TA : Penciptaan Buku Ilustrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sebagai Upaya Pengenalan Filosofi Kepemimpinan Jawa Kepada Remaja.

(1)

PENCIPTAAN BUKU ILUSTRASI

REGALIA KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT

SEBAGAI UPAYA PENGENALAN FILOSOFI KEPEMIMPINAN JAWA KEPADA REMAJA

TUGAS AKHIR

Program Studi

S1 Desain Komunikasi Visual

Oleh:

DIMAS NUGROHO AZIS PERMADI 11.42010.0041

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA


(2)

DAFTAR ISI………... xi

DAFTAR GAMBAR………... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 7

1.3 Batasan Masalah……… 8

1.4 Tujuan Penelitian………... 8

1.5 Manfaat……….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Budaya……….. 10

2.1.1 Unsur-Unsur Budaya……….. 11

2.1.2 Adat-istiadat Jawa……….. 12

2.2 Daerah Istimewa Yogyakarta………. 13

2.2.1 Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat……… 17

2.3 Kepemimpinan Jawa……….. 25

2.4 Profil Remaja……….. 33

2.4.1 Perkembangan Psikis Remaja………. 35


(3)

xii

2.8 Prinsip Dasar Desain……….. 44

2.9 Teori Nirmana……… 47

2.10 Tipografi………. 49

2.11 Warna………. 50

2.12 Warna Komplementer………... 51

2.13 Pencetakan Buku………... 52

2.14 Penelitian Terdahulu………... 54

2.15 Buku Ilustrasi “Canting Batik Tuban”……….. 54

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………... 56

3.1.1 Aksioma Dasar Realitas Metode Kualitatif………... 58

3.1.2 Karakteristik Penelitian Metode Kualitatif………. 58

3.2 Perancangan Penelitian………... 59

3.3 Teknik Pengumpulan Data………. 60

3.3.1 Observasi……… 60

3.3.2 Wawancara………. 61

3.3.3 Studi Pustaka……….. 61

3.3.4 Dokumentasi………... 61


(4)

4.1 Objek Penelitian………. 63

4.2 Data Produk……… 64

4.3 Profil Pembaca………... 64

4.4 Analisis Data……….. 65

4.5 Hasil Wawancara………... 66

4.6 Hasil Observasi………... 72

4.7 Keyword………. 73

4.8 Deskripsi Keyword………. 76

4.9 Metode Perancangan Karya……… 76

4.9.1 Konsep Perancangan………..……… 76

4.9.2 Gagasan Perancangan Karya………...………... 78

4.10 Strategi Komunikasi………... 78

4.11 Perencanaan Kreatif……… 81

4.11.1 Tujuan Kreatif…...………. 88

4.11.2 Strategi Kreatif………..………. 88

4.12 Perencanaan Media……….……… 89

4.12.1 Tujuan Media………... 89

4.12.2 Strategi Media.………... 90

4.13 Program Media………... 91


(5)

xiv

5.1.2 Implementasi Desain Media Publikasi………... 132

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan………. 136

6.2 Saran………... 137

DAFTAR PUSTAKA………...138

BIODATA PENULIS………... 140


(6)

Gambar 2.2 Dhalang atau Kijang………... 19

Gambar 2.3 Sawung atau Ayam jantan……….. 20

Gambar 2.4 Galing atau Merak……….. 21

Gambar 2.5 Hardhawalika atau Naga……… 22

Gambar 2.6 Kutuk atau Kotak………... 23

Gambar 2.7 Kacu Mas atau Saputangan Emas……….. 24

Gambar 2.8 Kandhil atau Lentera minyak………. 25

Gambar 2.9 Contoh Layout………... 47

Gambar 2.10 Contoh Layout………... 47

Gambar 2.11 Contoh Tipografi………... 49

Gambar 2.12 Contoh Tipografi………... 50

Gambar 2.13 Cover Buku……….. 54

Gambar 2.14 Konten Buku……… 54

Gambar 4.1 Bagan Pembagian Keyword………... 75

Gambar 4.2 Rencana Implementasi Konsep Perancangan Buku………... 77

Gambar 4.3 Gambaran Visualisasi Karakter………. 83

Gambar 4.4 Referensi Gaya Ilustrasi………. 83

Gambar 4.5 Motif Batik Parang………. 84

Gambar 4.6 Pilar Keraton……….. 85


(7)

xvi

Gambar 5.2 Implementasi Cover Buku Depan dan Belakang………... 102

Gambar 5.3 Implementasi Halaman Pembuka………... 103

Gambar 5.4 Implementasi Halaman Hak Cipta………. 104

Gambar 5.5 Implementasi Halaman Ucapan Terima Kasih……….. 105

Gambar 5.6 Implementasi Halaman Kata Pengantar………. 105

Gambar 5.7 Implementasi Halaman Daftar Isi……….. 106

Gambar 5.8 Implementasi Halaman Sejarah Keraton……… 107

Gambar 5.9 Implementasi Halaman Sejarah Regalia Keraton……….. 108

Gambar 5.10 Implementasi Halaman Kepemimpinan Sultan……… 109

Gambar 5.11 Implementasi Halaman Regalia Banyak……….. 110

Gambar 5.12 Implementasi Halaman Filosofi Regalia Banyak………. 111

Gambar 5.13 Implementasi Halaman Regalia Dhalang…………..………... 112

Gambar 5.14 Implementasi Halaman Filosofi Regalia Dhalang………... 113

Gambar 5.15 Implementasi Halaman Regalia Sawung………. 115

Gambar 5.16 Implementasi Halaman Filosofi Regalia Sawung……… 116

Gambar 5.17 Implementasi Halaman Regalia Galing………... 117

Gambar 5.18 Implementasi Halaman Filosofi Regalia Galing……….. 118

Gambar 5.19 Implementasi Halaman Regalia Hardawalika……….. 119

Gambar 5.20 Implementasi Halaman Filosofi Regalia Hardawalika……… 120


(8)

Gambar 5.25 Implementasi Halaman Regalia Kandhil………. 127

Gambar 5.26 Implementasi Halaman Filosofi Regalia Khandil……… 128

Gambar 5.27 Implementasi Halaman Keaslian dari Keseluruhan Budaya Keraton.. 129

Gambar 5.28 Implementasi Halaman Kasta, Pemimpin, Kesederhanaan, dan Tradisi………... 130

Gambar 5.29 Implementasi Desain Flyer……….. 132

Gambar 5.30 Implementasi Desain Poster………...….. 133

Gambar 5.31 Implementasi Desain X-Banner………... 134


(9)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki warisan budaya yang beragam salah satunya keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Warisan budaya ini bukan sekedar peninggalan semata, dari bentangan sejarah yang begitu panjang keraton banyak memiliki cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya.

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai warisan budaya bangsa telah menjadikan dirinya tidak hanya sebagai tempat bersejarah akan tetapi juga menjadi tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, dari lokal, nasional, hingga internasional. Kepopuleran Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai obyek wisata di Indonesia tentunya tidak lepas dari peran serta keluarga besar Keraton Hadiningrat yang senantiasa menjaga keaslian dari keseluruhan budaya Keraton dan disetiap acara-acara besarnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selalu menggelarnya dengan adat Jawa yang penuh dengan cerita magis sehingga mampu membuat wisatawan terpesona disetiap pertunjukannya. Kepopuleran Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau juga didukung dengan berbagai catatan sejarah yang menuliskan, Bahwa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan istana Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi di pusat Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di tahun 1950, Kasultanan tersebut telah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan tetapi


(10)

sekalipun begitu, tradisi Kesultanan masih dijalankan hingga saat ini. Sampai saat ini juga, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat masih berfungsi baik sebagai tempat tinggal Sultan dan serangkaian kegiatan administrasi keraton. Ada beragam nilai-nilai luhur di Keraton, nilai-nilai-nilai-nilai budaya luhur yang dianut oleh masyarakat didalamnya. Nilai-nilai luhur itu masing-masing meniliki keragaman filosofi. Bahkan masyarakat biasa juga ikut menjaga budaya luhur keraton sehingga keaslian dan kemagisan keraton begitu kental.

Filosofi merupakan studi yang mempelajari tentang kebijaksaan, dasar-dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan suatu kehidupan. Filosofi kepemimpinan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang terdapat dalam 8 Regalia memberikan pelajaran bahwasannya setiap pemimpin dalam tindakannya harus dengan niat tulus dan suci, memiliki kecerdasan dan ketangkasan yang benar tidak disalahgunakan, berani dan bertanggungjawab, pemimpin senantiasa memberikan teladan bagi setiap rakyatnya karena pemimpin merupakan orang yang Agung yang dimuliakan, pemimpin harus kuat lahir dan batin, pemimpin harus tetap rendah hati dan hidup dalam kesederhanaan, pemimpin harus selalu mengayomi rakyatnya tidak pandang kasta, dan pemimpin harus siap memberikan pencerahan bagi rakyatnya lewat komunikasi empatik ketika rakyatnya menyuarakan aspirasi, pemimpin hendaknya mendengarkan dengan setulus hati.

Dari filosofi 8 simbol kepemimpinan Keraton yakni Regalia mengambarkan bahwasannya kehidupan di Keraton sangatlah memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan antar sesama dan demokrasi dalam wujud


(11)

musyawarah yang beranggotakan baik dari kalangan petinggi maupun rakyat biasa. Oleh karena itu, kehidupan sosial masyarakat yang terbangun penuh dengan damai, kasih sayang antar sesama dan penuh dengan persaudaraan.

Seperti yang dijelaskan dalam bukunya Imam Barnadib (1982:11-12) bahwa filsafat atau filosofi sebagai pandangan menyeluruh dan sistematis. Disebut meyeluruh, karena pandangan filsafat bukan hanya berkutat pada sebuah pengetahuan, melainkan suatu pandangan yang dapat menembus di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan seperti ini akan terbuka kemungkinan untuk menemukan hubungan pertalian antara semua unsur yang dipertinggi, dengan mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebijakan. Dikatakan sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti, teratur, sesuai dengan hukum hukum yang ada.

Gambar 1.1 Delapan simbol Regalia (Sumber : Foto Peneliti)


(12)

Keragaman filosofi yang ada dalam Keraton tersebut salah satunya adalah filosofi tentang kepemimpinan yang disebut regalia. Regalia merupakan pusaka yang melambangkan karakter Sri Sultan Hamengku Buwono dalam memimpin Kasultanan dan orang-orangnya. Regalia diwujudkan dalam 8 simbol kepemimpinan yang ada di keraton berupa benda-benda yang masing-masing memiliki nama, arti dan makna tersendiri. Benda-benda tersebut berupa Banyak atau Angsa, Dhalang atau Kijang, Sawung atau Ayam Jantan, Galing atau Merak, Hardawalika atau Naga, Kutuk atau Kotak, Kacu Mas atau Saputangan Emas, Kandil atau Lentera. Filofosi 8 simbol kepemimpinan tersebut tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas. Kondisi ini sangat berlawan dengan kepopuleran keraton yang dikenal hingga seluruh dunia. Sehingga penulis melakukan penelitian terhadap Regalia yang merupakan simbol kepemimpinan Jawa di keraton dikarenakan selama ini belum adanya penelitian tentang Regalia maka dari itu penulis melakukan penelitian tentang Regalia dengan maksud ingin mengetahui lebih luas dan rinci mengenai makna simbol filosofi Regalia yang tidak banyak diketahui oleh remaja.

Daerah Istimewa Yogyakarta yang menghadirkan ribuan masyarakat dari berbagai daerah dengan berbagai karakter senantiasa mampu menciptakan kehidupan sosial masyarakat yang sejahtera dan harmonis. Kepemimpinan Jawa di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat telah banyak memberikan pengaruh dalam kerukunan antar umat di dalamnya. Kepemimpin Jawa di keraton tercermin dalam kepemimpinan pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadikan Sultan sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai Wakil Gubernur, hal tersebut


(13)

merupakan hasil perjanjian pada saat dua Negara tersebut diminta untuk bergabung dalam wilayah NKRI. Sehingga Kasultanan dan Kadipaten tetap berdiri bersama dan masyarakat dari berbagai lapisan selalu diikutsertakan dalam setiap musyawarah demi terbangunnya Daerah Istimewa Yogyakarta yang berintegritas, ini yang menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta tetap berbudi luhur dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Kepopuleran Keraton sebagai warisan budaya ternyata tidak mendapat perhatian lebih dari masyarakat khususnya remaja. Remaja saat ini memiliki minat kepada hal-hal yang bersifat modern. Ketertarikan remaja pada sejarah, budaya, dan warisan leluhur hampir meredup. Usia remaja sangatlah rentan dengan berbagai pengaruh disekitarnya. Seperti yang dijelaskan Hurlock (1996) bahwasannya dia memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Dengan kondisi demikian maka dibutuhkan rekonstruksi sosial dari sikap, mental, dan pemikiran remaja saat ini sebagai upaya-upaya untuk mengenalkan kembali filosofi kepemimpin keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai warisan budaya yang istimewa. Remaja saat ini kurang familiar dengan buku. Menurut mereka, membaca merupakan serangkaian kegiatan yang menghabiskan banyak waktu dan membosankan. Segala apa yang mereka kerjakan selalu mengikuti trend tanpa ada pemilahan. Bagi mereka, pantas atau tidak yang terpenting diri mereka tidak dikatakan sebagai manusia yang ketinggalan zaman. Sebenarnya, belajar dari warisan budaya akan dapat memperdalam ilmu sejarah dan budaya yang didapatkan dari pendidikan di sekolah. Jadi jika dilakukan perubahan cara pandang kepada remaja


(14)

yang selama ini mengedepankan modernitas, nantinya mereka akan merasa memiliki warisan budaya bangsa karena remaja adalah aset bangsa, penerus bangsa.

Upaya-upaya untuk meningkatkan minat remaja dalam mengenalkan warisan budaya bangsa sangatlah diperlukan. Sikap remaja yang lebih respon terhadap modernitas dan enggan untuk membaca buku. Maka cara yang ditempuh untuk meningkatkan minat remaja dalam mengenalkan warisan budaya adalah menggabungkan buku sebagai bacaan dengan gambar-gambar yang mempunyai fungsi tidak hanya sebagai ilustrasi akan tetapi juga mampu mengajak para generasi muda yakni remaja untuk menyelesaikan bacaan dalam buku hingga selesai.

Salah satunya melalui buku ilustrasi yang tersaji dalam buku ilutrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadingrat untuk mengkomunikasikan pesan-pesan dalam tulisan kepada pembaca khususnya para remaja yang tidak suka memabaca sehingga mereka mampu menangkap penjelasan dengan cepat dan tepat. (Kusmiati, 1999) menjelaskan bahwa ilustrasi digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan dengan tepat, cepat, tegas, dan merupakan terjemahan dari sebuah judul. Ilustrasi tersebut diharapkan mampu memberikan emosi batin kepada remaja sehingga suasana dalam hati akan terbangun layaknya sedang dalam kehidupan nyata. buku ilustrasi sangat tepat dan penting dalam hal ini, karena perkembangan remaja berpotensi sekali untuk stress dan harapan-harapan baru dari orang tua yang dialami remaja membuat mereka mudah sekali mengalami gangguan pikiran, perasaan, maupun gangguan perilaku (Fubrmann,


(15)

1990). Sehingga dengan buku ilutrasi, mereka akan merasa bebas dalam mengembangkan pikiran mereka untuk menterjemahkan gambar tersebut dalam memahami 8 filosofi kepemimpinan Jawa di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Untuk mengenalkan 8 filosofi simbol kepemimpinan Jawa yakni Regalia kepada remaja diperlukan penciptaan buku ilustrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai upaya pengenalan kepemimpinan Jawa kepada remaja.

Dari permasalahan tersebut diperlukan Penciptaan buku ilustrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai upaya pengenalan filosofi kepemimpinan Jawa kepada remaja. Dengan tampilan gambar-gambar menarik yang akan membantu pembaca khususnya remaja dalam memahami setiap kalimat yang menjelasakan filosofi kepemimpin Jawa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat karena untuk mempelajari nilai filosofi dan magis diperlukan kemampuan berfikir yang besar, terlebih ini adalah nilai filosofi dan magis kepemimpinan Jawa keraton yang penuh dengan sejarah dan menyimpan berbagai pengetahuan di dalamnya, jika ada kemampuan serta media informasi yang dapat digunakan untuk membedahnya, maka banyak pengetahuan yang akan didapatkan seputar kepemimpinan Jawa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat disusun rumusan masalah yaitu bagaimana membuat buku ilustrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai upaya pengenalan filosofi kepemimpinan Jawa kepada remaja


(16)

1.3 Batasan Masalah

Penelitian dalam tugas akhir ini yang berjudul Penciptaan Buku Ilustrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sebagai Upaya Pengenalan Filosofi Kepemimpinan Jawa Kepada Remaja. Maka, dalam penelitian ini terfokus pada pengenalan filosofi Regalia yang merupakan simbol kepemimpinan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

1.4 Tujuan Penelitian

Membuat buku ilustrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai upaya untuk memperkenalkan filosofi kepemimpinan Jawa kepada remaja.

1.5 Manfaat

1. Secara teoritis tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi bagi setiap mereka yang ingin melakukan penelitian terkait dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang penuh dengan mitos dan mistik.

2. Secara praktis tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam memahami kebudayaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Juga dapat digunakan sebagai bahan bacaan wisatawan yang berkunjung di Keraton Ngayogyakarta Hadingrat sebagai upaya dalam memperoleh informasi yang inovatif. Tak hanya menyajikan rangkaian kata yang akurat dimana kebenaran informasi yang disampaikan bisa dibuktikan, akan tetapi juga


(17)

dilengkapi dengan gambar ilustrasi. Sehingga kemampuan dari seluruh wisatawan dalam memahami kebudayaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat bisa efektif dan efisien.

3. Secara psikologis tugas akhir ini diharapkan mampu memberikan teladan bagi generasi muda atau remaja tentang kepemimpinan, cara hidup, pandangan hidup yang sikap, mental, dan pribadi mereka seringkali melewati batas norma-norma kehidupan.


(18)

10

Kajian teori dan konsep yang digunakan untuk memperkuat perancangan ini, agar hasil yang diperoleh bisa lebih maksimal dan bisa dipertanggungjawabkan antara lain menggunakan beberapa referensi.

2.1 Teori Budaya

Kebudayaan yang mengacu kepada cita-cita bersama secara luas, nilai, pembentukan dan penggunaan kategori, asumsi tentang kehidupan, dan kegiatan goal-directed yang menjadi sadar tidak sadar diterima sebagai “benar” dan “benar” oleh orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan sebagai acuan yang menjadi pemandu perilaku orang dalam suatu komunitas dan diinkubasi dalam kehidupan keluarga. Ini mengatur perilaku kita dalam kelompok, membuat kita peka terhadap masalah status, dan membantu kita mengetahui apa tanggung jawab kita adalah untuk grup. Budaya yang berbeda struktur yang mendasari yang membuat bulat bulat masyarakat dan komunitas persegi persegi.

Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan manusia kedalam pengalaman historisnya. (Sarumpaet, 2011). Termasuk disini adalah pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, kemampuan lainnya serta terapi dan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.


(19)

Mendefinisikan sebuah budaya sebagai sikap dan kepercayaan, cara berpikir, berperilaku, dan mengingat bersama oleh anggota komunitas tersebut.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadapa dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

Wujud-wujud baru budaya muncul bukan sebagai reaksi spontan dari adaptasi genetic, melainkan akibat dari perjuangan individu untuk memperoleh kendali atas kehidupan pribadi dan sosialnya. Seorang ahli antropologi Amerika Franz Boas berpendapat bahwa budaya begitu kuatnya hingga membentuk pandangan atas dunia Danesi (2004:43-44).

2.1.1 Unsur-Unsur Budaya

Dalam buku pengantar ilmu antropologi Koentjaraningrat (1990:203), menjelaskan bahwa ada tujuh unsur yang dapat disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia yaitu :

1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial


(20)

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi

7. Kesenian

2.1.2 Adat-Istiadat Jawa

Adat-istiadat atau tata cara seperti yang menjadi kebiasaan masyarakat Jawa secara turun-temurun, memiliki makna yang dalam. Adat-istiadat itu merupakan pengejewantahan alam pikiran bangsa Jawa yang berkaitan dengan kepada Tuhan. Konsep yang mendasari alam pikiran bangsa Jawa itu adalah (1) kesatuan kosmos, yakni semua yang terbentang di jagad raya: alam semesta hutan, gunung, sawah, lautan dengan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan sebagai suatu solidaritas kehidupan (seperti telah diutarakan diatas), dengan sangkan paraning dumadi, yakni asal mula dan tujuan hidup, suatu ungkapan yang berkaitan dengan dunia spiritual

orang Jawa, dan (2) langgeng, keabadian, sangkan paraning dumadi: dari kata

sangkan, dari kata sangka artinya ‘dari, asal, asal mula’, paran, kata benda berarti

‘tujuan’, sedang dumadi, dari kata dadi, berarti ‘menjadi’, diberi sisipan um, berarti

‘dijadikan’/dalam konteks dijadikan oleh tuhan, ‘hidup’. Jadi yang dimaksud dengan sangkan paraning dumadi adalah asal mula dan tujuan hidup Sarumpaet (2011:221).


(21)

2.2 Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Cikal bakal atau asal usul Yogyakarta adalah Kasultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman. Oleh Jepang ini disebut dengan Koti/Kooti.

Terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI di Jakarta pada tanggal 19

Agustus 1945 yang membahas tentang kedudukan Kooti. Dalam siding tersebut

Pangeran Puruboyo, wakil dari Yogyakarta Kooti, meminta pada pemerintah pusat

supaya Kooti dijadikan 100% otonom. Kemudian kedudukan Kooti ditetapkan status

quo sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang pemerintahan daerah. Pada hari itu juga Soekarno mengeluarkan piagam penetapan kedudukan bagi kedua penguasa tahta Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Piagam tersebut baru diserahkan pada 6 September 1945.

Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta dibentuk pada

tanggal 1 September 1945 dengan merubah keanggotaan Yogyakarta Kooti

Hookookai. Setelah mengetahui sikap rakyat Yogyakarta terhadap Proklamasi, barulah Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945 . Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang serupa juga dikeluarkan oleh Sri Paduka Paku Alaman VIII pada hari yang sama.


(22)

Berikut wilayah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta meliputi:

1. Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,

2. Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,

3. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,

4. Kabupaten Gunung Kidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,

5. Kabupaten Kulon Progo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.

Sedang wilayah kekuasaan Kadipten Paku Alaman meliputi:

1. Kabupaten Kota Paku Alaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,

2. Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Kabupaten-kabupaten tersebut tidak memiliki otonomi melainkan hanya wilayah administratif. Bupati selain mengepalai masing-masing kabupatennya yang disebut dengan Bupati Pamong Praja, mereka juga mengepalai birokrasi kerajaan yang disebut dengan Abdi Dalem Kerajaan. Birokrasi kerajaan inilah yang akan menjadi penopang utama Kabupaten dan Kota di DIY sampai tahun 1950.

Untuk merumuskan susunan dan kedudukan daerah Yogyakarta, BP KNID juga menyelenggarakan sidang maraton untuk merumuskan RUU Pokok Pemerintahan Yogyakarta sampai awal 1946. RUU ini tidak kunjung selesai karena perbedaan yang tajam antara BP KNID, yang menghendaki Yogyakarta menjadi daerah biasa seperti daerah lain, dengan kedua penguasa monarki, yang menghendaki Yogyakarta menjadi daerah istimewa.


(23)

Pada tanggal 18 Mei 1946 Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alaman VIII dengan persetujuan BP DPR DIY (Dewan Daerah) mengeluarkan Maklumat No. 18 yang mengatur kekuasaan legeslatif dan eksekutif . Maklumat ini adalah realisasi dari keputusan sidang KNI Daerah Yogyakarta pada 24 April 1946. Setelah menyetujui rencana maklumat itu, KNID membubarkan diri dan digantikan oleh Dewan Daerah yang dibentuk berdasarkan rencana maklumat. Dalam sidangnya yang pertama DPR DIY mengesahkan rencana maklumat No 18 yang sebelumnya telah disetujui dalam sidang KNI Daerah Yogyakarta tersebut. Dalam maklumat ini secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta digunakan menandai bersatunya dua monarki Kasultanan dan Pakualaman dalam sebuah Daerah Istimewa.

Setelah pengakuan kedaulatan sebagai hasil KMB, Indonesia memasuki babakan sejarah yang baru. Negara Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta sejak 1946, hanyalah sebuah negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berkedudukan di Jakarta sampai 17 Agustus 1950. Secara formal dibentuk dengan UU No. 3 Tahun 1950 yang diubah dengan UU No. 19 Tahun 1950. Kedua UU tersebut diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP No. 31 Tahun 1950. UU 3/1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sangatlah singkat (hanya 7 pasal dan sebuah lampiran daftar kewenangan otonomi). UU tersebut hanya mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah anggota DPRD, macam kewenangan, serta aturan-aturan yang sifatnya adalah peralihan. UU 19/1950 sendiri adalah perubahan dari UU 3/1950 yang berisi penambahan kewenangan bagi DIY. Status keistimewaan Yogyakarta tidak diatur lagi dalam UU pembentukan karena


(24)

telah diatur dalam UU 22/1948.Dalam UU 3/1950 disebutkan secara tegas Yogyakarta adalah sebuah Daerah Istimewa setingkat Provinsi bukan sebuah Provinsi. Walaupun nomenklaturnya mirip, namun saat itu mengandung konsekuensi hukum dan politik yang amat berbeda terutama dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerahnya. Kemudian pada tahun 1951 Yogyakarta menyelenggarakan pemilu pertama dalam sejarah Indonesia. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota legislatif di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten.

Perubahan yang cukup penting, pasca UU 3/1950 adalah perubahan wilayah. Wilayah birokrasi eksekutif yang menjadi DIY adalah wilayah Negara yang dibagi 3

kabupaten yakni Kota, Kulonprogo dan Kori dan kemudian menjadi 4 kabupaten 1

kota seperti yang sekarang. Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya selanjutnya diatur dengan UU No 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 131-133 UUD 1950.

Substansi istimewa bagi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat dalam kontrak politik antara Nagari Kasultanan Yogyakarta & Kadipaten Puro Pakualaman dengan Pemimpin Besar Revolusi Soekarno. Substansi Istimewa bagi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari tiga hal yaitu sebagai berikut :

1. Istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan Pemerintahan Daerah Istimewa

sebagaimana diatur UUD 45 pasal 18 & Penjelasannya mengenai hak asal-usul suatu daerah dalam teritori Negara Indonesia serta bukti - bukti authentik/fakta


(25)

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang ini dalam memajukan Pendidikan Nasional & Kebudayaan Indonesia.

2. Istimewa dalam hal Bentuk Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang

terdiri dari penggabungan dua wilayah Kasultanan & Pakualaman menjadi satu daerah setingkat provinsi yang bersifat kerajaan dalam satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (sebagaimana disebutkan dalam Amanat 30 Oktober 1945, 5 Oktober 1945 & UU No.3/1950);

Istimewa dalam hal Kepala Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dijabat oleh Sultan & Adipati yang bertahta (sebagaimana amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 yang menyatakan Sultan & Adipati yang bertahta tetap dalam kedudukannya dengan ditulis secara lengkap nama, gelar, kedudukan seorang Sultan & Adipati yang bertahta sesuai dengan angka urutan bertahtanya (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta).

2.2.1 Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Lambang kerajaan berupa benda-benda yang selalu dikeluarkan pada waktu upacara-upacara resmi, dan slalu menyertai sultan, disebut Ampilan Dalem. Benda-benda tersebut dibuat dari emas murni bertatahkan berlian, dan biasanya dibawa oleh abdidalem perempuan yang disebut Manggung, Delapan simbol kepemimpinan Jawa yang disebut Regalia sebagai pengertian bahwa raja mempunyai yang namanya pusaka Kanjeng Kyai Upocoro, Kanjeng Kyai Upocoro itu meliputi beberapa replika


(26)

dari beberapa hewan dan benda-benda lain yang semuanya terbuat dari logam mulia, benda-benda replika tersebut bentuknya tidak jauh berbeda dengan wujud aslinya akan tetapi untuk benda aslinya terbuat dari emas murni dan tidak diperlihatkann untuk umum namun, ketika Keraton mengadakan acara dan keperluan-keperluan tertentu maka benda asli tersebut dipertontonkan untuk umum. Regalia yang asli dibersihkan setiap satu tahun sekali di bulan Suro bersama dengan pusaka-pusaka yang lain.

Benda benda tersebut memiliki filosofi sebagai simbol bahwa raja harus mempunyai sifat-sifat atau kejiwaan seperti yang tergambar di dalam masing-masing benda tersebut yang dinamakan Kanjeng Kyai Upocoro.

Nah antara lain benda-benda itu diwujudkan dalam pedalangan yang sering anda dengar banyak, dhalang, sawung, galling, hardawalika, kacu mas, kutuk, kandhil.

1) Banyak (angsa)


(27)

Hewan ini adalah mereka sangat protektif terhadap anak-anaknya, apabila ada hewan atau makhluk lain yang mengancamnya mereka akan bersifat agresif. Benda regalia yang berwujud angsa ini menyimbolkan kesucian, kejujuran, kesiapsiagaan, kesetiaan, kewaspadaan, dan ketajaman. benda ini bertujuan untuk memberikan pelajaran bahwa seorang pemimpin harus bertindak lurus, dilandasi niat yang tulus dan suci dari hati nurani untuk menjadi pemimpin yang tulus melindungi dan mengayomi rakyat, bukan karena kepentingan pribadi maupun golongan. Berani jujur dan mengakui kesalahan, sehingga tidak menjadi pemimpin yang anti kritik. Selalu siap siaga dan tanggap dalam menyelesaikan segala permasalahan, dan selalu setia men-curahkan tenaga, pikiran, bahkan materi untuk rakyat.

2) Dhalang (kijang)

Gambar 2.2 Dhalang atau Kijang (Sumber : Foto Peneliti)


(28)

Kijang termasuk jenis hewan yang mampu berlari dengan kecepatan tinggi, dan ia memiliki keunikan di mata para spritualis sebagai salah satu hewan yang berkemampuan berlari dengan sangat cepat, selain itu hewan ini juga dikenal sebagai hewan yang sangat cerdik.

Hewan kijang menyimbolkan kecerdasan dan ketangkasan. pelajran yang bisa dipetik dari benda regalia yang berwujud kijang ini adalah bahwasanya seorang pemimpin harus bertindak cepat dan tangkas, terutama berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan rakyatnya. Seorang pemimpin juga harus cerdas, tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga harus cerdas secara emosional dan spiritual, sehingga dengan kecerdasan dan ketangkasan yang ia miliki mampu menjadi pemimpin yang baik bagi rakyatnya.

3) Sawung (ayam jantan)


(29)

Sawung (ayam jantan) adalah jenis unggas yang paling digemari oleh banyak orang. Ayam jantan menarik karena lebih atraktif, berukuran lebih besar, memiliki

jalu panjang, berjengger lebih besar, dan bulu ekornya panjang

menjuntai. Sawung (ayam jantan) menyimbolkan kejantanan dan rasa tanggung jawab.

Benda regalia yang berwujud ayam jantan ini memberikan pelajaran bahwa seorang pemimpin harus berani dan bertanggungjawab. Berani bertindak dengan segala resiko demi kepentingan rakyat. Bertanggungjawab dengan gentleman atas apa yang ia perbuat, baik itu benar ataupun salah. Pertanggungjawaban sebagai pemimpin tidak hanya di dunia saja, namun juga pertanggung jawaban di akhirat.

4) Galing (burung merak jantan)

Gambar 2.4 Galing atau Merak (Sumber : Foto Peneliti)


(30)

Galing (burung merak jantan) adalah Burung jantannya memiliki bulu ekor yang indah yang dapat dikembangkan untuk menarik perhatian merak betina. Bulu-bulu penutup ekor dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata berwarna biru.

Galing (burung merak jantan) menyimbolkan kemuliaan, keagungan, dan keindahan. Galing (burung merak jantan) memberikan pelajaran bahwa seorang pe-mimpin harus menjaga kemuliaan dan keagungannya sebagai seorang pepe-mimpin. Pemimpin sebagai orang yang mulia dan agung hendaklah selalu menjaga diri agar tidak mengotorinya dengan perbuatan-perbuatan yang dapat mencemari nama baiknya dan merendahkan kemuliaan dan keagungannya dengan melakukan tindakan, perbuatan, dan keputusan yang tidak bertanggungjawab.

5) Hardawalika (berwujud raja ular naga)


(31)

Hardawalika (raja ular naga) memiliki wujud seperti ular raksasa, mirip dengan naga Tiongkok namun tanpa kaki, dan biasa digambarkan mengenakan makhkota. Benda regalia hardawalika (raja ular naga) ini menyimbolkan kekuatan. harda-walika (raja ular naga) memberikan pelajaran bahwa seorang pemimpin harus kuat baik lahir maupun batin. Kuat dengan segala ujian dan cobaan, kuat dengan godaan-godaan yang datang sehingga tugas yang diemban sebagai pemimpin dapat dilewati dengan baik.

6) Kutuk (berwujud kotak uang)

Gambar 2.6 Kutuk atau Kotak (Sumber : Foto Peneliti)

Benda regalia Kutuk (kotak uang) ini berbrntuk segi empat sebagai tempat penyimpanan uang. Kutuk (kotak uang) menyimbolkan kemurahan hati dan ke-dermawanan. Benda ini bertujuan memberikan pelajaran bahwa seorang pemimpin


(32)

harus tetap rendah hati dan hidup dalam kesederhanaan, tidak hidup dalam gelimang harta dan kemewahan. Harta yang dimiliki pemimpin hendaknya tidak untuk kepentingan pribadi, namun juga bisa digunakan untuk membantu rakyatnya yang masih sangat kekurangan.

7) Kacu Mas (berwujud tempat saputangan emas)

Gambar 2.7 Galing atau Merak (Sumber : Foto Peneliti)

Kacu Mas berbentuk kotak sebagai tempat sapu tangan. kacu mas menyimbolkan kesucian dan kemurnian. Kacu Mas berarti seorang pemimpin harus suci dari perbuatan-perbuatan yang bisa mengotori nama baiknya. Selalu menjaga kemurnian niatnya sebagai pemimpin yang selalu mengayomi masyarakat.


(33)

8) Kandhil (berwujud lentera minyak)

Gambar 2.8 Kandil atau lentera minyak (Sumber : Foto Peneliti)

Kandhil (lentera minyak) berbentuk persegi panjang dan bagian atas berbentuk lonceng sebagai alat penerangan dengan minyak sebagai bahan

bakarnya. Kandhil (lentera minyak) menyimbolkan penerangan dan

pencerahan. Kandhil (lentera minyak) berarti seorang pemimpin harus mampu

menjadi tauladan bagi rakyatnya, menjadi pemimpin yang mampu menerangi hati rakyatnya, bak lentera dalam kegelapan.

2.3 Kepemimpinan Jawa

Pengertian kepemimpinan bisa beragam. Meskipun demikian dari beragam pengertian tersebut setidaknya bisa disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dan perilaku untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk


(34)

mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat kepada dividu anggota kelompok dan organisasi secara keseluruhan.

Orang juga sering mempertanyakan apa hubungan kepemimpinan (leadership) dengan manajemen (management). Pada dasarnya keduanya memiliki kemiripan, meskipun sebenarnya sangat berbeda dalam konsep. Konsepsi pemimpin lebih ke arah mengerjakan yang benar, sedangkan manajer memusatkan perhatian

pada mengerjakan secara tepat atau terkenal dengan sebuah ungkapan "managers are

people who do things right and leaders are people who do the right thing". Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.

Dari situ dipahami bahwa kepemimpinan membawa arti adanya fenomena

kompleks yang melibatkan pemimpin, pengikut, dan situasi. Tiga elemen ini saling

berinteraksi dalam hubungan saling membutuhkan dengan kapasitasnya

masing-masing pemimpin terkait dengan personalitas, posisi, kepakaran, kemudian pengikut

berhubungan dengan kepercayaan, kepatuhan, pemikiran kritis, sedangkan situasi

berkaitan dengan kerja, tekanan atau stress, lingkungan. Kita bisa memahami proses kepemimpinan dengan baik ketika kita tidak hanya melihat pada sosok seorang pemimpin, tetapi juga pengikut, bagaimana pemimpin dan pengikut saling mempengaruhi, dan juga bagaimana situasi bisa mempengaruhi kemampuan dan tingkah laku pemimpin dan pengikut.


(35)

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen dilihat dari banyak aspek, salah satunya adalah dari aspek suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia. Realitas menunjukkan bahwa suku Jawa merupakan suku mayoritas. Di sisi lain, sejarah menunjukkan bahwa kerajaan besar yang pernah menguasai sebagian besar wilayah yang sekarang dikuasai Negara Republik Indonesia berkedudukan di Jawa. Keadaan itu tentu saja akan mempengaruhi kompleksitas hubungan antara pemimpin, pengikut dan situasi dalam konsepsi dan penerapan kepemimpinan di Indonesia secara keseluruhan, baik pada masa lalu maupun pada masa sekarang ini. Pemahaman mengenai konsepsi kepemimpinan Jawa barangkali bisa membantu memahami konsepsi kepemimpinan Indonesia. Berikut ini akan disajikan beberapa konsep dari kepemimpinan Jawa.

Konsep kepemimpinan hasta brata merupakan salah satu konsep yang cukup

luas diapresiasi dan berasal dari naskah kuna Mahabarata. Menurut konsepsi ini maka seorang pemimpin harus meniru 8 sifat alam yaitu:

1. Bumi

Bumi wataknya adalah ajeg. Untuk itu seorang pemimpin sifatnya harus tegas, konstan, konsisten, dan apa adanya.

Disamping itu, bumi juga menawarkan kesejahteraan bagi seluruh mahkluk hidup yang ada di atasnya. Tidak pandang bulu, tidak pilih kasih, dan tidak membeda-bedakan. Maka seorang pemimpin harus memikirkan kesejahteraan pengikut atau bawahannya tanpa pandang bulu dan dengan konsisten.


(36)

2. Matahari

Matahari selalu memberi penerangan, kehangatan, serta energi yang merata di seluruh pelosok bumi. Pemimpin harus memberi semangat, membangkitkan motivasi dan memberi kemanfaatan pengetahuan bagi orang yang dipimpinnya.

3. Bulan

Bulan memberi penerangan saat gelap dengan cahaya yang sejuk dan tidak menyilaukan. Pemimpin harus mampu memberi kesempatan di kala gelap, memberi kehangatan di kala susah, memberi solusi saat ada masalah dan menjadi penengah di tengah konflik.

4. Bintang

Bintang adalah penunjuk arah yang indah. Seorang pemimpin harus mampu menjadi panutan, menjadi contoh, menjadi suri tauladan dan mampu memberi petunjuk bagi orang yang dipimpinnya.

5. Api

Api bersifat membakar. Seorang pemimpin harus mampu membakar jika diperlukan. Jika terdapat resiko yang mungkin bisa merusak organisasi, maka seorang pemimpin harus mampu untuk merusak dan menghancurkan resiko tersebut sehingga bisa sangat membantu untuk kelangsungan hidup organisasi yang dipimpinnya.

6. Angin


(37)

dan bergerak ke mana saja dalam artian bahwa meskipun mungkin kehadiran seorang pemimpin itu tidak disadari, namun dia bisa berada dimanapun dia dibutuhkan oleh anak buahnya. Pemimpin juga tak pernah lelah bergerak dalam mengawasi orang yang dipimpinnya.

7. Laut atau samudra

Laut atau samudra yang lapang dan luas, menjadi muara dari banyak aliran sungai. Artinya seorang pemimpin mesti bersifat lapang dada dalam menerima banyak masalah dari anak buah.

Disamping itu, seorang pemimpin harus menyikapi keanekaragaman anak buah sebagai hal yang wajar dan menanggapi dengan kacamata dan hati yang bersih.

8. Air

Air mengalir sampai jauh dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Meskipun wadahnya berbeda-beda, air selalu mempunyai permukaan yang datar. Artinya, pemimpin harus berwatak adil dan menjunjung kesamaan derajat dan kedudukan. Selain itu, sifat dasar air adalah menyucikan. Pemimpn harus bersih dan mampu membersihkan diri dan lingkungannya dari hal yang kotor dan mengotori.

Konsep kepemimpinan Jawa lainnya yang juga cukup bahyak diapresiasi adalah konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara yang

terdiri dari 3 aspek kepemimpinan yaitu (1) ing ngarsa sung tuladha, (2) ing madya


(38)

Ing ngarsa sung tuladha menekankan peran seorang pemimpin sebagai tokoh yang harus bisa diteladani, yang harus bisa membimbing dan memberi arah ke mana organisasi hendak di bawa. Kalau dikaitkan dengan hasta brata maka konsep ini sama sengan sifat bintang dimana seorang peminpin harus bisa menjadi petujuk arah yang jelas.

Ing madya mangun karsa berarti bahwa seorang pemimpin harus bisa membangkitkan semangat orang-orang yang dia pimpin. Harus bisa membangkitkan gairah untuk mewujudkan kepentingan bersama. Seorang pemimpin adalah seorang motivator, seperti matahari yang mampu memberikan energi kepada semua mahluk hidup di bumi.

Akhirnya seorang pemimpin harus mampu bersikap tut wuri handayani, yaitu mampu menyediakan kesempatan untuk berkembang bagi yang dipimpinnya. Seseorang memenuhi syarat untuk menjadi seorang pemimpin ketika dia mampu mengedepankan orang lain terlebih dulu. Keberhasilan seseorang memimpin terkait dengan keberhasilan dia membuat orang-orang yang dipimpinnya berhasil. Secara hakiki seorang pemimpin adalah seseorang yang memegang kendali untuk membuat orang lain mendapatkan kendali. Kewenangan yang dimiliki pada hakekatnya adalah kewenangan untuk memungkinkan orang lain memiliki kendali atas pekerjaan dan kehidupannya.

Konsep kepemimpinan Jawa yang meskipun tidak begitu dikenal luas tetapi cukup menarik adalah prinsip-prinsip kepemimpinan Sultan Agung seperti diungkapkan lewat Serat Sastra Gendhing, yang memuat tujuh amanah, yaitu:


(39)

Pertama, Swadana Maharjeng tursita, seorang pemimpin haruslah sosok seorang intelektual, berilmu, jujur, dan pandai menjaga nama, serta mampu menjalin komunikasi atas dasar prinsip kemandirian.

Kedua, Bahni bahna Amurbeng jurit, seoang pemimpin harus selalu berda di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran.

Ketiga, Rukti setya Garba rukmi, seorang pemimpin harus bertekad bulat untuk

menghimpun segala daya dan potensi guna kemakmuran dan ketinggian martabat pengikutnya, masyarakat ataupun bangsa yang dipimpinnya.

Keempat, Sripandayasih Krani, seorang pemimpin harus bertekad menjaga

sumber-sumber kesucian agama dan kebudayaan, agar berdaya manfaat bagi masyarakat luas.

Kelima, Gaugana Hasta, seorang pemimpin juga harus bisa menciptakan seni sastra, seni suara, dan seni tari guna mengisi peradaban bangsa.

Keenam, Stiranggana Cita, disamping bisa menciptakan seni, maka seorang

pemimpin harus mampu berfungsi sebagai pelestari dan pengembang budaya, pencetus sinar pencerahan ilmu, dan pembawa obor kebahagiaan umat manusia.

Ketujuh Smara bhumi Adi manggala, seorang pemimpin harus memiliki tekad juang lestari untuk menjadi pelopor pemersatu dari pelbagai kepentingan yang berbeda-beda dari waktu ke waktu, serta berperan dalam perdamaian di mayapada (dunia).

Konsep terakhir yang layak disajikan adalah konsep kepemimpinan yang termuat dalam Serat Wulang Jayalengkara. Prinsip ini menarik karena pemilihan hal


(40)

yang diacunya sebagai sifat ideal seorang pemimpin. Menurut Serat Wulang

Jayalengkara, seorang pemimpin haruslah memiliki watak Catur (empat hal), yakni,

retna, estri, curiga, dan paksi dengan penjelasan sebagai berikut:

Retna atau permata, wataknya adalah pengayom dan pengayem, karena khasiat batu permata adalah untuk memberikan ketenteraman dan melindungi diri. Berarti seorang pemimpin harus mampu menjadi pelindung bagi yang dipimpinnya, mampu menciptakan rasa tentram dalam hati orang-orang yang dipimpinnya.

Estri atau wanita wataknya adalah berbudi luhur, bersifat sabar, bersikap santun, mengalahkan tanpa kekerasan atau pandai berdiplomasi. Seorang pemimpin harus memiliki budi luhur, melebihi dari yang dipimpinnya. Dia juga harus memiliki kesabaran dan sopan santun yang memadai agar bisa menggerakkan orang yang dipimpinnya, tanpa yang bersangkutan merasa terpaksa berbuat karena kalah dalam status dan kedudukan.

Curiga atau keris memiliki ujung yang tajam, oleh karena itu seorang pemimpin haruslah memiliki ketajaman olah pikir dalam menetapkan kebijakan (policy) dan strategi di bidang apapun sesuai dengan organisasi yang dia pimpin. Paksi atau burung, mengisyaratkan watak yang bebas terbang kemanapun. Seorang pemimpin harus bisa mandiri agar dapat bertindak independen tidak terikat oleh kepentingan satu golongan, sehingga pendapat, keputusan, maupun tindakannya bisa menyejukkan semua lapisan masyarakat.


(41)

membumi di Indonesia. Tentu saja hal itu masih bisa dan harus disinergikan dengan prinsip kepemimpinan dari suku bangsa lain yang membentuk mosaik bangsa Indonesia agar menjadi prinsip yang benar-benar membumi karena didasarkan pada hal-hal yang memang ada dalam pemikiran bangsa sendiri.

2.4 Profil Remaja

Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Periode remaja adalah periode paling penting dalam kehidupan. Periode ini sangat menentukan sikap mental pribadi remaja kedepannya karena sangat rentan untuk terpengaruhi dari berbagai hal disekitarnya. Oleh karena itu tidak semua remaja memiliki ketertarikan yang sama. Remaja saat ini lebih respon kepada hal-hal yang bersifat modern, untuk hal-hal yang bersifat tradisional ketertarikan mereka hampir terbenam bahkan mereka kurang mencintai unsur-unsur dari bangsa dan negara seperti lagu nasional, butir-butir pancasila, undang-undang dasar dan warisan budaya.

Masa remaja sebagai periode perubahan yang kerap kali dalam setiap tindakannya selalu mengikuti perkembangan zaman tanpa adanya aksi untuk melakukan pemilahan mana yang baim dan mana yang buruk. Akibatnya, mereka sangat identik sekali dengan gaya hidup yang metropolitan. Pengenalan filosofi kepemimpinan Jawa kepada remaja adalah sebuah aksi nyata untuk menyelematkan budaya warisan bangsa sekaligus moral remaja yang merupakan aset bangsa. Selanjutnya para remaja akan menyadari betapa besar dan tingginya nilai-nilai


(42)

budaya bangsa sendiri, dari sini akan tertanam sifat memiliki sehingga remaja tidak akan meninggal warisan budaya bangsa.

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan-perubahan lingkungan.

Konstruksi sosial yang mengharuskan remaja untuk bejalar setiap hari membuat jiwa mereka seringkali mengalami stres. Remaja yang merupakan usia dalam periode peralihan, sangat senang sekali dengan kehidupan yang ringan dan membuat jiwanya senang. Maka, pengenalan filosofi kepemimpinan Jawa kepada remaja diwujudkan dalam buku ilustrasi sehingga para remaja dalam membaca buku tersebut bisa sampai pada halaman akhir.

Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas-tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.


(43)

Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.

Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.

2.4.1 Perkembangan Psikis Remaja

Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.


(44)

2.4.2 Minat Remaja

Berikut ini beberapa minat remaja menurut Hurlock (1996:217) yaitu :

1) Minat rekreasi, selama masa-masa remaja, remaja cenderung menghentikan

aktivitas rekreasi yang menuntut banyak pengorbanan tenaga dan berhenti ari perkembangan kesukaan akan rekreasi yang di dalamnya ia bertindak sebagai pengamat yang pasif. Pada awal masa remaja, aktivitas permainan dari tahun-tahun sebelumnya beralih dan diganti dengan bentuk rekreasi yang baru dan lebih matang. Berangsur-angsur bentuk permainan yang kekanak-kanakan menghilang dan menjelang awal masa remaja, pola rekreasi individual hampir sama dengan pola akhir masa remaja dan awal masa dewasa. Minat rekreasi pada remaja seperti permainan dan olah raga, bersantai, berpergian, hobi, dansa, membaca, menonton, radio dan kaset, televisi, melamun.

2) Minat sosial, minat yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang

diperoleh remaja untuk mengembangkan minat tersebut dan pada

kepopulerannya dalam kelompok. Seorang remaja yang status sosioekonomis keluarganya rendah, misalnya, mempunyai sedikit kesempatan untuk mengembangkan minat pada pesta-pesta dan dansa dibandingkan dengan remaja dengan latar belakang keluarga yang lebih baik. Begitu pula, remaja yang tidak populer akan mempunyai minat sosial yang terbatas. Namun demikian, ada beberapa minat sosial tertentu yang hampir bersifat universal di antara remaja amerika saat ini, tujuh di antaranya seperti pesta, minum minuman keras,


(45)

obat-obat terlarang, percapakan, menolong orang lain, peristiwa dunia, kritik dan pembaruan.

3) Minat pribadi, minat pada diri sendiri merupakan minat yang terkuat di kalangan

kawula muda. Adapun sebabnya adalah bahwa mereka sadar bahwa dukungan sosial sangat besar dipengaruhi oleh penampilan diri dan mengetahui bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimiliki, kemandirian, sekolah, keanggotan sosial dan banyaknya uang yang dibelanjakan. Ini adalah ”simbol status” yang mengangkat wibawa remaja diantara teman-teman sebaya dan memperbesar kesepakatan untuk memperoleh dukungan sosial yang lebih besar. Minat pribadi seperti, minat pada penampilan diri, minat pada pakaian, minat pada prestasi, minat pada kemandirian, minat pada uang

4) Minat pendidikan, pada umumnya remaja muda suka mengeluh tentang sekolah

dan tentang larangan-larangan, pekerjaan rumah, kursus-kursus wajib, makanan di kantin, dan cara pengelolaan sekolah. Mereka bersikap kritis terhadap guru-guru dan cara guru-guru mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap pendidikan seperti, sikap teman, sikap orang tua, nilai-nilai, relefansi atau nilai praktis dari berbagai mata pelajaran, sikap terhadap guru-guru, pegawai tata usaha, dan kebijaksanaan akademis serta disiplin, keberhasilan dalam berbagai kegiatan ekstra kurikuler, drajat dukungan sosial diantara teman-teman sekelas.

5) Minat pada pekerjaan, anak sekolah menengan atas mulai memikirkan masa


(46)

bersunguh-sunguh dalam hal pekerjaan dibandingkan dengan anak perempuan yang kebanyakan memandang pekerjaan sebagai pengisi waktu sebelum menikah.

6) Minat pada agama, bertentangan dengan pandangan populer, remaja masa kini

menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tanpa dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan tinggi, mengunjungi gereja dan mengikuti berbagai upacara agama. Pola perubahan minat religius pada remaja didasarkan oleh 3 periode seperti, periode kesadaran religius, periode keraguan religius, periode rekrontruksi agama.

7) Minat pada simbol status, simbol status merupakan simbol yang menunjukkan

bahwa orang yang memilikinya lebih tinggi atau mempunyai status yang lebih tinggi dalam kelompok. Selama masa remaja simbol status mempunyai 4 fungsi seperti, menunjukkan pada orang-orang lain bahwa remaja mempunyai status sosial ekonomi yang lebih tinggi daripada teman-teman lain dalam kelompok, bahwa remaja mencapai prestasi yang tinggi, bahwa remaja bergabung dengan kelompok dan merupakan anggota yang diterima kelompok karena penampilan atau perbuatan yang sama dengan penampilan dan perbuatan anggota kelompok yang lain, dan bahwa remaja mempunyai status hampir dewasa di dalam masyarakat. Kalau misalnya, remaja memiliki mobil sendiri segera setelah memperoleh tanda resmi untuk mengendarai mobil, kalau keluarga memiliki


(47)

uang tanpa harus bekerja, hal-hal ini dapat menyatakan status sosial ekonomi yang tinggi.

2.5 Buku Ilustrasi

Buku dapat didefinisikan sebagai bendel kertas, lembar kertas yang berjilid, bendel kertas yang bertuliskan yang berisi disiplin ilmu tertentu (Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2003). Buku ada berbagai macam, dan salah satunya adalah buku ilustrasi. Buku ilustrasi merupakan buku yang didalamnya terdapat gambar yang mendukung daya khayal dalam cerita. Didalam buku ilustrasi terdapat banyak gabungan mulai dari isi buku yang berupa teks tulisan (kumpulan huruf-huruf) dengan ilustrasi.Istilah ilustrasi sendiri berasal dari bahasa latin yaitu ‘ilustrare’ yang artinya menerangkan sesuatu. Ilustrasi sendiri menurut (Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2003), adalah lukisan (gambar, foto) yang dimaksudkan untuk membantu memperkuat daya khayal atau memperjelas maksud uraian.

Ilustrasi adalah seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberi penjelasan suatu maksud atau tujuan secara visual. Ilustrasi mencakup gambar-gambar yang dibuat untuk mencerminkan narasi yang ada dalam teks atau gambar tersebut merupakan teks itu sendiri. Ilustrasi dalam konteks ini dapat memberi arti dan simbol tertentu sampai hanya bertujuan artistik semata. Pada saat sekarang ini biasanya digunakan juga sebagai pengisi ruang kosong, misalnya dalam majalah, koran,


(48)

tabloid, dan lain-lain yang bentuknya bermacam-macam seperti karya seni sketsa, lukis, grafis, desain, kartun. Susanto (2011:190).

Gambar ilustrasi adalah gambar yang dipakai untuk menjelaskan sesuatu berupa teks, cerita, keadaan, adegan dan peristiwa. Melalui gambar ilustrasi diharapkan informasi yang terdapat dalam bacaan mudah dipahami. Sebagai contoh untuk mengetahui postur atau bagaian-bagian tubuh manusia maka akan lebih jelas jika menggunakan sebuah gambar ilustrasi.

Sebuah ilustrasi haruslah mampu menjelaskan tulisan yang mengungkapkan kejadian, suasana, cerita dan lain-lain melalui gambar. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ilustrasi yang dibuat bisa mencapai hal diatas, antara lain :

1) Komunikatif, gambar ilustrasi tersebut mudah dipahami atau dimengerti sehingga

pesan yang disampaikannya dapat diterima dengan baik

2) Informatif, bersifat memberikan sebuah informasi tentang pesan yang akan

disampaikan

3) Gambar ilustrasi tersebut dibuat tidak rumit agar memudahkan orang untuk

mengerti

4) Pembuatan gambar ilustrasi harus disesuaikan dengan tema atau isi teks.

2.6 Upaya dan Pengenalan

Upaya berarti usaha atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, dan mencari jalan keluar (Depdiknas, 2001). Sedangkan arti kata


(49)

dimaksud upaya pengenalan adalah usaha yang dimaksudkan untuk memperkenalkan sesuatu (KBBI).

2.7 Prinsip-prinsip Layout

Dalam setiap buku atau tulisan yang membahas pembelajaran tentang prinsip desain, selalu dimuat 5 buah prinsip utama dalam desain menurut Tom Lincy, yaitu :

1. Proporsi (Proportion)

Proporsi yang dimaksud adalah kesesuaian antara ukuran halaman dengan isinya. Dalam dunia tata layout, dikenal ukuran kertas atau bidang kerja yang paling popular, yaitu yang dikenal dengan ukuran kertas atau bidang kerja

yang paling popular, yaitu yang dikenal dengan ukuran Letter, 805” x 11”.

Proporsi itu memiliki sejarah panjang, lebih dari 15 abad yang lalu. Awalnya

adalah ketika ditemukannya lembaran-lembaran Vellum (naskah yang ditulis

pada kulit domba) yang dilipat-lipat dengan ukuran letter tersebut, kemudian

dijahit sembung menyambung membentuk sebuah Codex. Codex adalah

bentuk awal sebuah buku susunannya dilipat-lipat (bukan digulung seperti prasati jaman Mojopahit).

2. Keseimbangan (Balance)

Prinsip keseimbangan merupakan suatu pengaturan agar penempatan elemen dalam suatu halaman memiliki efek seimbang. Terdapat dua macam keseimbangan, yaitu keseimbangan formal atau simetris dan keseimbangan informal atau tidak simetris. Keseimbangan formal atau simetris dan


(50)

keseimbangan informal atau tidak simetris. Keseimbangan formal digunakan untuk menata letak elemen-elemen grafis agar terkesan rapid dan formal. Prinsip keseimbangan formal atau simetri sering digunakan dalam karya publikasi yang dibuat untuk memberi kesan dapat dipercaya, dapat diandalkan, serta memberi kesan aman. Prinsip itu sering dipergunakan untuk menggambarkan adanya dinamika, energi, dan pesan yang bersifat tidak formal. Prinsip tersebut juga sering digunakan oleh kalangan muda. Penerapan prinsip itu berhubungan dengan prinsip-prinsip lainnya, yakni kesatuan dan harmoni.

3. Kontras (Contras)

Saat mengamati suatu visual, penulis sering mendengar komentar, “Wah, desain ini terlalu dasar”. Sementara itu, ada juga komentar “Di mana

penekanannya?” “Apa maksudnya?”. Jika suatu layout desain menampilkan

elemen-elemen yang sama kuatnya, maka akhirnya tidak ada satupun materi di halaman itu yang menonjol. Oleh karena itu, diperlukan suatu kontras sehingga akan diperoleh focus yang ingin ditonjolkan, masing-masing elemen dihalaman harus ada yang dominan. Anda dapat menonjolkan headlinenya, ilustrasi atau fotonya, maupun justru white spacenya. Jika semua elemen sama menonjolnya, maka mereka akan berebut mencari perhatian. Dalam pemilihan huruf, misalnya, penggunaan huruf tebal yang dikombinasikan dengan huruf tipis dapat menimbulkan kontras. Huruf berukuran besar jika disandingkan


(51)

dilakukan untuk memadu objek agar muncul kontras sehingga diperoleh focus perhatian.

4. Irama (Rhytm)

Irama sebenarnya bermakna sama dengan repetition alias pola perulangan

yang menimbulkan irama yang enak diikuti. Penggunaan pola warna maupun motif yang diulang dengan irama tertentu merupakan salah satu prinsip penyusunan layout. Dalam publikasi yang memiliki beberapa halaman, kontinuitas dari iramanya haruslah dijaga supaya diperoleh irama. Penulis harus membuat beberapa elemen tetap yang diulang-ulang polanya. Dengan demikian, pembaca masih dapat mengikuti alur dari publikasi melalui ciri dari desain layout tersebut.

5. Kesatuan (Unity)

Prinsip kesatuan adalah hubungan antara elmen-elemen desain yang semula berdirirr sendiri-sendiri serta memiliki ciri sendiri-sendiri yang disatukan menjadi sesuatu yang baru dan memiliki fungsi baru yang utuh. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya mendekatkan elemen-elemen sehingga berdampingan (side by side) atau bersinggungan (in contact each other). Selain itu, dapat ditambahkan warna atau alat-alat bantu seperti garis border atau ornamen. Penerapan prinsip kesatuan dalam desain grafis harus memerhatikan karakteristik dan fungsi setiap elemen. Silver, dalam bukunya Graphic Layout and Design, menyatakan agar elemen-elemen yang ditata memperoleh unity dan kontras yang mudah ditangkap oleh mata pembaca,


(52)

maka cobalah mengikuti pola bentuk huruf seperti L, U, T, O dengan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip desain grafis yang lain. Namun, semakin bebasnya seorang desainer dalam mengolah media dan elemen grafis, teori tersebut menjadi tidak terlalu dominan walaupun masih ada yang menerapkan.

2.8 Prinsip Dasar Desain

Untuk menghasilkan desain yang berkualitas diperlukan pertimbangan yang cerdas dalam mengorganisasikan elemen-elemen grafis sesuai dengan prinsip-prinsip desain secara tepat dengan memperhatikan keterbatasan bahan. Untuk itulah diperlukan kreativitas untuk menghasilkan desain yang kreatif. Ciri-ciri desain yang kreatif adalah dapat menarik perhatian pembaca, tulisan didalamnya mudah dibaca dan dimengerti, informasi tulisan dilengkapi dengan informasi visual, dapat mengangkat intisari tulisan tersebut dan dapat menceritakan suasana setempat dan perasaan orang yang bersangkutan. Menurut Stephen McElroy, pada intinya adalah bagaimana caranya agar desain itu komunikatif dan persuasive adapun prinsip-prinsip desain adalah:

1. Keseimbangan artinya halaman harus tampil seimbang dan harmmonis. Untuk

mendapatkan desain yang enak dilihat adalah dengan peletakan keseimbangan dan keharmonisan dari unsur-unsur desain. Karena prinsip yang mendasar dari komposisi yang mudah diidentifikasikan dan terlihat jelas adalah keseimbangan. Bila kita melihat sebuah benda dengan berat yang sama diletakkan pada jarak yang sama diatas sebuah sumbu maka akan terlihat


(53)

benda yang seolah-olah dengan bentuk yang sama namun memiliki massa berbeda akan terlihat tidak seimbang apabila diletakkan pada timbangan dengan sebuah titik di tengahnya. Keseimbangan terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya:

a. Keseimbangan Simetri, obyek-obyek yang disusun di sebelah kiri dan

sebelah kanan sumbu khayal sama dalam bentuk, ukuran, bangun, dan letaknya.

b. Keseimbangan Asimetris, susunan keseimbangan asimetris diperoleh

jiaka bentuk, bangun, garis, ukuran, volume diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengikuti aturan keseimbangan simetris. Keseimbangan asimetris banyak dipergunakan untuk desain modern atau kotemporer.

c. Keseimbangan horizontal, keseimbangan yang diperoleh dengan

menjagga keseimbangan antara bagian bawah dan bagian atas.

2. Keserasian atau harmoni. Prinsip desain diartikan sebagai keteraturan di

anatara bagian-bagian sebuah karya. Keserasian adalah suatau usaha untuk menyususn berbagai macam bentuk, bangun, warna, tekstur, dan elemen-elemen lain dalam satu komposisi yang utuh agar nikmat dipandang. Serasi atau harmoni bias dicapai dengan kesamaan arah, kesamaan bentuk dan bangun meskipun berbeda ukuran ataupun dengan tekstur yang bersifat sama. Keserasian bias dicapai dengan berbagai variasi agar tidak membosankan.


(54)

3. Proporsi, adalah perbandingan antara satu bagian obyek dengan obyek lain satu dengan keseluruhannya. Proporsi berbeda dengan skala. Proporsi sangat terkait dengan obyek lain yang telah diketahui sebelumnya. Misalnya, ukuran gambar yang serasi untuk newsletter jelas kurang proposional untuk baliho.

4. Skala, merupakan ukuran relative dari suatu obyek yang akan terlihat setelah

dibandingkan dengan obyek lainnya. Penggunaan skala dapat menciptakan keserasian dan kesatuan obyek dalam desain. Skala biasanya dinyatakan dengan ukuran panjang dan lebar. Elemen-elemen yang digunakan memiliki hubungan dalam skala secara konsisten. Penerapan memberikan garis bantu (grid). Obyek maupun badan manusia dapat juaga digunakan untuk skala, misalnya kaki, depa, hasta, dan lain-lain.

5. Irama atau Ritme, biasanya terkait dengan kesan gerak yang ditimbulkan oleh

pengulangan elemen. Didalam pengulangannya penulis sebagai desainer dapat memberikan akses atau penekanan tertentu. Ritme yang baik dapat memeberikan kesan gerakan yang lembut dan berkesinambungan. Irama mampu mengarahkan perhatian dari bagian yang satu ke bagian yang lain. Irama dpat sederhana, namun dapat juga sangat kompleks. Gradasi merupakan jenis irama yang sering digunakan dengan melakukan perubahan secara bertahap terhadap elemen, baik dari segi warna, ukuran, atau nilai, yang diberikan bersamaan dengan pengulangan yang dilakukan.


(55)

Gambar 2.9 Contoh Layout (Sumber : behance.net)

Gambar2.10 Contoh Layout (Sumber : pinterest.net)

2.9 Teori Nirmana

Nirmana adalah pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual seperti titik, garis, warna, ruang dan tekstur menjadi satu kesatuan yang harmonis. Nirmana dapat juga diartikan sebagai hasil angan-angan dalam bentuk dwimatra, trimatra yang harus mempunyai nilai keindahan. Nirmana disebut juga ilmu tatarupa. Elemen-elemen seni rupa dapat dikelompokan menjadi 4 bagian berdasarkan bentuknya.

1. Titik, titik adalah suatu bentuk kecil yang tidak mempunyai dimensi. Raut

titik yang paling umum adalah bundaran sederhana, mampat, tak bersudut dan tanpa arah.


(56)

2. Garis, garis adalah suatu hasil goresan nyata dan batas limit suatu benda, ruang, rangkaian masa dan warna.

3. Bidang, bidang adalah suatu bentuk pipih tanpa ketebalan, mempunyai

dimensi pajang, lebar dan luas; mempunyai kedudukan, arah dan dibatasi oleh garis.

4. Gempal, gempal adalah bentuk bidang yang mempunyai dimensi ketebalan

dan kedalaman.

Penyusunan merupakan suatu proses pengaturan atau disebut juga komposisi dari bentuk-bentuk menjadi satu susunan yang baik. Ada beberapa aturan yang perlu digunakan untuk menyusun bentuk-bentuk tersebut. Walaupun penerapan prinsip-prinsip penyusunan tidak bersifat mutlak, namun karya seni yang tercipta harus layak disebut karya yang baik. Perlu diketahui bahwa prinsip-prinsip ini bersifat subyektif terhadap penciptanya.

Dalam ilmu desain grafis, selain prinsip-prinsip diatas ada beberapa prinsip utama untuk tujuan komunikasi dari sebuah karya desain.

1. Ruang Kosong White Space Ruang kosong dimaksudkan agar karya tidak

terlalu padat dalam penempatannya pada sebuah bidang dan menjadikan sebuah obyek menjadi dominan.

2. Kejelasan Clarity Kejelasan atau clarity mempengaruhi penafsiran penonton

akan sebuah karya. Bagaimana sebuah karya tersebut dapat mudah dimengerti dan tidak menimbulkan ambigu/ makna ganda.


(57)

3. Kesederhanaan Simplicity Kesederhanaan menuntut penciptaan karya yang tidak lebih dan tidak kurang. Kesederhanaan seing juga diartikan tepat dan tidak berlebihan. Pencapaian kesederhanaan mendorong penikmat untuk menatap lama dan tidak merasa jenuh.

4. Emphasis Point of Interest Emphasis atau disebut juga pusat perhatian,

merupakan pengembangan dominasi yang bertujuan untuk menonjolkan salah satu unsur sebagai pusat perhatian sehingga mencapai nilai artistic.

2.10 Tipografi

Tipografi atau yang biasa disebut tata huruf, merupakan unsur dalam karya desain yang mendukung terciptanya kesesuaian antara konsep dan komposisi karya. Tipografi sendiri mulai berkembang pesat setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johan Gutenberg (1398-1468) sekitar tahun 1440. Ratusan model huruf telah bermunculan, namun desain dasar model huruf roman yang dikembangkan oleh Frenchman Nicholas Jensen (1420-1480) masih tetap digunakan sebagai tipe umum untuk kepentingan cetak Susanto (2011:402).

Gambar 2.11 Contoh Tipografi (Sumber : graphicdesignjunction.com)


(58)

Gambar 2.12 Contoh Tipografi (Sumber : graphicdesignjunction.com)

2.11 Warna

Warna mempunyai definisi yaitu sebagai getaran atau gelombang yang diterima indera penglihatan manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui sebuah benda. Warna menurut kejadiannya dibagi menjadi dua yaitu, warna subtraktif, dan warna aditif. Warna subtraktif adalah warna yang berasal dari pigmen,

sedangkan warna aditif adalah warna-warna yang berasal dari cahaya yang disebut

spectrum.Warna pokok subtraktif menurut teori adalah cyan atau biru, magenta atau

merah, dan kuning, dalam computer biasa disebut CMY. Warna pokok aditif adalah merah, hijau, biru, atau biasa disebut RGB.

Secara khusus dalam pigmen, terdapat klasifikasi warna yaitu warna primer, sekunder, intermediet, tersier, kuarter. Warna primer disebut warna pokok,

merupakan warna yang tidak bisa dibentuk oleh warna lain dan dapat digunakan sebagai bahan pokok pencampuran untuk memperoleh warna lain. Warna tersebut


(59)

percampuran dua warna primer. Warna sekunder adalah sebagai berikut: jingga/orange, ungu/violet, dan hijau.

Warna intermediet adalah warna perantara yaitu warna yang ada diantara warna primer dan sekunder pada lingkaran warna. Warna intermediet diantaranya kuning-hijau, kuning-jingga, merah-jingga, merah-ungu, biru-violet, biru-hijau. Warna tersier atau warna ketiga adalah warna hasil pencampuran dari dua warna sekunder. Warna tersier adalah coklat kuning, coklat merah, coklat biru. Warna kuarter atau warna keempat yaitu warna hasil percampuran dari dua warna tersier atau warna ketiga, diantaranya coklat-jingga, coklat-hijau, dan coklat-ungu. Susanto (2011:433).

2.12 Warna Komplementer

Menurut (Susanto, 2011) dalam bukunya Diksi Rupa warna komplementer adalah bisa disebut warna kontras dua warna yang saling berseberangan (menunjuk pada warna yang saling berseberangan, 180 derajat) pada lingkaran warna. Ada empat kemungkinan warna kontras:

1) Warna kontras komplementer atau kontras dua warna

2) Warna kontras split komplemen atau kontras dua warna komplemen bias

3) Warna kontras triad warna komplemen atau kontras segitiga atau kontras tiga

warna

4) Warna tetrad komplemen atau kontras dobel komplemen atau kontras empat


(60)

2.13 Pencetakan Buku

Hal-hal yang harus dihitung dalam pencetakan buku adalah : 1. Biaya Desain isi dan cover buku

2. Biaya setting naskah 3. Biaya pembuatan (FC)

4. Biaya pembuatan negatif dan positif 5. Biaya montage cover buku

6. Biaya montage isi buku 7. Biaya plate cover buku 8. Biaya plate isi buku 9. Biaya cover buku 10. Biaya isi buku

11. Biaya pencetakan cover buku

12. Biaya pencetakan (ongkos cetak) isi buku 13. Biaya pelipatan isi buku

14. Biaya pengomplitan

15. biaya penjilidan; jilid kawat; jilid lem; jilid benang 16. Biaya pemotongan (ongkos potong kertas/sisir kertas) 17. Biaya pengepakan


(61)

a) Tingkatan Efisiensi HPP Cetak

HPP dapat dikatakan efisiensi jika harga yang ditawarkan terhadap order buku cukup kompetitif dengan kwalitas cetak terjamin baik.

b) Kualitas Buku

Penetapan harga sesuai dengan kualitas buku jika harga buku sama dengan mutu cetak sehingga dapat bersaing dengan yang lain.

c) Ketepatan jadwal Produksi

Penetapan harga dianggap bijaksana dan tepat jika jadwal produksi dilaksanakan tepat waktu. Ketepatan waktu penyerahan hasil cetak sangat penting. Ketepatan waktu sangat memperngaruhi kredibilitas dan profit dari percetakan.

d) Kelancaran waktu penyerahan/pengiriman

Apabila penyerahan buku ke penerbitan sesuai dengan jadwal produksi berarti penerbit memperoleh ketepatan waktu edar. Ketepatan waktu edar mempengaruhi laku tidaknya buku.

e) Sehatnya pertumbuhan

Kelancaran produksi, ketepatan waktu, baiknya mutu dan terjaminnya berarti akan memperlancar pembayaran dari pelanggan (penerbitan). Kelancaran pembayaran

akan memperlancar cash flow percetakan sehingga perusahaan bisa tumbuh dengan


(62)

2.14 Penelitian Terdahulu

Terdapat sebuah penelitian terdahulu yang dilihat dari segi media yang digunakan dan segmentasi nya serupa dengan tugas akhir yang sedang di kerjakan oleh peneliti saat ini yaitu.

2.15 Buku Ilustrasi “Canting Batik Tuban”

Jurnal penelitian tentang Batik Tuban ini merupakan tugas akhir salah seorang mahasiswa STIKOM Surabaya fakultas Desain Komunikasi Visual, Christ Sindhu Adi Nugroho yang berjudul, “Penciptaan Buku Ilustrasi Batik Tuban Sebagai Upaya Pelestarian Nilai-Nilai Budaya”

Gambar2.13 Cover Buku Ilustrasi Canting Batik Tuban


(63)

Konsep desain dalam penciptaan buku Ilustrasi Batik Tuban ini adalah pesona yang terselubung. Yang dimaksud dari tema ini adalah pesona nilai-nilai budaya seperti makna, filosofi dan kisah/mitos yang terkandung dalam motif batik klasik Tuban yang telah diselubungi nilai ekonomi sehingga mengurangi pesona dari batik Tuban yang sesungguhnya.


(64)

Aplikasi final desain dari penciptaan karya yang telah dijabarkan pada bab

IV disajikan bersama konsep dan rencana penempatannya.

5.1 Implementasi Desain

Dari sketsa desain terpilih pada masing-masing halaman yang menjadi

konten dari buku dan media promosi yang mendukung upaya untuk

memperkenalkan buku, diimplementasikan pada isi buku dan media promosi yang

telah dipilih. Untuk membuat buku ilustrasi yang dapat mendukung upaya

pengenalan filosofi kepemimpinan Jawa maka pada setiap desain dirancangkan

sebagai berikut:

1. Desain halaman utama buku menitik beratkan pada gambar ilustrasi

sebagai point of interest, karena fokus utama dari buku ini adalah

pengilustrasian filosofi kepemimpinan Jawa yang terkandung di balik

Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

2. Ilustrasi yang digunakan dalam buku ini menggunakan teknik manual

drawing. Pemilihan teknik manual drawing ini bertujuan untuk

mengimbangi nilai estetika filosofi kepemimpinan Jawa Regalia Keraton


(65)

3. Teknik pewarnaan gambar ilustrasi dalam buku ini menggunakan pensil

warna jenis pastel berbahan dasar kapur yang dapat menghasilkan efek

pewarnaan yang lebih halus.

4. Pesan Verbal yang disampaikan sebagai pendukung dari gambar ilustrasi

di halaman utama dibagi menjadi 3 jenis, yaitu headline, sub-headline dan

body copy. Dimana sub-headline hanya digunakan pada konten halaman

yang dianggap membutuhkan informasi tambahan.

5. Body copy sebagai salah satu elemen verbal, memberikan penyampaian

pesan yang lebih mendalam dengan susunan kalimat yang singkat,

sehingga tidak mengganggu kosentrasi point of interest dari gambar

ilustrasi.

6. Penentuan judul buku disesuaikan berdasarkan konsep ppenciptaan karya

dan konten buku yang telah dirancang sebelumnya untuk dapat mewakili

keseluruhan dari isi buku. “Regalia Kerataon Yogyakarta” dipilih sebagai

judul buku karena regalia dapat diasosiasikan sebagai benda atau pusaka

yang menjadi saksi bisu dari filosofi atau sejarah dari Kepemimpinan

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sedangkan “Ragam Kisah di Balik

Regalia Keraton Jogja” dipilih sebagai sub-judul buku karena dapat

memberikan penjelasan pada judul buku yang bersifat abstrak.

7. Untuk judul buku dan headline menggunakan jenis font “Amperzand”

yang merupakan jenis huruf serif dengan karakter yang tegas dan

berkarisma seperti selayaknya kearifan lokal yang tersimpan di balik


(66)

jenis huruf yang meupakan jenis huruf san-serif yang memiliki tingkat

legibility yang tinggi, sehingga proses penyampaian dapat diterima

khalayak dengan baik dan jelas.

8. Untuk mendukung proses publikasi dari buku ilustrasi Regalia Keraton

Ngayogyakarta Hadiningrat, maka dibutuhkan beberapa jenis media

promosi sebagai berikut:

a. X-banner, dengan desain yang menonjolkan estetika dari gambar

ilustrasi yang terdapat pada buku dengan disertai elemen dari

gambar ilustrasi yang terdapat pada buku dengan disertai elemen

verbal yang sangat singkat, untuk menarik perhatian target

audience saat melintas di sekitar media promosi tersebut.

b. Flyer, dengan desain yang menonjolkan ilustrasi yang dapat

mewakili daya tarik dan keunggulan dari buku dengan disertai

elemen verbal secara singkat dan menarik. Media below the line ini

dipilih karena memiliki efektifitas dan efisiensi yang tinggi untuk

menyampaikan pesan kepada target audience.

c. Poster, dengan desain yang menonjolkan estetika gambar ilustrasi

dari salah satu halaman buku disertai dengan penjelasan berupa

elemen verbal secara singkat, untuk menarik perhatian target

audience yang melintas di sekitar media promosi tersebut.

d. Kartu Nama, dengan gaya desain simple dan menonjolkan segi


(1)

97

18. Margin keuntungan (20%) = Rp. 2.032.080,- 19. Jumlah biaya (17-18) = Rp. 12.192.480,-

20. Ppn + PPh (10%) = Rp. 1.219.248,-

21. Jumlah keseluruhan = Rp. 13.411.728,- 22. Harga perbuku/HPP (jumlah biaya : oplah)

Rp. 13.411.728,- : 2.500 eks. = Rp. 5.364,-/eks Rp. 5.400,-

Dijual = Rp. 50.000,-

Keuntungan = Rp. 44.600,-

=Rp. 44.600,- x 2500,- =Rp. 111.500.000,- x 10%


(2)

136 6.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menciptakan buku ilustrasi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai upaya pengenalan filosofi kepemimpinan Jawa. Dari rumusan masalah penciptaan yang diajukan, analisis data yang telah dilakukan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, ditarik beberapa kesimpulan pada penciptaan ini. Adapun kesimpulan yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Buku Ilustrasi Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini dibuat dengan tujuan memperkenalkan filosofi Kepemimpinan Jawa kepada remaja, yang selama ini lebih tertarik kepada hal-hal yang bersifat modern. Kepemimpinan ini dipimpan Sultan/Raja.

2. Buku ini akan membantu para remaja dalam mempelajari nilai-nilai filosofi Regalia, Sehingga karakter, desain layout buku, dan gambar ilustrasi dibuat menarik dan representasif. Dengan begitu masyarakat dan khusunnya para remaja tidak akan cepat merasa bosan dalam membacanya. Dengan berpedoman pada konsep “Lambang Keteladanan Yang Agung” diimplementasikan pada karya dalam bentuk gambar ilustrasi sebagai point of interest dari tiap halaman buku. Untuk mendukung proses penyampaian pesan kepada target audience, maka mendukung proses penyampaian pesan kepada target audience, maka


(3)

137

elemen verbal digunakan pada masing-masing halaman buku. Teknik yang digunakan pada gambar ilustrasi pada buku ini adalah manual drawing. Untuk mendukung konsep penciptaan secara keseluruhan, maka judul dari buku ini adalah “Regalia Keraton Jogja” dengan sub-judul “Ragam Kisah di Balik Regalia Keraton Yogyakarta”.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Memperluas objek penelitian dan sumber data yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memenuhi pendalaman materi terkait dengan Regalia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Mengingat dalam proses penciptaan ini terdapat keterbatasan dalam proses pengambilan data.

2. Menggunakan landasan penciptaan serupa untuk daerah lain di Indonesia, khususnya Jawa Timur sebagai bentuk kesadaran terhadap pelestarian buadaya lokal.

3. Memerlukam gaya desain berbeda dengan karakteristik target audience yang berbeda untuk memperluas tujuan peestarian budaya lokal.


(4)

138

Creswell, J.W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed (1 ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Danesi, Marcel. 2004. Message, sign, and meanings. Canadian scholars Danesi, Marcel. 2004. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: JALASUTRA Dwiyanto, Djoko. 2009. Kraton Yogyakarta. Paradigma Indonesia

Ebdi Sanyoto, Sadjiman. 2005. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain. Yogyakarta: Satria Multimedia

Hamengku Buwono X, Sri Sultan. 2003. Sabda Ungkapan Hati Seorang Raja. Yogyakarta: PT BP Kedaulatan Rakyat

Heryanto, Fredy. 2010. Mengenal Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Yogyakarta: Warna Mediasindo

Hurlock, Elysabeth B. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Kobayashi, Shigenobu. 1991. Color Image Scale. Kosdansha International

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta: PT RINEKA CIPTA

Kusmiati R, Artini, Pudjiastuti, Sri, Suptandar, Pamudji. 1999. Teori Dasar Disain Komunikasi Visual. Jakarta: Djambatan

Kusrianto. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Masri,A. 2010. Strategi Visual. Yogyakarta: Jalasutra.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung : Remaja Rosdakarya.

Rachmadi, Benny. 2014. Tiga Manula Keliling Jawa. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)


(5)

139

Safanayong, Y.2006. Desain Komunikasi Visual Terpadu (CETAKAN KE-2 ed.,

Vols.) Jakarta: Arte Intermedia.

Sarumpaet, Riris K Toha. 2011. Ilmu Pengetahuan Budaya. Jakarta: Universitas Indonesia

Sehati, Pena. 2007. Jogja Punya Cerita. Jakarta : Azka Mulia Media

Soekmono, R.2006. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisus.

Sunyoto, Danang. 2012. Konsep Dasar Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen. Yogyakarta: CAPS

Supriyono, Rakhmat. 2010. Desain Komunikasi Visual: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa. Yogyakarta: Dicti Lab

Van, Den Daele. L.A Developmental Study of the ego-ideal. Genetic Psychology Monographs, 1968.

Widagdho, Djoko, dkk. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sumber Internet :

http://khasjogdja.wordpress.com

(diakses pada tanggal 10 Februari 2015) http://elib.unikom.ac.id

(diakses pada tanggal 10 Februari 2015) http://studentjournal.petra.ac.id

(diakses pada tanggal 19 Februari 2015) http://www.apapengertianahli.com


(6)

BIODATA PENULIS

Nama : Dimas Nugroho Azis Permadi

Tempat Lahir : Gresik

Tanggal Lahir : 24 Juli 1993

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Orang Tua

Bapak : Abdul Azis

Ibu : Sutrani

Alamat : Kalibokor 1 no 21

Kota : Surabaya

Agama : Islam

No. Telpn/Hp : 082233044417

Pendidikan

1. SDN Sukomanunggal IV Surabaya 1999-2005

2. SMP GIKI II Surabaya 2005-2008