JURNAL TEKNIK MESIN, VOLUME 1, NOMOR 1, TAHUN 2012
JURNAL TEKNIK MESIN
ISSN 2252-4444 VOLUME 1, NOMOR 1, TAHUN 2012
DEWAN REDAKSI
Pelindung:
Direktur Politeknik Kediri
Penasehat:
Pembantu Direktur I Polteknik Kediri Pembantu Direktur II Politeknik Kediri Pembantu Direktur III Politeknik Kediri
Pembina:
Ketua UPT - PPMK (Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama)
Penanggung Jawab:
Putut Jatmiko Dwi Prasetio, ST., MT
Ketua Dewan Redaksi
Kholis Nur Faizin, SPd., MT
Editor Ilmiah
Rudianto Raharjo, ST., MT Ahmad Dony Mutiara Bahtiar, ST., MT
Editor Teknis
Ahmad Zakaria Anshori, SST
Alamat Redaksi dan Penerbit :
Jurnal Teknik Mesin (JTM) Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri Jl. Mayor Bismo No.27 Kediri 64121 Telp./Fax. (0354) 683128 Website: www.poltek-kediri.ac.id E-mail: jtm_polked@yahoo.com
Copyright © 2012
ISSN 2252-4444 Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
PENGANTAR REDAKSI
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena Jurnal Teknik Mesin telah terbit untuk edisi perdana yaitu Volume 1 Nomor 1 pada tahun 2012. Hal ini berkat kerja sama yang baik antara pihak-pihak yang semakin banyak terlibat dalam memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan Jurnal ini serta ketekunan dan ketabahan kita bersama.
Pada kesempatan ini kami dari tim redaksi tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Rekan-rekan yang telah turut membantu dalam penerbitan Jurnal ini. Kami juga mengharapkan agar kerja sama ini dapat terus berlanjut pada masa yang akan datang.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi staf pengajar, peneliti, dan juga para pembaca.
Ketua Dewan Redaksi
JURNAL TEKNIK MESIN
ISSN 2252-4444
VOLUME 1, NOMOR 1, TAHUN 2012
DAFTAR ISI
KONVERSI ENERGI Unjuk Kerja Coil Tube Heat Exchanger didalam Enclosure
Putut Jatmiko Dwi Prasetio
MATERIAL Pengaruh Fraksi Volume Serat Rami tehadap Kekuatan
16 –20 Bending Bahan Biokomposit Bermatrik Pati Sagu
Rudianto Raharjo
21 – 28 terhadap Kekuatan Bending Biokomposit Matrik Pati Ubi Jalar
Pengaruh Variasi Fraksi Volume Filler Serat Agave Sisalana
Riswan Eko Wahyu Susanto
Pengaruh Penambahan Borax dan Khitosan terhadap
29 – 38 Kekuatan Tarik Biokomposit Serat Rami Bermatrik Sagu
Kholis Nur Faizin
Aplikasi Serat Serabut Kelapa Bermatrik Sagu dan Gliserol
39 – 47 sebagai Pengganti Kemasan Makanan dari Sterofoam
Ahmad Dony Mutiara Bahtiar
Pengaruh Filler Serat Pisang Abaka terhadap Kekuatan
48 – 52 Bending pada Biokomposit Matrik Berbasis Ubi Kayu
Fatikh Catur Wahyudi Agung
UNJUK KERJA COIL TUBE HEAT EXCHANGER DIDALAM ENCLOUSURE
Putut Jatmiko Dwi Prasetio
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri pututjatmiko@yahoo.com
Abstrak
Penukar panas jenis pembuluh terdiri dari tube yang dibuat berlekuk-lekuk (coil). Pada penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap unjuk kerja dari penukar panas jenis pembuluh dengan tujuan untuk mendapatkan unjuk kerja (effectivennes) dari penukar panas yang optimal. Pada penelitian ini penukar panas diletakkan ditengah dalam enclosure dengan maksud agar luas permukaan perpindahan panas pada tube menjadi maksimal, sehingga laju perpindahan panasnya menjadi baik dalam sistem yang memanfaatkan konveksi alamiah pada sisi udara pendingin. Eksperimen ini dilakukan pada temperatur oil masuk penukar panas (T oil,in ) yang konstan, yaitu 70 °
C. Parameter yang divariasikan adalah gap ratio yang merupakan perbandingan antara lebar rongga dalam enclosure dengan diameter tube dari penukar
panas ( S / D ), dan laju alir massa oil ( m oil ). Adapun variasi dari gap ratio adalah 1,575;
2,625; 3,675 dan 4,725. Sedangkan variasi dari laju alir massa oil adalah 0,008 kg / s ; 0,012 kg / s ; 0,016 kg / s dan 0,020 kg / s . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada gap ratio kecil
(1,575 ≤ S / D < 2,625) dan pada gap ratio sedang (2,625 ≤ S / D < 3,675) terjadi penurunan laju perpindahan panas oil yang signifikan, adapun pada gap ratio besar (3,675 ≤ S / D ≤ 4,725) penurunan laju perpindahan panas oil cenderung tidak begitu signifikan lagi. Sedangkan
pada beban panas rendah (0,008 kg / s ≤ m oil < 0,012 kg / s ) dan beban panas tinggi (0,016 kg / s ≤ m oil ≤ 0,020 kg / s ) terjadi kenaikan laju perpindahan panas oil yang signifikan, adapun pada beban panas sedang (0,012 kg / s ≤ m oil < 0,016 kg / s ) kenaikan laju perpindahan panas
oil cenderung tidak begitu signifikan. Didapatkan pula bahwa penukar panas dengan gap ratio 1,575 dan laju alir massa oil 0,020 kg / s akan menghasilkan unjuk kerja (effectivennes) paling besar yaitu 0,586 dengan laju perpindahan panas oil yang terjadi adalah sebesar 25,86 W.
Kata Kunci : penukar panas, konveksi alamiah, enclosure, gap ratio, laju alir masa oil, laju perpindahan panas, effectivennes.
PENDAHULUAN
pembuluh (tube) yang berleku-lekuk (coil) dengan ditambahi kawat (wire) yang
Latar Belakang
ditempelkan pada pembuluh tersebut.
Penukar panas telah digunakan Penambahan kawat tersebut berfungsi secara luas pada berbagai bidang teknik, sebagai sirip (fin) dengan maksud untuk salah satu contoh pemakaiannya adalah memperbesar luasan perpindahan panas. pada sistem refrigerasi. Penukar panas Kondensor tersebut diletakkan di bagian pada sistem refrigerasi, dalam hal ini belakang
refrigerator dan kondensor berfungsi untuk melepas panas berhubungan secara langsung dengan refrigeran ke udara supaya refrigeran udara bebas. dapat terkondensasi. Pada refrigerator
dari
Sedangkan pada refrigerator yang yang
lama, kondensornya berupa sekarang, desain kondensornya hampir lama, kondensornya berupa sekarang, desain kondensornya hampir
1. Temperatur ruangan tempat pengujian yang lama yaitu berupa pembuluh yang
dalam kondisi yang tetap (konstan). berlekuk –lekuk tetapi tanpa menggunakan
2. Sistem beroperasi dalam kondisi tunak sirip, disamping itu terdapat perbedaan
(steady state).
mengenai penempatan
3. Sifat –sifat (properties) dari fluida kerja kondenser pada refrigerator.
(posisi)
dari
adalah konstan.
4. Efek radiasi diabaikan. baik
D.T.Newport melakukan penelitian
5. Geometri dari penukar panas adalah numerik yang mengamati interaksi termal
secara eksperimental
maupun
tetap, hanya dilakukan perubahan gap antara silinder isotermal yang terletak
ratio untuk setiap perubahan laju alir dipusat isotermal cubical enclosure dengan
massa fluida panas. pendinginan air. Penelitian ini terbatas
6. Fluida panas yang digunakan adalah pada aliran laminar dan Rayleigh Number
oil sedangkan fluida dingin adalah
untuk silinder pada kisaran 10 4 .
udara.
7. Fluida panas selama proses pengujian penelitian
Nanang Setyoadi telah melakukan
tidak mengalami perubahan fase. konveksi alamiah yaitu tentang pengaruh
eksperimental
mengenai
dinding vertikal gap ratio dan laju alir massa fluida panas
8. Salah
satu
dikondisikan adiabatik yaitu berupa terhadap unjuk kerja dari penukar panas
isolator (sterofoam), sedangkan dinding yang diletakkan di tengah dalam saluran
lainnya sebagai dinding vertikal.
vertikal
konveksi yaitu berupa pelat datar vertikal.
Perumusan Masalah
9. Dinding horizontal atas dan bawah Dari
dikondisikan adiabatik yaitu berupa penulisan ini, dengan maksud untuk
isolator (sterofoam). menghasilkan suatu penukar panas jenis
pembuluh dengan unjuk kerja yang Tujuan Penelitian
optimal maka melalui penelitian ini akan Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan kajian terhadap faktor-faktor dilakukan adalah sebagai berikut : yang
mengetahui pengaruh perpindahan panas dan unjuk kerja dari
perubahan gap ratio terhadap laju penukar panas jenis pembuluh yang
perpindahan panas yang terjadi pada diletakkan
penukar panas jenis pembuluh yang Adapun faktor-faktor tersebut adalah gap
diletakkan ditengah dalam enclosure. ratio ( S / D ) yaitu perbandingan antara lebar
2. Untuk mengetahui pengaruh laju alir rongga
panas terhadap diameter pembuluh dari penukar panas (D)
dalam
enclosure (S)
perpindahan panas yang terjadi pada
dan laju alir massa fluida panas ( m oil ).
penukar panas jenis pembuluh yang Penelitian ini dilaksanakan dengan cara
diletakkan ditengah dalam enclosure. memvariasikan
mengetahui pengaruh enclosure dan laju alir massa fluida panas.
perubahan gap ratio dan pengaruh perubahan laju alir massa fluida panas
Batasan Masalah
terhadap unjuk kerja dari penukar Adapun
batasan –batasan yang panas jenis pembuluh yang diletakkan perlu
dalam enclosure melalui berlangsung dengan baik, yaitu berupa
diambil agar
pembahasan
ditengah
parameter effectiveness. asumsi –asumsi sebagai berikut :
TINJAUAN PUSTAKA
dalam saluran vertical dengan diameter pembuluh yaitu perbandingan antara jarak
pelat vertikal dengan penelitian
D.T.Newport telah
melakukan sterofoam
ke
pembuluh dimana untuk maupun
baik secara
eksperimental diameter
mengamati memvariasikan gap ratio yaitu diperoleh interaksi termal antara silinder isotermal dengan variasi jarak sterofoam ke pelat yang terletak dipusat isotermal cubical vertikal (S), yaitu 15, 25, 35, 45 dan 55 mm. enclosure dengan pendinginan air. Riset Dan hasil dari eksperimen tersebut dengan metode numerik digunakan untuk dipresentasikan sebagai berikut : memprediksi distribusi temperatur dan angka Nusselt disekitar silinder dan pelat
numerik
yang
Laju perpan fluida panas
enclosure . Metode eksperimen digunakan
Vs Jarak rongga
untuk memverifikasi hasil numerik dengan
interferometer jenis Michelson dan Mach-
m = 0.012 kg/s
Zender. Penelitian ini terbatas pada aliran
n m = 0.014 kg/s (W
er pa laminar dan Rayleigh untuk silinder pada 250
m = 0.015 kg/s
m = 0.017 kg/s
Hasil dari penelitian tersebut 150
m = 0.026 kg/s
memperlihatkan bahwa angka Nusselt 100 pada 50 permukaan silinder bervariasi,
dimana angka Nusselt terbesar terjadi pada
S/d
daerah depan silinder (stagnasi) dan
Laju Perpan Fluida Panas
terendah di daerah belakang silinder
Vs Laju Aliran Massa
(upstream). Sedangkan untuk pelat enclosure
yang dijaga isotermal, angka Nusselt
S/d = 1.58
) terendah pada daerah pojok (corner). Hal 300
(W
S/d = 2.63
pan ini dikarenakan fluida didaerah corner 250 er
S/d = 3.68
200 P
banyak kehilangan momentum akibat
Laju
S/d = 4.74
resirkulasi, sedangkan daerah dibawah S/d = 5.79 corner mempunyai angka Nusselt yang 100
tinggi karena aliran mengalami Reattached. 50
Nanang Setyoadi telah melakukan Laju Aliran Massa (kg/s)
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Laju konveksi alamiah yaitu tentang pengaruh
penelitian eksperimental
mengenai
Perpindahan Panas Fluida Panas Dengan gap ratio dan laju alir massa fluida panas
Gap Ratio Dan Laju Alir Massa Fluida terhadap unjuk kerja dari penukar panas
Panas yang diletakkan di tengah dalam saluran vertikal.
Salah satu bentuk transfer energi digunakan pembuluh dengan diameter 3/8 pada
Pada penelitian
tersebut
sistem adalah proses inchi (9,53 mm) berupa koil yang terdiri perpindahan panas. Proses ini merupakan
suatu
dari 12 laluan. Jarak antar pembuluh aliran energi sebagai akibat adanya adalah 50 mm. Sebagai fluida panas perbedaan temperatur. Perpindahan panas digunakan oli thermia B, sedangkan fluida dapat terjadi melalui tiga cara yaitu secara dingin berupa udara. Laju alir massa fluida konduksi, radiasi dan konveksi. panas bervariasi mulai 0.012, 0.014, 0.015, 0.017, 0.026 kg/s. Sedangkan blockage ratio adalah perbandingan antara jarak rongga
Effisiensi Plat Vs Jarak Rongga
METODOLOGI
8 m = 0.012 kg/s
Variabel Penelitian
m = 0.014 kg/s
6 Guna mengetahui parameter bebas
m = 0.015 kg/s
f(
yang berpengaruh dalam studi eksperimen
m = 0.017 kg/s
Ef 4 m = 0.026 kg/s
ini maka perlu dilakukan analisa tak
2 berdimensi. Dengan analisa tak berdimensi
0 dapat
diketahui
parameter yang
berpengaruh tanpa harus menggunakan banyak kombinasi pengujian dan dapat
Effisiensi Plat Vs Laju Aliran Massa
didapatkan hubungan antar parameter
10 yang berpengaruh tersebut.
8 S/d = 1.58
% ) 6 S/d = 2.63
Tabel 1. Parameter Bebas
E ff (
S/d = 3.68 4 S/d = 4.74
No Parameter
Symbol Satuan Dimensi
Koefisien
2 S/d = 5.79
2 Diameter tube D
Laju Aliran Massa (kg/s)
Jarak antar
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara
3 Pt
tube
Efisiensi Pelat Dengan Gap Ratio Dan Laju
Ap m L Alir Massa Fluida Panas
4 Luas pelat
Beda
Effisiensi Udara Vs Jarak Rongga temperatur 5 T
KT
tube dengan udara
m = 0.012 kg/s
6 Jarak rongga S
m = 0.014 kg/s
95 f( %
Gaya
m = 0.015 kg/s
7 g m/s 2 Lt -2
Ef m = 0.017 kg/s
gravitasi
m = 0.026 kg/s
Effisiensi Udara Vs Laju Aliran Massa
S/d = 1.58
Densitas
Kg/m 3 ML -3
S/d = 2.63
fluida
S/d = 3.68
Konduktivitas
MLt -3 T -
ff E 95 S/d = 4.74
S/d = 5.79
Dari parameter-parameter diatas akan
ditentukan group tak berdimensi. Dengan
Laju Aliran Massa (kg/s)
menggunakan Buckingham Pi theory didapatkan 8 group tak berdimensi, yaitu :
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara
Efisiensi Udara Dengan Gap Ratio Dan
Laju Alir Massa Fluida Panas Laju Alir Massa Fluida Panas
1 ……………….……......…(3.1) k
saluran vertikal, dengan demikian : Pt ……………….....…..…….(3.2)
D Ap …………………...…….....(3.3)
divariasikan dalam
5 eksperimen ini adalah perubahan besar
D 2 g 3 2 ruang perpindahan panas antara tube
5 ……………....(3.5) k
sterofoam, yaitu dengan v
dengan
memvariasikan bilangan S, karenanya
g h D g D β Δ T S =f ,
D
D g 2 N u f Ra , S S
D 8
Dari kedelapan group parameter Instalasi Peralatan Eksperimen
tak berdimensi diatas,
pada
lebih dikenal
Eksperimen
dilakukan
1 temperatur ruangan yang dijaga konstan, dengan nama bilangan Nusselt (Nu) dan
dimana eksperimen menggunakan oil
2 merupakan perbandingan jarak antara (Shell Thermia B) sebagai sisi fluida panas
tube dengan diameter tube sedangkan 3 dan udara ruangan (udara bebas) sebagai
adalah perbandingan luas pelat dengan sisi fluida dingin. Penukar panas uji diameter tube dimana tebal plat dibuat terbuat dari tube tembaga yang dibuat konstan, karena eksperimen ini akan berlekuk-lekuk (coil) sebanyak 12 laluan.
meneliti pengaruh jarak rongga terhadap 3 Ukuran nominal tube adalah / 8 inchi koefisien perpindahan panas konveksi. dengan diameter luar 9,525 mm dan
akan diameter dalam 8 mm. Skema instalasi didapatkan
Sehingga dari penelitian
ini
rongga peralatan eksperimen yang digunakan terhadap unjuk kerja penukar panas. Untuk yaitu seperti pada gambar 3.1 berikut ini :
pengaruh
jarak
4 sampai dengan 7 dicari lagi suatu
hubungan fungsional sebagai berikut :
Dari hubungan diatas di dapat parameter
tak berdimensi baru ( 9 ) . Parameter tak
berdimensi tersebut lebih dikenal dengan nama bilangan Rayleigh (Ra). Untuk melihat pengaruh bilangan Rayleigh
Gambar 4. Skema Instalasi Peralatan terhadap perubahan unjuk kerja penukar
Eksperimen
Adapun peralatan dan bahan yang A
A-A
T digunakan adalah sebagai berikut : f,out
T t4
D T p4
1. Penukar Panass dengan tube tembaga yang ditempatkan didalam enclosure.
T p3
T t3
2. Thermostatik tank sebagai penampung fluida panas.
5 5 0 mm
mm
T 3. Flowmeter, untuk mengukur laju alir t2 massa fluida panas dalam dalam tube
T p2
T p1
4. Pompa dan Motor.
5 0 mm
5. Katup sebagai pengatur aliran. T t1 f,in
6. Thermometer, 550 mm untuk mengukur
Gambar 5. Skema Penempatan temperatur dalam ruangan (T ∞ ). Thermocouple
7. Thermocouple type
– T, untuk
mengukur temperatur permukaan tube
Prosedur Eksperimen
(T t ), temperatur permukaaan pelat (T p )
Eksperimen
dilakukan dengan
dan temperatur oil dalam tube (T f )
memvariasikan 4 macam laju alir massa oil
8. Fluida kerja dengan menggunakan oil (m oil ) sebagai berikut : 0,008 / s kg ; 0,012 / s ; kg Shell Thermia B.
kg / s ; 0,020 kg / s . Serta memvariasikan 4
9. Temperatur display dengan selector 10 macam gap ratio ( S / D ) sebagai berikut : channel. 1,575 ; 2,625 ; 3,675 ; 4.725 yaitu dengan
10. Thermocontrol untuk
mengontrol
cara memvariasikan 4 macam lebar temperatur fluida panas didalam tangki rongga/jarak pelat ke sterofoam (S) yaitu 15 penampung. mm, 25 mm, 35 mm dan 45 mm dimana Oil dipanaskan dalam tangki [1] dengan diameter tube konstan sebesar 3 / 8 in. Dalam menggunakan alat pemanas [10], kemudian pengambilan data, untuk setiap variasi oil dialirkan ke penukar panas uji [8] oleh mass flow laju alir massa oil dilakukan pompa [2]. Besarnya mass laju alir massa empat kali variasi gap ratio. Dimana data- oil diukur oleh flowmeter [6]. Untuk data yang akan dimbil yaitu berupa mengatur laju alir massa oil digunakan
permukaan tube (T t ), valve [5]. Thermocouple digunakan untuk temperature permukaan pelat (T p ) dan mengukur temperatur permukaan tube temperatur oil masuk dan keluar penukar (T t ), temperature permukaan pelat (T p ) dan panas (T f ) serta temperatur udara ruangan temperatur oil masuk dan keluar penukar (T Q ). Adapun prosedur langkah-langkah panas (T f ). Temperatur udara ruangan (T Q ) dalam eksperimen adalah sebagai berikut : diukur dengan menggunakan thermometer
temperatur
peralatan dan [9]. perlengkapan yang diperlukan. Untuk
2. Memasang alat seperti tergambar pada sejumlah titik, digunakan thermocouple
skema diatas.
tipe T yang dihubungkan
dengan
3. Memasukkan oil kedalam thermostatik Temperatur
selektor 10 channel, seperti terlihat pada
4. Mengecek kebocoran dari rangkaian alat gambar 3.2. dengan menghidupkan pompa
5. Memanaskan fluida kerja dengan heater dalam
thermostatik tank sampai
temperatur 70 o
C dan setting temperatur dilakukan dengan thermostat.
6. Mengatur laju alir massa fluida panas
Start
dengan mengatur bukaan katub yang
Menentukan parameter yang diubah :
dapat diukur dengan flowmeter.
Lebar rongga enclosure (S) Mass flow &
7. Temperatur pada sejumlah titik diukur dengan thermocouple type - T yang
Digunakan HE dengan dihubungkan o dengan temperatur
T f,in = 70 C
display setelah melalui selector 10
Memasang HE
channel. (detail
penempatan
ditunjukkan pada Gambar 5)
Setting awal
8. Thermocouple Mass flow = 0.008 kg/s untuk mengukur
S = 15 mm
termperatur permukaan tube (Tt), pelat (Tp) dan temperatur oil didalam Setting [Mass Flow]
pembuluh (Tf), sedangkan temperatur
Setting [S]
udara diruangan (T∞,2) menggunakan
HE dengan
Tunggu Steady
thermometer.
S = 25 mm
9. Mengulang langkah ke 7 untuk setiap S = 35 mm
Mass Flow :
0.012 kg/s
S = 45 mm Catat Data :
variasi gap ratio, yaitu dari 15 mm, 25 0.016 kg/s
0.020 kg/s
1. Temp. Fluida out, T f,out
mm, 35 mm dan 45 mm.
2. Temp. Pelat, T p 3. Temp. Tube, T t
10. Untuk T setiap variasi gap ratio 4. Temp. Udara dalam, ,1
5. Temp. Udara luar, T ,2 pengambilan data dilakukan setelah
tercapai kondisi steady state.
11. Mengulang langkah ke 6 s/d 10 untuk
variasi laju alir massa yang ditentukan S = 45 mm yaitu dari 0.008 kg/s, 0.012 kg/s, 0.016
tidak
ya
kg/s dan 0.020 kg/s.
tidak Mass Flow =
0.020 kg/s
ya
Tabel 2. Pengambilan Data
End
Gambar 6. Alur Kerja
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dilakukan dengan memvariasikan gap ratio dan laju alir massa fluida panas. Dengan gap ratio sebagai berikut : 1.575, 2.625, 3.675, 4.725, sedangkan untuk laju alir massa yaitu : 0,008 kg / s ; 0,012 kg / s ; 0,016 kg / s ; 0,020 kg / s . Pengambilan data dilakukan setelah sistem dalam kondisi steady. Dengan temperatur kamar dan tekanan 1 atm, diperoleh data sebagai berikut :
Pengujian
Tabel 3. Data Hasil Eksperimen Start
Data input untuk tiap parameter
Toil,in ; Toil,out Tt1 ;Tt2 ; Tt3 ;Tt4
Tp1; Tp2 ; Tp3 ;Tp4 Truang
Menghitung laju perpindahan panas oil : . .
Menghitung temperatur rerata permukaan pelat
q oil = m oil c p, . oil ( T . oil, in - T oil, out )
T pelat, rerata = T p,1 + .. .. . + T p,4 4
Menghitung bilangan Rayleigh
3 Ra ∞
= g L p . β. ( T p - Τ , 2 ν ) . α
Ra L 10 9 TIDAK
YA Menghitung bilangan Nusselt
Tabel 4. Data Hasil Eksperimen
0 . 670 Ra 1 L / 1 4 6 Nu L 0 . 68
2 Menghitung bilangan Nusselt
Menghitung koefisien konveksi
Nu L = h L p k .
Menghitung laju perpindahan panas pelat . q pelat = h A . p . ( T p - T ∞ ,2 )
Tabel 5. Data Hasil Eksperimen
Gambar 7. Alur Perhitungan
Analisa Fluida Panas GRAFIK Q oil = f( S / D )
GRAFIK Temperature Tube Rerata = f( S / D )
C) 69.00 25
ta 68.75 ( ra
) 24 moil = 0.008 kg/s
moil = 0.008 kg/s
(W
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.012 kg/s
u b e 68.50 oil
Q 23 moil = 0.016 kg/s moil = 0.020 kg/s
re T 68.25 moil = 0.016 kg/s
tu
moil = 0.020 kg/s
ra e p 68.00 m
T e 67.75 0 1 2 3 4 5
(a) (a)
GRAFIK Q oil = f(m oil ) GRAFIK Temperature Tube Rerata = f(m oil )
ta 68.75 ( ) 24 ra S/D = 1.575 e
68.50 S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 2.625
Q oil 23 S/D = 3.675
68.25 T
S/D = 3.675
S/D = 4.725
re tu
S/D = 4.725
ra
m p e 68.00 21
T e 67.75 0.005
Gambar 9. Grafik Qoil Gambar 8. Grafik Temperature Tube Rata-
(a) Sebagai Fungsi S/D Rata
(b) Sebagai Fungsi moil (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil
Pada gambar 9 (a) menunjukkan bahwa untuk setiap laju alir massa oil Pada gambar 8 (a) tampak bahwa (moil)
konstan, maka laju untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang perpindahan panas oil akan mengalami konstan, maka temperatur tube rata-rata penurunan dengan bertambahnya gap ratio akan mengalami peningkatan dengan (S/D). Hal ini terjadi karena aliran udara bertambahnya gap ratio (S/D). Dengan didalam
yang
enclosure akan mengalami semakin meningkatnya temperatur tube percepatan
mengikuti profil silinder rata-rata menunjukkan bahwa panas yang penukar
dimana dengan dilepas penukar panas semakin kecil. bertambahnya gap ratio maka rongga Sedangkan pada gambar 8 (b) tampak didalam enclosure menjadi semakin lebar bahwa untuk setiap gap ratio (S/D) yang yang mengakibatkan percepatan aliran konstan, maka temperatur pelat rata-rata udara
panas,
enclosure menjadi akan mengalami peningkatan pula dengan berkurang. Dengan semakin berkurangnya bertambahnya laju alir massa oil.
didalam
pecepatan
aliran udara inilah yang mengakibatkan koefisien konveksi antara silinder dengan udara menjadi semakin aliran udara inilah yang mengakibatkan koefisien konveksi antara silinder dengan udara menjadi semakin
semakin Dengan temperatur pelat rata – rata yang bertambahnya S/D, sehingga harga laju lebih tinggi maka beda temperatur pelat perpindahan panas oil menjadi semakin dengan temperatur udara sekeliling yang berkurang. Pada gap ratio < 3.675 relatif konstan akan menjadi lebih besar. penurunan laju perpindahan panas oil Beda temperatur yang besar ini akan lebih curam dibandingkan pada gap ratio > meningkatkan gaya bouyancy sehingga 3.675, hal ini menunjukkan bahwa pada laju perpindahan panas konveksi pada sisi gap ratio > 3.675 tidak lagi memberikan pelat ke udara luar menjadi semakin pengaruh yang signifikan terhadap laju meningkat. perpindahan panas oil. Dimana fenomena ini karena pada gap ratio < 3.675 memiliki
dengan
GRAFIK Temperature Pelat Rerata = f( S / D )
celah dalam enclosure yang relatif lebih kecil sehingga kecepatan udara yang
C) o 53
bersirkulasi didalam enclosure relatif lebih
52 ta (
besar dibandingkan pada gap ratio > 3.675.
ra
R e moil = 0.008 kg/s
Pada gambar 9 (b) dapat dilihat
e la
moil = 0.012 kg/s
bahwa untuk gap ratio (S/D) yang konstan,
re 50
moil = 0.016 kg/s
maka laju perpindahan panas oil akan
tu
moil = 0.020 kg/s
p e ra mengalami peningkatan seiring dengan 49
T semakin bertambahnya laju alir massa oil e 48 (moil). Hal ini terjadi karena laju
perpindahan panas oil sebanding dengan S / D
laju alir massa oil sesuai dengan persamaan
(a)
berikut ini :
q oli m oli c . p, oli . T oli, in - T oli, out
GRAFIK Temperature Pelat Rerata = f(m oil )
C) 53
Semakin besar laju alir massa oil maka
52 ta (
akan ra terjadi pula kenaikan pada
R e t 51 S/D = 1.575
temperatur oil keluar pembuluh, tetapi
la e S/D = 2.625
kenaikan laju alir massa oil tidak sebanding
50 P
S/D = 3.675
kenaikan temperatur oli sehingga laju S/D = 4.725 perpindahan panas oil menjadi semakin
re tu
p e ra 49
T e meningkat. m 48
Analisa Pelat
m oil kg ( / s )
Pada gambar 10 (a) tampak bahwa
untuk laju alir massa oil (moil) yang
(b)
konstan maka temperatur pelat rata-rata Gambar 10. Grafik Temperature Pelat pada gap ratio (S/D) yang kecil, harganya
(a) Sebagai Fungsi S/D lebih kecil dibandingkan dengan harga
(b) Sebagai Fungsi moil temperatur pelat rata-rata pada gap ratio
(S/D) yang besar. Sedangkan pada gambar
10 (b) tampak bahwa untuk gap ratio (S/D)
yang konstan, temperatur pelat rata – rata akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya laju alir massa oil (moil).
GRAFIK R a = f( S / D )
bertambahnya gap ratio untuk laju alir massa oil yang konstan, maka temperatur
5.0E+08
pelat rata – rata akan semakin turun
sehingga mengakibatkan beda temperatur
4.8E+08
moil = 0.008 kg/s
pelat dengan temperatur lingkungan luar
R a 4.5E+08
moil = 0.012 kg/s
menjadi semakin turun yang menunjukkan
moil = 0.016 kg/s moil = 0.020 kg/s
tingkat gaya bouyancy-nya semakin kecil.
4.3E+08
Hal ini sesuai dengan persamaan bilangan
Rayleigh berikut ini :
4.0E+08
g L . p 3 . β ( T s , 2 Τ 2 ) / D Ra L p ν α .
(a)
Pada gambar 11 (b) tampak bahwa untuk
setiap gap ratio (S/D) yang konstan, maka harga bilangan Rayleigh akan semakin
GRAFIK R a = f(m oil )
5.0E+08
turun dengan semakin bertambahnya laju
alir massa oil (moil). Hal ini terjadi karena
4.8E+08
S/D = 1.575
dengan semakin bertambahnya laju alir
a R 4.5E+08
S/D = 2.625 S/D = 3.675
massa oil untuk gap ratio yang konstan,
S/D = 4.725
temperatur pelat rata-rata akan semakin
4.3E+08
naik yang mengakibatkan beda temperatur
pelat dengan temperatur lingkungan luar
menjadi semakin naik pula dimana hal ini
m oil kg ( / s )
akan
mengakibatkan harga bilangan
Rayleigh menjadi semakin naik yang Gambar 11. Grafik Bilangan Rayleigh
(b)
menunjukkan tingkat gaya bouyancy-nya (a) Sebagai Fungsi S/D
semakin besar. Hal ini sesuai dengan (b) Sebagai Fungsi moil
persamaaan bilangan Rayleigh diatas.
koefisien konveksi Harga
Harga
bilangan Rayleigh dipengaruhi oleh harga bilangan Nusselt, menunjukkan tingkat gaya bouyancy, sedangkan
bilangan Nusselt dimana semakin besar bilangan Rayleigh dipengaruhi
harga
bilangan Rayleigh. maka gaya bouyancy-nya menjadi semakin Semakin
oleh
bilangan Rayleigh besar pula, dan berlaku juga sebaliknya menunjukkan
besar
gaya bouyancy yang bahwa semakin kecil bilangan Rayleigh semakin besar dimana akan menyebabkan
maka gaya bouyancy-nya menjadi semakin efek turbulensi fluida yang semakin besar kecil pula. Gaya bouyancy yang besar akan sehingga
pencampuran udara yang menyebabkan efek turbulensi fluida yang mengalir pada sekitar permukaan pelat
semakin besar sehingga pencampuran juga
besar, hal ini yang udara
semakin
koefisien konveksi permukaan pelat juga semakin besar.
yang mengalir
pada
sekitar menyebabkan
perpindahan panas menjadi semakin besar Pada gambar 11 (a) tampak bahwa pula. untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang
Pada gambar 12 (a) menunjukkan konstan, maka harga bilangan Rayleigh bahwa untuk setiap laju alir massa oil
akan semakin turun dengan semakin (moil) yang konstan, maka semakin besar bertambahnya gap ratio (S/D). Hal ini gap ratio (S/D) akan didapat harga terjadi
karena
dengan
semakin koefisien konveksi yang semakin kecil. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya semakin koefisien konveksi yang semakin kecil. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya
Sedangkan pada gambar 12 (b) mengakibatkan harga bilangan Rayleigh tampak bahwa untuk setiap gap ratio (S/D) menjadi semakin turun juga. Dengan yang konstan, maka semakin besar laju alir semakin berkurangnya bilangan Rayleigh massa oil (moil) harga koefisien konveksi tersebut mengakibatkan harga bilangan menjadi semakin bertambah. Hal ini terjadi Nusselt menjadi semakin berkurang pula karena dengan semakin bertambahnya laju dan hal ini akan mengakibatkan harga alir massa oil maka temperatur pelat rata – koefisien
semakin rata menjadi semakin bertambah sehingga berkurang pula, sesuai dengan persamaan mengakibatkan harga bilangan Rayleigh dibawah ini :
bertambah pula. Dengan
1 / 0 4 . 670 Ra
Nu L 0 . 68 9 / 16 4 / 9
bertambahnya bilangan Rayleigh tersebut
mengakibatkan harga bilangan Nusselt
menjadi semakin bertambah pula dan hal Pr
ini akan mengakibatkan harga koefisien
Nu L p konveksi menjadi semakin bertambah,
sesuai dengan persamaan diatas.
GRAFIK h = f( S / D )
GRAFIK Q pelat = f( S / D )
moil = 0.008 kg/s
moil = 0.008 kg/s 24 moil = 0.012 kg/s
W /m 3.20 moil = 0.012 kg/s
at (W
moil = 0.016 kg/s
p el Q 23 moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a) (a)
GRAFIK h = f(m GRAFIK Q pelat = f(m oil
) 24 S/D = 1.575
2 .K
S/D = 1.575
el at (W
S/D = 2.625
/m 3.20 S/D = 2.625
Q 23 S/D = 3.675
S/D = 3.675
S/D = 4.725
S/D = 4.725
Gambar 13. Grafik Laju Perpindahan Panas Gambar 12. Grafik Koefisien Konveksi
Pelat (a) Sebagai Fungsi S/D (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil (b) Sebagai Fungsi moil
Harga laju perpindahan panas sehingga harga laju perpindahan panas pelat akan sebanding dengan harga laju pelat menjadi bertambah pula, sesuai perpindahan panas oil, karena sesuai dengan persamaan diatas. dengan persamaan dibawah ini :
Analisa Effectivennes
q oli q pelat GRAFIK Effectivennes = f( S / D )
Dimana pada kenyataannya harga laju perpindahan panas pelat tidak mungkin
sama dengan harga laju perpindahan panas
oil, hal ini akibat adanyan kebocoran-
s e 0.57
n n 0.56 moil = 0.008 kg/s
kebocoran yang tidak bisa dihindari dalam
ti v 0.55 moil = 0.012 kg/s
e c 0.54 melakukan eksperimen. moil = 0.016 kg/s ff
E 0.53 moil = 0.020 kg/s
Pada gambar 13 (a) untuk setiap
laju alir massa oil (moil) yang konstan,
tampak bahwa dengan bertambahnya gap 0.50
ratio (S/D) maka laju perpindahan panas
pelat menjadi berkurang. Hal karena harga
(a)
laju perpindahan panas konveksi pada sisi pelat ke udara bebas dipengaruhi oleh
GRAFIK Effectivennes = f(m oil )
harga koefisien konveksi, dimana dengan
bertambahnya gap ratio untuk setiap laju
alir massa oil mengakibatkan harga
s e koefisien konveksi menjadi berkurang 0.57
S/D = 1.575
0.55 sehingga harga laju perpindahan panas S/D = 2.625 ti
e c 0.54 S/D = 3.675
pelat menjadi berkurang pula, sesuai
E ff 0.53 S/D = 4.725
dengan persamaan dibawah ini :
q pelat h A . p . T s,2 - T ,2 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
m oil kg ( / s )
Pada gap ratio < 3.675 penurunan laju
perpindahan panas pelat lebih curam
(b)
dibandingkan pada gap ratio > 3.675, hal Gambar 14. Grafik Effectivennes ini menunjukkan bahwa pada gap ratio >
(a) Sebagai Fungsi S/D 3.675 tidak lagi memberikan pengaruh
(b) Sebagai Fungsi moil yang signifikan terhadap laju perpindahan panas pelat.
Unjuk kerja suatu penukar panas Sedangkan pada gambar 13 (b) dapat ditinjau dari harga efectivennes-nya. untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan, Semakin besar harga efectivennes-nya, maka tampak bahwa dengan bertambahnya laju penukar panas tersebut semakin baik alir massa fluida (moil) maka laju dalam melepaskan panas karena jumlah perpindahan
menjadi pana aktual yang bisa dipindahkan meningkat.
panas
pelat
mendekati jumlah panas perpindahan panas konveksi pada sisi pelat maksimum
Hal karena
harga
laju semakin
munkin dapat ke udara bebas dipengaruhi oleh harga dipindahkan oleh penukar panas tersebut. koefisien
yang
Pada gambar 14 (a) untuk setiap bertambahnya laju alir massa fluida untuk laju alir massa oil (moil) yang konstan, setiap S/D fluida mengakibatkan harga tampak bahwa dengan bertambahnya gap koefisien konveksi menjadi bertambah ratio (S/D) maka harga effectivennes menjadi
konveksi,
dimana
dengan dengan
1. Pada laju alir massa oil yang sama, effectivennes menunjukkan
gap ratio akan penukar panas untuk melepas panas,
kemampuan
penambahan
menurunkan laju perpindahan panas Dimana dengan bertambahnya gap ratio
oil. Pada gap ratio < 3,675 penurunan untuk
laju perpindahan panas oil lebih mengakibatkan harga laju perpindahan
setiap laju
dominan dibandingkan pada gap ratio panas oil menurun dan harga Cmin relatif
> 3,675. Sedangkan pada gap ratio yang semakin turun pula tetapi penurunan laju
sama, penambahan laju alir massa oil perpindahan panas oil lebih dominan
akan menaikkan laju perpindahan dibanding penurunan Cmin sehingga
panas oil.
enclosure ini, laju berkurang pula, hal ini sesuai dengan
menyebabkan harga effectivennes menjadi
2. Pada
sistem
perpindahan panas pelat tidak sama persamaan dibawah ini :
dengan
laju
perpindahan oil
diakibatkan adanya kebocoran panas
q akt q ε oli .
pada isolasi, tetapi kebocoran panas
C min ( T oil, in T 2 )
tersebut
tidak
terlalu signifikan,
q maks
dimana kebocoran panas terbesar yaitu Pada gap ratio < 3.675 penurunan
3,5 % dari laju perpindahan panas oil. effectivennes lebih curam dibandingkan
3. Laju perpindahan panas oil dan laju pada gap ratio > 3.675, hal ini menunjukkan
perpindahan panas pelat terendah bahwa pada gap ratio > 3.675 tidak lagi
diperoleh pada laju alir massa oil memberikan pengaruh yang signifikan
terkecil (0.008 kg/s) dengan gap ratio terhadap effectivennes.
= 4.725. Sedangkan laju perpindahan Sedangkan pada gambar 14 (b)
panas oli dan laju perpindahan panas untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan,
pelat tertinggi diperoleh pada laju alir tampak bahwa dengan bertambahnya laju
massa oil terbesar (0.020 kg/s) dengan alir
massa oil (moil)
maka
harga
gap ratio = 1.575.
effectivennes menjadi bertambah. Hal ini
4. Pada laju alir massa oil yang sama, terjadi
gap ratio akan menunjukkan kemampuan penukar panas
karena harga
effectivennes penambahan
mengakibatkan harga effectivennes untuk melepas panas, Dimana dengan
menjadi semakin kecil. Pada gap ratio < bertambahnya laju alir massa oil untuk
3,675 penurunan effectivennes lebih setiap gap ratio mengakibatkan harga laju
dominan dibandingkan pada gap ratio perpindahan panas oil meningkat dan
> 3,675. Sedangkan pada gap ratio yang harga Cmin relatif semakin naik pula tetapi
sama, penambahan laju alir massa oil kenaikan laju perpindahan panas oil lebih
akan mengakibatkan harga effectivennes dominan
menjadi semakin besar. sehingga menyebabkan harga effectivennes
5. Effectivennes terendah diperoleh sebesar menjadi meningkat pula, hal ini sesuai
0,523 pada laju alir massa oil terkecil dengan persamaan diatas.
yaitu 0.008 kg/s dengan gap ratio terbesar
yaitu
4,725. Sedangkan
KESIMPULAN DAN SARAN
effectivennes
tertinggi diperoleh sebesar 0,586 pada laju alir massa
Kesimpulan
terbesar yaitu 0.020 kg/s dengan gap Dari hasil pengujian dan kemudian
ratio terkecil yaitu 1,575. dilakukan analisa, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Newport D. T., On the Thermal Interaction Between an Isothermal Cylinder an Its Isothermal Enclosure for Cylinder Rayleigh
Numbers of Order 10 4 , Journal of Heat
Transfer vol. 133 pp. 1052-1061, 2001. Nanang
Pengaruh Gap Ratio Dan Laju Alir Massa Terhadap Unjuk Kerja Dari Penukar Panas Diletakkan DiTengah Dalam Saluran Vertikal , Teknik Mesin-ITS, 2003.
Bejan, A., Heat Transfer, John Wiley and Sons, Inc, New York, 1993. Holman, J. P., Alih Bahasa oleh Jasjfi E., Perpindahan Kalor , Erlangga, Indonesia, 1988.
Incropera, Frank, P., and DeWitt, David P., Fundamental of Heat and Mass Transfer ,
ed, John Wiley and Sons, Inc, New York, 1996.
4 th
PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT RAMI TERHADAP KEKUATAN BENDING BIOKOMPOSIT BERMATRIK PATI SAGU
Rudianto Raharjo
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri Raharjo_rudianto@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini di harapkan untuk kemasan makanan. Kemasan yang di inginkan adalah yg memiliki kekuatan bending, aman ketika kontak dengan makanan dan mudah terurai oleh lingkungan. Penelitian ini memfokuskan pembuatan biokomposit untuk aplikasi kemasan pengganti kemasan polistierene. Dalam penelitian ini di gunakan pati sagu,
kitosan 40 %, temperature glatinisasi 70 0 C. Pengujian menggunakan uji bending dengan ASTM C 393(1997) dan uji migrasi bahan dengan SNI 7323(2008). Dari hasil pengujian di dapatkan data kekuatan bending dan data total migrasi bahan terhadap fraksi volume serat rami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegangan bending tertinggi pada fraksi volume 50% sebesar 6 MPa dan tegangan terendah pada fraksi volume 10 % sebesar 2 MPa.
Kata Kunci : biokomposit, rami, sagu, bending.
PENDAHULUAN
1970-an,
sampai sekarang pengembangan tanaman sagu di Indonesia
namun
Latar Belakang
masih jalan di tempat. Sagu merupakan Munculnya
permasalah tanaman asli Indonesia. Tepung sagu limbah
issue
semakin mengandung amilosa 27% dan amilopektin bertambah mampu mendorong perubahan 73%. Simpanan karbohidrat di hutan sagu trend teknologi komposit menuju natural Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering composite yang ramah lingkungan. Serat per tahun, Dibandingkan dengan tanaman rami (Boehmeria Nivea) merupakan salah penghasil karbohidrat lain, keunggulan satu jenis serat alam yang tumbuh dan utama
non-organik
yang
sagu adalah berlimpaah jumlahnya di Indonesia. Serat produktivitasnya tinggi. Produksi sagu rami ini memiliki kekuatan relatif yang yang dikelola dengan baik dapat mencapai tertinggi
tanaman
25 ton pati kering/ ha/tahun. Produktivitas tumbuhan. Serat rami menjadi produk ini setara dengan tebu, namun lebih tinggi teknologi dengan nilai ekonomi tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan merupakan langkah yang tepat untuk kentang dengan produktivitas pati kering menjawab permasalahan ini.
10-15 t/ha/tahun. Konsumsi pati sagu dalam negeri hanya sekitar 210 ton atau baru 4-5% dari potensi produksi.
penelitian ini untuk kemasan makanan. Kemasan yang di Potensi sagu (Metroxylon sagu inginkan adalah yg memiliki kekuatan Rottb ) sebagai sumber bahan pangan dan bending , aman ketika kontak dengan bahan industri telah disadari sejak tahun makanan
TINJAUAN PUSTAKA
Aplikasi
dan
mudah terurai oleh mudah terurai oleh
Hasil pengujian pembuatan biokomposit untuk aplikasi diperoleh besarnya kekuatan bending kemasan pengganti kemasan polistierene.
bending .
biokomposit kombinasi rami acak adalah sebagai berikut:
METODE PENELITIAN KOMPOSISI SERAT RAMI ACAK
Penelitian dilaksanakan dengan membuat
dan menguji sampel uji biokomposit
dengan mengacu ASTM C 393 untuk uji
bending dan SNI 7232 untuk uji migrasi Tabel 1. Hasil pengujian uji bending bahan. Jumlah masing-masing sampel uji
3 PL
sebanyak 1 buah dengan fraksi volume σb = 2 (1) serat, Vf: (10%, 20%, 30%, 40%, 50%). Serat
2 bh
rami yang digunakan berupa serat tidak
kontinyu acak yang diperoleh dari Balitas dengan : Singosari Malang. Matriks yang digunakan σ b = Tegangan bending (MPa) berupa pati sagu dengan khitosan 40 % dan P = Beban /Load (N) Gliserol 20%. Metode pembuatan sampel L = Panjang Span / Support span(mm) uji adalah hand lay-up.
b = Lebar/ Width (mm)
h = Tebal / Depth (mm)
Tabel 2. Hasil perhitungan tegangan bending
Gambar 1. Spesimen uji bending
Hasil uji sampel biokomposit
disajikan dalam bentuk hubungan antara kekuatan bending vs fraksi volume serat .
Hasil pengujian dibandingkan dengan
hasil perhitungan
polistierene. Observasi
kegagalan
ing nd 4 e
dilakukan dengan foto makro untuk
mengamati modus kegagalan dan kriteria
ga ng 2
kegagalan. Te Hasil akhir penelitian 1
dibandingkan bahan plastik/polimer yang 0
diaplikasikan pada bidang kemasan
Fraksi Volume
makanan. Gambar 2. Grafik Tegangan Bending dengan Fraksi Volume serat rami
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dari gambar 2 pengujian uji Menggunakan Universal Testing Machine bending
terdapat kenaikan (Time Group Inc WDW 20E) diperoleh data tegangan dari 2 MPa ke 4 MPa dan ke 6
komposit
MPa dikarenakan oleh adanya pengaruh Foto Makro Uji Kegagalan Bending
penambahan volume serat rami. Tujuan dilakukan foto makro Peningkatan tegangan bending dari fraksi untuk mengetahui kegagalan yang terjadi volume 10 % ke 20 %
pada komposit. Selain itu, foto makro juga
4 2 x 100 % = 100 % dilakukan untuk melihat patahan spesimen
2 hasil pengujian bending. Foto –foto makro Peningkatan tegangan bending dari fraksi tersebut dapat dilihat pada gambar volume 20 % ke 30 %
dibawah:
4 4 x 100 % =0%
Peningkatan tegangan bending dari fraksi volume 30 % ke 40 %
6 4 x 100 % = 100 % 4
Peningkatan tegangan bending dari fraksi volume 40 % ke 50 %
6 6 x 100 % =0% 6 Grafik tegangan bending diatas
menunjukkan kenaikan
tegangan
dikarenakan penambahan seratnya, grafik tersebut menjelaskan semakin tinggi fraksi volume seratnya maka tegangan semakin
Gambar 3. Kegagalan pada pengujian tinggi, hal ini dituntukkan pada fraksi
bending komposit dengan fraksi volume volume 10 % besarnya tengangan bending
10% yaitu 2 MPa, lebih kecil dibanding fraksi
volume 20 % yang sebesar 4 MPa. Sedangkan untuk fraksi volume 30 % besarnya tegangan 4 MPa, jadi tidak ada peningkatan tegangan bending dari fraksi 20% ke fraksi 30 %. fraksi volume 40 % besarnya tengangan bending yaitu 6 MPa yang lebih tinggi dari fraksi volume 30 %, fraksi volume 20 % dan fraksi volume 10 %. fraksi volume 50 % besarnya tengangan bending yaitu 6 MPa. Tegangan bending fraksi volume 50 % sama dengan tegangan bending fraksi volume 40 % , berarti tidak ada peningkatan tegangan bending seiring dengan peningkatan fraksi volumenya. Dari hasil diatas menunjukkan bila serat
Gambar 4. Kegagalan pada pengujian semakin banyak serat maka tegangan
bendingnya semakin naik. Semakin bending komposit dengan fraksi volume 20%
meningkatnya kekuatan
bending
ini
dikarenakan dimensi komposit yang semakin besar. Semakin banyak serat yang digunakan, dimensi komposit akan semakin besar pula.
Gambar 5. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 30%
Gambar 6. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 40%
Gambar 7. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 50%
Gambar diatas menunjukkan kegagalan pada pengujian bending komposit, dimana patahan terjadi dibagian bawah yang awal mulanya mengalami retak atau lepas dari ikatannya terhadap serat didalamnya. Pada umumnya kelemahan komposit terhadap beban bending terletak pada bagian komposit yang belum merata pemampatannya
antara
serat dan matriknya dibagian bawah pada spesimen. Pada lapisan ini mempunyai kekuatan tarik maksimum dan akan mengalami kegagalan paling awal karena tidak mampu menahan tegangan tarik pada bagian bawah komposit, sehingga akan terjadi retak lebih awal. Kekuatan yang menahan beban maksimum terjadi pada bagain komposit yang ada didalamnya, yang banyak terjadi pencampuran antara serat dan matrik secara merata. Setelah dibagian dalamnya tidak mampu menahan beban maka di bagian bawah tidak mampu menahan beban, maka akan terjadi retakan pada bagain bawah spesimen tersebut, dan merupakan retakan awal pada komposit. Setelah bagian bawah patah, kekuatan menahan beban menurun drastis.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa biokomposit serat rami dengan matrik pati sagu berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagi material alternatif pengganti polistierene untuk kemasan makanan. Pada biokomposit dengan fraksi volume 40 % dan 50 % di dapatkan nilai tegangan bending yang tertinggi sebesar 6 MPa. Harga ini lebih besar daripada harga referensi pada penelitian ini, yaitu bahan polimer yang di aplikasikan pada kemasan makanan, untuk yg tebuat dari polistierene sebesar 5 MPa dan yg terbuat dari LDPE sebesar 4 MPa. Biokomposit ini jg aman jika di pergunakan untuk
kemasan
makanan.karena masih
dibawah
mg/dm 2 , untuk simulan air, asam aseta 3%, alkohol 15%. kelemahan biokomposit terhadap beban bending terletak pada bagian komposit yang belum merata pemampatannya
matriknya dibagian bawah pada spesimen
DAFTAR PUSTAKA
Sumaryono. (2007). Tanaman Sagu Sebagai Sumber
Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian. Vol., 29. No 4. Badan Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor
ASTM. (1997).ASTM C 393 Widiarto, Sonny. (2005).Pembuatan Plastik
Ramah Lingkungan dari Campuran Pati Sagu Polivinil Alkohol. Laporan Penelitian Dana Dipa PNPB. Unila. Lampung
Utari, S.M. Darni, Y. Dan Utami, H. (2008). Pemanfaatan Agar-Agar Gracilarna Coronapifolia dan Kitosan Untuk Pembuatan
Plastik
Biodegradabel
dengan Gliserol sebagi Plasticizer. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II Universitas Lampung. 29-
40 Soemardi, T.P. Kusumaningsih, W. dan Irawan
A.P. (2009).
Karakteristik
Mekanik Komposit Lamina Serat Rami Epoxi Sebagai Bahan Alternatif Soket Protesis. Jurnal Makara Teknologi 13(2) : 96-101
Warsiki, E. Damayanthy, E. Damanik, R. (2007). Karakteristik Mutu Sop Daun Torbangun dalam Kemasan Kaleng dan Perhitungan Total Migrasi Bahan. Jurnal Teknik Industri Pertanian 18(3): 21-24
PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME FILLER SERAT AGAVE SESALANA TERHADAP KEKUATAN BENDING BIOKOMPOSIT MATRIK PATI UBI JALAR
Riswan Eko Wahyu S
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri risone98@yahoo.com
Abstrak
Penggunaan plastik sebagai bahan kebutuhan manusia memiliki berbagai keunggulan, akan tetapi plastik sangat sukar terdegradasi secara alami dan telah menimbulkan masalah dalam penanganan limbahnya. Dalam memecahkan masalah limbah plastik dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang. Biokomposit pada penelitian ini menggunakan biomaterial yang dapat diperbaharui (renewable) dan dapat terurai oleh lingkungan. Dengan harapan dan aplikasinya sebagai material alternative pengganti kotak kemasan makanan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah komposit serat pendek secara hand lay up tekan, sebagai filler komposit digunakan serat Agave Sisalana dengan variasi Fraksi Volume 10%, 20%, 30%, dan 40%. Sedangkan Matrik penyusun biokomposit ini menggunakan bahan pati ubi jalar yang dicampur dengan 20% gliserol. . Pengujian dilakukan dengan standar uji bending ASTM D 790 (1997). Dari penelitian ini diperoleh hasil bending terkecil pada fraksi volume serat 10% sebesar 2 MPa dan hasil bending terbesar pada fraksi volume serat 40% sebesar 8 MPa.
Kata kunci : biokomposit, kekuatan bending.
PENDAHULUAN
dari limbah plastik dimana dari data Kementrian
Lingkungan Hidup
Latar Belakang
bahwa setiap individu Penggunaan plastik sintetik sebagai menghasilkan
menunjukkan
rata-rata 0,8 kilogram bahan