Gas N Laju Reaksi

11 Ketika semua ketersediaan oksigen dan NO telah digunakan, HC dan CO masih dapat dikurangi oleh reaksi dengan uap air: Suhu minimum yang diperlukan untuk mengoksidasi HC dan CO berturut- turut adalah 600 o C dan 700 o C Degobert, 1995 sedangkan untuk mereduksi NO x melalui reaksi dekomposisi diperlukan suhu di bawah 600 o C CEPA, 1996. Konversi maksimum diperoleh saat tiga polutan berada pada stoikiometri dari spesies reduksi dan oksidasinya yang dikendalikan oleh pemutar tertutup terhadap udarabahan bakar. Adapun reaksi yang terjadi dari ketiga polutan itu adalah: Fritz, 1997 Stoikiometri campuran udarabahan bakar ini dikendalikan oleh alat yang disebut sensor oksigen . Apabila tidak ada sensor ini, sistem tiga jalur ini akan bereaksi lambat dan hanya akan maju bila ditambahkan injeksi udara. Reaksi yang terjadi yaitu pada permukaan katalis pertama, NO x tereduksi oleh agen pereduksi. Setelah dilakukan injeksi pada permukaan kedua dengan kandungan oksigen yang menjadi stoikiometri, HC yang tidak terbakar, CO dan sebagian NH 3 yang dibentuk akan dioksidasi sesuai reaksi di atas Degobert, 1995.

2.4 Gas N

2 O Dalam fase gas, N 2 O dibentuk dari intermediet NH dan NCO ketika kedua senyawa itu bereaksi dengan NO: NH + NO N 2 O + H NCO + NO N 2 O + CO 2 CO + O 2 2CO 2 C x H y + x+14y O 2 x CO 2 + ½ y H 2 O NO + HC ½ N 2 + H 2 O + CO 2 2 NO + 2 CO N 2 + 2 CO 2 HC + H 2 O CO + CO 2 + H 2 CO + H 2 O H 2 + CO 2 12 Konsentrasi atom hidrogen yang selalu tinggi menyebabkan penghancuran N 2 O Degobert, 1995. N 2 O + H NH + NO N 2 O + H N 2 + OH Konsentrasi N 2 O di stratosfer akan menurun oleh reaksi fotokimia dan beberapa reaksi dengan atom oksigen radikal Manahan, 1993: N 2 O + hv N 2 + O N 2 O + O N 2 + O 2 N 2 O + O NO + NO N 2 O relatif tidak reaktif dibanding gas NO karena secara termodinamika tidak stabil namun pada suhu kamar N 2 O cukup stabil dengan waktu hidup sekitar 150 tahun. Pada molekul N–N–O asimetris, orde ikatan N–N sekitar 2,7 sedangkan N–O sekitar 1,6 sehingga N–O lebih mudah putus dengan energi aktivasi sebesar 250-270 kJmol. Pada pemanasan di atas 900 K, gas N 2 O akan terdekomposisi menjadi gas N 2 dan O 2 dengan Δ r H o = -81,6 kJmol Kapteijn et al ., 1996. Namun molekul N 2 O aktif dalam penyerangan lapisan ozon stratosfer yang jumlahnya meningkat dengan signifikan terhadap pengikatan nitrogen global Manahan, 1993. Adapun struktur lewis dari N 2 O adalah: atau Dalam kendaraan jumlah N 2 O sangat sedikit dibanding gas NO dan NO 2 . Kontribusi emisi N 2 O di atmosfer sekitar 4,7-7 Megatontahun dengan sekitar 30- 40 merupakan sumber alami Kapteijn et al., 1996 dan sekitar 3,3 atau 0,2 Megatontahun berasal dari kendaraan bermotor Degobert, 1995. Sumber N 2 O lainnya berasal dari pembakaran biomassa, pupuk, oksidasi ammonia, pembakaran bahan bakar fosil, produksi asam adipat dan asam nitrat serta teknik reduksi NO x melalui TWC dan SCR Kapteijn et al., 1996. N N O N N X O X O X O X X • • • • • • O O 13

2.5 Reaksi Kimia Katalitik Heterogen

Pada umumnya reaksi kimia katalitik heterogen terdiri atas beberapa tahapan reaksi yang berlangsung secara berurutan yaitu: 1. Transfer massa difusi eksternal reaktan dari bulk fluid ke permukaan eksternal katalis. 2. Difusi internal reaktan dari mulut pori melalui pori katalis menuju sekitar permukaan internal katalis. 3. Adsorpsi reaktan ke dinding permukaan internal katalis. 4. Reaksi kimia pada permukaan internal katalis. 5. Desorpsi produk dari dinding permukaan internal katalis. 6. Difusi internal produk dari permukaan internal katalis ke mulut pori pada permukaan eksternal katalis. 7. Transfer massa difusi eksternal produk dari permukaan eksternal katalis ke bulk fluid. Adapun diagram energi dari reaksi kimia katalitik heterogen yaitu Page, 1987: Gambar 2.2. Diagram Energi Reaksi Kimia Katalitik Heterogen. E ads E des Adsorpsi reaktan Desorpsi produk E 1 Difusi reaktan ∆H E kat reaksi ke kiri E non-kat reaksi ke kiri ∆H E 2 Difusi produk Reaksi permukaan E non-kat reaksi ke kanan E kat reaksi ke kanan 14 Laju reaksi keseluruhan ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat. Apabila tahapan difusi 1, 2, 6 dan 7 dianggap sangat cepat dibandingkan tahapan reaksi 3, 4 dan 5 maka konsentrasi situs aktif bulk fluid dapat diabaikan. Dalam kasus ini, tahapan transfer atau difusi tidak mempengaruhi laju reaksi keseluruhan sehingga yang perlu diperhatikan adalah tahapan adsorpsi, reaksi permukaan dan desorpsi Fogler, 1992.

A. Adsorpsi

Adsorpsi adalah gaya tarik menarik dari komponen atom penyusunnya dalam permukaan sebagai kompensasi adanya ketidakseimbangan gaya pada permukaan padatan tersebut akibat atom-atom di permukaan tidak memiliki tetangga yang lengkap. Situs aktif katalis terbagi menjadi dua yaitu situs aktif katalis terisi dan situs aktif katalis kosong. Situs aktif terisi inilah yang telah mengadsorpsi reaktan. Adsorpsi terbagi menjadi 2 yaitu: 1. Adsorpsi molekuler, terjadi bila molekul teradsorpsi secara langsung pada adsorben dengan tidak mengalami pemutusan ikatan molekul. A 2 + S A 2 S adsorpsi molekuler Persamaan laju reaksi: r AD = k A2 P A2 C v – k’ A2 C A2S atau r AD = k A2 . P A2 . C V – C A2S K A2 2.1 K A2 adalah tetapan setimbang adsorpsi, K A2 = k A2 k’ A2 2. Adsorpsi disosiatif, terjadi dengan adanya pemutusan ikatan molekul menjadi atom-atom penyusunnya. A + S AS adsorpsi disosiatif k A k ’ A k A2 k ’ A2 15 Persamaan laju reaksi: r AD = k A P A C v – k’ A C AS atau r AD = k A . P A . C V – C AS K A 2.2 K A adalah tetapan setimbang adsorpsi, K A = k A k’ A Masel, 2001

B. Reaksi permukaan

Ketika reaktan telah di adsorpsi pada permukaan, reaktan mampu bereaksi dengan beberapa cara untuk membentuk produk, yaitu: 1. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood, terjadi bila gas yang teradsorpsi terikat pada lapisan monomolekuler, situs aktif permukaannya adalah homogen dan situs aktifnya mempunyai afinitas ikatan yang sama Alberty, 1998. a. Mekanisme single-site reaktan teradsorpsi hanya dengan satu situs. AS BS Persamaan laju reaksi, r S = k S . C AS – C BS K S 2.3 K s adalah tetapan setimbang reaksi permukaan, K S = k S k’ S Persamaan laju adalah orde satu pada penutupan permukaan: r = k θ A θ A = jumlah situs adsorpsi yang terisi jumlah situs adsorpsi yang tersedia. Jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan tertentu dan suhu tetap didefinisikan sebagai isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi mengikuti isoterm Langmuir dengan asumsi tiap situs adsorpsi adalah sama dan kemampuan mengikat partikel tidak tergantung pada dekat tidaknya situs yang ditempati. k S k’ S 16 Laju perubahan penutupan permukaan karena adsorpsi: N d θdt = K A . P A . N1– θ N1– θ = situs kosong, N = jumlah total situs dan K A = tetapan laju adsorpsi. Sedangkan laju perubahan penutupan permukaan karena desorpsi: N d θdt = K D . N. θ dengan K D = tetapan laju desorpsi Laju adsorpsi dan desorpsi setimbang adalah sama, sehingga θ A = K. P A 1 + K. P A , dengan K = K A K D Substitusi θ A di atas pada persamaan laju, sehingga: r = k. K. P A 1 + K. P A 2.4 b. Mekanisme dual-site reaktan teradsorpsi dengan dua situs i. Reaksi antara reaktan yang teradsorpsi dengan situs aktif kosong. AS + S’ BS’ + S Persamaan laju reaksi, r S = k S . C AS . C V – C BS . C V K S 2.5 ii. Reaksi antar dua reaktan yang teradsorpsi dengan jenis situs aktif yang sama. AS + BS CS + DS Persamaan laju reaksi, r S = k S . C AS . C BS – C CS . C DS K S 2.6 iii. Reaksi antar dua reaktan yang teradsorpsi dengan jenis situs aktif yang beda. AS + BS’ CS’ + DS Persamaan laju reaksi, r S = k S . C AS . C BS’ – C CS . C DS K S 2.7 k S k’ S k’ S k S k S k’ S 17 Persamaan laju adalah orde dua pada penutupan permukaan: r = k θ A . θ B Dengan menggunakan isoterm Langmuir seperti di atas diperoleh: θ A = K A . P A 1 + K A . P A + K B . P B θ B = K B . P B 1 + K A . P A + K B . P B Maka persamaan laju menjadi: r = k. K A . P A .K B . P B 1 + K A . P A + K B . P B 2 2.8 2. Mekanisme Eley-Rideal, terjadi bila molekul yang teradsorpsi bereaksi dengan molekul di dalam fluid yang tidak teradsorpsi dalam fase gas. AS + B g CS + D g Persamaan laju reaksi, r S = k S . C AS . P B – C CS . P D K S Persamaan laju adalah orde satu pada penutupan permukaan : r = k θ A . P B Dengan menggunakan isoterm Langmuir seperti di atas diperoleh θ A = K. P A 1 + K. P A Maka persamaan laju menjadi: r = k. K. P A. P B 1 + K. P A molekul monoatomik 2.9 r = k. K. P A 12 . P B 1 + K. P A 12 molekul diatomik 2.10 Jocheim, 1998 dan Fogler, 1999

C. Desorpsi

Calon produk yang masih teradsorpsi pada permukaan akan terdesorpsi menjadi produk dan adsorbennya. Desorpsi terbagi menjadi 2 yaitu: k S k’ S 18 1. Desorpsi molekuler sederhana, terjadi bila molekul adsorbat meninggalkan adsorbennya secara langsung yang disebabkan karena kurang kuatnya ikatan yang terjadi antara molekul calon produk dengan adsorbennya. CS C + S Persamaan laju reaksi, r D = k D . C CS – P C .C V K D 2.11 K D = tetapan setimbang desorpsi, K D = k D k’ D 2. Desorpsi rekombinatif, terjadi pada 2 atom radikal teradsorpsi yang berkombinasi bersamaan untuk membentuk spesies stabil yang kemudian meninggalkan permukaan adsorbennya. C 1 S + C 2 S C + 2 S Persamaan laju reaksi, r D = k D . C C1S . C C2S – P C .C V 2 K D 2.12 K D = tetapan setimbang desorpsi, K D = k D k’ D Masel, 2001

2.6 Laju Reaksi

Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satu satuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi pereaksi atau bertambahnya konsentrasi produk. Menurut Van’Hoff, laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi semua spesies pelarut atau katalis, suhu reaktor, dan tekanan total. A. Konsentrasi Makin tinggi konsentrasi maka laju makin cepat. Hubungan konsentrasi terhadap laju reaksi untuk reaksi sederhana yaitu reaksi yang orde reaksinya k D k’ D k D k’ D 19 sama dengan molekularitasnya dirumuskan oleh Gulberg dan Waage pada tahun 1867 dalam Hukum Keaktifan Massa yang berbunyi “apabila suhu tetap maka laju reaksi akan sebanding dengan konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan koefisien dalam reaksi”. Hukum tersebut dituliskan dalam persamaan: r = k C A m C B n ..... 2.13 Dengan C A , C B .... adalah konsentrasi reaktan, k adalah tetapan laju reaksi dan m, n....... adalah orde reaksi koefisien terhadap A dan B berturut-turut. Orde reaksi adalah jumlah pangkat dari konsentrasi zat-zat yang menentukan laju reaksi dengan harga nol, pecahan, negatif atau positif Masel, 2001. B. Suhu Makin tinggi suhu maka laju makin besar. Peranan suhu pada laju terletak pada tetapan laju k dan bukan pada orde reaksi, sedangkan secara termodinamika suhu mempengaruhi tetapan setimbang adsorpsi K. Adapun hubungan suhu terhadap tetapan setimbang adsorpsi dirumuskan oleh Van’t Hoff pada tahun 1887 gambar 2.3a sedangkan hubungan suhu terhadap tetapan laju k dirumuskan oleh Arrhenius pada tahun 1889 gambar 2.3b. a b Gambar 2.3. Hubungan antara ln K atau ln k versus 1T. a Persamaan Van’t Hoff bPersamaan Arrhenius. ln K 1T Intersep = ΔSR Slope = - ΔHR ln k 1T Intersep = ln A Slope = -EaR 20 Hubungan tetapan-tetapan itu dengan suhu dapat dituangkan dalam persamaan: -EaRT e A. k = atau RT Ea - A ln k ln = Arrhenius 2.14 R S RT H - K ln Δ + Δ = Van’t Hoff 2.15 Dengan K adalah tetapan setimbang adsorpsi, T adalah suhu reaksi K, ΔH adalah perubahan entalpi Jmol dan ΔS adalah perubahan entropi Jmol.K, k adalah tetapan laju, A adalah faktor frekuensi atau faktor pra-eksponensial orde satu dalam s -1 , Ea adalah energi aktivasi Jmol dan R adalah tetapan gas 8,314 Jmol.K Alberty, 1983. Di dalam reaksi kimia katalitik, kadang dijumpai reaksi yang lajunya bertambah dengan naiknya suhu, mencapai maksimum dan kemudian berkurang dengan kenaikan suhu lebih lanjut. Gejala pertama adalah sesuai dengan persamaan Arrhenius sedangkan gejala kedua tidak sesuai dengan persamaan Arrhenius non-Arrhenius. Persamaan non-Arrhenius ini dapat disebabkan oleh konsentrasi awal reaktan yang sangat tinggi, fraksi penutupan yang semakin berkurang, kekuatan adsorpsi yang sangat kuat dan konsentrasi reaktan yang semakin tinggi dengan naiknya suhu. Adapun hubungan antara ln k versus 1T dari kedua gejala di atas adalah Masel, 2001: Gambar 2.4. Hubungan antara ln k versus 1T dari Persamaan Arrhenius dan Persamaan non-Arrhenius. Arrhenius Non-Arrhenius ln k 1T 21 C. Katalis Reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh adanya zat-zat lain dalam jumlah sedikit namun dapat mempercepat reaksi. Zat itu disebut juga dengan katalis. Jumlah yang relatif sedikit dari katalis ini bukan berarti konsentrasi katalis tak penting tetapi kenyataannya dengan adanya sedikit katalis yang ditambahkan menyebabkan konversi reaktan menjadi tinggi dan umumnya laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi dan luas permukaan katalis. Katalis mempengaruhi laju dengan menurunkan harga energi aktivasi yang terlihat pada gambar 2.2. Penurunan energi aktivasi itu terjadi akibat interaksi antara katalis dengan reaktan. Komponen aktif katalis ini berasal dari logam-logam yang terdeposit pada pengemban atau dari pengemban sendiri. Logam-logam ini umumnya logam transisi menyediakan orbital d kosong atau elektron tunggal yang disumbangkan pada molekul reaktan, sehingga terbentuk ikatan baru dengan kekuatan tertentu. Apabila adsorpsi terlalu kuat maka aktifitas katalis menjadi kecil karena reaksinya akan menjadi lambat meskipun katalis cukup aktif Jocheim, 1998.

2.7 Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET