Tesis Septiana Juwita S021308077

(1)

PADA IBU HAMIL BERISIKO TINGGI DALAM PERSPEKTIF GENDER

(Studi di Wilayah Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar)

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Kesehatan Masyarakat

Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak

Oleh Septiana Juwita NIM. S 021308077

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015


(2)

ii

PADA IBU HAMIL BERISIKO TINGGI DALAM PERSPEKTIF GENDER

(Studi di Wilayah Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar)

Disusun oleh: Septiana Juwita NIM. S021308077

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc., PhD NIP: 1955102119941210

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Hemanu J., MPd

NIP. 195603031986031001 ... ...

Pembimbing II Prof. Dr. Ismi Dwi A.N., M.Si. NIP. : 196108251986012001

... ...


(3)

iii

PADA IBU HAMIL BERISIKO TINGGI DALAM PERSPEKTIF GENDER

(Studi di Wilayah Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar)

Disusun oleh: Septiana Juwita NIM. S021308077

Telah dipertahankan di depan penguji Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal ……… 2015 Tim Penguji

Mengetahui, Direktur

Program Pasca Sarjana UNS

Prof. Dr. M Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP: 196007271987021001

Kepala Program Studi

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc., PhD NIP: 1955102119941210

Jabatan Nama Tanda

Tangan

Tanggal Ketua Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc., PhD

NIP.1955102119941210

... ... ..

Sekretaris Dr. drg. Adi Prayitno, M.Kes. NIP:195911011986011001 ……… . ………… …. Anggota Penguji

1. Prof. Dr. Hermanu J., MPd. NIP. 195603031986031001 2. Prof. Dr. Ismi Dwi A.N., MSi.

NIP. 196108251986012001 ... ... ... ... ... ...


(4)

iv


(5)

v

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWTyang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya yang tidak bisa ternilai. Shalawat dan salam kita ucapkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan para pengikutnya.

Tesis dengan judul “Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi Dalam Perspektif Gender(Studi Di Wilayah Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar)”ini dapat tersusun atas bantuan berbagai pihak, instansi terkait maupun materiil. Untuk itu, perkenankanlah penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. M Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc., PhD selaku Ketua Jurusan Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat dan penguji I yang telah membimbing penulis selama penyusunan tesis.

4. Prof. Dr. Hemanu J., MPd selaku pembimbing I, atas bimbingan, masukan, pengarahan dan motivasi bagi penulis.

5. Prof. Dr. Ismi Dwi A.N., M.Si.selaku pembimbing II, atas bimbingan, masukan, pengarahan serta motivasi bagi penulis.

6. Dr. drg. Adi Prayitno, M.Kes selaku penguji II yang telah membimbing penulis selama penyusunan tesis.

7. Kepala Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar yang memberikan ijin penelitian penulis untuk melakukan dpenelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Gondangrejo.

8. Kedua orang tua tercinta (Bapak Daljuwito & Ibu Suminem)serta saudaraku (Desi Murdiana), yang telah memberikan dukungan baik moral, spiritual dan materiil. 9. Keluarga tercintasuami (M. Fauzi) dan anakku (Prana Danesh Humaira) yang

tercinta saya yang selalu memberikan dukungan serta doa yang tulus kepada penulis.

10. Sahabat-sahabatku (Sunarti, Angga, dan Prass) yang selalu memeberi semangat dan dukungan dalam penulisan tesis ini baik secar moral dan spiritual.


(6)

vi serta membantudalam penyelesaian tesis ini.

Sebagai buah karya manusia, penulis menyadari tulisan ini tidak luput dari segala kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap adanya masukan kritikan serta saran yang membangun demi perbaikan karya ini.

Surakarta, Agustus 2015

Penulis


(7)

vii

Risk Maternal in Gender Perspektive. Supervisor: Hermanu Joebagio. Co-supervisor: Ismi D. A. Nurhaeni. Public Health Sciene Program, Graduate Program, Sebelas Maret University

ABSTRACT

Background: Sustainable Development Goals (SDGs) is continue program of Millennium Development Goals (MDGs) wich made by United Nations. One of targets to be achieved to reduce Maternal Mortality Rate (MMR) by gender to sexual health, reproduction and reproductive rights. Decrease in mortality rate is one of them with referral decision making to hospital for high risk maternal in order to improve health and prevent mother and her fetus. This study aimed to describe referral decision making to hospital for high-risk maternal in gender perspective in Karanganyar Regency.

Subject and Methods: This study is descriptive qualitative with phenomenological approach. Location health center in Gondangrejo District Karanganyar Regency with five couples of informants were high risk maternal. Technique used of collecting data using in-depth interviews. Data analisis used gender analysis Harvard 1 and interactive. Result: Access and control activities in referral decision making to hospital for high risk maternal in a gender perspective on finance, prenatal care, and information more dominant wife had access, but the wife did not have control while in preparation for labor saving and husband was more dominant in having access and control. Factors affecting referral decision making to hospital were for high risk maternal knowledge factor, wife was more dominant medium for factors attitude, perception, and economy, husband was more dominant. Referral decision making to hospitals for high risk maternal in gender perspective in families with the majority of automatic level, category and type of personal empirical dominant husband owned.

Conclusion: wife's and husband role in family referral decision making to hospital for high risk maternal in gender perspective still oriented patriarchal culture in some communities in Indonesia, especially in Java .

Keywords: referral decision making, maternal high risk, gender perspetive


(8)

viii

Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi Dalam Perspektif Gender.Pembimbing I: Hermanu Joebagio, Pembimbing II: Ismi Dwi A. Nurhaeni. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Latar belakang: Sustainable development goals merupakan kelanjutan program milleniumdevelopmentgoals yang dibuat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Salah satu target yang harus dicapai adalah menurunkan angka kematian ibu dengan kesetaraan gender terhadap kesehatan seksual, reproduksi dan hak-hak reproduksi. Penurunan angka kematian tersebut salah satunya dengan pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi guna memperbaiki kesehatan dan mencegah ibu dan janin. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikanpengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di Kabupaten Karanganyar.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dengan lima pasang informan. Teknik yang dugunakan dalam pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam. Analisis yang digunakan adalah analisis gender Harvard 1 dan analisis interaktif.

Hasil: Akses dan kontrol kegiatan dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko dalam perspektif gender pada keuangan, pemeriksaan kehamilan, dan informasi istri lebih dominan memiliki akses, namun istri tidak memiliki control sedangkan pada tabungan dan persiapan persalinan suami lebih dominan dalam memiliki akses dan kontrol. Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit yaitu pada faktor pengetahuan kehamilan berisiko tinggi, istri lebih dominan sedang untuk faktor sikap, persepsi, dan ekonomi, suami lebih dominan. Pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil risiko tinggi di dalam keluarga dalam perspektif gender mayoritas dengan tingkat otomatis, kategori empiris dan jenis pribadi yang dominan dimiliki suami.

Kesimpulan: Peran istri dan suami dalam rumah tangga untuk pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender masih menekankan pada budaya patriaki pada sebagian masyarakat di Indonesia khususnya di Jawa.

Kata kunci: pengambilan keputusan rujukan, hamil risiko tinggi, perspektif gender


(9)

ix

Halaman KATA PENGANTAR ...

ABSTRACT ……….. ABSTRAK ……… DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .………..………...………... B. Rumusan Masalah....………... C. Tujuan Penelitian………... D. Manfaat Penelitian....………... BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka...………... B. Penelitian Relevan...………...………...…... C. Kerangka Berpikir...………...…………... BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... B. Jenis Penelitian ...…..………... C. Subyek Penelitian ... D. Teknik Sampling ... E. Alat Pengumpulan Data... F. Teknik Pengumpulan Data ... G. Validitas Data ... H. Teknik Anlisis ... I. Etika Penelitian ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dekripsi Lokasi Penelitian ... B. Sajian Data ... C. Temuan Studi ... D. Pembahasan ...

vi viii ix x xii xiii xiv 1 6 7 7 9 52 55 58 58 59 59 60 60 61 62 63 66 73 81 130 commit to user


(10)

x

A. Kesimpulan ... B. Implikasi ... C. Saran ... DAFTARPUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

150 151 151


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar2.1 Model Pemecahan Masalah...

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir ...

34 57


(12)

xii

Halaman Tabel 2.1 Profil Kegiatan ...

Tabel 2.2 Akses dan Kontrol : Sumberdaya dan Keuntungan ... Tabel 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Relasi Gender ... Tabel 2.4 Penelitian Relevan ...

48 50 50 52


(13)

xiii Lampiran 1

Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6 Lampiran 7

Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10

Surat Permohonan Untuk Menjadi Partisipan Surat Persetujuan Penelitian

Instrumen Penelitian

Surat Rekomendasi Studi Pendahuluan dari BangKesBangPol Kabupaten Karanganyar

Surat Rekomendasi Studi Pendahuluan BapPeDa Kabupaten Karanganyar

Surat Rekomendasi Pendahuluan dari DinKes Kabupaten Karanganyar Surat Rekomendasi Penelitian dari BangKesBangPol Kabupaten

Karanganyar

Surat rekomendasi Penelitian dari BapPeDa Kabupaten Karanganyar Surat Rekomendasi Penelitian dari DinKes Kabupaten Karanganyar Kartu Konsultasi Penyusunan Tesis Mahasiswa Program Studi Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konferensi PBB di Rio de Jeneiro Juni 2012 telah menyepakati peluncuran sebuah proses untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Program SDGs merupakan kelanjutkan program dari MDGs. Program SDGs memiliki 17 tujuan yang akan dicapai. Salah satu programnya adalah target nomor tiga point satu yaitu dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) dari 289.000 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013 menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup secara global pada tahun 2030. Pencapaian target AKI pada tahun 2030 harus dipastikan dengan mempromosikan kesejahteraan dan hidup sehat pada semua umur (United Nation, 2014; WHO, 2014).

PBB juga menyebutkan bahwa target SDGs nomor lima tentang pencapaian kesetaraan gender yaitu semua perempuan dan anak harus diberdayakan, terutama untuk menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual, reproduksi dan hak-hak reproduksi yang disepakati sesuai dengan

Program Aksi Inetenasional Conference on Population Development (ICPD)

dan Beijing Platform for Actiondan dokumen hasil reviewkonferensi mereka (United Nation, 2014). Hal ini berarti bahwa dalam pencapaian target penurunan AKI diperlukan hak-hak reproduksi untuk mencapai kesetaraan gender.

1 commit to user


(15)

Secara budaya di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan regulasi penghapusan tindakan diskrimitatif terhadap perempuan telah berdasarkan hasil The Convertion of All Forms Discrimination Againts Women (CEDAW) yang telah diselenggarakan oleh PBB sejak tahun 1979 yang mebesarkan isu ketidaksetaraan gender yang sudah diratifikasi oleh Indonesia pada UU No. 7 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (Dewi, 2006). Kenyataannya nilai-nilai budaya masih memiliki sifat diskriminatif, sehingga kesetaraan dan keadilan gender dalam kesehatan masih terhambat untuk mewujudkannya. Seharusnya akses dan kontrol dimiliki laki-laki dan perempuan untuk mengambil keputusan atas diri sendiri.

Salah satu indikatror penentu derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian ibu (AKI). Dalam pencapaian MDGs, telah dilakukan berbagai upaya yang terencana dan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jarak Menengah (RPJM) tahun 2010-2014. Salah satu sasaran yang telah ditetapkan yaitu target menurunkan AKI pada tahun 2014 menjadi 118/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan SDKI tahun 2007, AKI di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 228/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 359/100.000 kelahiran hidup. Padahal target MDGs tahun 2015 dalam menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup (Kemenperpenas/Bappenas, 2013).

Tingginya angka kematian ibu (AKI) tercermin di tingkat propinsi termasuk Jawa Tengah. Di Jawa Tengah dilaporkan bahwa AKI mengalami


(16)

peningkatan mulai tahun 2010 sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup, tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 116,01/100.000 kelahiran hidup. Kemudian meningkat lagi tahun 2012 menjadi 116,34/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Prov. Jawa Tengah, 2013). Sedangkan di tingkat kabupaten, seperti Kabupaten Karanganyar AKI pada tahun 2009 sebesar 64,9/100.000 kelahiran hidup mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 128,6/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 99,1/100.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar 127,1/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Karanganyar 2013).

Unicef (2013) melaporkan bahwa setiap satu jam ada perempuan meninggal dunia setelah melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan. Faktor penyebab kematian pada ibu tersebut yaitu disebabkan oleh perdarahan hebat setelah melahirkan, infeksi setelah melahirkan, pre-eklamsi dan eklamsi, aborsi, serta komplikasi saat persalinan. Sebenarnya kematian ibu dapat dicegah dengan perawatan saat hamil, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan dukungan keluarga selama hamil (WHO, 2014). Penyebab kematian maternal di Indonesia dengan komplikasi kebidanan paling sering terjadi adalah hipertensi dalam kehamilan (32%), infeksi (31%), perdarahan pasca bersalin (20%), abortus (4%), dan lain-lain (13%) (Kemenkes, 2014).

Selain faktor-faktor penyabab kematian maternal tersebut, kematian maternal dapat disebabkan oleh cepat atau tidaknya dalam pengambilan


(17)

keputusan di dalam keluarga dengan melakukan perundingan antar anggota keluarga (suami, orang tua, dan anak) dan tetangga sehingga dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan untuk merujuk ke rumah sakit. Keterlambatan pengambilan keputusan rujukan dapat disebabkan oleh pihak keluarga yang terlambat dalam mengenali risiko tinggi ibu bersalin, terlambat dalam mencari pertolong persalinan, terlambat dalam mencari transportasi, dan terlambat dalam mengambil keputusan membawa ke rumah sakit yang disebabkan adat istiadat (Fibriana, 2007).

Penelitian-penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi pengambilan keputusan merujuk dalam perspektif gender sebagai salah satu determinan kematian ibu, seperti penelitian yang dilakukan Shrestha (2012) di Nepal menunjukkan bahwa perempuan masih mengikuti keputusan yang diambil oleh suami dalam kesehatan kehamilannya dan akses pelayanan kesehatan kehamilannya walaupun perempuan lebih memiliki pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan daripada suami. Berbeda dengan penelitian Hou dan Ma (2013) di Pakistan menemukan bahwa kekuatan pengambilan keputusan berada di tangan ibu sehingga kekuatan ibu dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu. Namun apabila pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami, maka akan memiliki efek yang buruk terhadap pelayanan kesehatan ibu. Meningkatkan kemampuan dan pemberdayaan perempuan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dengan baik. Penelitian Rokhmah (2011) di Sumbersari Jember menemukan bahwa 83% dari enam kasus kematian


(18)

maternal dari data laporan Puskesmas Sumbersari Jember tahun 2006-2010 terjadi di pelayanan kesehatan. Hal tersebut dikarenakan perempuan diahadapkan pada konstruksi gender yeng memposisikan perempuan lebih lemah dari laki-laki dalam pengambilan keputusan dan mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang kurang baik.

Pengambilan keputusan rujukan dalam perspektif gender pada ibu hamil berisiko tinggi merupakan suatu gambaran dalam proses memperbaiki kondisi kesehatan ibu dan janin serta suatu proses yang rumit dengan melibatkan tahapan-tahapan seperti pemahaman adanya masalah, pencarian alternatif pemecahan masalah, dan evaluasi alternatif yang akhirnya untuk memutuskan rujukan pada ibu hamil berisiko tinggi dapat dilakukan ibu sendiri dengan cepat dan tepat. Penentuan kesehatan ibu hamil berisiko tinggi adalah ibu sendiri, bukan orang lain. Pengambilan keputusan di dalam keluarga sering terlambat yang diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti keterlambatan yang datang dari pemberi pelayanan kesehatan (provider) maupun dari keluarga (suami).

Kasus kematian ibu di Kabupaten Karanganyar, terbanyak ditemukan di Kecamatan Jumantono sebanyak 2 kasus (1 kasus kematian ibu bersalin

dengan umur 20-34 tahun dan 1 kasus kematian ibu nifas dengan umur ≥ 35

tahun), Kecamatan Karanganyar sebanyak 2 kasus (kematian ibu nifas dengan

umur ≥ 35 tahun) dan Kecamatan Kebakkramat sebanyak 2 kasus (kematian

ibu nifas dengan umur ≥ 35 tahun. Cakupan ibu hamil berisiko tinggi dan komplikasi sebanyak 20% dari 15.212 jumlah ibu hamil di Kabupaten


(19)

Karanganyar. Wilayah Puskesmas Gondangrejo memiliki 1.285 ibu hamil. Ibu hamil berisiko tinggi yang dideteksi oleh tenaga kesehatan di Wilayah Puskesmas Gondangrejo sebanyak 257 kasus dan yang mendapat penangan rujukan ke rumah sakit sebanyak 115 kasus pada tahun 2013 (Dinkes Kab. Karanganyar, 2013).

Dari uraian mengenai pengambilan keputusan rujukan, penulis ingin mengambil penelitian pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit dari faktor keluarga (ibu hamil dan suami) dengan perspektif gender. Pengambilan keputusan rujukan di tingkat keluarga (suami dan istri) dalam perspektif gender di Indonesia masih perlu dieksplor dan detiliti. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengambil judul penelitan ‘Pengambilan Keputusan Rujukan ke Rumah Sakit pada Ibu Hamil Berisiko Tinggi dalam Perspektif Gender’.

B. Tujuan Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana akses dan kontrol dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga?

2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga?

3. Bagaimana pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga?


(20)

C. Penelitian

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di Kabupaten Karanganyar.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini untuk:

a. Mendeskripsikan akses dan kontrol dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam persepktif gender di dalam rumah tangga.

b. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga.

c. Mendeskripsikan pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender di dalam rumah tangga.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut : 1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi teoritis mengenai pengambilan keputusan rujukan pada ibu hamil risiko


(21)

tinggi dalam perspekstif gender. Diharapkan manajemen kesehatan ibu dan anak dapat berkembang.

2. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan referensi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar untuk menyusun program penurunan AKI, khususnya berkaitan dengan pengambilan keputusan rujukan pada ibu hamil risiko tinggi dalam perspektif gender.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjuan Pustaka

1. Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang harus dijaga dan perlu mendapat perhatian dan dukungan dari keluarga (BKKBN, 2003). Kehamilan adalah keadaaan mengandung janin dalam rahim karena sel telur dibuahi oleh spermatozoa (KBBI, 2014). Kehamilan merupakan suatu keadaan hamil selama sembilan bulan atau seorang ibu membawa janin dan bayi di dalam rahimnya. Selain itu kehamilan bagi sebagian besar perempuan merupakan masa kebahagiaan yang luar biasa. Namun selama kehamilan, keduanya (ibu dan janin) akan menghadapi berbagai risiko kesehatan. Karena alasan ini penting bahwa semua kehamilan harus dipantau oleh ahli penyedia layanan (WHO, 2014).

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Hamil normal yang dirasakan ibu selama 280 hari (40 minggu atau sembilan bulan lebih tujuh hari) yang dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam tiga triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai usia kehamilan 12 minggu, triwulan kedua dimulai dari usia kehamilan masuk minggu ke 13 sampai usia

9 commit to user


(23)

kehamilan 28 minggu, dan trimester ketiga dimulai dari usia kehamilan masuk minggu ke 29 sampai 40 minggu (Prawiroharjo, 2010).

b. Tanda Bahaya Kehamilan

Sebagian besar kaum perempuan menginginkan kehamilan dan melahirkan lancar. Namun komplikasi kehamilan datang kapan saja dan tidak dapat diprediksi. Masalah ini benar-benar terjadi dan penting untuk dipastikan bahwa kejadian ini harus segara mendapat pertolongan dan tidak boleh ditunda dalam memberikan pertolongan. Oleh karena itu, semua ibu hamil, suami dan keluarganya harus menyadari dan mengetahui tanda-tanda bahaya dan komplikasi kehamilan serta dapat mencari pelayanan kesehatan yang tepat. Hal ini sangat penting untuk deteksi dini dan juga merupakan bagian penting dari rencana kelahiran bayi dan darurat untuk dilakukan pengambilan tindakan lanjutan dan rujukan yang tepat (WHO, 2013).

Tanda bahaya kehamilan dan komplikasi kehamilan sudah disebut dengan kehamilan berisiko tinggi. Kehamilan berisiko tinggi merupakan kehamilan disertai dengan kondisi yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kelainan atau ancaman bahaya pada ibu dan janin. Kehamilan berisiko tinggi memerlukan penanganan khusus terhadap ibu dan janin. Jika kehamilan berisiko tinggi tidak segera medapat penanganan maka kehidupan atau kesehatan ibu dan


(24)

janin akan terancam bahaya karena adanya gangguan kehamilan (Bobak et al, 2005).

Menurut WHO (2013) bahwa jika ibu hamil sudah diketahui tanda-tanda bahaya kehamilan, maka ibu hamil harus segera dibawa ke rumah sakit agar segera mendapat pertolongan. Berikut tanda-tanda bahaya kehamilan secara umum, yaitu: perdarahan pervaginam yang tidak wajar, kejang, sakit kepala berat dan pandangan kabur, demam dan terlalu lemah untuk bangkit dari tempat tidur, nyeri berat hebat, dan napas cepat atau susah bernapas.

Apabila ibu hamil sudah memiliki gejala seperti: panas, nyeri perut, terasa sakit, dan bengkak pada jari, wajah dan kaki, maka segera diperiksakan ke pelayanan kesehatan terdekat agar mendapat pelayanan kesehatan lebih lanjut.

Lebih jelasnya, tanda bahaya dalam kehamilan dibagi dalam trimester, karena tanda bahaya dalam kehamilan ini tiap trimesternya berbeda-beda dan komplikasi yang dialami juga berbeda-beda pula. Oleh karena itu, tanda bahaya dalam kehamilan dibagi menjadi tigas trimester sebagai berikut:

1) Trimester pertama

a) Perdarahan pervaginam. Perdarahan selama trimester kehamilan dapat memprediksi kompliksi ibu dan janin. Komplikasi yang terjadi, yaitu kehamilan ektopik, mola, dan abortus (Riahinejad et al, 2011).


(25)

Perdarahan pada awal kehamilan ini harus segera mendapat penanganan yang serius yaitu dengan menyiapkan fasilitas tindakan gawat darurat, lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu, termasuk tanda vital (nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur). Jika dicurigai adanya syok, segera lakukan tindakan meskipun tanda–tanda syok belum terlihat. Ingat bahwa saat melakukan evaluasi lebih lanjut kondisi ibu dapat memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk segera memulai penanganansyok, yaitu pasang infus dan berikan cairan intravena. Lakukan restorasi cairandarah sesuai dengan keperluan (Saifuddin, 2002).

b) Mual muntah berlebihan. Mual dan muntah yang terjadi dalam kehamilan biasanya relatif sedikit dan jangka waktu yang singkat, serta akan berhenti sekitar minggu ke 12-14. Mual muntah ini disebabkan karena meningkatnya hormon estrogen dan HCG dalam serum. Jika ibu hamil mengalami mual dan muntah berkepanjangan, maka akan mengakibatkan suatu komplikasi yang disebut hiperemesis gravidarum (Tiran, 2014).

Penanganan mual muntah menurut Tiran (2014) pada ibu hamil adalah pertama, istirahat, tidur, mengambil cuti kerja, dan menjaga dehidrasi. Kedua, melakukan akupunktur / akupresur pada pergelangan akurat berada pada titik neugian.


(26)

Ketiga, minum minuman herbal dan mencium aroma terapi, seperti: teh jahe-menghindari jika menderita mulas, pada antikoagulan, pendarahan dan teh peppermintmenghindari jika kardiovaskular penyakit (jantung stimulan). Keempat, melakukan terapi homeopati adalah energi berbasis terapi dan tidak bekerja suatu obat. Obat harus secara individual ditentukan oleh praktisi tepat terlatih. Kelima, melakukan hipnoterapi, hal ini sangat bermanfaat jika riwayat stres, kecemasan, depresi pernah dialami. Hipnoterapi bisa dilakukan dengan self-help DVD tersedia atau mencari bantuan profesional. Keenam, adaptasi nutrisi dengan makan sedikit-sedikit dan sering, makan apa pun yang menarik, serta minum suplemen vitamin B6 dan suplemen mungkin dapat membantu. Ketujuh, jika stres, maka lakukan konsultasikan dengan praktisi yang memenuhi syarat berpengalaman dalam pekerjaan bersalin. Gunakan aromaterapi dan pijat refleksi lembut misalnya Tai chi atau Qi gong.

c) Sakit kepala hebat. Sakit kepala selama kehamilan terjadi secara signifikan mengakibatkan gangguan kesehatan umum (Turner, 2012). Sakit kepala atau pusing sering dialami oleh pada ibu hamil pada awal kehamilan karena adanya peningkatan tuntutan darah ke tubuh sehingga ketika akan mengubah posisi dari duduk/tidur ke posisi yang lain (berdiri)


(27)

tiba-tiba, sistem sirkulasi darah merasa sulit beradaptasi. Sakit kepala/pusing yang lebih sering daripada biasanya dapat disebabkan oleh faktor fisik maupun emosional. Pola makan yang berubah, perasaan tegang dan depresi juga dapat menyebabkan sakit kepala (Sulistyawati, 2009).

d) Kram perut yang hebat. Kram perut saat trimester awal kehamilan seperti kram saat menstruasi di bagian perut bawah atau rasa sakit seperti ditusuk yang timbul hanya beberapa menit dan tidak menetap adalah normal. Hal ini sering terjadi karena adanya perubahan hormonal dan juga karena adanya pertumbuhan dan pembesaran dari rahim dimana otot dan ligamen merenggang untuk menyokong rahim (Sulistyawati, 2009).

e) Selaput kelopak mata pucat. Selaput kelopak mata pucat dapat diakibatkan kadar hemoglobin dalam darah kurang (Hemoglonin normal pada ibu hamil adalah 10,5-12 gr/dl, maka disebut anemia. Anemia merupakan masalah medis yang banyak terjadi pada wanita hamil. Jumlah sel darah merah dalam keadaan rendah, kuantitas dari sel–sel ini tidak memadai untuk memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh bayi. Anemia sering terjadi pada kehamilan karena volume darah meningkat kira–kira 50% selama kehamilan. Darah terbuat dari cairan dan sel. Cairan tersebut biasanya meningkat lebih cepat


(28)

daripada sel-selnya. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan hematokrit (volume, jumlah atau persen sel darah merah dalam darah). Penurunan ini dapat mengakibatkan anemia (Hanifa, 2007).

f) Demam tinggi. Ibu hamil menderita deman dengan suhu tubuh lebih 38°C dalam kehamilan merupakan suatu masalah. Demam tinggi dapat merupakan gejala adanya infeksi dalam kehamilan. Penanganan umumnya dengan: istirahat baring, minum banyak, kompres untuk menurunkan suhu. Komplikasi yang ditimbulkan akibat mengalami demam tinggi antara lain: sistitis (infeksi kandung kencing), pielonefritis Akut (infeksi saluran kemih atas) (Saifuddin, 2002).

g) Kejang. Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya keadaan dan terjadinya gejala– gejalasakitkepala, mual, nyeri ulu hati sehingga muntah. Bila semakin berat, penglihatan semakin kabur, kesadaran menurun kemudian kejang. Kejang dalam kehamilan dapat merupakan gejala dari eklamsia. Penanganan umumnya dengan baringkan pada sisi kiri tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi secret, muntahan, atau darah, bebaskan jalan nafas, dan hindari jatuhnya pasien dari tempat tidurLakukan pengawasan ketat. Komplikasi yang


(29)

dapat timbul antara lain: syok, eklamsia, hipertensi, proteinuria (Saifuddin, 2002).

2) Trimester kedua

a) Pre-eklamsi merupakan komplikasi serius dari kehamilan yang berpotensi mengancam kehidupan ibu dan bayi. Ia meliputi sejumlah kelainan yang mungkin ada di dalam kondisi klinis yang lain. Pre-eklampsia merupakan penyebab utama dari kematian dan kesakitan ibu dan perinatal dan juga sindrom yang dapat mengakibatkan ibu gagal ginjal, gangguan hati, cerebral atau coagulatory fungsi sendiri atau komplikasi. Hipertensi setelah 20 minggu kehamilan adalah penting untuk diagnosis (Barden, 2006). Pre-eklampsia ditandai dengan tiga tanda yang sering disebut trias, yaitu: bengkak pada beberapa bagian tubuh, protein urin positif, dan tekanan darah lebih dari 160/100 mmHg,

b) Eklampsi ditandai dengan tiga tanda pre-eklamsi dan disertai dengan kejang,

c) Keluar cairan ketuban. Apabila ibu merasa ada aliran cairan yang keluar dari jalan lahir, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas kesehatan. Pasalnya, tanda ini merupakan indikasi ketuban pecah dini yang membahayakan janin.

d) Janin tidak bergerak. Normalnya, janin bergerak lebih dari 12 kali gerakan yang dirasakan ibu.


(30)

e) Denyut jantung janin abnormal. Tanda bahaya yang terakhir adalah abnormalitas DJJ dan gerakan janin. Denyut jantung janin normalnya antara 120-160 x/permenit. Gejala tersebut menandakan bahaya fetal distress yang berujung pada kematian janin.

3) Trimester ketiga

a) Perdarahan vagina dalam kehamilan. Pada masa awal sekali kehamilan, ibu mungkin akan mengalami perdarahan yang sedikit atau spotting disekitar waktu pertama haidnya. Perdarahan ini adalah perdarahan implantasi, dan ini normal terjadi. Pada waktu yang lain dalam kehamilan, perdarahan ringan mungkin pertanda dari servik yang rapuh atau erosi. Perdarahan semacam ini mungkin normal atau mungkin suatu tanda adanya infeksi. Pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak normal adalah yang merah, perdarahan yang banyak, atau perdarahan dengan nyeri. Perdarahan ini dapat berarti abortus, kehamilan mola atau kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut, perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak, dan kadang -kadang, tetapi tidak selalu, disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan semacam ini bisa berarti plasenta previa atau abrupsio plasenta (Pusdiknakes, 2003).

b) Keluar air ketuban sebelum waktunya. Sering dinamakan ketuban pecah dini, apabila terjadi sebelum persalinan


(31)

berlangsung yang disebabkan karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uteri atau oleh kedua faktor tersebut, juga karena adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik dan penilaiannya ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi biru (Saifuddin, 2002).

c) Kejang. Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya keadaan dan terjadinya gejala -gejala sakit kepala, mual, nyeri ulu hati sehingga muntah. Bila semakin berat, penglihatan semakin kabur, kesadaran menurun kemudian kejang. Kejang dalam kehamilan dapat merupakan gejala dari eklampsia (Saifuddin, 2002).

d) Gerakan janin tidak ada atau kurang (minimal tiga kali dalam satu jam). Ibu mulai merasakan gerakan bayi selama bulan kelima atau keenam. Beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur gerakannya akan melemah. Bayi harus bergerak paling sedikit tiga kali dalam satu jam jika ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik (Pusdiknakes, 2003).

e) Demam Tinggi. Ibu menderita demam dengan suhu tubuh >38ºC dalam kehamilan merupakan suatu masalah. Demam tinggi dapat merupakan gejala adanya infeksi dalam


(32)

kehamilan. Penanganan demam antara lain dengan istirahat baring, minum banyak dan mengompres untuk menurunkan suhu (Saifuddin, 2002). Demam dapat disebabkan oleh infeksi dalam kehamilan yaitu masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh wanita hamil yang kemudian menyebabkan timbulnya tanda atau gejala–gejala penyakit. Pada infeksi berat dapat terjadi demam dan gangguan fungsi organ vital. Infeksi dapat terjadi selama kehamilan, persalinan dan masa nifas (Pusdiknakes, 2003).

f) Nyeri perut yang hebat. Nyeri abdomen yang tidak berhubungan dengan persalinan normal adalah tidak normal. Nyeri abdomen yang mungkin menunjukkan masalah yang mengancam keselamatan jiwa adalah yang hebat, menetap, dan tidak hilang setelah istirahat. Hal ini bisa berarti appendiksitis, kehamilan ektopik, aborsi, penyakit radang pelviks, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong empedu, iritasi uterus, abrupsio placenta, infeksi saluran kemih atau infeksi lainnya (Pusdiknakes, 2003).

g) Sakit kepala hebat. Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan, dan seringkali merupakan ketidak nyamanan yang normal dalam kehamilan. Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah sakit kepala hebat yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat. Kadang-kadang dengan


(33)

sakit kepala yang hebat tersebut, ibu mungkin menemukan bahwa penglihatannya menjadi kabur atau berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari pre-eklampsia (Pusdiknakes, 2003).

h) Selaput kelopak mata pucat. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan keadaan hemoglobin di bawah 11gr% pada trimester pertama dan ketiga, <10,5gr% pada trimester kedua. Nilai tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi hemodilusi, terutama pada trimester kedua. Anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Saifuddin, 2002).

2. Kematian Maternal

a. Definisi Kematian Maternal

Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of

The International Clasificasion of Desease (ICD-10) mendefinisikan

kematian ibu hamil merupakan kematian perempuan selama hamil atau selama 42 hari setelah melahirkan, tanpa membedakan letak dan waktu kehamilan, dari berbagai sebab yang terkait oleh kehamilan maupun penanganannya tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit lain. Dari definisi ini dapat dibedakan kematian maternal menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian langsung merupakan kematian yang diakibatkan oleh komplikasi obstetrik pada


(34)

kondisi kehamilan (kehamilan, kelahiran, hingga pasca kelahiran), intervensi, penanganan yang tidak tepat, atau gabungan dari hal-hal tersebut. Kematian tidak langsung merupakan kematian yang diakibatkan oleh penyakit yang sudah ada sejak sebelum hamil maupun yang timbul saat hamil dan tidak diakibatkan oleh penyebab obstetrik langsung namun diperparah oleh efek fisiologis dari kehamilan (WHO, 2012).

Kasus kematian maternal langsung yaitu disebabkan oleh pendarahan, infeksi, eklampsia, persalinan lama dan abortus (Broek & Falconer, 2011). Hal ini sering disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan pemberian layanan kesehatan (rendahnya keterampilan petugas kesehatan, sulitnya membuat kondisi steril, kurangnya akses terhadap transfusi darah, anestesi, dan obat-obatan) serta faktor sosial (agama, kemiskinan, rendahnya kedudukan dan peranan perempuan, serta rendahnya kemampuan dan tingkat pendidikan perempuan) (Piane, 2008).

b. Determinan Kematian Maternal

Risiko terjadinya kematian maternal pada negara berkembang adalah lebih dari 200 kali lipat penduduk dibandingkan pada penduduk di Eropa Barat dan Amerika Utara. Pada tahun 2005 hampir 99% kematian maternal terjadi di negara berkembang (Piane, 2008).


(35)

Faktor-faktor yang mempengeruhi kematian maternal menurut McCarthy dan Maine (1992) dikelompokkan menjadi tiga determinan, yaitu sebagai berikut:

1) Determinan dekat

Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat dengan kejadian kematian ibu. Dterminan dekat terdiri dari kejadian kehamilan yang mengalami komplikasi kehamilan serta komplikasi kehamilan dan persalinan merupakan penyebab komplikasi langsung kematian yang disebabkan oleh perdarahan, infeksi, eklamsi, partus macet dan ruptur uteri (Syarifudin dan Hamidah, 2009).

Penyebab kematian maternal di Indonesia tahun 2010 dengan komplikasi kebidanan paling sering adalah hipertensi dalam kehamilan (32%), infeksi (31%), perdarahan pasca bersalin (20%), abortus (4%), dan lain-lain (13%) (Kemenkes, 2014).

a) Komplikasi kehamilan. Komplikasi kehamilan dapat mengancam jiwa dan bahkan sampai mengakibatkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah hipertensi dalam kehamilan, infeksi dan perdarahan pasca bersalin (Kemenkes, 2014).

b) Komplikasi persalinan dan nifas. Komplikasi yang timbul pada persalinan dan masa nifas merupakan penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi yang terjadi menjelang


(36)

persalinan, saat dan setelah persalinan terutama adalah perdarahan, partus macet atau partus lama dan infeksi akibat trauma pada persalinan (Kemenkes, 2014).

Kemenkes (2014) menyatakan bahwa komplikasi kehamilan ibu dapat dicegah dan ditangani bila: ibu segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan, tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai dengan menggunakan pemantauan partograf, manajemen aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan, tenaga kesehatan mampu melakukan identifikasi dini komplikasi,apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan mampu memberikan pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilitas pasien sebelum melakukan rujukan,proses rujukan efektif, dan pelayanan di rumah sakit cepat dan tepat guna.

2) Determinan antara

a) Status kesehatan ibu. Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian ibu meliputi status gizi, anemia, penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan persalinan (Kemenkes, 2013).

b) Status kesehatan reproduksi. Status kesehatan reproduksi sangat penting untuk diketahui pada ibu hamil berisiko tinggisehingga dapat mengakibatkan kematian maternal. Kematian meternal dapat diakibatkan oleh usia ibu hamil,


(37)

jumlah kelahiran, jarak kehamilan, dan status perkawinan ibu hamil (Depkes RI, 2008).

(1) Terlalu tua

Perempuan hamil pada usia lebih dari 35 tahun dapat menyebabkan perempuan terpapar komplikasi medik dan obstetrik, seperti risiko terjadinya hipertensi kehamilan, diabetes, penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal dan gangguan fungsi paru. Selain itu perdarahan, insidensi perdarahan akibat solusio plasenta dan plasenta previa, cara persalinan dengan seksio sesaria, persalinan prematur akan meningkat (De Chaney & Natan, 2003).

(2) Terlalu muda

Perempuan hamil pada usia di bawah 20 tahun juga merupakan risiko tinggi untuk hamil dan melahirkan (Depkes RI, 2004). Komplikasi kehamilan diusia muda juga sering timbul adalah anemia, partus dan partus macet. Selain itu kurangnya akses ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan perawatan kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama terjadinya kematian maternal di usia muda. Keadaan ini diperburuk oleh kemiskinan dan kebuta–hurufan, ketidaksetaraan kedudukan antara pria dan wanita, pernikahan usia muda dan kehamilan yang tidak diinginkan (WHO, 2000).


(38)

(3) Terlalu sering

Jumlah kehamilan atau sering disebut paritas, 2–3 paritas merupakan paritas paling aman jika ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas ≤ 1 (belum pernah melahirkan/baru melahirkan pertama kali) dan paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi. Paritas lebih dari tiga dengan usia tua, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Namun, pada kehamilan kedua atau ketigapun jika kehamilannya terjadi pada keadaan yang tidak diharapkan (gagal KB, ekonomi tidak baik, interval terlalu pendek), dapat meningkatkan risiko kematian maternal (Depkes RI, 2004). Menurut hasil SKRT 2001, proporsi kematian maternal tertinggi terdapat pada ibu yang berusia > 34 tahun dan paritas > 4 (18,4%) (Djaja et al, 2003).

(4) Terlalu dekat

Meningkatnya risiko kehamilan untuk terjadinya kematian maternal dapat juga disebabkan karena jarak antar kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari dua tahun). Sehingga persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan (terlalu sering) sudah merupakan kelompok risiko tinggi untuk terjadi perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu. Jarak antar kehamilan yang disarankan


(39)

adalah paling sedikit dua tahun, untuk memungkinkan tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi (Depkes RI, 2004).

c) Akses pelayanan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan merupakan kemudahan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang dilakukan individu dengan kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan faktor penentu antara jarak tempat tinggal dan waktu tempuh ke sarana kesehatan, serta status soasial (Depkes RI, 2008). d) Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Perilaku

penggunaan fasilitas kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap rangsangan obyek yang berhubungan dengan sakit, sistem layanan kesehatan, makanan dan lingkungan dalam penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan (Maulana, 2007). Perilaku yang dilakukan ibu hamil berisiko tinggi meliputi perilaku ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin serta mengikuti saran bidan atau dokter agar masalah dan komplikasi yang dialami segera terdeteksi sehingga ibu hamil akan segera mendapatkan penangan dan tempat pelayanan rujukan yang tepat dengan harapan tidak akan terjadi kematian maternal.


(40)

3) Determinan jauh

Determinan jauh secara tidak langsung mempengaruhi kematian maternal. Determinan jauh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu meliputi: pertama, status perempuan dalam keluarga dan masyarakat terdiri dari pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Kedua, status keluarga dalam masyarakat terdiri dari pendapatan keluarga, tempat tinggal, pendidikan anggota keluarga, dan pekerjaan anggota keluarga. Ketiga, status masyarakat meliputi kesejahteraan dan sumber daya di masyarakat(Fibriana, 2007).

Determinan jauh pada kematian maternal berkaitan erat dengan the Three Delays Models menurut Thorsen et al (2012),

yaitu:

a) Terlambat dalam pengambilan keputusan

Mengungkapkan bahwa keterlambatan dalam pengambilan keputusan pada ibu hamil berisiko tinggi masih sering terjadi. Anggota keluarga atau orang lain baru mengambilan keputusan untuk mencari pertolongan untuk ibu hamil berisiko tinggi ketika ibu tersebut hampir meninggal dunia (Thorsen et al, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan untuk ibu hamil berisiko tinggi sebagai berikut:


(41)

(1) Mengetahui tanda, gejala, dan keseriusan

Untuk mendapatkan perawatan kesehatan maternal dengan komplikasi kebidanan berawal dari pengenalan tanda dan gejala bahaya kehamilan. 11 dari 32 maternal memiliki tanda dan gejala penyakit pada dua hari hingga satu bulan sebelumnya dan mereka atau keluarga mereka baru memutuskan untuk mencari perawatan di rumah sakit. Mereka cenderung meremehkan keselamatan maternal denagan masalah kebidanan. Suami mereka berpendapat bahwa mereka menunda karena mereka fikir masalah itu tidak serius dan dengan kepercayaan maternal tersebut akan menjadi lebih baik (Thorsen et al, 2012).

(2) Melakukan persalinan tradisional dan persalinan rumah Faktor lainnya adalaha ibu hamil yang meninggal dunia karena telah mendapat pertolongan persalinan dari petugas tradisional (tradisional birth attendant) atau melahirkan di rumah daripada memutuskan untuk langsung ke pelayanan kesehatan. Dalam kasus yang lain penolong persalinan tradisional biasa dipanggil untuk melakukan persalinan di lokasi terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan dan biasanya dalam keadaan mendesak (Thorsen et al, 2012).


(42)

b) Terlambat mencapai fasilitas rujukan

Ketika rumah sakit jauh dari tempat tinggal, transportasipun menjadi penting untuk mengambil tindakan segera sehingga akan diterima dan konsekuensi dalam menolong nyawa ibu dan bayi. Tiga dari 17 keluarga mengatakan bahwa transportasi menajdi hambatan dalam pengambilan keputusan. Satu keluarga tersebut tinggal di area yang padat penduduk di dekat rumah sakit. Namun, suami masih memiliki masalah untuk menemukan transportasi pada waktu yang tepat dengan kenyataan dalam keadaan darurat. Dua keluarga tinggal di daerah pedesaan dan mereka hanya memiliki gerobak. Dalam keadaan darurat, ibu hamil berisiko tinggi dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan gerobak. Namun dalam perjalan ke rumah sakit, ibu hamil tersebut meninggal dunia. Dari tiga kasus tersebut, semua memiliki masalah transportasi yang mengakibatkan ibu hamil berisiko tinggi menjadi terlambat dalam menuju fasilitas kesehatan dan terlambat menerima pengobatan(Thorsen et al, 2012).

c) Terlambat mendapat pertolongan

Ketika ibu hamil berisiko tinggi terlambat mencapai fasilitas kesehatan, mereka tidak mendapatkan perawatan atau tindakan yang tepat sehingga terlambat dalam mendapatkan pertolongan. Keterlambatan tersebut diakibatkan karena


(43)

kurangnya tenaga kesehatan yang terampil,tindakan klinis tidak memadai (dokumentasi dan riwayat pasien), diagnosa yang tidak terjawab, kurangnya komunikasi antara tenaga kesehatan dengan keluarga, penyangkalan terhadap keterbatasan keterampilan teknis, kurangnya pengawasan dan perhatian pada pasien, kekurangan darah, dan kurangnya cairan(Thorsen et al, 2012).

3. Pengambilan Keputusan Rujukan a. Definisi Keputusan Rujukan

Menurut Salusu (2006) keputusan merupakan suatu hasil atau keluaran yang diambil dari proses mental dan kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan dari beberapa altenatif yang tersedia. Keputusan tersebut memiliki suatu tujuan dengan melalui pelaksanaan atau tindakan.

Keputusan menurut Salusu (2006) memiliki empat tingkatan dengan kadar yang berbeda-beda. Empattingkatan keputusan tersebut adalah:

1) Keputusan otomatis

Keputusan yang dibuat dengan keputusan yang sangat sederhana. 2) Keputusan berdasarkan informasi yang diharapkan

Keputusan ini sedikit kompleks, karena informasi yang ada memberi aba-aba untuk mengambil keputusan. Namun jika


(44)

keputusan belum dibuat, maka informasi tersebut harus dipelajari terlebih dahulu.

3) Keputusan berdasarkan pertimbangan

Keputusan ini merupakan tingkat keputusan yang harus lebih banyak membutuhkan informasi. Informasi tersebut dikumpulkan dan kemudian dianalisis untuk dipertimbangkan dalam mendapatkan keputusan.

4) Keputusan berdasarkan ketidakpastian ganda

Keputusan ini merupakan tingkat yang paling kompleks, karena jika semakin banyak informasi yang diperlukan dan informasi tersebut ternyata sudah terdapat ketidakpastian sehingga keputusan tersebut banyak mengandung risiko dan terdapat keraguan dalam pengambilan keputusan.

Keputusan menurut Suwanto (2009) dibagi menjadi dua jenis, yaitu keputusan pribadi dan keputusan bersama. Keputusan pribadi merupakan keputusan yang diambil untuk kpentingan diri sendiri dan dilakukan secara perorangan. Sedangkan keputusan bersama merupakan keputusan yang diambil berdasarkan kesepakatan bersama dan untuk kepentingan bersama dan tidak boleh menggantungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya.

Menurut Salusu (2006) keputusan dikategorikan menjadi empat apabila dilihat dari cara memperoleh informasi, yaitu keputusan representasi merupakan keputusan yang dihadapi


(45)

denganbanyak informasi dan mengetahui dengan tepat bagaimana memanipulasi informasi tersebut, keputusan empiris merupakan keputusan yang kurang memiliki informasi namun mengetahui bagaimana memperoleh informasi dan pada saat informasi diperoleh, keputusan informasi merupakan keputusan yang kaya akan informasi namun informasi harus diliputi dengan kontroversi tentang bagaimana memperoleh informasi tersebut,serta keputusan eksplorasi merupakan keputusan yang kurang akan informasi dan tidak ada katasepakat yang dianut untuk mencari informasi serta tidak tahu dari mana usaha pengambilan keputusan akan dimulai.

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pengintegrasian yang dikombinasikan dengan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih satu diantaranya (Setiadi, 2003). Manurut Shull, pengambilan keputusan merupakan proses kesadaran manusia terhadp kejadian seseorang maupun sosial berdasarkan kejadian yang faktual serta nilai pemikiran mencakup aktivitas perilaku pemilihan satu atau beberapa alternatif sebagai jalan keluar untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Rochaety, 2008). Dapatkan disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses yang dilakukan seseorang berguna untuk mempertahankan diri dalam kehidupannya dengan memecahkan permasalahan yang timbul melalui pencarian jawaban pemecahan masalah yang tepat dan sesuai.


(46)

Rujukan dalam pelayanan kesehatan bisa dikatakan merujuk. Permenkes RI no. 001 tahun 2012 tentang sistem rujukan layanan kesehatan perseorangan menjelaskan bahwa merujuk merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas masalah kesehatan dan kasus-kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik baik secara vertikal maupun horizontal yang menjadi kewajiban tenaga kesehatan. Sehingga tenaga kesehatan perlu mencarikan fasilitas kesehatan yang lebih memadai dan menghantarkan agar pasien tersebut segera mendapatkan pertolongan kesehatan dalam keadaan yang membahayakan.

Pengambilan keputusan pada ibu hamil berisiko tinggi untuk dirujuk ke palayanan kesehatan yang lebih memadai merupakan suatu pengambilan keputusan yang berbelit dan sering melibatkan beberapa pihak, yaitu suami dan keluarga karena ibu hamil berisiko tinggi sering tidak memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan rujukan.

Proses pemecahan masalah dilakukan dengan aliran timbal balik yang berkesinambungan diantara faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif serta tindakan. Proses pemecahan masalah terdapat lima tahapan yang berjalan berurutan, yaitu pemahaman adanya masalah merupakan adanya perbedaan yang dirasakan antara status hubungan yang ideal dengan yang sebenarnya, pencarian altefnatif pemecahan masalah merupakan proses mencari informasi


(47)

yang relevan dari lingkungan luar untuk memecahkan masalah, atau mengaktifkan pengetahuan dari ingatan, evaluasi alternatif merupakan suatu proses untuk mengevaluasi alternatif yang ada dalam konteks kepercayaan utama tentang konsekuensi yang relevan dan mengkombinasikan pengetahuan untuk membuat keputusan(rujukan), penggunaan pasca keputusan (rujukan) dan evaluasi ulang alternatif yang dipilih merupakan pemakaian alternatif merujuk dan mengevaluasi berdasarkan kinerja yang dihasilkan(Setiadi, 2003).

Gambar 2.1 Model Pemecahan Masalah(Setiadi, 2003) b. Pengambilan keputusan keluarga ke rumah sakit

Perempuan memiliki suatu periode krisis dalam kehidupan, salah satunya yaitu hamil. Kehamilan dapat menimbulkan suatu perubahan yang cukup drastis, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis. Perubahan secara fisik pada ibu hamil seperti perubahan bentuk tubuh yang ditandai dengan meningkatnya berat badan, timbulnya kloasma gravidarum pada wajah (topeng pada wajah), timbulnya garis-garis pada akibat peregangan kulit (biasanya

Pemahaman adanya masalah

Pencarian alternatif pemecahan

Evaluasi alternatif

Keputusan (rujukan) Penggunaan pasca keputusan

(rujukan) dan evaluasi ulang


(48)

pada kulit perut, kulit paha) dan lain sebaginya. Sehingga perubahan fisik tersebut dapat mempengaruhi perubahan secara psikologis. Perubahan psikologis akan menimbukan suatu pengharapan dengan disertai kecemasan dalam menyambut kelahiran bayi. Sehingga akan menimbulkan suatu sikap dan reaksi antar anggota dalam keluarga, seperti sikap dan reaksi seorang suami pada kehamilan istri akan berbeda pada setiap suku, bangsa serta mungkin akan ebih tergantung pada budaya/ada istiadat setempat (Dinkes Kabupaten Demak, 2007).

Keluarga merupakan sistem yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh lingkungan (masyarakat). Keluarga memiliki anggota yang terdiri ayah, ibu, dan anak serta seseorang yang tinggal di dalam rumah tangga tersebut. Keluarga memiliki kontribusi dalam menyampaikan informasi kesehatan, memberikan dukungan yang kuat dalam status kesehatan anggota keluarga, sebagai tempat penemuan kasus dini, menjadi dukungan sosial bagi anggota keluarga lainnya, mempengaruhi dan menentukan penggunaan pelayanan kesehatan, serta dapat mengembangkan sistem perawatan di dalam keluarga (Efendi & Makhfudli, 2009).

Masyarakat di Indonesia yang tinggal di pedesaan dengan tingkat pendidikan yang rendah serta memiliki status ekonomi-sosial yang rendah pula, masih menganut garis keturunan patrilineal. Patrilineal merupakan keluarga yang dihubungkan dengan jalur keturunan dari laki-laki (suami). Sehingga masyarakat cenderung


(49)

menerima konsep peranan antara laki-laki dan perempuan secara tradisional yang dalam pengambilan keputusan ditingkat keluarga adalah laki-laki (suami). Di dalam keluarga di pedesaan, suamilah yang paling sering banyak berbicara sehingga pengambilan keputusan terkahir di dalam keluarga adalah suami (Efendi & Makhfudli, 2009). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami atau hasil suatu obyek yang dihadapinya atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu (Surajiyo, 2007).

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu umur yang dihitung sejak dilahirkan sampai berulang tahun yang terakhir sebagai lama waktu hidup seseorang, tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah mengambil keputusan dan bertindak, media massa (televisi, radio, koran, majalah, dan lain sebaginya)meberikan informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif sehingga menghasilkan perubahandalam peningkatan pengetahuan, lingkunganakan menimbulkan adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang


(50)

akan direspon sebagai pengetahuan seseorang (Wawan & Dewi, 2011).

2) Sikap

Sikap merupakan suatu hal mental dan syaraf berhubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, diorganisasikan melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku. Sikap merupakan kecenderungan dalam memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang disenangi maupun tidak disenangi(Setiadi, 2003).

3) Persepsi

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang dimulai dari proses penginderaan sampai individu mengalami apa yang telah dilakukan sehingga dapat menyadari dan mengungkapkan dari proses penginderaan tersebut. Persepsi dapat timbul secara spontan ketika sesesorang mendapat rangsangan (pengalaman) sehingga seseorang dapat menginterpretasikan hasil dari pengindraannya (Sunaryo, 2006).

4) Sosial budaya

Sosial budaya merupakan salah faktor yang mempengaruhi keputusan dalam merujuk. Sosial budaya membentuk kepribadian tidak lain adalah pola perilaku konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola

reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut,


(51)

bukan untuk sikap dan perilaku yang lain (Azwar, 2005). Selain itu, sosial budaya juga merupakan suatu kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan (Wawan & Dewi, 2011).

5) Ekonomi

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu (Wawan & Dewi, 2011). Sehingga, keadaan ekonomi akan mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan. Membayar biaya perawatan kesehatan merupakan suatu masalah besar bagi masyarakat (Kozier, 2010). Biaya yang dikeluarkan oleh pasuen yang berobat ke pelayanan kesehatan menimbulkan persepsi bahwa biaya perawatan kesehatan yang mahal atau biaya kesehatan yang murah (Tjiptono, 2005). Keadaan ekonomi di dalam keluarga termasuk pekerjaan, beban tanggungan biaya hidup di dalam keluarga, dan penghasilan di dalam keluarga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi. Karena keluarga yang memiliki cukup uang, maka mereka dapat memilih tempat pelayanan kesehatan yang sesuai, aman dan berkualitas. Sedangkan keluarga yang tidak memiliki cukup uang, maka mereka akan mencari


(52)

berbagai macam bantuan yang telah diprogramkan pemerintah sebagai akses pembiayaan untuk dapat membawa ibu hamil berisiko tinggi ke rumah sakit. Akses pelayanan kesehatan yang dibuat baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seperti mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jamkesda.

Masyarakat di Indonesia yang tinggal di pedesaan dengan tingkat pendidikan yang rendah serta memiliki status ekonomi-sosial yang rendah pula, masih menganut garis keturunan patrilineal. Patrilineal merupakan keluarga yang dihubungkan dengan jalur keturunan dari laki-laki (suami). Sehingga masyarakat cenderung menerima konsep peranan antara laki-laki dan perempuan secara tradisional yang dalam pengambilan keputusan ditingkat keluarga adalah laki-laki (suami). Di dalam keluarga di pedesaan, suamilah yang paling sering banyak berbicara sehingga pengambilan keputusan terkahir di dalam keluarga adalah suami (Efendi & Makhfudli, 2009).

Hal ini tidak terlepas bahwa informan adalah orang Jawa sehingga kental dengan budaya patriarki. Pinem (2009) menyatakan bahwa patriarki merupakan keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.


(53)

4. Gender a. Gender

Konsep gender berbeda dengan konsep seks. Gender merupakan suatu peran yang ditukarkan antara laki-laki dan perempuan pada masyarakat, seperti peran sosial, perilaku, kegiatan, dan sifat. Kalau seks adalah suatu karakter biologis dan fisik yang menentukan laki-laki dan perempuan (WHO, 2014).

Gender merupakan perbedaan peran manusia yang membutuhkan proses yang lama antara laki-laki dan perempuan. Pembentukan gender yang dtentukan oleh faktor-faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan melalui sosial dan atau budaya kemudian dilanggengkan oleh iterpretasi agama dan mitos-mitos, seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan. Proses selanjutnya perbedaan gender dianggap satu ketentuan Tuhan yang sudah tidak dapat diubah sehingga perbedaan tersebut dianggap kodrati (Mufidah, 2003).

Fakih (2003) menyatakan bahwa ketidakadilan gender sering ditimbulkan dari perbedaan gender, yang paling utama adalah kaum perempuan baik di dalam lingkungan rumah tangga, masyarakat, budaya maupun negara. Ketidakadilan gender terwujud dalam berbagai macam bentuk, antara lain:

1) Stereotipe


(54)

Stereotipe merupakan penandaan atau pelabelan terhadap suatu kelompok tertentu (perempuan). Pelabelan umumnya ditunjukkan pada kaum perempuan yang bersifat negatif. Pelabelan tersebut terjadi karena pemahaman terhadap posisi perempuan sering keliru.

2) Subordinasi

Subordinasi merupakan penempatan pada kaum tertentu (perempuan) pada posisi yang tidak penting. Hal tersebut berawal dari anggapan bahwa perempuan adalah kaum irrasional/emosional sehingga perempuan tidak pantas menjadi pemimpin.

3) Marginalisasi

Marginalisasi merupakan penyingkiran dari kaum tertentu yang mengakibatkan kemiskinan sehingga perekonomian kaum tertentu melemah. Marginalisasi gender tersebut dapat berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, budaya dan asumsi ilmu pengetahuan.

4) Kekerasan

Kekerasan merupakan serangan terhadap fisik serta integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan yang diakibatkan oleh bias gender disebut gender related violence. Kekerasan tersebut terjadi karena ketidak setaraan kekuatan di dalam masyarakat. Macam-macam bentuk kekerasan gender


(55)

terhadap kaum perempuan yaitu pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, pemaksaan dalam menggunakan alat dan metode kontrasepsi, dan pelecehan seksual.

5) Beban kerja

Beban kerja ganda merupakan anggapan bahwa kaum perempuan lebih memiliki sifat memelihara dan rajin sehingga pekerjaan domestik di dalam rumah tangga (seperti memasak, mencuci, mengurus anak, membersihkan rumah) menjadi tanggung jawab perempuan. Di kalangan keluarga miskin, konsekuensi beban ganda harus diterima oleh perempuan dan di satu sisi perempuan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi di dalam keluarga di sisi lain perempuan harus bertanggungjawab atas rumah tangganya. Akhirnya bias gender dapat menjadikan perempuan menanggung beban ganda.

b. Perspektif Gender

Perspektif merupakan kerangka kerja konseptual, sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi asumsi manusia sehingga menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi tertentu. Perspektif membimbing setiap orang untuk menentukan bagian yang relevan dengan fenomena yang terpilih dari konsep-konsep tertentu untuk dipandang secara rasional (Henselin, 2007). Jadi perspektif gender merupakan asumsi seseorang dalam peran antara laki-laki dan


(56)

perempuan di masyarakat, seperti peran sosial, perilaku, kegiatan, dan sifat.

Perspektif gender merupakan suatu jalan yang berlapis-lapis dan kompleks dalam perbedaan sosial antara pengertian jenis kelamin dan faktor-faktor terstruktur pada organisasi kehidupan masyarakat. Perspektif gender merefleksikan gagasan gender sebagai kontruksi sosial yang tergantung pada faktor-faktor ideologi, budaya, agama, ekonomi, etnik, dan sejarah. Berdasarkan pembangunan masyarakat, tugas peran gender didasarkan pada pengesahan stuktur sosial patriakal yang masih berlangsung di masyarakat (Cambronero-Size, 2013).

Mengintegrasikan perspektif gender dalam bidang kesehatan dengan mempertimbangkan faktor ideologi, budaya, agama, ekonomi, etnik dan sejarah untuk mengatasi masalah kesehatan.Misalnya dengan menggali perbedaan dalam sosialisasi antara perempuan dan laki-laki sehubungan dengan peran keluarga, prospek kerja dan kelompok penduduk yang memahami pola kesehatan dan penyakit (Cambronero-Size, 2013).

c. Analisis Gender

Analisis Gender marupakan analisis yang menggali dan menyoroti hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, dan ketidaksetaraan dalam hubungan mereka, dengan menanyakan: siapa yang melakukan apa? Siapa memiliki apa? Siapa


(57)

yang memutuskan? Bagaimana caranya? Siapa yang kuat? Siapa yang kehilangan? Kapan kita mengajukan pertanyaan ini, kita juga bertanya: laki-laki yang mana? Perempuan yang mana? Analisis gender memilah-milah antara wilayah pribadi (melibatkan hubungan pribadi) dan ruang publik (yang berkenaan dengan hubungan dengan masyarakat luas). Anlisis gender melihat bagaimana hubungan kekuasaan dalam rumah tangga tekait dengan mereka yang berada di internasional, negara, pasar, dan di tingkat masyarakat (Marchetal, 2005).

Pekerjaan gender dan pembangunan merupakan dasar dari analisis gender. Hal ini memajukan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai kunci dalam menempatkan masalah perempuan yang mengatakan bahwa perhatian mereka pada agenda utama dari orang yang membentuk lembaga dimana wanita dan pria hidup (negara, organisasi non-pemerintah, dan lain-lain) (Macrhet al, 2005).

Metode analisis gender menawarkan alat bantu yang berupa karangka kerja dalam wacana gender. Metode analisis gender tidak hanya membahas tentang kebutuhan perempuan secara khusus, melainkan tentang bagaimana cara mengatasisi gender, bahwa pembangunan sosial yang menjadi peran antara laki-laki atau perempuan (WHO, 2002).

Dampak dari pembangunan sosial pada efetivitas kegiatan, ketidaksetaraan gender dianggap sebagai ketidakadilan sosial.


(58)

Ketidaksetaraan gender dalam kerangkakerja berfungsi untuk mamastikan bahwa laki-laki dan perempuan kemungkinan sama dalam memberikan kontribusi dan manfaat terhadap pembangunan berkelanjutan. Beberapa kerangka kerja menunjukan suatu tujuan untuk memajukan kesetaraan, secara keseluruhan berfokus pada intervensi pembangunan efektif (WHO, 2002).

Kerangka kerja gender dapat berisi rumusan garis besar tentang serangkaian keyakinan dan tujuan serta juga dapat bersifat perspektif (sudah dirumuskan terlebih dahulu) berupa serangkain alat dan tata cara penggunaannya. Beberapa tujuan kerangka kerja, yaitu sebagai suatu alat analisis untuk berpikir dalam memahami atau memeriksa dinamika suatu keadaan atau kelompok masyarakat tertentu, sebagai alat bantu peraga dan perencanaan untuk mengemukakan butir-butir pokok dengan cara sederhana untuk membantu seseorang membuat keputusan, alat komunikasi untuk melatih seseorang, danalat evaluasi(Marchetal, 2005).

Analisis gender yang digunakan untuk meningkatkan partisipasi ibu hamil berisiko tinggi dalam pengambilan keputusan pada rencana penelitian ini menggunakan kerangka analisis gender menurut Harvard I yang menganalisis kebutuhan gender. March et al (2005) mengemukakan bahwa kerangka kerja Harvard I ini dikembangkan oleh para peneliti di Harvard Institude for International Development. Harvard I merupakan jaringan atau matriks di tingkat mikro atau


(59)

rumah tangga. Kerangka ini memiliki komponen yang saling terkait, yaitu profil kegiatan harian, profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, analisis faktor-faktor yang berpengaruh, dan analisis jalannya kegiatan.

Tujuan dari kerangka kerja harvard I untuk menunjukkan adanya masalah ekonomi bagi pengalokasian sumberdaya kepada perempuan maupun laki-laki. Selain itu kerangka kerja ini juga membantu para perencana merancang kegiatan yang lebih efisien serta meningkatkan produktivitas secara menyeluruh. Hal tersebut dilakukan dengan cara memetakan kerja antara laki-laki dan perempuan dalam suatu komunitas dan menyoroti perbedaan yang penting (March et al, 2005).

Empat komponen kegiatan yang saling terkait di tingkat mikro atau rumah tangga sebagai berikut:

1) Profil kegiatan

Profil kegiatan ini mengidentifikasi tugas-tugas produktif dan reproduktif serta menjawab pertanyaan: Siapa mengerjakan apa? perincian yang dibutuhkan tergantung pada sifat kegiatan tertentu. Bidang-bidang yang akan dimasukkan secara langsung dengan kegiatan harus diuaraikan dengan terperinci. Tergantung pada konteks dan parameter yang adapat diuji, seperti a) golongan umur dengan mengidentifikasi apakah perempuan dewasa, laki-laki, anak atau orang tua mereka melakukan suatu aktivitas, b) alokasi waktu


(60)

dengan menegaskan beberapa persentase waktu yang dialokasikan pada setiap aktivitas, apakah dilakukan secara musiman atau tiap hari?, c) tempat aktivitas dengan menegaskan dimana aktivitas tersebut berlangsung? Di rumah, di ladang atau di komunitas (Mach et al, 2005).

Tabel 2.1 Profil Kegiatan

Jenis kegiatan Perempuan/gadis Laki-laki dewasa/anak Kegiatan produksi

Pertanian Pendapatan Tenaga kerja

Dan lain

sebagainya Kegiatan reproduksi

Terkait air Pengolahan makanan

Terkait kesehatan

Dan lain

sebagainya

2) Profil akses dan kontrol : sumberdaya dan keuntungan

Profil akses dan kontrol mengidentifikasi sumberdaya dan keuntungan dan mengidentifkasi serta menyusun daftar sumberdaya yang digunakan untuk melakukan pekerjaan yang diidentifikasi dalam profil kegiatan. Profil kegiatan ini untuk menunjukkan siapa yang memiliki akses pada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. Keuntungan diwujudkan dari produksi rumah tangga serta penggunaan sumberdaya juga diidentifkasi dan disusun daftarnya. Orang yang mengontrol atas sumberdaya

Sumber: March et al (2005)


(61)

merupakan orang yang akhirnya dapat membuat keputusan mengenai penggunaan sumberdaya tersebut. Misalnya menjawab pertanyaan, “Bagaimana sumberdaya itu digukanan? Apakah sumberdaya itu dapat dijual? Dan lain sebagainya.”

Tabel 2.2 Akses dan Kontrol

Akses Kontrol

Perempu

an Laki-laki

Perempu

an Laki-laki Sumberdaya

Tanah Peralatan Tenaga kerja Uang

Pendidikan /pelatihan Dan lain sebagainya Keuntungan

Pendapatan sampingan Kepemilikan aset Kebutuhan pokok

(pangan, sandang, papan)

Pendidikan

Kekuasaan/prestise politik

Dan lain sebagainya Sumber: March et al (2005) 3) Faktor-faktor yang berpengaruh

Faktor-faktor yang berpengaruh ini memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan gender pada pembagian kerja, akses, dan kontrol. Mengidentifikasi pengaruh yang telah terjadi dan saat ini dapat menyajikan suatu indikasi perubahan dan kecenderungan di masa yang akan datang. Faktor-faktor tersebut juga harus dapat dipertimbangkan pada kesempatan dan keterbatasan yang mereka commit to user


(62)

hadapi saat ini untuk meningkakan keterlibatan dalam kegiatan dan program pembangunan (March et al, 2005).

Faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya termasuk membentuk semua relasi gender, memberikan kesempatan dan pembatasan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Faktor-faktor tersebut jauh lebih baik, luas dan saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut meliputi: norma masyarakat dan hierarki sosial (struktur kekuasaan keluarga/masyarakat dan keyakinan agama), kondisi demografi, struktur isntitusi (dasar birokrasi pemerintahan, rencana generasi dan penyebaran pengetahuan, ketrampilan dan teknologi), kondisi umum ekonomi (tingkat kemiskinan dan tingkat inflasi, distribusi pendapatan, ketentuan perdagangan internasional dan infrastruktur), peristiwa politik internal dan eksternal, parameter hukum, pelatihan dan pendidikan, serta sikap masyarakat untuk para pekerja pembangunan/bantuan (March et al, 2005).

Mengidentifikasi faktor-faktor pengaruh bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor manakah dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi aktivitas/sumberdaya. Hal tersebut akan membantu keterbatasan dan kesempatan eksternal dididentifikasi sehingga perlu dipertimbangkan dalam membuat suatu program kegiatan. Faktor-faktor tersebut dapat membantu mengantisipasi apa yang dipakai akan dibutuhkan untuk membuat kesuksesan intervensi dari sebuah perspektif gender (March et al, 2005).


(63)

Tabel 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Relasi Gender Faktor Pengaruh Batasan Kesempatan Norma masyarakat dan

hierarki social Faktor demografi Struktur kelembagaan Faktor ekonomi Faktor politik Parameter hukum Pelatihan

Sikap masyarakat pada pekerja pembangunan

4) Analisis siklus kegiatan

Analisis siklus kegiatan terdiri dari kumpulan pertanyan yang didesain untuk membantu dalam menguji suatu proposal kegiatan atau intervensi tempat yang dilihat dari perspektif gender, menggunakan data pilah gender dan menangkap efek perbedaan dari perubahan sosial pada laki-laki dan perempuan (March et al,

2005).

Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi empat dimensi, yaitu: dimensi dalam identifikasi kegiatan (menilai kebutuhan perempuan, menegaskan sasaran umum kegiatan, mengidentifikasi pengaruh negatif), dimensi perempuan dalam desain kegiatan (dampak kegiatan bagi aktivitas perempuan, dampak kegiatan terhadap akses dan kontrol perempuan), dimensi perempuan dalam implementasi kegiatan (personalia, struktur organisasi, operasi dan logistik, keuangan, fleksibilitas), dan dimensi perempuan dalam Sumber: March et al (2005)


(64)

evaluasi kegiatan (syarat-syarat data, pengumpulan dan analisis data) (March et al, 2005).


(65)

B. Penelitian Relevan

Tabel 2.4 Peneltian Relevan

No.

Nama Peneliti/

Tahun

Judul Metode Hasil

1. Astuti, 2008.

Pola Pengambilan Keputusan Keluarga dan Bidan Dalam Merujuk Ibu Bersalin Ke Rumah Sakit pada Kasus Kematian Ibu di Kabupaten Demak.

Kualitatif pendekatan fenomenologis yang bersifat retospektif

Kematian ibu bersalin diakibatkan oleh cepat atau tidaknya dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dengan melibatkan perundingan antar anggota keluarga (suami, orang tua, dan anak) dan tetangga sehingga dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan 2. Musadad

et al,

2003

Pengambilan Keputusan pada Pertolongan Persalinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Studi operasional peningkatan peran serta suami/bapak dan orang tua pada ibu

Pengambil keputusan di keluarga untuk mencari pertolongan persalinan sebesar 36,7 % dilakukan oleh istri, 30,7% dilakukan oleh suami, 16,9 % dilakukan oleh orang tua/mertua, dan 0,9% dilakukan orang lain. Pola pengambilan keputusan dalam keluarga untuk mencari pertolongan persalinan bervariasi menurut daerah, lamanya berkeluarga, dan sumber pendapatan utama keluarga.

3. Shrestha, 2012

Gender Study on Knowledge and Decision Making on Maternal Health Care in Nepal

Deskriptif dan cross sectional

Perempuan di Nepal lebih memiliki pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan daripada suami, namun mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan pada akses pelayanan kesehatan. Mereka masih mengikuti keputusan suaminya

4. Hou & Ma, 2013

The effect of women’s

decision-making power on

maternal health services

uptake: evidence from

Pakist an

Masyarakat Pakistan dan survei penilaian standar pendapatan

Kekuatan pengambilankeputusan di Pakistanberada pada ibu sehingga ibu dapatmeningkatkanpenyerapan pelayanan kesehatan ibu. Meningkatkan kemampuan dan pemberdayaan perempuan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan


(66)

ibudengan baik No.

Nama Peneliti/

Tahun

Judul Metode Hasil

5. Rokhma h, 2011

Maternal Health: A Gender Perspective

Deskriptif analitik

menggunakan data sekunder dari laporan Program Ibu dan Anak di 2006-2010

Faktor-faktor medis penyebab kematian ibu dapat menjadikan perempuan harus menghadapi konstruksi gender yang mereka ditempatkan pada posisi lebih lemah dibandingkan dengan pria mendapatkan akses dan kontrol dalam pelayanan kesehatan yang baik.

6. Walton and Schbley,

2013

Maternal healthcare in Bangladesh and gender equity:

A review article

Peninjauan dan analisis sistematik dengan literatur yang berhubungan dengan keadilan gender dan penghalang sosio-ekonomi pada kesehatan maternal untuk mata pencaharian di Banglades

Kebutuhan sosial ekonomi digambarkan dengan mata pencaharian perempuan pedesaan di Banglades mengingat sosio-ekonomi merupakan inti masalah dalam kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu akar masalah pasti yang dihadapi pada kematian dan kesakitan maternal yang dialami perempuan Banglades pada periode sebelum dan sesudah melahirkan serta menjadi menghalang yang serius keadilan gender dan persamaan hak.

7. Abushai kha& Khalaf, 2014

Exploring the Roles of Family Members in Women’s Decision to Use Postpartum Healthcare Services from the

Perspectives of Women and Health Care Providers.

Kualitatif eksplorasi

danfocus groups discussions

dengan menggunakan

inductive content analysis.

Tiga peran perempuan (peran pendukung, peran perlawan, dan peran aktif dalam peran perawatan) dalam anggota keluarga di Yordania mempengaruhi keputusan perempuan dalam menggunakan layanan kesehatan pasca melahirkan. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang berpusat pada keluarga saat memberikan pelayanan postpartum untuk meningkatkan peran keluarga yang positif (perbaikan posisi perempuan dengan laki-laki) dan membatasi yang negatif (tidak menyebutkan perempuan) untuk mempromosikan kelangsungan pelayanan kesehatan digunakan selama periode pasca melahirkan.


(67)

yang dilakukan Astuti (2008) di Indonesia dengan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang bersifat retrospektif mengemukakan bahwa kematian ibu bersalin diakibatkan oleh cepat atau tidaknya dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dan penyebab keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Didukung dengan penelitian Musadad et al (2003) di NTT bahwa pengambilan keputusan terbesar ada pada istri, suami, orang tua/mertua, dan tetangga. Namun bisa jadi pengambilan keputusan pertolongan persalinan diambil karena daerah, lamanya menikah, dan sumber pendapatan suami. Shrestha (2012) di Nepal menyatakan bahwa suami masih dominan dalam kesehatan ibu sehingga perempuan tidak memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hou dan Ma (2013) menyatakan bahwa peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu disebabkan karena ibu memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan kesehatan sehingga kemampuan dan pemberdayaan perempuan juga meningkat.Penelitian sebelumnya Rokhmah (2011) menyebutkan bahwa faktor-faktor medis penyebab kematian ibu dapat menjadikan perempuan harus menghadapi konstruksi gender sehingga mereka ditempatkan pada posisi lebih lemah daripada pria dalam mendapatkan akses dan kontrol dalam pelayanan kesehatan yang baik.Walton &Schbley (2013) menemukan bahwa di Banglades keadaan sosial-ekonomi yang digambarkan dengan mata pencaharian menjadi akar dari masalah kemiskinan. Padahal kemiskinan menjadi penghalang yang serius bagi keadaan gender dan kesetaraan hak. Kemudian penelitian Abusaikha & Khalaf (2014) menemukan bahwa tiga peran gender pada peran perempuan


(68)

setelah melahirkan.

Penelitian yang akan dilakukan penulis berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada jenis penelitian, fokus penelitian, waktu, tempat penelitian, dan sampel ibu hamil berisiko tinggi dan suami. Jenis yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, fokus penelitian pada pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu berisiko tinggi dalam perspektif gender antara istri dan suami, waktu penelitian akan dilakukan pada bulan April 2015 dan tempat di Puskesmas Gindangrejo Kabupaten Karanganyar.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian yang dilakukan dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender melibatkan banyak faktor yang berkaitan dengan kesetaraan gender dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi. Hal-hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggidalam keluarga ada enam hal yaitu: persepsi, pengetahuan, sikap, geografis, sosial-budaya, dan ekonomi. Keenam faktor tersebut akan mempengaruhi akses rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi. Akses untuk merujuk pada ibu hamil berisiko tinggi ke rumah sakit dalam keluarga akan ditentukan dengan kemungkinan keluarga ibu hamil berisiko tinggi mengikuti pembiayaan dalam penangan ibu hamil berisiko tinggi dengan BPJS atau Jamkesda atau mandiri. Dari keenam faktor dalam pengambilan keputusan rujukan dan akses


(69)

akan mengantarkan kesetaraan gender dalam pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada hamil berisiko tinggi di dalam keluarga untuk mencegah kematian maternal.


(70)

s

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Akses rujukan ibu

hamil berisiko tinggi ke RS

Kontrol dalam pengambilan keputusan rujukan ke

rumah sakit pada ibu hamil bersiko tinggi

Perspektif gender untuk mencegah kematian maternal

Ekonomi pasangan ibu hamil berisiko tinggi

Istri Suami Sikap pasangan ibu hamil

berisiko tinggi Istri Suami

Persepsi pasangan ibu hamil berisiko tinggi

Istri Suami Pengetahuan pasangan ibu hamil berisiko tinggi

Istri Suami

Sosial-budaya pasangan ibu hamil berisiko tinggi


(71)

58 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan diWilayah Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar pada bulan April-Mei 2015. Alasan pemilihan tempat penelitian yaitupada tahun 2013 dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, Puskesmas Gondangrejo terdapat 1.285 ibu hamil dengan 257 ibu hamil berisiko tinggi dengan perincian 115 kasus mendapat penanganan rujukan, sedangkan 142 kasus tidak mendapat penanganan rujukan yang salah satunya disebabkan oleh keterlambatan dalam pengambilan keputusan rujukan pada ibu hamil berisiko tinggi.Pada tahun 2014 dari data Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar memiliki ibu hamil sebanyak sebanyak 1.489 ibu hamil dan terdapat 278 kasus ibu hamil berisiko tinggi.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis karena penelitian ini akan menggambarkan berkaitan dengan tujuan usulan penelitian yang ingin mengeksplorasipengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil berisiko tinggi dalam perspektif gender, teknis analis bersifat kualitatif, dan fakta yang diungkap dalam penelitian yang akan dilakukan merupakan penafsiran dari subjek penelitian.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id