BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada tahun 2020 jumlah orang lanjut usia Indonesia diproyeksikan sebesar 7-28 dan pada tahun 2020 sebesar 11-34. Bahkan dari data
yang dikeluarkan oleh Bureu of Census USA 1993, dilaporkan bahwa di Indonesia pada tahun 1990
– 2025 akan mempunyai jumlah lanjut usia sebesar 414 suatu angka paling tinggi di seluruh dunia. Sebagai
perbandingan : Kenya 347 , Brasil 255 , India 242 , Cina 220 , Jepang 129 , Jerman 66 dan Swedia 33 . Dalam istilah demografi,
penduduk Indonesia sedang bergerak kearah struktur penduduk yang semakin menua Ageing Population Agus Soedomo, 2003 :17
Peningkatan jumlah lanjut usia ini, perlu diimbangi dengan peningkatan perhatian pada lanjut usia, sehingga derajat kesehatan para
lanjut usia bisa dipertahankan pada taraf setinggi- tingginya.Hal ini di karenakan akan muncul lebih banyak problem lanjut usia seperti
kemunduran fisik, mental, sosial, produktivitas kerja, komunikasi, dan terbatasnya aksesibilitas. Ini potensi masalah yang harus diantisipasi sejak
awal Taisir, 2008 :1 Sementara itu angka prevalensi pengidap gangguan mental untuk
lanjut usia 55 ke atas: a 11,4 untuk gangguan kecemasan, b 4,4
untuk gangguan mood, c 0,6 untuk skizofrenia, d 6,6 untuk pelemahan kognitif parah, dan e 19,8 untuk gangguan mental lainnya
Socrates, 2009:1. Keluarga adalah kelompok yang mempunyai peranan yang amat
penting dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan atau memperbaiki masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga.
Sesungguhnya bentuk, siklus, dan fungsi keluarga secara keseluruhan mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap kesehatan setiap anggota
keluarga. Baik kesehatan fisik maupun mental. Sebaliknya keadaan kesehatan juga berpengaruh terhadap bentuk, siklus, dan fungsi keluarga
Azrul Azwar, 1997: 41 Beberapa studi melaporkan adanya hubungan antara dukungan
keluarga dengan kesehatan mental.Kuantitas dan kualitas dukungan keluarga
berkaitan dengan
gejala psikologis.
Beberapa studi
mengindikasikan bahwa orang dengan gangguan mental dilaporkan merasa tidak mendapat dukungan keluarga. Penelitian lain yang
mendukung, bahwa pasien dengan diagnosa gangguan kecemasan lebih sedikit tingkat kepuasannya terhadap dukungan keluarga dibanding pasien
tanpa gangguan kecemasan Cano, Annmarrie, et all., 2003:2. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
– penelitian sebelumnya, dalam hal topik, subjek penelitian, dan alat ukur yang digunakan.
B. Perumusan Masalah