EFEKTIVITAS PASAL 5 UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Pada Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung)

  

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PASAL 5 UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2006

TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM

PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN

  

(Studi Pada Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung)

Oleh

M. Ikhwan Hakim

  Perkosaan merupakan salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan dimana korban mengalami penderitaan yang dilematis. Secara pisik, korban telah kehilangan kehormatannya (virginitas) atau kemungkinan menderita kehamilan. Secara psikis (emosional) korban perkosaan mengalami trauma dan menderita seumur hidupnya, oleh karena mereka kehilangan harapan akan masa depannya. Peningkatan korban kejahatan yang terjadi akibat kurangnya usaha pencegahan yang dilakukan seperti, penyuluhan dan pembiaran penyimpangan tindak pidana yang disengaja oleh masyarakat, sehubungan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tentang: Bagaimanakah perlindungan korban kejahatan perkosaan menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Perkara Tindak Pidana Perkosaan dan mengetahui faktor-faktor penghambat perlindungan korban kejahatan perkosaan di Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris sebagai penunjang. Sedangkan yang dijadikan populasi dalam skripsi ini adalah anggota Kepolisian Kota Besar Bandar lampung, dengan cara wawancara kepada Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung, dan pengolahan data secara evaluasi, klasifikasi, dan sistematis. Hasil wawancara tersebut kemudian di analisis secara kualitatif lalu disimpulkan secara induktif.

  Korban kejahatan perkosaan perlu perlindungan sesuai dengan Pasal 5 Undang- Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban berupa seperti memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta

   M. Ikhwan Hakim

  sedang, atau yang telah diberikannya, ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan, memberikan keterangan tanpa tekanan, mendapat penerjemah, bebas dari pertanyaan yang menjerat, mendapat kediaman baru, memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, mendapat nasihat hukum dan mendapat bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Dalam perlindungan korban kejahatan perkosaan masih banyak hambatan yang dialami Kepolisian Kota Besar Bandar lampung, faktor-faktornya adalah faktor aparat penegak hukumnya sendiri pada saat ini Poltabes Bandar lampung mempunyai hambatan sebab anggota reserse yang mengalami kecakapan dalam korban kejahatan perkosaan jumlahnya sedikit, faktor sarana dan fasilitas sampai saat ini Poltabes Bandar lampung saat ini belum mempunyai Laboratorium Forensik yang khusus mengerjakan hal-hal yang membutuhkan bantuan dari hasil Laboratorium, faktor korbannya sendiri dimana korban malu untuk melapor, dan faktor dari masyarakat karena terkadang takut melaporkan khususnya yang terjadi di keluarga karena menganggap sebagai aib, yang menyebabkan kasus tersebut sulit diungkapkan. Untuk itu penulis sarankan agar ada aturan khusus tentang perlindungan korban kejahatan perkosaan dan juga memberikan perlindungan yang bersifat yuridis, psikologis, maupun sosial terhadap korban kejahatan perkosaan (pada pasca perkosaan).

  Bagi aparat penegak hukum dan institusi yang berwenang dalam memperlakukan korban hendaknya memperhatikan faktor psikologis korban dan memperbaiki mental masyarakat agar lebih dewasa dan arif dalam mensikapi korban perkosaan dan digalakannya penyuluhan hukum kepada masyarakat, Perlunya upaya untuk memberikan perlindungan terhadap korban kejahatan perkosaan dibutuhkan banyak keterlibatan para pihak, para pihak disini dapat juga institusi pemerintah yang memang ditugaskan sebagai suatu lembaga yang menangani korban kejahatan, dapat juga masyarakat luas khususnya keterlibatan masyarakat disini adalah peran serta untuk turut membantu pemulihan dan memberikan rasa aman bagi korban, tidak hanya pihak aparat ilmu kedokteranpun belum berperan secara maksimal untuk membantu korban perkosaan dalam hal pembuktian.

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta (Whistleblower) Dalam Perkara Pidana (Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban)

1 74 184

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAPOR TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

0 15 26

Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Pengungkap Fakta (Whistle Blower) Dalam Perkara Pidana Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

0 7 35

EFEKTIVITAS PASAL 5 UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Pada Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung)

0 2 3

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR.13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi Pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

0 9 46

Efektivitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Perkosaan Dari Putusan Hakim Dihubungkan Dengan Undang-undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.

0 0 11

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

0 0 2

UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

0 0 14

Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Pelapor Tindak Pidana Korupsi Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

0 0 14

JURNAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DALAM PERKARA PIDANA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

0 0 15