Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET

21 C. Katalis Reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh adanya zat-zat lain dalam jumlah sedikit namun dapat mempercepat reaksi. Zat itu disebut juga dengan katalis. Jumlah yang relatif sedikit dari katalis ini bukan berarti konsentrasi katalis tak penting tetapi kenyataannya dengan adanya sedikit katalis yang ditambahkan menyebabkan konversi reaktan menjadi tinggi dan umumnya laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi dan luas permukaan katalis. Katalis mempengaruhi laju dengan menurunkan harga energi aktivasi yang terlihat pada gambar 2.2. Penurunan energi aktivasi itu terjadi akibat interaksi antara katalis dengan reaktan. Komponen aktif katalis ini berasal dari logam-logam yang terdeposit pada pengemban atau dari pengemban sendiri. Logam-logam ini umumnya logam transisi menyediakan orbital d kosong atau elektron tunggal yang disumbangkan pada molekul reaktan, sehingga terbentuk ikatan baru dengan kekuatan tertentu. Apabila adsorpsi terlalu kuat maka aktifitas katalis menjadi kecil karena reaksinya akan menjadi lambat meskipun katalis cukup aktif Jocheim, 1998.

2.7 Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET

Sifat permukaan dari katalis yang penting adalah luas permukaan spesifik dan volume pori. Penentuan luas permukaan spesifik maupun volume pori terdiri dari dua tahapan yaitu preparasi dan analisa sampel. Sampel dipreparasi untuk membersihkan kontaminan air atau molekul lain yang mungkin teradsorpsi oleh sampel ketika penyimpanannya. Preparasi degassing dilakukan dengan kombinasi pemanasan, pemvakuman dan pengaliran gas Nitrogen sedangkan 22 analisa sampel dengan adsorpsi N 2 pada temperatur 77 K. Nitrogen biasa digunakan karena inert, non korosif dan dapat bersaing dengan material pembentuk. Selain gas nitrogen, gas lain yang dapat digunakan adalah n-butana, karbondioksida, krypton dan argon. Temperatur 77 K dipilih karena merupakan titik didih dari nitrogen cair pada keadaan standar. Luas permukaan spesifik katalis ditentukan berdasarkan jumlah gas nitrogen yang diperlukan untuk membentuk “monolayer” pada permukaan dan pori katalis pada tekanan relatif PPo 0,05-0,35. Jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan tertentu didefinisikan sebagai isoterm adsorpsi. Diantara isoterm adsoprsi yang dikenal, isoterm adsorpsi yang diusulkan oleh Brunauer-Emmet– Teller BET merupakan metode yang sering digunakan terutama untuk analisa mikropori. Persamaan kesetimbangan adsorpsi BET dituliskan dengan: 1 - WPoP 1 = C Wm. 1 + PPo C Wm. 1 - C 2.16 W adalah berat gas N 2 yang terjerap pori pada tekanan pori PPo gram, Wm adalah berat adsorbat yang membentuk lapisan monolayer pada padatan gram, P adalah tekanan uap adsorbat atm, Po adalah tekanan uap murni adsorbat atm dan C adalah konstanta BET yang berkaitan dengan energi adsorpsi pada lapisan monolayer. Dengan membuat plot antara 1 - WPoP 1 Vs PPo maka Wm dan C dapat diperoleh, selanjutnya luas permukaan S A dapat dihitung dengan rumus: S A = M Acs Nav. Wm. 2.17 23 Nav adalah bilangan Avogadro 6,023 x 10 23 molekulmol, Acs adalah luas proyeksi N 2 16,2 Å 2 molekul dan M adalah berat molekul N 2 28,0103 gmol . Sementara volume pori ditentukan berdasarkan jumlah nitrogen yang teradsorpsi dan mengisi pori katalis pada tekanan relatif PPo 0-0,09. Volume nitrogen yang teradsorpsi Vads dapat diubah menjadi volume nitrogen cair yang mengisi pori Vp dengan persamaan berikut: Vp = T R. Vm Vads. Pa. 2.18 Vm merupakan volume molar dari nitrogen cair 34,7 cm 3 mol, Pa dan T merupakan tekanan dan temperatur pengukuran. Rerata jari-jari pori ř yang menyatakan ukuran pori dan persebaran pori pada katalis ditentukan dengan persamaan berikut Lowell, 1979: ř = A S Vp 2 2.19 Hubungan antara konstanta C dengan energi adsorpsi dituliskan dengan: C= e T R. Qc - Qa 2.20 E ads = T R. Qc - Qa atau Eads = ln C 2.21 Qa merupakan panas adsorpsi, Qc merupakan panas kondensasi nitrogen cair dan Eads merupakan energi adsorpsi Joule Adamson, 1976 dan Jozefaciuk, 2002. 24

2.8 Metode Difraksi Sinar X