Fenomena komunikasi dan upaya teorisasinya

A. Fenomena komunikasi dan upaya teorisasinya

Dilihat dari sejarah filsafat, perhatian terhadap fenomena komunikasi sebagai upaya dalam menjadikannya sebagai bagian dari obyek forma ilmu, diketahui bahwa itu

Littlejohn, Stephen W., 1983, Theories of Human Communication, Columbus –Ohio, Charles E. Merrill Publishing Company, p.

41 381-382. Littlejohn, Stephen W., 2005, Theories of Human Communication, eighth edition, Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont, USA.

dimulai oleh Aristotle 42 ketika ia mempelajari tentang seni atau cara-cara berbicara di depan umum. Hasil telaah yang kemudian digolongkan sebagai teori praktika ini, lalu

dikenal luas dengan konsep retorika 43 . Telaah komunikasi kemudian mulai ditingkatkan pada upaya pencapaian yang lebih sistematis. Untuk itu, berdasarkan ketertarikan

terhadap fenomena kemasyarakatan dalam kaitan penerbitan pers di Jerman, maka Max Weber secara akademik meresmikannya menjadi bagian dari obyek studi sosiologi, yakni sosiologi pers. Namun, upaya Weber ini dinilai menemui kegagalan, karena dalam perjalanannya, sosiologi ternyata terjebak pada habitat aslinya, yakni lebih fokus pada masyarakatnya ketimbang pers itu sendiri. Jadi, ini berlawanan dengan latar belakang lahirnya konsentrasi studi tadi, yang notabene karena fenomena “pers terhadap

masyarakat”, bukan karena “masyarakat terhadap pers’ 44 . Untuk kepentingan serupa, perhatian terhadap komunikasipun semakin melebar.

Ini terutama dalam kaitannya untuk mengetahui kesuksesan propaganda politik melalui media massa pada saat pecahnya perang dunia. Dalam kaitan ini, akademisi yang pertama

kali mencoba memahaminya adalah ilmuwan politik Lasswell pada 1948 45 . Komentarnya yang dikenal luas terhadap fenomena komunikasi yaitu, : Siapa, mengatakan apa, dengan

saluran yang mana, kepada siapa dan dengan pengaruh apa ? Formula ini memang relatif memadai, namun akademisi lain tidak puas dan mencoba meningkatkannya ke dalam

bentuk yang lebih baik, yakni dalam wujud model komunikasi 46 . Model 47 berarti gambaran yang sistematis dan abstrak. Komplitnya, yakni seperti sebagaimana dikatakan Karl Deutsch (1952) 48 dalam "On Communication Models in the

Social Sciences", yaitu merupakan "a structure of symbols and operating rules which is supposed to match a set of relevant points in an existing structure or process." Dengan kata lain, model merupakan a simplified representation or template of a process that can

be used to help understand the nature of communication in a social setting. Fungsinya untuk menerangkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam aspek dari

suatu proses 49 . Pada proses menyangkut suatu fenomena komunikasi, maka melalui sebuah model, fenomena komunikasi yang muncul dalam setiap levelnya itu, unsur-unsur

42 Aristotle’s definition of rhetoric. Ehninger, Gronbeck and Monroe: One of the earliest definitions of communication came from the Greek philosopher-teacher Aristotle (384-322 B.C.). “Rhetoric” is “the faculty of observing in any given case the available means of

persuasion” (Rhetoric 1335b). (dalam, C. David Mortensen, Communication: The Study of Human Communication (New York: McGraw-Hill

http://www.shkaminski.com/Classes/Handouts/Communication%20Models.htm#_What_is_a_Model?).

“Communication Models.”,

44 http://en.wikipedia.org/wiki/Communication_theory#History_of_communication_theory

45 Wright, Charles R., 1986, Sosiologi Komunikasi Massa, Editor, Jalaluddin Rakhmat, Bandung, Remadja Karya, CV. Harold D. Lasswell pada 1948, dalam, http://en.wikipedia.org/wiki/Harold_Lasswell.

46 Menurut Mortensen, 1972, a model is a systematic representation of an object or event in idealized and abstract form. ... “Communication models are merely pictures; they’re even distorting pictures, because they stop or freeze an essentially dynamic

interactive or transactive process into a static picture.” (Mortensen, C. David, 1972 Communication: The Study of Human Communication,

New York:

McGraw-Hill

Book

Co.,Chapter

dalam

http://www.shkaminski.com/

Classes/Handouts/Communication%20Models.htm#_What_is_a_Model?

47 Menurut Mortensen, model komunikasi paling klasik dihasilkan oleh filsuf Junani Aristotle, model komunikasi Aristotle ini memusatkan posisi pembicara dalam upaya menyederhanakan fenomena komunikasi. (dalam, http://www.shkaminski.com/

Classes/Handouts/Communication%20Models.htm#_What_is_a_Model?

48 Karl Deutsch, dalam : http//en.wikibooks.org., diakses tanggal 13 September 2006.

49 Menurut Mortensen, fungsi atau kegunaan model ada tiga, 1) They should allow us to ask questions;2) They should clarify

complexity; 3) They should

(http://www.shkaminski.com/

Classes/Handouts/Communication%20Models.htm#_What_is_a_Model? Classes/Handouts/Communication%20Models.htm#_What_is_a_Model?

Sebagai ilmu sosial yang obyek formanya difokuskan pada human communication, maka dalam ilmu komunikasi diketahui terdapat banyak model-model komunikasi. Ragam model komunikasi yang ada itu, oleh Mc Quail dan Windahl digolongkan ke dalam lima kelompok model, terdiri dari : Model dasar; model pengaruh personal, penyebaran dan dampak komunikasi massa terhadap individu; model efek komunikasi massa; model khalayak dan model komunikasi tentang sistem, produksi, seleksi dan alir media massa.

Sebuah model komunikasi memang merupakan representasi simbolik dari suatu proses komunikasi. Meskipun demikian, sebuah model komunikasi tidak mengandung adanya penjelasan (explanation) mengenai hubungan kausalitas di antara komponen yang terdapat dalam model. Penjelasan mana, merupakan salah satu dari empat ciri yang harus dipenuhi oleh sebuah teori guna diperolehnya predikat sebagai teori yang baik. Jadi,

seperti dikatakan Severin dan Tankard 50 , model komunikasi itu perannya baru terbatas hanya sebagai salah satu sumber yang dapat membantu dalam proses perumusan suatu

teori komunikasi, sebuah elemen ilmiah yang notabene perannya sangat signifikan dalam proses kerja ilmiah. Karena keterbatasan tersebut, dalam kaitan upaya pemahaman fenomena komunikasi, para akademisi akhirnya berupaya meningkatkan model ke tingkat yang lebih memadai secara ilmiah, dan karenanya lahirlah apa yang disebut dengan

taxonomies 51 . Taxonomies yaitu teori yang baru memiliki komponen konsep saja, salah satu

elemen dasar dari teori. Belum ada unsur explanations tentang bagaimana konsep-konsep yang dikandungnya itu saling berhubungan. Apalagi menyangkut elemen-elemen lainnya,

seperti elemen asumsi filosofis dan prinsip atau panduan untuk bertindak. 52 . Dalam ilmu komunikasi sendiri, teori yang termasuk jenis ini (taxomomie) masih banyak dijumpai,

antara lain misalnya seperti teori pembentukan keputusan kelompok dari Randy Hirokawa dan Dennis Gouran; Genderlect Styles-nya Deborah Tannen, atau Teori Relational

Dialectic dari Baxter dan Montgomery 53 . Sebagai sebuah teori, dalam kaitannya dengan upaya ilmu komunikasi untuk

mengembangkan dirinya sendiri (pure science), maka teori berkadar taxonomie tadi masih belum cukup memadai dalam membantu ditemuinya pengetahuan yang seumum- umumnya mengenai fenomena human communication. Untuk keperluan tersebut diantaranya diperlukan teori yang di dalamnya terpenuhi empat komponen dasar teori, yakni meliputi komponen : asumsi filosofis, konsep, penjelasan dan prinsip atau panduan

untuk bertindak 54 .

(1992 : 36, dalam Wiryanto, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Grasindo, PT, : 10.

51 Taxonomy is the practice and science of classification . The word comes from the Greek τάξις, taxis, 'order' + νό ος, nomos, 'law' or 'science'. Taxonomies, which are composed of taxonomic units known as taxa (singular taxon ), are frequently hierarchical in

structure, commonly displaying parent-child relationships.

52 Littlejohn, Stephen W., 2005, Theories of Human Communication, eighth edition, Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont,

53 USA.

54 Lihat, dalam Griffin, EM, 2003, A First Look at Communication Theory, Fifth Edition, New York, McGraw Hill, chapter 11. Littlejohn., Stephen W., 2005, Theories of Human Communication, eighth edition, Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont,

Selain itu, diperlukan upaya pengembangan kemampuan teori sebagai petunjuk ini secara kontinyu. Berdasarkan kemampuannya dalam memerankan fungsi sebagai petunjuk dimaksud, maka teori tadi diketahui tingkatannya ada tiga. Terdiri dari : Micro level theory- Macro level tyheory – dan Meso Level Theory. Micro level theory deals with small slices of time, space, or numbers of people. Konsep-konsep yang dikandung biasanya tidak begitu abstrak. Macro level theory lebih perhatian terhadap soal “the operation of larger aggregates”,misalnya seperti lembaga-lembaga sosial, sistem budaya secara keseluruhan, dan masyarakat secara keseluruhan. Konsep-konsep yang digunakannya lebih abstrak. Meso Level theory, level ini secara relatif jarang dijumpai. Level teori tersebut mencoba menghubungkan level makro dan mikro, atau berupaya untuk mengoperasikan teori pada suatu tingkatan intermediate. Teori-teori sosial yang sering mencapai taraf meso ini adalah teori-teori mengenai organisasi, gerakan-gerakan

sosial, atau mengenai komunitas-komunitas 55 . Semua ilmu, termasuk tentunya ilmu komunikasi yang merupakan salah satu

pecahan dari ilmu sosial, juga menginginkan terwujudnya teori-teori komunikasi yang mencapai taraf meso sebagaimana banyak dicapai oleh teori-teori organisasi, gerakan sosial atau komunitas tadi. Dalam upaya ini, maka sama halnya dengan ilmuwan dalam disiplin lain, ilmuwan dalam disiplin ilmu komunikasipun berangkat dari model dasar

dalam proses penyelidikan. 56 Sistematika proses penyelidikan itu sendiri, langkah-langkahnya terdiri dari tiga

tahap. Langkah pertama yaitu mengajukan pertanyaan. Pertanyaan ini bisa berwujud dalam beragam jenis. Ada pertanyaan yang diajukan untuk menjawab batasan tentang sebuah konsep; pertanyaan menyangkut kaitan sebuah konsep dengan lainnya, hingga pertanyaan yang berkaitan dengan soal value probe aesthetic, pragmatic and ethical qualities. Misalnya, Is it beautiful ? Is it effective ? Is it good ? Langkah kedua, yaitu mengobservasi. Pada tahap ini, ilmuwan berusaha mencari jawaban dengan cara mengamati fenomena dibawah proses penyelidikan. Langkah ketiga, yaitu membangun jawaban. Pada fase ini, ilmuwan mencoba mendefinisikan, menggambarkan dan

menjelaskan – membuat penilaian dan penafsiran terhadap apa yang telah diamatinya. 57 Kemudian, dalam upaya ilmuwan komunikasi untuk meningkatkan teorinya

menjadi lebih bermutu, maka ada dua jenis teori yang memungkinkan bagi terwujudnya pencapaian upaya itu. Kedua teori dimaksud adalah nomothetic theory dan practical theory. Nomothetic theory is defined as that which seeks universal or general law. Pendekatan yang biasa dilakukan dalam ilmu alam, namun sudah banyak dijadikan model dalam penelitian ilmu sosial. Teori yang demikian bertujuan untuk menggambarkan secara akurat tentang bagaimana kehidupan sosial bekerja. Langkah-langkah yang dilakukan ilmuwan tradisional dalam aplikasi pendekatan nomothetic theory, terdiri dari :

1) mengembangkan pertanyaan; 2) membentuk hipotesis; 3) menguji hipotesis dan 4) memformulasi teori. Pendekatan yang demikian dikenal juga sebagai hypothetico –

deductive method . 58

Neuman, W. Lawrence, 2000, “The Ethics And Politic of Social Research”, in chapter 5 on Social Research Methods-Qualitative

56 and Quantitative Approaches, Allyn and Bacon, Boston, USA, p. 40, 49-50. Littlejohn, Stephen W., 2005, Theories of Human Communication, eighth edition, Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont,

57 USA, p. : 6 58 idem Littlejohn, Stephen W., 2005, Theories of Human Communication, eighth edition, Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont,

Dalam ilmu sosial, teori sendiri didefinisikan sebagai “as a system of interconnected abstractions or ideas that condenses and organizes knowledge about the

social world. 59 Dalam kaitan upaya Littlejohn to represent a wide range of thought – or theories about the communication process, maka Littlejohn mendefinisikan teori itu

sebagai any organized set of concepts, explanations, and principles of some aspect of human experience. Mengutip pendapat James Anderson, Littlejohn 60 mengatakan teori itu

mengandung sebuah rangkaian mengenai petunjuk-petunjuk (indikator) dalam mengetahui dunia dan bertindak sesuai dengan petunjuk-petunjuk dimaksud. Dalam

pengertian demikian, karenanya Stanley Deetz 61 berpendapat, a theory is a way of seeing and thinking about the world. Ilmu komunikasi yang jelas mempunyai dunianya sendiri,

yakni fenomena komunikasi antar sesama manusia, dengan demikian menjadi relatif mudah dipelajari para akademisi sehubungan dengan telah begitu banyaknya indikator dalam teori komunikasi yang tersedia, dari teori yang menjelaskan komunikasi dalam level interpersonal hingga konteks massa.

Meskipun begitu, ada kalanya suatu petunjuk justru dapat menjadi penjerumus tatkala petunjuk itu dijadikan referensi secara sembarangan, tanpa mengenal lebih dahulu eksistensi hakiki sebuah petunjuk. Dalam kehidupan akademis, malpraktek demikianpun kerap terjadi. Misalnya, terkait dengan instrument penelitian. Karena secara populer diketahui bahwa skala Likert sebagai alat yang mumpuni dalam mengukur sikap, maka alat inipun serta merta diadopsi untuk mengukur sikap responden penelitian dengan skala lima. Instrument yang dirancang di negara Barat dengan tradisi “research minded” masyarakatnya yang relatif matang inipun, akhirnya melahirkan data bias, karena masyarakat Indonesia dengan tradisi Timur-nya yang “tak enak menilai to the point “ itu, umumnya “mengambil jalan aman” dengan memilih alternatif jawaban tengah alias netral. Menjadikan teori sebagai petunjuk dalam menelaah suatu fenomena komunikasipun demikian, tidak bisa sembarangan kalau tidak mau dijerumuskannya ke dalam kekeliruan memahami masalah karena data yang bias. Untuk itu, perlu mengetahui eksistensinya terlebih dahulu agar suatu teori benar-benar terberdayakan menjadi kompas dalam menelaah fenomena komunikasi. Upaya memahami eksistensi hakiki dimaksud, dalam terminologi filsafat ilmu, itu diantaranya dapat dilakukan melalui telaah ilmu pada

aspek epistemologi 62 .

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2