Kajian Teknik Penangkaran Ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah

KAJlAN TEKNIK PENANGKARAN
ULAR SANCA HIJAU (Chondropjttlzon viridis)
DI CV TERRARIA INDONESIA DAN TAMAN REPTILIA
,

TAMAN MINI INDONESIA INDAH

..
Atit Kusuma Hapsari
1

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA KUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2004

Atit Kusuma Hapsari (E03498045). Kajian Teknik Penangkaran Ular Sanca Hijau

(Chondropython viridis) di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia Taman Mini
Indonesia Indah. (Di bawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Burhanuddin

Masy'nd, MS).
Pemanfaatan ular oleh manusia semakin beragan1 macamnya, diantaranya sebagai
obat, bahan baku produk fashion, dan juga sebagai binatang peliharaan. Makin beragam dan
banyaknya pemanfaatan ular oleh manusia dapat mengakibatkan semakin tingginya tingkat
permintaan akan ular. Jika melihat kondisi lingkungan saat ini, dimana tekanan terhadap
habitat sahva semakin tinggi, maka sudah saatnya manusia tidak lagi mengandalkan dam
untuk memenuhi kebutuhan &an satwa.
Penangkaran adalah jalan keluar untuk dapat memenuhi kebutuhan sahva tanpa hams
memburunya di alanl. Mengelola usaha penangkaran bukanlah ha1 yang mudah, ada beberapa
aspek yang perlu diperhatikan. Penelitian ini menitikberatkan pada aspek teknis penangkaran.
Penelitian dilakukan di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia TMII. Kedua penangkaran
tersebut mempunyai tujuan yang berbeda dalam pengelolaan penangkarannya. CV Terraria
bergerak untuk tujuan ekonomi, sedangkan Taman Reptilia TMIl bergerak untuk tujuan
wisata.

CV Terraria dan Taman Reptilia TMII memiliki bentuk dan sistem penangkaran yang
sama, yaitu penangkaran exsitu dengan sistem pengelolaan intensif. Dalam pengadaan bibit,

CV Terraria mendapatkannya dari alam dan hasil breeding, sedangkan Taman Reptilia TMII
mendapatkannya dari penangkar lain, sumbangan, dan import. PemiIihan bibit di CV Terraria

dilakukan berdasarkan warna ular, kesehatan ular, dan asd daerah. Kriteria tersebut
dimaksudkan supaya didapatkan calon induk yang berkualitas. Di Taman Reptilia, pemilihan
bibit berdasarkan keunikan jenis sehingga dapat menarik perhatian pengunjung.
Ular yang baru datang akan diadaptasikan dan diaklimatisasikan terlebih dulu
sebelum disatukan dengan ular yang lain. Hal ini dilakukan untuk mengurangi stres akibat
pinch!! 4e l i ~ g h n g a ayag

bar^ dul wtuk mc~cegah~ a s u l a y apcnyakit dari lux. Teknik

adaptasi dan aklimatisasi di CV Terraria dibedakan untuk jenis yang tidak ditangkarkan dan
untuk calon indxk. Lama pengkarantinaan untuk jenis yang tidak ditangkarkan adalah 1-2

minggu dan calon induk selama 2 tahun. Di Taman Reptilia, teknik adaptasi dan
aklimatisasinya sama untuk semua jenis, lamanya 1-2 minggu.
Sistem perkandangan di CV Terraria dibagi berdasarkan umur ular, ukuran ular,
fungsi kandang. Taman Reptilia membaginya berdasarkan fungsi saja. Bentuk dan ukuran
kandang yang digunakan dikedua tempat tersebut berbeda. CV Terraria memilih bentuk dan
ukuran kandang yang kecil dan sederhana. Bahan pembuatan kandang terbuat dari plastik
dengan substrat berupa kertas koran. Pemilihan tersebut didasarkan atas kepraktisan,
kemudahan dalam memperoleh kandang, dan juga keefisienan tempat. Kandang di Taman

Reptilia berukuran besar dan terbuat dari kaca. Kandang didesain seindah mungkin supaya
terlihat alami dan menarik.
Dalam ha1 pakan, jenis pakan yang diberikan di CV Terraria dan Taman Reptilia
berbeda. CV Terraria memberikan tikus putih seminggu sekali, sedangkan Taman Reptilia
memberikan anak ayam sebagai pakan utama dan marmut sebagai pakan selingan. Pemberian
pakan utama dan pakan selingan dilakukan seminggu sekali pada hari yang berbeda. Pakan
selingan diberikan untuk menutupi kurangnya zat kalsium pada anak ayam. Mattison (1988)
menyatakan bah~rakandungan zat kalsium pada anak ayam tergolong rendah sehingga
kurang baik untuk pertumbuhan sahva. Pakan diberikan dalam keadaan hidup.
Penyakit pada ular dapat disebabkan oleh stres, sanitasi kandang

yAg kurang baik,

dan tcrtular penyakit yang berasal dari daerah lain (Maiiison 1988; Hoaegger, 1975).
Penyebab penyakit yang terakhir merupakan ha1 yang dapat menyebabkan penyakit parah
ataupun kematian pada ular. Penyakit yang menyerang ular di CV Terraria adalah mouth-rot>
radang gusi, flu, kutu, cacing, dan konstipasi. Penyakit yang menyerang ular di Taman
Reptilia adalah mouth-rot, radang gusi, kutu, cacing, maag, flu, dan anoreksia. Yenyakit yang
sering menyerang ular di kedua tempat tersebut umumnya adalah penyakit yang ringan, oleh
karena itu penanganannya dilakukan sendiri oleh pengelola. Obatdbatan yang digunakan

merupakan obat-obatan yang digunakan oleh manusia, hanya dengan dosis yang berbeda.
Kegiatan reproduksi di CV Terraria merupakan suatu ha1 yang sangat penting.
Kegiatan ini biasanya dimu1ai'~adabulan April. Persiapan-persiapan yang dilakukan meliputi
persiapan kandang dan persiapan induk. Induk yang siap kawin diketahui dari kulitnya yang
teilihat berntinyak clan jika dserah tli sekitar kloaka. diieka~lmaka a h keluar ~aiiail
benvarna putih pada induk jantan dan benvarna coklat pada induk bstina. Keberhasilan
perkawinzn dapat diketahui 1 bulan se~elabnjja.Waktu d x i fertilisasi hingga uular bertelur
adalatl 7 i hari. J~%:ahtelur rak-xta iO-is buiir. Tclur yaug Ulgihasilkar, 6ibiarkan dierarni

oleh induknya atau dipindahkan ke inkubator. Suhu inkubator berkisar antara 30°C-32°C
dengan RH sekitar 90 %-92 %. Telur akan menetas dalam 53 hari.
Berbeda dengan CV Tenaria, kegiatan reproduksi di Taman Reptilia bukanlah hal
yang dipnoritaskan. Tidak ada perlakuan khusus terhadap ular-ular yang akan berkembang
biak. Ular-ular yang berkembang biak di Taman Reptilia adalah ular-nlar yang dikandangkan
lebih dari satu ekor ular dalam satu kandang, seperti ular Taliwangsa, ular Karung, ular
Dipong, dan ular Sanca Batik. Telur-telur yang dihasilkan biasanya dibiarkan di kandang atau
dipindahkan ke kandang karantina dan diletakkan di suatu kotak dengan substrat b e ~ p a
vermikulit. Persentase telur yang dapat menetas tidaklah banyak, kurang dari 50 %.
Pengamatan terhadap perilaku reproduksi dilakukan di CV Terratia pada ular Sanca
Hijau (Chonropyfhon viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan AN. Perilaku

reproduksi yang tejadi meliputi perilaku mendekati pasangan, courtship, dan kopulasi.
Waktu rata-rata yang diperlukan oleh ular Sanca Hijau yang berasal dari Papua untuk
melakukan pendekatan, courtship, dan kopulasi secara berturut-tumt adalab 9,67 menit, 123
menit, dan 621,67 menit. Total waktu mulai dari pendekatan hiigga selesai kawin adalah 932
menit atau 15 jam 32 menit. Sedangkan untuk ular Sanca Hijau yang b e d dari Kepulauan
AN, waktu rata-rata yang diperlukan untuk pendekatan, courtship, dan kopulasi adalah 13
menit; 101,67 menit, dan 680,67 menit. Total walcdunya 944 menit atau 15jam 44 menit. Dari
hasil perhitungan didapatkan thi,,, untuk pendekatan, courtship, dan kopulasi masing-masing
sebesar 0,79; 0,38; dan 0,30. Jika dibandigkan tub, yang nilainya sebesar 4,604 maka dapat
diambil kesimpulan bahwa durasi dari tahapan perilaku reproduksi ular Sanca Hijau
(Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Am tidak berbeda nyata
atau dapat dikatakan relatif sama.
Penilaian terbadap aspek teknis penangkaran dilakukan dengan mengacu pada
Rancangan Pedoman Standar Kualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar dari
Departemen Kehuianm. Skor maksilncuii h

i

minimuin untuk CV Teiianiaadaiab 2,;865


hi

0,4773, sedangkan untuk Taman Reptilia adalah 2,429 dan 0,4858. Total skor yang diperoleb
oleh CV Terraria adalah 1,9085, sedangkan Taman Reptilia sebesar 1,6018. Total skor
keduanya masih diatas nilai rata-rata dari total skor masing-masing. Hal ini menandakan

Jika
bahwa penerapan asp& t e h i s di ksdua penmgkaran tersebut tergolong c ~ h baik.
p
dibandingkan antara keduanya, maka CV Terraria memiliki nilai yang tinggi. Artinya
pelaksanaan aspek teknis di CV Terraria lebih maksimal daripada di Taman Reptilia TMII.

KAJlAN TEKNM PENANGKARAN

ULAR SANCA HIJAU (Chondropython viridis)
Dl CV TERRARIA INDONESIA DAN TAMAN REPTILU
TAMAN MINI INDONESIA INDAH

ATIT KUSUMA HAPSARI


Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gela~
Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOSOR
BOGOR
2004

: K ~ J I A NTEKNIK PENANGKARAN ULAR SANCA HIJAU

Judul Penelitian

(Chondropython viridis) DI CV TERRARIA INDONESIA DAN
TAh4AN REPTILIA TAMAN MMI INDONESIA MDAH
Nama Mahasiswa

: ATlT KUSUMA HAPSARI


Nomor Pokok

: E03498045

Departemen / Fakultas

: KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN / KEHUTANAN

Pembimbing I1

Pembimbing 1

f

Ir. Agus Priyono, MS

Ir. Burhanuddin Masy'ud, MS

Tanggal :


Tanggal :

Mengetahui :
Ketua Departemen Konservasi Surnberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan

Tanggal:

, i

:i

'-

FEB 2004

RIWAYAT HIDUP
Atit Kusuma Hapsari lahir di Jakarta tahun 1979. Pemah bersekolah di Sekolah
Dasar Negeri VI Ciputat Tangerang dan lulus pada tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke

Sekolah Menengah Pertama 19 di Jakarta dan lulus pada tahun 1995. Setelah itu, bersekolah
di Sekolah Menengah Umum 70 Bulungan Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Selama
menuntut ilmu di SMU 70, pemah mengikuti kegiatan ekstrakulikuler Palang Merah Remaja
(PMR) dan Rohani Islam.
Pada tdlun 1998, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN),
mulai melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor tepatnya di Fakultas Kehutanan
Jumsan Konservasi Sumberdaya Hutan. Bulan Juli-Agustus 2001 mengikuti Praktek Umum
Kehutanan (PUK) di jalur Cilacap-Baturraden dan Praktek Umum Pel~genalanHutan (PUPH)
di Pemalang-Pekalongan. Bulan Maret-April2002 mengikuti Praktek Keja Lapang (PKL) di

HTI Mumi Sagu PT National Timber and Forest Produk di Riau. Saat menuntut ilmu di
fakultas tersebut, pernah juga mengikuti kegiatan Kelornpok Pemerhati Reptil dan Amphibi

(KPRA) yang terdapat di ban& naungan Himpunan Mahasiswa Konservasi (Himakova).

KATA PENGANTAR
Skripsi dengan judul "Kajian Teknik Penangkaran Ular Sanca Hijau (Chondropython
viridis) di CV Terraria Indonesia d a i Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah" ini
disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia
Taman Mini Indonesia Indah selama 4 bulan. CV Terraria Indonesia dan Tanian Reptilia

TMII menipunyai tujuan yang berbeda dalam pengelolaan penangkarannya, yang satn
bergerak untuk tujuan ekspor dan yang satunya lagi bergerak untuk tujuati wisata. Skripsi ini
membahas mengenai aspek teknis penangkaran yang diterapkan di kedua tempat tersebut.
Bab pertama &lam skripsi ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan manfaat dari
penelitian. Bab kedua me~apakantinjauan pustaka hasil studi literatur mengenai biologi ular
secara m u m dan juga mengenai aspek teknis penangkaran nlar. Tinjauan pustaka ini
dijadikan bahan acuan atau pun bahan perbandingan dengan kondisi di lapangan. Bab ketiga
adalah metodologi penelitian yang berisi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknik
pengumpulan data di lapangan, dan pengolahan data yang telah diperoleh. Kondisi umum
kedua pemsahaan dapat dilihat pada bab keempat. Bab kelima l n e ~ p ~ k aliasil
~ l dan
penibahasan penelitian ini yaig nieliputi bentuk dan sisteni penangkaran, pengadaan bibit,
adaptasi dan akliniatisasi, perkandangan, pakan satwa, penyakit dan kesehatan, reproduksi
dan teknik penetasan telur, perilaku reproduksi, clan penilaian aspek teknis penangkaran. Bab
keenam atau bab terakhir dari skripsi ini berisi kesimpnlan dan saran dari penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu saran dan kritik yang dapat memperbaiki kekurangan skripsi ini akan diterima
dengan pikiran terbuka.
Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Bapak Ir.
Agus Priyono, MS dan Bapak Ir Burhanuddin Masy'ud, MS selaku dosen pembimbing, serta
Bapak Ir. Nana Mnlyana Arifjaya, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinnjaji selaku
dosen penguji, juga pada Bapak Budiyanto Tasma (Direktur CV Terraria) dan Ibu Ir. Erny
Maryanti (Asisten Manager Taman Reptilia TMII) beserta staf-stafhya yang telah membantu
selama pelaksanaan penelitian. Dzn +aklupa, terima kasih banyak pada keluarga dan temanteman yang selaln ~nemberidukungan selama penyusunan skripsi ini.

DAFTAR IS1
DAFTAR IS1 ...................... ;.................................................................

i

DAFTAR TABEL

111

DAFT-

...

GAMBAR ...............................................................................

DAFTAR LAMPIRAN
I.

iv

v

PENDAHULUAN
A. Latar Belakan

1

B. Tujuan Penelitian

2

C. Manfaat Peneliiian.........................................................................

2

I1. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Ular .............................................
B. Morfologi Ular ...............

,...............................

3

..................... 3

C . Distribusi dan Geografi Ular

4

D. Perilakn Ular ................................................................................

4

1. Basking (beje~nur)...........

5

2. Makan .....................................................................................

5

3 . Shedding (ganki kulit) .........

3

4. Reproduksi............................................................................... 6

..

5 . Pertahanan dm ........................................................................... 7
E. Pemanfaatan Ular ........................................................................... 8
..

F . Defimsi Penangkarm .......................................................................

9

G. Ketentuan-ketentuan Dalam Usaha Penangkaran......................................

9

H . Aspek Teknis Penangkaran...............................................................

10

1. Bentuk dan Sistem Penangkar

11

9 . &tenag&eij:rjzsn .........................................................................

18

..
2. Pengadaan Blbtt ..........................................................................I 1
3 . Adaptasi dan Aklimatisasi............................................................. 11
4 . Perkandangan............................................................................
12
5 . Pakan dan Air ............................................................................ 12
6 . Fenyakit dan Perawsm Kesehaian .................................................. 13
15
7 . Reproduksi dan Teknik Penetasan Telu
8. Pemcliharaan Satwa..................................................................... 17

HI. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...... ... ... ... ......... ... ... ... ...... ...... ... ...... .. . ... ..19

..

B. Metode penellban ... ... ......... ...... ...... ......... ......... ...... ...... .., ,...... ,... .,..19
1. Alat-alat.: .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...... ... .,. ... .,. ... .,.,.. ... ... I 9
.

2. Metode pengambilan data

9

a. Studi literatur... ...... ... ... .......... .. .................. ... ... ......... ...... ... ... 19
b. PengamSilan data di lapangan
3. Metode analisis data

19
21

a. Perilaku reproduksi... ... . .. ... ... ... ... ... ... ...... ... ... .. . ... ... . .. ... ... ... ... .. 21

b. Penilaian aspek teknis penangkawn...

22

N . KONDISI UMUM PERUSAHAAN
A. CV Ternria Indonesia...... ... ...... ... ... ...

24

B. Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indal

25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Benluk dan Sistem Penangkar

27

.
B. Pengadaan Blb~t... .. . ... .... .. ... ... ... ... ... ...... ...... ... .. . ... .. . ...... ... ... . .. ... . .. .27
.

C. Adaptasi dm Aklimatisas'

29

D. Perkandangan... ... . .. ... ... ...... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... 3 I
E. Pakan Satwa... ... ... ... ......... ......... ... ...... ...... ... ...... ... ... ... ... ... ... ....... .45
F. Penyakit dan Kesehatan...... .. . ... ... ... ..................... ...... ............ ... ...... 48

G. Reproduksi dan Teknik Penetasan Telur.. .... ... ...... ...... ... ...... ... . .. ... ...... .. 51
5
H. Perilaku Reproduksi...... ............ ... ... ...
I. Penilaian Aspek Teknis Penangkamn.. . ............... ...... ... ... ...... ... ...... ... ...60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......... ... ...... ......... ...... ... ... ... ...... ...... ...... ...65
DAFTAR PUSTAKA ... ... ... ...... . .. ... ... ... ... ...... ...... ...... ....... ...... ... ... ....,, ......67
LAMPIRAN

Tabel 1. Distribusi famili ular di dunia

...............4

Tabel 2 . Penyakit-penyakit akibat ketidakseimbangan zat makanan .........................14
Tabel 3 . Indikator dan penilaian terhadap aspek teknis penangkaran ........................ 22
Tabel 4 . Jumlah pengunjung Taman Reptilia TMII ............................................. 26 .
TabeI 5. Sumber bibit ular di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII........................ 27
Tabel 6 . Adaptasi dan aklimatisasi yang dilakukan di CV Terraria dan Taman Reptilia

TMI

............................29

Tabe! 7. Pembagian kandang ular di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII ............... 32
Tabel 8. Pengaturn pemberian pakan di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII ......... 45
Tabel 9. Durasi dan frehensi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython
viridis) yang berasal dari Papua .........................................................

56

Tabel 10. Durasi dan frehensi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython
viridis) yang berasal dari Kepulauan

56

Tabel 11. Penilaian aspek teknis penangkaran di CV Terraria dan Taman Reptilia TMIL.60

DAFTAR GAMBAR
@unbar 1 . Struktur organisasi CV Terraria Indonesia.......................................... 24
Gambar 2. Struktur organisasi Tarnan Reptilia TMII

26

Gambar 3. Papan penunjuk kandang.............................................................

39

Gambar 4 . Denah kandang di CV Terraria Indonesia

42

Gambar 5. Denah kandang di Taman Reptilia TMII ........................................... 44
Gambar 6. Peternakan tikus yang terdapat di CV Terraria ....................................

47

Ganlbar 7. Alat sesing dengan ber~nacamukuran .............................................. 52
Gan~bar8. Inkubator yang digunakan di CV Terraria ..........................................54
Gambar 9. Telur ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang telah menetas ........... 54
Gambar i O. Perilaku mendekati pasangan ......................................................... 57
...

Gambar 11. Perilaku bercumbu (courtship)...................................................... 58
Gambar 12. Perilaku kopulasi ......................................................................

59

Gambar 13. Kandang untuk ular berukuran kecil ................................................ 69
Gambar 14. Kandang untuk ular bedcuran sedan

69

Gambar 15. Kandang untuk ular berukuran besar ................................................ 69
Gambar 16. Kandang untuk ular berukuran sangat besar ....................................... 69
Gambar 17. Kandang pembiakkan..................................................................69
Gambar 18. Kandang pameran luar berukuran kecil ............................................. 70
Gambar 19. Kandang pameran luar berukuran besar

70

Gambar 20 . Kandang pameran luar berukuran sangat besar .................................... 70
Gambar 21. Kandang pameran dalam berukuran kecil .......................................... 70
Gambar 22. Kandang pameran dalam berukuran besar ..........................................70

DAFTAR LAMPIRAN
1. Gambar kandang ular yang dipergunakan di CV Terraria Indonesia..................... 69
2 . Gambar kandang ular yang dipergunakan di Taman Reptilia TMII...................... 70
3 . Hasil pengamatan perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropythonviridis)

yang berasal dari Papua ........................................................................ 71

4 . Hasil pengamatan perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropyfhonviridis)
y a ~ gberasal dari Kepulauan Aru .............................................................

72

5 . Perhilungan uji beda terbadap rata-rata dari data durasi perilaku reproduksi ............ 73
6. Dab stock keadaan hewan di CV Terraria Indonesia .................................... 77

7. Daftar nama reptil-amphibi yang terdapat di Tanan Reptilia TMII ...................... 83

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ular merupakan salah satu hewan dari kelas Reptilia yang hidup di sebagian besar
belahan dunia dan menghuni berbagai habitat, mulai dari hutan, padang pasir hingga perairan.
Bentuk tubuhnya yang menyerupai pipa, tanpa lengan dan kaki, dan kulitnya yang bersisik
adalah ciri-ciri u m m dari ular j a g sudah tidak asing lagi di,mata manusia.
Hubungan antara manusia dengan ular adalah hubungan yang unik dan kompleks.
Sejak berabad-abad jlang lalu hingga sekarang, manusia memiliki persepsi yang berbedabeda mengenai hewan reptilia ilii. Sebagian manusia menganggap ular adalah jelmaan setan
yang berada di dunia untuk mengganggu kehidupan manusia. Berbagai macarn ramuan:
mantra, dan jimat digunakan untuk menjauhkan ular dari din dan lingkungan mereka.
Namun, ada juga manusia yang menganggap ular adalah hewan yang memiliki kekuatan
untuk mempepanjang usia dan menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Pemanfaatan ular oleh manusia diiakukan untuk berbagai macan1 tujuan. Ada orangoraug yang memelihara dan menyembah ular karena mereka percaya ular memiliki kekuatan
mistis. Selain itu, ular juga dipelihara untuk kesenangan dan hobi. Ular juga dimanfaatkan
untuk obat dari berbagai macanl penyakit, mulai dari penyakit kulit hingga penpakit dalam.
Dan yang tidak kalah populer adalah pemanfaatan kulit ular sebagai bahan baku dalan:
produk-produk fashion, seperti dompet, sepatu, tas, danjaket.
Beragamnya pemanfaatan ular oleh manusia yang kian lama kian meningkat
menyebabkan tingginya tingkat permintaan akan ular. Pemenuhan terhadap permintaan
tersebut diperoleh dari usaha penangkaran, tetapi ada juga yang berasal dari perburuan di
dam. Perburuan ular di alam yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan penurunan popuiasi
ular. Hasil penelitian Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM menyebutkan
bahwa di tahun 2001, jumlah ular rang ditangkap dan diperjualbelikan oleh pemburu di
Yogyakarta adalah sebanyak 76.000 ekor ular per bulannya. Jika perburuan ini terus
berlangsung, maka keseimbangan ekosistem akan terganggu. Dampaknya tidak hanya bagi
lingkungan, tetapi juga bagi manusia. Oleh karena itu, perburuan liar h m s segera diatasi.
Salah satu caranya adalah dengan menyadarkar, masyarakat mengenai damp* perbums1 liar
terhadap ekosistem.
Pemanfaatan satwa secara lestari dapat dilakukan melalui usaha penangkaran.
Penangkaran merupakan usaha pemanfaatim satvia secara lestari yag sesuai dengan hqxkum

di Indonesia. Pada usaha penangkaran, satwa sengaja dikembangbiakkan dan hasilnya
digunakan baik untuk tujuan konservasi maupun untuk tujuan komersial. Pengelolaan usaha
penangkaran tidaklah semudah yang dibayangkan. Ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan oleh para penangkar untuk menjamin kelangsungan usahanya, antara lain aspek
hukum, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, dan juga aspek teknis penangkaran. Penelitian

ini lebih dititikberatkan pada aspek teknis penangkatan. Aspek-aspek teknis tersebut meliputi
bentuk dan sistem penangkaran, pengadaan bibit, adaptasi dan aklimatisasi, perkandangan;
pakan dan air, penyakit dan perawatan kesebatan, serta reproduksi dan teknik penetasan telur.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
a. Mengetahui teknik-teknik penangkaran ular yang diterapkan pada ular Sanca
Hijau (Chondropython viridis) di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII.
b. Menilai dan membandingkan teknik-teknik penangkaran yang diterapkan di CV
Terraria dan Taman Reptilia TMII.
2. Tujuan Khusus :

a. Mengamati perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang
berasal dari Papua dan Kepulauan Aru di CV Terraria.
b. Menganalisa persmaan dan perhedam perilaku reproduksi ular Sanca Hijau

(Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan.Am di CV
Terraria.

C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai teknik-teknik
penangkaran ular secara m u m .

a. TJNJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Ular
Secara sistematik, ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) dalam kelas Reptilia
dapat diklasifikasikan Wattison, 1988; Goin et al., 1978), sebagai berikut :
Class Reptilia
Ordo Testudines
Ordo Rhynchocephalia
Ordo Squamata
Subordo Amphisbaenia
Subordo Serpentes
Family Boidae
Genus Chondropython
Species Chondropyrhon vrridis
Subordo Sauna
Ordo Crocodylia
Ular termasuk dalam subordo Serpentes. Terdapat sebelas (1 1) famili ular yang tersebar di
seluruh dunia, yaitu famili Typhlopidae, Anomalepidae, Leptotyphfopidae, Acrochordidae,
Aniliidae, Boidae, Uropeltidae, Xenopeltidae, Colubridae, E!apidae, dan Viperidae (Goin et
al., 1978; Moms &Moms, 1965).

B. Morfologi Ular
Ular memiliki tubuh yang panjang seperti pipa, seluruh tubulmya tertutup oleh sisik.
Ukuran ular be-,

mulai dari yang berukuran 100 milimeter hingja mencapai 9 meter

(Goin et al.,1978). Panjang ekor ular tidak pemah lebih panjang dari badannya dan ekomya
juga tidak bisa berregenerasi (Hedinger, 1975). Shuktur mata ular termasuk unik, ular tidak
memiliki kelopak mata tapi di matanya terdapat suatu membran sebagai pelindung yang
disebut brille (Moms & Morris, 1965). Monis & Morris (1965) juga menyatakan bahwa ular
tidak memiliki telinga luar. Ular menangkap getaran suara melalui tulang rahangnya,
kemudiz~ke tdmg gang aLilli rxileitiskan getaran suzra ierse'o-ti. Ulaz mevipunyai l i h h
yang panjang dan bercabang, lidah ini menangkap paxtikei kimia dari udara. Hal ini memiliki
peranan penting dalam mengidentifikaji mangsa, musuli, dan juga pasqan
1975).

(Goin et al.,

.

C. Distribusi dan Geografi UIar
Ular mendiami berbagai macam habitat di dunia, kecuali di kutub. Mereka dapat
ditemui di bawah tanah, sungai, rawa, pepohonan, gum pasir, bahkan laut. Terdapat

* 2700

jenis ular di dunia (Goin et al.,1978). Distribusi famili ular di dunia dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Distribusi famili ular di dunia.

aral dari An~erikaUtara

(Sumber : Goin et al., 1978; Moms &Moms, 1965)
Penyebaran ular berbisa terbanyak di dunia terdapat di Asia, kedua di Amerika (hampir 100
jenis ular berbisa dapat ditemui di benua tersebut), ketiga di Afrika dan Australia dengan
jumlah ular berbisa antara 70 hingga 80 jenis, clan yang terakhir adalah Eropa, yang hanya
memiliki 7 jenis ular berbisa (Moms & Moms, 1965).
D. Perilaku Ular
Perilaku adalah gerak-gerik atau respon sabva terhadap faktor-faktor pang
mempengaruhinya, baik pang bersifat internal maupun faktor yang bersifat ekstemal. Ular
bukanlah heman yang &if, sebagian hesar waktunya riihabiskw. da1a.n kondisi d i m (Moms
&Moms, 1965). Beberapa perilaku yang dilakukan oleh ular, sebagai berikut :

1. Basking (bejemur)
Ular, sebagai salah satu hewan reptilia, tergolong dalam hewan poikiloterm. Laju
metabolisnya rendah dan ular tidak dapat memproduksi panas yang diperlukan untuk
mempertahankan suhu tubuhnya (Goin et al., 1978). Reptilia hams menyerap panas dari
lingkuugan, seperti tanah, air, udara, sinar matahari, dan juga permukaan dari tempat mereka
beristirdlat. Pada pagi hari, ular akan keluar dari sarangnya untuk bebejemur hingga suhu
tubuh yang diperlukan untuk beraktivitas tercapai. Perilaku iui dikenal dengan istilah
basking. Suhu yang diperlukan oleh hewan reptilia untuk dapat melakukan aktivitas berkisar
antara 4OC - 46OC (Goin et al., 1978). Pada suatu usaha penangkaran, basking dilakukan pada

pagi hari selama 15 menit per minggu (Junaedi, 1999).
2. Makan
Reutang menu makanan ular sangat lebar, dari serangga seperti rayap hingga babi
&pat ditemukan dalam menunya (Monis & Monis, 1965). Untuk memperoleh makanan,
ular sanca hijau mengamati mangsanya, saat mangsanya lengah ular &an menggigitnya dan
membelitnya hiugga mangsa mati lemas. Setelah itu ular baru menelan mangsanya dengan
posisi kepala terlebih dahulu (Kustiarto, 2002). Beberapa jenis ular tidak kesulitan dalam
menelan mangsanya yang masill bergerak, namuu ada juga beberapa jenis ular yang tidak
dapat melakukannya. Oleh karena itn, beberapa jenis ular melumpuhkan mangsanya terlebih
dahulu sebelum memakannya. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk melumpuhkan
mangsa, yaitu dengan membelitnpa hingga lemas dan dengan bisanya yang beracun (Moms
& Moms, 1965).

3. Shedding (ganti kulit)
Proses shedding dimulai dengan penggosokan wajah ular pada suatu permukaan yang
kasar. Setelah kdit di sekitar bibimya terkelupas, ular akan bergerak inaju untuk melepaskan
kulit lamanya sedikit demi sedikit (Moms & Moms, 1965). Pada saat shedding, yang
terkelupas adalah lapisan jaringan luar dari epidermis. Ketika siklus shedding tejadi, lapisan
jaringan l u x akan terpisah secara simultan pada seluruh hagian tubuh der~gan iapisan
jarir.gzn dalm. Lapisan janngan dalam im meuggantikan lapism jaringan iuar yang telah
terlepas (Goin et al., 1978).
Jika uIar menemui kesulitan saat proses shedding, ular akan berguling dengan sekuat
tenaga untuk melepas~andin dari kuiit lamamya. Iiesiko dari perilaku ini adalah ada

kemungkinan kulit lamanya robek. Untuk mengatasinya, ular akan menggesek-gesekan
badannya selama beberapa hari sampai kulit terakhimya terkelupas (Moms & Morris, 1965).
Di penangkaran, anakan ular yang mengalami kesulitan saat shedding akan dipindahkan ke
kandang yang dilengkapi dengan Iumut basah (Junaedi, 1999).
Anak ular berganti kulit lebih sering daripada ular deivasa (Moms & Moms, 1965).
Morris & Moms (1965) juga menyatakan bahiva frekuensi pergantian kulit lebih dipengamhi
oleh temperatur lingkungan. Kenaikan 10°F akan menyebabkan peniugkatan frekuensi
shedding menjadi dua kali lebih banyak. Proses shedding dapat berlangsung selama beberapa
menit hingga beberapa hari. Pada saat ini ular dalam kondisi yang rentan sehingga umumnya
ular akan bersembunyi selama beberapa hari.

4. Reproduksi
Musim berbiak ular di daerah temperate diatur oleh tem~jeraturclan photoperoidisme,
sedangkan di daerah tropika kebanyakan ular dapat bereproduksi sepanjang tahun (Goin et
al., 1978). Reptil siap berbiak uralau belum mencapai ukuran maksimalnya. Pada beberapa
jenis, kematangan seksual lebih tergautung pada ukuran (Blum, 1986). Ular dm kadal butuh

~vaktukira-kira tiga tahun untuk mencapai kematangan seksual (Goin et al., 1978). Di
penangkaran, ular biasanya akan berbiak setelah ganti kulit. Ular yang akan berbiak biasanya
tidak memiliki nafsu makan. Ular jantan dikatakan siap berbiak jika gelisah saat didekatkan
dengan ular betina, sedangkan betina yang siap berbiak akan mendekati jantan tersebut
(Junaedi, 1999).
Tahapan perilaku reproduksi pada sebagian besar vertebrata terdiri dari dua fase
(Blum, 1986), yaitu :
a. Fase seksual
4

Mendekati pasangan
Pada tahap ini peran betina sangatlah pasif, ular jantanlah yang akan mendekati
pasangannya. Ular jantan menemukan dan mengenali betina melalui bau (Moms &
Morris, 1965).

t

Courtship (bercumhu)
Courtship merupakan perilaku yang dapat memicu tejadinya kopulasi (Moore,
1987). Pada saat ini ular jantan menyentuh ular betina dengan dagu dan lidahn~ra,lalu
ular jantan akan melilitkan ekomya pada betina (Goin et al., 1978). Ular jantan

,

membelit betina sambil meraba lubang kloaka betina. Ular betina yang mulai
terangsang akan membalas dan mengikuti gerakan membelit dan melingkari yang
dilakukan oleh ular jantan. Hal ini dilakukan hingga betina mengalami rangsangan
yang ditandai dengan membesamya lubang kloaka (Sentanu, 1999).
t

'

Kopulasi
Kopulasi adalah proses bersatunya organ reproduksi jantan dan betina (Moore, 1987).
Kopulasi dimulai dengan masuknya organ reproduksi ular jantan (hemipenis) ke
&lam kloaka betina dengan melakukan gerakan-gerakan untuk mendorong (Sentanu,
1999). Kopulasi dapat berlangsung selama beberapa menit, jam, bahkan ada juga
y i g sampai beberapa hari (Moms & Moms, 1965).

b. Fase perawatan anak
Ular piton umumnya mengerami dan menjaga telumya hingga menetas. Ular dari genus
ini termasuk temogenik, mereka dapat menaikan suhu tubuhnya hingga beberapa
derajat dan suhu lingkungan untuk mengerami telumya (Blum, 1986).
Fertilisasi pada reptil umumnya tejadi beberapa saat setelah kopulasi, namun
beberapa jenis ular di daerah temperate dapat menyimpan sperma yang masuk ke tubuhnya
dan mengatur waktu terjadinya fertilisasi (Goin et al., 1978). Telur biasanya diletakkan di
tempat-tempat yang tersembunyi, di bawah dedaunan, ataupun di lubang-lubang (Moms &
Morris, 1965). Jumlah telur yang dilmsilkan oleh induk betina bervariasi tergantung dari jellis
ulampa. Python reticzrlnhu dapat bertelur hingga 80 butir telur, sedangkan Python molttnrs
dapat bertelur sebanyak 10-100 butir telur (Geus, 1992). Di penangkaran, penetasan
dilakukan di inkubator. Dan hasil penelitian Junaedi (1999), rata-rata tingkat keberhasilan
penetasan telur ular di penangkaran adalah 85,65 %. Setelah menetas, bayi ular lllemiliki
struktur dan perilaku yang sama persis dengan induknya (Goin et al., 1978). Ba!i

ular

biasanya lebih agresif dari induknya (Moms &Moms, 1965).
5. Pertahanan din
Musuh utama ular adalah manusia, dan yang kedua adalah ular lain (Monis &
Morris, 1965). Selain itu, ada juga mamalia yang terkenal sebagai musuh dari ular, yaitu
mongoose dan hedgehog. Burung sekretaris dari Afrika, elang, dan rajawali juga dikenal
sering memakan ular. Musuh terakhir dari ular adalah tikus hidup yang dimasukkan ke
kandang ular sebagai makanan ular itu (Moms & Moms, 1965).

Umurnnya ular lebih memilih untuk menghindar bila bertemu dengan musuhnya,
namun jika terpaksa ular juga memiliki beberapa cara untuk mempertahankan din. Ular
memiliki wama dan corak yang berbeda-beda. Beberapa ular berbisa mempunyai wama pang
mencolok untuk memberi peringatan kepada siapapun yang mendekatinya, namun ada juga
ular tak berbisa yang meniru wama dan corak dari ular berbisa untuk menglundari din dari
predator (Goin et al., 1978). Sclain itrl, beberapa ular lainnpa memiliki wama dan corak yang
mirip dengan habitat mereka sehingga dapat mengelabui musuh ataupun mangsanpa. Ular
derik dan kobra memiliki cam yang khas untuk mengusir pengganggunya (Moms & Moms,
1965). Ular derik menggoyangkan ekomya sehingga berderik untuk meruperingati dan
mengusir pengganggunya, sedangki kobra menegakan tubuh depannya dan melebarkan
daerah di sekitar lehernya, bahkan beberapa jenis kobra dapat meludahkan racun untuk
melumpuhkan musuhnya. Ular yang tidak berbisa mempertahankan din dengan menggigit
lawannya, menusuk dengan ekomya seperti Tjyhlops dan Oligodon, atau mendorong
lawannya dengan kepala seperti ular m p u t (Moms & Moms, 1965).

E. Pemanfaatan Ular
Sejak dahulu ular telah banyak dimanfaatkan oleh manusia. Di India dan Birina, ular
digunakan dalam suatu pertunjukan, contolmya adalab peniup seruling dengan ular kobranya
(Morris & Morris, 1965). Selain ulamya itu sendiri, semua bagian dari ular juga
dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutul~an.Kulit ular banyak digunakan sebagai bahan
baku pembuatan dasi, ikat pinggang, kantung tembakau, tas tangan, sepatu, koper, dan
penutup kursi. Kulit ular bahkan juga telah digunakan untuk mencegah dan mengobati
rematik, radang tenggorokan, krarn, sakit punggung, dan juga keseleo (Moms & Moms,
1965).
Daging 1lla.r tehh di!co~?sumsio!sh masyarakat

&. sc!urui~ be:dxin dunia. Dagii~g

ular tersebut dikonsumsi sebagai bahan makanan ataupun obat (Morris & Moms, 1965). Pada
tahun 1938 di Amerika Utara, menu .masakan yang terbuat dari ular derik dapat ditemui di
restoran. Sebagai obat, daging ular serta lemaknpa dipercaya dapat mengobati gatal-gatal dan
koreng-koreng (Wibowo, 2000). Daging ular juga dikonsumsi oleh orang-nrang Gina u

n

mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit termasuk TBC, malaria, dan epilepsi
(Moms &Moms, 1965). Wibowo (2000) dalamartikelnya menyebutkan bahwa organ kobra
diyakini mampu menyembuhkan sekaligus menangkal datangnya penvakit, empedv dm
lulumya manjur untuk menyembuhkan sakit pinggang, darahnya bisa menyembuhkan

~

penyakit dalam, dan 0taknj~akonon mampu meningkatkan gairah seksual. Dalam dunia
medis, bisa ular dimanfaatkan untuk membuat serum sebagai pengobatan terhadap gigitan
ular berbisa (Moms & Moms, 1965).

F. Definisi Penangkaran
Definisi penangkaran telah banyak dikemukakan oleh banyak orang. Pada Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 1999 disebutkan bahwa penangkaran adalah upaya
perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan sahva liar dengan
tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Pembesaran itu sendiri adalah upaya memelihara
dan membesarkan benih atau bibit anakan dari tumbuhan dan satwa liar dengan tetap

mempertahankan kemumian jenisnya. Helvoort (1986) dolorn Alikodra (1993) menyatakan
penangkaran satwa liar addah perkembangbiakan dan pemeliharaan sahm liar dalam keadaan
terkurung oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan penangkaran satwa liar terbagi menjadi dua, jlaitu penangkaran untuk tujuan
konservasi dan penangkaran untuk tujuan sosial-ekonomi-budaya. Penangkaran untuk tujuan
konservasi adalah penangkaran yang menunjang usaha-usaha pelestarian jenis-jenis sahr-a
serta plasma nutfahpya, scdangkan penangkaran untuk tujuan sosial-ekonomi-budaya adalah
penangkaran yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia (Masy'ud, 200 1).

G. Ketentuan-ketentuan Dalam Usaha Penangkaran
Dalam UU No. 5 tahun 1990 dinyatakan bahwa pemanfaatan jenis sahva liar dapat
dilaksanakan dalarn bentuk penangkaran. Kegiatan penangkaran dapat dilakukan oleh orang
secara pribadi, badan hukum, koperasi, atau lembaga konservasi atas ijin menteri (PP No. 8
tahun 1999, pasal 9). Syarat-syarat yang hams dipenuhi dalam mendirikan suatu usaha
penangkaran menurut PP No. 8 tahun 1999, adalah :
a. Mempekerjakan dan memiliki tenaga ahli di bidang penangkaran jellis yang bersangkutan.
b. Memiliki tempat dan fasilitas penangkaran yang memenuhi syarat-syarat teknis.
c. Membuat dan menyerahkan proposal kerja.
Peraturan pemerintah tersebut juga mengatu mengenai kewajiban penangkar dalanl
menyelenggarakan kegiatan penangkarannya, yaitu :
a. Membuat buku induk tumbuhan atau satwa liar yang ditangkarkan.
b. Melaksanakan sistem penandaan dan atau sertifikasi terhadap individu jenis yang
ditangkarkan.

c. Membuat dan meuyampaikan laporan berkala kepada pemerintah.
d. Menjaga kemumian jenis sahva liar yang dilindung sampai pada generasi pertama.
Para penangkar juga diberi hak untuk menjual hasil penangkarannya dengan pertimbangan
standar kualifikasi penangkaran (PP No. 8 tahun 1999), sebagai berikut :
a. Batas jumlah populasi jenis tumbuhan dan satwa hasil penangkaran.
b. Profesior~alismekegiatan penangkaran.
c. Tingkat kelangkaan jenis turnbuhan dan satwa yang ditangkarkan.

,

Hasil penangkaran yang boleh diperdagangkan adalah satwa liar generasi kedua dan generasi
berikutnya (PP No. 8 tahun 1999; KepMen No. 522Kpts-1111997).
Terdapat empat kritena yang hams diperhatikan dalam mengembangkan komoditi
sahva liar (Alikodra, 1993), yaitu :
a. Objek (satwa liar)
Populasinya di alam masih mencukupi, keadaan spesies dan proses pemeliharaannya serta
pemanfaatannya relatif tidak berbeda dengan ternak-ternak yang ada, diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan protein secara nasional, mencukupi kebutuhan untuk kegemarm
atau hobi.
b. Penguasaan ilmu dan teknologi
Pengetahuan tentang ekologi sahm liar serta teknologi sang dikuasai sesual dengan
keadaan perkembangan dunia.
c. Tenaga terampil

Tenaga terampil temtama digunakan untuk menggali data dasar ekologi, ataupun cam
pengelolaan satwa pada proses domestikasi.
d. Masjrarakat
Hal ini berkenaan dengan sosial dan budaya masyarakat untuk menerima produk atau
komoditi sang baru.

H. Aspek Teknis Penangkaran
Teknologi penangkaran satwa liar perlu memperoleh perhatian serius, mengingat
umurnnya perilaku satwa liar adalah pemalu dan sangat sensitif (Thohari, 1987). Aspek
teknis penangkaran yang perlu diperhatikan oleh para penangkar &lam mengelola usaha
penangkarannya, sebagai berilwt :

1. Bentuk dan Sistem Penangkaran
Berdasarkan bentuk dm sistemnya, penangkaran yang akan menjadi objek penelitian
ini a d a l d ~penangkaran exsitu dengan sistem penangkaran intensif. Penangkaran exsitu
merupakan penangkaran yang dikembangkan diluar habitat alarninya atau dilingkungan
sekitar manusia (Masy'ud, 2001). Sistem penangkaran ditentukan dengan intensitas manusia
dalam pengelolaan suatu usaha penangkaran. Sistem penangkaran intensif memiliki ciri-ciri
(Masy'ud, 2001), sebagai berikut:
a. Dibuatkan kandang khusus.
b. Kebutuhan makanan satwa diberikan dan disediakan secarapenuh oleh penangkar.
c. Perkawinan satwa diatur, baik dzngan cara kawin alami maupun kawin buatan atau
dengan menggunakan teknologi reproduksi lainnya.
d. Perawatan kesehatan dan pengendalian penyakit dilakukan secara teratur dan kontinyu.
2. Pengadaan Bibit
Bibit untuk keperluan penangkaran dapat diambil dari habitat a l a ~atau sumbersumber lain yang sah, seperti penangkaran lain atau lembaga konservasi (PP No. 8 tahun
1999). Kualitas bibit yang digunakan dalam penangkaran perlu mendapat perhatian serius,
khususnya &lam h d variasi genetiknya. Makin tinggi variasi genetik dari bibit yang
digunakan makin tinggi kualitasnya sebagai induk, demikian pula kualitas yang diiarapkan
pada keturunannya. Thohari (1987) menyatakan bahwa penangkaran satwa liar yang
menggunakan bibit dalam jumlah sedikit mempunyai suatu konsekuensi kemungkinan
tejadinya inbreeding yang dapat membawa pengaruh jelek dalam kualitas keturunannya.
Pada seleksi yang ditujukan untuk menghasilkan kemampuan produksi dari suatu bibit,
populasi hewan yang dikembangbiakan hams memiliki persyaratan dalam variasi genetik
yang nyata, dan persentase dalam kemampuan menurunkan sifat adalah positif (Thohari,
1987). Vanasi genetik suatu populasi dapat dibasiiican secara buatan dengan hibridisasi
ataupun dengan mutasi.
3. Adaptasi dan Aklimatisasi

Eibi: yang dipero!ch dan habitat d a m hzrus ine!zlui proses a&a?tai dan &!imatisasi
terlebih dahulu sebelurn dimanfaatkan dalam suatu usaha penangkaran. Adaptasi clan
aklimatisasi ini dimaksudkan ~mtukmembiasakan din satwa terhadap lingkugan yang baru

dan juga untuk mencegah masuknya penyakit dari luar melalui satwa terseb~it(Honegger>
1975).
4. Perkandangan

Kandang adalah tempat hidup satwa dengan ukuran tertentu yang diberi batas berupa
pagar atau dinding dan atau atap, baik tertutup semua atau sebagian (Masy'ud, 2001).
Kandang hams dibuat senyaman mungkin bagi sahva, sehingga sahva dapat tetap melakukan
aktivitasnya (Wing, 1951). Bentuk dan ukuran kandang ditentukan berdasarkan ukuran tubuh
ular, umur ular, dan juga perilaku ular itu sendiri (www.darkwar.com, 2003). Di
penangkaran, kandang berbentuk seperti akuarium tertutup yang terbuat dari bahan kaca atau
plastik. Ukurannya 30,5 x 20,32 x 20,32 cm3 untuk anak ular dengan kapasitas maksimum 12
ekor, sedangkan untuk ular dewasa ukummya 70 x 50 x 27 cm3 dengan kapasitas 6 ekor
(Junaedi, 1999).
Secara umum, kandang ular sebaiknya mempunyai panjang minimal

+

dari

panjang tubuh ular dan lebamya f % dari panjang badan ular ~~._d_a_r~kw~r,r,c.oom,
2003).
Kandang juga hams dilengkapi dengan tempat air dan tempat, bertengger atau memanjat,
temtama untuk jenis-jenis ular yang biasa hidup di pepohonan. Selain itu, perlu juga
disediakan lubang atau tempat bersembunyi bagi ular di dalam kandang sehingga ular dapat
merasa lebih m a n dan nyaman. Substrat yang digunakan d a l m kandang bisa bempa kertas
koran, wcahan kulit kayu, chips kayu, ataupun bebatuan (www.darkwar.com, 2003). Kertas
koran sangat baik jika digunakan sebagai substrat, namun tidak akan terlihat indah untuk
kandang pameran. Sedangkan cacahan kulit kayu, chips kayu, dan bebatuan sangat indah bila
digunakan sebagai substrat, tetapi sulit untuk membersihkamya bila terkena kotoran.
5. Pakan dan Air

Kebutuhan dasar tiap organisme adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral,
dan air. Kekurangan makan secara kuantitatif dapat menyebabkan kelaparan, sedangkan
kekurangan secara kualitatif dapat menyebabkan kelemahan secara fisik, rendahnya
reproduksi, dan kematian secara perlahan-lahan bila beriangsung dalam jangka panjang
?Xing, 1951). Reptil mendapatkan air dengan minum dan air bebas atau dari air metabolik
yang terdapat dalam makanmya (Goin et al., 1978).

Di penangkaran, umumnya ular diberi tikus dewasa dan ayam sebagai rnakanannya
dan untuk anak ular diberi tikus, cecak, atau tokek &lam ukuran kecil (Junaedi, 1999). Selain
itu, ular juga diberi tarnbahan suplemen seperti Calsona (Ca dan Mg), Davitmon (Vitamin A:
B, C, E, dan K), dan Neurobion (Vitamin B dan pengaktif fungsi syaraf). Pemberian pakan
dilakukan satu kali seminggu untuk ular de\vasa dan dua kali seminggu untuk anak ular.
Kadang beberapa pemelihara ular lebih suka menggunakan makanan beku untuk memberi
makan ulamya. Makanan beku mi dianggap lebih baik daripada makanan yang masih hidup
karena pemelihara khawafir kalau makanan yang masih hidup tersebut dapat menggigit atau
melukai ular (www.darkwar.com, 2003; Breen, 1974).

6. Penyakit dan Peraxvatan Kesehatan
Penyakit-penyakit yang biasanya menyerang ular adalah penyakit mulut, kutu:
cacing, dan flu (Breen, 1974). Penyakit mulut ditandai dengan gejala bintik putih pada mulut
yang lama kelamaan melebar dan akhimya menyebabkan necrosis pada mulut. Penyakit ini
termasuk penyakit yang menular, oleh karena itu alangkah baiknya jika ular yang terkena
penyakit ini dipisahkan dari ular-ular yang lain. Pengobatan penyakit mulut cenderung
mudah, cukup dengan mengoleskan antiseptik pada mulut ulat sccara teratur hingga
penyakitnya sembuh. Untuk mengatasi kutu dapat dilakukan dengan langsung mencahutnya
dari kulit, tetapi lebih baik dengan meneteskan minyak atau gliserin pada kutu tersebut
sehingga nantinya kutu akan terlepas dengan sendirinya (Breen, 1974). Breen (1974) juga
menyebutkan tentang pengobatan penyakit flu dalam bukunya, yaitu dengan menempatkan
ular yang terkena flu pada kandang dengan suhu 80°F. Umumnya flu akan sembuh dalam
beberapa hari, tetapi jika penyakit flunya serius maka untuk mengatasinya hanya dengan
menyuntikkan antibiotik.
Untuk mencegah masuknya dan penularan penyakit dari luar, sebaiknya ular yang
baru datang dikarantinakan terlebih dahulu sebelum disatukan dengan ular-ular yang lain.
Pengaturan fasilitas karantina (Honegger, 1975), sebagai berikut :
a. Kandang karantina terpisah jauh dari kandang-kandang lainnya.
b. Petugas karantina hanya bertugas di kandang karantina dan tidak menangani kandang
!aiimya.
c. Ular ditempatkan dalam kandang karantina secara individu.

d. Semua kandang hams dapat didisinfektan atau disterilisasi.
e. Periksa feses satwa secara rutin untuk mendeteksi penjakit.
Penyakit satwa, termasuk ular, juga dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan zat
makanan. Jika makanan yang diberikan terlalu berlebihan maka ular dapat menjadi terlalu
gemuk. Reptil yang gemuk memiliki tingkat toleransi yang rendah terhadap peningkatan suhu
lingkungan, tinzkat infeksi yang tinggi, dan kemandulan bagi reptil janti'n (Wallach & HOE

1982). Sedangkim kekurangan dalam pemberian pakan dapat menyebabkan kematian karena
kekurmgan kalori. Penyakit-penyakit yang tejadi karena ketidakseimbangan zat makanan
dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Penyakit-penyakit akibat ketidakseimbangan zat makanan.
Zat Makanan

No.
1.

Penyakit
Kelebilian karbollidrat menyebabkan obesitas dan keknrangan

Karbollidrat

dalam jangka panjang &pat menyebabkan Ilypoglycemic sllock.
2.

Protein

Kelebilian protein disertai deludrasi mengakibatkan pernbengkakm
dan nyeri pada persendian. Kekurangan protein dapat nlenghanlbat
reproduksi dan pernbentukan cangkang telw.

3.

Air

Kekurangan air yang Pala1 dapal uieriggariggu Cungsi ginjal.

4.

Vitamin A

Kekurangan vitamin A dapat menglianlbat peliullibulm. palpebral
edema, dan hyperkeratosis.

5.
6.

VitaninB~

Kekurangan Vitamin Bi menyebabkan penurnnan berat badan

Vitainin C

secara iaonis walanpun sahva mendapat cukup makanan.
Kekurangan Vitamin C menyebabkan tejadinya mdang pada knlit
dan jaringan lendir yang kalau terinfeksi ole11 mikoorganisme
dapat mengakibatkan necrotic stomatitis.

7.

VitaminD

Kekurangan Vitamin D
pertu!angm

mengakibatkan sendi-sendi pada

Zenjadi kurang lentw

Kelebihm Vitan~in D

menyebabkan pengapuran pada sendi-sendi pertulangan termasuk
aorta d m pembnluli d a d ginjal.
8.

VitaminE

Keknrangan Vitamin E mengakibatkan dystrophy pada otot.

9.

Mineral

Kekurangan mineral sering teqadi pada penandapat menyebabkan fibrous osteodystropl~y.

(Sumber Wallacll& Hoff, 1982)

reptil, lial ini

7. Reproduksi dan Teknik Penetasan Telur

Reproduksi atau pengembangbiakkan satwa dalam suatu usaha penangkaran
mempakan ha1 yang sangat penting karena indikator keberbasilan usaba penangkaran dapat
dilihat dari keberbasilan pengelola dalam mengembangbiakkan satwa yang ditangkarkannya.
Terdapat beberapa faktor yang hams diperhatikan dalam mengembangbiakkan reptil
(Honegger, 1975), yaitu :
a. Ruang
Sangatlab penting untuk menyediakan kandang yang cukup luas untuk reptil yang akan
dikembangbiakkan, karena pada umumnya reptil perlu ruang yang luas saat bercumbu
atau saat melakukan perilaku reproduksinya.
b. Suhu
Reptil sebaiknya ditempatkan pada kandang dengan suhu optimum bagi reptil untuk
dapat melakukan proses psikologisnya. Suhu kandang sebaiknya berkisar antam 25°C
32°C pada siang hari dan 20°C

-

- 2I0C pada malam hari (www.darkwar.com, 2003).

Kandang dapat dilengkapi dengan lubang atau tempat memanjat sehingga ular dapat
bersembunyi saat panas lingkungan terlalu tinggi.
c. Cahaya

Ular dapat beraktivitas pada siang hari (diurnal) ataupun pada malam