STUDI KINETIKA REAKSI DEKOMPOSISI GAS N2O DENGAN KATALIS Cr2O3/ZEOLIT DAN Co3O4/ZEOLIT SEBAGAI CATALYTIC CONVERTER UNTUK MEREDUKSI GAS N2O.

(1)

STUDI KINETIKA REAKSI DEKOMPOSISI GAS N

2

O

DENGAN KATALIS Cr

2

O

3

/ZEOLIT DAN Co

3

O

4

/ZEOLIT

SEBAGAI

CATALYTIC CONVERTER

UNTUK MEREDUKSI GAS N

2

O

Tugas Akhir II

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia

oleh

Bambang Priyambudi 4350402011

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tugas Akhir II ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Tugas Akhir II Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Semarang, Agustus 2007

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Kasmui, M. Si Ir. Sri Wahyuni, M. Si

NIP 131931625 NIP 131931626

Pembimbing III

Drs. Chairil Anwar, M. Si NIP 100009774


(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir II ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Tugas Akhir II Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, pada

Hari : Jumat

Tanggal : 10 Agustus 2007 Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs. Kasmadi I.S, M. S Drs. Sigit Priatmoko, M. Si

NIP 130781011 NIP 131965839

Penguji I Penguji II/ Pembimbing I

Drs. Sigit Priatmoko, M. Si Drs. Kasmui, M. Si

NIP 131965839 NIP 131931625

Penguji III/ Pembimbing II Penguji IV/ Pembimbing III

Ir. Sri Wahyuni, M. Si Drs. Chairil Anwar, M. Si


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam Tugas Akhir II ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam Tugas Akhir II ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2007

Bambang Priyambudi


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

#

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya ALLAH

bersama orang-oraang yang sabar (Q.S. Al Baqoroh, 153).

#

Takutlah pada ALLAH dikala sunyi dan ramai, sederhanalah dikala mampu

dan tidak, berbuat adillah dikala senang dan tidak (Drs.Mustaghfiri Asror,

1984:44).

#

Hapuslah peluh dan keringat orang tuamu dengan mempersembahkan segala

yang terbaik bagi mereka (orang bijak).

#

Pengorbanan pada dasarnya bukanlah kerugian tetapi investasi dan bekal menuju

kemulian dunia dan akherat (AA Gym).

#

Manisnya keberhasilan akan menghapus pahitnya kesabaran, nikmatnya

kemenangan akan melenyapkan letihnya perjuangan dan menuntaskan pekerjaan

dengan baik akan melenyapkan lelahnya jerih payah (Dr. Aidh Al Qarni).

Persembahan:

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, ku persembahkan karya kecil ini kepada: ! Ayahanda dan ibunda tercinta, yang selalu tulus ikhlas mendoakan dan mencurahkan

kasih sayangnya. Terima kasih atas kesabaran, bantuan, dan dorongannya.

! Kakak-kakakku (Teh Gopie ‘n Teh Geulis) dan adek-adekku (Dody, Saraswati, Arif ‘n Maia) tersayang serta keluarga besarku, yang selalu menjadi lentera semangatku. Dukungan dan motivasi kalian adalah pengiring langkahku meniti masa depan.

! Sobat-sobatku Semarang (Wahyu, Wirda, Eti, Titin, Okta, Mislina, Yuan, Syamsul, Nugi ‘n Ferdy), yang telah memberikan mutiara berharga yang akan senantiasa mewarnai di setiap langkah kakiku.

! Anak-anak Chem-Is-try ’02, yang telah memberikan pengalaman dan nuansa indah. ! Batur-batur nu di Cirebon, yang telah memberikan fenomena alam menjadi lebih indah. ! Sohib-sohib seperjuanganku Jakarta {Herry (UNIBRAW), Roby (UNPAD), Hariz

(SMAK-Padang), Mz Wawan (Art Glass) ‘n SOFI (BSI)}. Ingat selalu pada kami yang belum sukses. Untuk Asrim (VICO) ’n Iman (CNOOC), doakan kami segera menyusul..! ! Anak-anak “Sumpani Cost”, “Teteh Kozt” & “….Cozt”. Hari-hari bersama kalian

adalah kenangan terindah.

! Karyawan-karyawan LEMIGAS (Mba Diyan, Mz Ali, Mz Slamet, P.Kardi, P.Cipto, B.Roza, Mba Rika ‘n P.Birmanto). Terima kasih atas bantuan, ilmu dan spiritnya. ! Guru-guru dan almamaterku tercinta yang pernah menjadi pijakanku.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir II yang berjudul “Studi Kinetika Reaksi Dekomposisi Gas N2O dengan Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit sebagai Catalytic Converter untuk Mereduksi Gas N2O” ini dengan baik, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Kimia di Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung. Rasa terima kasih itu penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Hadi Purnomo, M. Sc., DIC selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) “LEMIGAS”. 2. H. Agus Salim, S. H., M. H., selaku Kepala Bidang Afiliasi PPPTMGB)

“LEMIGAS”.

3. Dra. Yanni Kussuryani, M. Si selaku Koordinator Kelompok Program Riset dan Teknologi (KPRT) Proses “LEMIGAS”.

4. Drs. Kasmadi Imam S., M. S., selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.

5. Drs. Sigit Priatmoko, M. Si., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang sekaligus penguji utama yang telah berkenan memberikan koreksi dan masukan untuk perbaikan naskah Tugas Akhir ini.

6. Drs. Kasmui, M. Si, selaku pembimbing I atas segala kesabaran dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan Tugas Akhir.

7. Ir. Sri Wahyuni, M. Si, selaku pembimbing II atas segala pengarahan dan perhatian yang diberikan selama penyusunan Tugas Akhir.

8. Drs. Chairil Anwar, M. Si, selaku pembimbing dari “LEMIGAS” atas kesempatan, bimbingan dan arahan orientasi penelitian yang diberikan.

9. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu.


(7)

vii

10. Segenap karyawan dan Staf Laboratorium Konversi dan Katalisa, Laboratorium Kromatografi serta Laboratorium Eksplorasi atas bantuan dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian.

11. Seluruh karyawan Laboratorium dan Administrasi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang.

12. Rekan-rekan partner penelitian, Wirda Udaibah, Herry Prasetyo dan Syarifah untuk diskusi, kerja sama dan dukungan moralnya.

13. Semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian dan penyusunan Tugas Akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan dan penyempurnaannya. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini memberi manfaat bagi semua pihak dan khususnya bagi penulis.

Semarang, Agustus 2007 Penulis


(8)

viii

ABSTRAK

Bambang Priyambudi. 2007. “Studi Kinetika Reaksi Dekomposisi Gas N2O dengan Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit sebagai Catalytic Converter untuk Mereduksi Gas N2O”. Tugas Akhir II. Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Pembimbing I: Drs. Kasmui, M.Si., Pembimbing II: Ir. Sri Wahyuni, M. Si., Pembimbing III: Drs. Chairil Anwar, M. Si.

Kata Kunci: Dekomposisi gas N2O, Katalis Cr2O3/Zeolit, Co3O4/Zeolit, Laju reaksi.

Udara perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor. Gas NOx di dalam gas buang terdiri dari 95% NO, 3-4% NO2 dan sisanya N2O, N2O3 dan sebagainya. Salah satu upaya untuk mereduksi gas NOx adalah melalui reaksi dekomposisi katalitik NOx.

Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit dapat digunakan untuk reaksi dekomposisi gas N2O. Sebelum aktivitasnya diuji, terlebih dahulu katalis diketahui karakterisasinya yaitu dengan metode BET dan difraksi sinar X. Laju reaksi dekomposisi gas N2O dapat ditentukan dengan melakukan percobaan yang meliputi variasi suhu, laju alir gas N2O dan konsentrasi katalis.

Model kinetika yang diajukan meliputi model Langmuir-Hinshelwood, Eley-Rideal dan Power Rate Law. Dalam reaksi dekomposisi gas N2O yang telah dilakukan, peningkatan konversi mengakibatkan laju semakin menurun, yang disebabkan oleh konsentrasi gas N2O yang sangat tinggi dan mengakibatkan proses desorpsi O2 menjadi lebih sulit. Energi aktivasi untuk mendesorpsi O2 dengan Katalis Cr2O3/Zeolit lebih tinggi (Ea3 = 0.00874 kJ/mol) dibandingkan Co3O4/Zeolit (Ea3 = 0.00745 kJ/mol) untuk konsentrasi katalis aktivitas terbaik. Energi aktivasi untuk mengadsorpsi atom O dengan Katalis Cr2O3/Zeolit lebih rendah (Ea1 = 0.00812 kJ/mol) dibandingkan Co3O4/Zeolit (Ea1 = 0.00826 kJ/mol) untuk konsentrasi katalis aktivitas terbaik. Karakteristik katalis yang baik dimiliki oleh katalis Co3O4/Zeolit dengan memiliki energi adsorpsi yang lebih tinggi (Eads = 3,75 J) dan ukuran partikel yang lebih besar (L Co3O4 = 810,7979 dan 455,9812 Ǻ) dibandingkan Cr2O3/Zeolit yang hanya memiliki energi adsorpsi Eads = 3,74 J dan ukuran partikel L CrO2 = 452,5221 dan 247,3494 Ǻ serta L Cr2O3 = 366,9971 dan 247,3494 Ǻ untuk konsentrasi katalis aktivitas terbaik.

Model kinetika reaksi dekomposisi gas N2O terbaik adalah model Eley-Rideal yang melibatkan proses reversibel sejati desorpsi O2. Katalis Cr2O3/Zeolit menunjukkan aktivitas yang kurang baik terhadap reaksi dekomposisi gas N2O dibandingkan katalis Co3O4/Zeolit.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat penelitian ... 5

1.5 Sistematika Tugas Akhir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Zeolit ... 7

2.2 Katalis ... 8

2.3 Catalytic Converter ... 10

2.4 Gas N2O ... 11

2.5 Reaksi Kimia Katalitik Heterogen ... 13

2.6 Laju Reaksi ... 18

2.7 Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET ... 21

2.8 Metode Difraksi Sinar X ... 24


(10)

x BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ... 28

3.2 Populasi dan Sampel ... 28

3.3 Variabel Penelitian ... 28

3.4 Alat dan Bahan ... 29

3.5 Prosedur Kerja ... 31

3.6 Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Katalis ... 42

4.2 Uji Aktivitas Katalis ... 43

4.3 Pengaruh Konsentrasi ... 51

4.4 Pengaruh Suhu ... 57

4.5 Pengaruh Jenis dan Karakterisasi Katalis ... 64

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 68

5.2 Saran ... 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 70


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Nilai ΔHo, ΔSo dan ΔGo (298 K) dari Reaksi Dekomposisi Gas NOx ... 2 4.1. Analisis Sifat-sifat Permukaan Metode BET untuk Katalis Cr2O3/Zeolit

dan Co3O4/Zeolit ... 42 4.2. Analisis Metode Difraksi Sinar X untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan

Co3O4/Zeolit ... 43 4.3. Konsentrasi Gas N2O Awal dan Konsentrasi Gas Produk (Gas N2) pada

Variasi Suhu dan Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit 43 4.4. Konversi dan Laju Reaksi Dekomposisi Gas N2O pada Variasi Suhu dan

Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 44 4.5. Tetapan-tetapan Model 1 – Model 6 untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan

Co3O4/Zeolit ... 45 4.6. Persamaan Laju Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis

Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit . ... 46 4.7. Tetapan Laju dan Tetapan Setimbang Desorpsi Model Kinetika Terpilih

(Model 4) pada berbagai Suhu Reaksi untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 47 4.8. Persamaan Arrhenius dan Van’t Hoff Model Kinetika Terpilih (Model

4) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 47 4.9. Nilai Parameter Laju dari Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk

Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 48 4.10. Persamaan Laju Lengkap Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk

Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 49 4.11. Persamaan Laju Model Power Rate Law (Model 6) untuk Katalis

Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 49 4.12. Tetapan Laju k Model Power Rate Law (Model 6) pada berbagai Suhu


(12)

xii

4.13. Persamaan Arrhenius dan Nilai Parameter Laju dari Model Power Rate Law (Model 6) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 50 4.14. Persamaan Laju Lengkap Model Power Rate Law (Model 6) untuk

Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ... 51 4.15. Hubungan Luas Permukaan dan Energi Adsorpsi Katalis terhadap


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Tetrahedral Alumina dan Silikat pada Struktur Zeolit ... 7

2.2. Diagram Energi Reaksi Kimia Katalitik Heterogen ... 13

2.3. Hubungan antara ln K atau ln k versus 1/T ... 19

2.4. Hubungan antara ln k versus 1/T dari persamaan Arrhenius dan persamaan non-Arrhenius ... 20

2.5. Pola Difraksi Sinar X ... 24

2.6. Susunan Alat Kromatografi Gas ... 27

3.1. Rangkaian Alat Uji Aktivitas Reaksi Dekomposisi Gas N2O ... 30

4.1. Hubungan antara Laju Alir Versus Konversi Gas N2O pada berbagai Suhu untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ... 52

4.2. Hubungan antara Laju Alir Versus Konversi Gas N2O pada berbagai Suhu untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ... 52

4.3. Hubungan antara Laju Alir Gas N2O dengan Laju Reaksi terhadap Variasi Suhu untuk Konsentrasi Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ... 53

4.4. Hubungan antara Laju Alir Gas N2O dengan Laju Reaksi terhadap Variasi Suhu untuk Konsentrasi Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ... 53

4.5. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Konversi pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Cr2O3/Zeolit ... 55

4.6. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Laju pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Cr2O3/Zeolit ... 56

4.7. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Konversi pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Co3O4/Zeolit ... 56

4.8. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Laju pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Co3O4/Zeolit ... 56

4.9. Hubungan antara 1/T Versus ln k1 dari Tahap 1 Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ... 58


(14)

xiv

4.10. Hubungan antara 1/T Versus ln k2 dari Tahap 2 Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ... 58 4.11. Hubungan antara 1/T Versus ln k3 dari Tahap 3 Model Kinetika Terpilih

(Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ... 58 4.12. Hubungan antara 1/T Versus ln k1 dari Tahap 1 Model Kinetika Terpilih

(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ... 59 4.13. Hubungan antara 1/T Versus ln k2 dari Tahap 2 Model Kinetika Terpilih

(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ... 59 4.14. Hubungan antara 1/T Versus ln k3 dari Tahap 3 Model Kinetika Terpilih

(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ... 60 4.15. Hubungan antara 1/T Versus ln k dari Model Power Rate Law

(Model 6) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ... 61 4.16. Hubungan antara 1/T Versus ln k dari Model Power Rate Law

(Model 6) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ... 61 4.17. Hubungan antara 1/T Versus ln K3 dari tahap 3 Model Kinetika Terpilih

(Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ... 63 4.18. Hubungan antara 1/T Versus ln K3 dari tahap 3 Model Kinetika Terpilih

(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ... 63


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Diagram Alir Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET ... 71 2. Diagram Alir Metode Difraksi Sinar X ... 71 3. Diagram Alir Proses Reaksi Dekomposisi N2O dengan Katalis Cr2O3/

Zeolit ... 72 4. Diagram Alir Proses Reaksi Dekomposisi N2O dengan Katalis

Co3O4/Zeolit ... 72 5. Contoh Data Keluaran Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET

pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit ... 73 6. Contoh Data Keluaran Metode Difraksi Sinar X pada Katalis 1,5%

Co3O4/Zeolit ... 74 7. Contoh Joint Comitte of Powder Diffraction Standart (JCPDS) untuk

Spesi Oksida Co3O4 ... 76 8. Contoh Penentuan Spesi Oksida dan Ukuran Partikel ( L ) pada Katalis

1,5 % Co3O4/Zeolit ... 77 9. Contoh Data Keluaran GC-TCD pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit dengan

Laju Alir 60 mL/menit ... 78 10. Contoh Perhitungan Konsentrasi N2 Hasil Analisis GC-TCD pada Katalis

1,5 % Co3O4/Zeolit dengan Laju Alir 60 mL/menit ... 79 11. Contoh Perhitungan Laju Reaksi Hasil Eksperimen (rdat) pada Katalis

1,5 % Co3O4/Zeolit laju alir 60 mL/menit ... 80 12. Contoh Perhitungan Tetapan Laju k dan Tetapan Setimbang Desorpsi K

dengan Metode Hooke-Jeeves 4 Variabel untuk Tiap Model pada Katalis Co3O4/Zeolit ... 81 13. Contoh Perhitungan Tetapan Laju k dan Tetapan Setimbang Desorpsi K

dengan Metode Hooke-Jeeves 4 Variabel dari Model Kinetika Terpilih

dan Power Rate Law untuk Berbagai Suhu pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit ... 88 14. Contoh Perhitungan A, E, ΔH dan ΔS dengan Metode Regresi Linear

untuk Model Kinetika Terpilih dan Power Rate Law pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit ... 94 15. Alat-alat Penelitian ... 98


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Udara perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor. Menurut Justiana (2006), kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar yang berupa campuran senyawa hidrokarbon digunakan sebagai sumber energi gerak. Jika pembakaran bahan bakar itu berlangsung sempurna maka akan dihasilkan gas karbon dioksida (CO2), nitrogen (N2), oksigen (O2) dan uap air (H2O), sedangkan bila berlangsung tak sempurna maka akan dihasilkan gas hidrokarbon sisa (HC), karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen (NOx).

Gas oksida nitrogen yang ada di atmosfer diantaranya adalah gas dinitrogen oksida (N2O), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) (Manahan, 1993). Gas NO dan NO2 biasanya dianalisis secara bersamaan dan dinyatakan dalam bentuk NOx dengan kisaran 1≤x≤2, sedangkan gas N2O dianalisis dengan teknik berbeda yang terpisah dari kelompok NOx dan sampai saat ini gas N2O masih dipertimbangkan untuk masuk kelompok NOx (Degobert, 1995).

Gas NOx di dalam gas buang terdiri dari 95% NO, 3-4% NO2 dan sisanya N2O, N2O3 dan sebagainya. Jumlah NOx yang dihasilkan dari mesin kendaraan tergantung pada rancangan mesin dan kondisi pembakaran. Mesin diesel menghasilkan NOx mencapai 500-1000 ppm (Jocheim, 1998). Kadar NOx di perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di pedesaan yaitu sekitar 0,5 ppm dengan Baku Mutu Nasional (PP41/1999) sebesar 150 g/m3 dalam 24 jam (http://www.depkes.go.id).


(17)

Mengingat peraturan yang telah dibuat tentang pembatasan emisi gas buang, pengusaha pabrik motor dan mobil mencoba merancang mesin kendaraan itu agar dapat mereduksi emisi NOx. Mulanya, usaha yang dilakukan hanya melalui pengaturan komposisi nitrogen dalam bahan bakar dan modifikasi ruang mesin pembakaran. Usaha itu dinyatakan kurang baik sehingga sebagai alternatif dilakukan pembersihan knalpot dengan memasang katalis sebagai Catalytic Converter yang mengubah NOx menjadi gas N2 dan O2. Converter yang tersedia umumnya logam mulia (platinum, rhodium dan palladium) dengan kerangka support berupa honeycomb monolith yang memiliki specific surface area besar (Degobert, 1995).

Salah satu upaya untuk mereduksi gas NOx adalah melalui reaksi dekomposisi katalitik NOx. Secara termodinamika, reaksi dekomposisi NOx tanpa katalis dapat berlangsung spontan pada suhu di bawah 900oC (CEPA, 1996) tetapi reaksi sangat lambat oleh hambatan energi aktivasi yang tinggi, oleh karena itu dibutuhkan katalis untuk mencapai energi aktivasi yang lebih rendah (Fritz, 1997). Adapun reaksi dekomposisi NOx dengan katalis dapat terjadi pada suhu di bawah 600oC (CEPA, 1996). Kespontanan itu dapat dibuktikan secara termodinamika di bawah ini:

Tabel 1.1. Nilai ΔHo, ΔSo dan ΔGo (298 K) dari Reaksi Dekomposisi Gas NOx. Reaksi (ΔGo = ΔHo – TΔSo) ΔHo(kJ/mol) ΔSo(kJ/mol) ΔGo(J/mol.K) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g) -81,6 74,12 -103,7 NO(g) ½ N2(g) + ½ O2(g) -91,3 -12,35 -87,6 NO2(g) ½ N2(g) + O2(g) -33,2 60,71 -51,3


(18)

Studi tentang katalis baik murni maupun dengan pengemban, sejauh ini telah banyak dikembangkan khususnya untuk mendekomposisi NOx. Katalis Cr2O3 dan Co memiliki aktifitas yang tinggi dalam mendekomposisi NOx, khususnya N2O. Katalis Cr2O3 mampu mendekomposisi N2O pada suhu 500-900 K sedangkan Co dengan pengemban zeolit seperti ZSM-5, ZSM-11, Mordenit dan lain-lain mampu mendekomposisi N2O pada suhu 600-800 K (Kapteijn et al., 1996).

Energi aktivasi reaksi dekomposisi gas N2O tanpa katalis sebesar 242,67 kJ/mol (Masel, 2001). Dari hasil penelitian terdahulu diperoleh energi aktivasi reaksi dekomposisi N2O untuk katalis α-Cr2O3 sebesar 118,5 kJ/mol pada suhu 625-873 K (Egerton et al., 1974) dan untuk katalis Co-ZSM-5 sebesar 104 ± 7 kJ/mol pada suhu 625-873 K (Kapteijn et al., 1997).

Persamaan reaksi dekomposisi N2O pada tabel 1.1 tidak menunjukkan adanya perubahan bertahap yang dialami oleh atom, molekul dan ion ketika diubah dari pereaksi menjadi produk. Tahapan-tahapan itu bila dijumlahkan merupakan bagian dari suatu kinetika reaksi yang biasa disebut dengan mekanisme reaksi (Alberty, 1983).

Penelitian terdahulu juga telah mengkaji kinetika reaksi katalitik dekomposisi NOx, antara lain analisis kinetika dekomposisi N2O dengan katalis Cu-ZSM-5, Fe-ZSM-5 dan Co-ZSM-5 yang mengkaji pengaruh tekanan parsial gas N2O dan suhu terhadap konversi dengan mekanisme Langmuir-Hinshelwood dan Eley-Rideal (Kapteijn et al., 1997) serta kinetika dekomposisi NOx dan reduksi NO oleh CH4 dengan katalis La2O3 dan Sr/La2O3 yang mengkaji pengaruh tekanan parsial gas NOx pada suhu tetap terhadap energi aktivasi dan orde reaksi dengan mekanisme Langmuir-Hinshelwood (Vannice et al., 1996).


(19)

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini akan dikaji tentang kinetika reaksi katalitik dekomposisi N2O dengan Catalytic Converter Cr2O3 dan Co3O4 yang berpengemban zeolit alam. Logam Cr dan Co dipilih sebagai bahan aktif katalis karena logam tersebut termasuk logam transisi dengan orbital d yang belum penuh dan juga relatif lebih murah dibanding logam transisi lain seperti Pt, Pd dan Rh. Adapun pemakaian pengemban zeolit dikarenakan logam murni memiliki stabilitas termal rendah, luas permukaan turun akibat pemanasan dan mudahnya terjadi sintering, disamping itu juga zeolit memiliki harga yang murah dan keberadaannya meruah di Indonesia (Foger, 1984).

1.2

Permasalahan

Berdasarkan hal-hal yang diungkapkan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi gas dalam reaktor, suhu reaksi dan karakterisasi katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit terhadap laju reaksi dekomposisi gas N2O ?

b. Bagaimanakah mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O yang sesuai untuk katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini antara lain :

a. Mengetahui pengaruh konsentrasi gas dalam reaktor, suhu reaksi dan karakterisasi katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit terhadap laju reaksi dekomposisi gas N2O.


(20)

b. Mengetahui mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O yang sesuai untuk katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

a. Memberikan informasi tentang metode untuk meningkatkan nilai tambah atau nilai jual zeolit alam.

b. Memberikan informasi tentang metode untuk mengurangi pencemaran udara dari gas N2O.

c. Memberikan informasi tentang pentingnya teknologi komputer sebagai alat untuk membantu menyelesaikan model matematik dari suatu reaksi kimia.

1.5

Sistematika Tugas Akhir

Untuk memberikan gambaran isi dari penelitian ini, maka garis besar sistematika Tugas Akhir II ini adalah sebagai berikut:

A. Bagian Pendahuluan

Bagian ini terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

B. Bagian Isi


(21)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika Tugas Akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang tinjauan literatur yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir yang meliputi zeolit, katalis, catalytic converter, gas N2O, reaksi kimia katalitik heterogen, laju reaksi, penentuan sifat-sifat permukaan metode BET, metode difraksi sinar X dan kromatografi gas.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, alat dan bahan, prosedur kerja dan analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasannya. BAB V PENUTUP

Penutup berisi simpulan dan saran. C. Bagian Akhir


(22)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Zeolit

Zeolit adalah mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat dengan struktur kerangka tiga dimensi yang dibangun oleh tetrahedral-tetrahedral AlO4 dan SiO4 dengan atom O sebagai penghubung (gambar 2.1). Kerangka zeolit terdiri dari beberapa saluran dan ruang kosong yang ditempati oleh beberapa kation dan molekul air. Kation-kation itu bergerak bebas dan dapat digantikan dengan kation lain, tergantung pada ikatan molekul air dan zeolit, sedangkan molekul airnya dapat dihilangkan dengan memanaskan zeolit. Zeolit yang terdehidrasi sempurna dapat mengganggu struktur kerangka dan lokasi kation logam yang mengakibatkan struktur menjadi rusak secara parsial. Secara kimia, rumus struktur dari unit sel kristalografi zeolit dapat dituliskan dengan:

Mx/n[(AlO2)x.(SiO2)y].mH2O

Dengan M adalah kation dari valensi n; m adalah jumlah molekul air dan x,y adalah jumlah tetrahedral total per satu unit sel (Anderson, 1976).


(23)

2.2

Katalis

Katalis merupakan zat yang dapat meningkatkan laju reaksi dengan kondisi kimiawi tetap pada akhir proses. Katalis tidak akan mengganggu kesetimbangan tetapi mempercepat tercapainya kesetimbangan itu dan katalis tidak memulai terjadinya reaksi. Katalis ini memberikan reaksi baru dengan molekul reaktan pada kondisi intermediet yang memiliki energi aktivasi lebih rendah dari reaksi tanpa katalis, kemudian kondisi intermediet itu bereaksi dengan molekul reaktan lainnya membentuk produk dan katalis kembali.

Jenis katalis dibagi menjadi dua macam yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen memiliki fase yang sama antara katalis dan reaktan yang biasanya pada fase gas atau larutan, sedangkan katalis heterogen memiliki fase yang berbeda antara katalis dan reaktan yang biasanya dalam fase padat untuk katalis dan fase gas untuk reaktan. Katalis heterogen ini biasanya mengandung sedikitnya satu reaktan teradsorpsi yang akan dimodifikasi pada suatu bentuk yang siap menjalani reaksi (Jocheim, 1998).

Adapun tipe katalis dibedakan menjadi dua yaitu katalis dengan pengemban dan katalis tanpa pengemban. Pengembanan ini dilakukan dengan mendispersikan katalis melalui metode impregnasi basah yang mengakibatkan luas permukaan situs aktif katalis menjadi semakin luas. Situs aktif merupakan titik pada permukaan katalis yang membentuk ikatan kimia kuat dengan atom atau molekul teradsorpsi. Peningkatan jumlah situs aktif mengakibatkan kontak antara reaktan dengan katalis semakin besar sehingga reaksi akan berjalan dengan cepat. Di samping itu juga biaya preparasi katalis menjadi lebih murah karena hanya sedikit logam aktif (mahal) yang didispersikan ke suatu pengemban.


(24)

Pemilihan pengemban harus memperhatikan beberapa hal yaitu (Anderson, 1976):

o Memiliki luas permukaan yang besar

Luas permukaan yang besar akan memiliki situs aktif yang semakin banyak sehingga semakin banyak adsorbat yang akan mengalami adsorpsi.

o Memiliki porositas yang baik

Pori-pori yang baik yaitu pori-pori yang seragam dan tetap karena keduanya akan berpengaruh pada selektifitas adsorbat.

o Memiliki adsorptif yang baik

Adanya ruang-ruang kosong (pori) akan memungkinkan terjadinya adsorpsi dan adsorptif yang baik adalah adsorpsi yang kuat antara molekul adsorbat dengan pengembannya.

o Tahan panas

Suhu yang tinggi akan mengakibatkan struktur menjadi rusak dan aktivitas menjadi rendah.

o Stabil secara kimia

Pada saat telah terjadi reaksi, struktur molekul akan selalu tetap karena bila berubah akan mengakibatkan selektifitas menjadi rendah.

o Reaktif

Mampu mengadakan ikatan dengan molekul adsorbat dengan baik, misalnya melalui pertukaran ion.


(25)

2.3

Catalytic Converter

Catalytic Converter adalah alat berbentuk sarang tawon yang ditempatkan di saluran gas buang/knalpot dan berfungsi untuk mengubah zat-zat hasil pembakaran (HC, CO dan NOx) menjadi zat yang lebih ramah lingkungan (CO2, N2, O2 dan H2O).

Pada mulanya, Converter ini hanya meliputi katalis oksidasi saja yaitu yang mengubah HC dan CO menjadi H2O dan CO2, tetapi sekarang dengan adanya Three-Way Catalysis (TWC) mampu mengurangi tiga polutan yaitu HC, CO dan NOx. Converter ini menggunakan dua permukaan katalis yang berbeda yaitu permukaan reduksi NOx dan permukaan oksidasi HC dan CO. Sistem ini memerlukan kerja mesin yang dapat mengakibatkan komposisi gas knalpot tereduksi pada permukaan pertama dan dengan adanya udara yang masuk dapat mengakibatkan proses oksidasi pada permukaan kedua.

Pemilihan kandungan TWC pada umumnya adalah kombinasi logam mulia (Pt, Rh atau Pd) yang terdeposit pada pengemban alumina dengan distabilkan oleh oksida barium dan lantanum. Jumlah Ce yang tetap juga dapat berpengaruh pada penyediaan oksigen yang dapat membantu dispersi fase logam dengan baik.

Reaksi yang terjadi pada tiga polutan merupakan fungsi campuran udara/bahan bakar. Apabila bahan bakar berlebihan maka konversi HC dan CO akan menurun. Pada kondisi yang sama, reduksi NOx juga menurun akibat pembentukan NH3 yang tinggi oleh konsentrasi CO yang lebih tinggi.

Amonia itu dapat diubah menjadi N2 dan NO dengan reaksi:

2 NO + 5 CO + 3 H2O 2 NH3 + 5 CO2 NH3 + ¾ O2 ½ N2 + 3/2 H2O NH3 + 5/4 O2 NO + 3/2 H2O


(26)

Ketika semua ketersediaan oksigen dan NO telah digunakan, HC dan CO masih dapat dikurangi oleh reaksi dengan uap air:

Suhu minimum yang diperlukan untuk mengoksidasi HC dan CO berturut-turut adalah 600oCdan 700oC (Degobert, 1995) sedangkan untuk mereduksi NOx melalui reaksi dekomposisi diperlukan suhu di bawah 600oC (CEPA, 1996). Konversi maksimum diperoleh saat tiga polutan berada pada stoikiometri dari spesies reduksi dan oksidasinya yang dikendalikan oleh pemutar tertutup terhadap udara/bahan bakar. Adapun reaksi yang terjadi dari ketiga polutan itu adalah:

(Fritz, 1997) Stoikiometri campuran udara/bahan bakar ini dikendalikan oleh alat yang disebut sensor oksigen . Apabila tidak ada sensor ini, sistem tiga jalur ini akan bereaksi lambat dan hanya akan maju bila ditambahkan injeksi udara. Reaksi yang terjadi yaitu pada permukaan katalis pertama, NOx tereduksi oleh agen pereduksi. Setelah dilakukan injeksi pada permukaan kedua dengan kandungan oksigen yang menjadi stoikiometri, HC yang tidak terbakar, CO dan sebagian NH3 yang dibentuk akan dioksidasi sesuai reaksi di atas (Degobert, 1995).

2.4

Gas N

2

O

Dalam fase gas, N2O dibentuk dari intermediet NH dan NCO ketika kedua senyawa itu bereaksi dengan NO:

NH + NO N2O + *H NCO + NO N2O + CO

2 CO + O2 2CO2

CxHy + (x+1/4y) O2 x CO2 + ½ y H2O

NO + (HC) ½ N2 + H2O + CO2 2 NO + 2 CO N2 + 2 CO2

HC + H2O CO + CO2 + H2 CO + H2O H2 + CO2


(27)

Konsentrasi atom hidrogen yang selalu tinggi menyebabkan penghancuran N2O (Degobert, 1995).

N2O + *H NH + NO N2O + *H N2 + *OH

Konsentrasi N2O di stratosfer akan menurun oleh reaksi fotokimia dan beberapa reaksi dengan atom oksigen radikal (Manahan, 1993):

N2O + hv N2 + *O N2O + *O N2 + O2 N2O + *O NO + NO

N2O relatif tidak reaktif dibanding gas NO karena secara termodinamika tidak stabil namun pada suhu kamar N2O cukup stabil dengan waktu hidup sekitar 150 tahun. Pada molekul N–N–O asimetris, orde ikatan N–N sekitar 2,7 sedangkan N–O sekitar 1,6 sehingga N–O lebih mudah putus dengan energi aktivasi sebesar 250-270 kJ/mol. Pada pemanasan di atas 900 K, gas N2O akan terdekomposisi menjadi gas N2 dan O2 dengan ΔrHo = -81,6 kJ/mol (Kapteijn et al., 1996). Namun molekul N2O aktif dalam penyerangan lapisan ozon stratosfer yang jumlahnya meningkat dengan signifikan terhadap pengikatan nitrogen global (Manahan, 1993). Adapun struktur lewis dari N2O adalah:

atau

Dalam kendaraan jumlah N2O sangat sedikit dibanding gas NO dan NO2. Kontribusi emisi N2O di atmosfer sekitar 4,7-7 Megaton/tahun dengan sekitar 30-40% merupakan sumber alami (Kapteijn et al., 1996) dan sekitar 3,3% atau 0,2 Megaton/tahun berasal dari kendaraan bermotor (Degobert, 1995). Sumber N2O lainnya berasal dari pembakaran biomassa, pupuk, oksidasi ammonia, pembakaran bahan bakar fosil, produksi asam adipat dan asam nitrat serta teknik reduksi NOx melalui TWC dan SCR (Kapteijn et al., 1996).

N

N O

N

X O X O

N

X O X

X

• •

• •

• • O O


(28)

2.5

Reaksi Kimia Katalitik Heterogen

Pada umumnya reaksi kimia katalitik heterogen terdiri atas beberapa tahapan reaksi yang berlangsung secara berurutan yaitu:

1. Transfer massa (difusi eksternal) reaktan dari bulk fluid ke permukaan eksternal katalis.

2. Difusi internal reaktan dari mulut pori melalui pori katalis menuju sekitar permukaan internal katalis.

3. Adsorpsi reaktan ke dinding permukaan internal katalis. 4. Reaksi kimia pada permukaan internal katalis.

5. Desorpsi produk dari dinding permukaan internal katalis.

6. Difusi internal produk dari permukaan internal katalis ke mulut pori pada permukaan eksternal katalis.

7. Transfer massa (difusi eksternal) produk dari permukaan eksternal katalis ke bulk fluid.

Adapun diagram energi dari reaksi kimia katalitik heterogen yaitu (Page, 1987):

Gambar 2.2. Diagram Energi Reaksi Kimia Katalitik Heterogen. Eads

Edes

Adsorpsi reaktan

Desorpsi produk E1

Difusi reaktan

∆H Ekat reaksi

ke kiri E non-kat

reaksi ke kiri

∆H E2 Difusi produk Reaksi

permukaan Enon-kat reaksi

ke kanan

Ekat reaksi ke kanan


(29)

Laju reaksi keseluruhan ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat. Apabila tahapan difusi (1, 2, 6 dan 7) dianggap sangat cepat dibandingkan tahapan reaksi (3, 4 dan 5) maka konsentrasi situs aktif bulk fluid dapat diabaikan. Dalam kasus ini, tahapan transfer atau difusi tidak mempengaruhi laju reaksi keseluruhan sehingga yang perlu diperhatikan adalah tahapan adsorpsi, reaksi permukaan dan desorpsi (Fogler, 1992).

A. Adsorpsi

Adsorpsi adalah gaya tarik menarik dari komponen atom penyusunnya dalam permukaan sebagai kompensasi adanya ketidakseimbangan gaya pada permukaan padatan tersebut akibat atom-atom di permukaan tidak memiliki tetangga yang lengkap. Situs aktif katalis terbagi menjadi dua yaitu situs aktif katalis terisi dan situs aktif katalis kosong. Situs aktif terisi inilah yang telah mengadsorpsi reaktan. Adsorpsi terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Adsorpsi molekuler, terjadi bila molekul teradsorpsi secara langsung pada adsorben dengan tidak mengalami pemutusan ikatan molekul.

A2 + S A2S (adsorpsi molekuler) Persamaan laju reaksi:

rAD = kA2 PA2 Cv – k’A2 CA2S atau rAD = kA2. (PA2. CV – CA2S/ KA2) (2.1) KA2 adalah tetapan setimbang adsorpsi, KA2 = kA2/ k’A2

2. Adsorpsi disosiatif, terjadi dengan adanya pemutusan ikatan molekul menjadi atom-atom penyusunnya.

A + S AS (adsorpsi disosiatif)

kA

k’A kA2


(30)

Persamaan laju reaksi:

rAD = kA PA Cv – k’A CAS atau rAD = kA. (PA. CV – CAS/ KA) (2.2) KA adalah tetapan setimbang adsorpsi, KA = kA/ k’A (Masel, 2001)

B. Reaksi permukaan

Ketika reaktan telah di adsorpsi pada permukaan, reaktan mampu bereaksi dengan beberapa cara untuk membentuk produk, yaitu:

1. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood, terjadi bila gas yang teradsorpsi terikat pada lapisan monomolekuler, situs aktif permukaannya adalah homogen dan situs aktifnya mempunyai afinitas ikatan yang sama (Alberty, 1998).

a. Mekanisme single-site (reaktan teradsorpsi hanya dengan satu situs).

AS BS

Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS – CBS/ KS) (2.3) Ks adalah tetapan setimbang reaksi permukaan, KS = kS/ k’S

Persamaan laju adalah orde satu pada penutupan permukaan: r = k θA

θA = jumlah situs adsorpsi yang terisi/ jumlah situs adsorpsi yang tersedia.

Jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan tertentu dan suhu tetap didefinisikan sebagai isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi mengikuti isoterm Langmuir dengan asumsi tiap situs adsorpsi adalah sama dan kemampuan mengikat partikel tidak tergantung pada dekat tidaknya situs yang ditempati.

kS k’S


(31)

Laju perubahan penutupan permukaan karena adsorpsi: N dθ/dt = KA. PA. N(1–θ)

N(1–θ) = situs kosong, N = jumlah total situs dan KA = tetapan laju adsorpsi.

Sedangkan laju perubahan penutupan permukaan karena desorpsi: N dθ/dt = KD. N. θ dengan KD = tetapan laju desorpsi Laju adsorpsi dan desorpsi setimbang adalah sama, sehingga

θA = K. PA/ (1 + K. PA), dengan K = KA/KD Substitusi θA di atas pada persamaan laju, sehingga:

r = k. K. PA/ (1 + K. PA) (2.4) b. Mekanisme dual-site (reaktan teradsorpsi dengan dua situs)

i). Reaksi antara reaktan yang teradsorpsi dengan situs aktif kosong. AS + S’ BS’ + S

Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. CV – CBS. CV / KS) (2.5) ii). Reaksi antar dua reaktan yang teradsorpsi dengan jenis situs aktif

yang sama.

AS + BS CS + DS

Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. CBS – CCS. CDS / KS) (2.6) iii).Reaksi antar dua reaktan yang teradsorpsi dengan jenis situs aktif

yang beda.

AS + BS’ CS’ + DS

Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. CBS’ – CCS. CDS / KS) (2.7)

kS k’S

k’S kS kS k’S


(32)

Persamaan laju adalah orde dua pada penutupan permukaan: r = k θA. θB

Dengan menggunakan isoterm Langmuir seperti di atas diperoleh:

θA = KA. PA/ (1 + KA. PA + KB. PB)

θB = KB. PB/ (1 + KA. PA + KB. PB) Maka persamaan laju menjadi:

r = k. KA. PA .KB. PB / (1 + KA. PA + KB. PB)2 (2.8) 2. Mekanisme Eley-Rideal, terjadi bila molekul yang teradsorpsi bereaksi

dengan molekul di dalam fluid yang tidak teradsorpsi dalam fase gas. AS + B(g) CS + D(g)

Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. PB – CCS. PD / KS)

Persamaan laju adalah orde satu pada penutupan permukaan : r = k θA. PB

Dengan menggunakan isoterm Langmuir seperti di atas diperoleh

θA = K. PA/ (1 + K. PA) Maka persamaan laju menjadi:

r = k. K. PA. PB / (1 + K. PA) molekul monoatomik (2.9) r = k. (K. PA)1/2. PB / (1 + (K. PA) 1/2) molekul diatomik (2.10)

(Jocheim, 1998 dan Fogler, 1999)

C. Desorpsi

Calon produk yang masih teradsorpsi pada permukaan akan terdesorpsi menjadi produk dan adsorbennya. Desorpsi terbagi menjadi 2 yaitu:

kS k’S


(33)

1. Desorpsi molekuler sederhana, terjadi bila molekul adsorbat meninggalkan adsorbennya secara langsung yang disebabkan karena kurang kuatnya ikatan yang terjadi antara molekul calon produk dengan adsorbennya.

CS C + S

Persamaan laju reaksi, rD = kD. (CCS – PC.CV / KD) (2.11) KD = tetapan setimbang desorpsi, KD = kD/ k’D

2. Desorpsi rekombinatif, terjadi pada 2 atom radikal teradsorpsi yang berkombinasi bersamaan untuk membentuk spesies stabil yang kemudian meninggalkan permukaan adsorbennya.

C1S + C2S C + 2 S

Persamaan laju reaksi, rD = kD. (CC1S . CC2S – PC.CV2 / KD) (2.12) KD = tetapan setimbang desorpsi, KD = kD/ k’D (Masel, 2001)

2.6

Laju Reaksi

Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satu satuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi pereaksi atau bertambahnya konsentrasi produk. Menurut Van’Hoff, laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi semua spesies (pelarut atau katalis), suhu reaktor, dan tekanan total.

A. Konsentrasi

Makin tinggi konsentrasi maka laju makin cepat. Hubungan konsentrasi terhadap laju reaksi untuk reaksi sederhana yaitu reaksi yang orde reaksinya

kD k’D

kD k’D


(34)

sama dengan molekularitasnya dirumuskan oleh Gulberg dan Waage pada tahun 1867 dalam Hukum Keaktifan Massa yang berbunyi “apabila suhu tetap maka laju reaksi akan sebanding dengan konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan koefisien dalam reaksi”. Hukum tersebut dituliskan dalam persamaan:

r = k (CA)m (CB)n... (2.13) Dengan (CA), (CB) .... adalah konsentrasi reaktan, k adalah tetapan laju reaksi dan m, n... adalah orde reaksi (koefisien) terhadap A dan B berturut-turut. Orde reaksi adalah jumlah pangkat dari konsentrasi zat-zat yang menentukan laju reaksi dengan harga nol, pecahan, negatif atau positif (Masel, 2001). B. Suhu

Makin tinggi suhu maka laju makin besar. Peranan suhu pada laju terletak pada tetapan laju k dan bukan pada orde reaksi, sedangkan secara termodinamika suhu mempengaruhi tetapan setimbang adsorpsi K. Adapun hubungan suhu terhadap tetapan setimbang adsorpsi dirumuskan oleh Van’t Hoff pada tahun 1887 (gambar 2.3a) sedangkan hubungan suhu terhadap tetapan laju k dirumuskan oleh Arrhenius pada tahun 1889 (gambar 2.3b).

(a) (b)

Gambar 2.3. Hubungan antara ln K atau ln k versus 1/T.

(a) Persamaan Van’t Hoff (b)Persamaan Arrhenius. ln K

1/T Intersep = ΔS/R

Slope = -ΔH/R

ln k

1/T Intersep = ln A


(35)

Hubungan tetapan-tetapan itu dengan suhu dapat dituangkan dalam persamaan:

-Ea/RT

e A. k =

atau

RT Ea -A ln k

ln = (Arrhenius) (2.14) R

S RT

H -K

ln = Δ +Δ (Van’t Hoff) (2.15)

Dengan K adalah tetapan setimbang adsorpsi, T adalah suhu reaksi (K), ΔH adalah perubahan entalpi (J/mol) dan ΔS adalah perubahan entropi (J/mol.K), k adalah tetapan laju, A adalah faktor frekuensi atau faktor pra-eksponensial (orde satu dalam s-1), Ea adalah energi aktivasi (J/mol) dan R adalah tetapan gas (8,314 J/mol.K) (Alberty, 1983).

Di dalam reaksi kimia katalitik, kadang dijumpai reaksi yang lajunya bertambah dengan naiknya suhu, mencapai maksimum dan kemudian berkurang dengan kenaikan suhu lebih lanjut. Gejala pertama adalah sesuai dengan persamaan Arrhenius sedangkan gejala kedua tidak sesuai dengan persamaan Arrhenius (non-Arrhenius). Persamaan non-Arrhenius ini dapat disebabkan oleh konsentrasi awal reaktan yang sangat tinggi, fraksi penutupan yang semakin berkurang, kekuatan adsorpsi yang sangat kuat dan konsentrasi reaktan yang semakin tinggi dengan naiknya suhu. Adapun hubungan antara ln k versus 1/T dari kedua gejala di atas adalah (Masel, 2001):

Gambar 2.4. Hubungan antara ln k versus 1/T dari Persamaan Arrhenius dan Persamaan non-Arrhenius.

Arrhenius

Non-Arrhenius ln k


(36)

C. Katalis

Reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh adanya zat-zat lain dalam jumlah sedikit namun dapat mempercepat reaksi. Zat itu disebut juga dengan katalis. Jumlah yang relatif sedikit dari katalis ini bukan berarti konsentrasi katalis tak penting tetapi kenyataannya dengan adanya sedikit katalis yang ditambahkan menyebabkan konversi reaktan menjadi tinggi dan umumnya laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi dan luas permukaan katalis.

Katalis mempengaruhi laju dengan menurunkan harga energi aktivasi yang terlihat pada gambar 2.2. Penurunan energi aktivasi itu terjadi akibat interaksi antara katalis dengan reaktan. Komponen aktif katalis ini berasal dari logam-logam yang terdeposit pada pengemban atau dari pengemban sendiri. Logam-logam ini (umumnya logam transisi) menyediakan orbital d kosong atau elektron tunggal yang disumbangkan pada molekul reaktan, sehingga terbentuk ikatan baru dengan kekuatan tertentu. Apabila adsorpsi terlalu kuat maka aktifitas katalis menjadi kecil karena reaksinya akan menjadi lambat meskipun katalis cukup aktif (Jocheim, 1998).

2.7

Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET

Sifat permukaan dari katalis yang penting adalah luas permukaan spesifik dan volume pori. Penentuan luas permukaan spesifik maupun volume pori terdiri dari dua tahapan yaitu preparasi dan analisa sampel. Sampel dipreparasi untuk membersihkan kontaminan (air atau molekul lain) yang mungkin teradsorpsi oleh sampel ketika penyimpanannya. Preparasi (degassing) dilakukan dengan kombinasi pemanasan, pemvakuman dan pengaliran gas (Nitrogen) sedangkan


(37)

analisa sampel dengan adsorpsi N2 pada temperatur 77 K. Nitrogen biasa digunakan karena inert, non korosif dan dapat bersaing dengan material pembentuk. Selain gas nitrogen, gas lain yang dapat digunakan adalah n-butana, karbondioksida, krypton dan argon. Temperatur 77 K dipilih karena merupakan titik didih dari nitrogen cair pada keadaan standar.

Luas permukaan spesifik katalis ditentukan berdasarkan jumlah gas nitrogen yang diperlukan untuk membentuk “monolayer” pada permukaan dan pori katalis pada tekanan relatif (P/Po) 0,05-0,35. Jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan tertentu didefinisikan sebagai isoterm adsorpsi. Diantara isoterm adsoprsi yang dikenal, isoterm adsorpsi yang diusulkan oleh Brunauer-Emmet– Teller (BET) merupakan metode yang sering digunakan terutama untuk analisa mikropori.

Persamaan kesetimbangan adsorpsi BET dituliskan dengan:

1) -W((Po/P)

1

=

C Wm.

1

+ (P/Po) C Wm.

1 -C

(2.16)

W adalah berat gas N2 yang terjerap pori pada tekanan pori P/Po (gram), Wm adalah berat adsorbat yang membentuk lapisan monolayer pada padatan (gram), P adalah tekanan uap adsorbat (atm), Po adalah tekanan uap murni adsorbat (atm) dan C adalah konstanta BET yang berkaitan dengan energi adsorpsi pada lapisan monolayer.

Dengan membuat plot antara

1) -W((Po/P)

1

Vs (P/Po) maka Wm dan C dapat diperoleh, selanjutnya luas permukaan (SA) dapat dihitung dengan rumus:

SA =

M Acs Nav. Wm.


(38)

Nav adalah bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol), Acs adalah luas proyeksi N2 (16,2 Å2/molekul) dan M adalah berat molekul N2 (28,0103 g/mol).

Sementara volume pori ditentukan berdasarkan jumlah nitrogen yang teradsorpsi dan mengisi pori katalis pada tekanan relatif (P/Po) 0-0,09. Volume nitrogen yang teradsorpsi (Vads) dapat diubah menjadi volume nitrogen cair yang mengisi pori (Vp) dengan persamaan berikut:

Vp =

T R.

Vm Vads. Pa.

(2.18) Vm merupakan volume molar dari nitrogen cair (34,7 cm3/mol), Pa dan T merupakan tekanan dan temperatur pengukuran.

Rerata jari-jari pori (ř) yang menyatakan ukuran pori dan persebaran pori pada katalis ditentukan dengan persamaan berikut (Lowell, 1979):

ř =

A

S Vp 2

(2.19) Hubungan antara konstanta C dengan energi adsorpsi dituliskan dengan:

C=

e

R.T Qc -Qa

(2.20) E ads =

T R.

Qc

-Qa atau Eads = ln C (2.21)

Qa merupakan panas adsorpsi, Qc merupakan panas kondensasi nitrogen cair dan Eads merupakan energi adsorpsi (Joule) (Adamson, 1976 dan Jozefaciuk, 2002).


(39)

2.8

Metode Difraksi Sinar X

Sinar X merupakan radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek, antara 0,5Å- 2,5 Å yang ordenya sama dengan jarak antar bidang dalam kristal. Oleh karena itulah sinar X sangat berguna dalam analisis struktur kristal dan untuk identifikasi mineral-mineral yang berbentuk kristal.

Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron berkecepatan tinggi dengan logam sasaran yang memberikan radiasi karakteristik. Biasanya logam yang digunakan adalah logam Cu yang menghasilkan radiasi Kα dan K , akan tetapi K dapat dihilangkan dengan cara menghalangi radiasinya menggunakan suatu filter yang sesuai dengan logam sasaran yang digunakan, misalnya nikel sehingga hanya satu radiasi yang lolos (radiasi monokromatis Kα) dan dapat digunakan dalam analisis. Suatu difraksi bisa diperoleh apabila terjadi penguatan pada sinar X yang terpancarkan oleh atom-atom dalam kristal pada arah tertentu. Penguatan sinar X yang terpancarkan menjadi kuantitatif hanya jika Hukum Bragg terpenuhi. Hukum Bragg didefinisikan sebagai berikut:

n = 2.dhkl.Sin θ

dhkl : Jarak antar bidang dalam kristal : Panjang gelombang sinar X

θ : Sudut difraksi

n : Tingkat difraksi, n = 1, 2, 3, ... Gambar 2.5. Pola Difraksi Sinar X.

Pola XRD memberikan data berupa jarak interplanar (d spacing), Sudut difraksi (2θ), intensitas relatif (I/Io), indeks miller (dhkl), lebar puncak, parameter unit sel (a, b, c, α, dan ). Analisa kualitatif maupun kuantitatif data tersebut memberikan informasi tentang (i) komposisi mineral/ spesi oksida dari suatu

Bidang Kristal


(40)

logam katalis, (ii) derajat kristallinitas dan (iii) memungkinkan untuk menentukan sistem kristal (Niemantsverdiet, 1995). Persamaan-persamaan yang digunakan adalah:

Komposisi mineral = nilai d data – nilai d JCPDS (Joint Comitte of Powder

Diffraction Standart) (2.22)

Kristalinitas = Luas puncak pada o2θ 9,77 - o2θ 30,88 sampel x 100% (2.23) Luas puncak pada o2θ 9,77 - o2θ 30,88 referens

Ukuran partikel logam pada katalis berpengemban dapat dianalisa dengan persamaan Scherrer (Clark, 1955).

L = .cos k.

θ β

λ

(2.24)

L merupakan ukuran partikel logam katalis (Å), k merupakan konstanta kekasaran permukaan sampel (0,94), merupakan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis (Å), merupakan lebar puncak terkoreksi (radian), dan

θ merupakan sudut difraksi ( o).

2.9

Kromatografi Gas

Kromatografi adalah suatu metode analisis yang bertujuan untuk memisahkan komposisi sampel menjadi komponen-komponennya. Pada sistem kromatografi terdapat dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak dapat berupa gas atau cairan sedangkan fasa diam dapat berupa cairan atau padatan.

Kromatografi gas yang banyak digunakan adalah jenis kromatografi gas-cairan yang fasa diamnya dilapisi dengan film tipis dari gas-cairan organik yang diisikan dalam kolom, yaitu pipa/tabung dengan diameter dan panjang tertentu.


(41)

Analisis dengan kromatografi gas dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui jenis komponen dalam sampel sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui konsentrasi komponen dalam sampel.

1. Bagian-bagian kromatografi

a) Sumber gas (gas pembawa), yang digunakan untuk mengelusikan komponen melalui kolom menuju detektor.

b) Unit kromatografi

a. Pengatur aliran konstan, yang berfungsi untuk mengatur aliran gas pembawa ke dalam kolom kromatografi.

b. Tempat injeksi (injection port) dan termostat. Injection port berfungsi sebagai tempat sampel diinjeksi sedangkan termostat berfungsi untuk mengubah sampel menjadi fase gas dengan memberikan suhu tinggi. c. Kolom, yang berfungsi untuk memisahkan komposisi sampel menjadi

komponen-komponennya, sehingga dapat terpisah dalam waktu yang berbeda.

d. Detektor. Prinsip kerja dari detektor adalah tanggapan terhadap perubahan sifat gas pembawa yang tergantung pada besarnya konsentrasi komponen dari gas pembawa tersebut pada sampel.

c) Amplifier dan recorder. Amplifier berfungsi untuk membesarkan arus sinyal dari detektor ke alat pencatat (rekorder) sedangkan rekorder berfungsi untuk merekam sinyal yang telah diperkuat oleh amplifier dan mengubahnya menjadi sinyal dalam bentuk tegangan searah. Tegangan ini dipakai oleh rekorder sebagai fungsi waktu yang digambarkan berupa peak pada kromatogram.


(42)

2. Prinsip Pemeriksaan

Pada kromatografi gas yang telah siap pakai, sampel diinjeksikan ke dalam injection port untuk mengubah sampel dalam fase gas. Bersama gas pembawa (fase gerak), sampel akan masuk ke dalam kolom yang telah berisi medium padatan (fasa diam). Selanjutnya komponen sampel akan berinteraksi dengan fasa diam yang sebagian komponen akan melarut dalam fasa diam. Banyaknya komponen yang melarut tergantung dari adanya komponen tersebut dalam sampel dan koefisien distribusi dari tiap komponen antara fasa gas dan fasa cair. Komponen yang mudah larut akan ditahan lebih lama dalam fasa diam dengan waktu lebih lama untuk meninggalkan kolom sedangkan komponen yang lebih sukar larut akan lebih banyak berada dalam fasa gerak (gas pembawa) dengan waktu yang relatif lebih cepat untuk mencapai detektor. Selanjutnya detektor akan mengirimkan sinyal ke amplifier yang diteruskan ke rekorder dan integrator hingga terbentuk kromatogram yang menunjukkan hubungan antara denyut detektor terhadap waktu (Sukur, 1997).

Gambar 2.6. Susunan Alat Kromatografi Gas.

Rekorder Kromatogram Pengatur

Tekanan


(43)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.

Lokasi Penelitian

Seluruh kegiatan penelitian dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”, Jalan Ciledug Raya Kav.109 Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Penelitian tentang karakterisasi katalis dilakukan di laboratorium konversi dan katalisa (pengukuran sifat-sifat permukaan metode BET) dan laboratorium eksplorasi (metode difraksi sinar X). Adapun uji aktivitas dilakukan di laboratorium konversi dan katalisa sedangkan analisis hasil uji aktivitas dilakukan di laboratorium kromatografi.

3.2.

Populasi dan Sampel

3.2.1Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah campuran gas N2O yang diperoleh dari pasaran P.T. BOC Gases Indonesian dengan konsentrasi 99,5 %.

3.2.2Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah cuplikan gas N2O dari P.T. BOC Gases Indonesian dengan konsentrasi 99,5 %.

3.3.

Variabel Penelitian

3.3.1Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: suhu dengan variasi 473 K, 573 K, 673 K, 773 K, laju alir gas N2O dengan variasi 40 mL/menit, 50 mL/menit,


(44)

60 mL/menit serta konsentrasi katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit dengan variasi

1,5 %; 2,5 % dan 3,5 % . 3.3.2Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah karakteristik luas permukaan dan energi adsorpsi (metode BET), spesi oksida dan ukuran partikel katalis (metode difraksi sinar X) serta konversi gas N2O (uji aktivitas).

3.3.3Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah suhu 77.35 K, tekanan 1 atm dan berat katalis 0,1924 gram (metode BET), tegangan 40 kV, arus 30 mA, radiasi λ1 = 1,54060 Ǻ dan λ2 = 1,54443 Ǻ (metode XRD), volume gas total, tekanan 1 atm dan berat katalis 1 gram (uji aktivitas) serta suhu kolom 60oC, suhu detektor 200oC, laju alir gas pembawa 35 mL/menit (metode GC-TCD).

3.4.

Alat dan bahan

3.4.1. Alat-alat

a. Furnace Thermolyne 6000 b. Neraca analitik Metter Toledo

c. NOVA 1200e (NO Void Analyse )-Quantachrome instrument d. Difraksi Sinar PANalytical X’Pert Pro

e. Perangkat alat uji reaksi dekomposisi gas N2O f. GC-TCD V-3700


(45)

Susunan alat selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.1.

Keterangan:

1. Tabung gas N2O 5. Flowmeter 2. Indikator tekanan 6. Termostat

3. Reaktor 7. Penampung produk

4. Katalis 8. GC-TCD

3.4.2. Bahan-bahan a. Gas N2

b. Gas N2O 99,5 % c. Nitrogen cair

d. Katalis 1,5 %; 2,5 % dan 3,5 % Cr2O3/Zeolit e. Katalis 1,5 %; 2,5 % dan 3,5 % Co3O4/Zeolit

3.5.

Prosedur Kerja

3.5.1. Karakterisasi Katalis

a. Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET

8 1

2 7

3

4

Gambar 3.1. Rangkaian Alat Uji Aktivitas Reaksi Dekomposisi Gas N2O


(46)

Analisa diawali dengan preparasi sampel dengan memasukkan sejumlah katalis pada tempat sampel kemudian dilakukan degassing selama 3 jam pada suhu 250oC dan laju alir gas N2 5 gelembung/detik. Selanjutnya dilakukan pengukuran serta analisis sampel dengan cara adsorpsi dan desorpsi gas N2 pada suhu 77 K.

b. Metode Difraksi Sinar-X

Sejumlah sampel dihaluskan dengan ukuran <50 μm kemudian dikeringkan pada suhu 120oC selama 3 jam dan ditempatkan pada plat sampel. Spektrum direkam pada daerah sudut 2θ = 3,01o sampai 69,99o dengan interval pencatatan 0,2o 2θ/1 detik. Kondisi pengoperasian pada 40 kV dan 30 mA dengan radiasi CuKα (λ1 = 1,54060 Ǻ dan λ2 = 1,54443 Ǻ).

3.5.2. Uji Aktivitas Katalis

1. Dialirkan gas nitrogen ke dalam rangkaian alat selama ± 5 menit.

2. Dimasukkan 1 gram katalis Cr2O3/Zeolit yang telah dikeringkan pada suhu 200oCselama 2 jam ke dalam reaktor dengan konsentrasi katalis sesuai variabel. 3. Diatur suhu reaksi dalam reaktor dengan suhu sesuai variabel, hingga

dicapai suhu konstan.

4. Dialirkan gas N2O ke dalam reaktor dengan laju alir sesuai variabel dan biarkan selama 30 menit.

5. Ditampung gas produk dari hasil dekomposisi gas N2O dalam topler selama 15 menit (hingga kondisi telah dianggap steady state).

6. Dicatat persentase gas produk (gas N2) secara diskontinu sesuai hasil analisis GC-TCD.


(47)

7. Proses ini diulang dengan memvariasikan konsentrasi katalis, suhu reaksi dan laju alir gas N2O sesuai variabel.

8. Ulangi ketujuh langkah di atas untuk katalis Co3O4/Zeolit.

3.6.

Analisis Data

Data konstanta BET dari metode BET digunakan untuk menentukan energi adsorpsi dengan persamaan (2.21).

Data difraktogram sinar X digunakan untuk menganalisis komposisi mineral/ spesi oksida dalam katalis dengan persamaan (2.22) dan ukuran partikel logam pada katalis dengan persamaan (2.24).

Data khromatogram digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel dengan cara mensubstitusikan area sampel pada persamaan kurva standar yang telah dibuat. Data konsentrasi sampel ini dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh suhu reaksi, laju alir dan jenis katalis terhadap laju dengan membuat grafik hubungan antara suhu reaksi dengan laju reaksi dekomposisi gas N2O pada variasi laju alir gas N2O untuk katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.

Adapun analisis laju reaksi dalam penelitian ini meliputi perhitungan laju reaksi dekomposisi N2O dari hasil eksperimen (data) dan simulasi komputer.

Perhitungan laju reaksi dari hasil eksperimen meliputi perhitungan konversi dan laju molar gas N2O dari persamaan gas ideal. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah (Teraoka et al., 1998):

IN 2

OUT 2

O] [N

] [N


(48)

T R.

F P.

FN2O = V,N2O (3.2)

W X . F ) r

(- N2O

N2O = (3.3)

Keterangan:

[N2O]IN = fraksi mol gas N2O sebelum reaksi, % X = konversi gas N2O, %

[N2]OUT = fraksi mol gas N2 setelah reaksi, % P = tekanan total gas, atm

FN2O = laju molar gas N2O, mol/jam T = suhu reaksi, K

FV,N2O = laju volumetris gas N2O, L/jam W = berat katalis, g

R = tetapan gas, 0,082053L.atm/mol.K (-rN2O) = laju reaksi gas N2O, mol/jam/g

Perhitungan laju reaksi dari hasil simulasi komputer dilakukan dengan cara optimasi data eksperimen dan perkiraan harga tetapan-tetapan awal (metode trial-and-error) terhadap persamaan model kinetika mekanisme Langmuir-Hinshelwood, Eley-Rideal dan Power Rate Law yang telah diajukan dengan program komputer QuickBasic metode Hooke-Jeeves 4 variabel, hingga diperoleh harga tetapan-tetapan akhir dan Sum of Square Error (SSE) untuk tiap model. Dasar dalam optimasi adalah minimasi fungsi (SSE) yang merupakan kuadrat dari selisih antara laju hasil perhitungan komputer dengan laju hasil eksperimen. Model kinetika yang memiliki harga SSE terkecil itulah yang merupakan model kinetika terpilih (Sediawan, 1997).

Penentuan persamaan tetapan-tetapan untuk model kinetika terpilih dan tetapan laju serta orde reaksi untuk model Power Rate Law dilakukan dengan cara optimasi seperti di atas hingga diperoleh harga tetapan-tetapan akhir dan SSE untuk tiap suhu. Tetapan-tetapan yang diperoleh digunakan untuk menentukan nilai Ea, A, ΔH dan ΔS dengan mengubah nilai tetapan ke dalam bentuk persamaan Arrhenius dengan persamaan (2.14) dan Van’t Hoff dengan persamaan


(49)

(2.15) yaitu dengan membuat grafik hubungan antara ln tetapan-tetapan (ordinat) dan 1/T (absis) menggunakan metode regresi linear hingga diperoleh harga slope, intersep dan rerata ralat. Dasar dalam optimasi adalah minimasi rerata ralat yang merupakan selisih antara tetapan hasil perhitungan dan tetapan hasil eksperimen dibagi dengan tetapan hasil eksperimen. Persamaan yang memiliki harga rerata ralat kecil itulah yang dapat digunakan untuk menentukan nilai Ea, A, ΔH dan ΔS.

Adapun model kinetika yang diajukan pada penelitian ini adalah :

Model 1. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood 1

i). Katalis Cr2O3/Zeolit

1 -1 1 k k K = 3 -3 3 k k K =

ii).Katalis Co3O4/Zeolit

1 -1 1 k k K = 3 -3 3 k k K =

Adsorpsi N2O ke permukaan katalis:

Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) k21

Z (Cr3+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr4+(N2O)-)2(sf) k2-1

Z (Cr4+(N2O)-)2(sf) k22 Z (Cr4+(O)-)2(sf) + 2 N2(g)

k3

Z (Cr4+(O)-)2(sf) Z (Cr3+)2(sf) + O2(g) k-3

Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) + 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)

k21

Z (Co2+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Co3+(N2O)-)2(sf) k2-1

Z (Co3+(N2O)-)2(sf) k22 Z (Co3+(O)-)2(sf) + 2 N2(g)

k3

Z (Co3+(O)-)2(sf) Z (Co2+)2(sf) + O2(g) k-3

2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)


(50)

(-r (N2O)S)2 = – k21. P2N2O. θ2v + k2-1. θ2N2O = – k21. (P2N2O. θ2v – θ2N2O / K21) (-r (N2O)S) = – k1. (PN2O. θv – θN2O / K1) Dalam keadaan setimbang : (-r (N2O)S) = 0 – k1. (PN2O. θv – θN2O / K1) = 0

k1. θN2O / K1 = k1. PN2O. θv θN2O = K1. PN2O. θv Desorpsi Os dari permukaan katalis: (-r O2) = – k3. θ2O + k-3. PO2. θ2v = – k3. (θ2O – PO2. θ2v/ K3) Dalam keadaan setimbang : (-r O2) = 0 – k3. (θ2O – PO2. θ2v/ K3) = 0

k3. θ2O = k3. PO2. θ2v/ K3 θ2O = 1/ K3. PO2. θ2v θO = 1/ K1/23. P1/2O2. θv Jumlah situs aktif katalis:

1 = θv + θN2O + θO

1 = θv + K1. PN2O. θv + 1/ K1/23. P1/2O2. θv 1 = θv . (1 + K1. PN2O + 1/ K1/23. P1/2O2)

θv = 1 / (1 + K1. PN2O + 1/ K1/23. P1/2O2)

Seolah-olah tahap yang paling lambat adalah reaksi permukaan: (-r N2O)2 = k22. θ2N2O

= k22. K21. P2N2O. θ 2v

= k22. K21. P2N2O / (1 + K1. PN2O + 1/ K1/23. P1/2O2)2

(-r N2O) = k2. K1. PN2O / (1 + K1. PN2O + 1/ K1/23. P1/2O2) (3.4)


(51)

Model 2. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood 2

i). Katalis Cr2O3/Zeolit 2 -2 2 k k K =

ii).Katalis Co3O4/Zeolit

2 -2 2 k k K =

Desorpsi Os dari permukaan katalis: (-r O2) = – k2. θ2O + k-2. PO2. θ2v

= – k2. (θ2O – PO2. θ2v/ K2) Dalam keadaan setimbang : (-r O2) = 0 – k2. (θ2O – PO2. θ2v/ K2) = 0

k2. θ2O = k2. PO2. θ2v/ K2 θ2O = 1/ K2. PO2. θ2v θO = 1/ K1/22. P1/2O2. θv Jumlah situs aktif katalis:

1 = θ v + θO

1 = θ v + 1/ K1/22. P1/2O2. θv 1 = θ v (1 + 1/ K1/22. P1/2O2)

θ v = 1 / (1 + 1/ K1/22. P1/2O2)

Seolah-olah tahap yang lambat adalah adsorpsi O: (-r N2O)2 = k21. P2N2O. θ2v

Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) k21

Z (Cr3+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr4+(O)-)2(sf) + 2 N2(g) k2

Z (Cr4+(O)-)2(sf) Z (Cr3+)2(sf) + O2(g) k-2

2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)

k21

Z (Co2+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Co3+(O)-)2(sf) + 2 N2(g) k2

Z (Co3+(O)-)2(sf) Z (Co2+)2(sf) + O2(g) k-2

2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)


(52)

= k21. P2N2O. / (1 + 1/ K1/22. P1/2O2) 2

(-r N2O) = k1. PN2O / (1 + 1/ K1/22. P1/2O2) (3.5) (Kapteijn et al., 1996)

Model 3. Mekanisme Eley-Rideal 1

i). Katalis Cr2O3/Zeolit

1 -1 1 k k K = 3 -3 3 k k K = ii). Katalis Co3O4/Zeolit

1 -1 1 k k K = 3 -3 3 k k K =

Adsorpsi N2O ke permukaan katalis: (-r (N2O)S) = – k1. PN2O. θv + k-1. θN2O = – k1. (PN2O. θv – θN2O / K1) Dalam keadaan setimbang : (-r (N2O)S) = 0 – k1. (PN2O. θv – θN2O / K1) = 0

k1. θN2O / K1 = k1. PN2O. θv θN2O = K1. PN2O. θv Desorpsi O2s dari permukaan katalis:

Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) k1

Z (Cr3+)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(N2O)-)(sf) k-1

Z (Cr4+(N2O)-)(sf) + N2O(g) k2 Z (Cr4+(O2)-)(sf) + 2 N2(g)

k3

Z (Cr4+(O2)-)(sf) Z (Cr3+)(sf) + O2(g) k-3

Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) + 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)

k1

Z (Co2+)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(N2O)-)(sf) k-1

Z (Co3+(N2O)-)(sf) + N2O(g) k2 Z (Co3+(O2)-)(sf) + 2 N2(g)

k3

Z (Co3+(O2)-)(sf) Z (Co2+)(sf) + O2(g) k-3

2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)


(53)

(-r O2) = – k3. θO2 + k-3. PO2. θv = – k3. (θO2 – PO2. θv/ K3) Dalam keadaan setimbang : (-r O2) = 0 – k3. (θO2 – PO2. θv/ K3) = 0

k3. θO2 = k3. PO2. θv/ K3 θO2 = 1/ K3. PO2. θv Jumlah situs aktif katalis:

1 = θv + θN2O + θO2

1 = θv + K1. PN2O. θv + 1/ K3. PO2. θv 1 = θv. (1 + K1. PN2O + 1/ K3. PO2)

θv = 1 / (1 + K1. PN2O + 1/ K3. PO2)

Seolah-olah tahap yang paling lambat adalah reaksi permukaan: (-r N2O) = k2. PN2O. θN2O

= k2. PN2O. K1. PN2O. θ v

= k2. K1. P2N2O. / (1 + K1. PN2O + 1/ K3. PO2) (3.6) (Teraoka et al., 1998)

Model 4. Mekanisme Eley-Rideal 2

i). Katalis Cr2O3/Zeolit

3 -3 3 k k K =

ii).Katalis Co3O4/Zeolit

3 -3 3 k k K = Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf)

k1

Z (Cr3+)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2(g) k2

Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(O2)-)(sf) + N2(g) k3

Z (Cr4+(O2)-)(sf) Z (Cr3+)(sf) + O2(g) k-3

Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) + 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)

k1

Z (Co2+)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(O)-)(sf) + N2(g) k2

Z (Co3+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(O2)-)(sf) + N2(g) k3

Z (Co3+(O2)-)(sf) Z (Co2+)(sf) + O2(g) k-3

2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)


(54)

Adsorpsi O dan Desorpsi Os ke dan dari permukaan katalis: (-r Os) = – k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO

Dalam keadaan tetap : (- r Os ) = 0 – k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO = 0

k1. PN2O. θv = k2. PN2O. θO θv = (k2/ k1). θO

Adsorpsi O2 dan Desorpsi O2s ke dan dari permukaan katalis: (- r O2s) = – k2. PN2O. θO + k3. θO2 – k-3. PO2. θv

= k3. θO2 – k2. PN2O. θO – k3/ K3. PO2. (k2/ k1). θO = k3. θO2 – k3. {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO Dalam keadaan setimbang : (- r O2s ) = 0

k3. θO2 – k3. {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2. θO = 0

k3. θO2 = k3. {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO θO2 = {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO Jumlah situs aktif katalis:

1 = θv + θO + θO2

1 = 0 + θO + {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO 1 = θO. {1+ (k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}

θO = 1 / {1+ (k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}

Seolah-olah tahap yang lambat adalah adsorpsi O dan O2: (-r N2O) = k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO

= k1. PN2O. (k2/ k1). θO + k2. PN2O. θO = 2 k2. PN2O. θO

= 2 k2. PN2O / {1+ (k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2} (3.7) (Kapteijn et al., 1997)

Model 5. Mekanisme Eley-Rideal 3

i). Katalis Cr2O3/Zeolit

Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf)

k1

Z (Cr3+)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2(g) k2

Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Cr3+)(sf) + N2(g) + O2(g)

Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) + 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)


(55)

ii).Katalis Co3O4/Zeolit

Adsorpsi O dan Desorpsi Os ke dan dari permukaan katalis: (-r Os) = – k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO

Dalam keadaan tetap : (- r Os) = 0 – k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO = 0

k2. PN2O. θO = k1. PN2O. θv θO = (k1/ k2 ). θv Jumlah situs aktif katalis:

1 = θv + θO

1 = θv + (k1/ k2 ). θv 1 = θv. {1 + (k1/ k2 )}

θv = 1 /{1 + ( k1/ k2)}

Seolah-olah laju reaksi semua tahap adalah sama: (-r N2O) = k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO

= k1. PN2O. θv + k2. PN2O. (k1/ k2). θv = 2 k1. PN2O. θv

= 2 k1. PN2O / {1 + (k1/ k2)} (3.8) (Kapteijn et al., 1996 dan Kapteijn et al., 1997)

Model 6. Power Rate Law

N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)

(-r N2O ) = k. PaN2O. PbO2 (3.9) (Vannice et al., 1995 dan Kapteijn et al., 1996) Keterangan:

Z = zeolit

s = katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit k1

Z (Co2+)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(O)-)(sf) + N2(g) k2

Z (Co3+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Co2+)(sf) + N2(g) + O2(g) 2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g)


(56)

a, b = orde reaksi

θv = fraksi penutupan katalis tak terisi molekul gas

θ O, O2 & N2O = fraksi penutupan katalis terisi molekul gas k = tetapan laju reaksi gas N2O k 1, 2 & 3 = tetapan laju reaksi ke kanan

k -1, -2 & -3 = tetapan laju reaksi ke kiri

K 1,2 & 3 = tetapan setimbang adsorpsi/desorpsi P O2 & N2O = tekanan parsial gas

r Os, O2s & (N2O)S = laju reaksi gas teradsorpsi r O2 & N2O = laju reaksi gas tidak teradsorpsi


(57)

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Karakterisasi Katalis

4.1.1. Analisis Sifat-sifat Permukaan Metode BET

Dari pengukuran sifat-sifat permukaan melalui metode BET diperoleh data berupa luas permukaan spesifik, volume pori dan konstanta BET. Konstanta BET digunakan untuk menentukan energi adsorpsi, yang hasilnya terangkum pada tabel 4.1. Contoh data lengkap metode BET terlihat pada lampiran 5.

Tabel 4.1. Analisis Sifat-sifat Permukaan Metode BET untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.

Katalis

Luas Permukaaan Spesifik, LPS (m2/g)

Volume Pori, Vp (cc/g)

Konstanta BET, C

Energi Adsorpsi, Eads (Joule)

1,5% Cr2O3/Zeolit 171,97 0,16640 -37,3 3,63

2,5% Cr2O3/Zeolit 171,83 0,15200 -39,4 3,67

3,5% Cr2O3/Zeolit 164,88 0,14580 -42,1 3,74

1,5% Co3O4/Zeolit 122,99 0,14550 -42,2 3,74

2,5% Co3O4/Zeolit 113,44 0,14390 -42,5 3,75

3,5% Co3O4/Zeolit 113,11 0,13140 -41,4 3,72

4.1.2. Analisis Metode Difraksi Sinar X

Dari data pengukuran d-spacing, 2θ dan lebar puncak dengan metode difraksi sinar X dapat ditentukan spesi oksida yang dibentuk dan ukuran partikel, yang hasilnya disajikan pada tabel 4.2. Contoh data lengkap serta penentuan spesi oksida dan ukuran partikel hasil analisis metode difraksi sinar X berturut-turut tercantum pada lampiran 6 dan lampiran 7.


(58)

Tabel 4.2. Analisis Metode Difraksi Sinar X untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.

Katalis d-spacing

(Ǻ)

Sudut Difraksi,

2θ (o )

Lebar Puncak,

( o )

Perkiraan Spesi Oksida

Ukuran Partikel Logam Katalis,

L (Ǻ) 1,5% Cr2O3/

Zeolit 1.67007 2.49646 54.9341 35.9754 0.3456

0.9446 CrO2

270.7248 92.4009 2.66244 2.49646 33.6633 35.9754 0.3779

0.9446 Cr2O3

229.5088 92.4009 2,5% Cr2O3/

Zeolit 2.48748 1.67640 36.1096 54.7583 0.2362

0.4723 CrO2

369.6661 197.9421 2.67370 1.67640 33.5173 54.7583 0.2834

0.4723 Cr2O3

305.9210 197.9421 3,5% Cr2O3/

Zeolit 3.23317 1.67738 27.5897 54.7235 0.1889

0.3779 CrO2

452.5221 247.3494 2.67824 1.67738 33.4588 54.7235 0.2362

0.3779 Cr2O3

366.9971 247.3494 1,5% Co3O4/

Zeolit 2.88890 2.50846 30.9553 35.7974 0.1889

0.4723 Co3O4

456.0067 184.7088 2,5% Co3O4/

Zeolit 2.42105 2.89099 37.1042 30.9322 0.1080

0.1889 Co3O4

810.7979 455.9812 3,5% Co3O4/

Zeolit 2.44005 2.03722 36.8365 44.4724 0.1417

0.2834 Co3O4

617.4863 316.4627

4.2.

Uji Aktivitas Katalis

4.2.1 Analisis Konsentrasi Gas Produk

Data konsentrasi gas produk (gas N2) secara diskontinu dengan GC-TCD terangkum dalam tabel 4.3. Contoh data lengkap dan perhitungan konsentrasi gas N2 hasil analisis GC-TCD berturut-turut dapat dilihat pada lampiran 9 dan lampiran 10.

Tabel 4.3. Konsentrasi Gas N2O Awal dan Konsentrasi Gas Produk (Gas N2) pada Variasi Suhu dan Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.

Katalis Suhu,

K

Laju Alir 40 mL/menit Laju Alir 50

mL/menit

Laju Alir 60 mL/menit [N2O]IN,

%

[N2]OUT,

%

[N2O]IN,

%

[N2]OUT,

%

[N2O]IN,

%

[N2]OUT,

% 1,5 %

Cr2O3/

Zeolit

473 99,5 61,80232 99,5 59,36089 99,5 37.77607

573 99,5 66,4387 99,5 61,4813 99,5 42.05224

673 99,5 68,2581 99,5 63,38496 99,5 46.89064


(59)

2,5 % Cr2O3/

Zeolit

473 99,5 47,16094 99,5 57,17286 99,5 48.13631

573 99,5 69,02151 99,5 64,30728 99,5 61.50267

673 99,5 71,45514 99,5 68,06325 99,5 66.16682

773 99,5 69,55524 99,5 70,32406 99,5 75.17493

3,5 % Cr2O3/

Zeolit

473 99,5 54,6208 99,5 56,34416 99,5 43,41652

573 99,5 76,5921 99,5 65,2205 99,5 63,65589

673 99,5 81,12161 99,5 72,5674 99,5 67,6265

773 99,5 80,30194 99,5 72,8931 99,5 64,66726

1,5 % Co3O4/

Zeolit

473 99,5 55,69299 99,5 68,4297 99,5 56,20088

573 99,5 66,52576 99,5 70,36715 99,5 61,03829

673 99,5 75,79558 99,5 74,65752 99,5 70,32208

773 99,5 77,70589 99,5 75,15028 99,5 74,75978

2,5 % Co3O4/

Zeolit

473 99,5 64,12151 99,5 63,25622 99,5 56,48571

573 99,5 74,32334 99,5 70,93464 99,5 66,7364

673 99,5 75,7768 99,5 73,75382 99,5 71,53799

773 99,5 79,0439 99,5 80,10674 99,5 74,58883

3,5 % Co3O4/

Zeolit

473 99,5 57,74793 99,5 57,25669 99,5 62,24304

573 99,5 74,43029 99,5 77,5983 99,5 66,41003

673 99,5 77,71984 99,5 79,05407 99,5 72,17605

773 99,5 83,87584 99,5 79,75354 99,5 79,1244

Dari tabel 4.3 dapat dihitung konversi dan laju reaksi dekomposisi gas N2O, yang hasilnya disajikan dalam tabel 4.4. Contoh perhitungan terlihat pada lampiran 11. Tabel 4.4. Konversi dan Laju Reaksi Dekomposisi Gas N2O pada Variasi Suhu

dan Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit. Katalis Suhu,

K

Laju Alir 40 mL/menit Laju Alir 50 mL/menit Laju Alir 60 mL/menit Konversi, % Laju, -r mol/j/g kat Konversi, % Laju, -r mol/j/g kat Konversi, % Laju, -r mol/j/g kat 1,5 %

Cr2O3/

Zeolit

473 62,1129 0,03841 59,6592 0,04611 37.9659 0,03522

573 66,7726 0,03408 61,7903 0,03943 42.2636 0,03236

673 68,6011 0,02981 63,7035 0,03461 47.1263 0,03072

773 67,9630 0,02572 65,1521 0,03082 53.5174 0,03038

2,5 % Cr2O3/

Zeolit

473 47,3979 0,02931 57,4602 0,04441 48,3782 0,04487

573 69,3684 0,03541 64,6304 0,04124 61,8117 0,04733

673 71,8142 0,03121 68,4053 0,03716 66,4993 0,04335

773 69,9048 0,02645 70,6774 0,03343 85,6029 0,04288

3,5 % Cr2O3/

Zeolit

473 54,8953 0,03395 56,6273 0,04377 43,6347 0,04047

573 76,9770 0,03929 65,5482 0,04182 63,9758 0,04898

673 81,5293 0,03543 72,9321 0,03962 67,9663 0,04431

773 80,7055 0,03054 73,2594 0,03465 64,9922 0,03689

1,5 % Co3O4/

Zeolit

473 55,9729 0,03461 68,7736 0,05316 56,4833 0,05239

573 66,8601 0,03413 70,7208 0,04513 61,3450 0,04697

673 76,1765 0,03311 75,0327 0,04076 70,6755 0,04607

773 78,0964 0,02955 75,5279 0,03572 75,1355 0,04265

2,5 % Co3O4/

473 64,4437 0,03985 63,5741 0,04914 56,7696 0,05266


(60)

Zeolit 673 76,1576 0,03310 74,1244 0,04027 71,8975 0,04687

773 79,4411 0,03006 80,5093 0,03808 74,9636 0,04255

3,5 % Co3O4/

Zeolit

473 58,0381 0,03589 57,5444 0,04448 62,5558 0,05802

573 74,8043 0,03818 77,9882 0,04976 66,7437 0,05111

673 78,1104 0,03395 79,4513 0,04316 72,5387 0,04729

773 84,2973 0,03190 80,1543 0,03791 79,5220 0,04514

4.2.2Analisis Laju Reaksi

Dari tabel 4.4 dapat dihitung tetapan-tetapan dalam persamaan laju dari berbagai model kinetika yang telah diajukan (model 1 - model 5) dan Power Rate Law (model 6), yang hasilnya terangkum dalam tabel 4.5. Contoh perhitungannya tercantum pada lampiran 12.

Tabel 4.5. Tetapan-tetapan Model 1 – Model 6 untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.

Katalis Model X1 X2 X3 X4 SSE

1,5% Cr2O3/

Zeolit

1 0.051009 5.482965 35.485733 6.000000 3.626249E-04

2 0.083009 46.520241 35.000000 6.000000 1.056075E-03

3 0.079009 88.601112 59.441566 6.000000 1.046517E-03

4 0.132009 0.025180 38.040329 2.895225 3.557517E-04

5 0.39009 4.040070 35.000000 6.000000 1.010011E-03

6 0.034000 0.031009 -0.021009 0.020000 3.186669E-04

2,5% Cr2O3/

Zeolit

1 0.062009 5.124991 35.125931 6.000000 5.434594E-04

2 0.01119 39.718979 35.000000 6.000000 1.283041E-03

3 0.105009 89.878410 68.739456 6.000000 1.285023E-03

4 0.152009 0.030180 37.716507 2.882226 5.331053E-04

5 0.052009 3.436113 35.000000 6.000000 1.235504E-03

6 0.039000 0.097009 -0.068009 0.020000 5.033182E-04

3,5% Cr2O3/

Zeolit

1 0.055009 9.017194 39.014793 6.000000 2.513841E-04

2 0.117009 52.942711 35.000000 6.000000 1.606766E-03

3 0.112009 111.925292 68.024849 6.000000 1.618812E-03

4 0.235009 0.027180 38.162262 2.803232 2.454899E-04

5 0.055009 4.378045 35.000000 6.000000 1.544771E-03

6 0.040000 0.103009 -0.086009 0.020000 2.474537E-04

1,5% Co3O4/

Zeolit

1 0.078009 4.151062 34.152466 6.000000 5.488511E-04

2 0.143009 31.139694 35.00000 6.000000 1.125887E-03

3 0.134009 94.688766 55.683632 6.000000 1.136942E-03

4 0.151009 0.038180 34.584229 2.878226 5.425747E-04

5 0.066009 3.975074 35.000000 6.000000 1.086475E-03

6 0.043000 0.214010 -0.199010 0.020000 5.533859E-04

2,5% Co3O4/

Zeolit

1 0.083009 4.111064 34.110489 6.000000 2.077814E-04

2 0.163009 20.736412 35.000000 6.000000 4.908556E-04

3 0.149009 105.084053 50.728355 6.000000 4.958456E-04


(1)

Lampiran 14. Contoh Perhitungan A, E, ΔH dan ΔS dengan Metode Regresi Linear untuk Model Kinetika Terpilih dan Power Rate Law pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit.

CLS

PRINT "Disusun oleh : Bambang Priyambudi" PRINT "NIM : 4350402011"

PRINT

'Program Regresi Linear 'untuk Menghitung A,E,^H,^S 'Inisialisasi

n = 4

'Menyimpan file

INPUT "Masukkan nama file"; nm$ OPEN nm$ FOR OUTPUT AS #1 'Membaca tetapan laju k2

FOR k = 1 TO n READ X1(k), Y1(k) NEXT k

'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 %

DATA 473,0.057009,573,0.062009,673,0.078009,773,0.077009 'Membaca tetapan laju k3

FOR k = 1 TO n READ X2(k), Y2(k) NEXT k

'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 %

DATA 473,29.059517,573,29.063515,673,29.077507,773,29.078506 'Membaca tetapan laju k1

FOR k = 1 TO n READ X3(k), Y3(k) NEXT k

'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 %

DATA 473,29.059517,573,29.063515,673,29.078506,773,29.076508 'Membaca tetapan setimbang desorpsi K3

FOR k = 1 TO n READ X4(k), Y4(k) NEXT k

'Tetapan setimbang desorpsi untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 473,6.094428,573,6.093727,673,6.092626,773,6.092525 'Membaca tetapan laju k (Power Law)


(2)

FOR k = 1 TO n READ X5(k), Y5(k) NEXT k

'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 473,.045,573,.043,673,.044,773,.041 PRINT USING "Regresi Linier # Data"; n PRINT "---"

PRINT

FOR proses = 1 TO 5 IF (proses = 1) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X1(k) Yi(k) = Y1(k) NEXT k ELSE

IF (proses = 2) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X2(k) Yi(k) = Y2(k) NEXT k ELSE

IF (proses = 3) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X3(k) Yi(k) = Y3(k) NEXT k ELSE

IF (proses = 4) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X4(k) Yi(k) = Y4(k) NEXT k ELSE

FOR k = 1 TO n Xi(k) = X5(k) Yi(k) = Y5(k) NEXT k END IF END IF END IF END IF


(3)

Y(i) = LOG(Yi(i)) X(i) = 1 / Xi(i) NEXT i

sX = 0: sXX = 0: sY = 0: sXY = 0 FOR i = 1 TO n

sX = sX + X(i): sXX = sXX + X(i) * X(i): rX = sX / n sY = sY + Y(i): rY = sY / n

sXY = sXY + X(i) * Y(i) NEXT i

B1 = (n * sXY - (sX * sY)) / (n * sXX - (sX) ^ 2) B0 = rY - B1 * rX

A = EXP(B0)

E = -B1 * (8.314) / (1000) H = -B1 * (8.314) / (1000) S = B0 * (8.314)

jral = 0

FOR i = 1 TO n

kcal(i) = A * EXP(B1 / Xi(i))

ral(i) = ABS(kcal(i) - Yi(i)) * 100 / Yi(i) jral = jral + ral(i)

NEXT i rral = jral / n

IF proses = 1 THEN

PRINT "Dari tetapan laju k2 :" ELSE

IF proses = 2 THEN

PRINT "Dari tetapan laju k3 :" ELSE

IF proses = 3 THEN

PRINT "Dari tetapan laju k1 :" ELSE

IF proses = 4 THEN

PRINT "Dari tetapan setimbang desorpsi K3 :" ELSE

PRINT "Dari tetapan laju k (Power Law):" END IF

END IF END IF END IF

PRINT " Y ="; B0; "+"; B1; " X" IF (proses = 4) THEN

PRINT " ^S/R ="; B0

PRINT USING " ^S = ##.#### J/mol.K"; S PRINT " -^H/R="; B1


(4)

PRINT " Rerata ralat="; rral; "%" ELSE

PRINT " A ="; A PRINT " -E/R="; B1

PRINT USING " E = ###.##### kJ/mol"; E; PRINT " Rerata ralat="; rral; "%" END IF

PRINT NEXT proses END


(5)

Lampiran 15. Alat-alat Penelitian.

NOVA 1200e (NO Void Analyse )-Quantachrome instrument


(6)