TA : Pembuatan Buku Komik Monumen di Kota Surabaya Sebagai Upaya Pengenalan Sejarah Kepada Remaja.
TUGAS AKHIR
Nama : PAM PAM JANUAR MAULANA
NIM : 09.42010.0032 Program Studi : S1 (Strata Satu)
Jurusan : Desain Komunikasi Visual
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA
(2)
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Seni
Oleh :
Nama : PAM PAM JANUAR MAULANA
NIM : 09.42010.0032 Program Studi : S1 (Strata Satu)
Jurusan : Desain Komunikasi Visual
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA
(3)
Perkembangan pesat yang terjadi di kota-kota besar seperti Surabaya membuat masyarakatnya, terutama remaja semakin tidak peduli terhadap benda-benda peninggalan sejarah disekitarnya seperti monumen. Padahal, Monumen yang berfungsi untuk mengingat sebuah kejadian maupun sosok pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan sudah menjadi salah satu icon pariwisata kota Surabaya sebagai kota pahlawan. Hal ini sangat disayangkan terutama apabila meninjau banyak turis-turis domestik maupun non domestik yang mengunjungi kota Surabaya hanya untuk melihat monumen-monumen yang ada sebagai saksi bisu sejarah peperangan di kota Surabaya. Selain itu, belum ada pula media informasi mengenai monumen untuk remaja dalam bentuk komik. Jika permasalahan diatas dibiarkan saja, maka generasi selanjutnya tidak akan mengenal sejarah dan tujuan pembuatan monumen-monumen yang ada disekitarnya. Sehingga, nilai-nilai perjuangan yang berusaha disampaikan lewat bangunan maupun benda peninggalan sejarah ini akan luntur dari hati generasi penerus. Dari permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah media untuk memperkenalkan sejarah dan monumen-monumen di kota Surabaya kepada remaja agar nilai patriotisme dari para pejuang yang gugur di medan perang maupun para veteran yang masih bertahan hidup disekitar masyarakat saat ini tetap terjaga dan abadi.
Kata Kunci : Komik, desain, monumen, remaja
(4)
xii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL...xvii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 LatarBelakangMasalah...1
1.2 RumusanMasalah ...6
1.3 BatasanMasalah ...6
1.4 TujuanPerancangan ...6
1.5 ManfaatPerancangan ...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...8
2.1 PenelitianTerdahulu ...8
1 PembuatanBukuMonumenbersejarah ... 8
2.2 PengertianMonumen ...11
2.3 Sejarah Surabaya...12
2.3.1 Monumen Kota Surabaya ...13
2.4KajianBuku ...14
1 Bukufiksi...15
2 Buku Non Fiksi ...15
2.5StrukturBuku ...16
1 Cover...16
2 Halaman Pengantar ...17
3 HalamanPrakata ...17
4 Daftarisi ...17
(5)
xiii
2 SejarahKomik di Indonesia...19
2.6.1 Proporsi ...24
2.6.2 Ekspresi ...25
2.6.3 Bayangan...26
2.6.4 Balon Kata & Sound Lettering ...27
2.6.5 Aturan Panel...28
1 Frame ...28
2 Alurbaca panel...29
2.6.6 Style / Gaya Komik...30
2.6.7 Panel...30
1 TransisiMomenkemomen ...30
2 TransisiAksikeAksi ...31
3 Transisisubyekkesubyek ...31
4 Transisiaspekkeaspek...31
5 Transisiadegankeadegan ...31
6 Transisi non sequitur ...31
2.6.8 Pace / Timing ...33
2.6.9 Ide Cerita...34
2.6.10 Character Developing ...35
2.7 Warna ...35
2.8Segmentasi, Targeting dan Positioning (STP) ...36
2.8.1 Segmentasi ...36
2.8.2 Targeting ...37
2.8.3 Positioning ...37
2.8.4 Unique Selling Proposition (USP) ...39
2.9 Analisis Data ...39
(6)
xiv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...41
3.1 MetodologiPenelitian ...41
3.2 TeknikPengumpulan Data...42
3.3 TeknikAnalisis Data...44
3.3.1 Hasilwawancara dan observasi ...45
3.3.2 Analisis hasil wawancara dan observasi ...50
3.4 Keunggulan buku Komik ...51
3.5 Kekurangan buku komik ...52
3.6 Segmentasi dan Positioning ...52
3.7 Keyword...53
3.8 Deskripsi konsep ...54
3.9Perencanaan Kreatif ...55
3.9.1Tujuan Kreatif...55
3.9.2Strategi Kreatif...55
3.9.3Program Kreatif ...56
3.10Perencanaan Media ...57
3.10.1Tujuan Media ...57
3.10.2Strategi Media...57
3.11Konsep Perancangan komik...57
3.11.1 Judul Perancangan komik ...57
3.11.2 Tema Cerita ...58
3.11.3 Jumlah Seri ...58
3.11.4 Ukuran Dan Jumlah Halaman...58
3.11.5 Sinopsis Cerita ...58
3.11.6 Setting Cerita ...59
3.11.7 Konflik ...59
(7)
xv
3.15 Teknik Pengerjaan...63
3.16 Konsep Font ...64
3.17 Storyline ...64
3.17.1Konsep Perancangan Desain Cover Komik...76
3.18Konsep Perancangan Media Pendukung...77
BAB IV IMPLEMENTASI KARYA...79
4.1 Konsep ...79
4.2Implementasi Karya ...80
4.2.1Desain Cover Depan ...80
4.2.2Desain Cover Belakang ...81
4.2.3Desain Transisi momen ke momen...82
4.2.4 Desain Transisi aksi ke aksi...83
4.2.5 Desain Transisi Subyek ke Subyek ...83
4.2.6 Desain Transisi Aspek ke Aspek ...84
4.2.7 Desain Transisi Adegan ke Adegan...85
4.2.8 Desain Transisi Non Sequitur ...86
4.3 Desain Media Pendukung ...86
4.3.1 Desain Leaflet ...86
BAB V PENUTUP ...88
5.1 Kesimpulan ...88
5.2 Saran……….. ...89
DAFTAR PUSTAKA ...90
(8)
xvi
Gambar 2.2 Isi Buku “Serpihan Sejarah Monumen” ...10
Gambar 2.3 Ukuran Tinggi Proporsi Manusia Dipengaruhi Proporsi Kepala ...24
Gambar 2.4 Proporsi Kepala yang Serupa namun Berbeda Ukuran Tubuh...24
Gambar 2.5 Peran Ekspresi dalam Penyampaian Pesan...25
Gambar 2.6 Beberapa Contoh Eksplorasi dari Ekspresi ...25
Gambar 2.7 Contoh Aplikasi Gesture Tubuh dan Tangan dalam Berekspresi ..26
Gambar 2.8 Contoh Fungsi Umum Penggunaan Bayangan ...27
Gambar 2.9 Balon kata (Words Balloon) dan Kegunaannya Secara Umum...27
Gambar 2.10 Contoh Sound Lettering ...28
Gambar 2.11 Contoh Macam-Macam Karakter Frame dalam Komik ...28
Gambar 2.12 Contoh Aplikasi Penggunaan Panel dan Alur Pembaca Komik...29
Gambar 2.13 Contoh Beberapa Style Komik ...30
Gambar 2.14 Aplikasi Penggunaan Panel dalam Komik ...32
Gambar 2.15 Aplikasi dari Pace / Timing ...33
Gambar 2.16 Contoh Pembuatan Skenario “CAQ ZATEH” ...34
Gambar 2.17 Karakter Benny & Mice yang Simple namun Tetap Terkesan Cerdas ...35
Gambar 3.1 Analisis Keyword ...54
Gambar 3.2 Sketsa Karakter Mbah Jo ...60
Gambar 3.3 Hasil Olah Digital Karakter Mbah Jo ...60
Gambar 3.4 Sketsa Karakter Agus ...61
Gambar 3.5 Sketsa Karakter Kibo...62
Gambar 3.6 Sketsa Karakter Si Jago ...62
Gambar 3.7 Sketsa Desain cover...76
Gambar 3.8 Sketsa Desain leaflet...77
Gambar 4.1 Desain Cover Depan ...80
(9)
xvii
Gambar 4.7 Desain Transisi Adegan ke Adegan ...85 Gambar 4.8 Desain Transisi Non Sequitur...86 Gambar 4.9 Desain Leaflet...87
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Forum Grup Discussion Sketsa Karakter Mbah Jo ...61 Tabel 3.2 Hasil FGD Desain Cover ...76 Tabel 3.3 Hasil FGD Desain Leaflet ...78
(10)
1 1.1Latar Belakang Masalah
Tujuan Pembuatan Buku Komik Monumen di Surabaya ini adalah sebagai upaya pengenalan monumen-monumen bersejarah di Surabaya kepada kalangan remaja. Permasalahan ini penting karena berkurangnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap monumen-monumen yang ada di sekitarnya, terutama kalangan remaja. Kota Surabaya adalah salah satu kota yang memiliki banyak monumen bernilai sejarah tinggi. Nama Kota Surabaya sebenarnya sudah ada sejak tahun 1300-an, hal ini dibuktikan oleh penemuan prasasti Trowulan I yang berangka tahun 1358 yang menyebutkan nama-nama tempat penyebrangan yang ada di sepanjang Kali Brantas, diantaranya disebut Curabhaya. Menurut Johan Silas yang dikutip oleh Dukut Imam Widodo(2008:9) dalam Hikajat Soerabaia, “nama Surabaya itu bukan nama rekaan zaman sekarang, tetapi nama kota tertua
di Indonesia.” Sejarah mengemukakan bahwa Kota Surabaya disebut-sebut
sebagai kota Pahlawan. Hal ini disebabkan oleh cerita perjuangan arek-arek
Suroboyo yang tidak gentar melawan para penjajah. Oleh sebab itu, banyak monument-monumen bersejarah yang dibangung dan dilestarikan guna mengenang jasa arek-arek Suroboyo sebagai pahlawan kemerdekaan.
Selain itu, Kota Surabaya adalah kota terbesar nomor 2 setelah Kota Jakarta dengan penduduk sejumlah ± 3 Juta jiwa. Dengan posisi tersebut, Kota Surabaya mengalami banyak kemajuan di bidang Pendidikan, teknologi, informasi
(11)
dan lain-lain. Fang, dalam Santoso (2012:1) menyatakan, kemajuan yang terjadi di kota Surabaya membuat sebagian masyarakatnya menjadi individualis. Mereka tidak mempedulikan lagi lingkungan di sekitar mereka termasuk monumen-monumen yang ada.Padahal, pelestarian budaya tidak hanya harus dilaksanan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Keikutsertaan masyarakat dalam pelestarian cagar budaya juga sangat penting. Di Surabaya sendiri, upaya pelestarian cagar budaya dimulai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Walikotamadya nomor 188.45/004/402.1.041./1998 tentang 163 obyek bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
Oleh karena itu diperlukan sebuah media untuk mengenalkan monumen- monumen bersejarah kepada masyarakat luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat buku komik monumen di kota Surabaya sebagai upaya pengenalan sejarah kepada masyarakat, khususnya remaja.
Mustopo (2005:64) menyatakan pengertian monumen dalam dunia arsitektur adalah perancangan tinggi yang dapat membangkitkan kenangan atau kesan yang mudah terlupakan. Tujuan pembangunan monumen adalah untuk mengenang suatu kejadian / sosok manusia yang membuat sebuah sejarah dan patut untuk dikenang oleh generasi-generasi selanjutnya. Monumen adalah salah satu benda cagar budaya yang harus dilestarikan. Hal ini disebutkan dalam Undang-undang no.11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Pelestarian Cagar budaya dapat dilakukan dengan cara mendokumentasikan dan mempublikasikan benda cagar budaya kepada masyarakat melalui media cetak atau elektronik. Upaya pendokumentasian salah satunya dapat dilakukan dengan perekaman data berupa
(12)
pemotretan, pemetaan dan penggambaran yang bertujuan utnuk memberikan informasi atau pembuktian tentang keberadaannya. Sedangkan upaya publikasi, salah satunya dapat dilakukan dengan penerbitan sebuah buku yang bertujuan untuk menyebarkan informasi agar dapat diketahui dan difahami oleh masyarakat luas. (Sudarya dalam Santoso, 2012:1).
Menurut data yang disebutkan di dalam buku Surabaya Tourism
Information Center, setidaknya terdapat 17 Monumen yang didirikan di Kota Surabaya dan menjadi objek wisata bagi turis lokal maupun internasional. Dari 17 monumen tersebut, hanya monumen-monumen seperti Monumen Tugu Pahlawan, Monumen Gubernur Suryo, Monumen Bambu Runcing, Monumen Kapal Selam dan Monumen Jalas Veva jaya Mahe saja yang dikenal baik oleh masyarakat, dari lokasi penempatan monumen dan sejarah didirikannya monumen tersebut. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya media informasi baik yang berbentuk digital maupun
hardcopy yang memuat tentang monumen-monumen tersebut. Karena itu, penelitian ini dianggap penting sebagai salah satu upaya untuk memberi informasi kepada masyarakat luas tentang keberadaan monumen-monumen di Kota Surabaya.
Media-media informasi dapat berbentuk digital maupun cetak (hardcopy). Salah satu media informasi adalah Buku. Menurut Muktiono (2003:2) Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan seumber pembangunan watak Bangsa. Buku adalah sarana informasi yang efektif karena buku dapat memuat informasi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan media informasi lainnya. Hal ini dikarenakan buku dapat berisi gambar(visual) dan tulisan-tulisan (verbal) yang
(13)
dapat membantu masyarakat dalam menerima informasi dan mengingat informasi yang ada. Dalam bukunya, Cognitif Learning (2003), Tan Oon Seng menyatakan , “ Some theorist explain the effecient processing of long term memories via the
dual coding theory. Dual coding theory suggest that we remember better when two processes are engaged. Visual learning and Verbal learning if we see a demonstration and are thought. To verbalize the steps for completion. We remember to complete it succesfully-than if we just hear or wacth”. Menurut (Seng :2003) kita akan lebih mudah mengingat saat kita bisa belajar sambil melihat sekaligus mendegarkan, dibandingkan dengan hanya melihat atau mendengarkan saja.
Komik adalah sebuah bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Komik biasanya dicetak diatas kertas dan dilengkapi dengan teks. Will Eisner menyatakan dalam bukunya, “ Comics & Sequential art” mendefinisikan komik sebagai teknis dan struktur komik sebagai sequential art ( seni yang berkelanjutan). (2000:7)
Menurut Mc Cloud (2001:9) memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti gambar-gambar serta lambang lain yang berdekatan atau bersebelahan dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Komik bukan hanya sebuah bacaan bagi anak-anak. Komik adalah sebuah media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara popular dan
(14)
mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalam suatu alur cerita bergambar, membuat informasi lebih mudah diserap.
Komik tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, komik juga dapat menjadi media pelajaran matematika, pengetahuan umum, penerangan suatu alat, hiasan kaos (sablon), poster, media informasi dan lain-lain. (Masdiono,2007:9).
Generasi muda, khususnya remaja adalah bagian dari masyarakat yang sangat diharapkan dapat ikut melestarikan cagar budaya yang ada. Mengapa? Karena generasi mudalah yang akan meneruskan pengelolaan negeri Indonesia nantinya. Presiden Pertama Indonesia, Ir.Soekarno pernah berkata, “Hai pemuda dan pemudi,engkau pembina hari kemudian. Orang mengatakan bahwa engkau itu adalah pupuk hari kemudian. Jangan terima!, kita bukan sekadar pupuk. Kami lebih dari pupuk. Di dalam jiwa kami tumbuh pula masyarakat yang baru itu. Dan, dalam jiwa kami tumbuh segala apa yang menjadi cita-cita bangsa kami”.
Philip Kotler(2011:136) menyatakan dalam bukunya, Marketing 3.0 : from Product to Customers to the Human Spirit., “Perusahaan menawarkan produk unggulannya kepada masyarakat luas. Akan tetapi, untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, perusahaan harus memilih pasar apa yang ingin mereka layani”. Dalam pernyataan diatas, Kotler mencoba untuk mengungkapkan betapa pentingnya mempusatkan target pasar untuk produk yang akan atau sudah diciptakan, maka Pembuatan Buku Komik Monumen di Kota Surabaya sebagai upaya pengenalan Monumen kepada Remaja dianggap perlu dilakukan.
(15)
Dari pernyataan diatas, Pembuatan Buku Komik Monumen di Surabaya diharapkan bisa menjadi salah satu media pengenalan monumen di Surabaya kepada remaja.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang perlu dijawab adalah :
1. Bagaimana membuat Buku Komik Monumen di Surabaya sebagai upaya pengenalan kepada remaja.
1.3Batasan Masalah
Batasan masalah dalam Pembuatan buku ini adalah :
1. Buku Komik ini membahas tentang monumen bersejarah yang ada di Kota Surabaya.
2. Monumen yang akan dibahas hanya monumen-monumen yang tidak diketahui sejarah dan tujuan pembangunannya oleh remaja dan masyarakat umum.
3. Bahasa yang digunakan dalam komik ini adalah bahasa Indonesia.
4. Jenis Genre yang akan digunakan dalam pembuatan komik ini adalah genre kartun dan tetap menyertakan unsur-unsur Indonesia.
1.4Tujuan
Tujuan Pembuatan buku Komik Monumen di Surabaya sebagai upaya pengenalan kepada remaja ini adalah :
(16)
1. Untuk membuat buku komik monumen di Surabaya sebagai upaya pengenalan kepada remaja.
2. Memberikan informasi tentang keberadaan monumen-monumen yang tidak diketahui sejarah dan tujuan pembangunannya oleh remaja dan masyarakat luas.
3. Menciptakan media informasi untuk remaja tentang monumen dengan bahasa Indonesia berbentuk komik.
4. Mengangkat genre kartun dengan unsur-unsur Indonesia.
1.5 Manfaat Perancangan 1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari pembuatan buku komik monumen di Surabaya ini adalah diharapkan mampu menjadi referensi bagi peneliti lainnya yang mempunyai minat untuk melakukan penelitian serupa khususnya perancangan komunikasi visual berupa buku.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari pembuatan buku komik monumen di Surabaya ini diharapkan dapat menjadi salah satu media yang mengenalkan monumen di Surabaya kepada remaja.
(17)
8
Untuk mendukung pembuatan buku komik monumen di Surabaya ini, maka disertakan berbagai teori dan konsep yang relevan, dirancang secara sistematis sehingga pembuatan buku komik ini lebih ilmiah dan kuat
.
2.1 Penelitan Terdahulu
Sebelum penelitian kali ini dilakukan, telah ada beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat objek serupa dengan judul dan hasil yang berbeda. Penelitian tersebut antara lain:
1. Pembuatan Buku Monumen Bersejarah
Jurnal Penelitian tentang Monumen di Kota Surabaya ini merupakan tugas akhir salah seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (STIKOM) Surabaya, Sri Puguh Santoso yang berjudul, “ Pembuatan Buku Monumen Bersejarah sebagai upaya Pelestarian Cagar Budaya di Kota Surabaya” pada tahun 2012.
(18)
Gambar 2.1 Cover Depan & Belakang Buku “Serpihan Sejarah Monumen” Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2013
Buku merupakan salah satu media informasi yang efektif dalam penyampaian informasi, karena media buku dapat berisi informasi secara verbal seperti uraian-uraian secara deskriptif dan visual seperti gambar ilustrasi, fotografi, Peta perjalanan dan table grafik. Seperti buku pada umumnya, Buku “Serpihan Sejarah Monumen” ini berisikan informasi-informasi penting seperti sejarah, peta lokasi, detail monumen juga Foto yang dapat digunakan sebagai penunjang pemahaman informasi. Buku ini lebih menonjolkan sisi visual daripada sisi verbal. Hal ini dikarenakan isi informasi verbal hanya berupa kilasan-kilasan informasi yang berguna untuk menjelaskan foto-foto monumen yang ditampilkan. Sedangkan foto-foto yang ditampilkan lebih dominan, karena menggunakan teknik fotografi jurnalistik yaitu, foto essay dan foto dokumentasi. Teknik pengambilan gambar ini juga dilakukan secara professional karena ingin menampilkan kesan “gagah” dalam gambar monumen yang ditampilkan.
(19)
Gambar 2.2 Isi Buku “Serpihan Sejarah Monumen” Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2013
Selain itu, buku ini sangat mempertimbangkan segi layout, hal ini didasari oleh perhitungan penulis agar pembaca mudah dalam menerima informasi dan tidak mudah bosan selama membaca buku ini. Namun, buku ini tidak menampilkan monumen-monumen yang berukuran kecil maupun yang sedang. Contohnya, Monumen berbentuk prasasti seperti monumen gedung RRI, monumen Rumah Sakit Simpang (sekarang Delta Plaza), Prasasti Lindeteves, Prasasti Don Boscho dan monumen Alun-alun Contong. Juga, buku ini tidak memberikan sejarah yang detail tentang monumen perjuangan siola (monumen Madun) sehingga informasi yang didapat pembaca tidak lengkap.
Jika di analisis berdasarkan target yang ingin dituju oleh penulis, maka dapat dipastikan kalangan remaja kurang tertarik untuk membaca buku ini. Karena, dibandingkan dengan media buku, remaja saat ini lebih banyak mencari informasi lewat media internet. Ditambah lagi dengan pemilihan warna merah marun tua untuk cover, yang kurang cocok untuk menarik perhatian remaja.
(20)
Maka, buku ini menjadi kurang efektif bila digunakan untuk mengangkat monumen-monumen yang ada di kota Surabaya bagi perkembangan dan upaya pelestarian monumen sebagai cagar budaya kota Surabaya.
2.2 Pengertian Monumen
Kata monumen berasal dari bahasa latin, “monumental” yang secara harfiah berarti meningkatkan. Kata ini berkembang menjadi , “mnemon”, “mnemonikos” yang dalam bahasa inggris menjadi, “mnemonic” yang artinya sesuatu untuk membantu mengingat. Pengertian monumen dalam arsitektur berarti sifat perancangan tinggi yang dapat dicapai oleh perancang untuk dapat membangkitkan kenangan atau kesan yang mudah terlupakan (Mustopo, 2005: 64 ). Pada monumen melekat dua hal. Satu, sebuah kenangan kolektif akan sebuah waktu atau sebuah peristiwa. Dua, kekekalan. Kata kolektif mengandung ambiguitas, karena kolektivitas selamanya hegemonik, selalu ada pihak yang memegang control dan ada yang tersisih. Meninjau pengalaman empiris di Indonesia, monumen adalah ekpresi atau kehendak dari pemegang hegemoni untuk menegaskan kekuasaan atau kekuatan dari kekuasaan tersebut.
Karena itu, monumen pertama-tama didirikan untuk menguasai ruang public dalam batas-batas geometris dan geografis yang teraplikasi dalam desain tata ruang kota, tetapi juga ruang yang dialami sehari-hari oleh khalayak, yakni ruang dalam kehidupan sosial mereka.
Jika monumen adalah sebuah upaya untuk melupakan fana, maka di dalam monumen lalu disiratkan nilai-nilai yang setiap saat mampu mengunggah,
(21)
mengetuk dan menggetarkan hati nilai-nilai universal yang diyakini oleh hampir semua umat manusia di bumi ini, seperti keberaniaan, kekuatan, kepahlawanan, keramahan, dan kesopanan. Penanaman nilai-nilai universal tersebut selain untuk mengekalkan kekuasaan, juga sebuah pendekatan persuasif untuk menghimpun kolektivitas (Armand dalam Santoso, 2012:11).
2.3 Sejarah Surabaya
Surabaya pada abad ke 15 dan 16 merupakan daerah yang bersifat kesultanan dan memiliki kekuatan politik dan militer yang disegani di daerah timur pulau jawa, hingga akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Sultan Agung, Pemimpin Kesultanan Mataram, pada tahun 1625. Kekuasaan Sultan Agung berakhir saat tentara Kolonial Belanda masuk ke Indonesia dan menjadikan Surabaya sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan terbesar saat itu, saat ini dikenal sebagai Tanjung Perak. Kemudian, pada Tahun 1942, Surabaya direbut dari tangan Kolonial Belanda oleh Jepang. Pemerintahan Jepang bertahan sampai berakhirnya Perang Dunia kedua yang dimenangkan tentara sekutu. Hal ini membuat Belanda ingin merebut kembali Indonesia dari tangan Jepang. Namun para pejuang Surabaya tidak tinggal diam dan berusaha mempertahankan daerah Surabaya dari tentara kolonial Belanda.
Pertempuran ini menjadi titik penting dalam sejarah revolusi Indonesia, dimana dimulai dengan tewasnya Brigadir Jendral Mallaby pada 30 Oktober 1945 di daerah Jembatan Merah. Ultimatumpun diberikan oleh tentara sekutu kepada para pejuang saat itu, namun arek-arek Suroboyo menolaknya mentah-mentah.
(22)
Sehingga tumpahlah pertempuran sengit yang terjadi pada 10 November 1945 yang sampai sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional (Santoso,2012:1).
Kota yang memiliki lambang Soera dan Baia ini adalah kota metropolitan dan kota terbesar nomor 2 (dua) setelah Ibukota Jakarta. Menurut (Widodo,2004 : 65-66), pengertian lambang Surabaya ini adalah sebuah tanda, bisa berupa lukisan, lencana atau kata dan mengandung makna tertentu. Mitos yang beredar di masyarakat lokal mengenai asal-usul nama Surabaya adalah cerita perseteruan antara 2 hewan, Sura (Hiu putih) dan Baya ( buaya), yang memperebutkan lahan sandang pangan. Perserteruan ini terjadi di sebuah sungai yang kini dikenal sebagai Kali Mas. Akibat perseteruan ini, air di Kali Mas menjadi merah oleh darah kedua binatang tersebut. Untuk mengenang pertempuran sengit itu, dibangunlah sebuah jembatan yang dinamai Jembatan Merah saat ini. Perwujudtan lambang Kota Surabaya ini dapat kita temui di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Lambang kota Surabaya ini juga menggambarkan keberanian arek-arek Suroboyo dalam menghadapi tantangan.
2.3.1 Monumen di Kota Surabaya
Berdasarkan hasil observasi dan data yang didapat lewat buku Surabaya Tourism Information Center, monumen-monumen yang terdapat di Kota Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Monumen Tugu Pahlawan
2. Monumen Jalas Vevas jaya Mahe 3. Monumen Kapal Selam
(23)
4. Monumen Gubernur Suryo 5. Monumen Pangeran Diponegoro 6. Monumen Jendral Sudirman 7. Monumen Bambu Runcing 8. Monumen Ronggolawe 9. Monumen Mayangkara 10. Monumen Wira Surya 11. Monumen bahari 12. Monumen Matosin 13. Monumen Madun 14. Monumen Mulyosari
15. Monumen Kombes M. Duriyat 16. Monumen Alun-alun Contong 17. Monumen Resolusi Jihad
Ke- 17 Monumen ini berkaitan dengan kejadian perang 10 November 1945.
2.4 Kajian Buku
Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangun watak . Jutaan Buku agama atau kitab suci, dari masa ke masa, yang telah menjadi pegangan manusia dalam menjalani hidupnya, telah membentuk cara pandang manusia terhadap kehidupannya, memantapkannya dengan jalan yang telah ditempuhnya, mengubah apa yang telah diyakininya, menjadikannya kian tabah
(24)
dan yakin atas perjuangannya, dan seterusnya. Semua itu memiliki implikasi yang tidak kecil dan bahkan mampu mengubah sejarah satu bangsa – dan dunia.
Singkatnya, buku mempunyai peran yang tidak kecil dalam mendorong perkembangan sosial, budaya, teknologi, politik dan ekonomi. (muktiono, 2003:4-5). Buku dapat dijadikan pula sebagai sarana informasi untuk memahami sesuatu dengan mudah. Dalam masyarakat, buku untuk anak-anak umumnya adalah buku bergambar, karena anak-anak lebih mudah memahami buku tersebut dengan banyak gambar dari pada tulisan, sedangkan orang dewasa lebih fleksibel untuk memahami apa yang ada pada buku walaupun tanpa gambar sekalipun (Muktiono, 2003:76).
Pemanfaatan buku sebagai media informasi sudah sangat umum. Sebagaimana yang dikutip dari eniklopedia bebas (www.wikipedia.org), jenis-jenis buku antara lain :
1. Buku Fiksi
Jenis buku ini merupakan salah satu jenis buku yang paling banyak diterbitkan didunia. Adapun kisah dibalik cerita adalah sebuah fiksi / tidak berdasarkan kehidupan nyata. Contoh dari buku fiksi adalah : Novel, novel grafis ataupun komik.
2. Buku Non Fiksi
Dalam kepustakaan jenis-jenis buku non fisik banyak digunakan sebagai buku-buku referensi ataupun juga ensiklopedia. Adapun beberapa jenis buku non fiksi antara lain adalah : buku sekolah, buku jurnalistik, atlas, album, laporan tahunan, dan sebagainya.
(25)
Sehingga berdasarkan pernyataan diatas, buku ini adalah salah satu buku non fiksi, karena buku non fiksi digunakan sebagai buku referensi, dimana sifat dari pembuatan buku ini adalah sebagai buku referensi, yang menyuguhkan informasi monumen- monumen bersejarah yang ada di kota Surabaya.
2.5 Struktur Buku 1. Cover
Merupakan bagian terpenting pada perwajahan buku karena bagian ini harus dapat mengundang perhatian pembeli untuk tertarik membeli suatu buku. Bagian ini dibagi menjadi:
a. Front Cover ( Cover Depan )
Berisikan Nama Pengarang, Nama Editor, Nomor Edisi, dan Judul Buku. Front Cover biasanya memuat fotografi atau ilustrasi yang mencerminkan buku tersebut.
b. Back Cover ( Cover Belakang )
Biasanya memuat foto pengarang dan juga mandatoris seperti quotes ataupun barcode dan juga logo penerbit. Berbicara tentang cover, judul buku akan di letakkan di cover depan, judul merupakan bagian terpenting dari sebuah buku, karena melalui judul inilah, pembaca akan memutuskan untuk terus melihat dan membaca semua pesan ataukah akan mengalihkan perhatiannya.
(26)
2. Halaman Pengantar Buku
a. Halaman Judul ( halaman ii )
Halaman ini berisi judul buku, naman pengarang, dan juga penerbit. b. Halaman Dedikasi ( halaman iii )
Halaman ini berisi judul buku, nama pengarang, dan juga penerbit. 3. Halaman Pra Kata
Berisikan tentang kata pengantar yang dibuat oleh editor, ataupun orang yang mempunyai hubungan dengan pengarang dalam pembuatan buku.
4. Daftar Isi
Merupakan halaman penting dalam penulisan buku non fiksi, dikarenakan akan memuat isi-isi setiap halamannya.
5. Kata Pengantar
Berisikan kata pengantar oleh pengarang yang ditujukkan kepada pembaca. 6. Halaman Persembahan
Berisikan ucapan syukur ataupun terimakasih pengarang kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian buku ini.
7. Halaman Isi a. Pendahuluan
Dalam penulisan buku non fiksi pada halaman ini yang dijelaskan pertama kali adalah pendahuluan yang tertuju ke topik.
b. Kesimpulan
Merupakan kesimpulan dari seluruh isi buku. c. Tentang Pengarang
(27)
Berisikan Biodata Penulis, Riwayat Hidup, serta pas foto penulis.
2.6 Pengertian Komik
Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri.
1. Posisi komik di dalam seni rupa
Komik menurut Laccasin (1971) dan koleganya dinobatkan sebagai seni ke-sembilan. Walaupun sesungguhnya ini hanya sebuah simbolisasi penerimaan komik ke dalam ruang wacana senirupa. Bukanlah hal yang dianggap penting siapa atau apa saja seni yang kesatu sampai kedelapan.
Menurut sejarahnya sekitar tahun 1920-an, Ricciotto Canudo pendiri Club
DES Amis du SeptiËme Art, salah satu klub sinema Paris yang awal, seorang teoritikus film dan penyair dari Italia inilah yang mengutarakan urutan 7 kesenian di salah satu penerbitan klub tersebut tahun 1923-an. Kemudian pada tahun 1964 Claude Beylie menambahkan televisi sebagai yang kedelapan, dan komik berada tepat dibawahnya, seni kesembilan.
Pada tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, di mana ia mendefinisikan komik sebagai "tatanan gambar dan balon kata yang berurutan, dalam sebuah buku komik." Sebelumnya, di tahun 1986, dalam buku
(28)
sebagai sequential art, "susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide".
Dalam buku Understanding Comics (1993) Scott McCloud mendefinisikan seni sekuensial dan komik sebagai
“juxtaposed pictorial and other images in deliberate sequence, intended to
convey information and/or to produce an aesthetic response in the viewer.”
“Rangkaian gambar yang disusun secara berurutan, bertujuan menyampaikan pesan dan informasi dan/atau memberikan kesan estetik terhadap pembaca”
Untuk lingkup Nusantara, seorang penyair dari semenanjung Melayu (sekarang Malaysia) Harun Amniurashid (1952) pernah menyebut 'cerita bergambar' sebagai rujukan istilah cartoons dalam bahasa Inggris. Di Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk komik seperti diungkapkan oleh pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) yaitu cerita gambar atau disingkat menjadi cergam yang dicetuskan oleh seorang komikus Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu Seno Gumira Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat komik, mengemukakan bahwa komikus Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) pernah mengiklankan karya mereka dengan kata-kata "disadjikan setjara filmis dan kolosal" yang sangat relevan dengan novel bergambar.
2. Sejarah Komik di Indonesia
Marcell Bonnef, seorang pria berkebangsaan Perancis menjelaskan sejarah perkembangan komik di Indonesia dalam bukunya yang berjudul Komik Indonesia. Dalam buku yang diterjemahkan dari bahasa Perancis menjadi bahasa
(29)
Indonesia oleh Rahayu S. Hidayat tersebut menjelaskan sejarah komik di Indonesia sudah dimulai pada zaman pembuatan relief-relief di Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Relief-relief ini merupakan bentuk awal komik yang pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu menyampaikan pesan atau sebuah cerita. Menurut Bonnef, relief di Candi Borobudur ini sendiri mengisahkan tentang perjalanan Sang Buudha Gautama mencapai kesempurnaan, setelah terbebas dari hawa nafsu dan lepas dari urusan duniawi.
Berbeda dengan relief yang terpahat di Candi Borobudur, relief yang terdapat pada tembok Candi Prambanan mengisahkan tentang mitos Ramayana. Epos besar ini berasal dari mitologi India yang diperkaya dengan unsur-unsur lokal. Kisah mitos tersebut merupakan dasar peradaban Jawa yang sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu, budaya Islam dan lama kemudian budaya Barat. Misalnya, lakon di dalam wayang menggali unsur-unsurnya dari sumber mite keagamaan dan legenda Jawa sebelum Islamisasi. Cerita Ramayana ini juga di abadikan dalam bentuk perwayangan, terutama seni wayang kulit.
Kesenian wayang kulit ini juga merupakan aspek penting dalam perkembangan komik di nusantara. Wayang kulit yang juga mempunyai fungsi menyampaikan pesan lewat cerita yang di pimpin oleh seorang dalang. Dalang mempersiapkan banyak tokoh untuk sebuah pementasan sesuai dengan kebutuhan cerita (beberapa tokoh sering ditampilkan). Seorang dalang harus memiliki bakat dalam berbagai bidang seni drama, seni suara, musik, pencitraan dan animasi. Dalam hal pencitraan, seorang dalang harus mampu mencitrakan sekian banyak tokoh yang hanya berbentuk 2 dimensi tersebut sesuai dengan karakteristik tokoh
(30)
itu sendiri. Dari mulai membedakan suara seorang tokoh kesatria, punakawan, sampai tokoh seorang raja besar. Biasanya, dalang akan menyusun tokoh-tokoh tersebut dengan urutan kasta Raja akan berada lebih tinggi disbanding dengan bawahannya. Tokoh yang mempunyai karakter baik akan ditempatkan di sebelah kanan dalang sedangkan tokoh yang mempunyai karakter buruk akan ditempatkan di sebelah kiri. Citra ini sendiri sudah cukup terbaca meskipun tidak sekaya citra yang dibuat oleh gambar, mengingat pertunjukan wayang yang selalu menyuguhkan visual berupa siluet-siluet dari tokoh-tokohnya. Namun, bakat animator dalang-lah yang membuat pencitraan itu menjadi seolah seperti komik.
Komik dalam bentuk saat ini (gambar dalam panel yang tersusun dengan balon kata), mulai merasuki masyarakat Indonesia sejak munculnya surat kabar besar, Sin Po, sebuah media komunikasi Cina peranakan yang berbahasa Melayu. Di Koran inilah komik pertama kali dimuat dan diedarkan kepada masyarakat. Sebuah komik berjudul Put On yang mengambil dari nama karakter utamanya selalu muncul di Koran tersebut setiap hari Jumat atau Sabtu. Komik ini termasuk komik yang popular di masa itu. Beberapa komik buatan anak negeri pun mulai bermunculan setelah masa komik Put On habis. Namun, setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, banyak dari komikus-komikus nasional yang pada akhirnya berhenti membuat komik dikarenakan sulitnya pasokan kertas. Meskipun pada awal tahun 50-an, salah seorang yang dianggap sebagai pelopor komik Indonesia, Abdussalam, terus memasok komiknya setiap minggu ke harian
Kedaulatan Rakjat yang terbit di Jogjakarta. Komiknya itu berkisah tentang kepahlawanan orang-orang yang telah membebaskan kota itu dari Belanda (Kisah
(31)
Pendudukan Jogja) dan pemberontakan Pangeran Diponegoro, arketipe pahlawan patriotis yang mengawali kisah kepahlawanan bangsa muda yang berhasil menang melawan kolonialisme.
Meskipun komik tersebut cukup laku keras sampai dimuat pula oleh harian
Pikiran Rakjat di Bandung, tapi tidak berhasil menahan serbuan komik-komik Amerika dalam media massa Indonesia. Karya komik seperti, Tarzan, Rip Kirby,
Phantom, Jhonny Hazard, dan lain lain berhasil memikat hati masyarakat Indonesia. Untuk mengimbangi pengaruh dari Tarzan dan gempuran komik-komik dari Amerika tersebut, atau mungkin juga untuk memuaskan selera pembaca, yang sebagian besar keturunan Cina, mingguan kelompok Keng Po,Star Weekly, menyajikan petualangan lengendaria Sie Djin Koei (Hsuehh Jen-Kuei). Kisah Seorang jenderal dan pendekar yang hidup di masa kaisar Toay Cung (627-649). Komik ini juga berhasil mengalahkan kepopuleran Flash Gordon dan superhero lainnya.Hal ini juga sebagai bukti bahwa komik-komik pengaruh Barat bukan tanpa kelemahan, dan dunia Asia (dalam hal ini Cina dan Indonesia) mampu menjadi sumber ilham bagi komikus.
Pada tahun 1954, komikus-komikus muda seperti, Kosasih ( dengan karakter
Sri Asih), yang saat ini juga disebut sebagai bapak Komik Indonesia, juga karakter-karakter seperti Gundala, Kapten Komet, Puteri Bintang dan Garuda Putih mulai menyemarakkan dunia komik di Indonesia. Meskipun pada awalnya para komikus muda Indonesia ini menyadur, bahkan boleh dibilang meniru, gaya komik Barat dari segi penciptaan karakter sampai kepada pembuatan jalan cerita, namun komik-komik bernuansa superhero ini mulai marak dibicarakan dan
(32)
disukai oleh masyarakat. Keberhasilan komik-komik ini tidak lama berlangsung. Pada tahun itu pula, kalangan pendidik mulai merasa bahwa komik adalah sebuah ancaman, dan mulai mengecam kehadirannya karena dianggap sebagai ancaman. Para pendidik sempat berpikir untuk menghentikan penerbitan komik untuk selamanya. Namun, beberapa penerbit mulai bereaksi dengan memberikan orientasi baru kepada komik Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka antara tahun 1954 dan 1955, terbitlah komik bernuansa wayang, “ Lahirnya Gatotkaca” yang lebih menggali potensi Indonesia dan menegaskan kepribadian nasionalisme. Komik wayang mulai popular sejak saat itu. Pada tahun 1960, komik wayang menjadi sebuah identitas komik Indonesia. Hal ini berlangsung sampai 1 dekade, 1960-1968. Pada tahun 1968, peminat komik wayang mulai menurun, hal ini disebabkan oleh mulai banyaknya komikus-komikus yang meniru keberhasilan Kosasih dengan komik Gatotkaca-nya. Komikus lain yang mencoba meniru maupun menyadur, dengan hanya merubah jalan cerita namun tidak dalam penokohan, mulai marak dan memperluas dunia perwayangan. Tidak sampai disitu saja, komik-kommik tentang perjuangan juga mulai merebak kembali sekita tahun 1968-1971.
Saat ini, komikus-komikus Indonesia lebih bebas untuk menerbitkan komik dengan tema-tema humor atas kejadian sehari-hari. Banyak dijumpai komik-komik yang menceritakan tentang kelucuan seseorang dengan profesinya sehari-hari. Karakter-karakter yang diciptakan pun mulai mencirikan “orang Indonesia” meskipun lebih banyak bergaya karikatur.
(33)
Sebuah komik mempunyai standarisasi tersendiri dalam penciptaannya. Secara umum, sebuah komik memiliki unsure-unsur sebagai berikut :
2.6.1 Proporsi
Proporsi sangat penting dalam pembuatan komik, karena hal ini berkaitan dengan penampilan karakter yang diciptakan. Hal yang paling mendasar dari pengaturan proporsi adalah ukuran tinggi manusia dipengaruhi oleh proporsi kepala.
Gambar 2.3 Ukuran Tinggi Proporsi Manusia Dipengaruhi Proporsi Kepala. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative
Media, Jakarta, Hal. 17
Gambar 2.4 Proporsi Kepala yang Serupa namun Berbeda Ukuran Tubuh. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative
(34)
2.6.2 Ekspresi
Ekspresi berperan dalam menyampaikan pesan dan perasaan dari karakter. Jika seorang komikus tidak dapat menggambarkan ekspresi karakter dengan baik, maka perasaan atau emosi dari karakter tidak akan dirasakan oleh pembaca. Namun, ekspresi bukan hanya terletak pada poin wajah saja. Tetapi gesture dari karakter juga berperan untuk mendukung informasi yang ingin disampaikan oleh karakter.
Gambar 2.5 Peran Ekspresi dalam Penyampaian Pesan. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative
Media, Jakarta, Hal. 20
Gambar 2.6 Beberapa Contoh Eksplorasi dari Ekspresi.
Sumber: Toni Masdiono,Buku 14 Jurus Membuat Komik,Creative Media, Jakarta, Hal. 20
(35)
Gambar 2.7 Contoh Aplikasi Gesture Tubuh dan Tangan dalam Berekspresi. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative Media,
Jakarta, Hal. 21
2.6.3 Bayangan
Bayangan / Shadow tidak hanya berperan dalam memberi kesan sebuah gambar itu nampak 3d dan hidup. Tetapi juga berperan dalam pendramatisir jalan cerita yang ada di dalam sebuah komik. Bahkan sebuah bentuk siluet dalam komik, dapat memberikan sebuah informasi / bercerita tanpa adanya bantuan dari balon kata. Dalam aturan shadow/ bayangan juga dikenal istilah miror effect. Efek pantulan cermin yang dapat dihasilkan kaca, kaca mata, bola mata, besi, gelas, jendela dan segala sesuatu yang dapat memantulkan gambar.
(36)
Gambar 2.8 Contoh Fungsi Umum Penggunaan Bayangan.
Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative Media, Jakarta, Hal.24
2.6.4 Balon Kata& Sound Lettering
Balon Kata / Balon Ucapan adalah unsur penting di dalam sebuah komik. Terdapat beberapa aturan dasar penggunaan balon kata untuk menyampaikan sebuah percakapan dan ekspresi dari karakter.
Gambar 2.9 Balon kata (Words Balloon) dan Kegunaannya Secara Umum. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative
(37)
Sedangkan Sound Lettering berfungsi sebagai efek / ekspresi bunyi-bunyian yang berfungsi untuk mendramatisir suasana.
Gambar 2.10 Contoh Sound Lettering.
Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative Media, Jakarta, Hal. 27
2.6.5 Aturan Panel 1. Frame
Garis batas panel-panel dalam komik disebut frame. Ketebalan frame dapat bermacam-macam dan dapat berpengaruh dalam informasi yang akan disampaikan. Beberapa contoh frame panel yang ada seperti :
Gambar 2.11 Contoh Macam-Macam Karakter Frame dalam Komik. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative
(38)
2. Alur Baca Panel
Alur baca panel-panel memiliki standarisasi dibaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.
Gambar 2.12 Contoh Aplikasi Penggunaan Panel dan Alur Pembaca Komik. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative
(39)
2.6.6 Style / Gaya komik
Style / gaya komik tidak terpaku pada satu aturan, ada berbagai macam style komik di seluruh negara. Tapi, style komik tercipta murni dari sang kreator komik tersebut. Style komik juga dapat berubah-ubah sesuai dengan proses perkembangan sang kreator. Beberapa Style komik yang terkenal seperti, manga, realis, minimalis dan amerika.
Gambar 2.13 Contoh Beberapa Style Komik.
Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative Media, Jakarta, Hal. 32
2.6.7 Panel
Panel dalam komik berfungsi sebagai penunjuk ruang dan waktu yang terpisah. Gerakan antar panel mematahkan waktu dan ruang menjadi suatu peristiwa. Bagian-bagian tersebut sebagai satu kesatuan disebut closure.
1. Transisi momen ke momen
Befungsi menunjukkan aksi gerak yang lambat. Transisi ini mendamatisir suasana dan meningkatkan ketegangan dengan menangkap perubahan kecil dan menciptakan efek frame by frame seperti dalam film.
(40)
2. Transisi aksi ke aksi
Tipe paling popular dan efesien. Komikus hanya menggunakan satu momen peraksi, maka setiap panel membantu menggerakkan plot dan alur tetap terjalin.
3. Transisi subyek ke subyek
Untuk menggambarkan alur cerita dengan mengubah sudut pandang namun masih dalam satu adegan atau satu gagasan.
4. Transisi aspek ke aspek
Jenis tansisi untuk merangkai sebuah narasi yang masih berada dalam satu rangkaian waktu namun juga menampilkan lompatan situasi.
5. Transisi adegan ke adegan
Peralihan yang membawa kita melintasi ruang dan waktu sambil memberikan jarak dan waktu dalam cerita.
6. Transisi non sequitur
Peralihan ini tidak menunjukkan hubungan yang logis antara panelnya. Biasanya muncul dalam komik eksperimental yang menyajikan potongan-potongan tak masuk akal yang terselip dalam sebuah cerita.
(41)
Gambar 2.14 Aplikasi Penggunaan Panel dalam Komik.
Sumber: Scott McCloud, Understanding Comics, Harper Collin Publisher, USA, Hal. 80.
(42)
2.6.8 Pace / Timing
Pace / Timing ikut berperan dalam alur cerita di dalam komik. Pace / Timing adalah teknik membuat jarak, atau langkah dari satu gambar / visual ke gambar berikutnya agar pembaca tetap dapat menikmati cerita dari komik tersebut dan tidak terkesan terlalu cepat.
Gambar 2.15 Aplikasi dari Pace / Timing.
Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative Media, Jakarta, Hal. 36.
(43)
2.6.9 Ide Cerita
Ide cerita dibuat sebelum memulai proses pembuatan komik. Pada dasarnya, ide cerita adalah kerangka awal untuk memulai proses pembuatan komik.
Gambar 2.16 Contoh Pembuatan Skenario “CAQ ZATEH”. Sumber: Toni Masdiono, Buku 14 Jurus Membuat Komik, Creative
(44)
2.6.10 Character Developing
Character Developing, atau biasa disebut Desain Karakter atau rancang karakter. Proses ini berpengaruh pada genre komik yang akan diciptakan.
Gambar 2.17 Karakter Benny & Mice yang Simple namun Tetap Terkesan Cerdas. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Benny_%26_Mice.
2.7 Warna
Warna merupakan unsur penting dalam obyek desain. Karena warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna mampu memberikan respon secara psikologis (Supriyono, 2010:58). Warna diyakini mempunyai dampak psikologis terhadap manusia. Dampak tersebut dapat dipandang dari berbagai macam aspek, baik aspek panca indera, aspek budaya dan lain-lain.
Sepanjang sejarah seni, warna menjadi daya tarik utama bahkan menyita hampir seluruh perhatian seniman dimanapun. Warna bisa menjadi sekutu yang sangat mengesankan bagi seniman dalam media visual apapun. Perbedaan antara
(45)
komik hitam-putih dan berwarna sangat luas dan dalam, yang mempengaruhi emua tingkat pengalaman membaca. Dalam komik hitam-putih, gagasan
dibelakang karya tersebut disampaikan secara langsung. Makna diturunkan pada bentuk. Bentuk-bentuk ini sangat berperan. Scout McCloud menyatakan, melalui warna yang ekspresif komik dapat menjadi sensasi yang memabukkan, kualitas permukaan yang berwarna akan selalu lebih mudah menarik perhatian pembaca daripada komik yang hitam-putih. Komik berwarna akan selalu terlihat lebih nyata pada pandangan pertama.
2.8 Segmentasi, Targeting, dan Positioning (STP) 2.8.1 Segmentasi
Segmentasi merupakan upaya untuk membagi calon konsumen dalam kelompok-kelompok tertentu (Harjanto, 2009). Upaya ini dilakukan untuk memudahkan usaha penjualan seseorang karena segmentasinya yang dipertajam.
Penentuan segmentasi pasar ini dapat dilakukan dengan menganalisis segmentasi yang sudah ada atau menentukan sendiri pasar konsumen yang dianggap potensial. Penentuan segmentasi ini dapat dilakukan dengan melihat: 1. Demografis, membagi pasar dalam kelompok yang didasarkan pada variable
demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, siklus keluarga, agama, besar keluarga, pendidikan, penghasilan.
2. Geografis, membagi pasar dalam unit-unit geografis seperti Negara / tempat / kota / wilayah, kepadatan, ukuran kota, dan iklim.
(46)
4. Behavioristik, seperti kebiasaan pembeli, status pembeli, tingkat konsumsi, kadar kesetiaan, dan kesiapan membeli.
Penentuan segmentasi ini umumnya berawal dari riset media yang terukur, yang khalayaknya minimal harus didukung parameter diatas. Segmentasi umumnya disampaikan secara deskriptif, hal ini dilakukan untuk memudahkan penentuan segmentasi.
2.8.2 Targeting
Targeting adalah tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Targeting yang dimaksdukan disini adalah target market (pasar sasaran), yakni beberapa segmen pasar yang akan menjadi focus pemasaran (Kasali, 2000). Targeting juga dapat dikatakan sebagai upaya untuk menyeleksi pasar sasaran dengan menfokuskan kegiatan pemasaran atau promosi pada beberapa segmen saja dan meninggalkan segmentasi lainnya yang kurang potensial. Pemasar dapat memilih untuk menargetkan pada satu atau dua segmen sekaligus. Targeting memiliki dua fungsi yakni untuk menyeleksi pasar sasaran sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu (selecting), dan menjangkau pasar sasaran tersebut (reaching) untuk mengkomunikasikan nilai.
2.8.3 Positioning
Positioning merupakan tindakan merancang produk dan bauran pemasaran agar dapat tercipta kesan tertentu di ingatan konsumen. Dengan kata lain
Positioning adalah bagaimana menempatkan produk kedalam pikiran audience, sehingga calon konsumen memiliki pemikiran tertentu dan mengidentifikasikan
(47)
produknya dengan produk tersebut. Positioning merupakan hal yang penting dalam pemasaran, khususnya bagi produk yang tingkat persaingannya sudah sangat tinggi.
Philip mendefinisikan positioning (dalam Kasali, 2000):
“The act designing the company’s offering and image so that they occupy a meaningful and distinct competitive posiyion the target suctomers mind”
(Positioning adalah tindakan yang dilakukan marketer untuk membuat citra produk dan hal-hal yang ingin ditawarkan kepada pasarnya, berhasil memperoleh posisi yang jelas dan mengandung arti dalam benar sasaran).
Dari berbagai definisi mengenai positioning diatas dapat disimpulkan bahwa
positioning merupakan strategi komunikasi yang mengandung arti tertentu untuk menancapkan kesan tertentu dibenak khalayak/konsumen. Beberapa hal yang dapat ditonjolkan dalam positioning diantaranya adalah:
1. Positioning harus memberikan arti yang penting bagi konsumen 2. Apa yang ingin ditonjolkan harus unik dan berbeda dari pesaingnya
3. Positioning harus diungkapkan dalam bentuk suatu penyataan, pernyataan tersebut harus dinyatakan dengan mudah, enak didengar dan dapat dipercaya.
Positioning juga dapat ditentukan dengan melihat hal-hal berikut (kasali, 2000), diantaranya positioning berdasarkan perbedaan produk, positioning berdasarkan manfaat produk, positioning berdasarkan pemakaian, positioning
berdasarkan kategori produk, positioning berdasarkan kepada pesaing, positioning
(48)
2.8.4 Unique Selling Proposition (USP)
Dalam membangun posisi produk dibenak konsumen, perusahaan atau lembaga harus mengembangkan Unique Selling Proposition yang merupakan
competitive advantage (Kotler, 2005:76). Strategi ini beriorientasi pada keunggulan atau kelebihan produk yang tidak dimiliki oleh produk saingannya. Kelebihan tersebut juga merupakan sesuatu yang dicari atau dijadikan alasan konsumen menggunakan suatu produk. Produk dibedakan oleh karakter yang spesifik.
2.9 Analisis Data
Secara umum proses analisis data mencakup reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi, dan diakhiri dengan menyusus hipotesa (Moleong, 2006:288).
1. Teknik reduksi data
Merupakan penyederhanaan jawaban-jawaban dari seluruh pertanyaan yang telah di ajukan kepada pihak-pihak tertentu dalam teknik pengumpulan data. Proses ini dilakukan untuk menajamkan, mengarahkan dan menggolongkan hasil penelitian dengan memfokuskan pada hal-hal yang dianggap penting dalam penelitian, jika melebar maka hasil jawaban akan dibuang dan tidak digunakan. Reduksi data ini juga bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul, dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkumnya serta mengklasifikasikan sesuai masalah.
(49)
2. Kategorisasi
Merupakan upaya memilah-milah setiap satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan, yang nantinya setiap kategori di berinama dan di sendiri kan.
3. Sintesisasi
Merupakan mencari kaitan antara kategori satu dengan kategori kategori lainnya.
4. Menyusun Hipotesis Kerja atau Kesimpulan
Kesimpulan merupakan upaya untuk mencari penjelasan yang dilakukan terhadap data-data yang telah dianalisis, dengan mencari hal-hal yang dianggap penting. Dalam hal ini kesimpulan disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu kepada tujuan penelitian. Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang proposional, terkait dan sekaligus menjawab pertanyaan penelitian.
(50)
41
Pembahasan dalam bab ini akan lebih terfokus kepada metode yang digunakan dalam perancangan karya, observasi data serta teknik pengolahannya dalam Pembuatan Buku Komik Monumen di Surabaya sebagai upaya pengenalan kepada remaja.
3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif, sebagaimana di sebutkan oleh Kirk & Miller dalam Arifin (2010 : 25) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Moleong dalam Arifin (2010:26) juga berpendapat bahwa, penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya, perilaku, persepsi, pandangan, motivasi, tindakan sehari-hari, secara holistic dan dengan metode deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (naratif) pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamia h.
Pendekatan yang dimaksud diataranya adalah observasi, wawancara, dokumentasi, studi eksisiting dan kepustakaan. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan aktifitas, sehingga mengharuskan peneliti mengumpulkan informasi yang
(51)
detail dengan menggunakan beragam prosedur pengumpulan data selama periode waktu tertentu.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh memiliki peranan yang penting untuk mengetahui garis besar permasalahan yang dihadapi dalam Pembuatan Buku Komik Monumen di Surabaya. Data yang diperoleh melalui observasi dan pengamatan langsung pada beberapa Monumen yang terdapat di kota Surabaya dan kantor Surabaya Tourism
Information Center. Data ini digunakan untuk mengetahui konsep awal yang akan digunakan untuk pembuatan buku komik monument di Surabaya.
Pada perancangan ini, digunakan beberapa teknik pengambilan data guna menjawab permasalahan yang ada, antara lain:
1. Observasi
Observasi (Pengamatan), merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan sistematis terhadap obyek penelitian secara langsung mengenai gejala atau fenomena yang diteliti. Pada metode ini dilakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung mengenai keadaan dan suasana di berbagai situs monumen di kota Surabaya, terutama monumen-monumen yang tidak diketahui oleh masyarakat luas tentang sejarah dan tujuan pembuatannya.
Pengamatan tersebut meliputi keadaan monumen, penempatan, serta keunikan yang dapat diangkat dari sejarah berdirinya monument tersebut.
(52)
Metode ini merupakan proses tanya jawab lisan yang berfungsi untuk menggali informasi lebih mendalam mengenai sejarah monumen-monumen di kota Surabaya yang tidak diketahui oleh masyarakat terutama oleh remaja di kota Surabaya.
Wawancara memungkinkan peneliti mendapatkan data dalam jumlah yang banyak, Untuk itu wawacara di lakukan secara langsung kepada beberapa pihak seperti, pendiri sekaligus Humas dari Komunitas Roodebrug Surabaya, Ketua komunitas Roodebrug Surabaya serta Staff ahli dari Surabaya Tourism
Information Center. Dalam hal ini wawancara akan menjadi data primer dari penelitian ini.
Wawancara akan diarahkan pada pertanyaan yang menyangkut tentang sejarah dan tujuan didirikannya monumen-monumen di kota Surabaya, sejarah yang tidak diketahui oleh masyarakat umum terutama remaja kota Surabaya tentang monumen yang ada, keterkaitan monumen-monumen yang ada dengan perang yang terjadi di Kota Surabaya pada 10 November 1945, dan berbagai informasi pendukung penelitian yang lainnya.
3. Kepustakaan
Metode ini menggunakan literatur dalam menunjang semua data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan untuk memperoleh teori-teori dan mempelajari peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penulisan ini dan menunjang keabsahan data yang diperoleh di lapangan.
(53)
Pada metode ini, digunakan berbagai literatur yang berhubungan dengan proses pembuatan buku komik monumen di kota Surabaya, seperti penelitian terdahulu, buku, jurnal, dan artikel yang diperoleh dari website.
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan seluruh bukti yang berkaitan dengan monumen yang ada di kota Surabaya, berupa foto, arsip, seluruh gambar-gambar monumen di kota Surabaya serta bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah pembuatan buku komik yang nantinya akan dicatat. Metode ini tidak lansung ditujukan pada subjek penelitian. Metode ini sangat bermanfaat karena dapat dilakukan tanpa mengganggu obyek penelitian.
3.3 Teknik Analisis Data
Sebagai landasan analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif-kualitatif. Deskriptif yaitu penafsiran data yang dilakukan dengan penalaran yang didasarkan pada data yang telah dikumpulkan. Setelah data-data yang dibutuhkan telah terkumpul, dilakukan pengolahan atau analisis data yang mencakup reduksi data, kategorisasi, sintesisasi, dan menyusun hipotesa kerja atau kesimpulan (Moleong, 2006:288).
Teknik reduksi data merupakan penyederhanaan jawaban-jawaban dari seluruh pertanyaan yang telah di ajukan kepada pihak-pihak tertentu dalam teknik pengumpulan data. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah data yang diperoleh dengan mencari kesamaan. Selanjutnya di cari kaitan antara data yang satu dengan
(54)
lainnya dalam proses sintesisasi. Dan yang terakhir adalah membuat kesimpulan menjadi satu pernyataan yang menjawab pertanyaan penelitian.
Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis data tersebut selesai dilaksanakan, maka dibuat beberapa rancangan komik monumen yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
3.3.1 Hasil Wawancara Dan Observasi
Wawancara secara langsung dengan Ady Erlianto Setiawan, selaku pendiri sekaligus Humas Komunitas Roduebrug Surabaya yang bertempat di kediaman Bapak Ady di Jalan Medokan Timur 6 no. 2, Surabaya. Wawancara dilakukan pada pukul 19.45 WIB. Berikut hasil wawancara yang dapat diuraikan :
Pengertian monumen sebenarnya tidak dibatasi oleh ukuran dan bentuk apapun. Semua yang dibangun dengan tujuan untuk pengingat sosok seseorang maupun sebagai penanda sebuah peristiwa adalah monumen. Monumen-monumen di Surabaya dibangun dengan tujuan untuk mengenang para pahlawan yang berjuang mempertahankan kota Surabaya saat tentara Inggris menyerang. Selain itu, monumen-monumen ini juga dibangun untuk mengenang kejadian peperangan di Surabaya. Maka dari itu, monumen-monumen ini dibangun di titik-titik terjadinya peperangan.
Perang di Surabaya dengan tentara Inggris berlangsung selama 2 Fase. Fase Pertama, atau yang lebih dikenal dengan Perang 3 hari, terjadi pada 28 – 30 Oktober 1945. Sebelum terjadi perang ini, tentara Inggris sesumbar dengan mengatakan bahwa pasukannya dapat menduduki Surabaya hanya dalam waktu 3
(55)
hari, namun ternyata pada perang 3 hari ini mereka mengalami kekalahan. Hampir semua tentara Inggris tidak ada yang selamat pada Perang ini. Kekalahan pasukan Inggris berujung dengan kematian Jendral S. Mallaby pada 30 Oktober 1945. Pasukan Inggris yang berhasil selamat membuat sebuah memoar yang tertulis dalam buku berjudul, “Fighting Cock”. Mereka menyebutkan kata Inverno in Surabaya yang artinya Neraka di Surabaya untuk mengenang peperangan tersebut.
Selama perang fase pertama ini, Inggris memang sempat menduduki gedung RRI Surabaya (di depan Delta Plaza). Gedung RRI dianggap sebagai pusat penyebaran informasi rahasia arek-arek Suroboyo pada saat itu. Namun pendudukan pasukan Inggris atas gedung RRI tidak berlangsung lama. Arek-arek Suroboyo yang mendapat informasi tersebut langsung bereaksi dan menyerbu gedung RRI dan membumi hanguskan gedung tersebut beserta pasukan Inggris yang ditempatkan disana, tidak ada satupun pasukan Inggris yang selamat dalam serangan tersebut.
Untuk itu, dibangunlah sebuah monumen didepan area gedung RRI untuk mengenang kejadian tersebut. Monumen ini berhadapan dengan monumen dari Rumah Sakit Simpang (sekarang Delta Plaza) yang dibangun dengan tujuan untuk mengenang para pejuang yang dirawat karena terluka dan gugur di rumah sakit tersebut. Namun, kondisi kedua monumen tersebut saat ini sudah tidak terawat. Terutama pagar monumen Rumah sakit simpang dalam kondisi rusak dan belum diperbaiki.
(56)
Terdapat pula monumen berupa batu prasasti yang dibangun di beberapa titik seperti, Gedung Lindeteves (sekarang Bank Mandiri) di Jalan Pahlawan dan Gedung Don Boscho (sekarang Panti Don Boscho) di Jalan Tidar. Kedua monumen ini dibuat dengan tujuan mengenang penyerangan di dua titik tersebut. Dahulu, Gedung Lindeteves merupakan pabrik perakitan tank-tank pasukan Jepang. Pada bulan September 1945, arek-arek Suroboyo yang dipimpin oleh Isa Idris menyerbu gedung ini dan merebut panser-panser milik Jepang yang digunakan pula untuk melawan gempuran pasukan Inggris.
Sedangkan Gedung Don Boscho adalah tempat penyimpanan senjata pasukan Jepang yang terbesar di Asia Tenggara pada saat itu. Gedung ini juga berhasil diduduki oleh arek-arek Suroboyo yang dipimping oleh Bung Tomo, HR. Muhammad dan Haryo Kecik pada awal bulan Oktober 1945. Sebuah monumen berbentuk batu prasasti juga dibangun disalah satu rumah warga di Jalan Mawar, Surabaya. Monumen ini dibangun sebagai penanda bahwa tempat tersebut pernah menjadi sebuah radio darurat, setelah Inggris menduduki gedung RRI, dan digunakan oleh Bung Tomo untuk membakar semangat arek-arek Suroboyo lewat radio.
Ada pula monumen yang dibangun dengan sosok seorang pemuda yang sedang memegang bambu runcing. Salah satu contohnya adalah Monumen Madun yang dibangun dengan tujuan mengenang sosok pejuang bernama Madun yang gugur di medan peperangan. Madun adalah pejuang yang gugur saat invasi pasukan Inggris yang menyerang titik barikade arek-arek Suroboyo di Jalan Tunjungan. Saat itu, pasukan Invanteri (darat) Inggris tidak dapat menembus
(57)
barikade yang dibuat oleh arek-arek Suroboyo di titik tersebut, maka diturunkanlah tank-tank guna mendobrak barikade itu. Karena tidak dapat menghalau serangan tank-tank tersebut, pasukan arek-arek Suroboyo memilih mundur, namun Madun memilih untuk tetap bertahan sambil melindungi teman-temannya yang berusaha menyelamatkan diri.
Madun yang seorang diri melindungi teman-temannya menggunakan senapan mesin, akhirnya tewas terkena tembakan dari salah satu tank milik pasukan Inggris. Jasadnya ditemukan dalam keadaan hangus dan tetap memegang senjata yang ia gunakan untuk memberikan covering fire (tembakan perlindungan). Atas jasanya tersebut, dibuatlah sebuah monumen dengan sosok seorang pejuang memegang bambu runcing yang berdiri di Jalan Tunjungan, tempat wafatnya Madun.
Monumen dengan sosok manusia juga dapat ditemui di area alun-alun Contong (di Jalan Bubutan). Monumen ini juga dibangun dititik peperangan dengan pasukan Inggris. Ditempat ini, ratusan pejuang Surabaya gugur ditangan pasukan Inggris. Pasukan yang bertugas menjaga area pertahanan di titik tersebut, (alun-alun Contong) tidak sempat memberikan perlawanan karena derasnya gencaran senjata pasukan Inggris. Salah seorang anggota PMI yang selamat dari serangan tersebut bercerita dalam memoarnya, “Serangan artileri terhadap alun-alun contong sangat mengerikan. Kami bahkan tidak sanggup bergerak kemana-mana, kami berlindung di parit-parit sekitar. Dan kami melihat orang-orang bergelimpangan dengan tangan yang terlepas, kaki yang terlepas dan usus yang terburai tanpa bisa berbuat apa-apa karena gencarnya serangan artileri Pasukan
(58)
Inggris”. Karena itulah, dibangun sebuah monumen ditempat tersebut dengan sebuah prasasti yang bertuliskan, “ Disinilah ceceran darah kami, disini pula tercecer daging kami. Wahai generasi penerus, kenanglah kami”.
Fase perang ke-2 terjadi pada 10 November 1945, perang ini terjadi lebih lama dari sebelumnya, ± 3 minggu yang berujung pada pendudukan Surabaya oleh Pasukan Inggris. Pada perang fase ke-2 ini Inggris mengerahkan seluruh kekuatan pasukan darat, laut dan udaranya untuk menggempur Surabaya. Untuk memperingati peperangan tersebut, dibangunlah sebuah monumen yang dikenal banyak orang sebagai Tugu Pahlawan.
Usaha penemuan data-data sejarah tentang monumen-monumen ini dilakukan oleh komunitas Roodebrug Soerabaia sebagai salah satu komunitas pecinta sejarah dan Monumen. Komunitas yang berdiri sejak bulan November tahun 2010 ini dibuat atas dasar kecintaan terhadap sejarah, juga dengan misi membangkitkan kembali rasa nasionalisme generasi muda terutama remaja yang berasal dari Surabaya sebagai kota Pahlawan. Pada awalnya Bapak Ady hanya membuat artikel-artikel yang membahas tentang penemuan-penemuan beliau tentang sejarah-sejarah peperangan di Surabaya maupun tempat-tempat peninggalan sejarah baik yang tersembunyi maupun yang tampak jelas. Sejak berdirinya komunitas Roodebrug ini, sudah banyak sekali monumen, tempat peninggalan sejarah maupun sejarah-sejarah mengenai peperangan di Surabaya yang ditemukan.
(59)
3.3.2 Analisis Hasil Wawancara dan Observasi
Berdasarkan data hasil wawancara dan Observasi diatas, maka dapat diperoleh analisis dan kesimpulan sebagai berikut :
Definisi monumen sebenarnya tidak terpaku pada bentuk dan besar atau kecilnya bangunan monumen. Sebenarnya, semua bangunan yang didirikan dengan tujuan untuk mengenang sebuah peristiwa maupun sosok seseorang karena jasa-jasa yang diberikan dapat disebut sebagai monumen. Monumen-monumen yang berdiri di kota Surabaya, dibangun di titik-titik terjadinya peperangan fase pertama (perang 3 hari, 28 – 30 Oktober 1945 ) dan perang 10 November 1945 antara arek-arek Suroboyo yang mempertahankan kota Surabaya dari serangan pasukan Inggris.
Keberadaan monumen-monumen seperti monumen Madun atau yang lebih dikenal dengan monumen Siola, monumen RRI, monumen rumah sakit Simpang (sekarang Delta Plaza), monumen prasasti Lindeteves, monumen prasasti gedung Don Boscho tidak banyak diketahui sejarah dan tujuan pembuatannya oleh masyarakat sekitar khususnya remaja. Beberapa monumen ini bahkan dalam kondisi tidak terwat. Hal ini dikarenakan oleh tidak adanya media informasi tentang keberadaan dan sejarah serta tujuan pembuatan monumen tersebut yang menyebabkan kurang pedulinya masyarakat, khususnya remaja, terhadap keberadaan monumen- monumen yang telah disebutkan diatas.
Satu-satunya komunitas di kota Surabaya yang membahas dan secara tidak langsung mengedukasi masyarakat sekitar khususnya remaja tentang keberadaan monumen-monumen ini adalah Komunitas Roodebrug Soerabaia. Media yang
(60)
dipakai selama ini hanya berupa website atau blog yang menyediakan informasi secara lengkap dan terperinci mengenai keberadaan dan sejarah serta tujuan pembuatan monumen-monumen tersebut. Sementara itu, belum ada media berbentuk komik khusus remaja yang berfungsi sebagai media informasi tentang monumen- monumen kecil ini.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka pembuatan buku komik sebagai salah satu sarana media informasi bagi masyarakat khususnya remaja dianggap perlu dilakukan dengan harapan menjadi salah satu upaya mengenalkan pengenalan.
3.4Keunggulan Buku Komik
Komik merupakan media yang menggabungkan verbal dan visual dalam penyajiannya. Meskipun tidak berbeda dengan graphic novel dan Cergam, namun komik menampilkan sisi visual secara lebih detail dibandingkan dengan graphic novel maupun cergam, maka komik merupakan sebuah media informasi yang efektif bagi masyarakat khususnya remaja. Hal ini didasari oleh pernyataan Muktiono (2003:76), Bahwa anak-anak (remaja) lebih mudah memahami sebuah informasi dalam buku yang banyak menampilkan visual daripada verbal. Sedangkan orang dewasa dapat memahami isi buku meskipun hanya berisi verbal (tulisan) dan tanpa visual (gambar).
McCloud(2001:9) juga menyatakan dalam definisi komiknya yaitu, komik adalah gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang terjukstaposisi dalam turutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/ atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya.
(61)
Selain itu, menurut Bapak Ady, belum ada media informasi tentang monumen-monumen di kota Surabaya yang berbentuk buku Komik.Selama ini, media yang digunakan Bapak Ady serta komunitas Roodebrug Soerabaia untuk mengenalkan monumen-monumen bersejarah di kota Surabaya berbentuk media digital, yaitu website dan blog dari komunitas tersebut.
3.5Kekurangan Buku Komik
Media komik bersifat addictive atau mudah membuat candu. Selain itu, komik juga bersifat kompleks karena memadukan visual dan verbal secara bersamaan, hal ini menyebabkan daya imajinasi pembaca lebih dibatasi oleh adanya visual-visual yang lebih detail dibandingkan dengan graphic novel. Menurut McCloud, pesan yang disampaikan lewat komik tidak semuanya dapat langsung diterima oleh pembaca, maka dari itu, pembuat komik dan pembaca harus sama-sama memiliki kecerdasan secara intelektual agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik. Kasus ini sering terjadi saat komik-komik bergenre komedi masuk ke sebuah Negara lain yang memiliki budaya dan selera humor yang berbeda.
3.6 Segmentasi Targeting & Positioning 1) Demografis
- Usia : 15 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki & Perempuan
(62)
- Profesi : Pelajar SMP 2) Geografis
- Wilayah : Surabaya - Ukuran kota : Kota besar 3) Psikografis
- Gaya hidup : Menengah atas, suka membaca komik, dan tertarik akan seni
4) Positioning
Buku komik sebagai media informasi tentang monumen dan sejarah kota Surabaya.
3.7Keyword
Penentuan keyword diambil berdasarkan data yang sudah terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan serta hasil analisis data, analisis wawancara dan STP.
Berdasarkan hasil observasi ditemukan beberapa kata kunci yaitu, Visual detail, juktapos (berurutan), panel, icon, kartun, dan timeless(tanpa batas waktu). Sedangkan lewat wawancara didapatkan beberapa kata kunci yaitu, sejarah, pejuang, dan peperangan. Berdasarkan analisis STP juga ditemukan kata kunci yaitu mencari identitas diri.
Berdasarkan kata kunci yang telah ditemukan, kemudian dikerucutkan kembali menjadi beberapa kata kunci yaitu, Perjuangan, Nyata, Pengetahuan dan Identitas bangsa. Dari keempat kata kunci tersebut, kemudian dikerucutkan
(63)
kembali menjadi 1 kata kunci yang akan menjadi keyword utama dalam perancangan konsep kreatif pembuatan komik monumen bersejarah ini, yaitu Bangga (proud).
Gambar 3.1 Analisis Keyword Sumber: Hasil Olahan Peneliti,2013
3.8Deskripsi Konsep
Berdasarkan analisa keyword, dapat dijabarkan bahwa “Bangga / Proud? Merupakan sebuah kata yang melambangkan kebanggaan dan kekuatan. Dapat dikatakan pula, konsep yang akan digunakan harus mampu menggambarkan sifat kebanggaan yang kuat akan sesuatu. Dalam hal visual, yang perlu diperhatikan
(64)
adalah pembuatan karakter dan ide cerita yang menunjukkan rasa bangga yang kuat akan nilai- nilai sejarah monumen- monumen kota Surabaya.
3.9Perencanaan Kreatif 3.9.1 Tujuan Kreatif
Untuk membuat sebuah media pengenalan Monumen-monumen bersejarah di kota Surabaya kepada masyarakat khususnya remaja yang sesuai dengan hasil analisis data dan keyword yang didapat. Diharapkan, visualisasi desain karakter maupun ide cerita yang akan diaplikasikan kedalam buku komik yang akan dirancang dapat memunculkan rasa bangga terhadap sejarah monumen di kota Surabaya dan dapat diterima oleh masyarakat Surabaya dan Indonesia.
3.9.2 Strategi Kreatif
Komik ini akan menggunakan bahasa sehari-hari agar mudah dipahami oleh pembaca, yaitu bahasa Indonesia semi formal dan non-formal. Selain itu agar pesan yang disampaikan lebih dapat mudah diingat oleh target yang ingin dituju. Judul yang akan digunakan buku komik ini menggunakan nama karakter utama yaitu “Mbah Jo, Veteran jenaka” agar dapat menarik minat remaja dan mudah diingat. Selain itu, maksud dan tujuan penggunaan kata “Veteran Jenaka” ini adalah untuk menegaskan bahwa cerita didalam komik ini berkaitan dengan sejarah peperangan dan monumen.Penggunaan warna pada desain cover akan memakai warna yang sesuai dengan konsep proud, yaitu skema warna Bold yang didapat dari Shigenobu Kobayashi. Warna-warna tersebut adalah Merah (C:18 M:100 Y:100 K:18), Hitam (C:0 M:0 Y:0 K:100) dan Kuning (C:1 M:15 Y:100
(65)
K:0).Menurut buku Warna, Teori dan kreativitas penggunaannya, warna merah mempunyai kesan psikologis berani, bersemangan dan kesan panas, sedangkan warna hitam mempunyai kesan psikologis tegas, kokoh, formal, serta struktur yang kuat, Kuning mempunyai kesan psikologis kesenangan serta kelincahan.
Sehingga, ketiga warna ini dirasa sesuai untuk visualisasi dari keyword “proud” yang mengesankan semangat, kuat, berani, tegas dan senang. Font yang digunakan adalah jenis font sans serif untuk menimbulkan kesan bersemangat dan tegas sehingga sesuai dengan keyword proud.
Desain sampul / cover bagian depan menggunakan visual karakter utama yaitu Mbah Jo, yang mengajak pembaca untuk berkenalan dengan monumen. Ditambah dengan visual judul komik, “Mbah Jo, Veteran Jenaka” diharapkan dapat menarik minat remaja dan menjelaskan tentang isi dari komik ini. Pada halaman sampul / cover belakang akan diberikan ringkasan cerita dari komik.
Sedangkan untuk isi visualisasi media, menggunakan karakter Mbah Jo serta informasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan komik Monumen ini.
3.9.3 Program Kreatif
Perancangan akan berawal dari pembuatan layout dasar kover dan isi media. Didalamnya akan ada proses seperti sketch, alternatif desain, hingga final design. Setelah selesai baru akan diaplikasikan pada media yang dipilih sesuai konsep.
(66)
3.10 Perencanaan Media 3.10.1 Tujuan Media
Tujuan dari penggunaan media adalah untuk menunjang penyebaran informasi kepada target audiens yang dituju berdasarkan 3(tiga) aspek yaitu jangkauan (reach), Frekuensi (frequence) dan kesinambungan (continuity). Media yang digunakan disesuaikan dengan sasaran atau target audiens yang ingin dituju oleh komik monumen ini, agar menimbulkan efektivitas komunikasi visual. Target audiens yang ingin dicapai untuk buku komik monumen di kota Surabaya ini adalah seseorang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan usia 15 tahun, memiliki tingkatan ekonomi menengah keatas, berstatus pendidikan pelajar SMP, memiliki jangkauan etnografi nasional dan perkotaan, memiliki psikografis yang tertarik dengan komik dalam negeri maupun luar negeri.
3.10.2 Strategi Media
Media yang dipilih adalah media yang dapat mencakup informasi yang lebih detail tentang monumen di kota Surabaya. Media utama yang akan dipilih adalah buku komik. Media pendukung dari buku komik ini menggunakan media leaflet dan x-banner sebagai media promosi.
3.11 Konsep Perancangan Komik 3.11.1 Judul Perancangan Komik
Judul perancangan komik ini adalah “ Mbah Jo, Veteran Jenaka”. Penggunaan judul ini sesuai dengan nama karakter utama dalam komik ini, serta
(1)
Gambar 4.8 Desain Transisi Non sequitur Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2013
4.3 Desain Media Pendukung 4.3.1 Desain Leaflet
Media pendukung yang digunakan berupa leaflet berukuran A5 (15cm x21cm) dengan menampilkan visualisasi dari karakter utama yang sama seperti pada desain cover depan komik. Karakter utama member ajakan kepada calon pembaca untuk berkenalan dengan monumen. Desain juga menggunakan warna kuning agar mudah terlihat dan menarik minat target market dengan menyertakan bonus yang akan didapat dari komik “Mbah Jo, Veteran Jenaka” ini.
(2)
87
Gambar 4.9 Desain Leaflet Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2013.
(3)
88 5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan buku Komik monumen di kota Surabaya ini adalah
1. Ide dan latar belakang masalah dari pembuatan buku komik monumen di kota Surabaya ini adalah minimnya informasi untuk kalangan remaja tentang monumen-monumen di kota Surabaya, beserta sejarah dan tujuan pembuatannya.
2. Konsep desain dalam pembuatan buku ini adalah proud yang memiliki arti bangga sehingga diharapkan mampu menimbulkan rasa bangga kepada para pejuang dan monumen- monumen yang ada di kota Surabaya
3. Implementasi pembuatan buku komik monumen ini mengacu kepada komik sebagai media informasi tentang monumen seta media kartu koleksi sebagai pendukungnya
4. Media utama yang digunakan adalah buku. Sedangkan media pendukung promosi buku akan menggunakan media kartu koleksi
5. Media utama yaitu buku dan media pendukungnya didesain sesuai dengan konsep, yakni “Proud”. Menggunakan warna yang sesuai dengan konsep Proud yaitu Bold berdasarkan color scheme Shigenobu kobayashi yang kemudian diaplikasikan dalam desain layout buku. Warna merah mempunyai
(4)
89
kesan psikologi kuat, bersemangat. Warna hitam mempunyai kesan psikologi Tegas dan warna kuning mempunyai kesan psikologi kesenangan.
5.2 Saran
Adapun saran dari pembuatan buku komik monumen di kota Surabaya ini adalah:
1. Memperdalam pembahasan tentang sejarah dan tujuan pembuatan sebuah monumen.
2. Mengembangkan cerita komik ini untuk monumen-monumen lain yang tersebar di kota Surabaya.
(5)
90 Jogjakarta: LILIN PERSADA.
Bonneff, Marcell & Rahayu S. Hidayat. 2008. Komik Indonesia (Les Bandes Desinees Indonesiennes). Jakarta: KPG.
Eisner, Will. Nineteenth Printing (2000). Theory of Comics & Sequential Art. USA.
Harjanto, Rudi. 2009. Prinsip-Prinsip Periklanan. Jakarta: Gramedia.
Kasali, Rhenald. 2000. Membidik Pasar Indonesia, Segmentasi Targeting Positioning. Jakarta: Gramedia.
Kotler,Phillip & Hermawan Kertajaya, Iwan Setiawan. 2011. Marketing 3.0, From Products, to customers, to the Human Spirit. Canada : John Wiley and Sons, Inc.
Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambil Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Masdiono, Toni. 2007. 14 Jurus Membuat Komik. Jakarta: Creative Media.
McCloud, Scott. First Edition (1994). Understanding comics-The invisible art. New York,USA: Harpers Collin Publisher.
McCloud, Scott. First Edition (2006). Making Comics, Storytelling Secrets of comics, manga and graphic novels. New York,USA: Harpers Collin Publisher.
Moleong, Lexy. J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja ROSDAKARYA.
Muktiono, Joko. D. 2003. Aku Cinta Buku, Menumbuhkan Minat Baca Pada anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
(6)
91
Santoso, Sri Puguh. 2012. Perancangan Buku Monumen Bersejarah Sebagai Upaya Pelestarian Cagar Budaya Di Kota Surabaya. Tugas Akhir Mahasiswa S1 Desain Komunikasi Visual STIKOM Surabaya. Tidak diterbitkan.
Widodo, Dukut Imam. 2004. Soerabaia Tempo Doeloe. Buku I. Surabaya: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surabaya.
SUMBER WEB
http://johngudil.wordpress.com/tag/brand-awareness/ (diakses pada 26 November 2013 - 18:37 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Komik - di akses pada 26 November 2013 22:25 http://id.wikipedia.org/wiki/Monumen (diakses pada 19 Desember 2013 - 10.56
WIB)
http://artikel-media.blogspot.com/2009/10/membangun-kembali-nasionalisme-kaum.html - di akses pada 19 Desember 2013- 22:25