Tentang Bangsa Jin

Dakwah Nabi Muhammad SAW Kepada Bangsa Jin

Suatu ketika, Al- Qamah bertanya kepada Ibnu Mas’ud perihal siapa saja yang telah menemani Rasul untuk menemui bangsa jin (baca: untuk berdakwah). Saat itu, Ibnu Mas’ud menjelaskan bahwa suatu malam, para sahabat pernah tidak melihat Rasulullah saw. Setelah dicari, Rasul tetap tidak kelihatan. Para sahabat pun sangat khawatir. Apalagi, saat itu kaum kafir Quraisy sedang gencar-gencarnya melancarkan tipu muslihat untuk mencelakakan Nabi saw. Mereka mengira, beliau telah diculik kaum kafir Quraisy. Sepanjang malam, para sahabat dilanda kegelisahan dan perasaan yang tidak menentu. Mereka tidak bisa tidur karena menunggu kabar tentang keberadaan Rasulullah.

Nabi berdakwah kepada bangsa jin, mungkinkah? Ya, dalam berdakwah, Nabi tidak saja didatangi para jin muslim, tapi juga kerapkali mendatangi tempat jin berkumpul.

Menjelang pagi hari, mereka melihat Rasulullah muncul dari arah gua Hira. Melihat kedatangan Rasulullah tersebut, serentak para sahabat sangat lega dan gembira. Mereka kemudian mengabarkan kepada Rasulullah ihwal kegelisahan mereka selama semalam suntuk karena tak melihat beliau.

Mereka pun melontarkan kekhawatiran mereka perihal keselamatan Nabi saw dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mereka perkirakan bakal menimpa Rasul. Mereka merasa bersyukur, karena Nabi yang mereka cintai ternyata tidak mengalami peristiwa seperti yang mereka khawatirkan.

Rasul dapat memahami kekhawatiran para sahabatnya itu. Beliau pun kemudian menjelaskan tentang apa sebenarnya yang telah terjadi

kepada dirinya, “Sesungguhnya para mubaligh dari bangsa jin telah datang menemuiku. Maka, mereka kudatangi dan kemudian aku membacakan ayat-ayat al- Qur’an untuk mereka.”

Untuk meyakinkan para sahabat tentang apa yang beliau katakan, Rasulullah mengajak para sahabat menelusuri jejak beliau. Pada

Muhammad Vandestra

jejak-jejak itu juga terdapat jejak para jin yang berkumpul dan bekas api yang mereka bawa sebagai alat penerangan.

Menurut penafsiran Al-Suhaili sebagaimana dilansir Abu Azka Fathin Mazayasyah dan Ummi Alhan Ramadhan M dalam buku Bercinta Dengan Jin, jin yang masuk Islam lewat bacaan ayat-ayat al- Qur’an yang diperdengarkan oleh Rasulullah semula berasal dari agama Yahudi, yaitu pengikut Nabi Musa as.

Sementara Ibnu Salam memiliki pandangan yang sama tentang hal itu. Ia menambahkan, peristiwa tersebut berlangsung dalam masa tiga tahun sebelum ia hijrah ke Madinah. Juga sebelum terjadinya peristiwa Isra Mi’raj.

Adapun mengenai jumlah jin yang hadir saat itu, menurut Ibnu Ishak, ada tujuh jin saja. Ibnu Hatim menjelaskan secara lebih spesifik lagi. Menurutnya, dari tujuh jin itu, tiga jin berasal dari Haran dan empat jin dari Nashibin.

Menurut Al-Tsauri, yang diberitakan oleh Ashim dan bersumber dari Zurr bahwa jin yang hadir itu berjumlah sembilan jin. Sedangkan pendapat Al-Tsauri yang diriwayatkan Ikrimah, jumlahnya melonjak secara fantastis, yaitu dua belas ribu jin.

Terlepas mana yang benar dari jumlah-jumlah tersebut; yang jelas, pertemuan Rasulullah saw dengan bangsa jin tiada lain adalah untuk mendakwahkan agama tauhid kepada mereka. Di antara para jin yang pernah ikut mendengarkan dakwah Rasulullah saw tersebut, menurut Ibnu Durair, adalah Syashir, Mashir, Munsyini, Masyie dan Al-Ahqag.

Dalam buku Laskar Api: Buku Paling Pintar tentang Jin karya Ruqayyah Yaqubi disebutkan bahwa ada suatu malam yang disebut dengan istilah lailatul jin (malam jin). Artinya, suatu malam di mana Rasulullah mendatangi para jin untuk berdakwah: mengajarkan agama dan memperdengarkan ayat-ayat al- Qur’an. Istilah ini semakin menegaskan bahwa ada hari-hari tertentu di mana Nabi akan mendatangi bangsa jin untuk berdakwah.

Tempat jin yang didatangi Rasul untuk berdakwah berbeda-beda: kadang gua, kadang pula pohon besar dan sebagainya. Misalnya,

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

seperti disebutkan Mazayasyah dan Ummi Alhan Ramadhan M, bahwa suatu ketika Allah pernah mendatangkan kepada Nabi sekelompok jin untuk belajar agama kepadanya. Konon, sebuah pohon besar kemudian menawarkan dirinya kepada Nabi sebagai tempat berkumpulnya para jin yang hadir tersebut. Para jin itu pun datang dan lalu belajar agama kepada Nabi. Setelah itu, mereka segera kembali kepada kaumnya untuk menyampaikan apa yang telah dipelajarinya dari Rasul.

Mengajak Sahabat

Dalam dakwahnya kepada bangsa jin, Nabi kerapkali mengajak sahabatnya untuk melihat apa yang dilakukannya tersebut. Menurut Ibnu Mas’ud, suatu malam, Rasulullah saw pernah bersabda kepada para sahabat, “Barangsiapa pada malam ini ingin mengetahui masalah yang berkaitan dengan jin, maka ayo, ikutilah say a.”

Ternyata, tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesediaannya untuk ikut bersamanya. Biasanya, diamnya para sahabat itu bukan karena mereka takut atau tidak mau mengikuti Nabi saw. Akan tetapi, mereka merasa segan kepadanya. Rasa hormat dan sifat ingin memuliakan Nabi saw yang begitu besar menyebabkan mereka tidak banyak bicara di hadapannya. Pada kesempatan itu, Ibnu Mas’ud memberanikan diri untuk usul kepada Rasulullah. Ia menawarkan diri agar dapat menyertainya. Akhirnya, Rasulullah saw mengajak Ibnu Mas’ud pergi menuju dataran tinggi di kota Mekkah. Setelah sampai, ia membuat garis di tanah dengan menggunakan jari kaki. Ibnu Mas’ud diperintahkan untuk duduk di garis itu. Setelah ia duduk, kemudian Rasulullah saw berjalan menjauh dari tempat Ibnu Mas’ud duduk.

Dari kejauhan, Ibnu Mas’ud masih dapat melihat Rasulullah dengan jelas. Ia berhenti di suatu tempat dan kemudian membaca ayat-ayat al- Qur’an. Tak lama kemudian, Ibnu Mas’ud melihat banyak orang mengerumuni Rasulullah saw. Ia tak tahu dari mana arah datangnya mereka itu. Tiba-tiba saja mereka muncul dan mengelilingi

Rasulullah saw. Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud tidak bisa lagi melihat tubuh Rasulullah dan bacaan al- Qur’an beliau sudah tak dapat didengar olehnya.

Muhammad Vandestra

Ketika penyampaian ayat-ayat al- Qur’an itu telah selesai dibaca Rasulullah, Ibnu Mas’ud melihat orang-orang itu mulai pergi

meninggalkan Rasulullah secara bergerombol. Mereka tampak seperti mega yang berarak-arakan di atas langit. Namun, ada satu kelompok lagi yang masih tetap tinggal bersamanya. Rasulullah terlihat masih menyampaikan dakwah kepada sekelompok jin tersebut sampai fajar tiba.

Setelah itu, ia menyudahi pertemuan dan kembali mendekat ke arah Ibnu Mas’ud yang masih setia duduk menunggu. Kepada Ibnu Mas’ud, Rasulullah bertanya, “Lihatlah, apakah yang mereka kerjakan?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Ya Rasulullah, begitulah mereka.”

Mendengar jawaban Ibnu Mas’ud demikian, Rasulullah kemudian mengambil sebatang tulang dan kotoran. Ia memberikannya kepada para jin yang masih menunggu di situ sebagai bekal mereka. Setelah

itu, ia bersabda, yang isinya melarang siapa pun beristinja atau bersuci dengan menggunakan tulang dan kotoran.

Pada masa itu, di negeri gurun pasir, tulang hewan dan kotoran acap kali menjadi kering-kerontang. Orang yang kurang hati-hati, bisa jadi akan mengambil salah satunya sebagai alat untuk beristinja setelah membuang hadats besar atau hadats kecil. Padahal, jika air tidak ditemukan, alat yang dibolehkan untuk beristinja adalah batu.

Dalam riwayat lainnya dengan sumber yang sama, yaitu dari Ibnu Mas’ud, dikatakan bahwa pada saat itu Ibnu Mas’ud sempat melihat dan mendengar ada jin yang bertanya pada Rasulullah saw, “Siapa yang telah bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah?”

Rasul kemudian menunjuk ke arah sebuah pohon yang tumbuh di dekat situ, seraya balik bertanya, “Apakah jika pohon yang berada di

dekat kalian itu mau bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, maka kalian akan ikut beriman?”

Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud melihat tiba-tiba saja pohon itu menggerakkan cabang-cabangnya. Kemudian Rasulullah bersabda

kepada pohon itu, “Apakah kamu bersaksi bahwa aku Rasulullah?”

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Pohon itu lalu mengeluarkan suara sebagai jawaban, “Ya. Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah saw.”

Demikian salah satu model dakwah Nabi kepada bangsa jin. Jadi, kadang Nabi mendatangi para jin tersebut di sebuah tempat tertentu, seperti pohon besar, gua, dan sebagainya; dan kadang pula mereka sendiri yang mendatangi Rasul untuk belajar agama. Dalam dakwahnya itu, Nabi juga kadang mengajak sahabatnya dan kadang pula sendirian. Yang jelas, apa yang dilakukan Rasul benar-benar sebuah perjuangan yang sangat berat. Sebab, ia tidak saja berdakwah kepada manusia, tapi juga kepada bangsa jin. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti! Amin.

Muhammad Vandestra

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Ketika Jin Tidak Takut Kepada Orang Yang Membaca Al-Quran

Sering kita jumpai dalam realita kehidupan bahwa banyak orang yang membaca al qur’an tapi masih bisa diganggu oleh jin. Lalu

sering pula kita saksikan dalam tayangan dunia lain atau uji nyali alam gaib, peserta uji nyali malah keder atau ketakutan walaupun sudah membacanya ayat ayat Qur’an misalnya ayat kursyi, surat

yasin, atau surat surat yang lain. Apakah Al Qur’an sudah tidak ampuh lagi? Atau jin setan sudah

kebal terhadap bacaan Al Qur’an? Fenomena ini sering terjadi dan kadang sering membuat orang-orang

menjadi galau, menjadi tidak percaya lagi pada ayat- ayat Al Qur’an, dan akhirnya malah lari dari ayat- ayat Al Qur’an, dan malah mencari selain ayat- ayat Al Qur’an karena iming-iming yang luar biasa dari suatu amalan atau mantera atau ajian tertentu yang bila diamalkan atau akan bisa mengalahkan bahkan mengendalikan jin setan.

Bahkan kadang dengan bisa mengendalikan jin ada bonus lain, misalkan rejeki lancar atau kaya, bisa sakti atau di hormati orang lain, bisa mempengaruhi orang lain dan banyak lagi bonus yang memanjakan nafsu anak manusia.

Hal-hal tersebut sangat tidak baik apalagi jika ditonton oleh anak kecil yang masih bersih.

Bila anak-anak kecil menonton hal tersebut pasti akan mempertanyakan kenapa jin tidak takut pada orang yang membaca ayat- ayat Al Qur’an, lebih parah lagi jika sudah menonton tayangan pemburu hantu, pasti dalam benaknya tertanam bahwa orang-orang yang bisa mengalahkan atau mengusir hantu atau jin harus dengan acara mengeluarkan tenaga dalam dan lain sebagainya.

Mungkin anda pernah mendengar ketika ada orang yang kesurupan dan coba diobati atau dibacakan ayat kursyi tapi jin dalam tubuh orang yang kesurupan tersebut malah mentertawakan dan bahkan menyalahkan tajwid dan mengajari ngaji.

Muhammad Vandestra

Pernah suatu ketika ada kejadian didekat rumah teman yang biasa kami jadikan tempat untuk dzikir. Didekat rumah teman tersebut terjadi kesurupan.

Orang-orang yang ada dirumah tersebut mencoba menolong dan membacakan ayat kursyi namun malah ditertawakan karena tajwidnya salah dan malah diajari ngaji yang benar oleh jinnya.

Karena gaduh teman saya keluar rumah. Setelah tahu bahwa terjadi kesurupan, teman saya menyuruh orang yang kesurupan untuk dibawa masuk kedalam rumahnya, dan dibawalah orangyang kesurupan itu masuk keruma teman, namun baru sampai didepan pintu halaman saja jinnya sudah meronta dan pamitan mau kabur dan benar orang yang kesurupan tersebut akhirnya sadar hanya dibawa masuk kehalaman rumah teman saja.

Hal-hal tersebut terjadi adalah karena imannya tidak seratus persen untuk Allah. Ada beberapa bagian imannya yang diberikan untuk selain Allah, jin setan misalnya.

Jika orang tersebut percaya bahwa jin setan mempunyai kekuatan dan bisa mencelakakan seseorang maka jin dan setan akan masuk kedalam tubuh orang tersebut dan menguasainya.

Dan bila sudah menguasai tentu saja akan dibuat semua bergantung pada mereka, dan tidak pada Allah.

Orang yang beriman sudah pasti tidak akan memberi ruang dalam hatinya untuk selain Allah.

Dia tidak takut pada gangguan jin atau setan karena ia bersama Allah dan yakin bahwa jin atau setan itu lemah. Orang yang beriman atau yakin kepada Allah, apa yang ia ucapkan semua didasari oleh iman, iman kepada Allah.

Orang yang beriman tidak akan pernah bermain-main dengan jin atau setan seperti para dukun atau paranormal itu. Dalam kasus orang kesurupan yang saya ceritakan diatas, insya Allah karena iman.

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Rumah orang yang beriman ditakuti oleh jin. Tidak perlu menggunakan ayat- ayat Al Qur’an untuk mengusir jin seperti pada kasus diatas.

Percuma saja membaca ayat- ayat Al Qur’an bila ada rasa takut kepada selain Allah. Jin atau setan hanya takut pada orang yang benar-benar takut kepada Allah bukan takut kepada mereka.

Takut kepada Allah berarti mempunyai iman dan takut pada jin dan setan berarti tidak beriman.

Percuma saja mengaji setiap hari atau menjalankan syariat islam bila hatinya tidak islam. Percuma saja mengaji tapi ngajinya bukan sebagai amal ibadah namun hanya untuk mempertahankan atau memperdalam ilmunya yang berkolaborasi dengan jin atau setan.

Percuma saja orang beribadah tapi tujuannya bukan Allah. Sesungguhnya antara iman dan syirik adalah sangat tipis. Disinilah orang sering tertipu. Baju muslim, kefasihan berbahasa Arab, kepanjangan janggut, dan ornamen islam lainnya bukanlah ukuran iman seseorang. Lamanya mondok atau belajar agama tidak menjamin ketebalan iman seseorang. Bahkan gelar ustadz atau kyai tidak menjamin seseorang beriman kepada Allah.

Sering terjadi kesalahan fatal dalam melihat keimanan seseorang dalam masyarakat. Belum tentu orang yang tidak fasih Al Qur’an imannya tipis. Belum tentu orang yang berpakaian ala kadarnya dan jauh dari baju gamis dan surban itu tidak beriman.

Bila ada orang membaca Al Qur’an namun tanpa di dasari iman, tentu saja jin atau setan akan menertawainya sefasih apapun dia.Namun walaupun seseorang yang tidak fasih namun beriman, dia

akan ditakuti jin dan setan.Orang yang beriman, insya Allah segala tindak tanduknya akan ditakuti oleh jin atau setan walaupun dalam tidur sekalipun, karena tidurnya orang beriman adalah ibadah, sedangkan tidurnya orang yang tidak beriman dan bodoh tidak akan ditakuti walaupun orang tersebut dalam keadaan menjalankan ibadah.

Orang beriman itu tentu saja akan menjalankan syariat islam sepenuhnya. Dia tidak mungkin keluar dari syariat karena syariat

Muhammad Vandestra

adalah pagar yang akan melindungi dia dari terkaman nafsu setan yang banyak bekeliaran diluar pagar syariat dan akan membawa kepada jalan dosa yang tentu saja dibenci oleh Allah.

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Sesungguhnya Bangsa Jin Juga Tidak Tahu Tentang Hal Ghaib

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin

baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba’: 14).

Suatu ketika seseorang yang mengaku sebagai ‘orang pintar’ mendatangai seorang ustadz/kyai kecil, namanya ustadz Amir, seorang ustadz tak ternama dikampung terpencil disudut pelosok

Jawa Timur. Orang tersebut mengaku punya kemampuan untuk menerawang atau tembus pandang. Apabila melihat wanita yang ada di depannya, dia bisa melihat apa saja yang dibalik bajunya (telanjang bulat). Bahkan bila ada orang yang mandi di kamar mandi. Dia mengaku bisa melihat tubuh orang tersebut dari balik tembok. Apa yang dialaminya itu dianggap aneh oleh teman- temannya dan merupakan suatu kelainan. Dengan kemampuannya itu dia ingin menjajal kemampuan ustadz kita.

Setelah tanya ke sana kemari, orang pintar itu berhasil menemui ustadz Amir, ‘orang pintar’ yang mengaku sempat tidak shalat lima

waktu selama empat bulan itu bercerita bahwa dirinya telah mencoba menerawang dan mendeteksi keberadaan Ustad sebelum mendatanginya, tapi selalu gagal, padahal biasanya selalu tembus dan berhasil. Berarti kali ini jin yang ia miliki tidak bisa memberikan sinyal alias blank.

Itulah kisah perhelatan anak manusia yang berkolaborasi dengan jin, untuk menyibak hal-hal yang tidak tampak dari pandangan manusia biasa. Setiap yang dibisikkan oleh jinnya selalu dipercaya, setiap apa yang diperintahkannya selalu ditaati. Memang dalam realita praktik perdukunan, di antara mereka ada yang berhasil atau apa yang diomongkan si dukun cocok dengan fakta yang terjadi. Tapi banyak sekali yang gagal dan menyimpang dari realita, seperti sepenggal kisah di atas. Kalau begitu realitanya, benarkah imej masyarakat luas

Muhammad Vandestra

bahwa jin itu makhluk ghaib yang mengetahui segala hal-hal yang ghaib? Marilah kita mencari jawabannya dalam syari’at islam.

Jin juga seperti manusia, tidak mengetahui hal yang ghaib

Secara umum jin itu seperti manusia, mereka juga tidak mengetahui hal yang ghaib sebagaimana manusia. Kelemahan itu diakui sendiri oleh jin, “Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendak i kebaikan bagi mereka”. (QS. Al-Jin: 10).

Keghaiban yang ada dalam kehidupan kita ada empat jenis, sebagian bisa diketahui oleh jin dan manusia dengan usaha-usaha mereka, dan sebagian lain tidak bisa dijangkau oleh mereka. Ragam dari keghaiban itu sebagai berikut:

1. Al-Ghaibul Maadhi (Ghaib karena sudah berlalu), yaitu segala sesuatu atau kejadian yang terjadi pada zaman dahulu, yang mana kita tidak hidup sezaman dengannya sehingga kita tidak bisa melihat keberadaannya Sebenarnya keghaiban jenis ini bukan suatu ghaib yang tidak bisa diindra, tetapi karena keterbatasan indra kita untuk melihatnya dan karena berlalunya waktu, akhirnya masuk kategori ghaib.

Keghaiban jenis ini bisa ditembus oleh jin dan kroninya, ataupun manusia itu sendiri. Misalnya, telah terjadi perang Diponegoro dan pasukannya melawan penjajah Belanda. Bagi orang yang lahir setelah kemerdekaan negeri ini 1945, perang Diponegoro adalah kejadian yang ghaib, karena keladian itu terjadi beberapa tahun silam.

Kita sebagai manusia yang lahir setelah Tahun 1945 bisa melihat kejadian perang tersebut dengan melihat film documenter atau dengan membaca sejarahnya. Kalau ada dukun yang lahir setelah tahun 1945 bercerita tentang kejadian tahun 1900, jangan heran. Karena dia dapat informasi tersebut dari jin perewangannya. Karena umur jin memang relatif lebih lama bila dibanding umur manusia. Atau jin itu bertanya kepada jin-jin seniornya yang dahulunya sebagai saksi hidup atas kejadian tahun 1900 tersebut. Atau bisa jadi

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

dukun itu baca buku sejarah atau dapat cerita turun temurun dari nenek moyangnya.

2. Al-Ghaibul Hadhir (Ghaib yang terjadi sekarang), yaitu segala sesuatu yang ada atau kejadian yang terjadi pada zaman sekarang tapi ghaib bagi kita. Karena jauhnya keladian dari posisi kita atau karena pandangan kita terhalang untuk bisa mengetahui kejadian itu.

Keghaiban jenis ini bisa dijangkau oleh jin ataupun manusia. Misalnya, ada seseorang yang datang ke dukun untuk mencari solusi dari permasalahan hidup yang menghimpitnya (usaha ini dilarang oleh lslam). Begitu orang itu masuk rumah dukun, si dukun langsung menebak dan membeberkan maksud orang sebut sebelum orang berkata sepatah katapun.

Padahal orang tadi rumahnya sangat jauh dengan tempat tinggalnya dukun, tapi apa yang dikatakan dukun ternyata persis dan tidak melenceng. Janganlah heran, karena jin piaraan dukun telah bertanya atau diberitahu oleh jin qarin (pendamping) orang tersebut. Lalu dibisikkan ke telinga dukun, dan dukupun nyerocos menebak maksud dari pasiennya yang datang.

Bisa juga dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan mencari informasi dari orang orang bayaran yang telah disebarnya, yang bisa jadi orang tersebut kerabat pasien itu sendiri. Apalagi pada zaman sekarang, telepon rumah atau HP sudah banyak, bisa saja dukun itu telah dapat informas dari para intel yang telah disebarnya seputar makud dari pasien yang datang melalui telepon rumah atau HP nya.

Ada juga teman yang pernah mendengar cerita seperti itu langsung dari mantan korban tipu daya dukun yang ber sekongkol dengan kerabatnya sendiri.

3. Al-Ghaibul Istantaji (Ghaib yang bisa diprediksi), yaitu suatu kejadian yang belum terjadi tapi bisa diketahui hasilnya dari pengamatan dan analisa atas fenomena, lalu ditarik kesimpulannya sesuai hukum sebab akibat.

Keghaiban jenis ini juga bisa ditembus oleh jin, ataupun manusia biasa. Karena keghaiban ini berkaitan erat dengan hukum alam sebab akibat yang sudah diciptakan oleh Allah. Misalnya, orang yang

Muhammad Vandestra

normal kesehatannya dan pada suatu malam dia tidak tidur semalam suntuk. Kemudian ada temannya mensatakan. “Besok pagi kamu pasti ngantuk deh”. Setelah paginya datang, ternyata orang tersebut ngantuk berat. Dalam hal ini bukan berarti temannya tadi tahu sesuatu yang akan terjadi (ghaib), tapi itu adalah hasil dari sebab yang ada, yang secara sunnatullah akan berakibat seperti itu. Jadi, ngantuk yang akan dialami orang yang begadang semalaman itu adalah hal yang ghaib, karena belum terjadi dan hasilnya belum bisa dilihat oleh mata kita. Tapi setelah rasa ngantuk betul-betul menyerang orang tersebut, maka terbuktilah apa yang diucapkan temannya tadi. Walaupun bisa saja orang yang begadong tadi melakukan suatu aktifitas atau minum ramuan tertentu yang bisa menahan rasa kantuk atau menghilangkannya untuk mematahkan kesimpulan yang telah diambil olel temannya.

Begitulah jenis ghaib yang satu ini, kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan ghalabatidl dlan (perkiraan yang lazim terjadi) dan bukan berdasarkan atas kepastian yang harus terjadi atau tidak bisa dihindari.

Ketiga jenis keghaiban diatas sering juga disebut dengan ghaib nisbi atau semu dan relatif, karena sebenarnya tidak masuk dalam kategori ghaib. Hanya karena keterbasan indra manusia saja, akhirnya manusia tidak bisa menembus dimensi ruang dan waktu. Tapi dengan cara-cara tertentu manusia terkadang bisa juga untuk mengetahui keghaiban yang nisbi, entah itu densan menggunakan peralatan teknologi modern atau dengan cara mistik dan sihir yang dilarang lslam. Apalagi jin, yang memang struktur tubuhnya berbeda dengan manusia dan bisa bergerak cepat, lebih cepat dari gerakan manusia. Maka sangatah mudah bagi mereka untuk menembus tiga jenis keghaiban di atas.

4. Al-Ghoibul Muthlaq (Ghaib yang benar-benar ghaib), atau sering juga disebut dengan Ghaib Hakiki. Yaitu, sesuatu yang ada atau peristiwa yang betul-betul terjadi, tapi panca indra kita tidak mampu menjangkau keberadaannya atau menangkap kronologi kejadiannya. Misalnya, Allah itu ada, tapi panca indra kita tidak pernah bisa melihat keberadaan-Nya. Manusia dengan alat secanggih apapun

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

tidak akan bisa melihat keberadaan Allah. Begitu juga jin, dengan cara apapun mereka tidak akan bisa melihat Allah.

Keghaiban jenis ini hanya diketahui oleh Allah, tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang bisa mengetahuinya kecuali para Rasul yang telah diberi wahyu tentang keghaiban tersebut. Atau malaikat yang diberi amanah untuk menyampaikan wahyu itu kepada para rasul-Nya.

Termasuk keghaiban yang tidak diketahui jin adalah datangnya ajal pada seseorang. Misalnya, kematian Nabi Sulaiman. Allah berfirman, “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian

Sulaiman tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan." (QS. Saba’: 14).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa jin tidak mengetahui hal yang ghaib (datangnya ajal Nabi Sulaiman). Maka dari itu mereka tetap bekerja sebagaimana yang diperintahkan Nabi Sulaiman. Mereka terus membangun gedung-gedung yang tinggi, patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada diatas tungku), sebagaimana yang dijelaskan pada ayat sebelumnya. Padahal Nabi Sulaiman telah mati dalam posisi berdiri dan bersandar pada tongkatnya. Kondisi itu berlangsung hampir satu tahun lamanya.

Para jin itu baru mengetahui kematian Sulaiman, setelah rayap memakan tongkatnya kemudian Nabi Sulaiman jatuh tersungkur. lnilah bukti konkrit atas ketidaktahuan jin terhadap hal yang benar- benar ghaib. Tidak seperti yang dipropagandakan oleh jin kepada manusia selama ini, sehingga banyak manusia yang mengira bahkan berkeyakinan bahwa jin adalah makhluk ghaib yang mengetahui segala hal yang ghaib. ltulah presepsi yang salah kaprah. Lihat Tafsir lbnu Katsir, juz: 3, hal: 535.

Muhammad Vandestra

Kesimpulanya:

Jadi, kalau ada dukun yang berkolaborasi dengan jin. Lalu meramal kejadian ghaib yang akan terjadi, dan kebetulan ramalan itu cocok. Berarti jin itu telah mencuri keghaiban tersebut dari langit, kemudian dibisikkan ke telinga si dukun. Aisyah pernah bercerita, “Ada orang- orang datang ke Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun. Rasulullah menjawab, "Mereka itu tidak ada apa- apanya”. Lalu ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka kadangkadang memberitahu kepada kami berita yang benar-benar

terjadi.” Rasulullah menjawab, “Kalimat itu bersumber dari kebenaran yang telah dicuri jin, kemudian disampaikan ke telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran dengan

seratus kebohongan.” (HR. Bukhari). Kalau jin juga tidak mengetahui hal-hal yang ghaib seperti kita,

kenapa kita minta bantuannya untuk menyingkap misteri kehidupan ini? Dan kalau kita mengetahui para dukun itu bekerjasama dengan jin, kenapa kita terus mendatanginya? Kalau kita sadar bahwa kita ini sebagai umat Rasulullah, kenapa kita masih mengikuti dukun yang notabene mereka adalah utusan-utusan syetan di bumi ini.

Allah telah menegaskan dalam firman- Nya, “(Dialah Allah) yang Maha Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhai- Nya.” (QS. Al-Jin: 26-27).

Al- Qur'an dalam ayat lain juga mengatakan, “Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara rasul- rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertaqwa maka bagimu pahala yang besar” (QS. AIi lmran: 179).

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Kaum Jin Dalam Tayangan TV & Bioskop

Dalam keseharian sering kita dapati tayangan kesalahan/kekeliruan di media massa, entah itu setak atau elektronik, terutama televisi dan film layar lebar yang mengangkat tema tentang Jin. Yang kita maksud dengan kekeliruan di sini adalah penggambaran jati diri jin yang tidak sesuai dengan syari’at Islam atau menyimpang darinya. Sudut pandang kita adalah syari’at Islam, bukan seni acting, teknik ambil gambar, atau asumsi yang berkembang di tengah masyarakat. Meskipun tayangan-tayangan tersebut disajikan dalam kemasan hiburan dan tontonan. Di antara kekeliruan media massa, terutama televisi atau layar lebar dalam memaparkan kehidupan jin adalah, antara lain sebagai beriku t“

1. Setiap Orang Mati Secara Tidak Wajar Ruhnya akan Gentayangan.

Syari’at Islam tidak mengenal istilah arwah gentayangan. Karena roh orang yang baik atau yang jahat ketika dicabut dari jasadnya, keduanya telah kembali ke tempat yang telah disediakan Allah. Mereka telah pindah alam, dari alam dunia ke alam Barzakh. Roh orang-orang yang shalih disediakan tempat terpisah dari roh orang- orang jahat. Sebagaimana yang termaktub dalam shahih Muslim 4/2202 no. 2872 dalam hadits tentang tempat kembalinya roh mukmin dan kafir.

Dalam riwayat tersebut disebutkan nama kedua tempat kembalinya, yaitu akhirul ajal. Tetapi Qodhi ‘Iyadh menjelaskan bahwa kedua

kata itu berbeda arti. Roh orang mukmin akan kembali ke al-Malaul A’la atau ‘Illiyyin (tempat yang paling tinggi), dan roh orang kafir

kembali ke Sijjin (tempat yang paling bawah). Pernyataan beliau didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari Abu Said al-Khudri yang jelas menyebut Sijjin sebagai tempat kembali roh orang kafir. Jadi, tidak ada roh gentayangan dalam kajian Islam.

Kalau begitu siapa yang menampakkan diri dan menyerupai sosok orang yang telah meninggal dunia? Penampakan itu ada karena halusinasi orang yang melihat, atau memang benar-benar

Muhammad Vandestra

penampakan yang dilakukan oleh jin. Adapun halusinasi tidak masuk dalam pembahasan kita kali ini, yang kita bahas adalah penampakan jin. Memang jin mampu merubah dirinya dalam bentuk yang dikehendaki Allah sesuai dengan izin-Nya, hanya saja mereka tidak bisa menyerupai sosok Rasulullah. “Sesungguhnya syetan bisa menyerupai siapapun, tapi ia tidak akan bisa menyerupaiku”, begitulah Rasulullah menegaskannya dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim.

Jadi kalau ada penampakan seperti sosok orang yang telah meninggal, itu bukan roh orang tersebut yang penasaran lalu gentayangan. Tapi itu ulah syetan untuk menyesatkan manusia. Dan kelihatannya misi mereka berhasil, karena kenyataannya banyak masyrakat yang termakan oleh persepsi yang salah tersebut. Buktinya tayangan tentang arwah penasaran dan gentayangan yang diyakini sebagai roh manusia masih ‘gentayangan’ dan digemari banyak pemirsanya.

Kalau penampakan yang ada itu persis dengan orang yang telah meninggal, tindakan dan tutur katanya sama, biasanya pelakunya adalah jin qorin. Jin qorin adalah jin pendamping yang mendampingi seseorang semenjak dilahirkan, sehingga ia tahu betul akan kebiasaan dan kekhasan dari manusia yang didampinginya. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pun di antara kalian kecuali disertakan untuknya qorin dari jin dan qorin da ri malaikat.” (HR. Muslim dan Ahmad).

2. Roh Penasaran Bisa Menampakkan Diri. Roh adalah suatu yang ringan dan lembut yang bergerak dan

mengalir dalam tubuh, sebagaimana air mengalir dalam tumbuhan atau api dalam sekam. Islam tidak mengenal reinkarnasi. Setiap jasad ada rohnya masing-masing, yang akan bertanggung jawab atas perbuatannya selama di dunia. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah selama itu juga, kemudian menjadi mudhghah selama itu juga. Kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh padanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Roh yang ditiupkan oleh malaikat ke dalam jasad adalah salah satu dari permasalahan ghoib yang hakikatnya hanya diketahui oleh Allah. Maka dari itu ketika Rasulullah ditanya tentang roh, Allah memberinya jawaban, “Dan mereka bertanya kepada-mu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah, roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85).

Tidak ada satupun ayat atau hadits yang menjelaskan bahwa roh yang telah keluar dari jasadnya, bisa berubah wujud menjadi sosok jasad yang ditinggalkannya, apalagi merasuki jasad orang lain. Yang bisa berubah wujud atau menyerupai sesuatu atau sosok seseorang adalah malaikat dan jin. Dan roh yang ditiupkan ke jasad seseorang, bukanlah malaikat atau jin, yang ketika telah lepas dari jasadnya bisa berubah wujud atau menampakkan diri.

3. Jin yang menampakkan diri tidak bisa disakiti. Sering kita lihat dalam tayangan Televisi yang memberitakan

suasana ketakutan yang dialami oleh seseorang yang didatangi syetan saat menampakkan diri. Dalam ketakutannya, orang tersebut berusaha melakukan perlawanan, menembak penampakan itu dengan senjata api, membabatnya dengan senjata tajam, atau melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya. Akan tetapi usaha tersebut sia-sia belaka, penampakan itu malah tertawa keras dan dengan sombongnya melecehkan perlawanan orang tersebut.

Tidak satupun senjata yang bisa melukainya, semuanya hanya tembus begitu saja seperti melempar ruang hampa. Karena seringnya kita dicekoki oleh tayangan salah seperti itu, akhirnya kita berkeyakinan bahwa syetan itu hebat dan sakti mandra guna, karena tidak bisa disakiti ataupun dibunuh.

Informasi itu jelas bertentangan dengan syari’at Islam, yang telah menceritakan bahwa syetan yang berubah wujud dan menampakkan diri ternyata bisa disakiti bahkan dibunuh. Simaklah kejadian yang

diceritakan oleh Abu Sa’id al-Khudri. Bahwa ada seorang shahabat Rasulullah yang membunuh seekor ular di rumahnya, ketika bangkainya mau dibuang, ternyata ular itu masih hidup lalu

Muhammad Vandestra

mematuknya, akhirnya kedua-duanya (ular dan shahabat tersebut mati).

Ketika peristiwa itu diceritakan kepada Rasulullah, beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ini ada sekelompok jin yang telah masuk

Islam. Oleh sebab itu, jika kalian melihat salah satu dari mereka di rumah kalian, maka usirlah sebanyak tiga kali. Jika setelah itu ia masih terlihat, maka bunuhlah karena ia adalah syetan.” (HR. Muslim, no. 4151).

Aisyah berkata, “Ketika Rasulullah shalat, datanglah syetan kepadanya. Lalu Rasulullah menangkapnya, membanting dan mencekiknya. Rasulullah bersabda, “Sampai aku rasakan lidahnya yang dingin di tanganku.” (HR. Nasai).

Dari dua riwayat di atas, jelaslah bagi kita bahwa syetan yang menampakkan diri akan berlaku baginya hukum penampakan, bisa kita sakiti atau kita bunuh sebagaimana yang telah dilakukan oleh seorang shahabat Rasulullah di atas.

4. Jin Mengetahui Perkara Ghoib. Termasuk yang sering diekspose di televisi, layar lebar atau media

massa lainnya seputar kehidupan jin adalah, kehebatannya dalam mengetahui hal-hal yang ghoib. Bahkan terkesan berlebihan dan dibesar-besarkan. Sehingga ketika ada masalah yang berkaitan dengan keghoiban, cara penyelesaiannya tidak jauh dari praktik perdukunan. Karena mereka yakin setiap dukun (apalagi dukun yang sudah punya nama atau terkenal, punya piaraan Jin atau akses dan koneksi dengannya). Seperti untuk menyingkap nasib seseorang yang akan datang, jodohnya atau untuk mengungkap marabahaya yang akan datang. Tayangan dan tontonan seperti itu sangat berpotensi untuk mengikis sifat tawakkal pemirsanya kepada Allah, bahkan menggiring mereka untuk menggantungkan nasibnya kepada selain Allah.

Secara umum jin itu seperti manusia, punya keterbatasan. Termasuk pengetahuan mereka tentang masalah keghoiban, mereka tidak mengetahui hal ghoib yang hakiki. Jin telah mengakui hal itu dalam al- Qur’an, “Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka”. (QS. Al-Jin:

10). Bahkan Allah telah menunjukkan kepada kita akan ketidaktahuan jin

tentang perkara yang ghoib. Misalnya, kematian seseorang. Allah berfirman, “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian

Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan”. (QS. Saba’: 14).

Para jin itu baru mengetahui kematian Nabi Sulaiman, setelah rayap tanah memakan tongkatnya, sehingga tongkat itu patah lalu Nabi Sulaiman jatuh tersungkur. Inilah bukti konkrit atas tidak tahunya jin mengenai hal yang ghoib. Tidak seperti yang digambarkan dalam tayangan-tayangan selama ini, seakan jin bisa mengetahui isi hati dan nasib manusia, ramalan masa depan dan yang sejenisnya. Itulah opini yang salah dan menyesatkan dan harus segera diluruskan.

5. Jin Takut Pada Jimat. Inilah persepsi yang berhasil dibangun oleh televisi atau media

massa lain, merekalah yang selama ini sering menampilkan beragam jimat yang digunakan anak manusia untuk mengusir jin jahat atau syetan. Merekalah yang memberitahu masyarakat luas bahwa dukun bersama jimat yang dimilikinya bisa menghalau syetan, bahkan menyiksa dan membunuhnya. Itulah cerita klenik dan menyesatkan banyak orang. Orang-orang yang menyajikan materi seperti itu di media bertanggung jawab atas penyesatan ini.

Disadari atau tidak, tayangan seperti itu telah mengajak pemirsanya untuk pergi ke dukun, paranormal dan orang yang sejenis mereka. Kita diajak untuk memakai jimat atau benda keramat lain agar selamat dari gangguan syetan. Padahal Rasulullah telah menegaskan, “Barangsiapa yang memakai (menggantungkan) jimat maka ia telah syirik”. (HR. Ahmad dan dishahihkan al-Albani).

Muhammad Vandestra

Yang menciptakan syetan adalah Allah. Dan Allah-lah yang paling paham tentang apa saja yang disukai syetan atau apa saja yang ditakutinya. Tidak ada satu ayat pun atau hadits Rasulullah yang menjelaskan bahwa syetan takut pada jimat, isim, wifiq. rajah atau benda-benda pusaka dan yang sejenisnya. Yang diberitahukan oleh Rasulullah adalah syetan takut terhadap bacaan ayat-ayat suci atau doa-doa yang telah beliau ajarkan.

Seperti yang disabdakan Rasulullah, “Sesungguhnya syetan pergi dan kabur dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat al-

Baqarah”. (HR. Muslim). Atau hadits lain, “Apabila kamu hendak tidur di pembaringan,

bacalah ayat kursi sampai tuntas, karena Allah senantiasa menjagamu dan syetan tidak akan mendekatimu sampai pagi”. (HR.

Bukhari, dari Abu Hurairah). Itulah cara mengusir syetan dan cara membentengi diri dari

gangguan syetan secara benar, alias sesuai dengan syari’at Islam, bukan dengan mengoleksi jimat atau minta disembur ludah dukun.

6. Jin Bisa Dilihat Manusia. Ada beberapa stasiun Televisi yang menyajikan tayangan reality

show dan banyak digemari pemirsanya. Sebelum sesi uji nyali dengan menghadirkan seseorang untuk menghadapi ‘kekuatan ghaib’ yang ada di lokasi tersebut, dihadirkanlah seorang dukun yang diberi lebel praktisi spiritual atau ahli supranatural. Setelah melakukan penerawangan, dia menyebutkan kekuatan ghaib yang ada di lokasi, disertai dengan menyebut sosok dan tampangnya. Bahkan dia berani mengklaim bahwa dirinya bisa menggiring atau mendatangkan makhluk ghaib dari luar lokasi.

Kesaktian yang didemonstrasikan para dukun itu telah menyesatkan banyak pemirsa. Karena bertentangan dengan informasi yang ada di dalam al- Qur’an. Allah telah berfirman, “Sesungguhnya ia (syetan) dan pengikut-pengikutnya melihat kalian dari suatu tempat yang kalian tidak bisa melihat mereka.” (QS. al-A’raf: 27).

Rasulullah juga telah bersabda, “Jika kalian mendengar lolongan anjing dan ringkikan keledai di malam hari, maka berlindunglah

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

kepada Allah. Karena mereka sedang melihat apa yang selama ini tidak bisa kalian lihat (syetan).” (HR. Abu Daud).

Ayat dan hadits tersebut secara jelas memberitahukan kepada kita bahwa jin dalam bentuk aslinya tidak bisa dilihat oleh mata atau ditangkap kamera, kecuali kalau jin tersebut menampakkan diri. Maka dari itu Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata, “Sesungguhnya syetan bisa menampakkan diri dan melakukan

penyerupaan yang bisa kita lihat wujudnya. Sedangkan firman Allah pada surat al- A’raf: 27, berlaku apabila jin dalam wujud asli penciptaannya.” (Fathul Bari: 9/ 55).

Sehingga Imam Syafi’i pernah mengatakan, “Barangsiapa mengaku dirinya bisa melihat keberadaan jin (dalam bentuk aslinya) maka

kami tolak kesaksiannya, kecuali kalau dia seorang Nabi.” (Fathul Bari: 4/ 489). Kalau kita tidak bisa melihat bentuk aslinya, lalu bagaimana mungkin kita bisa memburu dan menangkapnya

kemudian memasukkannya ke dalam botol…???

7. Jin Takut pada Sinar Matahari. Beberapa tayangan televisi yang melibatkan jin dalam alur cerita

mereka, sering menggambarkan bahwa jin atau syetan itu takut pada sinar matahari. Digambarkan ada sosok jin yang menampakkan diri lalu mendatangi seseorang. Dengan berbagai cara dia menakut- nakuti orang tersebut, manampakkan mukanya yang rusak, badannya yang bunting, wajah yang remuk dan berdarah-darah, serta bentuk mengerikan lainnya.

Dan ketika ada ayam yang berkokok pertanda fajar akan menyingsing dan matahari akan terbit, maka si syetan pun ketakutan lalu segera kabur meninggalkan orang tersebut. Mungkin itu termasuk akulturasi dari agama yang menjadikan matahari sebagai sesembahan dan mereka percaya bahwa Matahari punya kekuatan yang ditakuti syetan? Sebagaimana kepercayaan Ratu Bilqis istri Nabi Sulaiman dan kaumnya sebelum mereka masuk Islam, yang kisahnya diabadikan al- Qur’an di surat an-Naml ayat 24

Tapi benarkah syetan takut terhadap sinar matahari? Dalam haditsnya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya matahari terbit

Muhammad Vandestra

antara dua tanduk syetan, dan tenggelam antara dua tanduk syetan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bagaimana kita bias mengambil kesimpulan bahwa syetan itu takut pada sinar matahari, padahal matahari terbit dan tenggelam antara dua tanduk syetan?

Manusia itu senantiasa belajar dari apa yang dilihat, dibaca, didengar, dan yang dirasakan. Maka janganlah menganggap enteng terhadap tayangan televisi atau media massa yang ada. Karena sedikit banyak tindakan dan pola pikir kita akan terwarnai dengan informasi-informasi yang berseliweran di sekitar kita. Orang yang suka melihat tayangan mistik dan perdukunan, maka cara dia menyelesaikan masalah yang dihadapi tidak jauh dari materi tontonannya. Tontonan yang mengkultuskan kesaktian dukun akan membentuk keyakinan dalam diri kita bahwa dukun itu hebat. Sampai-sampai tersebar pameo dalam masyarakat, terutama di kalangan remaja “Cinta ditolak, dukun bertindak”, betul-betul slogan yang menyesatkan.

Alam Jin adalah alam ghoib, dan tidak ada yang mengetahui secara mendalam kecuali Allah. Sedangkan Rasul kita, Muhammad bin Abdullah mengetahui sebatas wahyu yang beliau terima dari Allah. Al- Qur’an menegaskan, “Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghoib selain Allah.” (QS. An-Naml: 65).

Maka dari itu, jagalah diri kita dan keluarga kita, terutama anak-anak kita yang masih polos. Jangan sampai termakan oleh opini dari tayangan, tontonan serta bacaan yang menyesatkan, agar kita tidak menjadi teman syetan di neraka Jahannam.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6).

Agar iman kita kepada yang ghoib tidak salah, maka gunakanlah al- Qur’an dan al-Hadits sebagai parameternya. Ingat, iman kepada yang

ghoib termasuk ciri pertama orang yang bertaqwa.

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Jin Muslim Juga Shalat Berjamaah Bersama Rasulullah SAW

Sebagai makhluk Allah yang mukallaf, tentu jin juga beribadah kepada Tuhan. Agama mereka pun Islam, Bukankah Allah telah menginformasikan lewat firmnaNya, bahwa Jin dan manusia tidaklah diciptakan, kecuali hanya untuk beribadah. Sebagai jin Muslim, mereka belajar agama Islam kepada Nabi. Lantas, pernahkah Nabi mengimami mereka untuk shalat berjamaah?

Ihwal Nabi mengimami shalat berjamaah bersama jin terdapat dalam hadits yang bersumber dari Abdullah bin Mas’ud. Hadits tersebut

diriwayatkan Imam Ahmad. Berdasarkan hadits ini pula, Ibnu Shairafi, dalam kitabnya yang berjudul Nawazir, memandang sah terhadap shalat berjamaah dengan jin.

Dalam hadits tersebut, Ibnu Mas’ud menyebutkan bahwa pada suatu hari ia dan beberapa sahabat lainnya tengah duduk di sekitar Nabi Muhammad saw.

Kemudian ia berkata, ”Sebaiknya, ada dua orang di antara kalian yang berdiri dan mengikutiku. Sedang orang yang di dalam hatinya terdapat khianat (tidak setia), maka janganlah mengikutiku.”

Menurut Ibnu Mas’ud, hanya dialah yang kemudian mengikuti Rasulullah saw pergi. Ia membawa satu wadah air dan ia yakin betul kalau yang ada di dalam wadah itu adalah air. Mereka pergi berdua

hingga sampai di dataran tinggi kota Mekkah. Di sana, Ibnu Mas’ud melihat segerombolan bangsa jin yang menyerupai orang yang sudah berkerumun di satu tempat.

Rasulullah saw kemudian membuat garis batas untuk Ibnu Mas’ud, seraya berkata:

“Berdirilah di sini, sampai aku kembali lagi.” Ibnu Mas’ud mematuhi pesan Rasulullah saw, ia tetap berdiri di

garis yang telah dibuat Rasul untuknya.Rasul kemudian berjalan ke tempat gerombolan jin tersebut. Ibnu Mas’ud dapat melihat dengan

jelas ketika para jin itu bergerak mengitari Rasulullah saw. Ia

Muhammad Vandestra

kemudian menyampaikan ayat-ayat Allah kepada mereka sampai terbit fajar. Setela h itu, ia datang ke tempat Ibnu Mas’ud berdiri.

Rasul bertanya kepadanya, ”Hai Ibnu Mas’ud, apakah kamu masih berdiri seperti tadi?”

Ibnu Mas’ud langsung menjawab, ”Tentu saja, ya Rasulullah. Bukankah engkau menyuruhku berdiri di sini sampai engkau datang? ”

Rasulullah saw kemudian bermaksud melakukan wudhu untuk shalat Shubuh. Ia menanyakan air yang dibawa Ibnu mas’ud. Segera Ibnu Mas’ud membuka wadah air yang dibawanya. Namun, betapa

terkejutnya ia. Sebab, air yang dibawanya itu telah berubah jadi air anggur.

Rasulullah saw kemudian bersabda, Itu adalah buah yang bagus dan air yang suci lagi menyucikan. Berwudhulah dengan air tersebut.”

Maka mereka pun berwudhu dengan air tersebut. Ketika Rasul akan memulai shalat, tiba-tiba datang dua di antara

para jin itu yang menyusul. Mereka menyatakan keinginan mereka untuk ikut shalat bersama Nabi saw. Nabi pun kemudian merapikan barisan mereka di belakangnya. Setelah itu, barulah Nabi memulai shalat.

Selesai shalat, Ibnu Mas’ud menanyakan kepada Rasulullah saw tentang jati diri dua orang yang ikut shalat bersama mereka tadi. ”Mereka itu adalah bangsa jin dari daerah Nashibin. Mereka datang kepadaku untuk meminta keputusan dari kasus yang terjadi di antara bangsa jin. Mereka juga meminta bekal padaku. Maka, aku pun telah memberi mereka bekal,” jawab Nabi saw.

Ibnu Mas’ud kemudian menanyakan tentang bekal apa yang telah diberikan Nabi saw pada bangsa jin itu. Ia menjelaskan, bekal yang telah diberikan itu adalah kotoran dan tulang. Setelah mereka terima bekal itu, maka kotoran akan berubah menjadi buah anggur, dan tulang berubah menjadi tulang yang berdaging. Pada saat itulah ia kemudian melarang penggunaan tulang dan kotoran untuk bersuci.

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Masih dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad berbeda dan bersumber dari Ibnu Mas’ud juga. Disebutkan,

setelah Rasulullah saw menyelesaikan pertemuan dengan bangsa jin, datanglah dua dari mereka mendekati Rasulullah. Mereka menyatakan keinginannya untuk melaksanakan shalat bersama Nabi saw.

Kemudian Rasul bertanya kepada Ibnu Mas’ud, ”Apakah kau membawa air?”

Ibnu Mas’ud menjawab, “Tidak, ya Rasulullah. Yang ada hanya wadah yang berisi anggur.”

Rasul lalu bersabda, “Itu buah yang bagus, dan air yang suci dan menyucikan.” Lantas mereka berwudhu dengan air itu, dan menunaikan shalat bersama kedua jin itu.

Selesai shalat, kedua jin itu meminta bekal pada Rasulullah saw. ”Apakah belum kuperintahkan untuk mengambil sesuatu yang baik bagimu dan sebagai bekal untuk kaummu?”Kedua jin itu serentak menjawab,”Sudah, ya Rasulullah. Kami tadi hanya ingin shalat bersamamu.”

Rasulullah saw menanyakan asal mereka. Dijawab, asal mereka dari daerah Nashibin.

Rasulullah saw kemudian bersabda, ”Berbahagialah kedua jin ini dan kaumnya. Sebab, telah diperintahkan pada mereka untuk menjadikan tulang dan kotoran sebagai makanan dan lauknya. Karena itulah, Allah melarang siapapun bersuci dengan tulang dan kotoran.”

Demikisan kisah tentang bagaimana Nabi mengimami shalat berjamaah bersama bangsa jin. Saya pikir, tidak itu saja Nabi lakukan. Sebagai soko guru agama dari bangsa jin, mereka pun kerapkali meminta Nabi agar bisa shalat berjamaah bersamanya. Sebab, bagi bangsa jin, bisa shalat berjamaah dengan Rasul adalah suatu berkah yang tak terkira. Tidak ada gantinya.

Muhammad Vandestra

Mitos Yang Salah & Keliru Tentang Bangsa Jin

Author Biografi

Muhammad Vandestra has been a columnist, health writer, soil scientist, magazine editor, web designer & kendo instructor. A writer by day and reader by night, he write fiction and non-fiction books for adult and children. He lives in West Jakarta City.

Muhammad Vandestra merupakan seorang kolumnis, editor majalah, perancang web & instruktur kendo. Seorang penulis pada siang hari dan pembaca di malam hari, Ia menulis buku fiksi dan non-fiksi untuk anak-anak dan dewasa. Dia tinggal di Kota Jakarta Barat.

Blog https://www.vandestra.blogspot.com

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124