Temuan Studi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

81 Dalam menghadapi kehamilan risiko tinggi pada beberapa informan tersebut, maka keluarga tersebut harus mampu mengelola sumberdaya yang mereka miliki dengan seefektif dan seefisien mungkin agar persiapan persalinan sebagai tujuan jangka panjang dapat tercapai untuk menekan terjadinya kematian ibu dan bayi. Terkait dengan sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga tersebut, maka setiappotensi yang ada setidaknya dapat diikutsertakan dalam berbagai kegiatan rumah tangga. Dalam hal ini tidak hanya istri saja yang didorong untuk memaksimalkan perannya, tetapi juga suami. Suami dan istri terkadang dituntut berperan ganda, disamping sebagai pengurus rumah tangga, maka dituntut pula untuk sebagai pencari nafkah untuk menambah pendapatan.

C. Temuan Studi

Analisis gender dalam penelitian ini menggunakan kerangka Harvard. Kerangka Harvard I terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkat mikro rumah tangga yang terdiri dari tiga komponen yang berhubungan satu dengan lainnya. Berikut ini disajikan tabel model Harvard I yang sekaligus juga digunakan analisis model interaktif. Adapun tiga komponen tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini : commit to user 82 1. Profil Akses dan Kontrol terhadap Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah Sakit pada ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender di dalam Rumah Tangga Profil akses dan kontrol dalam model Harvard I bertujuan untuk merinci sumber-sumber apa yang dikuasai laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan kegiatannya dan manfaat apa yang diperoleh setiap orang dari hasil kegiatan tersebut. Profil ini memperlihatkan siapa yang memiliki akses kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya, selanjutnya diidentifikasi, disusun dalam daftar apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. Hasil wawancara mengenai profil akses dan kontrol dalam mengidentifikasikan dan menyusun daftar sumberdaya yang digunakan untuk melakukan pekerjaan yang diidentifikasi dalam profil kegiatan dalam mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil dengan risiko tinggi di dalam rumah tangga. Profil ini memperlihatkan siapa yang memiliki akses kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. Keuntungan yang diwujudkan dari produksi rumah tangga serta penggunaan sumberdaya juga diidentifikasi dan disusun daftarnya. Kolom-kolom menunjukkan apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. commit to user 83 Hasil analisis gender dari profil kegiatan akses dan kontrol terhadap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga dapat dilihat dari hasil wawancara yang telah dirangkum dalam sebuah tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1. Profil kegiatan Akses dan Kontrol terhadap Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dam Perspektif Gender di dalam Rumah Tangga No Kegiatan Pasangan Informan 1 2 3 4 5 Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Akses 1 Uang √ √ √ √ √ 2 Tabungan √ √ 3 Persiapan persalinan √ √ 4 Periksa kehamilan √ √ √ √ √ 5 Informasi √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 1 Uang √ √ √ √ √ √ 2 Tabungan √ √ 3 Persiapan persalinan √ √ 4 Periksa kehamilan √ √ √ √ √ 5 Informasi √ √ √ √ √ √ Sumber : hasil wawancara dengan Informan Keterangan : Lk : laki-laki Pr : perempuan √ : dominan Hasil analisis gender dari wawancara yang didapat menunjukkan bahwa keseluruhan istri dari lima pasang informan lebih dominan memilikiakses dalam keuangan rumah tangga. Namun, suami lebih memiliki kontrol dalam keuangan rumah tangga yang digunakan untuk kepentingan kesehatan istri hamil dengan risiko tinggi yang akan melahirkan yang commit to user 84 dibuktikan dengan pasangan informan 1, pasangan informan 2, dan pasangan informan 3. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil jawaban dari wawancara dari pertanyaan kepemilikan akses keuangan di dalam rumah tangga dan kontrol keuangan untuk kesehatan ibu hamil dengan risiko tinggi dan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil risiko tinggi sebagai berikut: Pasangan Informan 1 Akses keuangan rumah tangga pada pasangan informan ini, istri lebih dominan karena suami memberi uang pada istri untuk mengelola dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “Saya mbak. …di dalam rumah tangga, saya yang mengurus keuangan rumah tangga mbak karena bapak menyerahkan keuangannya kepada saya.” Akses keuangan rumah tangga pada pasangan informan ini didukung dengan pernyataan suami sebagai beriku: “untuk masalah itu, semua saya serahkan pada ibu, setelah saya terima gaji, sebagian besar uang saya serahkan pada ibu untuk keperluan rumah tangga, terserah mau dipakai apa yang peting untuk keperluan rumah tangga.” Namun, istri tidak memiliki kontrol keuangan rumah tangga untuk kesehatan kehamilan istri dengan risiko tinggi dalam pemilihan rujukan ke rumah sakit, suami lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: commit to user 85 “...untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak, karena dia yang bertanggung jawab keuangan. …untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak…” Pernyataan tentang kontrol keuangan tersebut diperkuatdengan pernyataan suami sebagai berikut : “…itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mbak, itu kan periksa dan saya mendampingi periksa di PKD, kalau tensinya tinggi nanti di rujuk, kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak, karena disana ada saudara.” Pasangan Informan 2 Akses keuangan dalam rumah tangga pasangan informan ini,istri lebih dominan karena setelah suami terima gaji, maka istri langsung diberi sebagian besar gaji yang diterima suami untuk mengelola keuangan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “saya mbak …saya yang mengatur keuangan rumah tangga, begitu bapak terima gaji, sebagian banyak uang diberikan kepada saya untuk kebutuhan rumah tangga mbak.” Akses keuangan rumah tangga pasangan informan ini didukungan dengan pernyataan suami sebagai berikut : “…biasanya ibu mbak, jadi kalau saya terima gaji mingguan itu, saya ambil sedikit uang dari gaji saya untuk keperluan saya dan selebihnya itu saya serahkan pada ibu untuk keperluan dan kebutuhan rumah tangga. Ya cukup tidak cukup ya segitu mbak.” commit to user 86 Namun, dalam kontrol keuangan rumah tangga untuk kesehatan kehamilan istri dengan risiko tinggi dalam pemilihan rujukan ke rumah sakit, suami lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “…paling saya ngikut suami aja mbak. Kalau seperti itu saya lebih nurut dengan keputusan suami mbak. Saya sistemnya begini mbak, kalau saya sebagai ibu rumah tangga, kalau ada apa-apa itu yang bertanggung jawab itukan kepala rumah tangga. Kalau kepala rumah tangga seperti apa nanti ya dituruti mbak” Kontrol keuangan rumah tangga tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “…saya mbak yang memilih di rumah sakit sebagai rujukan untuk ibu” Pasangan Informan 3 Akses keuangan di dalam rumah tangga pada pasangan informan ini,istri lebih dominan karena suami menyerahkan uang untukmengelola keuangan rumah tangga pada istri yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “…Bapak menyerahkan uang kepada saya, dia menyerahkan urusan keuangan rumah tangga pada saya mbak.” Akses keuangan di dalam rumah tangga pasangan ini didukung pernyataan suami bahwa keseluruhan gaji diberikan pada suami, jika untuk keperluan suami, suami minta pada istri yang dibuktikan pernyataan suami sebagai berikut : “saya kalau setelah terima upah dari juragan saya, uang itu saya serahkan ibu semua. Kalau saya butuh untuk beli rokok atau untuk keperluan commit to user 87 apa-apa saya minta ke ibu. Soalnya biar ibu itu percaya dengan saya mbak kalau saya tidak neko-neko, hehehe…. sambil tertawa.” Namun istri tidak memiliki kontrol dalam keuangan dalam kesehatan kehamilan untuk memilih rujukan ke rumah sakit dengan alasan suami sebagai kepala rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “...tidak mbak, saya nurut suami, karena suami yang bertanggung di dalam rumah tangga. Suami kan kepala keluarga” Kontrol keuangan rumah tangga tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “…kepala rumah tangga, otomatis saya mbak. ...tidak ada, ya saya yang memilih dimana ibu nanti akan dirujuk mbak dan ditegaskan lagi dengan pernyataan” Pada pasangan informan empat, ditemukan bahwa istri lebih dominan dalam akses dan kontrol di dalam keuangan rumah tangga untuk kesehatan ibu hamil berisiko tinggi dan memilih rumah sakit rujukan.Karena saat hamil, istrilah yang mengalami dan merasakan kehamilan dengan risiko tinggi, maka seharusnya istri yang mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit. Dalam rumah tangga pasangan informan empat ini, peran istri perempuan sudah memiliki kedudukan gender yang baik di dalam rumah tangga karena suami sadar bahwa kesehatan ibu hamil dalam menentukan tempat rujukan ada pada istri bukan pada suami, sehingga istri lebih dihargai kedudukannya di dalam rumah tangga terutama dalam kesehatan kehamilan ibu. Hal ini dibuktikan pada hasil wawancara sebagai berikut: commit to user 88 Pasangan Informan 4 Akses keuangan dalam rumah tangga pasangan ini lebih dominan istri karena setelah suami terima gaji, istri langsung meminta uang pada suami untuk segera guna membayar hutang dan memenuhi kebutuhan rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai beriku : “Untuk urusan keuangan rumah, juga saya mbak yang mengaturnya mbak. Hari sabtu, sepulang bapak kerja, saya minta uang bapak dari hasil gajian, uang itu aka segera saya gunakan untuk membayar hutang dan memenuhi kebutuhan keluarga.” Diperkuat dengan penyataan suami bahwa pada hari penerimaan gaji sepulang kerja, istri langsung meminta uang guna membayar utang dan beli sayur untuk memasak yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut : “ibu, karena kalau Sabtu pas pulang kerja, ibu langsung meminta uang semua gajian saya. Ya buat bayar utang dan untuk beli sayur …” Dalam kontrol keuangan rumah tangga pasangan ini, istri lebih dominan dalam kesehatan kehamilannya dan menentukan pilihan rumah sakit rujukan yang dibuktikan pernyataan istri sebagai berikut: “…tidak ada yang memutuskan, saya sendiri yang memutuskan, masalahnya saya kan yang hamil dan suami tidak merasakan apa yang saya rasakan bu” Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “tinggal istrinya saya mau nya kemana, saya nurut” dan didukung dengan peryataan, “iya saya mendukung pokoknya saya nurut saja”” commit to user 89 Pada pasangan kelima, ditemukan bahwa istri lebih memiliki akses keuangan dalam rumah tangga. Namun, istri memiliki kesempatan yang sama dalam kontrol keuangan rumah tangga guna merawat kesehatan kehamilan istri hamil dengan risiko tinggi dan memilih rumah sakit rujukan.Hal ini membuat istri dihargai peran dalam kontrol keuangan rumah tangga yang sejajar dengan saumi. Suami boleh jadi pintar dalam hal memperoleh uang tetapi harus diimbangi dengan istri yang juga pandai mengatur uang sehingga kondisi keuangan keluarga tetap sehat.Dibuktikan dari hasil wawancara dengan pasangan informan kelima sebagai berikut : Pasangan Informan 5 Akses keuangan rumah tangga pasangan ini lebih dominan istri karena setelah suami terima gaji, suami memberi sebagian gajinyauntuk memenuhi kebutuhan sehari-haridan kegiatan sosial yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai beriku : “bapak kalau sudah gajian itu sebagian uangnya diserahkan kepada saya, uang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk kebutuhan seperti jagong itu mbak.” Akses keuangan lebih dominan istri diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut : “ya pokoknya saya dapat gaji segitu dan sebagian saya berikan pada ibu ya terserah ibu mau dipakai seperti apa, ya terserah yang penting kebutuhan rumah tangga seperti makan terpenuhi.” commit to user 90 Dalam rumah tangga pasangan informan ini, istri dan suami memiliki kontrol keuanangan yang sama untuk kesehatan kehamilan istri hamil dengan risiko tinggi dalam menentukan pilihan rumah sakit sebagai rujukan yang dibuktikan pernyataan istri sebagai berikut: “sama-sama mbak. …soalnya sayakan darah tinggi. Terus pak Didik dokter kandungan itu mengatakan bahwa usia ibu sudah tua, anak ibu sudah banyak terus ya terus harus operasi dengan steril saja. Makanya bapak dan saya memutuskan untuk dirujuk ke RB Rahma Bunda Kebakkramat.” Pernyatan istri dan suami memiliki kontrol yang sama dalam keuangan rumah tangga tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut : “sama-sama mbak” “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu “ Hasil analisis gender akses dan kontrol tabungan dan persiapan persalin menunjukkan bahwa hanya dua pasangan informan yang memiliki tabungan untuk persiapan persalinan istrinya pasangan informan 1 dan pasangan informan 2.Hal ini dibuktikan dengan jawaban dari pertanyaan mengenai akses dan kontrol tabungan yang dimiliki untuk persiapan persalinan ibu kalau ada kegawatdaruratan saat bersalin sebagai berikut: Pasangan informan 1 Akses tabungan rumah tangga untuk persiapan persalinan jika terjadi kegawat daruratan pada istri saat hamil dengan risiko tinggi pada pasangan informan ini istri tidak memiliki peran yang dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : commit to user 91 “…untuk biaya persalinan tidak ada, tapi untuk persalinan nanti memakai kartu BPJS. …kalau ini kan mengeluarkan biaya tiap bulannya. …mengeluarkan iuran tiap bulan, itu yang menyalurkan dari kantor bapak.” Pernyataan akses tabungan dan persiapan persalinan tersebutdiperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut : “…untuk mempersiapkan biaya persalinan karena kehamilan ibu, Insya Allah sudah, ada tapi ya cuma untuk persalinan saja.” Oleh karena itu istri tidak memiliki kontrol dalam tabungan di dalam rumah tangga untuk persiapan persalinan jika terjadi kegawat daruratan pada istri hamil berisiko tinggi yang dibuktikan pernyataan istri sebagai berikut : …untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak, karena dia yang bertanggung jawab keuangan. …untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak…” Kontrol tabungan dalam rumah tangga untuk persiapan persalinan istri hamil dengan risiko tinggi diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “…itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mbak, itu kan periksa dan saya mendampingi periksa di PKD, kalau tensinya tinggi nanti di rujuk, kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak, karena disana ada saudara.” Pasangan informan 2 Akses dan kontrol tabungan untuk persiapan persalinan pada istri hamil dengan risiko tinggi di dalam rumah tangga pada pasangan informan ini suami lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: commit to user 92 “bapak memiliki simpanan sekitar Rp 500.000,- mbak, nanti kekurangnnya dipikir nanti mbak setelah melahirkan, mungkin suami nanti cari pinjeman mbak…paling saya ngikut suami aja mbak. Kalau seperti itu saya lebih nurut dengan keputusan suami mbak. Saya sistemnya begini mbak, kalau saya sebagai ibu rumah tangga, kalau ada apa-apa itu yang bertanggung jawab itukan kepala rumah tangga. Kalau kepala rumah tangga seperti apa nanti ya dituruti mbak” Pernyataan akses dan kontrol tabungan untuk persiapan persalinan pada istri hamil berisiko tinggi diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut : “Saat ini kami belum punya tabungan, saya cuma punya Rp 500 ribu paling nanti pinjam sama juragan mbak. “saya mbak yang memilih di rumah sakit sebagai rujukan untuk ibu” Namun,pada ketiga pasang informan tidak memiliki akses dan kontrol dalam tabungan dan persiapan persalinan pasangan informan 1, pasangan informan 4 dan pasangan informan 5. Oleh karena itu tidak dapat dilihat pada analisis gender karena tidak ada tabungan, maka persiapan persalinan tidak ada. Mereka dalam persiapan persalinan mengandalkan pinjam uang pada saudara, tetangga maupun jaminan kesehatan seperti Jamkesmas atau BPJS. Hal ini dibuktikan dari jawaban dari pertanyaan tentang kepemilikan tabungan untuk persiapan persalinan sebagai berikut: Pasangan informan 3 Akses dan kontrol dalam tabungan untuk persiapan persalinan pada istri hamil dengan risiko tinggi pada pasangan informan ini tidak dimiliki suami maupun istri yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut : commit to user 93 “tidak punya tabungan mbak, ya semisal kalau ada apa-apa dengan persalinan ya cari hutangan uang ke saudara mbak” Pasangan informan 4 Akses dan kontrol tabungan untuk persiapan persalinan jika pada istri hamil dengan risiko tinggi pada pasangan informan ini tidak dimiliki istri maupun suami yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “tidak punya. …untuk hidup sehari-hari saja kurang, apa yang mau ditabung mbak” Pernyatan akses dan kontrol tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “tidak ada. …apa yang mau ditabungkan mbak, buat makan aja masih kurang” Pasangan informan 5 Akses dan kontrol dalam tabungan untuk persiapan persalinan jika istri terjadi kegawatdaruratan pada istri hamil dengan risiko tinggi juga tidak dimiliki pasangan informan ini baik istri maupun suami yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “Untuk persiapan persalinan kami belum ada tabungan, rencana sih pakai simpan pinjam saja” Hasil analisis gender akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan menunjukkan bahwa empat pasang informan pasangan informan 1, pasangan informan 3, pasangan informan 4 dan pasangan informan 5, istri lebih dominan daripada suami dalam akses dan kontrol pemeriksaan commit to user 94 kehamilan.Tetapi ada satu pasang informan dalam kepemilikan akses pemeriksaan kehamilan lebih dominan suami pasangan informan 2. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara pasangan informan satu, pasangan informan tiga, pasangan informan empat, dan pasangan informan lima dari pertanyaan tentang siapa yang memutuskan untuk pemeriksaan kehamilan ibu sebagai berikut: Pasangan informan 1 Akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan pada istri hamil dengan risiko tinggi di dalam rumah tangga pasangan ini istri lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “..untuk pemeriksaan kehamilan, saya yang mengajak suami untuk periksa mbak. …di bidan. …disini ada PKD. …biasanya kalau USG saya diantar sampai masuk ke dalam ruang periksa…” Pernyataan akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “kalau saya manut istri itu, kalau minta kontrol hamil ya saya antar. …kalau USG saya mendampingi ibu dan kalau ke PKD kalau saya ada waktu ya saya antar dan dampingi…” Pasangan informan 3 Akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan pada istri hamil dengan risiko tinggi di dalam rumah tangga pada pasangan informan ini, istri lebih dominan daripada suami yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “Saya yang menginginkan untuk memeriksakan kehamilan” commit to user 95 Pernyataan Akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut : “iya tapi istri saya sering ngeyel. …Saat periksa hamil, pertama ibu pergi sendiri, tapi setelah udah hamil tua ini, saya yang mengantar. ...saya kalau ngantar periksa di luar, tidak mau ikut masuk. …kalau ngantar periksa di luar, tidak mau ikut masuk” Pasangan informan 4 Akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan pada istri dengan hamil risiko tinggi pada pasangan informan ini di dalam rumah tangga istri lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “saya sendiri, kalau saya pingin tahu bayinya yang ada di perut ya saya periksa, kalau tidak ya tidak. …saudara saya. …iya, bapak nya pas kerja. …kalau pas USG bapak ikut masuk. …iya suami. Kalau pas periksa di bu H bapaknya tidak ikit masuk soalnya pas ramai” Pernyataan akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan terebut dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut : “Untuk periksa hamil, yang minta priksa ya istri saya sendiri...saya ndak mudeng soalnya pokoknya apa apa saya ikut istri aja. …baru satu kali ngantar. …takut dimarahin. …umur kehamilannya udah besar kok gak pernah di periksain” Pasangan informan 5 Akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan pada istri hamil dangan risiko tinggi di dalam rumah tangga pada pasangan informan ini,istri juga lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “Saya yang minta untuk periksa hamil mbak...” commit to user 96 Pernyataan akses dan kontrol pemeriksaan kehamilan diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut : “Kalo yang pengen mintra priksa ya ibu, saya hanya mengantar saja dan saya tunggu di luar. ..kecuali kalo agak gawat maka saya dipanggil.” Lain halnya dengan pasangan informan dua, akses dan kontrol pemerikasaan kehamilan lebih dominan suami dibuktikan dengan pernyataan pasangan informan sebagai berikut: Pasangan informan 2 Akses pemeriksaan kehamilan pada istri hamil dengan risiko tinggi di dalam rumah tangga istri lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai beerikut : “Suami saya yang meminta saya untuk periksa kehamilan, jadi suami yang mengantar periksa ke bidan mbak.” Namun dalam pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil berisiko tinggi pada pasangan ini, suami lebih dominan daripada istri yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut : “setiap bulan saya mengajak kontrol kehamilan istri saya mbak. …saya nunggu di luar saja. …kontrol di bidan” Hasil analisis gender menunjukkan bahwa dua pasang informan pasangan informan 1 dan pasangan informan 2 istri dan suami memiliki akses informasi kehamilan risiko tinggi digunakan untuk memilih rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil risiko tinggi di dalam rumah commit to user 97 tangga.Pernyataantersebut dibuktikan dari hasil wawancara dengan, pasangan informan dua, dan pasangan informan tiga sebagai berikut: Pasangan informan 1 Pasangan informan ini, akses informasi kehamilan risiko tinggi guna memilih rumah sakit rujukan di dalam rumah tangga dimiliki istri dan suami yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “ada.. penyuluhan.. kalau penyuluhan itu biasanya didapatkan kader posyandu itu diberikan penyuluhan kehamilan masalah pola makan sama pemeriksaan kehamilan sama imunsasi. Terus kesehatan ibu dan bayi biasanya… ya paling sekitar kehamilan dan imunisasi. …Tanda bahaya kehamilan itu ya perdarahan, kaki membengkak, terus mengeluarkan cairan yang sebelum melahirkan sebelum waktunya. …kalau terjadi seperti itu palingkan ke dokter paling nanti diberi obat dan disuruh istirahat oleh dokter.” Pernyataan akses informasi kehamilan risiko tinggi juga dimiliki suami yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “ya yang saya tahu itu keguguran karena kecapean, trus tensi tinggi karena kecapean. …kalau tensi tinggi berbahaya itu saya tahunya informasi dari PKD bidan. Kalau kelahiran kalau tensinya tinggi itukan harus dioperasi kan…” Namun, istri tidak memiliki kontrol informasi kehamilan risiko tinggi guna memilih rumah sakit rujukan di dalam rumah tangga dengan pernyataan istri sebagai berikut: “…untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak…” Pernyataan kontrol informasi kehamilan risiko tinggi guna memilih rumah sakit rujukan diperkuat dengan pernyatansuami sebagai berikut : commit to user 98 “…itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mbak, itu kan periksa dan saya mendampingi periksa di PKD, kalau tensinya tinggi nanti di rujuk, kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak, karena disana ada saudara.” Pasangan informan 2 Pada pasangan informan ini istri dan suami juga memiliki akses informasi kehamilan risiko tinggi guna menentukan rumah sakit rujukan yang dibuktikan pernyataan istri sebagai berikut: “saya belum begitu tahu banget tentang tanda bahaya kehamilan. Tapi saya cuman tahu dari baca buku itu buku periksa hamilKIA dan saya tahu seperti ini ya saya konsultasi ke bidan. Kata bidan kalau begini ibu menunjuk kaki yang bengkak kalau darahnya belum naik itu tidak bahaya. Kalau saya sudah tahukan saya agak tenang sedikit. Tensi saya kalau tidak ada 150 berarti kan saya tidak bahaya. Saya cuman berdoa saja pada Gusti Alloh diparingi gampang, lancar...” Pernyataan akses informasi kehamilan risiko tinggi untuk menentukan kehamilan dibuktikan dengan pernyataan sebagai suami beriku : “ya perdarahan itu mbak. …ya kalau melahirkan itu. …dari bidan” Namun, istritidak memiliki kontrol informasi kehamilan risiko tinggi untuk menentukan rumah sakit rujukan dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “Suami mengambil keputusan apa saja, saya nurut.” Pernyataan tersebut diperkuat dengan dengan pernyataan suami sebagai berikut dari: commit to user 99 “…ya saya bawa ke rumah sakit. … untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak, karena dia yang bertanggung jawab keuangan. …untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak…” Pada pasangan informan tiga, istri lebih dominan memiliki akses informasi kehamilan risiko tinggi guna menentukan rumah sakit rujukan. Walaupun istri memiliki akses informasi, namun istri tidak memiliki kontrol atas informasi kehamilan risiko tinggi guna menentukan rumah sakit rujukan. Sehingga, peran gender dalam hal ini tidak baik, karena seharusnya istri yang menentukan rumah sakit rujukan sesuai dengan keinginan istri karena istri yang merasakan kehamilan. Pasangan informan 3 Pada pasangan informan ini istri lebih dominan memiliki informasi kehamilan risiko tinggi untuk menentukan rumah sakit rujukan di dalam rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “saya tahu mbak kalau Hb rendah itu bahaya, karena bu bidan bilang kalau Hbnya tidak naik, nanti akan ada pengaruh ke bayi “ Serta bidan juga menyarankan kalau Hb tidak naik ketika menjelang persalinan maka ibu akan dirujuk ke rumah sakit yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut : “o iya mbak, bu bidan bilang gitu. Kalau sampai Hb saya tidak naik maka saya kalau lahiran besok akan dirujuk. Selain itu bu bidan kalau Hb segitu dengan usia saya segini tidak mendapat pertolongan yang lebih baik maka ibu dan bayi tidak baik” commit to user 100 Padahal suami kurang peduli dengan keadaan kehamilan istri hamil dengan risiko tinggi karena bapak tidak pernah ikut masuk ke ruang periksa walaupun bapak mengantar istri periksa hamil, ketidakpedulian itu dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut “saya kalau ngantar periksa di luar, tidak mau ikut masuk. …saya kalau nyium obat langsung pusing” Suami hanya memiliki harapan baik setelah istri periksa kehamilan yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “iya bu, yang penting kalau kabar nya bagus ya alhamdulillah” Walaupun istri lebih dominan memiliki informasi kehamilan risiko tinggi, tetapi suami yang lebih memiliki kontrol kehamilan risiko tinggi untuk memilih rujukan ke rumah sakit yang dibuktikan dengan pernyatan suami sebagai berikut : “ kalau belum ada keluhannya ya di tunggu dulu, dilihat keadaannya yang penting sehat . … ya tidak apa-apa di rujuk kalau memang harus dirujuk ke rumah sakit. … kepala rumah tangga, otomatis saya mbak. ...tidak ada, ya saya yang memilih dimana ibu nanti akan dirujuk mbak.” Pada pasangan informan empat istri lebih dominan dalam memiliki akses dan kontrol di dalam informasi kehamilan risiko tinggi untuk menetukan rumah sakit rujukan. Istri lebih memiliki banyak informasi kehamilan risiko tinggo sehingga istri memiliki kontrol dalam mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit untuk bersalin. Pasangan ini menunjukkan bahwa istri di dalam rumah tangga memiliki peran gender yang baik karena informasi tentang commit to user 101 kesehatan kehamilan yang dimiliki ibu dapat mengantar ibu dalam memilih rumah sakit rujukan pilihan ibu sendiri yang didukung dengan suami. Berarti suami menyamakan kedudukan istri sama dengan suami di dalam rumah tangga dalam pengambilan keputusan kesehatan istri ketika hamil. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara pada pasangan keempat sebagai berikut : Pasangan informan 4 Akses dan kontrol infomasi kehamilan risiko tinggi guna menentukan rumah sakit rujukan di dalam rumah tangga pasangan informan ini,istri lebih dominan yang dibuktikan dengan pernyatan sebagai berikut: “saya pas periksa di Puskesmas itu kan saya pusing, terus bidan memeriksa saya kalau darah tensi darah saya tinggi dan kaki saya bengka. Terus saya disuruh makan sayur-sayuran kecuali daun kates karena dapat menghabiskan cairan air ketuban air ketuban keruh” Pernyataan istri diperkuat dengan pernyataan bapak yang memiliki informasi tentang tanda bahaya kehamilan pada istrinya yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “saya tidak tahu tentang kayak gitu” Karena suami memberi kesempatan pada istri untuk memilih rumah sakit yang digunakan untuk rujukan saat terjadi kegawat daruratan pada ibu hamil dengan risiko tinggi yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “ya di rumah sakit kecil aja bu, ditempat pak joko RSUD Surakarta yang terletak di Ngipang.…bisa pakai jamkesmas, gratis sma sekali tidak commit to user 102 dipungut biaya. …tidak ada yang memutuskan, saya sendiri yang memutuskan, masalahnya saya kan yang hamil dan suami tidak merasakan apa yang saya rasakan bu” Pernyataan suami memberikan istri ksempatan untuk memilih rumah sakit sebagai tempat rujukan dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut : “tinggal istrinya saya mau nya kemana, saya nurut. …iya saya mendukung pokoknya saya nurut saja” Pada pasangan informan lima istri lebih dominan memiliki akses informasi namun di dalam kontrol infomasi kehamilan risiko tinggi guna menentukan rumah sakit rujukan dilakukan bersama-sama antara istri dan suami. Istri memang memiliki informasi kesehatan kehamilan risiko tinggi yang didapat dari tenaga kesehatan seperti bidan atau dokter namun istri disini tidak memiliki hak sepenuhnya dalam menentukan kesehatan kehamilan terutama dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit. Sehingga peran gender dalam informasi kehamilan risiko tinggigunamenentukan rujukan ke rumah sakit sama dengan suami namun ini kurang baik karena sebenarnya kondisi kesehatan ibu hamil itu yang mengetahui istri sendiri. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan dari hasil wawancara sebagai berikut : Pasangan informan 5 Pada pasangan informan lima ini, istri lebih memiliki akses informasi kemahilan risiko tinggi guna menentuka rujukan ke rumah sakit yang istri ketahui dari bidan yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: commit to user 103 “Tanda bahaya kehamilan termasuk yang saya alami ini, darah tinggi. …dari bu bidan mbak karena saya dibilangin kalau besok mbak Parmi sesar saja karena tensinya tinggi terus. …soalnya sayakan darah tinggi. Terus pak Didik dokter kandungan itu mengatakan bahwa usia ibu sudah tua, anak ibu sudah banyak terus ya terus harus operasi dengan steril saja.” Pernyataan tersebut diperkuat suami bahwa suami tidak memiliki informasi kehamilan risiko tinggi yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai beriku : “Kalau tanda bahaya kehamilan… ibu yang tahu mbak karena ibu yang periksa” “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu ““sama-sama mbak” Walaupun istri memiliki akses informasi kehamilan risiko tinggi, namun istri diberi kesempatan suami untuk kontrol informasi kehamilan risiko tinggi untuk ikut menentukan rumah sakit rujukan dengan pernyataan istri ebagai berikut : “soalnya sayakan darah tinggi. Terus pak Didik dokter kandungan itu mengatakan bahwa usia ibu sudah tua, anak ibu sudah banyak terus ya terus harus operasi dengan steril saja. Makanya bapak dan saya memutuskan untuk dirujuk ke RB Rahma Bunda Kebakkramat.” Pernyataan istri diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut : “sama-sama mbak” “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu “ commit to user 104 2. Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender di dalam Rumah Tangga Hasil analisis gender dari faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan kerumahsakit pada ibu hamil brisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam keluaraga dirangkum dalam tebal 4.2 di bawah ini: Tabel 4.2. Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender di dalam Rumah Tangga Faktor Pasangan Informan 1 2 3 4 5 Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Pengetahuan √ √ √ √ √ √ Sikap √ √ √ √ √ √ Persepsi √ √ √ √ √ √ Sosial Budaya Ekonomi √ √ √ √ √ √ Sumber : Hasil Wawancara dengan Informan Keterangan : Lk : laki-laki Pr : perempuan √ : pengambil keputusan : tidak ada pengaruh : dominan commit to user 105 Hasil analisis gender yang dirangkum dalam tabel 4.2 didapat bahwa ada dua pasang informan pasangan informan 1 dan pasangan informan 2 antar istri dan suami sama-sama memiliki pengetahuan kehamilan risiko. Namun istri pasangan informan tidak memiliki hak untuk mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi pengetahuan istri lebih dihargai dan memiliki kedudukan yang sama di dalam pengambilan keputusan dalam memeriksakan kesehatan kehamilan istri.Hal ini dibuktikan dengan pernyataan informan satu dan informan dua sebagai berikut: Pasangan informan 1 Pasangan informan ini, istri dan suami memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi yang sama yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “ya pemikiran sendiri, karena ya banyak informasi yang saya dapat, makanya saya memilih untuk rujukan ke rumah sakit. Disamping itukan karena kehamilan karena usia yang agak lanjut lebih dari 35 tahun itu ada kendala. Ya kita ambil risiko terburuk dulu mbak… harapannya sih sehat tapi kan kalau usia agak lanjut kan mungkin agak kecenderungan ada kendala yang tidak diinginkan, mungkin ada perdarahan dulu, ketuban pecah, tensi darah tinggi” Suami juga memeiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi yang diketahui suami dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “ya yang saya tahu itu keguguran karena kecapean, trus tensi tinggi karena kecapean” dan “kalau tensi tinggi berbahaya itu saya tahunya informasi dari PKD bidan. Kalau kelahiran kalau tensinya tinggi itukan harus dioperasi kan…” commit to user 106 Walapun istri dan suami memiliki penegetahuan kehamilan risiko tinggi guna menentukan rujukan ke rumah sakit yang sama, namun suami yang memiliki keputusan rujukan ke rumah sakit yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai istri berikut: “Untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak…” Pernyataan yang menentukan keputusan rujukan tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mbak, itu kan periksa dan saya mendampingi periksa di PKD, kalau tensinya tinggi nanti di rujuk, kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak, karena disana ada saudara..” Pasangan informan 2 Pada pasangan informan ini, istri dan suami memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi yang sama yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai istri berikut: “saya belum begitu tahu banget tentang tanda bahaya kehamilan. Tapi saya cuman tahu dari baca buku itu buku periksa hamilKIA dan saya tahu seperti ini ya saya konsultasi ke bidan”. Pengetahuan kehamilan risiko tinggi pada suami yang didapat dari bidan dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut berikut: “ya perdarahan itu mbak, …ya kalau melahirkan itu. …dari bidan Walaupun istri dan suami sama-sama memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi, suamilah yang menentukan keuputusan rujukan ke rumah sakit yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai istri berikut: commit to user 107 “suami mbak, karena saya pasrah saja mbak dengan suami. Suami mengambil keputusan apa saja, saya nurut. …paling saya ngikut suami aja mbak. Kalau seperti itu saya lebih nurut dengan keputusan suami mbak. Saya sistemnya begini mbak, kalau saya sebagai ibu rumah tangga, kalau ada apa- apa itu yang bertanggung jawab itukan kepala rumah tangga. Kalau kepala rumah tangga seperti apa nanti ya dituruti mbak”. Pernyataan pengambilan keputusan rujukan diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: ”saya mbak yang memilih di rumah sakit sebagai rujukan untuk ibu” Berbeda dengan hasil analisis pasangan informan tiga, yaitu istri lebih dominan memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi yang didapat dari tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter namun istri tidak dapat menentukan keputusan rujukan ke rumah sakit sesuai dengan keinginan istri untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan istri sebagai berikut: “saya tahu mbak kalau Hb rendah itu bahaya, karena bu bidan bilang kalau Hb nya tidak naik, nanti akan ada pengaruh ke bayi. …bu bidan menyuruh istirahat yang teratur, makan teratur, makannya ya nasi lauk pauk sama buah-buahan” Adanya kekuarangtahuan tentang pengetahuan kehamilan dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “tidak tahu mbak tanda bahaya kehamilan itu seperti apa” Walaupun istri memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi dari bidan, tetapi istri tidak memiliki hak untuk mengambil keutusan rujukan ke rumah sakit yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: commit to user 108 ”saya mbak yang memilih di rumah sakit sebagai rujukan untuk ibu” Pernyataan pengambilan keputusan rujukan yang dilihat dari faktor pengetahuan kehamilan risiko tinggi yang tidak dimiliki dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “kepala rumah tangga, otomatis saya mbak. …tidak ada, ya saya yang memilih dimana ibu nanti akan dirujuk mbak” Lain halnya dengan pasangan informan empat menunjukkan bahwa istri memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi dan memiliki keputusan rujukan ke rumah sakit lebih dominan di dalam keluarga. Sehingga istri dapat memilih rumah sakit rujukan sesuai dengan harapan istri untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Keadaan ini mencerminkan bahwa pengetahuan mempunyai keeratan hubungan dengan pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi, artinya semakin tinggi pengetahuan ibu maka kecenderungan ibu memilih tempat rujukan ke rumah sakitHal tersebut dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “saya pas periksa di Puskesmas itu kan saya pusing, terus bidan memeriksa saya kalau darah tensi darah saya tinggi dan kaki saya bengka. Terus saya disuruh makan sayur-sayuran kecuali daun kates karena dapat menghabiskan cairan air ketuban air ketuban keruh” Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan suami yang tidak tahu tentang tandah baya kehamilan yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “saya tidak tahu tentang kayak gitu tanda bahaya kehamilan” commit to user 109 Pada pasangan informan ini, istri juga memiliki hak untuk memilih rumah sakit rujukan untuk menyelamatkan kesehatan ibu sendiri dan bayinya dengan pernyataan istri sebagai berikut: “ya di rumah sakit kecil aja bu, ditempat pak joko RSUD Surakarta yang terletak di Ngipang. ..bisa pakai jamkesmas. gratis, sama sekali tidak dipungut biaya” Pernyataan istri dalam keputusan rujukan ke rumah sakit diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “tinggal istrinya saya mau nya kemana, saya nurut. …iya saya mendukung pokoknya saya nurut saja” Pada pasangan lima, istri lebih memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi dalam rumah tangga yang didapat dari tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter, namun dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakitistri dan suami memiliki peran yang sama walapun suami tidak memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “Tanda bahaya kehamilan termasuk yang saya alami ini, darah tinggi. …dari bu bidan mbak karena saya dibilangin kalau besok mbak Parmi sesar saja karena tensinya tinggi terus. …soalnya sayakan darah tinggi. Terus pak Didik dokter kandungan itu mengatakan bahwa usia ibu sudah tua, anak ibu sudah banyak terus ya terus harus operasi dengan steril saja.” Walaupun bapak bapak tidak memiliki pengetahuan kehamilan risiko tinggi namun suasmi memberikan kesempatan pada istri untuk berdiskusi bersama dam mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: commit to user 110 “sama-sama mbak. …Makanya bapak dan saya memutuskan untuk dirujuk ke RB Rahma Bunda Kebakkramat.” Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan suami sebagai berikut: “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu. …sama-sama mbak” Faktor selanjutnya yang mempengaruhi keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender adalah sikap wawancara pada kelima pasangan informan menunjukkan bahwa ada berbagai variasi sikap dalam pengambilan keputusan, yaitu tiga pasang informan pasangan informan1, pasangan informan 2, dan pasangan informan 3, suami lebih dominan pada sikap yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit, satu pasangan informan pasangan informan 4 yaitu istri memiliki sikap dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit dan satu pasang informan pasangan informan 5 memiliki sikap dalam pengambilan sikap secara bersama-sama dalam pengambilan keuputusan rujukan ke rumah sakit. Walaupun informan mempunyai sikap positif dalam memandang rumah sakit sebagai tempat yang tepat rujukan pada ibu hamil risiko tinggi. Hasil analisis gender faktor sikap yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi di dalam rumah tangga menunjukkan ada tiga pasang informan dengan suami lebih dominan dalam sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit yang ditunjukkan pada pasangan informan 1, pasangan informan 2, dan pasangan commit to user 111 informan 3. Hasil analisis tersebut dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut dar: Pasangan informan 1 Faktor sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada pasangan ini suami lebih dominan ketika suami mengetahui bahwa istri hamil dengan risiko tinggi dan saat bersalin perlu dirujuk untuk menyelamatkan ibu dan banyinya. Siakap suami dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mabak, itu kan periksa dan saya mendampingi periksa di PKD, kalau tensinya tinggi nanti di rujuk, kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak, karena disana ada saudara..” Dari suami sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit didukung pernyataan istri sebagai berikut: “Untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak, karena dia yang bertanggung jawab keuangan” Pasangan informan 2 Pernyataan pasangan informan satu sama dengan pernyataan pasangan informan ini bahwa suami lebih dominan memiliki sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada istri hamil dengan risiko tinggi untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “ya saya bawa ke rumah sakit“ commit to user 112 Sikap pengambilan keputusan rujukan oleh suami ini didukung dengan pernyataan istri sebagai berikut: “…paling saya ngikut suami aja mbak. Kalau seperti itu saya lebih nurut dengan keputusan suami mbak. Saya sistemnya begini mbak, kalau saya sebagai ibu rumah tangga, kalau ada apa-apa itu yang bertanggung jawab itukan kepala rumah tangga. Kalau kepala rumah tangga seperti apa nanti ya dituruti mbak”. Pasangan informan 3 Pernyataan pasangan ini juga menunjukkan bahwa sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada istri hamil risiko tinggi oleh suami lebih dominan untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “ya tidak apa-apa di rujuk kalau memang harus dirujuk ke rumah sakit” Pernyataan sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit didukung dengan pernyataan istri sebagai berikut: “…saya nurut suami, karena suami yang bertanggung di dalam rumah tangga. Suami kan kepala keluarga” Dari ketiga pasang informan diatas berbeda dengan pasangan informan empat mengenai sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil risiko tinggidi dalam rumah tangga lebih dominan istri. Hal ini membuktikan bahwa peran istri dalam sikap pengambilan keutusan rujukan ke rumah sakit memiliki kedudukan yang sama dalam kesehatan di dalam rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: commit to user 113 “tidak ada yang memutuskan, saya sendiri yang memutuskan, masalahnya saya kan yang hamil dan suami tidak merasakan apa yang saya rasakan bu” Didukung dengan pernyataan sikap pengambilan keputusan yang dibuktikan dengan pernyataan saumi sebagai berikut: “tinggal istrinya saya mau nya kemana, saya nurut. …iya saya mendukung pokoknya saya nurut saja” Lain halnya dengan pernyataan pasangan informan lima tentang faktor sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil risiko tinggi untuk menyelamatkan ibu dan bayi, yaitu antara suami dan istri yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “soalnya sayakan darah tinggi. Terus pak Didik dokter kandungan itu mengatakan bahwa usia ibu sudah tua, anak ibu sudah banyak terus ya terus harus operasi dengan steril saja. Makanya bapak dan saya memutuskan untuk dirujuk ke RB Rahma Bunda Kebakkramat.” Pernyataan sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit dibuktikan juga dengan pernyataan bapak sebagai berikut: “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu. …sama-sama mbak” Faktor selanjutnya yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemilihan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil dalam perspektif gender di dalam keluarga adalah persepsi.Hasil analisis gender persepsi kehamilan risiko tinggi yang mempengaruhi keputusan rujukan ke rumah sakit di salam keluarga, suami lebih dominan. Persepsi tersebut dutunjukkan oleh pasangan commit to user 114 informan 1, pasangan informan dua dan pasangan informan tiga. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: Pasangan informan 1 Persepsi kehamilan risiko tinggi yang mempengaruhi keputusan rujukan ke rumah sakit lebih dominan suami karena adanya siapa yang bertanggung jawab di dalam keuangan orang lain yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “Untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak, karena dia yang bertanggung jawab keuangan” Didukung dengan pernyataan persepsi keputusan rujukan ke rumah sakit oleh suami lebih dominan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mabak, itu kan periksa dan saya mendampingi periksa di PKD, kalau tensinya tinggi nanti di rujuk, kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak, karena disana ada saudara..” Pasangan informan 2 Sama halnya dengan pasangan informan ini bahwa sikap pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil lebih dominan karena suami mengatakan bahwwa bidan yang memeriksa bekerja di rumah sakit yang dipilih bapak untuk merujuk yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: ”kalau saya sebenarnya inginkan di tempatnya itu, Ngipang” dengan alasan “kan yang ngontrol tiap bulannya kan bidannya itu, kan mengetahui itu lo mbak… bidan yang memeriksa mengetahui kehamilan ibu” commit to user 115 Pasangan informan 3 Pasangan informan ini juga suami lebih dominan memiliki persepsi keputusan rujukan ke rumah sakit pada istri hamil dengan risiko tinggi. Persepsi ini disebabkan karena jarak, waktu yang ditempuh lebih cepat dan fasilitas rumah sakit yang komplit dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “karena kalau rumah sakit Gemolong itu kan dekat, jalannya juga sudah bagus, ya hanya 15 menit dari rumah. …setahu orang desa kan rumah sakit Jebres RSU Dr. Moewardi besar, peralatannya juga memadai dan lengkap…” Oleh karena suami lebih dominan memiliki persepsi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada istri hamil risiko tinggi, maka istri mengikuti keputusan suami dari persepsi suami yang dibktikan dengan pernayataan istri sebagai berikut: “saya nurut suami, karena suami yang bertanggung di dalam rumah tangga. Suami kan kepala keluarga” Pada analisis gender pada informan empat ditemukan bahwa istri lebih dominan dalam faktor persepsi dalam keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil sehingga dari persepsi istri lebih dominan juga dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit karena jaminan kesehatan dengan gratis yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “ya di rumah sakit kecil aja bu, ditempat pak joko RSUD Surakarta yang terletak di Ngipang. …bisa pakai jamkesmas. gratis, sama sekali tidak dipungut biaya” commit to user 116 Dalam persepsi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi suami mendukung dengan rumah sakit yang dipilih istri yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “tinggal istrinya saya mau nya kemana, saya nurut. …iya saya mendukung pokoknya saya nurut saja” Lain halnya dengan analisis gender pada pasangan informan lima ini, istri lebih dominan dalam persepsi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit karena informasi harus dirujuk yang disampaikan oleh bidan dan dokter yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “kalau bu bidan menganjurkan ke RB Rahma Bunda. …soalnya sayakan darah tinggi. Terus pak Didik dokter kandungan itu mengatakan bahwa usia ibu sudah tua, anak ibu sudah banyak terus ya terus harus operasi dengan steril saja: Walaupun istri lebih dominan memiliki persepsi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil risiko tinggi, namun suami memberi kesempatan istri dengan diskusi antara istri dan suami uuntuk memilih rumah sakit yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagi berikut: “Makanya bapak dan saya memutuskan untuk dirujuk ke RB Rahma Bunda Kebakkramat.” Didukung dengan pernyataan persepsi keputusan rujukan yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu. …sama-sama mbak” Hasil analisis gender dari faktor yang mempengaruhi keputusan rujukan pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam commit to user 117 rumah tangga menunjukkan bahwa sosial budaya yang ada pengaruhnya di dalam pengambilan keputusan. Sosial budaya dipenelitian ini menanyakan tentang mitos kehamilan dan kelahiran, adat istiadat yang ada di masyarakat sekitar tempat tinggal informan. Faktor sosial budaya dibuktikan dengan penyataan dari lima pasang informan di bawah ini: Pasangan informan 1 Istri : “kalau mitos disini seperti anak kecil tidak boleh dibawa keluar waktu magrib, takut nanti kalau kena sawan. Trus kalau jagong ditempat nikahan suruh minta kembangannya, katanya nanti anaknya bisa kena sawan gitu. Dan sebagainya banyak mbak… kalau saya tidak percaya… biasa saja. Trus kalau pergi dibawain bawang sama dlingoblenge… kalau saya sudah saya kemana-mana. Anak kalau anak masih punya orang tua jaman dulu itu pasti banyak peringatan. …kalau mitoni itu mungkin ya kepercayaan bisa mbak.. tapi kalau saya menghormati orang tua saja mbak… karena kalau kita cuman menghormati orang tua jaman dulu… kalau tidak percaya tapi saya dulu juga pernah mengalami waktu hamil pertama… kan kita masih punya orang tua,, agar kita menghindari perselisihan… sama itu kalau anak sudah lahir anak selamatan bancaan… istilah nya kita niatnya syukuran… tapi karena kalau menghormati orang tua maka istilahnya bancaan… tapi anak ke 2 tidak. …sanksi adat istiadat disini tidak ada… sini kan agamanya islam jadi banyak yang meninggalkan. Tapi juga masih ada mitoni dan kondangan-kondangan… sudah luntur mbak… karena yang sepuh-sepuh sudah gak ada mbak…” Suami : “di daerah sini tidak ada mitos-mitos yang ada di masyarakat. …adat istiadat setempatpun pun juga tidak ada ada mbak” Pasangan informan 2 Istri : “saya kurang begiru tahu mbak tapi kalau anak keduan saya itu kecapa mbak. Tidak tahu mbak, cuman kata orang-orang biar lancar mbak dalam melahirkan. Tapi tetap percaya Gusti Alloh dan saya nurut suami. …adat istiadat disini ada mbak, bancaan nasi sayur commit to user 118 gudangan. Setiap 5 hari sepasar setelah bayi lahir. Selapanan juga ada sekali ya seandainya lahirnya sabtu kliwon ya nanti bancaannya sabtu kliwin berikutnya yang sebulan. Ya itu cuman bancaan nasi gudangan. …kalau saat hamil ya ada mbak. Kalau anak pertama itu mitoni. Tapi kalau anak keduadan selanjutnya tidak mbak. …kalau saya kurang tahu mbak, tapi ada kalau pada orang yang mantenan terus minta talek atau bunganya atau apanya yang dipakai buat mantennya terus dioleskan seidkit ke badannya ibu hamil mbak. Tapi saya selama hamil tidak bantu di seperti itu mbak. kalau kegiatan sosial disini tidak ada paksaan ibu hamil harus mengerjakan apa, sesuka hati mbak. Kalau ibu hamil ingin sesuatu malah disuruh ngomong. Kalau nanti tidak keturutan nanti ibu bisa sakit perut. Kalau pas rewangan itu diringankan mbak” Suami : “saya tidak mengetahui soal mitos-mitos yang ada di masyarakat daerah Jeruksawit sini. … adat istiadat, kalau mitoni ada tapi kalau disini saya tidak tahu mbak” Pasangan informan 3 Istri : “ kalau disini mitosnya…sambil mengingat… tidak ada kayaknya mbak” Suami : “ kalau adat istiadat ya bancaan sepasaran bayi itu mbak” dan “paling bancaan yang untuk anak-anak kecil itu, bancaan gudangan dan tukon pasar itu mbak” Pasangan informan 4 Istri : “Mitos di masyarakat Gunung Duk ndak ada bu. …kalau sini adatnya mitoni kalau hamil dan bancaan syukuran anak-anak kalau bayi sudah lahir” Suami : “saya tidak tahu mitos itu apa bu. ..paling disini kalau hamil ada mitoni dan bancaan anak kecil” Pasangan informan 5 Istri : “Mitos-mitos yang ada disini tidak ada itu mbak” commit to user 119 Suami : “kalau adat disni masih, seperti ‘brokohan’. Brokohan itu kalau sudah lahir dibrokohi seperti dibancai. Kalau satu minggu bayi sudah puput tali pusat sudah lepas sendiri dari bayi itu ya sepasar. Selapanan itu juga masih yang buat anak-anak itu” Hasil analisis gender faktor selanjutnya yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga adalah ekonomi, faktor ekonomi ini diperoleh dari pendapatan keluarga. Walaupun ada ibu yang juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan kelurga, tetapi tanggung jawab untuk memberi nafkah adalah kewajiban suami dan hal ini telah dilakukan dengan baik oleh suami, dimana kesemuanya telah bekerja di berbagai bidang. Faktor ekonomi yang yang mempengaruhi pengambilian keputusan rujukan ke rumah sakit ditemukan bahwaada empat pasangan informan dengan suami lebih dominan dalam bekerja untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluaga. Dari keempat pasangan informanpasangan informan 1, pasangan informan 2, dan pasangan informan 3 tersebut pengambilan keputusan rujukan dominan suami. Hal tersebut ditunjukkan dari pernyataan pasangan informan sebagai berikut: Pasangan informan 1 Pasangan informan ini menunjukan bahwa faktor ekonomi yang mempengaruhi pengambialan keputusan keluarga dilakukan suami dengan cara bekerja sebagi security di salah satu BMT di Karanganyar dan membuka commit to user 120 jasa pajak kendaraan bermotor untuk mencari tambahan penghasilan keluarga yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: ”saya bekerja di KJKS. …Koperasi Jasa Keuangan Syariah sebagi keamanan. …itu security. …dengan penghasilan perbulan Rp. 1.700.000,- perbulan yang dipotong untuk membayar asuransi tiap bulan sebanyak Rp 55.000,- untuk satu keluarga yang dibuktikan dengan pernyataan. …untuk sebulannya Rp 1.700.000,- …masih dipotong iuran BPJS Rp 55.000,- per bulaln mbak… sudah termasuk satu keluarga. …ya itu, sampingan itu jasa pajak” dengan penghasilan dengan penghasilan yaitu Rp 2.000.000,- - Rp 2.500.000,-, untuk bulan kemari Rp 2.700.000,- , ya cukup mbak dengan itu…” Oleh karena itu bapak S berani memutuskan ibu akan dirujuk ke rumah sakit Kustati ketika ibu Ma nanti akan bersalin walaupun jarak rumah ke rumah sakit itu jauh. Sehingga untuk masalah ekonomipun tidak menjadi kendala bagi keluarga ini yang dibuktikan dengan pernyatan suami sebagai berikut: “itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mbak. … kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak” Pasangan informan 2 Pada pasangan ini pun faktor ekonomi yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi di dalam rumah tangga lebih dominan suami. Suami bekerja sebagai buruh di toko batik dan rumah makan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan memiliki penghasilan tambahan yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: commit to user 121 “gaji perbulan Rp 1.000.000,-. …mendapat bonusannya dari pembeli yang beli banyak itu dapat bonusan mbak. Sistem pemberian bonus itu kalau ada baju yang laku 1 itu ditambahi Rp 1.000,- kalau bajunya laku 10 potong ya bonusnya Rp 10.000,- gitu mbak. untuk penghasilan total perbulan sekitar Rp 1.200.00,- mbak” Oleh karena itu, suami memutuskan berencana mencari BPJS untuk sebagai usaha untuk meringankan beban pada jaminan kesehatan keluarga seperti ibu bersalin yang dibuktikan dengan pernyataan yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “ya biaya itu mbak… kalau saya rencana mau cari BPJS mbak, saya juga sudah mempersiapkan syarat-syaratnya dari RT, RW nanti pak Lurah terus saya bawa ke Purwosari kantor BPJS” Pasangan informan 3 Begitu juga dengan pasangan nomer tiga, faktor ekonomi yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi lebih dominan suami di dalam rumah tangga karena suami yang berkerja mencari untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sebagai buruh jagal sapi dan tidak memiliki pekerjaan sampingan. Sehingga suamilah yang memiliki peran dalam menganbil keuputusan rujukan ke rumah sakit di dalam rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “saya buruh pemotongan hewan sapi, mmm jadi jagal sapi di dekat sini, gaji perbulan yang saya dapat satu setengah jutaan Rp 1.500.000,-. …tidak punya pekerjaan sampingan mbak” Pada saat mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit, suami juga yang memutuskan rujukan ke rumah sakit dalam rumah tangga, walaupun commit to user 122 dikatakan bahwa dengan gaji perbulan yang didapat kurang bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga, namun suami berusaha mencarikan jeminan kesehatan untuk keluarga trutama pada saat istri akan bersalin dengan dibuktikan pernyataan suami sebagai berikut: “…saya punya nya jamkesmas. …syarat-syaratnya ya bawa KK sama KTP sama surat rujukan” Lain halnya dengan pasangan informan empat, walaupun faktor ekonomi yang mempengaruhi pengambilan keutusan ke rumah sakit pada ibu hamil risiko tinggi lebih dominan suami. Suami bekerja sebagaiburuh bangun dan memiliki pekerjaan sampingan dengan mengambil sampah dan dijual ke pengepul untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “ saya bekerja sebagai buruh banguna di solo mbak, perhari saya digaji lima puluh ribu Rp 50.000,-. Selain itu cari rongsok kalau pulang kerja trus saya kumpulkan dan saya jual kadang-kadang laku enam rimu Rp 6.000,- kadang lebih. Kadang, Sebulannya saya dapat sekitar Rp 1.200.000,- dari hasil itu” Namun dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit, istri lebih dominan karena istri yang merasakan kehamilannya dan istri yang harus menentukan keputusan rujukan ke rumah sakit yang dibutkikan dengan pernyataan sebagai berikut: “tinggal istrinya saya mau nya kemana, saya nurut. …iya saya mendukung pokoknya saya nurut saja” Serta ada satu pasangan istri dan suami sama-sama bekerja dan dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi commit to user 123 ditunjukkan pasangan informan lima. Pada pasangan ini, istri dan suami sama- sama bekerja dan sama-sama memiliki kesempatan dalam engambilan keputusan ke rumah sakit ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi. Istri bekerja sebagai buruh dengan membantu kakanya jualan empon-empon dan suami bekerja sebagai buruhh bangunan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan dibuktikan dengan pernytaan istri sebagai berikut: “Saya ya buruh di pasar legi. Disana nemani mbak saya jualan empon- empon bumbu pawon, perharinya saya di dakasih upah empat puluh ribu Rp 40.000,-” Pernyataan tentang suami bekerja dibuktikan dengan pernyataan suami sebagai berikut: “saya tukang batu di selatan manahan, ngerjakan perumahan mbak. Kadang saja diberi upah kadang Rp 60.000,- kadang Rp 65.000,-. “ Pasangan informan ini juga tidak memiliki jaminan kesehatan, untuk memenuhi kesehatan keluarga terutama pada ibu hamil risiko tinggi istri dan suami menyelatkan ibu dan bayi dengan mencari pinjaman uang untuk membiayai. Sehingga dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit, istri dan suami melakukan diskusi telebih dahulu yang dibuktikan dengan pernyataan istri sebagai berikut: “…Walaupun biaya tidak ada ya kami pinjam-pinjam uang. … BPJS sambil berpikir tidak punya mbak” commit to user 124 Begitu juga menyatakan hal yang sama debuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “BPJS kami tidak punya mbak” Pada saat pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit, suami istri memiliki kesempatan yang sama yang dibuktikan dengan pernyatan istri sebagai berikut: “Makanya bapak dan saya memutuskan untuk dirujuk ke RB Rahma Bunda Kebakkramat.” Didukung dengan pernyataan suami tentang keputusan rujukan yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu. …sama-sama mbak” 3. Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender di dalam Rumah Tangga Hasil analisis gender mengenai pengambilan keputusan memiliki empat tingkatan dengan kadar yang berbeda pada keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut : commit to user 125 Tabel 4.3.Tingkatan Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender di dalam Rmah Tangga Jenis Kelamin Pengambilan Keputusan Otomatis Informasi Pertimbang an Ketidakpastian ganda Pasangan Informan 1 Laki-Laki Perempuan Pasangan Informan 2 Laki-Laki Perempuan Pasangan Informan 3 Laki-Laki Perempuan Pasangan Informan 4 Laki-Laki Perempuan Pasangan Informan 5 Laki-Laki Perempuan Sumber : Hasil wawancara dengan informan Keterangan : Laki-laki Perempuan Hasil analisis gender pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa informan mempunyai tingkat pengambilan keputusan yang berbeda ada yang menggunakan pengambilan keputusan dengan tingkat kadar otomaris lebih dominan diambil oleh suami dengan dibuktikan dengan tiga pasang informan pasangan informan 1, pasangan informan 2 dan pasangan informan 3 dan satu pasang informan lebih dominan istri pasanag informan 4, dan satupasang informan pasangan informan 5 mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit diambil dengan tingkat kadar pertimbangan dilakukan bersama- commit to user 126 sama. Ada juga pasang informan menggunakan pengambilan keputusan otomatis satu pasangan pengambilan keputusan didomonasi suami pasangan informan 3 dan satu pasangan didominasi istri pasangan informan 4. Hasil analisis keputusan dikategorikan menjadi empat pada pengambilan keputusan rujukan dalam perspektif gender di dalam rumah tangga juga dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut : Tabel 4.4. Kategori Pengambilan Keputusan Rujukan Ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender di dalam Rumah Tangga Informan Pengambilan Keputusan Representasi Empiris Informasi Eksplorasi Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Pasangan Informan 1 Pasangan Informan 2 Pasangan Informan 3 Pasangan Informan 4 Pasangan Informan 5 Sumber : Hasil Wawancara dengan Informan Keterangan : Pengambil keputusan Tabel 4.4. tersebut menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan menurut kategori dalam pengambilan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga menunjukkan bahwa kategori keuputusan empiris yang digunakan untuk pengambilan keputusan rujukan. Hasil analisiS tabel 4.4 menunjukkan bahawa suami lebih commit to user 127 dominan dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit yang dibuktikan dengan tiga pasang informan pasangan informan 1, pasangan informan 2, dan pasangan informan 3, satu pasang informan informan pasangan informan 4 didominasi istri, dan satu pasang informan pasangan informan istri dan suami memiliki kesempatan yang sama. Pengambilan keputusan empiris merupakan pengambilan keputusan yang kurang memiliki informasi namun mengetahui bagaimana memperoleh informasi dan pada saat informasi diperoleh. Dalam hal ini informasi diperoleh dari tenaga kesehatan baik bidan ataupun melalui Puskesmas sebagai referensi informasi dari informan. Hasil analisis gender pengambilan keputusan ada dua jenis yaitu keputusan pribadi dan keputusan bersama pada pengambilan rujukan pada ibu hamil risiko tinggi yang dapat dilihat dalam tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5. Jenis Pengambilan Keputusan Rujukan Ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender di dalam Rumah Tangga Informan Pengambil Keputusan Pengambilan Keputusan Pribadi Bersama-sama Lk Pr Lk Pr Pasangan Informan 1 Pasangan Informan 2 Pasangan Informan 3 Pasangan Informan 4 Pasangan Informan 5 Sumber : Hasil Wawancara dengan Informan Keterangan : Pengambil keputusan commit to user 128 Hasil analisis gender pada tabel 4.5 menyatakan bahwa keputusan mennurut jenisnya dalam pengambilan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi mayoritas adalah pengambilan keputusan dengan jenis pribadi dengan pengambilan keputusan tersebut lebih dominan suami. Hal tersebut ditunjukkan bahwa 3 pasangan informan menyatakan suami lebih dominan mengambil keputusan rujukan ke rumah sakit pasangan informan 1, pasangan informan 2, dan pasangan 3, dan satu pasang informan yaitu istri yang dominan pasangan informan 4 dalam mengambil keutusan rujukan ke rumah sakit serta satu pasang informan informan 5 dengan pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit diputuskan secara bersama-sama. Dari hasil analisis gender menurut tingkat, kategori dan jenis pengambilan keputusan rujukan menunjukkan bahwa dapat dilihat dari bukti pernyataan dari pasangan informan sebagai berikut: Pasangan informan 1 Pada pasangan informan ini pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi lebih dominan suami yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: Istri : “Untuk rujukan ke rumah sakit, kalau saya sih nurut bapak, karena dia yang bertanggung jawab keuangan” Suami : “itu saya mbak yang menentukan di rumah sakit mana ibu harus dirujuk mbak, itu kan periksa dan saya mendampingi periksa di PKD, kalau tensinya tinggi nanti di rujuk, kalau dirujuk ya di rumah sakit Kustati saja mbak.” commit to user 129 Pasangan informan 2 Pada pasangan informan ini pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi lebih dominan suami yang dibuktikan denga pernyataan sebagai berikut: Istri : “Suami mengambil keputusan apa saja, saya nurut.” Bagi ibu, keputusan terbaik itu yang diambil oleh suami yang dibuktikan dengan pernyataan. … paling saya ngikut suami aja mbak. Kalau seperti itu saya lebih nurut dengan keputusan suami mbak. Saya sistemnya begini mbak, kalau saya sebgai ibu rumah tangga kalau ada apa-apa itu yang bertanggung jawab itukan kepala rumah tangga. Kalau kepala rumah tangga seperti apa nanti ya dituruti mbak” Suami : ”saya mbak yang memilih di rumah sakit sebagai rujukan untuk ibu” Pasangan informan 3 Pada pasangan informan ini pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi lebih dominan suami yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: Istri : “tidak mbak, saya nurut suami, karena suami yang bertanggung di dalam rumah tangga. Suami kan kepala keluarga” Suami : “kepala rumah tangga, otomatis saya mbak” dan “tidak ada, ya saya yang memilih dimana ibu nanti akan dirujuk mbak” Pasangan informan 4 Pada pasangan informan ini pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi lebih dominan istri yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: commit to user 130 Istri : “tidak ada yang memutuskan, saya sendiri yang memutuskan, masalahnya saya kan yang hamil dan suami tidak merasakan apa yang saya rasakan bu” Suami : “tinggal istrinya saya mau nya kemana, saya nurut. …iya saya mendukung pokoknya saya nurut saja” Pasangan informan 5 Pada pasangan informan ini pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi diambil secara bersama-sama yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut: Istri : Makanya bapak dan saya memutuskan untuk dirujuk ke RB Rahma Bunda Kebakkramat.” Suami : “ya bapak dengan ibu. Kami membicarakan dulu. …sama-sama mbak”

D. Pembahasan