Pull out

Pull out

Matrik komposit

(b) (a) Gambar 9. (a) perbesaran 10x (b) perbesaran 15x kegagalan pengujian tarik

pada biokomposit serat rami bermatrik sagu dengan penambahan borak 6% dan khitosan 10%.

Gambar 9 menunjukkan bahwa putusnya ikatan dimulai oleh putusnya

(b) ikatan matrik, sedangkan serat masih Gambar 10 (a) perbesaran 10x kegagalan mampu menahan beban tarik, matrik pengujian tarik pada biokomposit serat terlepas

dari serat

menyebabkan

rami bermatrik sagu dengan penambahan penampakan berupa serabut serat, setelah

borak 9% dan khitosan 10%. (b) perbesaran serat tidak mampu menahan beban tarik 15x kegagalan pengujian tarik pada maka serat akan putus dan terlihat pull out

biokomposit serat rami bermatrik sagu serat rami. Kemudian dari grafik 5.2 pada

dengan penambahan borak 9% dan khitosan point 9% tegangan tarik mencapai 4,75MPa,

10% persentase kenaikan dari 6% ke 9% adalah

sebesar:

9 mengidentifikasikan 4,76-4,71X100%=1,06% kegagalan pada patahan specimen borak 4,71 9% dan khitosan 10%, terdapat beberapa

Gambar Gambar

pencetakan, kadar kandungan matrik lebih banyak pati pertimbangan persentase khitosan 40% sagunya.

proses

adalah sebagai cairan pengaduk sagu dan borak, kadar borak 9% adalah sebagai penyeimbang khitosan karena sifat borak yang membuat adonan matrik kenyal dan terjaga kelembapannya. Pada titik ini didapatkan tegangan tarik tertinggi yaitu

(a) sebesar 6,86MPa. Kekurangan polimer matrik sagu adalah rendahnya sifat mekanik yaitu kekuatan tariknya, jika

15x

matrik sagu tanpa penambahan zat additive matrik sagu ini mudah retak,

debounding

mudah patah, dengan penambahan zad

15x

Pull out

additive maka polimer sagu akan menjadi lebih ulet, meningkat kekuatan tariknya.

3 hubungan antara penambahan khitosan dan borak terhadap Gambar 11. (a) perbesaran 10x, (b) tegangan tarik terlihat bahwa tegangan perbesaran 15x pull out, (c). perbesaran 15x tarik rata rata terendah terjadi pada saat debounding pada kegagalan pengujian penambahan

khitosan 10% dan tarik

rami penambahan borak 0% yaitu sebesar bermatrik sagu dengan penambahan borak 4.17MPa sedangkan tegangan tarik rata 9% dan khitosan 40%.

pada biokomposit

serat

rata biokomposit serat rami bermatrik sagu Gambar 11 menunjukkan patahan pada penambahan borak 3% dan khitosan biokomposit serat rami bermatrik sagu 10% terjadi peningkatan tegangan tarik rata dengan penambahan borak 9% dan khitosan rata sebesar 4.33MPa. Sedangkan nilai rata 40% pada patahan ini masih terdapat rata tegangan tarik tertinggi sebesar beberapa serat yang mengalami pull out 6.86MPa pada penambahan khitosan sebesar dan debounding, tetapi jumlah serat yang 40% dan penambahan borak 9%. Hal ini mengalaminya lebih sedikit dari pada disebabkan borak bersifat mampu menjaga patahan spesimen gambar 6 dan gambar 7 kelembapan air, meningkatkan kekakuan hal ini menunjukkan bahwa ikatan antara dan

Sedangkan khitosan matrik dan serat sudah lebih baik, bersifat hidrofobik, menghambat resapan komposisi dan perbandingan volume air, keras, kuat mampu menjadi pengawet antara

kekenyalan.

sagu, borak, khitosan sudah dan dapat meningkatkan sifat hidrofobik seimbang, karakter dan sifat masing- dari pati sagu. masing menunjukkan hubungan yang saling

ditambahkan hingga lebih 40% dari matrik

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

Kesimpulan

Courtney, TH., 1999, Mechanical Behavi-or Disimpulkan bahwa semakin

Of Material , Mc. Graw, Hill In- besar penambahan khitosan semakin tinggi

Engineering, Material kekuatan tarik biokomposit. Nilai tegangan

ternational

Science/Metallurgy Series. tarik terendah pada penambahan khitosan Djaprie Sriati. 1991. Teknologi Bahan. Jilid 10% dan borak 0% sebesar 4.17Mpa dan

1. Penerbit Erlangga. Jakarta sedangkan untuk penambahan khitosan Gibson,

Ronald.1994. Principles of 10% dan borak 3% sebesar 4.33Mpa. Nilai

composite material. NewYork:Mc Graw tegangan tarikItertinggi pada penambahan

Hill

khitosan

40 % dan penambahan borak 9% Schwartz Mel M. 1996. Composite sebesar 6.86Mpa. Hal ini juga dapat dilihat

Material. Properties Nondestructuive pada hasil pengujian kekerasan yaitu pada

Testing and Repair . Prentire Hall. New penambahan borak 0% dan khitosan 10%

Jersey.

maka kekerasan terendah didapatkan Shinroku,Saito. 1993 : 181Pengetahuan bahan sebesar 96HRB dan pada penambahan

teknik, pradnya paramitha. Jakarta khitosan 40% dan borak 9% kekerasan Sumaryono. 2007. Tanaman Sagu Sebagai tertinggi rata rata didapatkan yaitu pada

Alternatif. Warta poin 176HRB. Semakin tinggi penambahan

Sumber

Energi

dan Pengembangan khitosan maka

Penelitian

Pertanian. Vol., 29. No 4. Badan biokomposit semakin pekat dan erat

semakin

adonan

Penelitian Bioteknologi Perkebunan sehingga ikatan matrik semakin kuat,

Indonesia. Bogor.

demikian juga dengan kekerasannya Ubaiti Arimi Firdaus, 2009. Pemanfaatan semakin besar penambahan khitosan dan

Caco3 Dalam Kulit Udang Sebagai borak maka biokomposit semakin keras.

Absorben Limbah Logam Berat Pada Perairan

Saran

Utari, S.M. Darni, Y. Dan Utami, H. 2008.

1. Penelitian ini telah dilakukan pada

Agar-Agar Gracilarna biokomposit dengan matrik dari sagu.

Pemanfaatan

dan Kitosan Untuk Karena bahan sagu adalah bahan yang

Coronapifolia

Pembuatan Plastik Biodegradabel dengan mudah didapatkan khususnya di

Gliserol sebagi Plasticizer. Prosiding Indonesia. Selain itu diharapkan pada

Seminar Nasional Sains dan Teknologi- peneliti

II Universitas Lampung. 29-40. memperluas

selanjutnya

untuk

yang Van Vlack. 2008, Natural fibre and digunakan

bahan

bio

for technical matrik maupun additifnya dapat

applications, Bioplastics Magazine, Vol. berkembang.

3 (2008) 02, S. 12-15

2. Penelitian ini menggunakan serat Widhiarto Sony, 2004. Penyediaan Dan acak, diharapkan peneliti selanjutnya

Pencirianfilem Bio-Urai Daripada Kanji menggunakan serat panjang untuk

Sagu Dan Poli(Vinil Alcohol) . Laporan lebih meningkatkan kekuatan tariknya

Penelitian Dana Dipa PNPB. Unila. sehingga bisa didapatkan manfaat

Lampung.

yang lebih banyak. www.wikipedia.org/2007/12/21/limbah- cangkang-udang-menjadi

kitosan. http://content/pembuatan-khitin-bisnis- masa-depan.2/html

APLIKASI SERAT SERABUT KELAPA BERMATRIK SAGU DAN GLISEROL SEBAGAI PENGGANTI KEMASAN MAKANAN DARI STEROFOAM

Ahmad Dony Mutiara Bahtiar

Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri

ayndon@yahoo.co.id

Abstrack

This research focuses on biocomposite material which is applied for food packaging to substitute polystyrene packaging. The purpose of this research is to know the influence of coconut fiber towards biocomposite streng tensil with sago palm matrix and glycerol. Sago palm and glycerol is matrixes coming from biocomposite and coconut fiber as the filler. This research is using volume glycerol fraction and sago palm, with sago palm as 10% plastisiser since the volume fraction has the most optimum for 1.395v Mps and 70% glatinasi temperature, wherein volume biocomposite fraction is 45% coconut fiber, 105 glycerol, and 45% sago palm has the optimum steng tensil of 4.744 Mpa. In comparison when volume fraction is 75% of coconut fiber, 10% of glycerol and 15% of sago palm, it makes the lowest average of kekuatan tarik of 1.187 MPa. Therefore, bicomposite with sago palm matrix, glycerol, and coconut fiber still has bigger compared to polyesterene steng tensil which is occasionally used for food packaging having 3.27 MPa.

Keywords : biocomposite, sago palm, glycerol, coconut fiber, steng tensil

PENDAHULUAN

Dengan berkembangnya material biokomposit diharapkan mampu

lingkungan.

Latar Belakang

menjadi salah satu material teknik yang Alam telah

kita mampu mempunyai sifat ringan, tahan tentang

mengajarkan

mekanisnya baik. terbungkus oleh selubung, dan berbagai Keistimewaan lain adalah sifatnya yang

kemasan

misalnya

jagung korosi,

dan

sifat

terbarukan. Untuk kulitnya. Fungsi dari kemasan tersebut menghindari berbagai efek lingkungan adalah untuk mencegah dan mengurangi inilah, maka perlu adanya bahan alternatif kerusakan secara fisik seperti guncangan, untuk aplikasi fiber yang berpenguat serat gesekan, benturan, dan getaran serta komposit alam yang tentunya ramah pencemaran dari lingkungan sekitarnya, lingkungan.

macam buah – buahan terbungkus oleh renewable atau

Sehingga mengurangi Selain fungsi tersebut fungsi lain dari penggunaan bahan kimia dan gangguan pengemasan adalah mempermudah kita lingkungan hidup. dalam pengangkutan dan penyimpanan.

Serat alami mempunyai banyak Kemudian adanya rencana pelarangan kelebihan bila dibandingkan dengan serat penggunaan kemasan sintetis dalam jangka lainnya. Kelebihan serat alami adalah dapat waktu beberapa tahun ke depan semakin terdegradasi secara alami (biodegradability), meningkatnya

solusi mempunyai karakteristik yang dapat pembuatan

penelitian

akan

ramah diperbaharui, ramah terhadap lingkungan, lingkungan. Berbagai issue permasalahan memiliki massa jenis yang rendah, dan limbah non organik serat sintetis yang mempunyai

komposit

yang

kekuatan spesifik dan semakin bertambah mampu mendorong kekakuan yang tinggi daripada matriknya perubahan

trend teknologi komposit sehingga dapat memperbaiki sifat mekanik menuju natural composit yang ramah pada komposit (Sergio N. Monteiro, 2005).

Melalui penelitian ini saya mencoba yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan serat alami yaitu serabut serabut kelapa, yang mana Indonesia kelapa sebagai filler biokomposit.

merupakan penghasil tumbuhan kelapa terbesar di dunia. Oleh karena itu, serabut

Tujuan Penelitian

kelapa yang boleh disebutkan sebagai Untuk

mempengaruhi fraksi limbah dapat dijadikan nilai ekomis yang volume serat serabut kelapa terhadap lebih tinggi. Kemudian Benny Muhandis kekuatan tarik biokomposit bermatrik sagu Riyadie

Universitas Diponegoro dan gliserol.

dari

Semarang Sebelum digunakan serat kelapa diberikan

perlakuan NaOH dengan

TINJAUAN PUSTAKA

konsentrasi 5%. Menurut Kuncoro Diharjo (2006) pada komposit yang diperkuat

Indonesia merupakan salah satu dengan serat tanpa perlakuan, maka ikatan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, (mechanical bonding) antara serat dan UPRs dengan

total produksi diperkirakan menjadi tidak sempurna karena terhalang sebanyak 14 milyar butir kelapa. Tanaman oleh lapisan yang menyerupai lilin di kelapa merupakan komoditas perkebunan permukaan serat. Perlakuan NaOH ini yang sangat potensial, disebut juga sebagai bertujuan untuk melarutkan lapisan yang pohon kehidupan karena semua bagian menyerupai lilin di permukaan serat, tanaman

bagi seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran kebutuhan hidup manusia. Buah kelapa lainnya. Dengan hilangnya lapisan lilin ini dapat menghasilkan berbagai produk yang maka ikatan antara serat dan matriks bernilai ekonomi tinggi seperti minyak, menjadi lebih kuat, sehingga kekuatan tempurung, dan sabut. Serabut kelapa mekanik komposit menjadi lebih tinggi merupakan hasil serat alam dari buah khususnya

kelapa

bermanfaat

kekuatan tarik. Namun, kelapa hasil samping yang terbesar dari perlakuan NaOH yang lebih lama dapat buah kelapa, yaitu sekita 35% dari bobot menyebabkan

kerusakan pada unsur buah kelapa. Pengolahan buah kelapa selulosa. Padahal, selulosa itu sendiri menjadi berbagai produk tersebut dapat sebagai unsur utama pendukung kekuatan meningkatkan pendapatan petani 5-6 kali serat. Akibatnya serat yang dikenai lipat. Menurut United Coconut Association of perlakuan alkali terlalu lama mengalami the Philippines (UCAP), dari satu buah degradasi

kekuatan yang signifikan kelapa dapat diperoleh rata-rata 0,4 kg sehingga kekuatannya semakin rendah. sabut yang mengandung 35% serat. Serat

matrik yang akan dapat diperoleh dari sabut kelapa dengan digunakan

Adapun

sebagai pengikat dalam cara perendaman dan mekanis. Sabut biokomposit ini adalah adalah sagu kelapa sangat kaya dengan unsur Kalium (Metroxylon sagu Rottb). Sagu merupakan yang

sangat dibutuhkan untuk tanaman asli Indonesia. Tepung sagu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. mengandung amilosa 27% dan amilopektin Oleh karena itu apabila sabut kelapa tidak 73%. Adapun keunggulan dari tanaman dipergunakan untuk produk-produk yang sagu adalah produktivitasnya sangat tinggi laku dijual, maka dapat dikembalikan ke dibandingkan dengan tanaman penghasil kebun sebagai pupuk Kalium. Serabut karbohidrat lain. Sehingga sagu yang kelapa pada umumnya hanya dibuat sapu, dikelola dengan baik dapat mencapai 25 keset, dan sebagai bahan bakar saja. Tidak ton pati kering/ ha/tahun. Produktivitas ini kalah

alasan pentingnya dilakukan setara dengan tebu, namun lebih tinggi penelitian ini adalah, serat alam utama dibandingkan dengan ubi kayu dan alasan pentingnya dilakukan setara dengan tebu, namun lebih tinggi penelitian ini adalah, serat alam utama dibandingkan dengan ubi kayu dan

dimungkinkan akibat daripada pemisahan fasa. Sedangkan sagu saja kekuatan

Prosentase tariknya masih kurang tanpa campuran pemlastis. Dalam penelitian ini gliserol

Prosentase

sebagai campuran sagu sebagai pemlastis. Muchrani

Gliserol Serat serabut Pati biokomposit sagu dan gliserol mempunyai

kelapa sagu kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan

dengan kekuatan sagu tanpa campuran gliserol.

Biokomposit

Kerangka Konsep Penelitian

Uji tarik

Potensi Potensi

Potensi

Gliserol Serabut

Prosentase Prosentase

Kesimpulan

Gambar 2. Diagram Interaksi Konsep Proses Blending + Cetak +

Penelitian. Pengepresan

METODOLOGI

Biokomposit

Alat yang Digunakan

a. Timbangan Digital

b. Blender

c. Cetakan Spesimen

Uji tarik Foto makroskopik

d. Mesin Pengujian Tarik

e. Mesin Pengepres Hidrolik

f. Gelas Ukur

g. Cawan Petri

Aplikasi

Material

h. Kamera

i. Pisau

Gambar 1. Siklus Konsep berpikir

Bahan yang Digunakan

Bahan- bahan yang digunakan adalah sebagai berikut

a. Sagu (Kanji) a. Sagu (Kanji)

dengan prosentase yang diinginkan

c. Aquadest

beserta serat serabut kelapa.

d. 3. Seting suhu pada blender dengan suhu

Larutan NaOH

70 0 C.

e. Gliserol

blender dan mulailah pengadukan dengan lama pengadukan

4. Hidupkan

Variabel Penelitian

25 menit.

5. Setelah selama 25 menit, tuangkan isi

Variabel Bebas

dari blender kedalam cetakan yang Variabel bebas yang digunakan adalah

telah disediakan.

perbandingan fraksi volume serabut kelapa

6. Setelah cetakan terisi penuh dan yaitu 15%, 30%, 45%, 60%, 75%.

spesimen

menjadi agak dingin,

spesimen dipress dengan tekanan 10

Variabel Terikat

kg selama 2 menit. Untuk variable terikatnya adalah kekuatan

7. Kemudian biarkan spesimen dingin tarik.

dengan sendirinya dan di ambil dari

cetakan.

Parameter Terkontrol

8. Kemudian

specimen dikeringkan

1. Gliserol 10 %. dengan suhu 65 0 C selama 24 jam di

0 3.Temperatur Glatinasi 70 dalam Oven, benar-benar kering siap C.

2. NaOH 5%.

untuk diuji.

4.Kecepatan Blender 30rpm.

5. Beban 10kN.

Pengujian Spesimen

6. Panjang serabut 3mm Pengujian tarik menggunakan ASTM D 7.Kecepatan pembebanan 1 mm/menit.

Prosedur Penelitian

Mempersiapkan Serat Penguat Polimer

1. Serat serabut kelapa di jemur selama 3

hari untuk menghilangkan kadar air.

2. Kemudian serabut kelapa di masak

dengan NaOH 5% sampe keluar semua Gambar 3. Dimensi spesimen minyak dalam serabut kelapa. Kemudian

dicuci dengan air sampai pH 7 (netral).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3. Kemudian di keringkan lagi selama 3 hari dengan suhu 35 0

C. Hasil Pengujian

pengujian tarik dengan panjangnya yaitu 3mm.

4. Serabut kelapa siap di potong sesuai

Berdasarkan

menggunakan Universal Testing Machine (Time GroupInc WDW 20 E) didapatkan

Pembuatan Spesimen Uji

kekuatan tarik. Untuk pertama yaitu

1. Dilakukan penimbangan serat serabut mencari fraksi volume gliserol yang tepat kelapa, dan sagu dengan fraksi volume supaya mendapatkan kekuatan tarik yang yang

diinginkan. Penimbangan optimum. Maka didapatkan kekuatan tarik sejumlah massa sagu dan gliserol yang maksimum antara gliserol dan sagu. diinginkan sesuai dengan prosentase.

2. Masukan pati sagu dalam blender dan

larutan gliserol yang sudah sesuai

Tabel 1. Hasil Uji Tarik Matrik Tabel 2. Kekuatan Tarik Rata-rata Biokomposit

Kemudian

didapatkan juga grafik hubungan antara kekuatan tarik secara teoritis dan actual dari biokomposit yang terlihat pada gambar 6.

Gambar 4. Grafik Kekuatan Tarik Matrik Sagu Dan Gliserol

Kemudian setelah mendapatkan kekuatan tarik matrik selanjutnya didapatkan tabel kekuatan tarik biokomposit dengan perbandingan fraksi volume Serat : Gliserol : Sagu Dan didapatkan grafik hubungan kekuatan

tarik rata-rata dengan fraksi volume Gambar 6. Grafik Hubungan Kekuatan sebagai berikut :

Tarik Teoritis dengan Kekuatan Tari Aktual Biokomposit

Pembahasan Kekuatan Tarik Matrik Sagu Dan Gliserol

Dari hasil analisis gambar 5 grafik menunjukan bahwa penggunaan 90% sagu dan 10% gliserol memberikan kekuatan tarik lebih tinggi yaitu sebesar 2,96 Mpa dibandingkan dengan fraksi volume yang

Gambar 5. Grafik Kekuatan Tarik Rata-rata lain. Hal ini terjadi karena pada fraksi Biokomposit

volume 90% sagu dan 10% gliserol berada pada campuran titik jenuh sehingga, volume 90% sagu dan 10% gliserol berada pada campuran titik jenuh sehingga,

sterik. Hal

inilah

yang

menyebabkan kekuatan tarik meningkat disamping

intermolekuler antara rantai pada sagu tersebut dan grafik mengalami kenaikan yang signifikan.

Tetapi ketika fraksi volume gliserol lebih dari 10% akan mengakibatkan kekuatan tarik menurun. Hal ini terjadi karena titik jenuh terlewati mengakibatkan sehingga molekul – molekul pemlastis yang berlebih berada pada fase tersendiri yang berada di luar fase polimer dan akan menurunkan gaya intermolekuler antara rantai

polimer sagu.

Berdasarkan

pembahasan diatas dapat diakatan bahwa campuran antara sagu 90% dan gliserol 10% mempunyai kompatibilitas tertinggi. Dari dasar itulah prosentase gliserol yang digunakan adalah 10%.

Pada gambar

5 menunjukkan

kekuatan tarik

rata-rata

semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat serabut kelapa. Setelah fraksi volume serat serabut kelapa bertambah, maka kekuatan tarik rata-rata dari biokomposit semakin meningkat dengan kekuatan tarik rata-rata tertinggi sebesar 4,744 MPa diperoleh ketika fraksi volume sebesar 45% : 10% : 45%. Ketika perbandingan fraksi volume sebesar 75% : 10% : 15%, menghasilkan kekuatan tarik rata-rata terendah yaitu 1,187 MPa. Apabila perbandingan fraksi volume serat serabut kelapa melebihi matrik sagu maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena matrik sagu

memberikan daya

perekat

terhadap

serabut kelapa karena fraksi volumenya yang kurang dari pada serabut kelapa sehingga, terjadi penurunan kekuatan tarik

pada biokomposit.

Sedangkan

kekuatan tarik untuk matrik sagu murni (fraksi volumenya 100 %) sebesar 1,395 MPa.

Pada fraksi volume 15% serabut kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu gambar patahan spesimen yang terlihat pada gambar 7

Gambar 7. Fraksi volume 15% serabut kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu

Apabila kekuatan ikatan melemah maka tegangan geser permukaan antara matrik sagu dengan serat menjadi kecil. Sehingga jika beban tarik diaplikasikan pada material komposit ini, matrik tidak dapat mendistribusikan beban tarik secara merata ke serat. Akibatnya banyak timbul serat yang tercabut dari matrik,. Patahan yang terjadi pada material komposit ini adalah jenis patahan ulet. Patahan ulet ditandai dengan banyaknya deformasi yang terbentuk pada permukaan spesimen komposit ini serta memiliki bentuk yang bergerigi dan kasar dan serabut sebagian mungumpul pada bagian tertentu karena fraksi volume dari matrik lebih besar sehingga serabut tidak dapat merata.

Kemudian fraksi volume dinaikan menjadi 30% : 10 % :60% . Dengan

meningkatnya

kekuatan ikatan antara matrik sagu dengan serat serabut kelapa maka tegangan geser permukaan

juga

berangsur-angsur meningkat., tetapi pada gambar melintang persebaran serat masih belum merata.

Apabila beban tarik diaplikasikan pada terendah dengan kekuatan tarik 1,187 material biokomposit ini, beban tersebut

MPa. Hal ini bisa terjadi karena matrik belum dapat didistribusikan secara merata

semakin berkurang sementara gliserol dari matrik menuju ke serat. Pada

fraksi volumenya hampir sama dengan akhirnya serat yang tercabut dari matrik

fraksi volume sagu sehingga giserol menjadi berkurang. Oleh karena itu, pada

sebagai pemlastis tidak dapat mengikat perbandingan fraksi volume ini kekuatan

sagu dengan baik sehingga serabutpun tarik material biokomposit meningkat.

tidak dapat terikat oleh matrik secara Patahan yang terjadi pada material

sempurna. Gambar patahan dari spesimen biokomposit ini adalah jenis patahan ulet

dapat dilihat pada gambar 8. sama

dengan jenis

patahan

pada

perbandingan fraksi volume sebelumnya. Kemudian pada perbandingan fraksi volume 45% : 10% : 45% pada menunjukkan tidak adanya serat serabut kelapa yang tercabut maupun putus. Kenaikan kekuatan tariknya mencapai kekuatan tarik maksimum yaitu 4,744 Mpa dengan kenaikan sebesar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa serat serabut kelapa tersebar merata. Matrik sagu dapat

menyelimuti serat secara menyeluruh. Gambar 8. Fraksi Volume 75% : 10% : 15%. Sehingga daya rekat matrik dengan

Adapun pembahasan gambar 3.3 menjadi baik. Akibatnya kekuatan ikatan

dapat dilihat bahwa grafik kekuatan tarik antara matrik dengan serat menjadi baik

teoritis menunjukan kenaikan. Ketika pula. Pada fraksi volume ini, kekuatan

fraksi volume serat serabut kelapa naik, tarik material biokomposit mencapai

teoritis biokomposit kekuatan tarik tertinggi. Patahan yang

kekuatan

tarik

mengalami kenaikan pula. Hal tersebut terjadi adalah jenis patahan ulet. Karena

dikarenakan oleh pengaruh fraksi volume banyaknya

serat serabut kelapa dalam biokomposit penampang

pengaruh yang signifikan permukaan yang bergerigi dan memiliki

terhadap kekutan tarik biokomposit. Hal lekukan-lekukan yang dalam. Gambar

tersebut disebabkan karena perhitungan spesimen dapat dilihat pada gambar 4.3

secara teoritis tidak memperhitungkan Ketikan fraksi volume 60% : 10 % : 30%

persebaran serat didalam matrik sagu dan mengalami penurunan secara drastis

daya ikat antar serat dan matrik, tetapi kekuatan tariknya menjadi 2,728 MPa. Hal

hanya memperhitungkan kekuatan tarik ini terjadi karena matrik sebagai perekat

dan fraksi volume serat saja sehingga prosentasenya berkurang dan bahkan

selama kekuatan tarik serat dan jumlah lebih banyak fraksi volume dari serat.

serat meningkat maka kekuatan tarik Patahan yang terjadi adalah jenis patahan

biokomposit meningkat juga. ulet. Karena banyaknya terjadi deformasi

Kekuatan tarik aktual, yang terjadi pada penampang spesimen serta bentuk justru sebaliknya yaitu kekuatan tarik

permukaan yang bergerigi dan memiliki aktual

tertinggi dicapai pada lekukan-lekukan yang dalam.

yang

perbandingan

Sedangkan pada fraksi volume 75% : fraksi volume 45%:10%:45%. Hal tersebut 10% : 15% merupaka kekuatan tarik

terjadi karena serat serabut kelapa lebih merata didalam matrik sagu dan gliserol, terjadi karena serat serabut kelapa lebih merata didalam matrik sagu dan gliserol,

(Online),

antara permukaan matrik dan serat (http://www.traditionaltree.org, menjadi besar, sehingga baban yang

diakses 2 Agustus 2008). dibutuhkan untuk mematahkan material

Dieter, George. E. 1996. Metalurgi Mekanik. juga besar. Erlangga. Jakarta.

Elices, M and Llorca. J. 2002. Fiber Fracture. Elsevier. England. Berdasarkan penelitian tersebut maka Espert,

KESIMPULAN

2003. Natural dapat

Ana.

Fibres/Polypropylene Composites From biokomposit yang berserat serabut kelapa

dibuat kesimpulan

bahwa

Residual And Recycled Materials : Surface dengan

of Cellulose Fibers, berpotensi untuk dikembangkan lagi lebih

matrik sagu

And Environmental lanjut

Properties

KTH Fiber-och pengganti polistierene sebagai kemasan

sebagai material

alternative

Degradation .

Polymerteknologi. Sweden. makanan. Pada fraksi volume 45% Serabut kelapa, 10% gliserol dan, 45% Gibson, Ronald. F. 1994. Principles of

sagu mempunyai kekuatan tarik yang Composite Material Mechanics . McGraw- optimum yaitu sebesar 4,744 MPa. Nilai

Hill, Inc. New York. ini mempunyai nilai kekuatan tarik yang Jacobs, James. A and Kilduff, Thomas. F.

lebih besar dari pada kekuatan tarik 1994. Engineering Materials Technology : polistierene sebesar 3,03 MPa.

Structure, Processing, Properties & Selection . Prentice-Hall International,

Inc. London.

DAFTAR PUSTAKA

Jafferjee Brother. et al. 2003. Composite Applications Using Coir Fibers in Anonymous.

Srilanka . Final Report. Netherlands. Information .

(http://www.land- scapeforms.com, Mel, M. Schwartz. 1997. Composite Materials diakses 2 Agustus 2008).

: Properties, Nondestructive Testing, and Repair. New Jersey.

Anshori, Isa. 2006. Pengaruh Ukuran Mesh Serbuk Kayu Jati dan Temperatur Injeksi Matthew, F.L and Rawlings, R. D. 1994. terhadap Kekuatan Tarik Komposit Plastik

Composites Materials : Engineering Pada Proses Injeksi. Unibraw.

And Science. Chapman & Hall. London.

ASTM. 1997. Annual book of ASTM standards . Philadelphia : ASTM

Mirbagheri, Jamal. et al. 2007. Prediction of The Elastic Modulus of Wood Flour /

C. Y. Lai. et al. 2005. Mechanical and Kenaf Fibre / Polypropylene Hybrid Electrical Properties of Coconut Coir

Composites. Iranian Polymer Journal. Fiber-Reinforced

Polypropylene

Iran.

Composite. Polymer-Plastics

Technology and Engineering. Monteiro, N. Sergio. et al. 2005. Mechanical Malaysia.

Strength of Polyester Matrix Composite Reinforced with Coconut Fiber Wastes.

Chan, Edward and Elevitch, R. Craig. 2006. Revista Materia. Brazil. Cocos

Nucifera

(Coconut) .

Species

Prasetyo, Eko. 2006. Pengaruh Fraksi Volume Serbuk

Penginjeksian Terhadap Sifat Mekanik Komposit Plastik Serbuk Kayu Pada Proses Injeksi . Unibraw.

Setyawati, Dina. 2003. Pengaruh Ukuran Nisbah Serbuk Kayu Dengan Matriks, Serta Kadar Compatibilizer Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Kayu Polipropilena Daur Ulang. Makalah Falsafah Sains. Bogor.

PENGARUH FILLER SERAT PISANG ABAKA TERHADAP KEKUATAN BENDING PADA BIOKOMPOSIT DENGAN MATRIK BERBASIS UBI KAYU

Fatikh Catur Wahyudi Agung

Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri fatikh.c@gmail.com

Abstrak

Diantara permasalahan lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya adalah mengenai limbah kemasan dari plastik. Solusi yang ditawarkan yaitu penggunaan biokomposit. Ubi kayu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tinggi, diantaranya adalah sebagai biokomposit bahan kemasan bersifat degradable. Penelitian ini mengkaji secara eksperimental pengaruh penggunaan filler serat pisang abaka terhadap kekuatan bending pada biokomposit dengan matrik berbasis ubi kayu. Material biokomposit ini dibuat dari tepung tapioka dan serat pisang abaka dengan mencampurkan gliserol sebagai variabel terikat sebesar 20 % dari fraksi volume biokomposit tersebut. Filler yang digunakan dalam berbagai variasi, mulai 10 %, 20%, 30%, 40% dan 50% dari fraksi volume biokomposit. Uji bending dilakukan menggunakan Computer System Universal TIME / WDW - 20 E. Hasil pengujian bending biokomposit menunjukkan ada perbedaan kekuatan pada penggunaan variasi filler. Pada filler 10% kekuatan 7,5 Mpa, 20% kekuatan 13,5 Mpa, 30% kekuatan 16,5 Mpa, 40% kekuatan 21 Mpa, 50% kekuatan 30 MPa.

Kata kunci : biokomposit, filler serat pisang abaka, matrik berbasis ubi kayu, kekuatan bending.

PENDAHULUAN

Pada umumnya komposit terdiri dari bahan yang disebut “matrik” dan “filler”

Salah satu permasalahan mengenai atau bahan “penguat”. Bahan matrik dapat lingkungan di dunia ataupun di Indonesia berupa logam, keramik, karbon dan khususnya

limbah polimer. Matrik dalam komposit berfungsi plastik. Solusi yang ditawarkan yaitu sebagai perekat serta mendistribusikan penggunaan

adalah

mengenai

satu beban kedalam seluruh material penguat biomaterial yang dikembangkan para komposit. Sifat matrik biasanya “ulet” ilmuwan adalah biokomposit. Komposit (ductile). Bahan penguat dalam komposit mempunyai

biomaterial.

Salah

sifat –sifat yang unggul berfungsi sebagai penahan beban yang dibandingkan dengan material lain, seperti diterima oleh material komposit. Sifat rasio antara kekuatan dan densitasnya bahan penguat biasanya kaku dan tangguh. cukup tinggi, kaku, proses pembuatannya Sedangkan bahan penguat yang umum sangat sederhana serta tahan terhadap digunakan selama ini adalah serat karbon, korosi dan beban lelah. Material komposit serat gelas, dan keramik. adalah material yang dibuat dengan kombinasi dua atau lebih material berbeda

TINJAUAN PUSTAKA

yang digabung atau dicampur secara makroskopik untuk membentuk material Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan yang bermanfaat, dengan syarat terjadi tanaman pangan dengan nama lain ketela ikatan antara kedua material tersebut.

pohon, singkong atau kasepe. Pemanfaatan pohon, singkong atau kasepe. Pemanfaatan

gram bahan setengah jadi

Ubi Ubi berupa pati, tepung ubi kayu, gaplek dan

No.

Komponen

Kayu Kayu chips. Padahal ubi kayu memiliki potensi Kuning

146.00 157.00 yang besar untuk Potensi ubi kayu untuk

1 Kalori (kkal)

0.80 0.80 produk nonpangan diantaranya adalah

2 Protein (gram)

0.30 0.30 sebagai kemasan plastik biodegradable.

3 Lemak(gram)

4 Karbohidrat(gram) 34.70 34.90 Pisang abaka (Musa textilis Nee), sering

62.50 60.00 disebut

5 Air(gram)

sebagai abaka,

merupakan

tanaman penghasil serat. Aplikasi dari serat ini banyak digunakan sebagai bahan pembuat tali kapal laut. Serat abaka juga digunakan sebagai bahan baku tekstil pengganti serat kapas, jok kursi, kerajinan tangan berupa dompet dan tas, serta pengganti asbes yang lebih sehat. Melihat beberapa kelebihan dari serat pisang abaka dan Ubi kayu serta kebutuhan akan

Gambar 1. Wujud alami serat pisang abaka material baru yang ramah lingkungan,

penulis merencanakan

material

Sedangkan dimensi dan sifat-sifat mekanik biokomposit dengan serat pisang abaka

pisang abaka adalah digunakan sebagai bahan penguat (filler)

dari

serat

dijelaskan dalam tabel pada matrik pati Ubi Kayu (Tapioka). Dari

sebagaimana

dibawah ini:

penelitian ini diharapkan

ditemukan

material biokomposit baru yang dapat Tabel 2. Dimensi dari serat pisang abaka

memenuhi kebutuhan

bahan

dan

Diame Cell Cell width utamanya ramah terhadap lingkungan.

Fibe

Length

Legth (μm) Matrik yang digunakan adalah Pati

(cm)

ter

(mm) Rang Me berbasis Ubi Kayu (Manihot Esculenta)

(mm)

e an

3-12 6-46 berbentuk kristal, yang dicampur dengan 9.9

ca more

Gliserol sebesar 20%. Gliserol merupakan

tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3- Tabel 3. Sifat-sifat mekanik dari serat propanetriol. Struktur kimia dari gliserol

pisang abaka adalah sebagai berikut :

Extaen Tensil Young CH 2 OH

Fibe

Densit

sion at

e Modulus

Streng (Gpa) CHOH

I (gr/cc)

I (Mpa) CH 2 OH

3-12 6-46 9.9

ca more

Bahan filler digunakan dari serat pisang abaka (Musa textillis Nee), merupakan tumbuhan yang termasuk alam famili

METODOLOGI

Musaceae yang berasal dari Filipina yang telah dikenal dan telah dikembangkan Penelitian yang akan dilaksanakan adalah sejak tahun 1519.

true experimental research yang dibagi dalam beberapa tahapan, antara lain :

1. Studi Literatur Studi

literatur

disini

menitikberatkan pada teori – teori tentang pengetahuan bahan material komposit, tepung ubi kayu (tapioka) sebagai polimer

organik dan serat pisang abaka. Gambar 3 Pemasangan benda uji. Studi literatur dilaksanakan di

Jurusan Mesin Universitas Brawijaya, di Pada perhitungan kekuatan bending ini, laboratorium kimia tanah Jurusan Tanah digunakan persamaan yang ada pada Universitas Brawijaya dan internet.

standar ASTM D790, yaitu:

2. Studi Lapangan S= 3PL 2 Studi lapangan lebih difokuskan

2bd

untuk memperoleh bahan-bahan yang dengan, dibutuhkan dalam penelitian.

S = Tegangan bending (MPa) Kegiatan dalam studi lapangan:

P = Beban /Load (N)

Pengambilan serat pisang abaka. L = Panjang Span / Support span (mm) Melihat proses ekstraksi dan pengeringan

b = Lebar/ Width (mm) serat pisang abaka.

d = Tebal / Depth (mm)

3. Pembuatan dan Pengujian Spesimen Mesin uji bending digunakan untuk Biokomposit

mengukur kekuatan bending spesimen adalah Computer System Universal TIME /

Pengujian kekuatan bending

WDW - 20 E, dengan spesifikasi display metode by computer, load range (500 kN), max.

Pada perlakuan uji bending bagian atas space (490 mm), grips for plate (50 x 80 mm) spesimen mengalami penekanan dan dan accuracy (1 %). bagian bawah mengalami tarik sehingga

akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik dan shear stress yang terjadi pada core. Bentuk Spesimen uji bending komposit mengacu pada standar ASTM C393, dimana mempunyai dimensi panjang (P) = 100 mm dan lebar (L) = 30 mm, sedangkan tebal (t) spesimen ditentukan 2 mm.

Gambar 4 Mesin Uji Bending.

Gambar 2 Spesimen uji bending.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengujian dilakukan three point bending.

Kekuatan bending pada sisi bagian atas Hasil Uji Bending

sama nilai dengan kekuatan bending pada sisi bagian bawah.

Gambar 5 Spesimen uji bending.

Tabel 4 Data perhitungan hasil uji Bending Dengan jumlah serat yang banyak maka berarti juga matrik mendapat dukungan yang lebih besar dari serat sehingga dapat menyebabkan

matrik tidak mudah mengalami retak. Dari grafik di atas, tampak bahwa nilai tegangan bending tertinggi adalah sebesar 30 Mpa yang

diperoleh pada fraksi volume 50%.

Berdasarkan foto makro (gambar 7) terlihat pada spesimen biokomposit terdapat fiber pull out yang cukup banyak. Penampang yang patah menunjukkan ikatan yang terjadi antara serat dengan matrik tidak kuat. Fiber pull out menyebabkan kekuatan

Gambar 6 Tegangan bending rata-rata pada komposit rendah dikarenakan matrik akan berbagai fraksi volume serat

mengalami patah terlebih dulu apabila dikenai pembebanan, mengingat sifat

Dari tabel perhitungan diatas menunjukkan matrik yang getas.Ikatan yang kuat antara adanya peningkatan kekuatan bending serat dan matrik ditunjukkan dengan seiring dengan peningkatan prosentase patahan biokomposit secara merata pada fraksi volume serat pisang abaka sebagai permukaannya dengan tidak muncul filler . Nilai tegangan bending meningkat adanya serabut-serabut serat. seiring

dengan meningkatnya

fraksi

KESIMPULAN

volume serat. Halini terjadi karena semakin besar fraksi volume, maka jumlah serat

semakin banyak sehingga beban yang Variasi penggunaan serat berpengaruh diterima oleh masing-masing serat lebih terhadap

kekuatan bending material. kecil.

Peningkatan kekuatan bending tertinggi terjadi pada penggunaan serat 40% ke 50%,

Foto Makro Kegagalan Uji Bending tercatat kekuatan bendingnya dari 21 Mpa menjadi 30 MPa. Dengan demikian terjadi

kenaikan 42,9 %.

DAFTAR PUSTAKA

Tegar, T., 2008. Pengembangan Poly Lactic

Acid

Sebagai

Kemasan Ramah

Lingkungan

Berbasis Ubi Kayu (Manihot Esculenta) . Karya tulis Beswan Djarum.

Rusmiyatno, F. 2007. Pengaruh fraksi volume

Gambar 7 Kegagalan bending pada serat terhadap kekuatan tarik dan kekuatan biokomposit dengan filler 40%,

bending komposit nylon/epoxy resin serat perbesaran 4x.

pendek

random . Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Widyastuti, Pengaruh pelapisan HNO3 terhadap sifat Mekanik Komposit Lamina Isotropik Al/Al2O3-Al/SiC, Laporan penelitian HB , 2006.

Dempsey, J.M. 1963. Long Vegetable Fiber Developmentin South Vietnam and other AsianCountries .

Overseas

Mission,

Saigon, p : 157-162. Sudjendro. 1999. Abaca (Musa textilis Nee) : Potensi, pola pengembangan dan Masalahnya.

Pengembangan Tanaman Industri, Vol. 5 No.3 Desember 1999.

Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Kandungan Gizi Makanan. Bharata: Jakarta.

Wibowo, A. 1998. Abaca (Musa Textillis Nee) Penghasil Serat. Duta Rimba

XXIV (222) :31-37. Kaskus.

"MusaTextilisNee").http://www.kaskus. uswthread. php? t=1285300, 26-05-2010.

Lewin, M. 2007. Fiber Chemistry. Taylor and Francis group. Boca Raton-London- New York.