study was conducted in
June of 2012.
The results shows that the average age of husband is 45.3 years old and wife
is 39.0 years old. The average education level of the husband and wife is a primary
school. The average number of family members is 5 people. As many as 52.0
percent of respondents earn below the minimum wage in Cianjur District 2012. A
total of 58.8 percent of expenditure is allocated to food needs. Ownership of assets
of respondents categorized as low. A characteristic of the home environment is
good enough. Family problem whether related to economics, home environment
and agriculture is low. Micro environment maintenance that has been applied by
family is good enough. The division of gender roles is still relatively traditional.
The husband plays a role in the public sector or the activities of the homeyard, while
the wife in the domestic sector or micro environment maintenance. Category
division of gender roles is low, it means that husband and wife still not enough
cooperation in carrying out productive, domestic and social activities.

Analysis of subjective well-being to physical (55.0%) and social (38.0%)

dimensions was high. Meanwhile, subjective well-being of economic (76.0%),
psychology (46.0%) and the condition of the yard (73.0%) is low. In general,
subjective well-being of the respondents is low (50.0%), indicating respondents are
less satisfied with the conditions of his life.
Multiple linear regression analysis showed that family problems (β=-0.265,
p=0.011), of micro environment maintenance (β=0368, p=0.000), the division of
gender roles in public activities (β=-0234, p=0.015) and division gender roles in
domestic activities (β=-0.246, p=0.014) significantly affects the subjective wellbeing of the family. The maintenance of the micro environment is getting better and
the better cooperation between husband and wife in public and domestic activities
will increase subjective well-being of the family. Meanwhile, improved burden of
family problems can reduce the level of subjective well-being of the family.
Keywords: subjective well-being, homeyard, micro environment maintenance,
gender roles

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PERAN GENDER DAN PEMELIHARAAN
LINGKUNGAN MIKRO TERHADAP KESEJAHTERAAN
SUBJEKTIF PADA KELUARGA PETANI
PEMILIK PEKARANGAN

ATIKA RAHMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Judul Tesis : Pengaruh Peran Gender dan Pemeliharaan Lingkungan Mikro
Terhadap Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Petani Pemilik
Pekarangan
Nama
: Atika Rahma
NIM
: I251110081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc
Ketua

Dr. Tin Herawati, SP., M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Keluarga dan
Perkembangan Anak

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 10 Juli 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah manajemen sumberdaya keluarga, dengan judul
Pengaruh Peran Gender dan Pemeliharaan Lingkungan Mikro Terhadap
Kesejahteraan Subjektif Pada Keluarga Petani Pemilik Pekarangan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc.,

M.Sc. dan Ibu Dr. Tin Herawati, SP., M.Si. selaku pembimbing serta Ibu Dr. Ir
Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. selaku dosen penguji. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Tim Gender IPM-CRSP, Bapak Ujang dan kelompok
tani IPM-CRSP di Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur, yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, suami dan anak serta seluruh keluarga atas segala
doa dan kasih sayangnya. Kepada teman-teman Program Studi Ilmu Keluarga dan
Perkembangan Anak: Vivi, Mba Alfa, Bu Lisna, Bu Dian, Bu Ema dan Bu Tita,
terima kasih atas segala dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 29 Agustus 2015
Atika Rahma

DAFTAR ISI

1

PENDAHULUAN
Latar belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
5

2

TINJAUAN PUSTAKA

6

3

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Prosedur Pemilihan Contoh
Desain dan Cara Pengumpulan Data
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
Manajemen dan Kontrol Kualitas Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional

21
21
22
22
23
26
28
29

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
31
Hasil
31
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
31
Karakteritik Keluarga
32
Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga (6 Bulan Terakhir)
33
Kepemilikan Aset
35
Karaketristik Tempat Tinggal sebagai Lingkungan Mikro
37
Karakteritik Pekarangan sebagai Lingkungan Mikro
39
Permasalahan keluarga
42
Pemeliharaan Lingkungan Mikro Rumah
44
Pembagian Peran Gender
48
Kesejahteraan Subjektif Keluarga
51
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kesejahteraan Subjektif 57
Keluarga
Pembahasan
60

5

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

63
63
63
64
69

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Variabel, jenis data, alat dan skala data penelitian
Hasil uji reliabilitas
Sebaran responden berdasarkan karakteristik suami dan istri
Sebaran responden berdasarkan besar keluarga
Sebaran responden berdasarkan pendapatan keluarga per bulan
Sebaran responden berdasarkan pengeluaran keluarga per bulan
Kepemilikan aset keluarga
Sebaran keluarga berdasarkan kategori kepemilikan aset
Sebaran responden berdasarkan penggunanan bahan bakar
Sebaran responden berdasarkan katagori karakteristik tempat tinggal
Sebaran responden berdasarkan karakteristik pekarangan
Sebaran responden berdasarkan penerimaan pekarangan per bulan
Sebaran responden berdasarkan pihak yang menjual dan menerima
hasil tanaman pekarangan
Sebaran responden berdasarkan jumlah pendapatan pekarangan yang
diterima istri
Sebaran responden berdasarkan permasalahan keluarga
Sebaran responden berdasarkan kategori permasalahan keluarga
Hubungan antar dimensi permasalahan keluarga
Sebaran responden berdasarkan kegiatan pemeliharaan lingkungan
mikro
Sebaran responden berdasarkan jarak penyimpanan sampah, pestisida
dan makanan
Sebaran responden berdasarkan kategori pemeliharaan lingkungan
rumah mikro
Hubungan antar dimensi pemeliharaan lingkungan mikro
Sebaran responden berdasarkan pembagian peran produktif
Sebaran responden berdasarkan permbagian peran domestik
Sebaran responden berdasarkan permbagian peran sosial
kemasyarakatan
Sebaran responden berdasarkan kategori peran gender
Hubungan antara pembagian peran gender publik, domestik dan
sosial kemasyarakatan
Sebaran responden berdasarkan kesejahteraan fisik
Sebaran responden berdasarkan kategori kesejahteraan fisik
Sebaran responden berdasarkan kesejahteraan ekonomi
Sebaran responden berdasarkan kategori kesejahteraan ekonomi
Sebaran responden berdasarkan kesejahteraan sosial
Sebaran responden berdasarkan kategori kesejahteraan sosial
Sebaran responden berdasarkan kesejahteraan psikologi
Sebaran responden berdasarkan kategori kesejahteraan psikologis
Sebaran responden berdasarkan kondisi pekarangan
Sebaran responden berdasarkan kategori kepuasan terhadap kondisi
pekarangan
Sebaran responden berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif
Hubungan antar dimensi kesejahteraan subjektif keluarga

22
27
33
33
34
35
35
37
38
39
40
41
41
42
42
43
44
45
46
47
48
49
50
50
51
51
52
53
53
54
54
55
56
57
57
58
58
59

39 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif 60
keluarga

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Lingkungan mikro dan lingkungan makro pada sistem keluarga 8
(Deacon dan Firebaugh 1988)
Kerangka pemikiran
20
Alur pemilihan lokasi penelitian
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat
Tabel rata-rata pengeluaran keluarga per bulan
Sebaran responden berdasarkan kondisi fisik
Sebaran responden berdasarkan sarana sanitasi
Hasil uji korelasi
Hasil uji regresi

70
71
72
73
74
77

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah di Indonesia yang hingga saat ini belum
ditemukan strategi yang tepat dalam mengatasinya. Badan Pusat Statistik (2013)
menyatakan bahwa pada Tahun 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia
sebanyak 28.55 juta orang. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui
program-program yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan keluarga, diantaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Program
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Bantuan
Operasional Sekolah dan Program Beras untuk Rumahtangga Miskin (Raskin).
Namun, upaya tersebut belum maksimal dalam mengurangi jumlah penduduk
miskin di Indonesia.
Ala (1981) menyatakan bahwa kemiskinan itu bersifat multidimensional,
artinya bahwa kebutuhan manusia itu bermacam-macam maka kemiskinan pun
memiliki banyak aspek, yaitu aspek primer dan sekunder. Aspek primer
menunjukkan kemiskinan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan dan
keterampilan, sedangkan aspek sekunder berupa jaringan sosial, sumber keuangan
dan informasi. Kemiskinan adalah keadaan seseorang yang tidak memiliki sejumlah
harta benda atau uang. Kemiskinan juga berkaitan dengan ketidakseimbangan
sumberdaya yang ada dengan jumlah penduduk serta pemanfaatan sumberdaya
yang kurang efektif dan efisien.
Sumberdaya menurut Deacon dan Firebaugh (1988) adalah segala sesuatu
yang berada dalam kontrol keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau
menghantarkan keluarga untuk mencapai tujuan. Sumberdaya dapat berasal dari
dalam keluarga atau merupakan hasil interaksi keluarga dengan lingkungan yang
dapat diakses oleh keluarga. Selanjutnya sumberdaya keluarga menurut Gross et al.
(1973) terdiri atas serangkaian pengambilan keputusan dalam penggunaan
sumberdaya keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Sumberdaya harus diketahui
potensi dan kegunaannya agar bisa memenuhi keinginan (Gross et al. 1973).
Ketersediaan sumberdaya adalah terbatas, oleh karena itu diperlukan manajemen
sumberdaya keluarga baik materi maupun non materi agar keluarga dapat
memanfaatkan sumberdaya yang terbatas secara optimal untuk mencapai
kesejahteraan keluarga (Herawati 2012).
Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 menyebutkan bahwa kesejahteraan
keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisik-materil guna hidup mandiri dan mengembangkan
diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan
kebahagiaan lahir dan batin. Sebagai sebuah sistem, keluarga mampu mengelola
dengan bijaksana sumberdaya yang melekat pada keluarga (pendapatan dan
pendidikan) dan lingkungannya (lingkungan rumah, teknologi) sehingga tujuan
keluarga tercapai.
Pekarangan merupakan salah satu sumberdaya yang ada di lingkungan
rumah. Pekarangan adalah sebidang lahan dengan batas tertentu, ada bangunan
tempat tinggal di atasnya dan umumnya ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan
(Soemarwoto 1994). Selanjutanya Soemarwoto (1994) menyatakan bahwa

2
pekarangan memiliki fungsi ganda, yaitu hidrologi, pencagaran sumberdaya gen,
efek iklim mikro, sosial, produksi dan estetika. Fungsi hidrologi dapat terlihat dari
sedikitnya erosi yang umumnya terdapat di pekarangan. Fungsi pencagaran budaya
gen terwujud dengan adanya banyak jenis tanaman di pekarangan. Efek iklim mikro
dapat dirasakan jika berada di rumah yang pekarangannya ditanami tanaman akan
lebih sejuk dibandingkan dengan pekarangan yang tidak ditanami. Sementara itu,
sebagai fungsi sosial pekarangan merupakan simbol status, saling berbagi hasil
pekarangan dam tempat berkumpul untuk berbicang-bincang serta tempat anak
bermain.
Fungsi produksi pekarangan adalah sebagai penghasil produk yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ataupun dijual sehingga
memberikan pendapatan bagi keluarga. Hasil penelitian menjukkan bahwa hasil
pekarangan dimanfaatkan untuk dikonsumsi (58.3%), dijual (14.2%) dan diberikan
kepada tetangga (54.2%) (Riza 2014). Sementara itu, hasil penelitian juga
menemukan bahwa rata-rata kontribusi pekarangan terhadap pendapatan keluarga
sebesar 4.47 persen (Yulida 2012) dan 14.2 persen (Riza 2014). Meskipun tidak
terlalu besar, namun kegiatan di pekarangan berperan cukup penting dalam
menambah pendapatan keluarga serta memberi manfaat secara sosial yang
ditunjukkan dengan saling berbagi hasil antar tetangga (Yulida 2012). Fungsi
estetika ditunjukkan dengan menanam pekarangan dengan tanaman hias, sehingga
membuat pemandangan rumah menjadi lebih indah.
Kegiatan di pekarangan lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Hal ini
dikaitkan dengan peran perempuan sebagai pemelihara rumah. Perempuan juga
merupakan manajer lingkungan pada skala mikro. Puspitawati (2013) menyatakan
bahwa berdasarkan hasil Analisis Gender Harvard dan Moser, perempuan adalah
pihak yang memiliki akses dan kontrol terhadap kegiatan pemeliharaan rumah.
Beberapa program pemanfaatan pekarangan juga menempatkan perempuan sebagai
subjek pelaksananya, seperti Gerakan Perempuan untuk Optimalisai Pekarangan
Tahun 2011 dan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Tahun 2013. Hasil
penelitian menemukan bahwa perempuan tertaik untuk melestarikan pekarangan
karena mereka memperoleh manfaat besar seperti keamanan pangan, pendapatan,
perawatan kesehatan dan keindahan lingkungan. Selain itu, pengelolaan
pekarangan tidak hanya bermanfaat secara sosial-ekonomi bagi kesejahteraan
keluarga, namun juga penting untuk meempertahankan kehidupan masyarakat serta
melestarikan keragaman hayati (Akhter et al. 2010). Namun, keterlibatan laki-laki
juga sangat penting di pekarangan, karena laki-laki memiliki keterampilan dan
pengetahuan tentang pertanian.
Pembagian peran gender sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
keluarga dalam menjalankan fungsi keluarga menuju terwujudnya tujuan keluarga
(Puspitawati 2012). Suami-istri yang terlibat dalam urusan rumahtangga juga akan
lebih mampu mengatasi konflik-konflik yang terjadi tanpa merugikan salah satu
pihak dan mengurangi adanya stres pada pasangan karir ganda akibat
menumpuknya tugas-tugas dalam rumahtangga (Rowatt dan Rowatt 1990). Selain
itu, Paloma menyatakan bahwa dengan adanya kerjasama dan komunikasi maka
individu akan dapat mengatasi masalah dengan cara kreatif dan inovatif yang
menguntungkan kedua belah pihak (Strong dan De Vault 1989). Kemitraan dalam
pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga
menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya, terbentuknya rasa

3
saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati,
akuntabilitas dalam penggunaan sumberdaya dan terselenggaranya kehidupan
keluarga yang stabil, harmonis, teratur yang menggambarkan good governance di
tingkat keluarga (Puspitawati 2012). Berdasarkan pertimbangan tersebut, penting
dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Peran Gender dan Pemeliharaan
Lingkungan Mikro Terhadap Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Pemilik
Pekarangan.

Perumusan Masalah
Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur merupakan salah
satu wilayah dataran tinggi penghasil tanaman holtikultura seperti sayuran dan
tanaman hias. Selain memiliki tanah yang subur, Kabupaten Cianjur letaknya
sangat strategis dan berkembang cepat karena berada pada jalur pariwisata Puncak
dan jalur regional Bandung – Bogor − Jakarta. Posisinya yang berada pada lintasan
antara ibukota negara dan ibukota propinsi tersebut telah memberikan implikasi
positif terhadap kegiatan perekonomian masyarakat, khususnya yang berada pada
lintasan jalur regional maupun pengembangan wilayah secara keseluruhan. Hal ini
ditunjukkan dengan berkembangnya berbagai kegiatan yang bersifat komersial dan
menjadi mata pencaharian andalan masyarakat sekitar. Peningkatan kegiatan
perekonomian juga ditunjukkan dari sektor perdagangan, perhotelan dan jasa yang
mendominasi kegiatan perekonomian di sepanjang jalur regional. Namun data BPS
Kabupaten Cianjur menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada Tahun 2012
adalah 291 488 jiwa (13.06%) atau hanya menurun sebesar 0.81 persen
dibandingkan Tahun 2011 (300 649 jiwa; 13.87%).
Kemiskinan merupakan permasalahan global dan multi dimensi,
penyebabnya tidak hanya dari segi ekonomi, namun juga aspek non ekonomi, salah
satunya adalah adanya ketimpangan kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan.
Budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan
bertugas mengurus rumahtangga. Padahal, salah satu strategi koping keluarga
miskin dalam menghadapi kondisi kemiskinan meliputi upaya-upaya alokasi
sumberdaya, khususnya tenaga kerja di dua sektor sekaligus, yaitu sektor-sektor
produksi dan non produksi (Kusumo 2009). Namun, hingga saat ini kontribusi
perempuan di sektor pertanian yang berperan terhadap kesejahteraan keluarga
kurang diperhitungkan. Hal ini juga terjadi pada kegiatan pertanian di pekarangan.
Pekarangan yang dikelola oleh perempuan area yang sempit dan ditujukan sebagai
sumber tambahan makanan keluarga, sedangkan yang dikelola laki-laki areanya
luas serta sebagai tanaman komersil (Gaspar dan Klinke 2009).
Luas lahan pekarangan Cianjur pada Tahun 2010 mencapai 3 500 ha. Hal ini
merupakan potensi bagi masyarakat setempat untuk memanfaatkannya baik untuk
memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan memberikan pendapatan. Hasil
penelitian sebelumnya menemukan bahwa budidaya pekarangan sebagian besar
dilakukan oleh perempuan. Pada aplikasinya, perempuan menghadapi hambatan
akibat kurangnya keterampilan dan pengetahuan tentang budidaya tanaman
pekarangan. Hasil pengamatan menemukan bahwa keluarga juga belum
memanfaatkan pekarangan secara maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih
adanya lahan pekarangan yang kosong, kualitas tanaman kurang baik dan bagi

4
keluarga yang memiliki lahan sempit belum mengaplikasikan metode budidaya
tanaman pekarangan seperti hidroponik (bercocok tanam dengan media air),
vertikultur (bercocok tanam dilakukan secara bertingkat) dan aeroponik (bercocok
tanam dengan media udara). Metode tersebut sangat efektif guna meningkatkan
produktifitas lahan pekarangan. Padahal hasil penelitian Puspitasari et al. (2013)
menemukan bahwa hasil pendapatan istri yang berasal dari pekarangan
berkontribusi secara signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif dan
subjektif. Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan hasil penelitian terdahulu,
maka pertanyaan yang mucnul adalah:
1. Bagaimana karakteristik tempat tinggal, karakteristik pekarangan,
permasalahan keluarga, pemeliharaan lingkungan mikro dan pembagian
peran gender pada keluarga petani pemilik pekarangan.
2. Bagaimana tingkat kesejahteraan subjektif keluarga petani pemilik
pekarangan.
3. Bagaimana pengaruh karakteristik tempat tinggal, karakteristik pekarangan,
permasalahan keluarga, pemeliharaan lingkungan mikro dan pembagian
peran gender terhadap kesejahteraan subjektif keluarga petani pemilik
pekarangan.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh peran
gender dan pemeliharaan lingkungan mikro terhadap kesejahteraan subjektif pada
keluarga petani pemilik pekarangan. Adapun tujuan khususnya adalah:
1. Menganalisis karakteristik tempat tinggal, karakteristik pekarangan,
permasalahan keluarga, pemeliharaan lingkungan mikro dan pembagian
peran gender pada keluarga petani pemilik pekarangan.
2. Menganalisis tingkat kesejahteraan subjektif keluarga petani pemilik
pekarangan.
3. Menganalisis pengaruh karakteristik tempat tinggal, karakteristik
pekarangan, permasalahan keluarga, pemeliharaan lingkungan mikro dan
pembagian peran gender terhadap kesejahteraan subjektif keluarga petani
pemilik pekarangan.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagi penulis mengenai nilai keluarga, keberagaman
keluarga dalam menjalankan aktivitas keluarga, khususnya berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan mikro rumah dan pembagian peran gender
dalam mengelola lingkungan mikro rumah.
2. Memperkaya kajian mengenai ilmu keluarga terutama berkaitan dengan
ekologi keluarga dan pembagian peran gender.
3. Memberikan manfaat bagi keluarga contoh terkait pentingnya pemeliharaan
lingkungan rumah dan pembagian peran gender dalam mencapai tujuan
keluarga yang sejahtera.

5
4. Menjadi masukkan bagi pihak-pihak terkait, terutama Pemerintah
Kabupaten Cianjur dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga
khususnya petani pemilik pekarangan.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi untuk mengkaji pembagian peran
gender, pemeliharaan lingkungan mikro dan kesejahteraan subjektif pada keluarga
petani pemilik pekarangan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur. Adapun hasil penelitian akan memberikan gambaran tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif pada keluarga petani pemilik
pekarangan di lokasi penelitian.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Struktural Fungsional
Pendekatan struktural fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang
diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam
masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan
sosial masyarakat. Secara garis besar fakta sosial yang menjadi pusat perhatian
sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur sosial dan pranata sosial. Menurut teori
struktural fungsional, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu
sistem sosial yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling
berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Pendekatan teori ini mengakui adanya
segala keragaman dalam kehidupan sosial dan keragaman ini merupakan sumber
utama dari adanya struktur masyarakat. Keragaman dalam fungsi suatu sistem
sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sistem tersebut. Asumsi dasar dari
teori struktural fungsional, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar
kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang
mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat
tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam
suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat merupakan kumpulan sistemsistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.
Asumsi yang melekat pada teori struktural fungsional menurut Parsons
adalah (Ritzer 2012):
1. Sistem mempunyai keseimbangan dan saling ketergantungan antar
bagiannya.
2. Sistem cenderung menuju keseimbangan
3. Sistem mungkin statis atau terlibat dalam sutu proses perubahan yang
teratur.
4. Sifat dasar satu bagian dari sistem merupakan bagian dari sistem dan
berpengaruh terhadap keseimbangan sistem.
5. Sistem-sistem memelihara batas dengan lingkungannya.
6. Alokasi dan integritas adalah dua proses fundamental yang diperlukan untuk
tercapainya keadaan seimbang dari suatu sistem.
Menurut Parson (Ritzer 2012) ada empat fungsi penting yang mutlak
dibutuhkan bagi semua sistem sosial termasuk sistem keluarga, meliputi adaptasi
(A), pencapaian tujuan atau goal attainment (G), integrasi (I), dan Latensi (L).
Fungsi adalah suatu kegiatan-kegiatan yang kompleks yang diarahkan untuk
pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem tersebut (Ritzer
2012). Empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua sistem agar tetap bertahan
(survive), penjelasannya sebagai berikut:
1. Adaptation: sistem harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi
situasi eksternal yang gawat, dan sistem harus bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk
kebutuhannnya.
2. Goal attainment; pencapainan tujuan sangat penting, dimana sistem harus
bisa mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

7
3. Integration: artinya sebuah sistem harus mampu mengatur dan menjaga
antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu
mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGL).
4. Latency: laten berarti sistem harus mampu berfungsi sebagai pemelihara
pola, sebuah sistem harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola
individu dan kultural.
Megawangi (2005) menyebutkan perspektif teoritis struktural fungsional
pada awalnya dikembangkan untuk menganalisis keadaan sosial kemasyarakatan
secara umum. Struktural fungsional sering menggunakan konsep sistem ketika
membahas struktur atau lembaga sosial. Sistem ialah organisasi dari keseluruhan
bagian-bagian yang saling tergantung. Fungionalisme struktural terdiri dari bagian
yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung. Struktur yang terdapat di
masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah layaknya
sebuah sistem. Hal ini dikarena sistem cenderung ke arah keseimbangan maka
perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga
mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan
perkembangan kehidupan manusia.

Ekologi Keluarga
Ekosistem merupakan keseluruhan dari organisme dan lingkungan yang
saling berinteraksi dan ketergantungan (Deacon dan Firebaugh 1988). Perspektif
ekologi menyatakan bahwa semua yang ada saling berhubungan dan
ketergantungan. Ekologi keluarga adalah ilmu yang mempelajari ketergantungan
antara keluarga dan lingkungannya. Teori ekologi keluarga menjelaskan bagaimana
keluarga mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan di sekitarnya. Keluarga
sebagai ekosistem merupakan perpaduan antara pandangan keluarga sebagai suatu
sistem dengan perspektif ekologi yang memandang keluarga sebagai suatu
ekosistem (Puspitawati 2013). Anggota keluarga terkait satu dengan yang lain
melalui pola pengaruh resiprokal, jaringan fisik dan sosial. Keluarga memproduksi
sumberdaya dalam bentuk energi. Keluarga menghasilkan, memeliharan dan
mengatur penggunaaan energi baik di pertanian maupun industri. Fungsi keluarga
sangat mempengaruhi jaringan pertukaran energi secara global. Pada saat yang
sama, keluarga dipengaruhi oleh lingkungan luar sehingga keluarga mengalami
transaksi dengan lingkungan di sekelilingnya (Puspitawati 2013).
Cakupan ekologi keluarga terdiri dari keluarga (desa dan kota), kebutuhan
(primer, sekunder dan tersier), nilai (absolut, relatif, intrinsik, ekstrinsik,
instrumental), tujuan (jangka pendek, menengah dan panjang), sumberdaya (materi,
antara, sumberdaya manusia), kecerdasan manusia (IQ, EQ, ESQ), manajemen
(waktu, pekerjaan, keuangan, energi, stres), pengambilan keputusan (otoriter,
demokratis), kegiatan untuk bertahan, komunikasi (langsung, tidak langsung,
terbuka, tertutup, searah, dua arah), perkembangan manusia atau keluarga, kualitas
hidup manusia dan kualitas lingkungan (Puspitawati dan Krisnatuti 2007). Menurut
Deacon dan Firebaugh (1988) subsistem keluarga terdiri atas lingkungan mikro
(fisik dan sosial), lingkungan makro (sistem masyarakat, politik, teknologi, sosial

8
budaya dan ekonomi) dan lingkungan makro (alami, buatan, biologi dan fisik)
(Gambar 1).
Lingkungan mikro mengacu kepada lingkungan yang terdekat dengan
keluarga, yaitu lingkungan fisik dan sosial dari sistem keluarga. lingkungan yang
terdekat dengan sistem keluarga termasuk wilayah yang memiliki hubungan pribadi
atau kegiatan sehari-hari, yaitu 1) Unit tempat tinggal dan sekitarnya, 2) Semua
objek yang dapat memperbesar lingkungan atau mendukung tujuan dari setiap
anggota dan 3) Sistem biologi, termasuk tumbuhan, hewan, anggota keluarga.
Lingkungan fisik pada lingkungan mikro dapat berupa rumah, apartemen, kamar
atau pagar yang mambatasi wilayah tersebut. Tempat tinggal dipelihara dan diatur
agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya, seperti kebutuhan akan ketenangan
dan keakraban, kebutuhan untuk melakukan rangsangan psikologis, mendorong
kreatifitas, menanamkan pemahaman makna suatu tempat dan konsep milik pribadi
serta kebutuhan untuk berhubungan dengan sistem lainnya (Puspitawati 2013).
Sementara itu, lingkungan sosial adalah berhubungan dengan interaksi antara
anggota keluarga dengan tetangga, teman dan kerabatnya variasi yang berhubungan
dengan siklus keluarga, umur, status sosial ekonomi dan latar belakang budaya
(Deacon dan Firebaugh 1988). Kesimpulannya hubungan antara keluarga dan
individu dengan lingkungan fisik dan sosial yang terdekat sangat penting untuk
memahami dan mendukung pemanfaatan sumberdaya agar lebih efektif untuk
mencapai tujuan keluarga.

Gambar 1 Lingkungan mikro dan lingkungan makro pada sistem keluarga
(Deacon dan Firebaugh 1988)

9
Lingkungan makro terletak di luar sistem keluarga dan lingkungan mikro.
Lingkungan makro seringkali tidak bisa dikontrol oleh keluarga. Namun, pengaruh
lingkungan makro terhadap keluarga cukup besar dan dapat mempengaruhi
kehidupan keluarga. Pengaruh-pengaruh tersebut diantaranya keluarga dibatasi
oleh norma, nilai atau peraturan budaya di tempat tinggalnya (sosial budaya),
kehidupan keluarga dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
(politik), pekerjaan keluarga terbatukan oleh peralatan-peralatan rumahtangga
(teknologi) dan daya beli keluarga menentukan kestabilan perekonomian suatu
Negara (ekonomi).
Pemeliharaan Lingkungan Mikro dan Pekarangan
Rumah merupakan suatu sistem yang bagiannya saling berhubungan
(Goldsmith 2010). Sistem rumah terdiri dari sistem hidup (anggota keluarga,
tumbuhan, hewan, tetangga) yang merupakan sistem terbuka dan berekasi dan
merespon satu sama lain dan sistem non-hidup (udara, temperatur, air, radiasi dan
sebagainya). Hasil penelitian Cornell (Beyer 1955) menunjukkan bahwa memiliki
rumah yang nyaman lebih penting dibandingkan memiliki banyak pakaian dan
menikmati liburan yang mahal. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman menyatakan bahwa rumah adalah bangunan
gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan
keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
Kesimpulannya adalah fungsi rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh dan
berlindung anggota keluarga, namun juga tempat terbinanya hubungan harmonis
antar anggota keluarga melalui cinta, kasih sayang, saling pengertian dan memiliki.
Rumah merupakan bagian dari lingkungan mikro dalam ekosistem keluarga
(Deacon dan Firebaugh 1988). Rumah ditata sedemikian rupa sehinggga dapat
memenuhi kebutuhan keluarga akan ketenangan dan keakraban, kebutuhan untuk
melakukan rangsangan psikologis, mendorong kreatifitas, menanamkan
pemahaman makna sutu tempat dan konsep milik pribadi serta kebutuhan untuk
berhubungan dengan sistem lainnya (Puspitawati 2013). Selanjutnya dinyatakan
juga bahwa lingkungan tersebut akan menjadi penyangga bagi keluarga dalam
menyerap berbagai masukkan yang datang dari lingkungan makro (Puspitawati
2013). Oleh karena itu, untuk mencipatakan lingkungan rumah yang nyaman, bersih
dan sehat diperlukan manjemen rumah. Manajemen rumah merupakan proses yang
dilakukan dengan baik dalam menjaga rumah dan asetnya serta mengawasi kegiatan
rumahtangga. Mengelola rumah sama dengan mengelola bisnis, membutuhkan
keterampilan seperti perencanaan, pengorganisasian, penganggaran dan
mengarahkan. Manajemen rumah juga membantu anggota keluarga terlindung dari
polusi, stres, keborosan, sumber penyakit dan lainnya.
Pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan
dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu
keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup
atau apotik hidup. Dalam kondisi tertentu, pekarangan dapat memanfaatkan kebun/
rawa di sekitar rumah. Pemanfaatan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola
melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan
menjamin ketersediaan bahan pangan yang beraneka ragam secara terus menerus,
guna pemenuhan gizi keluarga.

10
Pengertian pekarangan menurut Arifin (Puspitawati 2012) adalah:
1. Pekarangan merupakan sebidang tanah yang berada di sekitar rumah dengan
status pemilikan pribadi dan memiliki batas-batas yang jelas. Batas fisik
pekarangan seperti tembok, pagar besi, pagar tanaman, gundukan tanah,
parit, patok, tonggak batu atau tanaman di ujung-ujung lahan bergantung
pada adat, kebiasaan, sosial-budaya masyarakat.
2. Pekarangan dari sudut ekologi merupakan lahan dengan sistem yang
teritegrasi dan mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai
pemilik dan penghuninya dengan tanaman yang tumbuh dan ditumbuhkan
serta hewan-hewan yang diternakan.
3. Pekarangan sebagai habitat suatu keluarga dalam bentuk halaman rumah
atau taman rumah memiliki fungsi mjultiguna antara lain sebagai tempat di
praktikannya sistem agroforestry, konservasi sumberdaya genetik,
konservasi tanah dan air, produksi bahan pangan dari tumbuhan dengan
sosial budaya.
4. Pekarangan merupakan lahan yang potensial sebagai salah satu lahan untuk
produksi pertanian, sumber plasma nutfah, dan sebagai ruang terbuka hijau
yang dapat menyerap karbon yang efektif.
5. Pekarangan berperan dalam ketahann pangan mesyarakat desa dan
konservasi keragaman jenis biologi.
6. Pekangan sebagai self-propagating function, self-nourishing function, selfgoverning dan self-fulfilling function.
Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna.
Fungsi pekarangan adalah untuk menghasilkan: (1) bahan makan sebagai tambahan
hasil sawah dan tegalnya; (2) sayur dan buah-buahan; (3) unggas, ternak kecil dan
ikan; (4) rempah, bumbu-bumbu dan wangi-wangian; (5) bahan kerajinan tangan;
(7) uang tunai. Usaha di pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai dengan
potensi pekarangan, disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi
rumahtangga, juga dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga.
Menurut Saikoni (2011) kategori luas pekarangan dapat dikategorikan sebagai:
pekarangan sempit (< 120 M2), pekarangan sedang (120 – 400 M2), pekarangan luas
(400 – 1000 M2) dan pekarangan sangat luas (> 1000 M2).
Manajemen Sumberdaya Keluarga
Sumberdaya menurut Deacon dan Firebaugh (1988) adalah segala sesuatu
yang berada dalam kontrol keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau
menghantarkan keluarga untuk mencapai tujuan. Sumberdaya dapat berasal dari
dalam keluarga atau merupakan hasil interaksi keluarga dengan lingkungan yang
dapat diakses oleh keluarga. Sumberdaya harus diketahui potensi dan kegunaannya
agar bisa memenuhi keinginan (Gross et al. 1973). Dengan melakukan manajemen
kehidupan seseorang bisa teratur dan efektif (Deacon dan Firebaugh 1988).
Menurut Gross et al. (1973) sumberdaya keluarga terdiri atas serangkaian
pengambilan keputusan dalam penggunaan sumberdaya keluarga untuk mencapai
tujuan keluarga. Dengan kata lain, manajemen sumberdaya keluarga mencakup
semua bentuk perilaku untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem

11
manajemen menunjukkan saling ketergantungan dan saling keterhubungan di
antara sistem keluarga dengan sistem di sekelilingnya karena manajemen
dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan.
Deacon and Firebough (1988) mengkategorikan sumberdaya menjadi
sumberdaya manusia dan sumberdaya materi. Sumberdaya manusia meliputi
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan anggota keluarga. Sumberdaya materi
mencakup barang atau benda, jasa, waktu dan energi (Deacon dan Firebaugh 1988).
Rumah dan lingkungannya merupakan salah satu sumberdaya bagi keluarga.
Rumah dan lingkungannya ditata sedemikian rupa sehinggga dapat memenuhi
kebutuhan keluarga akan ketenangan dan keakraban, kebutuhan untuk melakukan
rangsangan psikologis, mendorong kreatifitas, menanamkan pemahaman makna
tempat dan konsep milik pribadi serta kebutuhan untuk berhubungan dengan sistem
lainnya (Puspitawati 2013). Rumah merupakan suatu sistem yang bagiannya saling
berhubungan (Goldsmith 2010). Sistem rumah terdiri dari sistem hidup (anggota
keluarga, tumbuhan, hewan, tetangga) yang merupakan sistem terbuka dan bereaksi
dan merespon satu sama lain dan sistem non-hidup (udara, temperatur, air, radiasi
dan sebagainya). Hasil penelitian Cornell (Beyer 1955) menunjukkan bahwa
memiliki rumah yang nyaman lebih penting dibandingkan memiliki banyak pakaian
dan menikmati liburan mahal. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa lingkungan
tersebut akan menjadi penyangga bagi keluarga dalam menyerap berbagai
masukkan yang datang dari lingkungan makro (Puspitawati 2013). Oleh karena itu
untuk mencipatakan lingkungan rumah yang nyaman, bersih dan sehat diperlukan
manajemen lingkungan rumah. Manajemen lingkungan rumah merupakan proses
yang dilakukan dengan baik dalam menjaga rumah dan asetnya serta mengawasi
kegiatan rumahtangga. Pengelolaan rumah sama dengan mengelola bisnis,
membutuhkan keterampilan seperti perencanaan, pengorganisasian, penganggaran
dan mengarahkan. Manajemen lingkungan rumah juga membantu anggota keluarga
terlindung dari polusi, stres, keborosan, sumber penyakit dan lainnya.

Teori Gender
Kata ‘gender’ dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat
serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan
jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara
perempuan dan laki-laki-namun kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini
menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku, dan
pada gilirannya hak-hak, sumberdaya, dan kuasa. Kendati tuntutan ini bervariasi di
setiap masyarakat, tapi terdapat beberapa kemiripan yang mencolok, misalnya,
hampir semua kelompok masyarakat menyerahkan tanggung jawab perawatan anak
pada perempuan, sedangkan tugas pencari nafkah diberikan pada laki-laki.
Ketidakadilan gender muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap
konsep gender yang disamakan dengan konsep seks. Konsep seks adalah suatu sifat
yang kodrati (given), alami, dibawa sejak lahir dan tak bisa diubah-ubah. Konsep
seks hanya berhubungan dengan jenis kelamin dan fungsi-fungsi dari perbedaan
jenis kelamin itu saja, seperti bahwa perempuan itu bisa hamil, melahirkan,
menyusui, sementara lelaki tidak. Adapun konsep gender bukanlah suatu sifat yang
kodrati atau alami, tetapi merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural yang telah

12
berproses sepanjang sejarah manusia. Konsep kesetaraan gender menyatakan
bahwa perempuan dan laki-laki merupakan mitra sejajar yang harus memperoleh
kesempatan yang sama untuk berkembang dan mempunyai andil yang seimbang
terhadap pembangunan di berbagai bidang sektor.

Kesejahteraan Keluarga
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 menjelaskan bahwa yang disebut
sebagai ketahanan atau kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang
memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil
guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup
harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.
Berdasarkan penjelasan kedua undang-undang di atas menunjukkan bahwa
kesejahteraan dalam keluarga diukur dengan materi, seperti tingkat ekonomi atau
yang dikenal dengan kesejahteraan objektif serta diukur dengan aspek non materi
seperti kebahagiaan dan keharmonisan atau yang dikenal dengan kesejahteraan
subjektif.
Kesejahteraan Objektif
Pendekatan objektif diturunkan dari data kuantitatif diperoleh dari angkaangka yang langsung dihitung dari aspek yang ditelaah. Pendekatan objektif atau
disebut dengan istilah kesejahteraan objektif melihat bahwa tingkat kesejahteraan
individu atau kelompok masyarakat hanya diukur secara rata-rata dengan patokan
tertentu baik ukuran ekonomi, sosial, maupun ukuran lainnya. Dengan kata lain,
tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan pendekatan yang baku (tingkat
kesejahteraan masyarakat semuanya dianggap sama). Ukuran yang sering
digunakan yaitu terminologi uang, pemilikan akan tanah, pengetahuan, energi,
keamanan, dan lain-lain.
Metode pengukuran yang digunakan untuk menganalisis kesejahteraan
objektif antara lain:
1. BPS: menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Badan Pusat Statistik menetapkan garis kemiskinan
berdasarkan tingkat kecukupan konsumsi kalori yaitu 2 100 kalori per kapita
per hari. Suatu keluarga digolongkan sangat miskin jika pendapatannya
hanya mampu memenuhi kebutuhan minimum kalori yang ditetapkan,
sedangkan bila pendapatannya selain mampu mencukupi kebutuhan
kalorinya juga mampu memenuhi kebutuhan pokok lainnya seperti
perumahan, air, sandang, dan pendidikan digolongkan sebagai keluarga
miskin.
2. Garis Kemiskinan (GK): Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non
Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai
penduduk miskin.

13
3. Ukuran dari Sayogyo: Sayogyo memberikan batas garis kemiskinan untuk
masyarakat pedesaan setara dengan 20 Kg beras perkapita perbulan dan bagi
masyarakat perkotaan sama dengan 30 Kg beras perkapita per bulan.
4. Ada 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/ rumah
tangga dikategorikan miskin berdasarkan kriteria penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT) adalah:
a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 M2 per orang.
b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan.
c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/ tembok tanpa diplester.
d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan
rumah tangga lain.
e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
f. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/
sungai/air hujan.
g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/
minyak tanah.
h. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam
seminggu.
i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesma