3
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI TINDAK KEJAHATAN
TERHADAP CAGAR BUDAYA Perspektif Sosio-Kultural Bali
I.B.G. Pujaastawa
1. Pendahuluan
Kebudayaan Bali yang eksotik telah menjadikan Bali sebagai destinasi pariwisata yang populer di mata dunia. Eksotisme kebudayaan Bali antara lain
tercermin dalam beraneka ragam warisan budaya yang sebagian besar di antaranya masih berfungsi sebagaimana sedia kala living monument. Warisan
budaya yang dimaksud baik berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya yang mengandung nilai-nilai nilai sejarah dan
kepurbakalaan, seni, dan religius yang tinggi dan sekaligus merupakan bagian dari identitas budaya bangsa.
Karena memiliki tingkat keunikan uniqueness yang tinggi, tidak sedikit dari cagar budaya yang ada di Bali juga dikelola dan dimanfaatkan
sebagai daya tarik wisata, khususnya daya tarik wisata budaya. Pemanfaatan cagar budaya sebagai daya tarik wisata
dijamin undang-undang, sebagaimana tersurat pada Pasal 85 ayat 1 UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
yang menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial,
pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Adanya hak pemanfaatan cagar budaya sebagai daya tarik wisata di samping
diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi, sekaligus juga sangat membantu pelesatariannya.
Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan dan Penegakan Hukum Cagar Budaya dalam Upaya Pembangunan Kepribadian Bangsa dan Pariwisata Budaya dalam Rangka
Menyongsong 100 Tahun Hari Purbakala Nasional. Diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia IAAI Komda Bali bekerjasama dengan PS. Arkeologi Unud, Balai Arkeologi Denpasar,
dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali. Denpasar 8 Juli 2013.
4
Dewasa ini tidak sedikit warisan budaya di negeri ini yang dilaporkan terancam keberadaannya oleh adanya tindak kejahatan baik berupa pencurian
maupun aksi vandalisme. Demikian pula di Bali, kasus pencurian warisan budaya yang juga merupakan benda yang disakralkan seperti arca atau pratima
mulai marak terjadi sejak tahun 2006 dan mencapai puncaknya pada tahun 2012. Berdasarkan data kepolisian, kasus pencurian pratima di Bali dalam tiga
tahun terakhir tercatat bahwa pada tahun 2010 25 kasus, tahun 2011 4 kasus, dan tahun 2012 22 kasus http:www.bali-bisnis.com, 16 Desember
2012. Di samping pencurian, tindak kejahatan lainnya yang juga kerap terjadi terhadap cagar budaya adalah aksi vandalisme baik dalam bentuk aksi corat-
coret graffiti maupun perusakan terhadap cagar budaya. Kian maraknya tindak kejahatan terhadap cagar budaya merupakan
ancaman serius bagi keberadaan cagar budaya sebagai representasi dari jejak peradaban masa lalu. Oleh karenanya, untuk mengantisipasi tindak kejahatan
terhadap cagar budaya kiranya perlu diupayakan langkah-langkah strategis yang melibatkan para pemangku kepentingan. Salah satu di antaranya adalah
melalui pengamanan cagar budaya dengan mengedepankan partisipasi masyarakat. Sejatinya sistem pengamanan berbasis masyarakat telah dikenal
sejak zaman dahulu sebagai bagian dari swadharma atau kewajiban warga desa pakraman untuk menjaga keamanan dan ketertiban lingkungannya. Namun
demikian, maraknya tindak kejahatan terhadap cagar budaya yang terjadi belakangan ini membuat sistem pengamanan berbasis masyarakat ini kiranya
menarik untuk dicermati.
2. Tindak Kejahatan terhadap Cagar Budaya