Gangguan Humus Hutan di Tahura yang Berbatasan dengan Lahan Pertanian Masyarakat, Desa Dolat Rayat Kabupaten Karo

GANGGUAN HUMUS HUTAN DI TAHURA YANG BERBATASAN DENGAN LAHAN PERTANIAN MASYARAKAT DESA DOLAT RAYAT KABUPATEN KARO
SKRIPSI OLEH: BANGUN SIKETTANG 111201025/BUDIDAYA HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015
Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian
Nama NIM Program studi

: Gangguan Humus Hutan di Tahura yang Berbatasan dengan Lahan Pertanian Masyarakat, Desa Dolat Rayat Kabupaten Karo
: Bangun Sikettang : 111201025 : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, SP, MP Ketua

Afifuddin Dalimunthe, SP, MP Anggota

Mengetahui Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
BANGUN SIKETTANG : Gangguan Humus Hutan di TAHURA yang Berbatasan dengan Lahan Pertanian Masyarakat, Desa Tongkoh Kabupaten Karo, dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE
Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem, mengingat hutan dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung. Salah satu komponen hutan yang memiliki peranan penting untuk ketersediaan siklus hara dalam hutan adalah humus. Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbangan alam. Tanpa humus, maka hutan akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur hara tanah. Berdasarkan hal tersebut, Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi perbedaan ketebalan humus pada jarak 0-500 m dari lahan pertanian masyarakat, untuk mengetahui jarak kerusakan hutan oleh masyarakat sekitar hutan desa Dolat Rayat, kabupaten Karo, dan mengetahui dampak pengambilan humus hutan terhadap vegetasi untuk tingkat semai dan pancang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan (ketebalan) humus di Taman Hutan Raya (TAHURA) yang berbatasan dengan lahan pertanian masyarakat adalah bervariasi dari jarak 0-500 m dan mengalami gangguan. Pengambilan humus hutan oleh masyarakat mencapai jarak 250 m, dan humus mulai stabil ketebalannya pada jarak 350 m kedalam hutan. Pengambilan humus juga berpengaruh terhadap jumlah dan jenis vegetasi yang tumbuh di dalam hutan sehingga keanekaragaman jenis suatu daerah menjadi rendah. Pada daerah yang tidak mengalami kerusakan hutan dan gangguan terhadap humus maka jumlah individu, dan keanekaragaman jenis lebih tinggi. Kata Kunci : Humus Hutan, Vegetasi, Siklus Hara, Lahan Pertanian, Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
BANGUN SIKETTANG : Forest Humus Disturbance in TAHURA Bordering the Agricultural Land Society, Tongkoh Village Sub-Province Karo, guided by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE
The forest is seen as an ecosystem, because forest is formed or composed by many components, each component can not stand on its own, can not be separated, even interplay and interdependence. One component forests have an important role to the availability of nutrient cycling in the forest is humus. Humus is part of the composition of the forest has its own function in maintaining the balance of nature. Without humus, then the forest will lose its function in maintaining the stability of the hydrological cycle and soil nutrient cycling. Accordingly, this research aims to detect differences in the thickness of humus at a distance of 0-500 m of agricultural land society, to determine the distance to the forest by forest communities Dolat Rayat villages, districts of Karo, and determine the impact of forest humus decision on vegetation For seedling and saplings.
This research showed that the availability (thickness) humus in Forest Park (TAHURA) bordering agricultural land within the community is varied from 0-500 m and impaired. Withdrawal of forest humus reaches a distance of 250 m, and humus began to stabilize in thickness at a distance of 350 m into the forest. Withdrawal of humus also affects the amount and type of vegetation growing in the forest so that species diversity of an area to be low. In areas that do not damage the forest and humus disturbance to the number of individuals, and higher species diversity. Keywords: Forest Humus, Vegetation, Nutrient Cycle, Agricultural Land, Society
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lae Mbereng Desa Kuta Meriah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, pada tanggal 05 April 1993 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari ayahanda Jong Sikettang dan ibunda Jaina Tumangger. Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kerajaan, dan tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Di Universitas Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Minat Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2013 di Kawasan Hutan Bukit Barisan, Hutan Pendidikan USU, Tongkoh. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Divisi Regional Unit III Jawa Barat dan Banten pada tahun 2015 di KPH Ciamis. Pada akhir tahun 2014 penulis melaksanakan penelitian di TAHURA dengan judul: Gangguan Humus Hutan di TAHURA yang Berbatasan dengan Lahan Pertanian Masyarakat, Desa Tongkoh Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan perlindungan-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema dari Penelitian ini “Gangguan terhadap Humus Hutan di TAHURA dan Dampaknya terhadap Vegetasi”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketebalan humus hutan dengan jarak 500 meter ke dalam hutan, Untuk mengetahui jarak kerusakan hutan oleh masyarakat sekitar hutan desa Dolat Rayat, kecamatan Dolat Rayat, kabupaten Karo, dan dampak pengambilan humus hutan terhadap vegetasi untuk tingkat semai dan pancang.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Afifuddin Dalimunthe, SP, MP. atas kesediaannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan Skripsi saya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa Skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk hasil penellitian yang lebih baik. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK............................................................................................................ i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3 Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 3 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan .............................................................................................. 4 Potensi Dan Hasil Hutan............................................................................... 5 Hutan Dan Masyarakat ................................................................................ 6 Humus Hutan dan Koloid Tanah ................................................................. 8 Siklus Hara Tanah......................................................................................... 9 Analisis Vegetasi........................................................................................... 11 Desa Tongkoh ............................................................................................... 12
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 14 Kondisi Umum Kawasan Hutan Pendidikan USU (TAHURA) ............... 14 Alat dan Bahan ............................................................................................. 15 Metode Penelitian ......................................................................................... 15 Pelaksanaan Penelitian 1. Survei Lapangan ................................................................................... 15 2. Penentuan Jalur Transek ...................................................................... 16 3. Pengukuran Ketersediaan Humus ........................................................ 16 a. Penentuan titik-titik pengukuran...................................................... 16 b. Pembuatan Lubang Pengukuran ...................................................... 16 c. Mengukur Ketersediaan Humus ...................................................... 16 4. Analisis Vegetasi (Tingkat Semai dan Pancang) ................................ 17 5. Analisis Data (Tingkat Semai dan Pancang) ....................................... 17
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil................ ...... ....................................................................................... 20 Ketebalan Humus .................................................................................... 20 Tingkat semai dan Pancang .................................................................... 22 Pembahasan .................................................................................................. 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .............................................................................................. 33 Saran ........................................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34 LAMPIRAN ......................................................................................................... 37
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Format tabel pengukuran ketebalan humus hutan......................................... 17 2. Hasil pengukuran ketebalan humus hutan ..................................................... 20 3. Data Tingkat Semai di Hutan Pendidikan USU dari Jarak 0-500 m..................... 22 4. Data Tingkat Pancang di Hutan Pendidikan USU dari Jarak 0-500 m ................. 23 5. Keanekaragaman Jenis pada Tingkat Semai dan Pancang ........................... 27
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Desain kombinasi antara metode jalur dan metode berpetak ....................... 17 2. Vegetasi yang tertanggu dan tidak terganggu ............................................... 29
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Foto pada saat mengukur ketebalan hmus, kondisi hutan yang terganggu,
kerusakan pada akar tumbuhan akibat pengambilan humus, dan gangguan pada tingkat semai dan pancang .................................................... 37 2. Hasil pengukuran ketebalan humus hutan pada jarak 50-500 m................... 38 2. Perhitungan analisis data semai dan pancang................................................. 39
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
BANGUN SIKETTANG : Gangguan Humus Hutan di TAHURA yang Berbatasan dengan Lahan Pertanian Masyarakat, Desa Tongkoh Kabupaten Karo, dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE
Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem, mengingat hutan dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung. Salah satu komponen hutan yang memiliki peranan penting untuk ketersediaan siklus hara dalam hutan adalah humus. Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbangan alam. Tanpa humus, maka hutan akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur hara tanah. Berdasarkan hal tersebut, Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi perbedaan ketebalan humus pada jarak 0-500 m dari lahan pertanian masyarakat, untuk mengetahui jarak kerusakan hutan oleh masyarakat sekitar hutan desa Dolat Rayat, kabupaten Karo, dan mengetahui dampak pengambilan humus hutan terhadap vegetasi untuk tingkat semai dan pancang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan (ketebalan) humus di Taman Hutan Raya (TAHURA) yang berbatasan dengan lahan pertanian masyarakat adalah bervariasi dari jarak 0-500 m dan mengalami gangguan. Pengambilan humus hutan oleh masyarakat mencapai jarak 250 m, dan humus mulai stabil ketebalannya pada jarak 350 m kedalam hutan. Pengambilan humus juga berpengaruh terhadap jumlah dan jenis vegetasi yang tumbuh di dalam hutan sehingga keanekaragaman jenis suatu daerah menjadi rendah. Pada daerah yang tidak mengalami kerusakan hutan dan gangguan terhadap humus maka jumlah individu, dan keanekaragaman jenis lebih tinggi. Kata Kunci : Humus Hutan, Vegetasi, Siklus Hara, Lahan Pertanian, Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
BANGUN SIKETTANG : Forest Humus Disturbance in TAHURA Bordering the Agricultural Land Society, Tongkoh Village Sub-Province Karo, guided by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE
The forest is seen as an ecosystem, because forest is formed or composed by many components, each component can not stand on its own, can not be separated, even interplay and interdependence. One component forests have an important role to the availability of nutrient cycling in the forest is humus. Humus is part of the composition of the forest has its own function in maintaining the balance of nature. Without humus, then the forest will lose its function in maintaining the stability of the hydrological cycle and soil nutrient cycling. Accordingly, this research aims to detect differences in the thickness of humus at a distance of 0-500 m of agricultural land society, to determine the distance to the forest by forest communities Dolat Rayat villages, districts of Karo, and determine the impact of forest humus decision on vegetation For seedling and saplings.
This research showed that the availability (thickness) humus in Forest Park (TAHURA) bordering agricultural land within the community is varied from 0-500 m and impaired. Withdrawal of forest humus reaches a distance of 250 m, and humus began to stabilize in thickness at a distance of 350 m into the forest. Withdrawal of humus also affects the amount and type of vegetation growing in the forest so that species diversity of an area to be low. In areas that do not damage the forest and humus disturbance to the number of individuals, and higher species diversity. Keywords: Forest Humus, Vegetation, Nutrient Cycle, Agricultural Land, Society
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu sasaran konservasi yang berkaitan erat dengan berhasilnya
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga) (Hardjasoemantri, 1993).
Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem, mengingat hutan dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung (Indriyanto, 2006). Hutan juga merupakan hal yang esensial bagi kehidupan manusia. Dalam penelitian ini defenisi hutan yang dimaksud mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 41/1999 tentang Kehutanan Pasal 1 ayat 2, yakni hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dan dijelaskan pada ayat 3 kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Mempertahankan fungsi hutan sebagai bagian dari sistem biogeofisik tentu saja adalah dengan mempertahankan fungsi setiap komponen hutan untuk dapat berjalan sebagaimana mestinya. Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbangan alam. Tanpa humus, maka hutan akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur hara tanah. Pengambilan humus hutan oleh
Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang terjadi beberapa tahun belakangan ini adalah sebuah fenomena unik dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kendati bukan berupa kegiatan pembukaan wilayah hutan, pengambilan humus hutan dapat memberikan dampak ekologis yang cukup berarti dalam proses alam. Pengambilan humus hutan oleh masyarakat merupakan gangguan terhadap kestabilan fungsi hutan. Berbagai dampak kelak dikemudian hari akan timbul apabila permasalahan ini tidak diselesaikan dengan pendekatan dan tinjauan yang ilmiah. Tinjauan ilmiah permasalahan ini mencakup hampir semua bidang kehutanan, meliputi aspek sosial budaya, ekonomi, dan ekologis (dalam hal studi pengaruh pengambilan humus terhadap ekosistem) (Nopandry dkk, 2005)
Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan). Supaya data penelitian yang akan diperoleh bersifat valid, maka sebelum melakukan penelitian dengan metode sampling kita harus menentukan terlebih dahulu tentang metode sampling yang akan digunakan, jumlah, ukuran, dan peletakan satuan-satuan unit contoh. Pemilihan metode sampling yang akan digunakan bergantung pada keadaan morfologi jenis tumbuhan dan penyebarannya, tujuan penelitian dan biaya serta tenaga yang tersedia (Latifah, 2005).
Desa Tongkoh merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo secara geografis terletak antara 2050’–3019’ Lintang Utara dan 97055’–98038’ Bujur
Universitas Sumatera Utara


Timur dengan curah hujan rata-rata 2.100-3200 mm/tahun dan suhu rata-rata 18,419,3ºC. Kecamatan Dolat Rayat memiliki jenis tanah andosol dengan topografi datar sampai curam. Sebagian besar lahan di desa Tongkoh terdiri dari lahan hutan dan pertanian (BPS Kabupaten Karo, 2014). Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi perbedaan ketebalan humus pada
jarak 0-500 m dari lahan pertanian masyarakat. 2. Untuk mengetahui jarak kerusakan hutan oleh masyarakat sekitar hutan desa
Dolat Rayat, kabupaten Karo. 3. Untuk mengetahui dampak pengambilan humus hutan terhadap vegetasi
untuk tingkat semai dan pancang. Hipotesis Penelitian 1. Ketersediaan humus pada jarak terjauh sepanjang jalur pengukuran kedalam
hutan akan memiliki ketersediaan humus yang lebih tinggi. 2. Pengambilan humus berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan
vegetasi khususnya tingkat semai dan pancang. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi kepada semua pihak terutama masyarakat sekitar hutan tentang dampak dari pencurian humus hutan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Hutan Menurut Helms (1999), hutan merupakan salah satu sumberdaya alam
yang besar peranannya baik segi ekonomi maupun segi sosial yang sangat penting bagi masyarakat yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat tidak langsung. Manfaat hutan tersebut dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan social dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan.
Fungsi hutan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh manusia dalam memanipulasi penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan untuk kepentingan kehidupan dan lingkungan. Dengan diterimanya posisi masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan sumberdaya hutan di semua fungsi hutan (produksi, lindung, dan konservasi), maka semangat dan kesadaran masyarakat dapat didorong untuk membangun, memelihara, dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari. Ketergantungan antara hutan dan masyarakat dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat terhadap produksi dan jasa hasil hutan. Hutan sebagai sumberdaya juga memerlukan masyarakat untuk pengelolaannya (Awang, 2004).
Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumber daya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun organisasi. Jika nilai sumber daya (ekosistem) hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa hutan telah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada di pasar, maka
Universitas Sumatera Utara

pengelolan hutan dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain (Bahruni, 1999). Potensi Dan Hasil Hutan
Kehutanan merupakan salah satu sektor terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat lebih dari 67% luas daratan Indonesia berupa hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia. Hutan juga dapat memberikan manfaat yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia yaitu berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat yang tidak langsung (Intangible). Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberi peranan nyata apabila dalam pemanfaatan hutan itu menerapkan prinsip kelestarian hasil (Sustainable Yield Principle) yaitu pemanfaatan hutan yang harus diikuti dengan kegiatan pelestarian sehingga manfaat hutan tersebut dapat selalu dirasakan (Zain, 1998).
Selain itu hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan perekonomian masyarakat, seperti yang di sebutkan di atas, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat yang tidak langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, serta pencegahan erosi (Rahmawaty, 2004).
Universitas Sumatera Utara


Hutan mempunyai banyak manfaat (multi benefit) yang sangat berguna bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Manfaat hutan luar biasa besarnya selain menyediakan kayu dan produk-produk lainnya, hutan menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air, melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur penyerbukan tumbuhan bermanfaat dan menyebarkan benihnya, menjaga kualitas air, menyediakan pemandangan indah dan memperkaya kita secara spritual (Santoso dan Robert, 2002). Hutan Dan Masyarakat
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat di sekitarnya merupakan sumber untuk memperoleh pangan, papan, obat-obatan, kayu bakar, lahan perluasan pertanian dan pemukiman, tempat penggembalaan, tempat melakukan kegiatan spiritual, dan lain-lain. Dalam masyarakat biasanya terdapat perbedaan status diantara anggota masyarakatnya. Perbedaan tersebut dapat berasal dari faktor keturunan, ekonomi, pendidikan, keterampilan, agama, atau sumber-sumber lain yang bernilai penting bagi masyarakat. Reaksi kelompok sosial menurut statusnya akan berbeda beda terhadap suatu objek, termasuk terhadap objek berupa hutan. Masyarakat sekitar hutan mempunyai sistem hubungan sosial, ekonomi dan budaya tersendiri dengan lingkungan (Warsid, 2000).
Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumberdaya potensial saja, melainkan
Universitas Sumatera Utara

memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal meraka. Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan atau pesan supranatural yang mereka patuhi (Purwoko, 2002).
Dan hingga saat ini sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan hidup dengan memanfaatkan hasil hutan. Hutan sebagai tempat sumber mata pencaharian mereka sehingga hubungan antara manusia dengan lingkungannya dalam hal ini hutan sangatlah erat sehingga dapat dianggap bahwa masalah manusia adalah merupakan masalah lingkungan dan sebaliknya masalah lingkungan juga menjadi masalah manusia, sebab masalah lingkungan akan muncul apabila hubungan manusia dengan lingkungan tidak sejalan, yang pada umumnya dipacu oleh pertambahan manusia yang semakin meningkat namun tidak diimbangi dengan perkembangan lingkungan (Bambang, 1995).
Ketergantungan inilah yang tanpa pengelolaan dengan prinsip hutan lestari yang menurut Rido (2003) menjadi faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan hutan antara lain adalah: (1) pertambahan penduduk (2) berkurangnya lahan pertanian (3) perladangan berpindah (4) sempitnya lapangan pekerjaan (5) kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi hutan.
Ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan bukan saja terhadap hasil hutan kayu tetapi juga terhadap hasil hutan non kayu merupakan manfaat langsung hasi hutan yang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah
Universitas Sumatera Utara

haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. HHNK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan (BPDAS Jenebrang, 2010). Humus Hutan dan Koloid Tanah
Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbanagan alam. Tanpa humus, maka hutan akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur hara tanah. Pengambilan humus hutan oleh masyarakat merupakan gangguan terhadap kestabilan fungsi hutan. Berbagai dampak kelak di kemudian hari akan timbul bila permasalahan ini tidak pernah diselesaikan dengan pendekatan dan tinjauan yang ilmiah (Nopandry dkk, 2005).
Koloid tanah adalah bagian tanah yang terdiri atas butir yg berukuran sangat halus. Koloid merupakan penyusun tanah yang berperan aktif dalam reaksi kimia tanah yang mempunyai diameter < 1 mikron. Koloid mempunyai sifat-sifat bidang permukaan yang luas, tersuspensi dalam air, dan bermuatan positif maupun negatif. Koloid tanah adalah bahan organik dan bahan mineral tanah yang sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat. Koloid tanah terdiri dari liat (koloid anorganik) dan humus (kolod organik). Koloid berukuran kurang dari 1 µ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2 µ) termasuk koloid. Koloid anorganik terdiri dari mineral liat Al-silikat, oksidaoksida Fe dan Al, mineral-mineral primer. Mineral liat Al-silikat mempunyai bentuk kristal yang baik misalnya kaolinit, haolisit, montmorilonit, ilit. Kaolinit
Universitas Sumatera Utara

dan haolisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat) yaitu tanah-tanah yang umumnya berdrainase baik, sedangkan montmorilonit ditemukan pada tanah-tanah yang mudang mengembang dan mengerut serta pecah-pecah pada musim kering misalnya tanah vertisol. Ilit ditemukan pada tanah-tanah berasal dari bahan induk yang banyak mengandung mika dan belum mengalami pelapukan lanjut. Adanya muatan negatif pada mineral liat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : (1) Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron, (2) Disosiasi H+ dari gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal, (3) Substitusi isomorfik (Sparks, 1995). Siklus Hara Tanah
Tanah hutan adalah tanah yang terbentuk di bawah pengaruh vegetasi hutan. Hal ini didasarkan atas dalamnya perakaran; organisne tanah yang spesifik dan hasil proses dekomposisi bahan organis berupa unsur basa-basa seperti N, P, K, Ca dan Mg selain dihasilkan pula berupa asam-asam humin seperti asam posfat dan asam nitrat serta yang lainnya. Jadi secara alami keperluan unsur hara bagi tanaman dapat terpenuhi melalui siklus hara yang relative tertutup yang terjadi antara tanaman dan tanah hutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tanah menjadi miskin akan hara, diantaranya adalah karena diserap oleh tanaman; penebangan pohon untuk diambil kayunya, kebakaran hutan, pencucian oleh air yang masuk kedalam tanah dan erosi (Yamani, 2012).
Konsep pertanian berkelanjutan, secara ideal sering disepadankan dengan kondisi alam asli, mengacu kepada sistem agroekologi alamiah yang secara lestari dapat mendukung kehidupan biota di atasnya. Dalam ekologi alamiah yang tidak

Universitas Sumatera Utara

terjadi campur tangan manusia, siklus karbon biologis dan unsur lainnya terjadi secara tertutup in situ, sehingga berdampak terhadap keberlanjutan kehidupan biota penyusun ekologi. Perubahan komposisi biota apabila terjadi lebih disebabkan oleh kompetisi antarspesies, menuju kepada dominasi oleh biota yang paling bugar, tetapi secara spasial dan periodikal jangka panjang, kehidupan biota terus berlangsung dalam harmoni yang teratur dan berkesinambungan. Kondisi kehidupan yang demikian disebut sebagai sistem biologi yang berkelanjutan, yang dicirikan oleh terlestarikannya komponen sumber daya alam dan biota yang hidup di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena pada ekologi alamiah tidak terjadi perpindahan berbagai senyawa karbon dan energi (Sumarno at al., 2009).
Bahan organik pada tanah hutan merupakan komponen penting ditinjau dari siklus hara, siklus hidrologi, produktivitas hutan, dan neraca karbon global. Secara global, tanah mengandung cadangan karbon lebih besar daripada kawasan daratan lainnya dan bahan organik pada tanah hutan merupakan ekosistem yang sangat dinamis (Jobággy dan Jackson 2000). Kandungan bahan organik tanah dapat berubah sebagai akibat proses alami seperti suksesi dan akumulasi biomassa dan adanya faktor antropogenik, seperti konversi spesies penutup lahan. Hasil penelitian Sabaruddin et al. (2009) menunjukkan bahwa langkah konversi hutan alam menjadi lahan yang dikelola manusia, baik HTI (Hutan Tanaman Industri) maupun ladang, menyebabkan penurunan kandungan bahan organik secara signifikan. Bahan organik peka terhadap gangguan, maka setiap perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem dapat menyebabkan percepatan perubahan kandungan bahan organik dalam tanah sehingga dalam jangka panjang dapat mempengaruhi produktivitas lahan. Oleh karena itu, estimasi pengaruh
Universitas Sumatera Utara

penebangan dan pasca penebangan hutan terhadap dinamika C organik tanah penting dilakukan sebagai data dasar untuk memprediksi keberlanjutan ekosistem lokal dan pertukaran C antara tanah dan atmosfir.
Salah satu faktor penyebab pengurasan persediaan hara tanah karena adanya aliran hara keluar ekosistem hutan tanaman yang berupa kehilangan unsur hara pada saat pemanenan, yaitu berupa kandungan unsur hara dalam batang dan kulit kayu yang dikeluarkan dari lahan. Jenis pohon merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya akumulasi hara pada biomassa tegakan hutan. Unsur-unsur hara yang diimmobilisasikan pada vegetasi cenderung meningkat seiring dengan makin dewasanya tegakan (Hartati, 2008). Analisis Vegetasi
Menurut Marsono (1977), analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap jenis.
Menurut Indrawan (1988) analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhtumbuhan. Menurut Indrawan (1988) ada beberapa cara dalam melakukan analisis vegetasi yaitu:
Universitas Sumatera Utara

a. Cara petak tunggal, cara ini hanya mempelajari satu petak sampling yang mewakili suatu tegakan hutan.
b. Cara petak ganda, pada cara inipengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata.
c. Cara jalur atau trasek, cara ini di gunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas, dan belum diketahui keadaan sebelumnya, dan paling efektif untuk mempelajari perubahan kaadaan vegetasi tanah, topografi, dan evelasi.
d. Cara garis berpetak, cara ini merupakan modifikasi dari cara jalur, Menurut pernyataan Magurran (1988) yang menyatakan bahwa besaran
Keanekaragaman shanon Wiener (H’) menunjukkan keanekaragaman jenis pada suatu daerah. Dengan ketentuan jika H’3 ini menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi. Keanekaragaman Shanon Wiener (H’) diperoleh dari perhitungan jumlah individu yang dianalisis pada suatu daerah, hasilnya diperoleh dari kerapatan (K), Kerapatan Relative (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relative, untuk analisis tingkat semai dan pancang, dan untuk tingkat tiang dan pohon ditambah perhitungan Dominansi (D), dan Dominansi relative). Desa Tongkoh
Kecamatan Dolat Rayat sebagai salah satu kecamatan di kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, terletak 13 km dari kantor bupati Kabanjahe. Kecamatan ini, di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Tiga Panah, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Berastagi dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Barus Jahe.
Universitas Sumatera Utara


Luas wilayah kecamatan Dolat Rayat adalah 32,25 km2 atau 1,52 persen dari total luas kabupaten Karo. Seluruh wilayah kecamatan Dolat Rayat berada pada ketinggian antara 1200-1420 meter diatas permukaan laut. Jumlah PNS dan honor di kecamatan Dolat Rayat tahun 2013 sebnayak 150 orang. Menurut hasil proyeksi penduduk pertengahan tahun 2013, penduduk kecamatan Dolat Rayat mencapai 8599 jiwa. Dengan jumlah ini berarti ada 2,36 persen penduduk kabupaten Karo tinggal di kecamatan Dolat Rayat (BPS Kabupaten Karo, 2014).
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan
Desember 2014, yang meliputi penyusunan usulan penelitian, survei lapangan, hingga pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan di desa Tongkoh, kecamatan Dolat Rayat, kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Kondisi Umum Kawasan Hutan Pendidikan USU (TAHURA) Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 48 Tahun l988 tanggal 19
November 1988 Kawasan Hutan Sibolangit telah ditetapkan menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan dengan luas areal seluruhnya 51.600 Ha, yang meliputi 4 (empat) wilayah kabupaten. Kawasan tersebut, sebagian besar merupakan hutan lindung, yaitu hutan lindung Sibayak I, hutan lindung Simacik, hutan lindung Sibayak II, hutan lindung Simacik II, hutan lindung Sinabung dan Suaka Margasatwa Langkat Selatan. Universitas Sumatera Utara bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara melakukan peresmian Hutan Pendidikan USU di wilayah Tahura Bukit Barisan seluas 1.000 Ha tepatnya di Desa Tongkoh Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo. Hutan Pendidikan tersebut nantinya menjadi lokasi pendidikan, praktek, penelitian, pelatihan, penyuluhan, dan kegiatan lain, bagi masyarakat terutama pelajar dan mahasiswa khususnya USU. Dipilihnya Tahura BB di Tongkoh Kab. Karo sebagai lokasi itu dikarenakan yang paling representatif dan memenuhi banyak kriteria terutama aksesibilitas yang mudah serta dekat dengan kampus yakni ± 40 km dari kampus USU (1 jam perjalanan).Hutan Pendidikan USUsendiri belum seluruhnya
Universitas Sumatera Utara

diketahui struktur dan komposisi vegetasi serta polakomunitas vegetasinya, sehingga dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjutdalam rangka pengelolaan kawasan hutan pendidikan ini, apalagi kawasan iniakan dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, cangkul, parang, meteran, tali plastik, penggaris, alat tulis, dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah humus hutan dan Tally Sheet.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jalur. Metode
dibuat dengan membuat jalur pengukuran pada setiap jarak 50 m ke dalam hutan sampai mencapai jarak 500 m dan dilakukan sebanyak 5 petak pengukuran, jarak antar petak pengukuran adalah 100 m. Pelaksanaan Penelitian 1. Survei Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan langsung ke dalam hutan berdasarkan jarak yang akan dilakukan pengukuran yaitu dengan jarak 500 m ke dalam hutan. Tahap ini dilakukan bertujuan untuk melihat kondisi di lapangan secara langsung agar memudahkan pelaksanaan-pelaksanaan tahap berikutnya terutama penentuan jalur pengukuran. Pengamatan juga dilakukan dengan memperhatikan jumlah jalan masuk ke dalam hutan, dan juga gangguan terhadap vegetasi.
Universitas Sumatera Utara

2. Penentuan Jalur Pengukuran Setelah survei lapangan selesai dilakukan, kemudian ditentukan titik-titik untuk jalur pengukuran berdasarkan jarak kedalam hutan. Jumlah petak ditentukan sebanyak lima petak untuk setiap jarak. Jarak antara petak satu dengan petak lain adalah 100 m sehingga untuk lebar areal hutan yang diukur ketersediaan humusnya yaitu 500 m.
3. Pengukuran Ketersediaan Humus Tahapan dalam pengukuran ketebalan humus: 1. Penentuan titik-titik pengukuran Pengukuran ketebalan humus hutan dilakukan pada jarak 500 m ke dalam hutan dan jarak pengambilan sampel humus dilakukan pada setiap jarak 50 meter. 2. Pembuatan Lubang Pengukuran Pada jalur transek, tempat-tempat yang akan diukur ketebalan humusnya dilakukan penggalian, penggalian dilakukan sampai batas humus dengan lapisan berikutnya. Lubang pengukuran dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm dan pada batas humus dengan lapisan yang lain dibuat tanda dengan menancapkan kayu kecil yang berwarna cerah dan terang agar memudahkan pengukuran dan dokumentasi. 3. Mengukur Ketersediaan Humus Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris pada tanda yang telah dibuat setelah penggalian yaitu pada batas lapisan humus dengan lapisan yang lain. Setelah itu dicatat data pengukuran yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara


4. Analisis Vegetasi (Tingkat Semai dan Pancang) Analisis vegetasi pada tingkat semai dan pancang dalam penelitian ini
dilakukan dengan mengkombinasikan dua metode, yaitu metode jalur dan metode garis berpetak. Desain kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain kombinasi antara metode jalur dan metode berpetak

Keterangan :

Petak a : petak ukur untuk semai dan tumbuhan bawah dengan ukuran 2 × 2 m

Petak b : petak ukur untuk pancang dengan ukuran 5 × 5 m

Kriteria

1. Semai

: permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi

kurang dari 1,5 m.


2. Pancang

: permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan

berdiameter