Motivasi menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada usia remaja akhir (18-22 tahun).

(1)

MOTIVASI MENJADI PRAJURIT KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT PADA USIA REMAJA AKHIR (18-22 TAHUN)

Veronica Ayu Ratriani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang memotivasi seseorang untuk menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usianya yang tergolong remaja akhir (18-22 tahun). Studi ini dilakukan melalui wawancara mendalam dengan tiga prajurit keraton yang berusia 18-22 tahun menggunakan recorder kemudian hasil wawancara diubah dalam bentuk verbatim untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kesenangan terhadap musik-musik tradisional, keprihatinan akan kecilnya kesadaran anak muda tentang seni dan budaya, kenyamanan yang diberikan oleh lingkungan keprajuritan, adanya panggilan jiwa untuk mengabdi pada raja serta keraton, tidak sembarang orang dapat masuk dan bertahan di keprajuritan, dan penolakan jika grebeg dihilangkan memunculkan adanya keinginan untuk berpartisipasi dalam pelestarian budaya khususnya di Yogyakarta. (2) Adanya sarana yang mendukung dan kemampuan yang dimiliki oleh prajurit muda ini juga menjadi pendorong dalam pencapaian keinginannya. Meskipun ada sarana yang mendukung, mereka juga dituntut memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan di keprajuritan seperti tata cara membawa dan merawat benda-benda keraton. (3) Prajurit keraton muda ini tidak mengutamakan suatu imbalan atau hasil dan penghargaan atas apa yang dikerjakannya karena sudah merasa senang dan bersyukur sampai saat ini masih dipercaya menjadi pelestari budaya dari keraton. Adapun saran dari ketiganya bagi anak muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya, baik dengan menjadi prajurit keraton maupun menjadi pelestari budaya yang lainnya.


(2)

MOTIVATION BECAME A NGAYOGYAKARTA HADININGRAT'S PALACE

SOLDIER IN LATE ADOLESCENCE (AGE 18-22)

Veronica Ayu Ratriani

ABSTRACT

The purpose of this study was to understand the motivation of person in late adolescence stage (age 18-22) that became a soldier for Ngayogyakarta Hadiningrat's palace. The method of this study was interviewed with three palace soldiers in age between 18 and 22 years old, used recorder and then the result of the interview modified in verbatim to eased reseacher to analyzed. The result showed that (1) the love for the traditional music, the concern of little awareness in young people about culture and arts, the comfort that given by soldier environment, the calling to served the king, the limited amount of reqruitment and stayed in soldier, and the rejection if

“grebeg” was deleted bring out a desire to participated in culture preservation especially in Yogyakarta. (2) Facilitation that support and the young soldier ability supported their needs. Though they required to had a ability that fit in soldier's need, like procedure to carrying and caring the palace's objects. (3) Young soldiers not prioritizing rewards or income and appreciation of what they did because they had already happy and grateful being trusted by palace to preserving palace's culture. The suggetion from participants, they hoped that young people could care and saved the culture, in which became a palace soldier or any culture conservationist.


(3)

Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Pada Usia Remaja Akhir (18-22 Tahun)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Veronica Ayu Ratriani NIM : 119114118

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Pada Usia Remaja Akhir (18-22 Tahun)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Veronica Ayu Ratriani NIM : 119114118

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN MOTTO

“Urip kang utama, mateni kang sempurna”

Selama hidup kita melakukan perbuatan baik maka kita akan menemukan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya

-Kata Bijak Orang Jawa

“Kawula mung saderma, mobah mosik kersaning Hyang sukmo” Lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan

-Kata Bijak Orang Jawa

“Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan”

Tuhan itu dekat meski tubuh kita tidak dapat menyentuhnya dan akal kita dapat menjangkaunya

-Kata Bijak Orang Jawa

“When life is really easy, we forget what is trully valuable” -Ajahn Brahm


(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kepada :

Allah Bapa di Kerajaan Surga dan Keluarga Kudus ; Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan Santo Yusuf. Santa Veronica dan Santo Yudas Tadeus.

Mama, Papa, Mas Nico ; alasan untukku selalu berjuang dalam menyelesaikan karya ini,

Benni, Bama, Tammy, Olga, Delima, Maria, Sendy, Anton, Saktya, Igna, Paskha, Atenk, Dimas, Della, Mitha, Clara, Tasia, Ray, Mas Putra, Agnes, Mas Dino, Bella, Ela, Mas Gandring, dan semuanya yang mungkin belum tersebutkan ; para pendorong dan penolongku yang sangat baik....


(9)

(10)

(11)

viii

MOTIVASI MENJADI PRAJURIT KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT PADA USIA REMAJA AKHIR (18-22 TAHUN)

Veronica Ayu Ratriani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang memotivasi seseorang untuk menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usianya yang tergolong remaja akhir (18-22 tahun). Studi ini dilakukan melalui wawancara mendalam dengan tiga prajurit keraton yang berusia 18-22 tahun menggunakan recorder kemudian hasil wawancara diubah dalam bentuk verbatim untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kesenangan terhadap musik-musik tradisional, keprihatinan akan kecilnya kesadaran anak muda tentang seni dan budaya, kenyamanan yang diberikan oleh lingkungan keprajuritan, adanya panggilan jiwa untuk mengabdi pada raja serta keraton, tidak sembarang orang dapat masuk dan bertahan di keprajuritan, dan penolakan jika grebeg dihilangkan memunculkan adanya keinginan untuk berpartisipasi dalam pelestarian budaya khususnya di Yogyakarta. (2) Adanya sarana yang mendukung dan kemampuan yang dimiliki oleh prajurit muda ini juga menjadi pendorong dalam pencapaian keinginannya. Meskipun ada sarana yang mendukung, mereka juga dituntut memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan di keprajuritan seperti tata cara membawa dan merawat benda-benda keraton. (3) Prajurit keraton muda ini tidak mengutamakan suatu imbalan atau hasil dan penghargaan atas apa yang dikerjakannya karena sudah merasa senang dan bersyukur sampai saat ini masih dipercaya menjadi pelestari budaya dari keraton. Adapun saran dari ketiganya bagi anak muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya, baik dengan menjadi prajurit keraton maupun menjadi pelestari budaya yang lainnya.


(12)

ix

MOTIVATION BECAME A NGAYOGYAKARTA HADININGRAT'S PALACE

SOLDIER IN LATE ADOLESCENCE (AGE 18-22)

Veronica Ayu Ratriani

ABSTRACT

The purpose of this study was to understand the motivation of person in late adolescence stage (age 18-22) that became a soldier for Ngayogyakarta Hadiningrat's palace. The method of this study was interviewed with three palace soldiers in age between 18 and 22 years old, used recorder and then the result of the interview modified in verbatim to eased reseacher to analyzed. The result showed that (1) the love for the traditional music, the concern of little awareness in young people about culture and arts, the comfort that given by soldier environment, the calling to served the king, the limited amount of reqruitment and stayed in soldier, and the rejection if “grebeg” was deleted bring out a desire to participated in culture preservation especially in Yogyakarta. (2) Facilitation that support and the young soldier ability supported their needs. Though they required to had a ability that fit in soldier's need, like procedure to carrying and caring the palace's objects. (3) Young soldiers not prioritizing rewards or income and appreciation of what they did because they had already happy and grateful being trusted by palace to preserving palace's culture. The suggetion from participants, they hoped that young people could care and saved the culture, in which became a palace soldier or any culture conservationist.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Sosok prajurit keraton yang ada di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga merupakan seorang abdi dalem. Prajurit keraton memiliki keunikan yang tersendiri dari abdi dalem lainnya dan juga dari para seniman musik lainnya. Tugas wajib mereka adalah bermain alat musik dan mengalunkan lagu-lagu prajurit yang sejak dahulu sudah ada pada saat Grebeg (upacara daerah yang diadakan setahun tiga kali dan biasanya dilaksanakan antara sebelum atau sesudah hari besar umat Muslim seperti Grebeg Maulud, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar) dan kirab-kirab atau perayaan adat dari kraton yang membutuhkan prajurit keraton. Selian itu, mereka memiliki tugas rutin yaitu latihan setiap hari minggu sore di Tepas Keprajuritan atau Pracimosono.

Ada beberapa keunikan yang membedakan baik dari segi realitas dan unsur magis. Segi realitas yang membedakan dari lainnya adalah alat musik yang mereka gunakan itu dari kraton dan ada cara sendiri untuk memegang serta memainkannya. Kemudian pakaian yang digunakan juga pakaian yang ditentukan dari kraton dengan pertimbangan makna-makna pada setiap bahan dan desain. Kemudian dari segi unsur magis, yang terkadang sedikit susah diterima oleh akal pikiran yaitu banyak kejadian-kejadian yang ganjil akibat tidak berhati-hatinya prajurit dalam memegang, merawat, dan menggunakan alat-alat kraton.


(14)

xi

Kehati-hatian ini sangat diperlukan dan harus diperhatikan oleh setiap prajurit dari usia muda sampai yang tua. Adanya beberapa prajurit muda sangat membantu regenerasi pelestarian budaya keprajuritan kraton. Berhubungan dengan tugas dan kewajiban seorang prajurit, peneliti berfokus pada motivasi anak muda yang masih ingin melestarikan budaya di masa perkembangannya yang kebanyakan ikut-ikutan hedonism karena perkembangan jaman yang serba modern. Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran secara luas kepada pembaca terutama anak muda untuk memahami betapa pentingnya budaya itu dan menunjukkan bahwa masih ada anak muda yang peduli akan pelestarian budaya meskipun modernitas sudah merajalela.

Penelitian ini sudah dilakukan oleh peneliti dengan segala upaya untuk menjawab rumusan masalah dan mewujudkan harapan-harapan peneliti agar tujuannya tercapai. Secara khusus, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala penyertaan dan kasihNya selama pengerjaan penelitian ini sehingga peneliti diberi kemudahan dalam setiap langkah dan dibantu melalui tangan serta dukungan dari banyak orang yaitu:

1. Yozef Yusuf Margono dan Emiliana Pahmawati (Papa, Mama) dan Nicolaus Adi Laksono (Mas) yang menjadi alasan untuk selalu berjuang dalam pengerjaan penelitian ini. Terimakasih Papa, Mama, Mas Nico sudah mendorong dan selalu mendoakan adek sampai saat ini. I Love You, i love you.


(15)

xii

2. Semua saudara baik dari keluarga Papa ataupun Mama yang selalu bertanya “sudah selesai belum kuliahnya?” sampai penulis bosan dan berjuang agar dapat menjawab “sudah selesai kok”

3. Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang mengajari penulis untuk peka terhadap tulisan dalam penelitian ini sehingga penulis terdorong untuk tidak malu bertanya dan berdiskusi dengan teman lain hingga penulis memahami letak kesalahannya sendiri. Terimakasih Bapak sudah menjadi dosen pembimbing skripsi yang menyemangati. Bapak idola saya.

4. Bu Debri selaku dosen pembimbing akademik yang sekarang sudah harus mengambil keputusan untuk tidak lagi di Psikologi karena harus menjadi istri serta ibu yang bertanggungjawab untuk keluarga. Terimakasih Ibu cantik.

5. Pak Ema yang sangat baik karena sudah berkenan dipinjami serta memberi referensi buku-buku tentang motivasi dan berkenan juga menjelaskan serta menjawab pertanyaan saya ketika saya benar-benar bingung tentang skripsi saya. Terimakasih sekali Pak. Tuhan memberkati bapak dan keluarga.

6. Warguno, teman penulis yang merekomendasikan dan menjadi sarana untuk berkenalan dengan informan pertama dalam penelitian ini yaitu A.

7. Kanjeng Kusumonegoro selaku Kepala Tepas Keprajuritan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sudah meluangkan waktu untuk


(16)

xiii

diwawancarai dan memberikan ijin kepada penulis untuk mengambil data dari ketiga informan.

8. Ketiga informan dalam penelitian ini yaitu mas A, mas B, dan mas F yang berkenan penulis wawancarai serta terbuka dalam memberikan jawaban. Terimakasih ya mas-mas sekalian sudah berkenan diganggu waktu dan kesibukannya. Terimakasih juga untuk mas P (salah satu prajurit) yang lucu dan mau berteman denganku sampai detik ini.

9. Oktavianus Benni selaku teman penulis yang selalu berada disampingku dari awal mengambil data serta mencari referensi-referensi teori sampai hampir terselesainya ini semua. Makasih ya Be, sudah mau menjadi teman yang super baik untukku.

10.Cicilia Sendy Setya Ardari dan Maria Octavina Rae, sahabat penulis yang tetap berjuang menyemangati penulis ketika merasa malas dengan berkata, “ayo neng, semangat”.

11.Olga Sancaya dan Tamara Evelyne, wanita yang suka “gila-gilaan” bersama penulis dari semester 1 sampai penulisan skripsi ini selesai. Terimakasih mbak Olga dan Tammy yang seperti cheerleaders ketika penulis mulai bosan dan merasa ingin menyerah. I love you so much.

12.Androghini Dancer, teman-teman yang 2011 dan adik-adik 2012-2015 yang selalu menghibur dan menemani penulis ketika sedang penat dan ingin mencari hiburan. Sukses dan mohon teruskan perjuangan kami (yang


(17)

xiv

tua) yang bersusah payah membangun Androghini. Intinya adalah pandai-pandainya kalian mengimbangi studi dan hobi.

13.Grup tukang pijet yang berisi Tammy, Olga, Vidre, Anton, Igna, Atenk, Saktya, Pika, Dimas, dan Paskha yang kebanyakan sudah lulus dan menjadi pendorong penulis untuk segera menyusul. “Kapan kita travelling lagi?”.Kalian semangatku.

14.Yoseph Bama dan Ray Fandi serta teman-teman Apahayo Electone lainnya yang selalu menghibur dan berkenan mendengarkan curhatan penulis serta mendukung agar cepat lulus. Terutama terimakasih ya Bama sudah mengisi hari-hari dengan segala candaan ketika aku sudah mulai bosan dan lelah melihat cahaya laptop beserta tulisan-tulisan kecil ini. Semoga Bama segera menyusul dan semangat selalu untuk Bama. Tak lupa untuk Cyus, makasih yaa cyus sudah membantu untuk mengambil gambar moment-moment prajurit yang dipakai untuk membantu presentasiku.

15.Bella, Ela, dan Mas Gandring yang sangat baik karena berkenan berbagi pengetahuan dan mengajari penulis dengan sabar didetik-detik selesainya penulisan skripsi ini. Terimakasih, kalian sangat membantuku. Sukses untuk kalian bertiga ya.

16.Mas Komeng dan Andank yang sudah berkenan berbagi pengalaman mengenai proses pengambilan data dengan informan seorang prajurit keraton.


(18)

xv

17.Agnes dan Mas Dino. Terimakasih ya teman diskusi yang membantu aku menemukan kekurangan dalam penelitian ini.

18.Psikologi Sanata Dharma beserta semua teman, dosen, dan karyawan yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu. Terimakasih sudah menjadi bagian hidup yang begitu indah. Tuhan memberkati bapak dan ibu, serta memberkati kalian semua keluarga psikologi. Matur nuwun.

Akhirnya penulis menyadari keterbatasannya sehingga tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kepada semua pihak yang terkait, penulis akan berkenan sangat menerima segala saran dan kritik yang membangun demi kelayakan tulisan ini.

Penulis


(19)

xvi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xvi

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.Latar Belakang Masalah ... 1

2.Rumusan Masalah ... 8

3.Tujuan Penelitian ... 8

4.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A.Remaja Akhir ... 12

1.Pengertian Remaja ... 12

2.Karakteristik Remaja ... 13

3.Tahap Perkembangan Remaja dan Ciri-cirinya ... 16

4.Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosio-emosional ... 17

B.Motivasi ... 23

1.Pengertian Motivasi ... 23

2.Tokoh-tokoh dan Teori Motivasinya ... 24

a.Abraham Maslow ... 25

b.Frederick Herzberg... 28

c.Victor H. Vroom... 30

1)Valence ... 30

2)Expectancy ... 30


(20)

xvii

3.Motivasi Instrinsik dan Motivasi Ekstrinsik ... 36

4.Fungsi Motivasi ... 37

C.Abdi Dalem ... 38

D.Keprajuritan / Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ... 41

1.Tugas dan fungsi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Zaman Dahulu ... 41

2.Perubahan Dari Kesatuan Prajurit Taktis Ke Prajurit Seromonial Beserta Tugas dan Fungsi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sekarang ... 42

3.10 Bregada Prajurit Saat Ini ... 45

E.Dinamika Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Di Usia Remaja Akhir 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 52

A.Jenis Penelitian ... 52

B.Fokus Penelitian ... 53

C.Batasan Penelitian ... 54

D.Sumber Data Penelitian ... 54

E.Metode Pengambilan Data ... 55

F.Prosedur Penelitian ... 56

G.Prosedur Analisis Data ... 57

H.Kredibilitas ... 57

I.Panduan Wawancara ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A.Pelaksanaan Penelitian ... 62

B.Hasil Wawancara ... 64

C.Analisis Data ... 71

D.Pembahasan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

A.Kesimpulan... 111

B.Saran ... 113


(21)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Rekapan Waktu Wawancara ... 62

Tabel 2 : Proses Motivasi Informan A ... 108

Tabel 3 : Proses Motivasi Informan B ... 109


(22)

xix

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Proses Motivasi... 25 GAMBAR 2. Proses Motivasi Victor Vroom ... 31 GAMBAR 3. Dinamika Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Pada Usia Remaja Akhir ... 51


(23)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Informan I (A) ... 119 LAMPIRAN 2. Informan II (B) ... 144 LAMPIRAN 3. Informan III (F) ... 162 LAMPIRAN 4. Observasi Informan A ... 180 LAMPIRAN 5. Observasi Informan B ... 183 LAMPIRAN 6. Observasi Informan F ... 184 LAMPIRAN 7. Wawancara Tambahan A danF(via BBM) ... 186


(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki 250 Keraton yang tersebar di berbagai daerah, namun saat ini hanya tersisa 45 Keraton yang masih aktif, salah satunya adalah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta (Kedaulatan Rakyat, 2015). Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY dikenal sebagai Ibu Kota Seni-Budaya karena merupakan salah satu propinsi yang sampai sekarang masih kental akan budaya tradisionalnya dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai pusat budaya (Kedaulatan Rakyat, 2015). Istilah Keraton berasal dari kata “ka-ratu-an” yang berarti tempat tinggal ratu/raja dan seluruh lingkungan baik struktur maupun bangunannya merupakan salah satu pandangan hidup Jawa yaitu Sangkan Paraning Dumadi yang berarti dari mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati (Heryanto, 2006). Fungsi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya, sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan serta pengembangannya, dan sebagai tempat kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat (Heryanto, 2006).

Pada awalnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mulai dibangun sejak Sultan Hamengku Buwana I meninggal yaitu 13 Februari 1755. Beliau menitahkan agar hutan Beringan dibabad untuk membangun Keraton. Saat ini


(25)

2

luas Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sekitar 4000m² dan dikelilingi

beberapa bangunan seperti Tugu, Taman Sari, dan lainnya (Sabdacarakatama, 2008). Perkembangan dan kemajuan Keraton tidak lepas dari peran para abdi dalem. “Abdi dalem adalah orang yang mengabdikan dirinya di Keraton dan ikut melestarikan budaya Keraton”, ujar Kepala Tepas Keprajuritan yakni Kanjeng Kusumonegoro (diwawancarai pada 21-10-2015 pukul 11.57 WIB). Senada dengan Kanjeng Kusumonegoro, A (2015) merupakan salah satu prajurit muda yang diwawancarai oleh peneliti pada 01-10-2015 pukul 21.00 WIB berkata, “abdi dalem itu adalah sosok aparatur yang mengurusi atau mengabdikan diri sesuai potensi yang dimiliki untuk Keraton”. Tahun 2014 tercatat di Dinas Kebudayaan bahwa jumlah abdi dalem secara menyeluruh sebanyak 2000-3000an.

Dari beribu-ribu abdi dalem yang ada di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, diketahui ada beberapa abdi dalem yang masih muda sekitar umur 18-22 tahun. Kanjeng Kusumonegoro (2015) menyatakan bahwa kebanyakan anak muda memang mendaftar menjadi abdi dalem sebagai prajurit. Hal ini juga selaras dengan pendapat A (2015) bahwa menurutnya selama bergabung di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi prajurit, ia paling banyak menemui abdi dalem yang menurutnya masih muda di Keprajuritan.

Dalam buku Santrock (2014), informan dalam penelitian ini berusia 18-22 tahun dan usia tersebut masuk dalam kategori remaja akhir. Santrock (2002) mengemukakan bahwa masa-masa remaja adalah masa yang penuh


(26)

3

dengan keterampilan dalam membuat keputusan. Dalam membuat keputusan, kebanyakan remaja tidak benar-benar memikirkan dampak baik maupun buruk untuk dirinya yang sedang mencari identitas. Tidak jarang pula mereka membuat keputusan yang membawa dampak buruk bagi dirinya. Contohnya beberapa remaja memilih untuk menggunakan obat-obatan terlarang, mencuri, berkelahi, hamil sebelum menikah, bunuh diri, dan beberapa mengalami gangguan makan karena ingin memiliki tubuh yang ideal. Sarwono (2009) mendefinisikan masa remaja akhir adalah masa transisi dari remaja masuk ke dewasa dan masa ini merupakan masa kesukaran yang biasa membuat remaja bingung dalam pilihannya bahkan tak jarang yang sampai berurusan dengan polisi.

Perubahan perilaku masyarakat yang lebih modern juga banyak membuat remaja menerapkan gaya hidup hedonis yaitu gaya hidup bersenang-senang dan berfoya-foya serta mencari kemewahan. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif menilai sikap hedonis atau mencari kesenangan pribadi yang berkembang di era global saat ini dapat menjadi faktor perusak generasi bangsa (Kedaulatan Rakyat, 2013). Hal ini berarti semakin tinggi kontrol diri seorang remaja, maka semakin rendah gaya hidup hedonisnya dan begitu sebaliknya.

Penelitian tersebut senada dengan pendapat Kanjeng Kusumonegoro (2015) bahwa anak muda biasanya hanya mencari kesenangan semata. Namun Kanjeng Kusumonegoro (2015) juga menyatakan bahwa anak muda di Yogyakarta sendiri sekarang sudah lebih menyenangi budaya lokal dengan


(27)

4

caranya sendiri. A (2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa anak muda pada umumnya memang kurang dalam melestarikan budaya lokal, namun untuk wilayah Yogyakarta sekarang semangat menjunjung budayanya sudah mulai terbangun. Ratusan anak muda melakukan flashmob di Jogja City Mall 11 Januari 2015 dengan menggunakan jarik batik dengan tujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat akan budaya (Kedaulatan Rakyat, 2015). Selain itu, tahun 2013 mahasiswa kelompok 15 KKN UPN Veteran juga mengadakan gelar budaya seperti pentas seni tari tradisional, seni karawitan, dan pertunjukkan jathilan di Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Sleman pada 22 Juni 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat melestarikan warisan leluhur (Kedaulatan Rakyat, 2014). SMK Tamansiswa Nanggulan juga mengadakan gelar budaya pada tahun 2013 dengan peserta yaitu anak SD, SMP, dan SMK yang mementaskan tari tradisional, kuda lumping, gejog lesung, dan jamu gendong dengan tujuan agar pengetahuan masyarakat mengenai seni budaya semakin luas (Kedaulatan Rakyat, 2013).

Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena dari uraian berita-berita di atas terdapat dua kelompok remaja saat ini yaitu remaja yang hedonis karena semakin modern perilaku masyarakatnya dan remaja yang masih mau melestarikan budaya lokal meskipun masyarakat semakin modern. Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dapat dimasukkan dalam kelompok remaja yang masih mau melestarikan budaya karena mereka masih ingin melestarikan kebudayaan di jaman yang serba modern. Peneliti melihat ini


(28)

5

sebagai suatu keunikan dari prajurit muda yang berbeda dari remaja hedonis lainnya.

Penjelasan di atas menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian dengan informan seorang prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dahulu abdi dalem prajurit merupakan salah satu abdi dalem Punakawan, namun saat ini prajurit sudah memiliki Tepas Keprajuritan sendiri yang sudah mendapat persetujuan dari Sultan HB IX tanggal 2 Maret 1971 (Suwito, 2009). Hal ini semakin menarik diteliti karena minat anak muda tentang budaya masih ada, terbukti dari pernyataan Kanjeng Kusumonegara (2015) bahwa terlihat jelas sejak tahun 2009 sampai sekarang pendaftar yang masih muda pasti ada setiap tahunnya di Tepas Keprajuritan Keraton Yogyakarta. A (2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa minat anak muda paling banyak di keprajuritan khususnya di Kasultanan Yogyakarta. Apabila dibandingkan dengan prajurit keraton lainnya, prajurit Keraton Ngayogyakarta sampai detik ini masih sangat aktif dan sering keluar untuk melaksanakan kirab-kirab budaya bahkan semakin banyak yang mendaftar. Selain itu, dilihat dari jumlah bregada yang tersedia di Kasultanan Yogyakarta lebih banyak dibanding Pakualaman.

Hasil wawancara kepada Kanjeng Kusumo dan A menjadi alasan peneliti memilih pengambilan subyek atau informan di Keraton Yogyakarta karena bregada prajurit yang tersedia lebih banyak dan pendaftar dari kalangan muda juga semakin meningkat dibanding dengan keraton atau kerajaan lainnya.


(29)

6

Keputusan seseorang terutama anak muda untuk menjadi Prajurit Keraton Ngayogyakarta tidak lepas dari motivasi-motivasi yang ia miliki. Motivasi itu sendiri tidak memiliki batas dan merupakan faktor pendorong yang penting dalam perilaku manusia (Lubis, 2008). Asal motivasi terdapat dalam diri individu yang tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya (Uno, 2008). Definisi motivasi menurut Lubis (2008) adalah pendorong seseorang untuk berbuat sesuatu yang dapat memberi pengaruh dalam menambah semangat maupun tidak sesuai dengan apa yang diperintah otak. Pendapat Uno (2008) juga serupa mengenai motivasi yaitu dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi suatu tingkah laku manusia agar tujuannya tercapai. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa motivasi adalah suatu tenaga pendorong manusia yang mengarahkan pada tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Penelitian ini berfokus pada motivasi seorang prajurit yang termasuk ke dalam golongan pekerja di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Victor H. Vroom yang merupakan salah satu tokoh teori motivasi kerja yang mengemukakan tentang harapan atau ekspektansi sebagai proses terciptanya motivasi kerja. Ia mengembangkan teori motivasi dengan tiga asumsi dasar yaitu expectancy, instrumentally, dan valence (Vroom, 1964). Teori tersebut dipilih karena lebih cocok dengan penelitian ini yang akan mengungkap motivasi seseorang menjadi prajurit Keraton di usia remaja akhir berdasarkan


(30)

7

harapannya, instrumennya atau sarana yang membuatnya semakin termotivasi, dan hasil apa yang akan diperoleh.

Dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai motivasi ataupun faktor motivasi, ditemukan belum ada yang meneliti tentang motivasi menjadi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diusia yang masih muda. Penelitian sebelumnya yang berbicara tentang motivasi seorang abdi dalem menggunakan informan yang sudah berumur atau dewasa. Hal tersebut terbukti dalam penelitian Sulistyowati (2007) dari informan sebanyak 30 orang yang diteliti, ia mendapatkan hasil bahwa pengupahan, ngalap berkah, dan mencari gelar bukanlah motivasi untuk menjadi abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia juga menyarankan untuk peneliti selanjutnya mencari informan dengan usia yang masih muda sebagai regenerasi abdi dalem.

Selain itu, Matulessy (2011) juga melakukan penelitian dengan informan 5 abdi dalem laki-laki berusia 40 tahun lebih dan sudah bekerja selama minimal 15 tahun yang mendapatkan hasil bahwa motivasi-motivasi menjadi abdi dalem yaitu cita-cita, tertarik karena cinta dan kagum pada Sultan, patuh, dan bangga serta berharap mendapatkan berkah. Sedangkan penelitian yang dilakukan Subarjo (2011) dengan informan abdi dalem yang berusia minimal 40 tahun mendapatkan hasil bahwa abdi dalem yang akan melakukan prosesi ritual labuhan di Gunung Merapi harus mempunyai niat dari dalam diri, agar berkah yang diharapkan dapat terwujud.


(31)

8

Berdasarkan tiga penelitian di atas, peneliti mendapat bukti bahwa penelitian yang melibatkan abdi dalem muda masih sedikit, bahkan untuk penelitian mengenai prajurit muda belum ada. Hal tersebut membuat peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan memilih informan prajurit muda yang tergolong dalam remaja akhir di Tepas Keprajuritan Yogyakarta.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan content analysis yang difokuskan pada analisis isi konvensional karena berangkat dari hal-hal spesifik atau fakta-fakta yang tersedia secara khusus untuk diabstraksikan atau digeneralisasikan agar lebih bersifat umum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah : Bagaimana seorang remaja usia 18-22 tahun dapat termotivasi untuk menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses munculnya motivasi seorang remaja (18-22 tahun) untuk menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.


(32)

9 D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menyajikan fakta-fakta dan memperkaya kepustakaan ilmu psikologi, khususnya untuk Psikologi Perkembangan, Psikologi Budaya, dan Psikologi Industri Organisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh orang muda untuk menambah wawasan dan memberi informasi bahwa masih banyak orang muda yang bersedia melestarikan budaya tradisional atau budaya Jawa dan tidak hanyut dalam kehidupan jaman kini yang serba modern. Selain itu, hasil penelitian juga dapat memotivasi orang muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya Jawa khususnya di Yogyakarta agar ciri khas kota Yogyakarta sebagai kota yang kental akan budaya tidak hilang.

b.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta sebagai iklan yang mengajak masyarakat Yogyakarta khususnya orang muda untuk tetap melestarikan kebudayaan di jaman yang serba modern ini.

c.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Tepas Keprajuritan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai tambahan kepustakaan mengenai prajurit keraton.


(33)

10

d.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh penulis untuk memperoleh deskripsi tentang motivasi seseorang untuk menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usia remaja akhir (18-22 tahun).


(34)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Supratiknya (2015) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif baik yang bersifat induktif maupun deduktif sangat membutuhkan tinjauan pustaka untuk memaparkan secara garis besar konsep-konsep, konstruk, variabel, hipotesis yang terkait dengan fenomena. Tinjauan pustaka secara garis besar berisi ringkasan himpunan pustaka yang relevan dengan fenomena yang akan diteliti sampai akhirnya ditutup dengan paparan hasil yang diharapkan peneliti. Sedangkan landasan teori lebih menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti sebagai dasar untuk membuat skala pada bab III. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memilih menggunakan tinjauan pustaka karena penelitian ini tidak membuat skala seperti penelitian kuantitatif dan membandingkan beberapa teori yang nantinya akan lebih cocok digunakan dalam penelitian ini.

Adapun kegunaan teori dalam penelitian kualitatif ini yaitu untuk mengarahkan penelitian dengan memaparkan fenomena yang akan diteliti, merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian, merumuskan hakikat pengalaman hidup dari partisipan, memberi landasan filosofis dari penelitian, dan merumuskan asumsi-asumsi. Selain itu, teori dalam kualitatif juga digunakan sebagai kerangka teoritis dan pembanding dalam menganalisis serta menginterpretasikan data.


(35)

12 A. Remaja Akhir

1. Pengertian Remaja

Dalam buku Santrock (2014), yang termasuk dalam kategori remaja akhir adalah usia 18-22 tahun. Sarwono (2009), masa remaja akhir adalah masa transisi dari remaja masuk ke dewasa dimana banyak kesukaran yang dialami remaja dalam mengambil sebuah pilihan. Menurut Martaniah (1984), periode ini adalah periode transisi dari anak ke dewasa yang sukar dan sering menyusahkan diri sendiri serta banyak keluhan terhadap mereka yang memiliki masalah-masalah dalam perkembangannya. Lesmana (2005) juga menyatakan bahwa masa remaja adalah masa seseorang ingin banyak mengetahui dan belajar mandiri namun sering mengalami kebingungan terhadap dunia baru dimana mereka tidak ingin lagi terikat dengan aturan orangtua. Erikson dalam Lesmana (2005) mengatakan bahwa isu yang paling kritis dan penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, masa remaja menurut peneliti adalah masa transisi dari anak menuju dewasa dimana pada masa ini tidak jarang seseorang mengalami kebingungan dan masalah dalam mencari identitas dirinya sehingga sering mengambil keputusan yang salah serta ingin menjadi mandiri dalam dunia barunya.

Perkembangan dan kemajuan jaman yang semakin modern juga mempengaruhi gaya hidup hedonis pada masyarakat termasuk remaja yang masih mencari identitas diri. Gaya hidup hedonis adalah gaya hidup yang


(36)

13

menunjukkan kesenangan pribadi dengan berfoya-foya, mencari kemewahan, adanya perilaku komsumtif yang berlebihan, dan keinginan-keinginan akan masa depan yang tidak berkekurangan (Russell, 2002).

Ciri-ciri orang yang hedonis menurut Cicero dalam Russell (2002) adalah memiliki pandangan gaya instan, berfokus pada perolehan akhir yaitu harta bukan proses mendapatkannya, mengejar hal-hal modern, berlebihan dalam memenuhi keinginan spontan yang muncul, dan ingin cepat-cepat menghabiskan uang dalam sekejap daripada menabung maupun menggunakannya untuk hal yang lebih memiliki guna. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak hedonis akan lebih berfokus pada proses mendapatkan sesuatu yang diinginkan, tidak berlebihan dalam memenuhi keinginannya bahkan jarang memiliki keinginan yang spontan, tidak suka berfoya-foya, dan lebih senang menabung untuk hal-hal penting yang berguna.

2. Karakteristik Remaja

Masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja tengah (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-22 tahun) yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri (Santrock, 2014). Baruth dan Robinson III dalam Lesmana (2005) membuat karakteristik remaja akhir secara umum yaitu :


(37)

14

1) Membina kedekatan yang lebih besar dengan guru dan teman-teman sebaya.

2) Terjadi perpindahan kedekatan dari keluarga ke lingkungan sosial yang lebih luas.

3) Terkadang suka menyendiri.

4) Bertambahnya sumber alienasi dengan orangtua karena beberapa perubahan seperti cara berpakaian, penampilan, batas waktu malam.

5) Adanya perubahan pandangan terhadap diri sebagai suatu keunikan diri.

6) Memahami perbedaan individual dan memahami ada orang lain disekitarnya.

7) Menyadari bahwa orang lain belum tentu satu pendapat atau satu kesenangan dengan dirinya.

8) Menyadari pentingnya menjalin hubungan dengan lawan jenis. 9) Mulai banyak mencari tahu tentang pekerjaan dan nilai-nilai pada

orang dewasa.

Ohlsen dalam Lesmana (2005) juga membuat 16 daftar tugas atau kebutuhan yang harus dipunyai oleh remaja akhir yaitu :

1) Memahami dan menerima diri dari penampilan, kemampuan, bakat, minat, dan tanggung jawab.


(38)

15

3) Memiliki keputusan-keputusan tentang gaya hidupnya dan sadar dalam memutuskan dengan memperhatikan konsekuensinya

4) Lebih mantap dalam menjunjung nilai-nilai moral

5) Belajar untuk memulai, mengembangkan, dan mempertahankan relasi dengan orang lain

6) Sensitif dan membantu dalam pemuasan kebutuhan orang lain. 7) Belajar penyesuaian seksual yang adekuat

8) Mampu merencanakan, membuat, dan memutuskan sesuatu

9) Menyelesaikan semua hal yang belum terselesaikan dengan orang lain

10)Tidak tergantung secara emosional kepada orang tua dan orang lain 11)Mengenali setiap kesempatan yang sesuai tujuan hidupnya

12)Membuat dan berani mencoba dalam hal karier 13)Mulai tidak tergantung secara ekonomi

14)Mendapat pengakuan dari orang dewasa dan teman sebaya 15)Meningkatkan kekuatan ego dan percaya diri

16)Menerima diri apa adanya.

Berdasarkan uraian karakteristik remaja diatas, peneliti memiliki pemahaman bahwa karakteristik remaja awal dan remaja akhir memiliki perbedaan, namun ada pula kesamaannya yaitu mereka mulai mencari dan membina hubungan pertemanan yang lebih banyak, menyadari adanya perubahan fisiknya, sering merasa bosan dan suka menyendiri, serta mulai mencari tahu tentang hal-hal percintaan. Penelitian ini berfokus di usia


(39)

16

remaja akhir karena pada tahap ini, seorang remaja akhir mulai mencari tahu tentang pekerjaan dan nilai-nilai pada orang dewasa serta menyadari keunikan dalam diri yang berbeda dari orang lain.

3. Tahap Perkembangan Masa Remaja dan Ciri-cirinya

Pada masa remaja, perkembangan dan pertumbuhan individu masih terjadi baik fisik yang maksimal maupun psikis bahkan kematangan reproduksinya (Martaniah, 1984). Masa remaja sendiri dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal dengan usia 12-15 tahun, masa remaja tengah dengan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir dengan usia 18-22 tahun (Santrock, 2014). Adapun ciri-ciri remaja akhir menurut Monks (1982) yakni :

a. Mencari identitas diri

b. Ingin mendapat kebebasan dari orangtua atau orang dewasa

c. Dapat menerima peran dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat

d. Aspek-aspek biologisnya mulai berkembang (pertumbuhan dan perkembangan seksual serta alat kelamin)

e. Mulai mencari teman sebaya yang dianggap bernasib sama

f. Menonjolkan apa yang membuat dirinya beda dari orang dewasa lainnya


(40)

17

h. Berdandan atau tidak sama sekali, mencari gaya rambut, mencari kesenangan musik, dan senang dengan acara pesta atau pertemuan i. Senang membentuk kelompok dan memilih-milih teman dengan kelas

sosial yang tinggi atau rendah

Berdasarkan uraian ciri-ciri di atas, menurut peneliti masa remaja itu identik dengan mencari teman bermain baik dari kelas sosial yang tinggi maupun rendah, ingin mendapat kebebasan, dan mencari identitas diri yang sesuai dengan kesenangannya.

4. Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosio-emosional a. Perkembangan Fisik

Santrock (2002) mengemukakan bahwa perubahan fisik pada masa remaja adalah perubahan pubertas dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat di awal masa remaja. Pada laki-laki biasanya tumbuh kumis dan mimpi basah pertama sebagai tanda munculnya masa pubertas. Sedangkan pada perempuan, perubahan terjadi pada pertumbuhan buah dada, tinggi badan, dan rambut kemaluan. Jones dalam Santrock (2002) menyatakan bahwa anak laki-laki yang lebih cepat matang akan lebih positif dalam memahami diri dan lebih dewasa dari teman-teman seusianya. Sedangkan Gariulo dan Allen dalam Santrock (2002) mengatakan anak perempuan yang lebih cepat matang akan memiliki kecenderungan untuk merokok, meminum alkohol, mudah terkena depresi, memiliki gangguan makan, dan lebih


(41)

18

memilih teman yang lebih tua serta cenderung mengundang respon dari laki-laki yang mengarah kepada berkencan sebab pengalaman seksualnya lebih awal.

b. Perkembangan Kognitif

Pada masa remaja lebih ditekankan pada pemikiran operasional formal dan pengambilan keputusan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget dalam Santrock (2002) bahwa pemikiran operasional formal remaja lebih abstrak daripada anak-anak dan juga idealistis dimana mereka mulai memikirkan ciri ideal seperti apa yang cocok untuk dirinya dan mulai menetapkan standar ideal yang masih belum pasti. Kuhn dalam Santrock (2002) juga menambahkan bahwa remaja pemikirannya lebih logis dan senang dalam menyusun rencana-rencana untuk menyelesaikan masalah. Santrock (2002) sendiri menyatakan bahwa cara penalaran pada remaja adalah deduktif hipotesis yakni penalaran dengan mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik untuk menyelesaikan masalah yang nanti akan ditarik kesimpulan secara sistematis pola-pola seperti apa saja yang diterapkan dalam memecahkan suatu masalah. Selain itu, proses asimilasi atau memasukkan informasi baru ke dalam pengetahuan dan menyesuaikan diri dengan informasi tersebut juga termasuk dalam perkembangan kognitif pada remaja. Pada kognisi sosialnya, pemikiran remaja bersifat egosentris yang memiliki dua bagian yaitu sebagai penonton khayalan


(42)

19

dengan keyakinan bahwa dirinya diperhatikan oleh orang lain dan pencipta dongeng pribadi dengan membuat cerita dirinya beserta fantasi-fantasi serta perasaan unik dari tiap individu.

Penekanan yang kedua yaitu pengambilan keputusan. Beth dkk dalam Santrock (2002) menyatakan bahwa masa remaja identik dengan masa kemampuan dalam mengambil keputusan tentang masa depan dirinya. Ganzel & Jacobs dalam Santrock (2002) menambahkan bahwa pengambilan keputusan dari remaja yang lebih tua dan orang dewasa masih belum sempurna serta tidak menjamin luasnya pengalaman dapat mempengaruhi pengambilan tersebut. Keating dalam Santrock (2002) juga menambahkan bahwa terkadang pengambilan keputusan remaja mungkin disalahkan dalam realitas sebab orientasi masyarakat terhadap remaja masih terlalu kaku dan kegagalan dalam memadai pilihan-pilihan mereka. Kesalahan dalam pengambilan keputusan dijelaskan oleh Santrock (2002) bahwa beberapa remaja memilih untuk memakai obat-oabatan terlarang dengan alasan mengatasi stress, melakukan kenakalan-kenakalan remaja seperti berkelahi dan mencuri bahkan membunuh dengan tujuan mencari identitas diri, hamil pada remaja putrid karena pada masa remaja ini dorongan seksualnya sedang tinggi dan ingin mencari pengalaman seksual, bunuh diri ketika kehilangan pacar atau mendapat nilai yang tidak memuaskan, dan beberapa mengalami gangguan makan dengan alasan untuk mendapat tubuh yang ideal.


(43)

20 c. Perkembangan Sosio-Emosional

Santrock (2002) mengemukakan perkembangan sosio-emosional pada masa remaja dapat dikonsepkan dari segi keluarga dan teman sebaya. Remaja pada masa pertengahan dan akhir akan menuntut dua hal kepada keluarga yaitu otonomi dan attachment. Tuntutan otonomi remaja ternyata cukup membuat banyak orangtua emosi karena mereka ingin diberi tanggung jawab atas dirinya dan tidak mau lagi diatur-atur oleh orangtuanya. Namun akan berbeda dengan remaja yang lebih memilih attachment dengan orangtua. Allen dkk dalam Santrock (2002) mengatakan bahwa mereka akan terbantu dalam kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Selain itu, attachment dengan orangtua dapat berfungsi adaptif dalam menyediakan landasan yang kokoh agar remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan barunya dengan cara yang sehat secara psikologis serta tidak menimbulkan depresi maupun tekanan emosional bagi dirinya.

Armsden & Greenberg dalam Santrock (2002) mengatakan bahwa remaja yang secara kokoh dekat dengan orangtua, maka ia juga akan dekat secara kokoh dengan teman sebayanya. Tidak jarang dari mereka yang mulai menjalin relasi sangat dekat dengan teman, pacar, dan lawan jenisnya (Hazen & Shaver dalam Santrock, 2002). Konformitas dengan teman sebaya juga mulai muncul pada remaja baik yang bersifat positif yaitu ada keinginan untuk terlibat dalam


(44)

21

kelompok seperti berpakaian yang sama maupun yang bersifat negatif yaitu mencuri, merusak, berbahasa kotor, mengolok-olok. (Camarena dkk dalam Santrock, 2002). Berkencan merupakan jalinan relasi dengan lawan jenis yang merupakan suatu bentuk seleksi pasangan yang dilakukan oleh remaja dan mereka akan meluangkan banyak waktu terutama remaja perempuan yang memiliki keinginan lebih kuat dalam hal keintiman dengan laki-laki (Duck dalam Santrock, 2002).

Etnisitas juga merupakan perkembangan sosio-emosional remaja yang mengarah kepada kemampuan remaja dalam menyadari adanya keanekaragaman dan perbedaan individual yang akan berakibat pada stereotype kelompok-kelompok. Proses asimilasi dan pluralisme di dalamnya akan menjelaskan beberapa remaja yang mencoba melebur dalam kelompok. Asimilasi dilakukan oleh remaja yang melebur pada kelompok etnis minoritas ke kelompok dominan. Namun pluralisme dilakukan sebaliknya yaitu peleburan ke kelompok etnis dan kebudayaan dalam masyarakat yang sama serta mereka lebih mampu melihat perbedaan tiap kebudayaan yang harus dipertahankan dan dihargai (Santrock, 2002).

Selain itu, identitas yang penting pada masa remaja akhir yang untuk pertama kali perkembangan fisik, kognitif, dan sosialnya sudah lebih maju sehingga individu sudah dapat memilah-milah dan mengidentifikasi diri menuju ke dewasa (Santrock, 2002). Pengaruh dari orangtua juga membawa dampak yang penting dalam


(45)

22

perkembangan identitas remaja yang dapat dilihat dari gaya pengasuhan otokratis yakni mengendalikan perilaku dan menghambat identitas remaja dan pengasuhan permisif yang memberi bimbingan pada remaja dan mengijinkan mereka untuk mengambil keputusan sendiri (Bernard dkk dalam Santrock, 2002). Marcia dalam Santrock (2002) menyimpulkan teori Erikson tentang empat status identitas yakni penyebaran identitas (identity diffusion), pencabutan identitas (identity foreclosure), penundaan identitas (identity moratorium), dan pencapaian identitas (identity achievement). Penyebaran identitas (identity diffusion) digunakan Marcia untuk menggambarkan remaja yang belum menjajaki pilihan yang bermakna untuk hidupnya. Pencabutan identitas (identity foreclosure) untuk menggambarkan remaja yang sudah berani membuat komitmen tetapi belum mengalami krisis. Penundaan identitas (identity moratorium) digunakan untuk menggambarkan remaja yang sedang berada di tengah-tengah krisis namun komitmenya belum kuat bahkan tidak ada. Sedangkan pencapaian identitas (identity achievement) untuk menggambarkan remaja yang telah mengalami krisis dan sudah membuat komitmen yang kuat.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mendapat pemahaman bahwa remaja laki-laki identik dengan pertumbuhan kumis dan mengalami mimpi basah, sedangkan remaja perempuan identik dengan pertumbuhan buah dada dan pengalaman seksualnya lebih awal


(46)

23

daripada laki-laki. Selain itu, remaja juga identik dengan memasukkan informasi baru sebanyak-banyaknya dalam pengetahuan dan menyusun atau merencanakan sesuatu untuk menyelesaikan masalah walaupun tidak jarang banyak anak remaja yang salah mengambil keputusan dengan memakai narkoba dan melakukan kenakalan remaja yang identik dengan berkelahi. Remaja juga identik dengan pemahaman akan diri bahwa ia unik dan ingin dihargai layaknya orang dewasa yang memiliki kebebasan dalam hidupnya. Penelitian ini berfokus pada remaja akhir yang memiliki ciri yaitu tanggung jawab dalam memilih dan mengidentifikasi diri agar sama dengan orang dewasa kemudian membuat komitmen yang tepat bagi dirinya.

B. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Sebelum mendefinisikan pengertian motivasi, motivasi itu sendiri berasal dari kata motif. Motif dan motivasi merupakan satu kesatuan tetapi memiliki arti yang saling berkaitan. Menurut McClelland (Martaniah, 1984), motif merupakan dorongan untuk berubah dalam kondisi yang afektif dan mendasari suatu perbuatan. Senada dengan pengertian tersebut, Atkinson dalam buku yang sama milik Martaniah (1984) menganggap motif sebagai suatu disposisi laten yang berusaha dengan kuat untuk menuju ke tujuan tertentu. Uno (2008) juga menjelasan bahwa motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas


(47)

24

tertentu. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa motif adalah dasar suatu perbuatan yang akan dilakukan untuk tujuan tertentu.

Definisi motivasi menurut Lubis (2008) adalah pendorong seseorang untuk berbuat sesuatu yang dapat memberi pengaruh dalam menambah semangat maupun tidak sesuai dengan apa yang diperintah otak. Pendapat Uno (2008) juga serupa mengenai motivasi yaitu dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi suatu tingkah laku manusia agar tujuannya tercapai. Atkinson dalam Martaniah (1984) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan individu yang terangsang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, motivasi menurut peneliti adalah suatu tenaga pendorong manusia yang mengarahkan pada tujuan tertentu yang ingin dicapai.

2. Tokoh-tokoh dan Teori Motivasinya

Gomes (2003) mengemukakan bahwa teori motivasi dapat dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu Content dan Process. Teori content meliputi teori-teori kebutuhan yang menjelaskan bahwa perilaku manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu. Teori ini lebih cocok digunakan oleh seorang manajer untuk menebak kebutuhan karyawannya sebab seseorang akan lebih giat melakukan pekerjaan ketika


(48)

25

membutuhkan sesuatu. Sedangkan teori process menjelaskan bahwa semua perilaku yang ada berkaitan erat dengan pengharapan dimana seorang individu mempercayai sesuatu akan diperoleh dengan tingkah laku mereka. Berikut ini merupakan kerangka yang disebut produk motivasi dasar seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai keinginannya :

Gambar 1. Proses Motivasi

a. Abraham Maslow

Abraham Maslow (1909-1970) yang merupakan tokoh psikologi humanistik lebih menekankan pada teori content dengan menuangkan teori kebutuhan-kebutuhan yang mendasari motivasi (Benson, 2001). Maslow mengatakan bahwa individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat pada waktu tertentu dan mempunyai keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi lagi (Lubis, 2008). Kebutuhan manusia secara hirarki semuanya laten dalam diri individu yang mencakup

KEINGINAN

CITA-CITA, DORONGAN, HASRAT, DLL

PENGARUH DARI

LINGKUNGAN

HARAPAN


(49)

26

kebutuhan fisiologis, perasaan aman, memiliki dan cinta, penghargaan, dan aktualisasi diri (Uno, 2008).

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar setiap orang sebab tanpa pemuasan berbagai kebutuhan ini, kebutuhan setelahnya dirasa sulit terpenuhi untuk memotivasi kita (Benson, 2001). Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah rasa lapar, rasa haus, hasrat untuk seks, kebutuhan untuk tidur, pengaturan suhu tubuh, dan kebutuhan dasar lainnya. Kebutuhan ini bersifat universal dan mendesak, tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, suku, status, tingkat pendidikan, dan merupakan kebutuhan dasar yang memiliki pengaruh motivasional serta behavioral yang sangat kuat bagi manusia (Koeswara, 1995).

Kebutuhan rasa aman atau kebutuhan akan keamanan meliputi perlindungan dari benda/situasi yang membahayakan seperti penyakit dan cuaca ekstrem (Benson, 2001). Selain itu, kebutuhan akan jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, dan bebas dari ketakutan serta kecemasan juga termasuk di dalam kebutuhan rasa aman (Kanisius, 1991). Maslow mengatakan bahwa faktor belajar dan pengalaman individu mempunyai peran yang penting dalam pemuasan kebutuhan akan rasa aman (Koeswara, 1995).

Kebutuhan akan memiliki dan cinta berisi tentang rasa ingin diterima oleh orang lain, dianggap penting, diikutsertakan dalam kelompok, dan ingin dicintai. Kebutuhan ini dapat dipuaskan dengan membangun hubungan yang akrab dan penuh perhatian kepada orang lain


(50)

27

dengan prinsip yaitu memberi dan menerima adalah hal yang sama-sama penting (Kanisius, 1991). Maslow menekankan bahwa yang dibutuhkan oleh setiap orang adalah cinta yang matang antara dua orang atau lebih dan dibangun dengan rasa saling percaya serta menghargai (Koeswara, 1995).

Kebutuhan akan penghargaan ini menuntut kita untuk mampu menghargai diri sendiri terlebih dahulu, sebab akan sulit meyakinkan orang lain apa yang kita harapkan apabila kita tidak menghargai diri terlebih dahulu (Kanisius, 1991). Hal tersebut senada dengan pendapat Maslow yang membagi kebutuhan ini dalam dua sub yaitu penghormatan dari diri sendiri dan penghargaan dari orang lain yang pada akhirnya akan menghasilkan rasa dan sikap percaya diri, berharga, kuat, dan mampu dalam diri individu (Koeswara, 1995).

Aktualisasi diri menjadi kebutuhan paling atas dimana kebutuhan ini diwujudkan setelah seseorang memahami akan potensi diri dan mengembangkannya sebagai karya hidupnya (Koeswara, 1995). Kebutuhan aktualisasi diri setiap orang berbeda-beda dan berisi penggunaan semua bakat yang dimiliki (Kanisius, 1991). Selain itu, mewujudkan semua potensi diri dan menjadi seseorang yang berkualitas maksimal terhadap dirinya juga termasuk dalam kebutuhan aktualisasi diri (Benson, 2001). Koeswara (1995) mengemukakan pendapat Maslow bahwa kebutuhan ini tidak mudah dicapai oleh setiap orang dan ciri-ciri yakni mampu mengamati realitas secara efisien, menerima diri sendiri dan orang lain serta kodrat, spontan dan sederhana serta apa adanya, mampu


(51)

28

memusatkan diri pada masalah, memiliki kebutuhan akan privasi, memiliki kemandirian dari lingkungan dan kebudayaan, mampu mengapresiasi, memiliki pengalaman puncak atau mistis, memiliki minat sosial, membentuk hubungan antarpribadi, berkarakter demokratis, memiliki perbedaan antara cara dan tujuan, memiliki rasa humor yang filosofis, kreatif, dan otonom.

Peneliti memandang bahwa teori kebutuhan milik Maslow ini lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara berjenjang atau hirarki dan mengungkap bahwa kebutuhan manusia tidak hanya berupa material saja namun non material juga dibutuhkan. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi, maka kebutuhan selanjutnya akan terhambat dan kurang memuaskan. Peeliti juga memandang bahwa setiap individu tidak akan pernah merasa puas, meskipun kebutuhan dasar telah terpenuhi pasti akan muncul kebutuhan lainnya yang lebih tinggi dan memuaskan.

b. Frederick Herzberg

Frederick Herzberg (1923-2000) adalah seorang ahli psikolog klinis dan Profesor Manajemen di Universitas Utah College of Business. Hook (2006) banyak mengemukakan teori Herzberg atau dikenal dengan

“Model Dua Faktor”. Herzberg dalam membagi dua kelompok faktor

dalam masalah pekerjaan yaitu faktor motivasi yang berisi tentang pendorong prestasi seseorang dari dalam dirinya (keberhasilan yang diraih, pengakuan dari orang lain, kemajuan karir, dan lain-lain) dan faktor


(52)

29

pemeliharaan yang berisi tentang pendorong pretasi namun sumbermya dari luar diri yang ikut menentukan perilaku seseorang dalam hidup ataupun pekerjaannya. Teori Herzberg tentang faktor pemeliharaan atau maintenance merupakan hal paling dasar dan diutamakan yang mampu membuat seorang pekerja merasa berhak atas pekerjaannya dengan melihat hal-hal berikut ini :

1) Gaji yang memadai dan sesuai dengan pekerjaannya serta standar UMR di tempat ia bekerja.

2) Kepuasan terhadap kondisi kerja seperti dekorasi dan penataan ruang yang membuat pekerja nyaman.

3) Keuntungan lebih yang menyenangkan seperti mendapat jaminan kesehatan, bonus-bonus, dan juga hari libur.

4) Hubungan antara atasan dan pekerja yang baik dengan saling berkomunikasi dan saling menghargai.

Penjelasan teori motivasi yang dikemukakan dalam Hook (2006) berisi tentang pemberian motivasi kepada pekerja dengan menyesuaikan faktor maintenance atau pemeliharaan. Herzberg berpendapat bahwa akan sia-sia saja memotivasi pekerja bila hanya dengan mendukung dan menyemangati pekerja tanpa melihat pemeliharaan yang meliputi gaji, tata ruang, keuntungan, dan relasi dengan atasan.

Pendapat peneliti mengenai teori ini yaitu faktor dalam diri saja tidak cukup untuk meningkatkan motivasi seseorang atau pekerja, sebaiknya faktor dari luar diri juga dipertimbangkan agar motivasi


(53)

30

seseorang atau pekerja semakin besar dan hasil kerjanya pun semakin produktif.

c. Victor H. Vroom

Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi yang

disebutnya “Teori Harapan” atau “The Expectancy Theory”. Motivasi

menurut teori ini adalah hasil upaya seseorang dalam mewujudkan keinginan atau harapannya. Apabila harapan atau keinginan dalam mencapai sesuatu itu besar, maka motivasinya akan semakin mendorongnya. Namun apabila harapan atau keinginannya tidak terlalu besar, maka motivasinya pun rendah (Lunenburg, 2011).

Dalam teori harapan ini terdapat tiga asumsi pokok yaitu valence, expectancy, dan. instrumentally.

1) Valence yakni hadiah, hasil, bobot yang didapatkan berkat

kekuatan kinerja seseorang. Hadiah yang dimaksud merupakan pencapaian atau potensi imbalan yang sesuai dengan apa yang sudah diusahakan, seperti kenaikan gaji, promosi, penerimaan dari teman sebaya, pengakuan oleh pengawas, atau imbalan lainnya. Semakin baik kekuatan kinerja seseorang, maka hadiah yang didapat akan semakin sesuai dan positif bagi dirinya.

2) Expectancy yakni perkiraan seseorang bahwa upaya yang

berhubungan dengan pekerjaan akan menghasilkan suatu tingkat kinerja tertentu. Seseorang harus memiliki harapan bahwa


(54)

31

pekerjaannya akan selesai dengan segala upaya untuk mewujudkan harapannya.

3) Instrumentally yakni perkiraan seseorang mengenai bekerja

pada tingkat kinerja tertentu akan mencapai hasil kerja yang diinginkan. Sebagai contoh, seorang karyawan akan mencapai tingkat kinerja tertentu yang menghasilkan gaji lebih besar. Namun tetap dilihat besarnya performansinya, apabila ia bersungguh-sungguh maka hasilnya pun akan sesuai.

Gambar 2. Proses Motivasi Victor Vroom

Expectancy Instrumentally

Effort performance rewards

Valence

Kerangka di atas merupakan isi dari teori Harapan secara singkat yang dapat diungkapkan bahwa seseorang yang memiliki harapan akan berusaha dan melakukan tindakan sebagai sarana dalam mencapai hadiah atau hasil yang sesuai dengan harapannya.

Wijono (2007) juga menjelaskan mengenai Teori Harapan dengan lebih sederhana, yaitu :


(55)

32 1) Nilai (Valence)

Suatu dorongan yang membuat seseorang ingin mendapatkan suatu balasan atau imbalan atas apa yang telah dikerjakannya. Misalnya ketika seseorang ingin naik jabatan, maka ia harus bekerja keras untuk lebih berprestasi.

2) Harapan (Expectancy)

Suatu ambisi, keinginan, dan impian yang dimiliki seseorang dan tercermin dalam kekuatan usahanya. Semakin kuat ambisi atau harapan yang dimiliki seorang karyawan, maka semakin kuat pula usaha untuk memenuhi tujuannya.

3) Ganjaran dan Prestasi (Instrumentally)

Sebuah sarana yang mendukung untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Apabila seorang karyawan merasa bahwa sebuah prestasi kerja yang tinggi akan memunculkan sebuah promosi jabatan dari atasan dan hal itu menjadi keinginannya, maka ia akan semakin bekerja keras untuk mencapai prestasi yang dimaksud.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti berpendapat bahwa teori harapan milik Victor H. Vroom ini menjelaskan tentang keinginan seseorang akan sesuatu dan ia mampu memperkirakan bahwa jalan menuju pencapaiannya akan terbuka sehingga semua usahanya akan dilakukan dengan bersungguh-sungguh agar tujuannya tercapai.


(56)

33

Dari ketiga teori milik Maslow, Herzberg, dan Vroom masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Maslow lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara hirarki, sedangkan setiap individu tidak pernah merasa puas dan ingin selalu mencari kepuasan dengan cara yang tidak selalu hirarki. Herzberg lebih menekankan pada adanya faktor pemeliharaan yang mendukung dalam meningkatkan motivasi, namun seseorang bisa saja menyalahkan faktor pemeliharaan apabila ia mengalami kegagalan dalam bekerja. Sedangkan Vroom lebih menekankan pada harapan seseorang yang besar akan memunculkan hasil yang besar pula, begitu pula sebaliknya. Peneliti lebih memilih menggunakan Teori Harapan milik Victor Vroom mengenai harapan seseorang bekerja karena ia akan memiliki motivasi apabila ada nilai, harapan, dan sarana yang mendukung. Sesuai dengan penelitian ini yang akan mengungkap motivasi menjadi prajurit Keraton di usia remaja akhir.

Berkaitan dengan pengertian pada aspek Valence, Expectancy, dan Instrumentally, peneliti dapat merumuskan beberapa indikator yang akan mendukung dan menjelaskan munculnya setiap aspek tersebut dengan mengartikan kata-kata dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sebagai berikut :

1. Valence : a. Hasil

Hasil adalah sebuah pendapatan, perolehan, akibat, dan juga buah dari sesuatu yang diadakan oleh usaha.


(57)

34 b. Penghargaan

Dapat dikatakan juga sebagai perbuatan menghargai, penghormatan, dan sesuatu yang harus dibayarkan untuk sebuah produk atau jasa.

2. Expectancy : a. Ketertarikan

Hal, keadaan, peristiwa yang membuat tertarik dan membangkitkan rasa kasih (sayang, suka, ingin), mempengaruhi atau membangkitkan hasrat untuk lebih memperhatikan ke hal yang menarik tersebut.

b. Keistimewaan Tersendiri

Sifat-sifat istimewa, khas (ada tujuan yang tentu), khusus, lain daripada yang lain yang mendukung sebuah harapan c. Keinginan

Kehendak, hasrat yang ingin dicapai dan terdapat harapan-harapan di dalamnya. Dalam hal ini keinginan memiliki persepsi yang berbeda dari ketertarikan. Peneliti akan lebih berfokus pada keinginan seperti apa yang memotivasi seseorang untuk mencapai tujuannya. Sedangkan pada ketertarikan, peneliti lebih berfokus pada sejak kapan seseorang memiliki ketertarikan dan apa saja yang membuat ia tertarik akan hal tersebut.


(58)

35 d. Usaha

Kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud, suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu. Pada bagian expectancy, usaha yang dimaksud adalah usaha-usaha yang akan ia lakukan untuk dapat mewujudkan tujuan atau maksud seseorang.

3. Instrumentally :

a. Sarana yang mendukung

Segala sesuatu yang menunjang dan dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan, media yang digunakan untuk semakin memotivasi seseorang agar bekerja lebih maksimal.

b. Keyakinan

Sebuah kepercayaan yang sungguh-sungguh, sebuah kepastian, ketentuan, hal-hal yang meyakinkan. Seseorang pasti memiliki sebuah keyakinan untuk dapat bekerja dengan maksimal jika ada sarana yang pasti dan meyakinkan.

c. Tindakan

Sesuatu yang (akan ataupun sudah) dilakukan, berkaitan dengan perbuatan, tindakan yang dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu, terdapat beberapa langkah. Dalam hal ini, tindakan dan usaha memiliki perbedaan jelas dari segi


(59)

36

aspek dan rencana peneliti dalam mewawancarai informan. Perbedaan tersebut terletak pada sebuah perbuatan yang akan dilakukan (usaha) dan yang sudah atau sedang dilakukan (tindakan).

d. Kemampuan

Adanya kekuatan, perasaan sanggup akan melakukan sesuatu, dan keahlian yang dimiliki seseorang untuk dapat mewujudkan suatu tujuan.

3. Motivasi Instrinsik dan Motivasi Ekstrinsik

Sardiman (2006) menjelaskan mengenai 2 jenis motivasi yaitu : a.Motivasi Instrinsik :

Motivasi instrinsik berisi tentang motif-motif dari dalam diri individu yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Motif-motif tersebut menjadi aktif dan berfungsi tanpa mendapat rangsangan dari luar. Usman (2005) juga menjelaskan bahwa motif instrinsik muncul atas kemauan individu itu sendiri, tanpa dipaksa orang lain.

b. Motivasi Ekstrinsik :

Motivasi ekstrinsik berisi tentang motif-motif yang berfungsi dan aktif karena dipengaruhi oleh rangsangan dari luar diri individu. Motivasi ini tidak selalu dianggap jelek karena fungsi sebenarnya untuk membantu mengaktifkan motivasi instrinsik individu. Apabila motivasi ekstrinsik selalu diberikan kepada seseorang, maka motivasi


(60)

37

instrinsiknya akan hilang karena orang itu melulu membutuhkan rangsangan dari luar.

Menurut Dimyanti & Mudjiono (2002), motivasi memiliki dua jenis yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder. Motivasi primer berasal dari motif dasar individu atau motif biologis-jasmani. Sedangkan motivasi sekunder berasal dari hasil belajar individu yang terkait dengan afeksi, kognisi, dan akurasi.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti memiliki pemahaman bahwa motivasi instrinsik dan ekstrinsik memiliki perbedaan dalam hal asal rangsangan. Rangsangan motivasi instrinsik berasal dari dalam diri individu dan rangsangan motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri individu. Keduanya saling menguatkan dan saling melengkapi agar tujuan individu dapat tercapai. Sedangkan motivasi primer dan sekunder perbedaannya terletak pada kebutuhan dan pengalaman individu karena mencakup motif biologis dan motif hasil belajar.

4. Fungsi Motivasi

Sardiman (2006) menjelaskan bahwa motivasi berfungsi sebagai : 1) Pendorong manusia untuk bergerak dan melakukan sesuatu

2) Pengarah suatu perbuatan agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai


(61)

38

Djamarah (2002) juga menyatakan hal yang serupa mengenai fungsi motivasi yaitu sebagai :

1) Pendorong untuk melakukan sesuatu yang ingin dicapai 2) Penggerak untuk melakukan sesuatu yang ingin dicapai 3) Pengarah untuk melakukan sesuatu yang ingin dicapai

Hamalik (2003) juga senada dengan kedua penjelasan diatas yaitu :

1) Motivasi yang akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan 2) Motivasi yang akan mengarahkan ke tujuan yang ingin dicapai

seseorang

3) Motivasi yang akan menjadi penggerak apakah suatu pekerjaan dapat diselesaikan atau dicapai dengan cepat atau lambat.

Berdasarkan uraian fungsi motivasi diatas, fungsi motivasi menurut peneliti adalah sesuatu yang mendorong, mengarahkan, dan membantu kita dalam berperilaku atau bekerja untuk mencapai suatu impian yang ingin dicapai.

C. Abdi Dalem

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, abdi berarti pelayan dan abdi dalem berarti pegawai Keraton. Sudaryanto (2005) juga menjelaskan bahwa di dalam Surat Pengukuhan atau Surat Kekancingan yang dikeluarkan oleh pihak Keraton Yogyakarta, abdi dalem dalam konteks penelitian adalah mereka yang sanggup menjadi abdi budaya. Sabdacarakatama (2008) juga menambahkan


(62)

39

bahwa abdi dalem adalah abdi budaya yang mengabdikan dirinya pada raja dan keraton serta menjalankan tugas-tugasnya dengan hati yang legowo.

Menurut wawancara peneliti kepada Kepala Tepas Keprajuritan pada tanggal 21 Oktober 2015 pukul 11.57 WIB, Kanjeng Kusumonegoro mengatakan bahwa abdi dalem adalah orang yang mengabdikan dirinya di Keraton dan ikut melestarikan budaya Keraton. Senada dengan Kanjeng Kusumonegoro, A (2015) mengatakan bahwa abdi dalem adalah sosok aparatur yang mengurusi atau mengabdikan diri sesuai potensi yang dimiliki untuk Keraton.

Di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sampai saat ini tercatat ada kurang lebih 3000 abdi dalem dengan berbagai tugas dan pengabdiannya masing-masing. Tugas dan pengabdiannya dibagi menjadi dua jenis gologan yaitu abdi dalem Punokawan dan abdi dalem Kaprajan (Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2015). A (2015) mengatakan bahwa terdapat perbedaan mendasar dari keduanya, yakni untuk abdi dalem Punokawan itu berasal dari kalangan masyarakat umum, bukan pegawai dan mereka mendapat uang dari Keraton. Sedangkan abdi dalem Kaprajan itu berasal dari kalangan PNS dan mereka tidak mendapat uang dari pihak Keraton melainkan dari pemerintah.

A (2015) menjelaskan bahwa abdi dalem Punokawan Sowan adalah abdi dalem yang tugasnya di kantor dan setiap hari masuk kerja kecuali hari libur dari pukul 09.00-13.00 WIB. Sedangkan abdi dalem Punokawan Caos adalah abdi dalem yang kerjanya hanya sekitar 5 hari setiap 2 bulan dengan


(63)

40

tugas menjaga beberapa tempat selama satu hari satu malam, seperti bagian depan Keraton, bagian gerbang, bagian belakang, dan bagian tengah Keraton.

Sedangkan abdi dalem Kaprajan juga dibedakan menjadi 2 jenis yaitu abdi dalem Kaprajan Aktif dan abdi dalem Kaprajan Caos Bekti. Abdi dalem Kaprajan Aktif adalah mereka yang aktif bekerja di Pemda DIY namun sesekali bertugas di Keraton. Sedangkan abdi dalem Kaprajan Caos Bekti adalah mereka yang sudah pensiun dari Pemda DIY, tetapi kewajibannya hanya sowan bekti setiap 12 hari dari jam 09.00-12.00 WIB (A, 2015).

Kanjeng Kusumonegoro (2015) mengatakan bahwa minimal usia matang yang dapat disebut abdi dalem adalah 22 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan ada yang mendaftar dibawah usia persyaratan tersebut dan mereka menjalani masa magang. Lamanya masa magang tidak pasti, ada yang hanya 1-2 tahun tetapi ada pula yang sampai 5 tahunan. Tepas Keprajuritan sendiri contohnya, apabila ada calon abdi dalem yang sedang magang dan kemampuannya sangat dibutuhkan oleh kesatuan prajurit serta Keraton, maka calon abdi dalem itu langsung ditarik masuk menjadi abdi dalem prajurit di kesatuan yang bersangkutan meskipun usianya masih dibawah minimal persyaratan menjadi abdi dalem.

Adapun syarat-syarat menjadi abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yaitu dapat membaca aksara Jawa dengan lancar, mampu berbahasa jawa halus dengan baik dan sopan, mengetahui sejarah Keraton, disiplin, dan bekerja sesuai keahliannya. Persyaratan ini diperuntukan bagi keluarga yang pernah mengabdi kepada Keraton sebagai tanda terimakasih.


(64)

41

Namun bagi calon abdi dalem yang berasal dari masyarakat biasa dan tidak ada keturunan, syaratnya membawa SKKB (Surat Keterangan Berkelakuan Baik) dari Kepolisian, menyerahkan KTP, dan menyerahkan surat lamaran menjadi abdi dalem, apabila memiliki ijazah tentang ketrampilannya dapat juga dibawa sebagai penguat lamaran (Kedaulatan Rakyat, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, abdi dalem menurut peneliti adalah mereka yang dengan senang hati mengabdikan dirinya untuk Keraton dan ikut melestarikan budaya Keraton sesuai potensi yang dimiliki. Selain itu, menjadi abdi dalem juga tidaklah mudah karena ada beberapa persyaratan dan masing-masing abdi dalem mempunyai pangkat dengan tugas yang berbeda serta jam kerja yang berbeda pula.

D. Keprajuritan / Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

1. Tugas dan fungsi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Zaman Dahulu

Dalam buku yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kota Yogyakarta yang berjudul “Prajurit Keraton

Ngayogyakarta Hadiningrat Filosofi dan Nilai Budaya yang Terkandung di

Dalamnya” dijelaskan bahwa pada masa pemerintahan Hamengku

Buwono I (1755-1792 M) dan Hamengku Buwono II (1792-1810 M) di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, keberadaan prajurit menjadi kesatuan militer yang sangat penting. Prajurit Mantrijero pada saat itu menjadi bregada yang handal di pertempuran Jenar pada tanggal 12 Desember


(65)

42

1751. Abdi dalem Mantri Lebet (Mantri Jero, Pen) bernama Wiradigda dan Prawirarana berhasil membunuh Mayor Clereq (komandan serdadu Belanda). Pada zaman dahulu prajurit digunakan untuk maju berperang dan mendirikan benteng pertahanan dengan strategi dan taktik serta senjata lengkap yang sudah dipersiapkan dengan matang. Guna peperangan itu sendiri adalah untuk mempertahankan kerajaan dengan menunjukkan kekuatan militernya.

Peneliti menyimpulkan fungsi dan tugas prajurit pada zaman dahulu yaitu prajurit digunakan untuk mempertahankan kerajaan dan tugasnya untuk maju berperang.

2. Perubahan Dari Kesatuan Prajurit Taktis Ke Prajurit Seremonial Beserta Tugas dan Fungsi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sekarang

Setelah Inggris menyerbu dan mengalahkan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Hamengku Buwono III menandatangani surat perjanjian dengan Raffles yang memaksa prajurit Keraton tidak lagi diperbolehkan dalam format sebagai angkatan perang seperti sebelumnya dan kualitasnya diperlemah untuk melakukan gerakan militer. Pada masa pemerintahan HB IV, prajurit Mantrijero, Ketanggung, dan Nyutra yang awalnya berada di dalam benteng kemudian berkurang jumlahnya dan tidak lagi bermukim di dalam benteng pertahanan melainkan di luar benteng Keraton. Saat itu di bagian sebelah barat dari paling utara ke


(66)

43

selatan benteng bermukim prajurit Wirabraja, Ketanggung, Patang Puluh, Bugis, dan Suranggama. Bagian selatan ke arah timur bermukim prajurit Dhaeng, Jagakarya, Mantrijero, Prawiratama. Kemudian di bagian timur ke utara bermukim prajurit Surakarsa dan Nyutra. Di bagian utara terdapat pemukiman prajurit Jager, sedangkan prajurit Langenastra dan Langenarja tetap berada di dalam benteng tepatnya di timur alun-alun selatan. Sampai saat ini lokasi penempatan prajurit masih dapat dilacak dengan nama-nama toponim kampungnya.

Pada masa pemerintahan HB V paska perlawanan Pangeran Dipanegara, Keraton mengalami penekanan politik dan aneksasi dari Belanda sehingga jumlah prajurit berkurang sangat banyak sebab fungsinya tidak lagi dilikuidasi seperti yang terjadi pada prajurit Mandrapratama, Yudapratama, Setabel, dan Langenkusuma. Jumlah bregada yang tadinya lebih dari 15 lebih bahkan sampai 26 bregada, saat itu menjadi 13 dan setiap kesatuan berkurangnya sampai 75 persen. Pada masa pemerintahan HB VI sampai HB VIII, tersisa 12 bregada dan fungsi prajurit bergeser dari yang tadinya prajurit pertahanan keamanan sekarang menjadi prajurit seremonial Keraton dan atraksi budaya bagi kepentingan pariwisata budaya.

Pada masa Sultan Hamengku Buwono I-IX, urusan prajurit masuk ke dalam Kawedanan Hageng Punakawan yang anggotanya menjadi abdi dalem penuh. Saat ini bregada-bregada prajurit Keraton berada dibawah Pengageng Tepas Keprajuritan. Lembaga ini berdiri pada tanggal 2 Maret


(67)

44

1971 atas prakarsa BRM Herdjuna Darpita, RM. Tirun Marwita, Karebet Sutardi, RM. Mudjanat Tistama, KRT Brajanegara, dan RB. Niti Gumito; dengan persetujuan Sultan Hamengku Buwono IX. Setelah sempat dibubarkan oleh Sultan Hamengku Buwono IX, tahun 1956 dihidupkan kembali satu demi satu dari prajurit Dhaeng dan saat ini pemerintahan Sultan Hamengku Buwono X terdapat 10 bregada prajurit. Pemilihan nama pasukan yang ada tidak sekedar berkaitan dengan afiliasi pasukan melainkan ada landasan filosofinya, misalnya nama Wirabraja dan Prawiratama ini dipilih karena berhubungan dengan kewiraan dan kemiliteran.

Pucuk tertinggi dari keseluruhan bregada prajurit Keraton adalah seorang Manggala atau Manggalayuda (Kommandhan Wadana Hageng Prajurit) yang dalam menjalankan tugas dibantu oleh Pandhega (Kapten Parentah) dengan sebutan Bupati Enem Wadana Prajurit. Tugas Manggalayuda adalah mengawasi dan bertanggungjawab penuh atas pasukan prajurit, sedangkan tugas Pandhega adalah menyiapkan pasukan-pasukan dengan didampingi oleh Panji (Lurah) dan seorang bintara berpangkat Sersan dalam setiap bregada. Namun untuk Bregada Mantrijero dan Wirabraja yang memimpin adalah langsung dari Manggala. Kini prajurit-prajurit Keraton yang disiapkan oleh komandannya dilibatkan dan berfungsi pada upacara Garebeg Syawal (Idul Fitri), Garebeg Besar

(Idul Adha), dan Garebeg Mulud (Rabi’ulawal) serta acara-acara budaya


(68)

45

tetap mempunyai arti dan dapat dimaknai sebagai nilai filosofi tertentu sesuai konteks budaya yang ada.

Berbeda dengan zaman dahulu, peneliti dapat menyimpulkan bahwa saat ini prajurit Keraton tugasnya tidak lagi maju berperang namun mengenakan pakaian dan semua atribut prajurit pada zaman dahulu untuk dilibatkan dalam upacara-upacara adat Keraton sebab fungsinya sekarang menjadi prajurit seremonial Keraton beserta atraksi-atraksi budaya bagi kepentingan pariwisata budaya.

3. 10 Bregada Prajurit Saat Ini

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta menyatakan bahwa peran prajurit Keraton sebagai suatu kelengkapan dalam upacara-upacara yang dilakukan oleh Keraton dan beberapa kegiatan lain seperti menyambut tamu agung dari luar negeri yang berkunjung serta menunjang kesuksesan pariwisata Kota Yogyakarta. Suwito dkk (2009) serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta (2015) menjelaskan tentang 10 Korp atau bregada prajurit yang ada saat ini, yaitu :

a. Prajurit Wirabraja

Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang diharapkan daya magisnya mampu memberi jiwa kepada anggota pasukan ini yakni wira (berani) dan braja (tajam) sebab prajurit ini dikenal sebagai prajurit yang sangat berani, peka, dan pantang menyerah sebelum musuh dikalahkan serta berani membela kesucian atau kebenaran.


(69)

46 b. Prajurit Dhaeng

Makna nama prajurit ini adalah prajurit elit yang gagah berani dan tidak pernah menyerah seperti semangat inti api yang tidak mudah padam.

c. Prajurit Patangpuluh

Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang kekuatannya sangat luar biasa sehingga musuh seperti apapun dapat terkalahkan.

d. Prajurit Jagakarya

Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang menjaga dan mengamankan jalannya pelaksanaan pemerintahan dalam kerajaan serta berani menghancurkan musuh dengan semangat yang teguh. e. Prajurit Prawiratama

Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang pemberani dan pandai dalam setiap tindakan, selalu bijak walau dalam suasana perang, dan selalu mengalahkan musuh dengan mudah.

f. Prajurit Nyutra

Makna nama prajurit ini adalah prajurit pribadi Sri Sultan dan kesayangan Raja sebab selalu dekat dengan Raja yang bertugas menjaga dan mendampingi keamanan Raja, namun memiliki ketajaman dan ketrampilan yang unggul serta mampu membasmi kejahatan.


(70)

47

Makna nama prajurit ini adalah prajurit dengan tanggung jawab yang sangat besar dan membawa senjata cakra yang dahsyat yang akan membuat porak poranda musuhnya.

h. Prajurit Mantrijero

Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang mempunyai wewenang kuat dalam memutuskan perkara dalam lingkungan Keraton dan selalu memberi cahaya dalam kegelapan.

i. Prajurit Bugis

Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang kuat dan diharapkan ini selalu memberi penerangan dalam gelap, seperti bulan yang menggantikan fungsi matahari di malam hari.

j. Prajurit Surakarsa

Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang pemberani dengan tujuan selalu menjaga keselamatan putra mahkota dan selalu bersemangat dengan jiwa muda.

Peneliti melihat ada perbedaan pada makna nama prajurit setiap bregada. Namun ada pula kesamaan 10 bregada ini dari segi struktur dan tugasnya yaitu terdapat Panji Parentah dan Panji Andhahan, Sersan, pembawa panji-panji, dan prajurit itu sendiri. Kesamaan tugas prajuritnya adalah membawa senjata dan memakai semua atribut serta pakaian yang khas dari tiap bregada ketika melaksanakan acara adat yang diselenggarakan oleh Keraton.


(71)

48

E. Dinamika Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Pada Usia Remaja Akhir

Motivasi setiap remaja dalam memutuskan sesuatu pilihan akan berbeda satu sama lain karena perkembangan dan pengalaman setiap orang tidak sama. Pencarian identitas diri dan mulai memikirkan pekerjaan yang tepat bagi dirinya menjadi ciri-ciri seorang di usia remaja akhir. Masa remaja akhir biasanya disebut masa transisi seorang remaja ke dewasa dimana kebanyakan dari mereka merasa kebingungan akan pilihan-pilihan yang ada di depannya. Tak jarang dari mereka yang salah dalam memilih dan terjerumus dalam kenakalan remaja seperti menggunakan narkoba, hamil, dan kejahatan-kejahatan termasuk pencurian. Namun kembali lagi kepada pribadi remaja itu dan pengetahuan akan baik buruknya sebuah pilihan sebab tidak jarang pula ada remaja yang tidak terpengaruh dengan kenakalan remaja bahkan ia melestarikan nilai-nilai budaya di daerahnya termasuk remaja di Yogyakarta.

Prajurit Keraton merupakan salah satu pekerjaan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini tidak lagi maju berperang melainkan menjadi prajurit seremonial acara adat merupakan pekerjaan yang unik. Adanya syarat-syarat menjadi abdi dalem ataupun prajurit Keraton menunjukkan bahwa tidak mudah menjadi abdi dalem dan harus dengan hati yang suci mengabdi pada Keraton serta raja. Mereka yang terpilih maupun yang mendaftar akan mengabdikan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki dan ikut melancarkan serta melestarikan semua


(1)

192


(2)

193


(3)

194


(4)

195


(5)

196


(6)

197