Gangguan Humus Hutan di Tahura yang Berbatasan dengan Lahan Pertanian Masyarakat, Desa Dolat Rayat Kabupaten Karo
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Hutan
Menurut Helms (1999), hutan merupakan salah satu sumberdaya alam
yang besar peranannya baik segi ekonomi maupun segi sosial yang sangat penting
bagi masyarakat yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat tidak
langsung. Manfaat hutan tersebut dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya,
sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan
social dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan
sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna
mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan.
Fungsi hutan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh manusia dalam
memanipulasi penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan untuk kepentingan
kehidupan dan lingkungan. Dengan diterimanya posisi masyarakat sebagai pelaku
utama dalam pembangunan sumberdaya hutan di semua fungsi hutan (produksi,
lindung, dan konservasi), maka semangat dan kesadaran masyarakat dapat
didorong untuk membangun, memelihara, dan memanfaatkan sumberdaya hutan
secara lestari. Ketergantungan antara hutan dan masyarakat dapat dilihat dari
ketergantungan masyarakat terhadap produksi dan jasa hasil hutan. Hutan sebagai
sumberdaya juga memerlukan masyarakat untuk pengelolaannya (Awang, 2004).
Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumber daya dan
lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun organisasi. Jika nilai sumber
daya (ekosistem) hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa hutan telah tersedia
informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada di pasar, maka
Universitas Sumatera Utara
pengelolan hutan dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti
pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain (Bahruni, 1999).
Potensi Dan Hasil Hutan
Kehutanan
merupakan
salah
satu
sektor
terpenting
yang
perlu
mendapatkan perhatian khusus, mengingat lebih dari 67% luas daratan Indonesia
berupa hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting
peranannya dalam kehidupan manusia. Hutan juga dapat memberikan manfaat
yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Hutan
memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia yaitu berupa manfaat
langsung (tangible ) dan manfaat yang tidak langsung (Intangible ). Manfaat hutan
tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi
secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan
memberi peranan nyata apabila dalam pemanfaatan hutan itu menerapkan prinsip
kelestarian hasil (Sustainable Yield Principle) yaitu pemanfaatan hutan yang harus
diikuti dengan kegiatan pelestarian sehingga manfaat hutan tersebut dapat selalu
dirasakan (Zain, 1998).
Selain itu hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat
besar bagi kesejahteraan perekonomian masyarakat, seperti yang di sebutkan di
atas, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun inta ngible
yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu,
satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat yang tidak langsung seperti
manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, serta pencegahan erosi
(Rahmawaty, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Hutan mempunyai banyak manfaat (multi benefit) yang sangat berguna
bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Manfaat hutan luar
biasa besarnya selain menyediakan kayu dan produk-produk lainnya, hutan
menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air,
melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur
penyerbukan tumbuhan bermanfaat dan menyebarkan benihnya, menjaga kualitas
air, menyediakan pemandangan indah dan memperkaya kita secara spritual
(Santoso dan Robert, 2002).
Hutan Dan Masyarakat
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan
hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil
hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat di sekitarnya merupakan sumber untuk
memperoleh pangan, papan, obat-obatan, kayu bakar, lahan perluasan pertanian
dan pemukiman, tempat penggembalaan, tempat melakukan kegiatan spiritual,
dan lain-lain. Dalam masyarakat biasanya terdapat perbedaan status diantara
anggota masyarakatnya. Perbedaan tersebut dapat berasal dari faktor keturunan,
ekonomi, pendidikan, keterampilan, agama, atau sumber-sumber lain yang
bernilai penting bagi masyarakat. Reaksi kelompok sosial menurut statusnya akan
berbeda beda terhadap suatu objek, termasuk terhadap objek berupa hutan.
Masyarakat sekitar hutan mempunyai sistem hubungan sosial, ekonomi dan
budaya tersendiri dengan lingkungan (Warsid, 2000).
Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat
yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu,
mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumberdaya potensial saja, melainkan
Universitas Sumatera Utara
memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan
dan sekaligus tempat tinggal meraka. Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional
yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan
atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang
memiliki kekuatan atau pesan supranatural yang mereka patuhi (Purwoko, 2002).
Dan hingga saat ini sebagian besar penduduk Indonesia masih
menggantungkan hidup dengan memanfaatkan hasil hutan. Hutan sebagai tempat
sumber mata pencaharian mereka sehingga hubungan antara manusia dengan
lingkungannya dalam hal ini hutan sangatlah erat sehingga dapat dianggap bahwa
masalah manusia adalah merupakan masalah lingkungan dan sebaliknya masalah
lingkungan juga menjadi masalah manusia, sebab masalah lingkungan akan
muncul apabila hubungan manusia dengan lingkungan tidak sejalan, yang pada
umumnya dipacu oleh pertambahan manusia yang semakin meningkat namun
tidak diimbangi dengan perkembangan lingkungan (Bambang, 1995).
Ketergantungan inilah yang tanpa pengelolaan dengan prinsip hutan lestari
yang menurut Rido (2003) menjadi faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan
hutan antara lain adalah: (1) pertambahan penduduk (2) berkurangnya lahan
pertanian (3) perladangan berpindah (4) sempitnya lapangan pekerjaan (5)
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi hutan.
Ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan bukan saja terhadap hasil
hutan kayu tetapi juga terhadap hasil hutan non kayu merupakan manfaat
langsung hasi hutan yang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bersifat
material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah
Universitas Sumatera Utara
haluan pengelolaan hutan dari timber extra ction menuju sustainable forest
management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non Timber Forest Pr oducts
(NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. HHNK merupakan salah satu sumber
daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung
dengan masyarakat sekitar hutan (BPDAS Jenebrang, 2010).
Humus Hutan dan Koloid Tanah
Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki
fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbanagan alam. Tanpa humus, maka hutan
akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur
hara tanah. Pengambilan humus hutan oleh masyarakat merupakan gangguan
terhadap kestabilan fungsi hutan. Berbagai dampak kelak di kemudian hari akan
timbul bila permasalahan ini tidak pernah diselesaikan dengan pendekatan dan
tinjauan yang ilmiah (Nopandry dkk, 2005).
Koloid tanah adalah bagian tanah yang terdiri atas butir yg berukuran
sangat halus. Koloid merupakan penyusun tanah yang berperan aktif dalam reaksi
kimia tanah yang mempunyai diameter < 1 mikron. Koloid mempunyai sifat-sifat
bidang permukaan yang luas, tersuspensi dalam air, dan bermuatan positif
maupun negatif. Koloid tanah adalah bahan organik dan bahan mineral tanah yang
sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan
berat. Koloid tanah terdiri dari liat (koloid anorganik) dan humus (kolod organik).
Koloid berukuran kurang dari 1 µ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2
µ) termasuk koloid. Koloid anorganik terdiri dari mineral liat Al-silikat, oksidaoksida Fe dan Al, mineral-mineral primer. Mineral liat Al-silikat mempunyai
bentuk kristal yang baik misalnya kaolinit, haolisit, montmorilonit, ilit. Kaolinit
Universitas Sumatera Utara
dan haolisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat) yaitu tanah-tanah
yang umumnya berdrainase baik, sedangkan montmorilonit ditemukan pada
tanah-tanah yang mudang mengembang dan mengerut serta pecah-pecah pada
musim kering misalnya tanah vertisol. Ilit ditemukan pada tanah-tanah berasal
dari bahan induk yang banyak mengandung mika dan belum mengalami
pelapukan lanjut. Adanya muatan negatif pada mineral liat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu : (1) Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan
kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron, (2) Disosiasi H+ dari
gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal, (3) Substitusi isomorfik
(Sparks, 1995).
Siklus Hara Tanah
Tanah hutan adalah tanah yang terbentuk di bawah pengaruh vegetasi
hutan. Hal ini didasarkan atas dalamnya perakaran; organisne tanah yang spesifik
dan hasil proses dekomposisi bahan organis berupa unsur basa-basa seperti N, P,
K, Ca dan Mg selain dihasilkan pula berupa asam-asam humin seperti asam posfat
dan asam nitrat serta yang lainnya. Jadi secara alami keperluan unsur hara bagi
tanaman dapat terpenuhi melalui siklus hara yang relative tertutup yang terjadi
antara tanaman dan tanah hutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tanah
menjadi miskin akan hara, diantaranya adalah karena diserap oleh tanaman;
penebangan pohon untuk diambil kayunya, kebakaran hutan, pencucian oleh air
yang masuk kedalam tanah dan erosi (Yamani, 2012).
Konsep pertanian berkelanjutan, secara ideal sering disepadankan dengan
kondisi alam asli, mengacu kepada sistem agroekologi alamiah yang secara lestari
dapat mendukung kehidupan biota di atasnya. Dalam ekologi alamiah yang tidak
Universitas Sumatera Utara
terjadi campur tangan manusia, siklus karbon biologis dan unsur lainnya terjadi
secara tertutup in situ , sehingga berdampak terhadap keberlanjutan kehidupan
biota penyusun ekologi. Perubahan komposisi biota apabila terjadi lebih
disebabkan oleh kompetisi antarspesies, menuju kepada dominasi oleh biota yang
paling bugar, tetapi secara spasial dan periodikal jangka panjang, kehidupan biota
terus berlangsung dalam harmoni yang teratur dan berkesinambungan. Kondisi
kehidupan yang demikian disebut sebagai sistem biologi yang berkelanjutan, yang
dicirikan oleh terlestarikannya komponen sumber daya alam dan biota yang hidup
di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena pada ekologi alamiah tidak terjadi
perpindahan berbagai senyawa karbon dan energi (Sumarno at al., 2009).
Bahan organik pada tanah hutan merupakan komponen penting ditinjau
dari siklus hara, siklus hidrologi, produktivitas hutan, dan neraca karbon global.
Secara global, tanah mengandung cadangan karbon lebih besar daripada kawasan
daratan lainnya dan bahan organik pada tanah hutan merupakan ekosistem yang
sangat dinamis (Jobággy dan Jackson 2000). Kandungan bahan organik tanah
dapat berubah sebagai akibat proses alami seperti suksesi dan akumulasi biomassa
dan adanya faktor antropogenik, seperti konversi spesies penutup lahan. Hasil
penelitian Sabaruddin et al. (2009) menunjukkan bahwa langkah konversi hutan
alam menjadi lahan yang dikelola manusia, baik HTI (Hutan Tanaman Industri)
maupun ladang, menyebabkan penurunan kandungan bahan organik secara
signifikan. Bahan organik peka terhadap gangguan, maka setiap perubahan yang
terjadi pada suatu ekosistem dapat menyebabkan percepatan perubahan
kandungan bahan organik dalam tanah sehingga dalam jangka panjang dapat
mempengaruhi produktivitas lahan. Oleh karena itu, estimasi pengaruh
Universitas Sumatera Utara
penebangan dan pasca penebangan hutan terhadap dinamika C organik tanah
penting dilakukan sebagai data dasar untuk memprediksi keberlanjutan ekosistem
lokal dan pertukaran C antara tanah dan atmosfir.
Salah satu faktor penyebab pengurasan persediaan hara tanah karena
adanya aliran hara keluar ekosistem hutan tanaman yang berupa kehilangan unsur
hara pada saat pemanenan, yaitu berupa kandungan unsur hara dalam batang dan
kulit kayu yang dikeluarkan dari lahan. Jenis pohon merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi besarnya akumulasi hara pada biomassa tegakan hutan.
Unsur-unsur hara yang diimmobilisasikan pada vegetasi cenderung meningkat
seiring dengan makin dewasanya tegakan (Hartati, 2008).
Analisis Vegetasi
Menurut Marsono (1977), analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari
susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari
masyarakat
tumbuh-tumbuhan.
Unsur
struktur
vegetasi
adalah bentuk
pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi
diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk menentukan indeks nilai
penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat
diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas
tumbuhan. Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi,
kerapatan dan dominasi setiap jenis.
Menurut Indrawan (1988) analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan
adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhtumbuhan. Menurut Indrawan (1988) ada beberapa cara dalam melakukan analisis
vegetasi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Cara petak tunggal, cara ini hanya mempelajari satu petak sampling yang
mewakili suatu tegakan hutan.
b. Cara petak ganda, pada cara inipengambilan contoh dilakukan dengan
menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata.
c. Cara jalur atau trasek, cara ini di gunakan untuk mempelajari suatu kelompok
hutan yang luas, dan belum diketahui keadaan sebelumnya, dan paling efektif
untuk mempelajari perubahan kaadaan vegetasi tanah, topografi, dan evelasi.
d. Cara garis berpetak, cara ini merupakan modifikasi dari cara jalur,
Menurut pernyataan Magurran (1988) yang menyatakan bahwa besaran
Keanekaragaman shanon Wiener (H’) menunjukkan keanekaragaman jenis pada
suatu
daerah.
Dengan
ketentuan
jika
H’3 ini menunjukkan
keanekaragaman tergolong tinggi. Keanekaragaman Shanon Wiener (H’)
diperoleh dari perhitungan jumlah individu yang dianalisis pada suatu daerah,
hasilnya diperoleh dari kerapatan (K), Kerapatan Relative (KR), Frekuensi (F),
Frekuensi Relative, untuk analisis tingkat semai dan pancang, dan untuk tingkat
tiang dan pohon ditambah perhitungan Dominansi (D), dan Dominansi relative).
Desa Tongkoh
Kecamatan Dolat Rayat sebagai salah satu kecamatan di kabupaten Karo
Provinsi Sumatera Utara, terletak 13 km dari kantor bupati Kabanjahe. Kecamatan
ini, di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan
berbatasan dengan kecamatan Tiga Panah, sebelah barat berbatasan dengan
kecamatan Berastagi dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Barus Jahe.
Universitas Sumatera Utara
Luas wilayah kecamatan Dolat Rayat adalah 32,25 km2 atau 1,52 persen dari total
luas kabupaten Karo. Seluruh wilayah kecamatan Dolat Rayat berada pada
ketinggian antara 1200-1420 meter diatas permukaan laut. Jumlah PNS dan honor
di kecamatan Dolat Rayat tahun 2013 sebnayak 150 orang. Menurut hasil
proyeksi penduduk pertengahan tahun 2013, penduduk kecamatan Dolat Rayat
mencapai 8599 jiwa. Dengan jumlah ini berarti ada 2,36 persen penduduk
kabupaten Karo tinggal di kecamatan Dolat Rayat (BPS Kabupaten Karo, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Definisi Hutan
Menurut Helms (1999), hutan merupakan salah satu sumberdaya alam
yang besar peranannya baik segi ekonomi maupun segi sosial yang sangat penting
bagi masyarakat yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat tidak
langsung. Manfaat hutan tersebut dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya,
sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan
social dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan
sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna
mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan.
Fungsi hutan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh manusia dalam
memanipulasi penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan untuk kepentingan
kehidupan dan lingkungan. Dengan diterimanya posisi masyarakat sebagai pelaku
utama dalam pembangunan sumberdaya hutan di semua fungsi hutan (produksi,
lindung, dan konservasi), maka semangat dan kesadaran masyarakat dapat
didorong untuk membangun, memelihara, dan memanfaatkan sumberdaya hutan
secara lestari. Ketergantungan antara hutan dan masyarakat dapat dilihat dari
ketergantungan masyarakat terhadap produksi dan jasa hasil hutan. Hutan sebagai
sumberdaya juga memerlukan masyarakat untuk pengelolaannya (Awang, 2004).
Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumber daya dan
lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun organisasi. Jika nilai sumber
daya (ekosistem) hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa hutan telah tersedia
informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada di pasar, maka
Universitas Sumatera Utara
pengelolan hutan dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti
pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain (Bahruni, 1999).
Potensi Dan Hasil Hutan
Kehutanan
merupakan
salah
satu
sektor
terpenting
yang
perlu
mendapatkan perhatian khusus, mengingat lebih dari 67% luas daratan Indonesia
berupa hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting
peranannya dalam kehidupan manusia. Hutan juga dapat memberikan manfaat
yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Hutan
memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia yaitu berupa manfaat
langsung (tangible ) dan manfaat yang tidak langsung (Intangible ). Manfaat hutan
tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi
secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan
memberi peranan nyata apabila dalam pemanfaatan hutan itu menerapkan prinsip
kelestarian hasil (Sustainable Yield Principle) yaitu pemanfaatan hutan yang harus
diikuti dengan kegiatan pelestarian sehingga manfaat hutan tersebut dapat selalu
dirasakan (Zain, 1998).
Selain itu hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat
besar bagi kesejahteraan perekonomian masyarakat, seperti yang di sebutkan di
atas, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun inta ngible
yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu,
satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat yang tidak langsung seperti
manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, serta pencegahan erosi
(Rahmawaty, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Hutan mempunyai banyak manfaat (multi benefit) yang sangat berguna
bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Manfaat hutan luar
biasa besarnya selain menyediakan kayu dan produk-produk lainnya, hutan
menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air,
melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur
penyerbukan tumbuhan bermanfaat dan menyebarkan benihnya, menjaga kualitas
air, menyediakan pemandangan indah dan memperkaya kita secara spritual
(Santoso dan Robert, 2002).
Hutan Dan Masyarakat
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan
hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil
hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat di sekitarnya merupakan sumber untuk
memperoleh pangan, papan, obat-obatan, kayu bakar, lahan perluasan pertanian
dan pemukiman, tempat penggembalaan, tempat melakukan kegiatan spiritual,
dan lain-lain. Dalam masyarakat biasanya terdapat perbedaan status diantara
anggota masyarakatnya. Perbedaan tersebut dapat berasal dari faktor keturunan,
ekonomi, pendidikan, keterampilan, agama, atau sumber-sumber lain yang
bernilai penting bagi masyarakat. Reaksi kelompok sosial menurut statusnya akan
berbeda beda terhadap suatu objek, termasuk terhadap objek berupa hutan.
Masyarakat sekitar hutan mempunyai sistem hubungan sosial, ekonomi dan
budaya tersendiri dengan lingkungan (Warsid, 2000).
Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat
yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu,
mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumberdaya potensial saja, melainkan
Universitas Sumatera Utara
memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan
dan sekaligus tempat tinggal meraka. Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional
yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan
atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang
memiliki kekuatan atau pesan supranatural yang mereka patuhi (Purwoko, 2002).
Dan hingga saat ini sebagian besar penduduk Indonesia masih
menggantungkan hidup dengan memanfaatkan hasil hutan. Hutan sebagai tempat
sumber mata pencaharian mereka sehingga hubungan antara manusia dengan
lingkungannya dalam hal ini hutan sangatlah erat sehingga dapat dianggap bahwa
masalah manusia adalah merupakan masalah lingkungan dan sebaliknya masalah
lingkungan juga menjadi masalah manusia, sebab masalah lingkungan akan
muncul apabila hubungan manusia dengan lingkungan tidak sejalan, yang pada
umumnya dipacu oleh pertambahan manusia yang semakin meningkat namun
tidak diimbangi dengan perkembangan lingkungan (Bambang, 1995).
Ketergantungan inilah yang tanpa pengelolaan dengan prinsip hutan lestari
yang menurut Rido (2003) menjadi faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan
hutan antara lain adalah: (1) pertambahan penduduk (2) berkurangnya lahan
pertanian (3) perladangan berpindah (4) sempitnya lapangan pekerjaan (5)
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi hutan.
Ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan bukan saja terhadap hasil
hutan kayu tetapi juga terhadap hasil hutan non kayu merupakan manfaat
langsung hasi hutan yang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bersifat
material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah
Universitas Sumatera Utara
haluan pengelolaan hutan dari timber extra ction menuju sustainable forest
management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non Timber Forest Pr oducts
(NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. HHNK merupakan salah satu sumber
daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung
dengan masyarakat sekitar hutan (BPDAS Jenebrang, 2010).
Humus Hutan dan Koloid Tanah
Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki
fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbanagan alam. Tanpa humus, maka hutan
akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur
hara tanah. Pengambilan humus hutan oleh masyarakat merupakan gangguan
terhadap kestabilan fungsi hutan. Berbagai dampak kelak di kemudian hari akan
timbul bila permasalahan ini tidak pernah diselesaikan dengan pendekatan dan
tinjauan yang ilmiah (Nopandry dkk, 2005).
Koloid tanah adalah bagian tanah yang terdiri atas butir yg berukuran
sangat halus. Koloid merupakan penyusun tanah yang berperan aktif dalam reaksi
kimia tanah yang mempunyai diameter < 1 mikron. Koloid mempunyai sifat-sifat
bidang permukaan yang luas, tersuspensi dalam air, dan bermuatan positif
maupun negatif. Koloid tanah adalah bahan organik dan bahan mineral tanah yang
sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan
berat. Koloid tanah terdiri dari liat (koloid anorganik) dan humus (kolod organik).
Koloid berukuran kurang dari 1 µ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2
µ) termasuk koloid. Koloid anorganik terdiri dari mineral liat Al-silikat, oksidaoksida Fe dan Al, mineral-mineral primer. Mineral liat Al-silikat mempunyai
bentuk kristal yang baik misalnya kaolinit, haolisit, montmorilonit, ilit. Kaolinit
Universitas Sumatera Utara
dan haolisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat) yaitu tanah-tanah
yang umumnya berdrainase baik, sedangkan montmorilonit ditemukan pada
tanah-tanah yang mudang mengembang dan mengerut serta pecah-pecah pada
musim kering misalnya tanah vertisol. Ilit ditemukan pada tanah-tanah berasal
dari bahan induk yang banyak mengandung mika dan belum mengalami
pelapukan lanjut. Adanya muatan negatif pada mineral liat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu : (1) Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan
kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron, (2) Disosiasi H+ dari
gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal, (3) Substitusi isomorfik
(Sparks, 1995).
Siklus Hara Tanah
Tanah hutan adalah tanah yang terbentuk di bawah pengaruh vegetasi
hutan. Hal ini didasarkan atas dalamnya perakaran; organisne tanah yang spesifik
dan hasil proses dekomposisi bahan organis berupa unsur basa-basa seperti N, P,
K, Ca dan Mg selain dihasilkan pula berupa asam-asam humin seperti asam posfat
dan asam nitrat serta yang lainnya. Jadi secara alami keperluan unsur hara bagi
tanaman dapat terpenuhi melalui siklus hara yang relative tertutup yang terjadi
antara tanaman dan tanah hutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tanah
menjadi miskin akan hara, diantaranya adalah karena diserap oleh tanaman;
penebangan pohon untuk diambil kayunya, kebakaran hutan, pencucian oleh air
yang masuk kedalam tanah dan erosi (Yamani, 2012).
Konsep pertanian berkelanjutan, secara ideal sering disepadankan dengan
kondisi alam asli, mengacu kepada sistem agroekologi alamiah yang secara lestari
dapat mendukung kehidupan biota di atasnya. Dalam ekologi alamiah yang tidak
Universitas Sumatera Utara
terjadi campur tangan manusia, siklus karbon biologis dan unsur lainnya terjadi
secara tertutup in situ , sehingga berdampak terhadap keberlanjutan kehidupan
biota penyusun ekologi. Perubahan komposisi biota apabila terjadi lebih
disebabkan oleh kompetisi antarspesies, menuju kepada dominasi oleh biota yang
paling bugar, tetapi secara spasial dan periodikal jangka panjang, kehidupan biota
terus berlangsung dalam harmoni yang teratur dan berkesinambungan. Kondisi
kehidupan yang demikian disebut sebagai sistem biologi yang berkelanjutan, yang
dicirikan oleh terlestarikannya komponen sumber daya alam dan biota yang hidup
di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena pada ekologi alamiah tidak terjadi
perpindahan berbagai senyawa karbon dan energi (Sumarno at al., 2009).
Bahan organik pada tanah hutan merupakan komponen penting ditinjau
dari siklus hara, siklus hidrologi, produktivitas hutan, dan neraca karbon global.
Secara global, tanah mengandung cadangan karbon lebih besar daripada kawasan
daratan lainnya dan bahan organik pada tanah hutan merupakan ekosistem yang
sangat dinamis (Jobággy dan Jackson 2000). Kandungan bahan organik tanah
dapat berubah sebagai akibat proses alami seperti suksesi dan akumulasi biomassa
dan adanya faktor antropogenik, seperti konversi spesies penutup lahan. Hasil
penelitian Sabaruddin et al. (2009) menunjukkan bahwa langkah konversi hutan
alam menjadi lahan yang dikelola manusia, baik HTI (Hutan Tanaman Industri)
maupun ladang, menyebabkan penurunan kandungan bahan organik secara
signifikan. Bahan organik peka terhadap gangguan, maka setiap perubahan yang
terjadi pada suatu ekosistem dapat menyebabkan percepatan perubahan
kandungan bahan organik dalam tanah sehingga dalam jangka panjang dapat
mempengaruhi produktivitas lahan. Oleh karena itu, estimasi pengaruh
Universitas Sumatera Utara
penebangan dan pasca penebangan hutan terhadap dinamika C organik tanah
penting dilakukan sebagai data dasar untuk memprediksi keberlanjutan ekosistem
lokal dan pertukaran C antara tanah dan atmosfir.
Salah satu faktor penyebab pengurasan persediaan hara tanah karena
adanya aliran hara keluar ekosistem hutan tanaman yang berupa kehilangan unsur
hara pada saat pemanenan, yaitu berupa kandungan unsur hara dalam batang dan
kulit kayu yang dikeluarkan dari lahan. Jenis pohon merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi besarnya akumulasi hara pada biomassa tegakan hutan.
Unsur-unsur hara yang diimmobilisasikan pada vegetasi cenderung meningkat
seiring dengan makin dewasanya tegakan (Hartati, 2008).
Analisis Vegetasi
Menurut Marsono (1977), analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari
susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari
masyarakat
tumbuh-tumbuhan.
Unsur
struktur
vegetasi
adalah bentuk
pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi
diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk menentukan indeks nilai
penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat
diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas
tumbuhan. Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi,
kerapatan dan dominasi setiap jenis.
Menurut Indrawan (1988) analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan
adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhtumbuhan. Menurut Indrawan (1988) ada beberapa cara dalam melakukan analisis
vegetasi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Cara petak tunggal, cara ini hanya mempelajari satu petak sampling yang
mewakili suatu tegakan hutan.
b. Cara petak ganda, pada cara inipengambilan contoh dilakukan dengan
menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata.
c. Cara jalur atau trasek, cara ini di gunakan untuk mempelajari suatu kelompok
hutan yang luas, dan belum diketahui keadaan sebelumnya, dan paling efektif
untuk mempelajari perubahan kaadaan vegetasi tanah, topografi, dan evelasi.
d. Cara garis berpetak, cara ini merupakan modifikasi dari cara jalur,
Menurut pernyataan Magurran (1988) yang menyatakan bahwa besaran
Keanekaragaman shanon Wiener (H’) menunjukkan keanekaragaman jenis pada
suatu
daerah.
Dengan
ketentuan
jika
H’3 ini menunjukkan
keanekaragaman tergolong tinggi. Keanekaragaman Shanon Wiener (H’)
diperoleh dari perhitungan jumlah individu yang dianalisis pada suatu daerah,
hasilnya diperoleh dari kerapatan (K), Kerapatan Relative (KR), Frekuensi (F),
Frekuensi Relative, untuk analisis tingkat semai dan pancang, dan untuk tingkat
tiang dan pohon ditambah perhitungan Dominansi (D), dan Dominansi relative).
Desa Tongkoh
Kecamatan Dolat Rayat sebagai salah satu kecamatan di kabupaten Karo
Provinsi Sumatera Utara, terletak 13 km dari kantor bupati Kabanjahe. Kecamatan
ini, di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan
berbatasan dengan kecamatan Tiga Panah, sebelah barat berbatasan dengan
kecamatan Berastagi dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Barus Jahe.
Universitas Sumatera Utara
Luas wilayah kecamatan Dolat Rayat adalah 32,25 km2 atau 1,52 persen dari total
luas kabupaten Karo. Seluruh wilayah kecamatan Dolat Rayat berada pada
ketinggian antara 1200-1420 meter diatas permukaan laut. Jumlah PNS dan honor
di kecamatan Dolat Rayat tahun 2013 sebnayak 150 orang. Menurut hasil
proyeksi penduduk pertengahan tahun 2013, penduduk kecamatan Dolat Rayat
mencapai 8599 jiwa. Dengan jumlah ini berarti ada 2,36 persen penduduk
kabupaten Karo tinggal di kecamatan Dolat Rayat (BPS Kabupaten Karo, 2014).
Universitas Sumatera Utara