Resensi buku Islamic Studi

Peresensi : Rangga Pradikta
Judul Buku : Islamic Studies Pendekatan dan Metode
Pengarang : Zakiyuddin Baidhawy
Penerbit : Insan Madani
Cetakan : Pertama, April 2011
Tebal Buku : iv,v,vi,vii,vii,ix,x + 320 halaman.
Minat terhadap studi islam (Islamic Studies) mengalami peningkatan cukup pesat
pada beberapa tahun terakhir, meskipun tidak selalu memilikialasan-alasan yang
tepat. Pada abad 19 hingga awal abad 20 kita dapat menyaksikan bahwa disiplin
StudiIslam bangkit dimotivasioleh keinginan para penguasa kolonial untuk
memahamisumber-sumber rujukan dan praktik-praktik keagamaan darinegerinegerijajahan mereka. Karenanya kajian dan penelitian dalam disiplin lebih
ditujukan untuk kebutuhan khusus, yaitu menentukan nilai-nilaidan praktikpraktik

darinegeri-negeriterjajah

itu.

Mereka

memilikihasrat


untuk

menguasaisecara penuh wilayah jajahan dengan berbagaimacam cara sehingga
mereka dapat menjalankan misi“memperadabkan” negeri-negeriterjajah dan
mendorong mereka memperoleh kemajuan dalam hal pengetahuan tentang
negeri-negeriterjajah

serta

memanfaatkan

kaum

terpelajarnya

mendapatkan legitimasiatas kekuasaan mereka.
Buku ini memiliki 320 halaman dengan tersusun oleh 14 bab, diantaranya ;

P&5age


1

untuk

Bab I :

Dalam bab ini dejelaskan bagaimana pengertian dari studi Islam, melalui sudut
pandang sosiologis, serta menggunakan pendekatan Intensional, Apologetik
Insider, Pendekatan Emik dan Pendekatan Etik. Kemudian dalam dimensi
keilmuan, dijelaskan bagaimana para kaum orientalisme memandang dan
memperlakukan studi islam di era modern.

Bab II :

Dalam bab yang ke dua ini penulis mencoba menerangkan tentang ruang lingkup
objek kajian studi islam melalui pengalaman keagamaan dan ekspresi. Setiap
kajian ilmiah menghendaki objek sebaga iprasyarat utama. Kejelasan objek
memudahkan para pengkaji membuat batasan akan ruang lingkup suatu studi.
Juga menjelaskan tentang dimensi dimensi keagamaan yang yang dijelaskan
dengan pandangan ke tauhidan.


P&5age

2

Bab III :

Dalam bab ini, dijelaskan pula bagaimana sejara perkembangan studi islam
hingga menjadi sebuah kajian ilmiah. “Studi Islam mulai muncul pada abad ke-9
diIrak, ketika ilmu-ilmu agama Islam mulai memperoleh bentuknya dan
berkembang

didalam

sekolah-sekolah

hingga

terbentuknya


tradisiliterer

dikawasan Arab masa pertengahan. Studi Islam bukan hanya berjalan didalam
peradaban Islam itu sendiri bahkan juga menjadi fokus diskusi di negara-negara
Barat.
Bahkan, sebelum kemunculan Islam pada abad ke-7, orang-orang Arab sudah
dikenal oleh bangsa Israel dan Yunani Kuno serta para pendiri gereja. Pandangan
orang-orang Eropa tentang Islam sepanjang masa pertengahan diambil dari
konstruk Injili dan teologis. Mitologi, teologi, dan missionarisme menyediakan
formulasi utama tentang apa yang diketahui gereja mengenai Muslim sekaligus
alasan-asalan bagiperkembangan wacana resmitentang Islam. Secara mitologis,
Muslim dipandang sebagai orang Arab, Sarasen, yang merupakan keturunan
Ibrahim melalui Siti Hajar dan putranya Ismail. (Zakiyuddin Baidhawy, Studi
Islam : pedekatan dan metode. Yogyakarta: insan madani, 2011. Halaman 39-40)
Pada akhir abad ke-18, beberapa sarjana melihat Muhammad sebagai seorang dai
agama yang lebih alami dan rasional dari pada Kristen. Sebagian lainnya masih
memandang Muhammad sebagai ekstremis seksual dan politik. Minat mengkaji

P&5age


3

kehidupan Muhammad dan aspek-aspek lain dari sejarah Islam telah melahirkan
para spesialis. Edmund Gibbon (1737-1794) menulis bab khusus tentang
kehidupan Muhammad dan tahap-tahap sejarah Islam awal. Ia menyajikan
Muhammad sebagai manusia spiritual jenius yang dalam pengasingannya
(khalwat) di Mekkah, menerima wahyu sucimonotheisme. Setelah hijrah dari
Mekkah ke Madinah, Islam mulai memperoleh kemenangan dan kekuasaan
militer. Namun, secara keseluruhan Gibbon menyajikan Muhammad secara
positif. Karenanya, abad ke-18 ini diakhiri dengan suatu proyek kajian Islam
yang lebih menyeluruh daripada korpus Cluny. Pada 1798, Napoleon menginvasi
Mesir dengan kekuatan militer, yang dibarengi oleh tim besar sarjana yang
ditugasi untuk mengkaji dan mendokumentasikan bahasa, kebudayaan, dan
agama penduduk Mesir. Hubungan yang tampak antara sarana-sarana ilmiah dan
tujuan-tujuan politik adalah untuk menggantikan tujuan-tujuan Injili dari Studi
Islam di Eropa.(Halaman 44)
Penulis juga mencoba menjelaskan Studi Islam dengan Orientalisme ataupun
oxidentalis melalui sudut pandang historisisme.

Bab IV :


Dalam bab ini penulis, mencoba menjelaskan model-model pendekatan kajian
teks-teks islam dalam studi al quran. Metode metode yang di bahas antara lain

P&5age

4

pendekatan i’jaz klasik, “Pendekatan ini se-sungguhnya sudah muncul sejak abad
ke-3 hijrah atau abad ke-9 masehi dalam sejarah kebudayaan Islam. Ia muncul
dari diskusi mengenai persoalan ketidaktertirukannya Al-Qur’an, i`jaz, yang
menjadi ajaran hakiki dalam teologi. Memang benar bahwa Al-Qur’an sejak
permulaan pewahyuannya menangkap imajinasi bangsa Arab yang melukiskan
keunikan bahasanya.”(Halaman 69)
Pendekatan Sastra Modern “Pada masa modern, pendekatan kesusastraan
terhadap al-Qur’an juga berkembang bahkan lebih kompleks dariyang sudah ada.
Misalnya,

Muhammad


Abduh

menggunakan

me-tode

sastra

iniuntuk

menafsirkan al-Qur’an yang sangat erat hubungannya dengan pemahaman
rasionalnya tentang Islam.”(Halaman 75)
Pendekatan Tajdid, pendekatan ini di kemukakan pertama kali oleh Amin alKhuli “Ia menerapkan metode tajdid untuk studi bahasa (nahw) dan retorika
(balaghah), tafsir al-Qur’an, dan sastra (adab).”(Halaman 76)
Pendekatan tahlili “Maksud tafsir tahlili atau ijmali atau juz’i adalah metode
kajian al-Qur’an dengan menganalisis secara kronologis dan memaparkan
berbagai aspek yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan urutan
bacaan yang terdapat dalam urutan mu-shaf ‘Uthmani.”(Halaman 77)
Pendekatan semantik “Pendekatan semantik dalam ilmu bahasa dimanfaatkan
oleh para pengkaji Islam untuk mempelajari teks-teks keislaman, terutama alQur’an. Bagian inimencoba untuk mengelaborasi bagaimana pendekatan


P&5age

5

semantik digunakan untuk mempelajari struktur dan ketepatan sejumlah istilah
kunci dan konsep dalam al-Qur’an yang pernah dilakukan oleh dua sarjana
kontemporer, yaitu Toshihiko Izutsu (1914-1993) dan Syed Muhammad Naquib
al-Attas (1931--), dan membandingkannya dengan al-Raghib al-Isfahani(w. ca
443/1060), penulis karya Kitab al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an.(Halaman 80)
Pendekatan Tematik “Pendekatan tematik (mawdhu’i) tidak menafsirkan alQuran ayat demiayat. Pendekatan iniberusaha mengkaji al-Qur’an dengan cara
mengambil tema tertentu dari berbagai tema ajaran, sosial dan kosmologi yang
ada dalam al-Qur’an.”(Halaman 90)

Bab V :

Jika pada bab IV di jelaskan tentang model kajian teks-teks keislaman berupa
metode metode dalam Al qur’an, maka dalam bab ini akan dibahas metode
hadits. Penulis memulai dari sejarah dan definisi hadits secara umum, yang
kemudian dilanjutkan dengan pemaparan beberapa pendekatan. Pendekatan yang

di paparkan antara lain,
- Kajian Orientali tentang hadits, Kajian orientalis tentang hadis dapat dilihat
pada studiyang dilakukan oleh Ignaz Goldziher.(halaman 101)

P&5age

6

-Perbedaan Metodologi Kajian Hadis: Sarjana Barat dan Sarjana Muslim,
“Perbedaan antara pendekatan sarjana hadis Muslim dan sarjana hadis Barat
bersandar pada perbedaan fundamental pendekatan terhadap tradisiIslam secara
keseluruhan.”(Halaman 103)
Bagi para sarjana Barat, tidaklah masuk akal bahwa hadis, cerita-cerita dan
perkataan-perkataan Muhammad saw. Diakui dan dikumpulkan sebagai hadis
dalam arti teknis sudah ada pada masa Nabi hidup. Mereka lebih percaya bahwa
Muhammad saw. bicara dan berbuat secara sadar, dan mungkin ia menjadi
teladan bagi komunitasnya, namun tak seorang pun yang dapat mencatat
tindakan-tindakan dan perkataan-perkataannya dengan sangat detail selama
berabad-abad.(Halaman 105-105)
-Kajian sarjana muslim modern,” Kajian-kajian mereka berkaitan dengan

persoalan kritik teks yang pada akhirnya dapat meragukan beberapa catatan
tentang hadis. Diantara mereka adalah M. Rashid Ridha, Mahmoud Abu Rayyah,
Ahmad Amin, dan Ismail Ahmad Adham.”(Halaman 110).
-Pendekatan revolusioner Al bani, “Syekh Muhammad Nasir ad-Din al-Albani
dikenal sebagai muhadis kontemporer. Ia memperkenalkan pendekatan revolusioner dalam studi hadis, dan jalannya inidi ikutioleh para pengikutnya.
Masyarakat umum mengetahuinya sebagai salah seorang pendukung Wahhabi,
padahal ia tidak setuju dengan pandangan-pandangan Wahhabi, utamanya
dengan wakil-wakil mereka yang berasal dari kaum ulama Saudi, berkaitan
dengan persoalan hukum. Al-Albani menunjukkan kontradiksi fundamental

P&5age

7

dengan tradisiWahhabi yang menjadi pembela eksklusif Al-Qur’an, Sunnah dan
ijma’ as-salaf as-salih –utamanya mereka bersandar kepada mazhab fikih
Hanbali bagifatwa-fatwa mereka. Menurut al-Albani, hal serupa berlaku bagi
Muhammad bin Abdul Wahhab yang disebut sebagai“ salafi dalam kredo, namun
bukan salafi dalam fikih”.(Halaman 115). Menurutnya, penalaran secara
independen harus dikeluarkan dariproses ini: kritik matan harus benar-benar

menjadiilmu formal, maksudnya ilmu gramatika atau linguistik; hanya sanad
yang layak dipertanyakan. Akibatnya, fokus utama ilmu hadis adalah pada `ilm
al-rijal yang juga dikenal dengan sebutan `ilm al-jarh wa al-ta`dil, yang
menilaimoralitas sanad. Pada saat yang sama –dan inibertentangan dengan yang
pertama–, al-Albanimenyatakan bahwa ruang lingkup penilaian kembalihadis
harus mencakup semua hadis yang ada meskipun hadis itu sudah termaktub
dalam buku-buku hadis Bukharidan Muslim, yang menurut al-Albanisebagian
darihadis-hadis dalam dua kitab inidinyatakan lemah (Lacroix, 2008: 6).
(Halaman 115-116).

Bab VI

Istilah kalam biasanya diterjemahkan sebagai“kata” atau “firman”, namun kata
inimenjadilebih layak maknanya jika diterjemahkan “diskusi” atau “argumen”
atau “perdebatan”(halama 119), untuk itu, penulis membahas tentang model ilmu

P&5age

8

kalan dalam bab ini. Mulai dari sejarah munculnya, definisi, metodologi, dan
mahzab mahzab ilmu kalam.

Bab VII

Tasawuf atau dikenal sebagai mistisisme Islam adalah fenomena universal yang
menggambarkan upaya manusia untuk meraih kebenaran. Tasawuf juga dikenal
sebagai pengetahuan intuitif tentang Tuhan atau Realitas Ultim yang diraih
melalui pengalaman keagamaan personal. Yakni kesadaran akan realitas
transenden atau Tuhan melalui meditasi atau kontemplasi batin. Atau disebut
juga sebagai sesuatu yang memiliki makna tersembunyi atau makna simbolik
yang mengilhami pencarian atas sesuatu yang misteri dan dahsyat. Sedangkan
sufi ialah orang yang berusaha mencapai kesatuan dengan Tuhan melalui
kontemplasi spiritual(halaman 139). Dalam bab ini, penulis membahas tentang
penjelasan tasawuf mulai dari definisi hingga perkembangan kajian tasawuf di
era modern.

P&5age

9

Bab VIII
Dalam Bab ini dijelaskan perbedaan antara ushul fikih dan fikih, melalui model
kajian seperti definisi, ruang lingkup, melaui pendekatan teoritis-rasional dan
deduktif.
Beberapa Contoh Perbedaan antara Fikih dan Usul Fikih

Fikih mengajarkan
Beribadah hanya wajib

Usul Fikih mengajarkan
Bicara tentang apa

jika seseorang telah cukup

artiharam, apa itu

kesadarannya (aqil) dan

mustahab, dst.

telah mencapaiumur
(baligh)

Jika seseorang bicara dalam Bagaimana
salat,

maka

ia

membatalkan salatnya

telah aturan

menurunkan

darisumber

yang

secara Islam dapat diterima
(bagaimana

kita

memahamiberbagaiperintah
sebagaisunnah

yang

bertentangan dengan fardu)

P&5age

10

Haram hukumnya makan Siapa yang memilikiotoritas
babi

untuk

mempersoalkan

masalah

hukum

dan

mendeduksiaturan-aturan
hukum Islam darisumbersumber

hukum

Dengan

kata

Islam.

lain,

syarat-syarat
mujtahid

apa

seorang

dan

apa

yang

harus ia lakukan ketika
sumber-sumber
legislasitampak kontradiksi
Mengeluarkan zakat adalah Apa yang dapat digunakan
kewajiban

sebagaibuktiuntuk
(muftidapat

fatwa

menggunakan

Al-Qur’an atau muftitidak
dapat

menggunakan

horoskop masa kini)
Jika seseorang kentut maka Bagaimana
ia batal wudhu

antara

mendamaikan

dua

buktiyang

tampak saling bertentangan
Salat

hanya

diwajibkan Bagaimana

ketika waktunya tiba

menafsirkan

kode-kode bahasan yang

P&5age

11

bermacam-macam
Wajib hukumnya salat lima Bagaimana
waktu sehari

mendeduksiaturan

baru

berdasarkan

yang

aturan

sudah ada dalam sumbersumber

hukum

Islam

(Halaman 158-158)

Bab IX

Hermeneutika kontemporer, terutama productive hermeneutics ala Gadamer atau
al-Qira’ah al-muntijah menurut Nasr Hamid Abu Zayd (1994:144), membuka
pengakuan terhadap cara baru pembacaan Al-Qur’an yang menerima fakta
adanya prasangka-prasangka yang sah (Gadamer, 1992: 261). Metode initernyata
mengilhamisejumlah sarjana Muslim untuk melakukan interpretasiterhadap
fenomena Al-Qur’an, dapat disebutkan misalnya Fazlur Rahman, Mohammed
Arkoun, Hassan Hanafidan Farid Esack(Halaman 168), bab kesembilan

P&5age

12

membahas tentang model kajian hermeneutika : studi hermeneutika pembebasan
Farid Esack.

Bab X

Fatwa MUI dan tertutupnya pintu dialog dikalangan internal Muslim,
memperlihatkan ada upaya-upaya sistematis hegemonitafsir tertentu tentang apa,
siapa, dan bagaimana Islam. Perlu disadaribahwa tafsir bukanlah agama, ia
produk akal pikiran sesuaidengan ruang dan waktu dan tingkat pemahaman
intelektual manusia(halaman 186). Dalam bab ke sepuluh ini, dibahas kajian
filsafat : studi hibrida filsafat fondasionalisme dan hermeneutika. Dalam bab ini
akan diterangkan apa itu hibrida dan penulis akan membawa kita semua untuk
memahami hibrida paradigmatik.

Bab XI

Model kajian pendidikan : Pendekatan Multikultural terhadap Pendidikan
Agama, Sejauh kita memandang ke masa depan, Pendidikan Agama Berbasis
Teologi Multikulturalis harus terus diupayakan secara kolaboratif dengan
institusi-institusi pendidikan dan para pengambil kebijakan serta organisasi-

P&5age

13

organisasi pemerintah maupun non-pemerintah lain yang berkaitan, untuk
menciptakan suatu visi baru bagi peran Pendidikan Agama dalam masyarakat.
Pendidikan Agama didesain untuk menawarkan nilai-nilai saling pengertian,
interdependensi, dan perdamaian. Orientasidan imperatif inisangat jelas. Bila
Pendidikan Agama hendak memainkan peran positif dalam membangun
masyarakat yang damai dan harmoni dalam konteks global, ia perlu dirancang
lebih dari sekedar melatih para guru dalam penguasaan teknik-teknik
mengintrodusir gagasan-gagasan baru tentang multikulturalisme sebagai seni
mengelola keragaman dan politik pengakuan akan perbedaan. Institusi-institusi
pendidikan bahkan harus menjadi tempat terjadinya transformasi pada diri siswa,
lingkungan sekolah, dan masyarakat atau dunia secara keseluruhan, suatu proses
yang mengalir dari tempat yang terdalam dari diri kita masing-masing. Kita perlu
berupaya menggagas suatu tempat baru dan tempat bagi spiritualitas baru dalam
dunia pendidikan, bukan sebagai gerak terisolasi pada margin akademik, bukan
pula sebagai bentuk represi dan kontrol sosial baru, namun sebagai unsur
esensial daris uatu tugas besar untuk mereorientasi institusi pendidikan guna
merespon secara memadait antangan-tantangan dunia yang ada dihadapan kita:
tantangan bagi pengajaran, pembelajaran dan kehidupan kita(Halaman 224-225).

Bab XII

P&5age

14

Terlepas dari pro dan kontra, dalam konteks Indonesia, perkembangan wacana
Islam liberal dalam satu dekade terakhir semakin memperoleh tempat. Meski
terasa baru, sesungguhnya Islam liberal adalah “the new wine in the old bottle”.
Sosok yang disebut Islam liberal telah memiliki sejarah panjang. Menurut
Charles Kurzman, Islam liberal berakar pada Syah Waliyullah (1703-1762)
diIndia dan muncul diantara gerakan-gerakan pemurnian Islam ala Wahabipada
abad ke-18. Bersama dengan berkembangnya Islam liberal, muncul tokohtokohnya pada tiap zaman. Jamaluddin al-Afghani di Afganistan, Sayyid Ahmad
Khan di India, dan Muhammad Abduh di Mesir --ketiganya hidup pada abad ke19. Adapun pada abad 20 terdapat antara lain Abdullah Ahmed an-Naim,
Mohammad Arkoun, Fazlur Rahman, dan Fatima Memissi. Nurcholish Madjid,
cendekiawan Indonesia yang mengibarkan teologi inklusif, juga disebut.
Istilah liberal antara lain bermakna pembebasan dari cara berpikir dan
berperilaku keberagamaan yang menghambat kemajuan. Islam liberal tidak bisa
dipertentangkan dengan Islam model lama semacam Islam tradisionalis,
revivalis, atau modernis, juga dengan model baru seperti neomodernis dan
posmodemis. Sebab, gagasan Islam liberal sesungguhnya kombinasi unsur-unsur
liberal yang ada dalam kelompok-kelompok pemikiran modern itu. Perhatian
Islam liberal adalah pada hal-hal yang prinsip. Adapun hal prinsip misalnya
negara demokrasi, emansipasiwanita, dan kebebasan berpikir(halaman 229-230).

P&5age

15

Bab ini membahas tentang model kajian pemikiran islam : kajian tentang Islam
liberal, yang sedang mencuat menjadi buah bibir masyarakat indonesia pada
akhir tahun 90-an.

Bab XIII

Bab ketiga ini akan membahas model kajian politik melalui beberapa
pendekatan, diantaranya pendekatan keamanan, pendekatan demokrasi, dan
pendekatan globalisasi.

Bab IV

Studi tentang agama-agama pada masa modern dan kontemporer banyak
mengambil manfaat dari perkembangan metodologi dalam ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Pengaruh kedua disiplin keilmuan ini cukup besar bagi
perkembangan studi agama dan khususnya Studi Islam. Mengkaji Islam belum
sampai pada kesimpulan yang komprehensif bila semata m-ngandalkan metode
dan pendekatan yang sifatnya sui generis berasal dari ilmu keislaman itu sendiri
sebagaimana dalam percabangan kajian Islam tradisional. Suatu kebutuhan yang
sangat mendesak untuk memahami fenomena Islam historis dari sudut pandang

P&5age

16

yang empiris dan historis pula. Penerapan pendekatan dan metode keilmuan
modern dan kontemporer dalam Studi Islam ini bukan bermaksud untuk
menggantikan apalagi menyingkirkan kajian Islam tradisional, namun lebih
merupakan melihat dari perspektif lain yang dipercaya dapat memperkaya
tentang pemahaman Islam dan masyarakat Muslim. Cabang-cabang kajian Islam
tradisional lebih fokus pada pemahaman mengenaiIslam secara tekstual.
Historisitas dan pengalaman empirik luput darikajian mendalam tentang
Islam(halaman 262) membahas tentang model kajian sejarah.

Adapun kelebihan dari buki ini, diantaranya struktural pembahasan yang
sistematis, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami pembahasan
secara lebih dalam. Kemudian buku ini memberi bekal terhadap pembaca
sebagai wawasan terhadap studi islam dari sejarah hingga hubungannya dalam
kehidupan sekarang.
Disamping memiliki kelebihan, buku ini pun tidak terlepas dari kekurangannya,
yaitu memiliki beberapa pembahasan ysng kurang mudah terfahami oleh orang
yang masih awam khususnya terhadap konteks kalimat yang tinggi.
Buku ini sangat bermanfaat bagi para calon cendikiawan islam sebagai tahap
awal dalam memahami islam serta dapat menemparkan dirinya sebagai
cendikiawan muda pada masa sekarang, dan sangat membantu mahasiswa

P&5age

17

(khususnya perguruan tinggi yang berbasis agama) dalam kegiatan pembelajaran
metodologi studi islam.

P&5age

18

DAFTAR PUSTAKA

Zakiyuddin Baidhawy, Studi Islam : pedekatan dan metode. Yogyakarta: insan
madani, 2011.

P&5age

19