Biological Characteristics of Jatropha curcas Trimonoecious

(1)

KARAKTER BIOLOGI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

TRIMONOECIOUS

Kurniati

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakter Biologi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Trimonoecious merupakan gagasan dan karya saya bersama komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2014

Kurniati


(3)

RINGKASAN

KURNIATI. Karakter Biologi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Trimonoecious. Dibimbing oleh TRIADIATI dan UTUT WIDYASTUTI.

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman tahunan berumah satu atau biasa disebut tanaman tipe monoecious. Saat ini diketahui terdapat tanaman jarak pagar yang mempunyai bunga hermaprodit asal tanaman monoecious namun jumlahnya terbatas. Tanaman jarak pagar berbunga hermaprodit termasuk tipe tanaman andromonoecious (hanya mempunyai bunga hermaprodit dan jantan) dan tipe tanaman trimonoecious (memiliki bunga jantan, betina dan hermaprodit). Tanaman jarak pagar trimonoecious menghasilkan bunga hermaprodit dan betina yang keduanya memiliki peluang untuk menghasilkan buah, sehingga peluang untuk menghasilkan jumlah buah lebih banyak dibandingkan tanaman jarak pagar monoecious yang hanya menghasilkan bunga betina. Permasalahan utama pada tanaman jarak pagar trimonoecious yaitu adanya kesulitan untuk membedakan antara tanaman monoecious dan trimonoecious pada fase bibit dan ini merupakan faktor pembatas dalam pengembangan jarak pagar trimonoecious. Tanaman trimonoecious ini baru dapat dikenali saat tanaman berumur 6 bulan setelah penanaman yaitu pada saat muncul bunga pertama. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi karakter biologi pada tanaman jarak pagar trimonoecious yang dapat digunakan sebagai penciri sifat trimonoecious. Karakter yang dievaluasi berupa karakter agronomi, analisis ukuran kromosom, analisis isozim, dan analisis viabilitas polen.

Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2011 – Februari 2013. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu genotipe jarak pagar. Analisis viabilitas polen dan karakter agronomi menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. Pengelompokan nilai heritabilitas arti luas menurut Stansfield (1983). Analisis pengelompokan jarak genetik dilakukan dengan metode pengelompokan program minitab 15.

Karakter batang jarak pagar trimonoecious yaitu sudut cabang primer, diameter pangkal batang, jumlah cabang primer dan sekunder memiliki ukuran yang lebih tinggi dibandingkan tanaman monoecious. Diameter dan tebal daging buah asal tanaman monoecious lebih besar dibandingkan buah asal tanaman trimonoecious. Karakter tanaman trimonoecious pada penelitian ini memiliki karakter yang hampir sama dengan tetuanya. Jarak pagar trimonoecious maupun monoecious memiliki kromosom diploid (2n = 22), kromosom tanaman trimonoecious asal bunga hermaprodit memiliki ukuran kromosom rata-rata yang lebih panjang daripada tanaman trimonoecious asal bunga betina dan tanaman monoecious. Isozim peroksidase (Rf 0.83) dan esterase (Rf 0.20) dapat dijadikan penanda untuk membedakan tanaman trimonoecious dan monoecious. Viabilitas polen bunga jantan asal tanaman trimonoecious memiliki tingkat penurunan yang lebih lambat dibandingkan bunga jantan tanaman monoecious.


(4)

Dendogram hasil analisis kekerabatan dapat membedakan antara tanaman trimonoecious dan monoecious pada koefisien kesamaan 27.25.


(5)

SUMMARY

KURNIATI. Biological Characteristics of Jatrophacurcas Trimonoecious. Under supervision of TRIADIATI and UTUT WIDYASTUTI.

Physic nut (Jatropha curcas L.) is an original plant from tropical America belonging to the family of Euphorbiaceae and an annual plant of monoecious.

Commonly J.curcas have male and female flowers on the same plant. There are currently some J. curcas which have hermaphrodite flowers from monoecious plants, but very rarely. J. curcas with hermaphrodite flowers are classified as andromonoecious type (having hermaphrodite and male in the same plant) and trimonoecious type (having male, female, and hermaphrodite flowers in the plant). Trimonoecious plants with hermaphrodite flowers were tend to perform self-pollination (geitonogamy) and produce a homogenous and high-productivity in next generation. J. curcas plants is difficult in differentiating between monoecious and trimonoecious plants when it seedling, and this is a limiting factor to know development of trimonoecious J. curcas. Trimonoecious J.curcas

can be identified after six months of planting, and when it have started flowering. Therefore, the trimonoecious J. curcas biological characteristics needs to be an observation. The trimonoecious trait in J. curcas plants can be identified through several analyses, i.e. the analysis of agronomical characteristics, the chromosomes analysis, the isozyme analysis, and the analysis of pollen viability.

The study was conducted in December 2011 - February 2013. The experiments were conducted using the Randomized Complete Block Design for one factor, the J. curcas genotype with 5 replicates. Each unit of the experiment consisted of 5 plants. Aagronomics characteristic analyses were conducted using analysis of variance (ANOVA) followed by the Duncan Multiple Range Test

(DMRT) at 5% level. The classification of heritability and Genetic Variation Coefficient (GVC) criteria and relative Phenotypic Variation Coefficient (PVC). The analysis of genetic distance clustering was done using the Minitab 1.5 program clustering method.

J. curcas stem trimonoecious characters is the primary branches angle, stem diameter, number of primary and secondary branches have a higher size than monoecious plants. Diameter and thickness fruit flesh origins from monoecious plants larger than fruit from plants trimonoecious. Characteristics of the trimonoecious plants in this study were almost the same with their mother plant. Number chromosomes number of J. curcas plant genotypes have 2n = 22 chromosomes The average length of the trimonoecious plant’s chromosome was longer than the average for monoecious plants. The length of chromosomes can differ among one family, even though the numbers of the chromosomes are similar. Isozymes peroxidase (Rf 0.83) and esterase (Rf 0.20) could be used as markers to differentiate between trimonoecious and monoecious plants. Male flower pollen viability of plant origin trimonoecious have a slower rate of decrease than male flowers monoecious plants. The dendrogram from the cluster analysis results could differentiate between trimonoecious and monoecious plants with a variation coefficient of 27.25.


(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

KARAKTER BIOLOGI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

TRIMONOECIOUS

Kurniati

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(8)

(9)

Judul Tesis : Karakter Biologi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Trimonoecious

Nama : Kurniati NIM : G353100061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Triadiati, M.Si Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian yang berjudul “Karakter Biologi Jarak Pagar (Jatropha curcas

L.) Trimonoecious” telah diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Triadiati, M.Si dan Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si selaku pembimbing atas saran, bimbingan serta dukungannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Dr. Ir. Miftahudin, M.Si, atas saran dan bimbingannya. Kepada Dr. Ir. Darda Efendi, MSi terima kasih atas saran dan informasinya.

Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu dan adik saya serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Seseorang yang terkasih terimakasih atas pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat.

Terima kasih juga kepada Bapak Adi dan pak Pras, juga kepada teman-teman di Program Biologi Tumbuhan yang kesemuanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukan.

Bogor, April 2014


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 17 Juli 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Natsir Halim dan Ibu Murniati. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Makassar, dan pada tahun 2005 penulis diterima di Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar. Penulis lulus dari Universitas Negeri Makassar sebagai Sarjana Sains pada tahun 2010 dan diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi S2 Biologi Tumbuhan Sekolah Pascasarjana IPB.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ... 2

Karakterisasi Agronomi ... 3

Analisis Ukuran Kromosom ... 3

Isozim Esterase dan Peroksidase ... 4

Viabilitas Polen ... 5

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 6

Bahan Penelitian ... 6

Tahap Penelitian ... 6

Penanaman dan Pemeliharaan ... 7

Analisis Karakter Agronomi ... 7

Analisis Kualitatif ... 7

Analisis Kuantitatif ... 8

Analisis Ukuran Kromosom ... 8

Analisis Isozim ... 9

Uji Viabilitas Polen ... 10

Analisis Data ... 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 11

Analisis Karakter Agronomi ... 11

Karakter Batang ... 11

Karakter Daun... 14

Karakter Bunga ... 15

Karakter Buah ... 18

Karakter Biji ... 20

Analisis Ukuran Kromosom ... 21

Analisis Isozim ... 23

Analisis Viabilitas Polen... 24

Pendugaan Parameter Genetik ... 27

Analisis Gabungan data Kualitatif, Kuantitatif, Ukuran Kromosom, Isozim, dan Viabilitas polen ... 28


(13)

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 29

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Karakter batang dan daun umur 4 - 6 BST jarak pagar trimonoecious dan

monoecious ... 13

2 Karakter daun jarak pagar trimonoecious dan monoecious ... 14

3 Karakter bunga jarak pagar trimonoceious dan monoecious per tanaman 7 BST ... 15

4 Karakter buah 5-12 BST jarak pagar trimonoecious dan monoecious ... 19

5 Karakter biji 5-12 BST jarak pagar trimonoecious dan monoecious ... 21

6 Panjang kromosom jarak pagar trimonoecious dan monoecious ... 22

7 Viabilitas polen bunga jantan pada jarak pagar monoecious dan trimonoecious ... 25

8 Parameter genetik beberapa karakter kuantitatif jarak pagar trimonoecious ... 27

9 Matrik kemiripan 5 genitope jarak pagar trimonoecious dan monoecious Berdasarkan gabungan data kualitatif, kuantitatif, viabilitas polen, ukuran kromosom dan analisis isozim ... 28


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alur penelitian ... 6

2 Bentuk batang dan warna batang 4 BST ... 12

3 Cabang yang muncul dari batang utama pada genotipe jarak pagar 6 BST 12 4 Pertumbuhan tanaman jarak pagar umur 6 BST ... 13

5 Daun jarak pagar ... 14

6 Bunga jarak pagar ... 15

7 Fluktuasi tanaman trimonoecious asal bunga hermaprodit dan betina ... 17

8 Bentuk buah jarak pagar ... 18

9 Bentuk biji jarak pagar trimonoecious dan monoceious ... 20

10Kromosom masing-masing genotipe jarak pagar trimonoecious dan monoecious ... 22

11Pola pita isozim esterase dan peroksidase ... 23

12Bentuk, warna dan ukuran polen jarak pagar ... 25

13Karakter bunga/warna kepala sari bunga jantan jarak pagar ... 26

14Dendrogram analisis gabungan data kualitatif, kuantitatif, analisis isozim analisis ukuran kromosom, dan viabilitas polen ... 29


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Komposisi larutan pewarna isozim EST dan PER

(Wendel & Weeden1989) ... 38 2 Data iklim bulanan Dramaga Bogor ... 39 3 Perkembangan jumlah bunga rata-rata pada tanaman trimonoecious


(17)

1

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman tahunan berumah satu dengan bunga jantan dan betina terdapat pada satu tanaman yang sama, atau biasa disebut tanaman tipe monoecious (Hartati et al. 2009). Saat ini diketahui terdapat tanaman jarak pagar yang mempunyai bunga hermaprodit asal tanaman monoecious namun jumlahnya terbatas. Tanaman jarak pagar berbunga hermaprodit termasuk tipe tanaman andromonoecious (hanya mempunyai bunga hermaprodit dan jantan) dan tipe tanaman trimonoecious (memiliki bunga jantan, betina dan hermaprodit) (Makkar et al. 2008).

Tanaman jarak pagar trimonoecious dengan rangkaian bunga hermaprodit dapat melakukan penyerbukan sendiri (geitonogami) dan menghasilkan generasi berikutnya yang lebih homogen dibandingkan dengan tanaman yang tidak memiliki bunga hermaprodit (Raju et al. 2002). Tanaman jarak pagar trimonoecious menghasilkan bunga hermaprodit dan betina yang keduanya memiliki peluang untuk menghasilkan buah, sehingga peluang untuk menghasilkan jumlah buah lebih banyak dibandingkan tanaman jarak pagar monoecious yang hanya menghasilkan bunga betina. Keberhasilan penyerbukan sangat tergantung pada polen bunga jantan. Permasalahan utama pada tanaman jarak pagar trimonoecious yaitu adanya kesulitan untuk membedakan antara tanaman monoecious dan trimonoecious pada fase bibit dan ini merupakan faktor pembatas dalam pengembangan jarak pagar trimonoecious. Tanaman trimonoecious ini baru dapat dikenali saat tanaman berumur 6 bulan setelah penanaman saat muncul bunga pertama, sehingga perlu dilakukan pengamatan lebih awal karakter biologi tanaman jarak pagar trimonoecious.

Sifat trimonoecious pada tanaman jarak pagar dapat diidentifikasi melalui beberapa analisis diantaranya karakter agronomi, analisis ukuran kromosom, analisis isozim, dan analisis viabilitas polen. Identifikasi tanaman secara agronomi dilakukan untuk mengamati beberapa perbedaan secara morfologi sehingga lebih mudah untuk dilakukan (Campos et al. 2005), tetapi kadang sulit ditemukan perbedaan morfologi yang mencolok, sehingga diperlukan karakter lainnya untuk mendukung identifikasi karakterisasi tanaman. Analisis kromosom digunakan untuk menjelaskan pewarisan materi genetik dan hubungan antar spesies melalui jumlah dan ukuran kromosom (Plummer et al. 2003). Analisis isozim dapat digunakan sebagai penciri genetik untuk mempelajari keragaman individu dalam satu populasi (Yunus 2007). Salah satu enzim yang dapat digunakan sebagai penciri jenis kelamin pada tanaman adalah enzim Peroksidase dan Esterase (Sharma et al. 2010). Selain itu, dilakukan pula uji viabilitas polen untuk mengetahui jangka waktu viabilitas polen pada masing-masing genotipe dan jumlah untuk mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan penyerbukan pada jarak pagar trimonoecious dan monoecious.


(18)

2

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi karakter biologi pada tanaman jarak pagar trimonoecious yang dapat digunakan sebagai penciri sifat trimonoecious.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jarak pagar (Jatropha curcas L.)

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan berumah satu yang memiliki bunga uniseksual (monoecious). Tanaman ini merupakan tanaman semak berkayu yang cukup berkembang di daerah tropis (Jun et al. 2010). Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun (Wei et al. 2005), saat ini jarak pagar makin mendapat perhatian sebagai tanaman penghasil minyak non-edible yang mayoritas digunakan sebagai bahan baku penghasil biodiesel karena kandungan minyak pada bijinya (Raju et al. 2002). Jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh di berbagai kondisi lahan dan lingkungan dan pada tanah yang ketersediaan air dan unsur-unsur haranya terbatas atau lahan-lahan marginal (Parthiban et al. 2010).

Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal dan berumah satu (putik dan benang sari pada bunga yang berbeda dalam satu tanaman). Bunga jantan berjumlah 4-5 kali lebih banyak dari pada bunga betina. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun (Santoso et al. 2011). Umur berbunga jarak pagar umumnya setelah umur 3 – 4 bulan sejak perkecambahan, sedangkan pembentukan buah dimulai 1 bulan kemudian. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak, dicirikan kulit buah berwarna kuning dan kemudian mulai mengering (Camelia et al. 2012).

Jarak pagar ada yang mempunyai bunga hermaprodit tetapi sangat jarang. Tanaman jarak pagar dengan bunga hermaprodit, biasanya juga menghasilkan rangkaian bunga jantan pada satu tanaman (andromonoecious), dan adakalanya menghasilkan bunga hermaprodit, bunga jantan dan bunga betina (trimonoecious) (Hartati et al. 2009). Tanaman dengan bunga hermaprodit (andromonoecious dan trimonoecious) dapat memberikan peluang terjadinya penyerbukan sendiri. Tanaman yang menyerbuk sendiri akan menghasilkan keturunan yang bersifat homogen dan berpeluang memproduksi biji yang tinggi dibandingkan tanaman menyerbuk silang (monoecious) yang umumnya menghasilkan keturunan yang bersifat heterogen (Raju et al. 2002). Berdasarkan perbedaan jenis kelamin tanaman jarak pagar monoecious dan trimonoecious, diduga terdapat karakter-karakter biologi yang berkaitan dengan jenis kelamin tanaman jarak pagar. Untuk membedakan karakter antara tanaman jarak pagar monoecious dan trimonoecious, perlu dilakukan beberapa karakterisasi yang dapat menjadi penanda tanaman


(19)

3

trimonoecious. Karakterisasi pertama yang dapat dilakukan yaitu karakterisasi agronomi yang kemudian dapat diperkuat dengan penanda karakter tanaman trimonoecious melalui analisis ukuran kromosom, analisis isozim dan analisis viabilitas polen.

Karakter agronomi

Karakter agronomi banyak dimanfaatkan pada penelitian karakteristik, karena identifikasi dapat dilakukan dengan cepat pada tingkat lapang. Variabilitas genetik organ tanaman seperti daun, bunga, batang merupakan organ tanaman yang paling sering digunakan sebagai karakter. Penanda agronomi telah terbukti dapat diandalkan sebagai alat yang dapat menggambarkan variabilitas intraspesifik yang berasal dari provenan yang berbeda pada beberapa spesies (Jubera 2008).

Karakterisasi agronomi biasanya diikuti dengan karakterisasi lainnya. Keanekaragaman genetik pada tunisian tall fescue (Festuca arundinaceae Schre.) dapat dijelaskan dengan menggunakan karakterisasi agronomi dan genetik (Ghorbel et al. 2011). Karakterisasi morfologi agronomi dikolerelasikan dengan karakterisasi berdasarkan pola pita isozim pada tanaman talas (Colocasia esculenta) (Trimanto et al. 2011). Selain itu identifikasi berbagai variasi Adenium obesum dari enam varietas dilakukan berdasarkan sifat agronomi, kariotipe, serta pola pita protein (Hastuti et al. 2009).

Tahap awal identifikasi tanaman, biasanya dilakukan secara morfologi. Sifat morfologi ini dapat berupa sifat kualitatif maupun kuantitatif, yang memiliki tipe dan aksi gen yang berbeda (Fitmawati 2008). Penanda morfologi masih banyak digunakan oleh para peneliti untuk mendapatkan karakteristik pohon dan daun. Kelemahan penanda morfologi dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman dan lingkungan. Kadang-kadang sulit membedakan genotipe yang diamati, karena secara morfologi tampak sama, walaupun sebenarnya genotipe tersebut berbeda. Hal ini terjadi akibat sifat resesif tertutup oleh sifat dominan (Bakhtiar 2002). Sehingga juga diperlukan marka lainnya untuk mendukung identifikasi karakterisasi tanaman.

Analisis ukuran kromosom

Tujuan utama analisis kromosom adalah mengetahui karateristik dan morfologi dari kromosom, seperti jumlah kromosom, struktur dan aktivitas kromosom selama pembelahan sel berlangsung. Metode analisis kromosom berbeda pada masing-masing spesies (Gianfranco et al. 2008). Jumlah kromosom bervariasi dari satu spesies dengan spesies lain dan pada spesies yang sama jumlah kromosom adalah konstan. Spesies-spesies yang mempunyai hubungan kekerabatan dekat mempunyai jumlah kromosom sama, sedangkan spesies yang tidak mempunyai hubungan, memiliki jumlah kromosom berbeda (Schubert 2007).

Penelitian analisis kromosom telah banyak dilakukan pada tanaman jarak pagar, khususnya pada tanaman monoecious (Soontornchainaksaeng & Jenjittikul


(20)

4

2003b; Carvalho et al. 2008; Dahmer et al. 2009; Kikuchi et al. 2010; Reddy et al. 2013). Analisis kromosom juga telah banyak digunakan untuk menganalisis keanekaragaman tanaman lainnya, seperti yang dilakukan oleh Escudero et al. (2010) yang mengevaluasi variasi jumlah kromosom pada Cyperaceae. Talukdar (2010) menggunakan analisis kromosom untuk mengkarakterisasi dan membandingkan tiga varietas unggul tanaman grass pea. Mekanisme hereditas keanekaragaman Mallotus juga diamati melalui analisis kromosom (Soontornchainaksaeng et al. 2003a). Mao et al. (2010) mengevaluasi pola distribusi aksesi Elytrigia pada tingkat ploid di 25 negara. Identifikasi variasi

Adenium obesum dari enam varietas (obesum, cery, red lucas, red fanta, white bigben dan Harrypotter) diamati berdasarkan analisis kromosom (Hastuti et al.

2009).

Isozim peroksidase dan esterase

Keragaman genetik tidak cukup hanya diamati secara sitologis melalui pengamatan kromosom selama pembelahan sel. Hal ini terjadi karena seringkali keragaman yang timbul pada tanaman berbeda satu sama lainnya dan hanya disebabkan oleh sejumlah kecil gen saja (Aisyah 2006).

Untuk mengukur keragaman spesies tanaman, telah banyak dilakukan melalui teknik isozim. Isozim adalah enzim yang merupakan produk langsung dari gen yang memiliki molekul aktif dan struktur kimia yang berbeda tetapi mengkatalis reaksi kimia yang sama. Enzim merupakan protein biokatalisator untuk proses-proses fisiologis yang perannya dikendalikan secara genetik (Asante & Laing 2001).

Beberapa isozim diketahui berasosiasi atau terkait dengan karakter agronomi (Stalker & Mozingo 2001). Dibandingkan dengan ciri-ciri morfologi, isozim dapat lebih menunjukkan genotipe suatu organisme. Pita-pita isozim dapat dievaluasi dari segi genetik (yaitu frekuensi alel pada setiap lokus) dan dari segi fenotipe (yaitu dengan menganggap setiap pita tunggal sebagai suatu karakter kodominan, yang keberadaannya dinyatakan dengan skor). Fungsi utama isozim adalah mengendalikan aktivitas metabolik suatu organisme. (Rahayu 2012). Perbedaan ukuran, konfigurasi dan muatan ion di antara isozim membuatnya dapat dideteksi dan ditampilkan dengan berbagai cara pemisahan melalui elektroforesis (Zeidler 2000).

Enzim esterase adalah enzim hidrolase yang memisahkan gugus-gugus ester menjadi sebuah asam dan alkohol di dalam suatu reaksi kimia dengan air yang disebut hidrolisis (Ying et al. 2006). Selain itu esterase juga berperan dalam modifikasi, aktivasi dan inaktivasi berbagai jenis enzim (Wu & Tan 2003). Esterase dapat digunakan untuk identifikasi taksonomi dan membedakan analisis taksa pada beberapa spesies Curcuma L (Apavatjrut et al. 1999). Hubungan genetik antara varietas mentimun dapat dijelaskan dengan menggunakan enzim esterase (Juliansah et al. 2008). Selain itu esterase juga digunakan untuk mengevaluasi 36 aksesi spesies Trifolium, yaitu T. incarnatum, T. polymorphum, T. pratense. T. resupinatum, T. riograndense, T. subterraneum dan T. vesiculosum

(Lange & Wittman 2000). Keragaman buah naga (Hylocereus spp.) berdaging super, merah, dan putih dari kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Sukoharjo da


(21)

5

Klaten (Jawa Tengah) serta Bantul (Yogyakarta) diuji dengan menggunakan enzim esterase (Rahmawati dan Mahajoeno 2010).

Enzim Peroksidase tergolong dalam kelompok oksidoreduktase (Ying et al.

2006). Analisis variabilitas pola pita pada beberapa aksesi nenas berdasarkan analisis isozim dengan menggunakan enzim peroksidase (Hadiati & Sukmadjaja 2002). Keragaman Puccinia arachidis Speg dapat diidentifikasi melalui variasi pola pita isozim dengan menggunakan enzim peroksidase (Tashildar et al. 2012). Isozim esterase dan peroksidase digunakan untuk membantu penentuan jenis kelamin pada Hem (Cannabis sativa L.) yang pada dasarnya cukup sulit dilakukan (Tru et al. 2002). Begitupula Sharma et al. (2010) menggunakan enzim peroksidase dan esterase untuk mengidentifikasi penanda jenis kelamin pada awal pertumbuhan tanaman dioecious Hippophae rhamniodes L.

Viabilitas polen

Serbuk sari (polen) adalah alat reproduksi jantan yang terdapat pada tumbuhan yang membawa material genetik jantan (Jiong et al. 2008). Polen berada dalam kepala sari (anther) tepatnya dalam kantung yang disebut ruang serbuk sari (theca) (Wang et al. 2003).

Penentuan viabilitas polen berperan besar dalam proses reproduksi tanaman, karena dapat menunjukkan kemampuan butir polen untuk menghantarkan sel sperma ke kantong embrio pada proses penyerbukan (Rahayu 2012). Polen dikatakan viabel apabila mampu menunjukkan fungsinya menghantarkan sperma kepada ovul segera setelah penyerbukan (Brownfield et al. 2009). Keefektifan penyerbukan dan pembuahan akan mempengaruhi pembentukan buah dan biji. Viabilitas polen yang rendah menyebabkan polen tidak dapat berkecambah yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi pembuahan (Widiastuti dan Palupi 2008). Kegagalan dalam penyerbukan dapat disebabkan karena tidak adanya polen yang sesuai. Inkompatibilitas dapat berupa tidak melekatnya polen pada stigma sehingga polen tidak berkecambah (Wilcock & Neiland 2002).

Pengujian viabilitas polen dengan menggunakan pewarna I2KI telah banyak digunakan, diantaranya pengujian viabilitas polen Musa (Ssali et al. 2012), polen pada bunga Carica papaya L. (Junior et al. 2009), polen pada bunga Oriza sativa

(Jong et al. 2010), polen pada Manihot esculenta Crantz (Parera et al. 2012), polen bunga tropical japonica rice (Hairmansis et al. 2005) dan polen pada bunga

Elaeagnus umbellata (Ma & Han 2010).

Pengujian viabilitas polen dengan menggunakan metode pewarnaan memiliki beberapa keuntungan. Metode ini lebih cepat dan lebih mudah untuk mengidentifikasi polen yang viabel dibandingkan metode perkecambahan polen secara in vitro. (Dafni & Firmage 2000; Ortega et al. 2011).


(22)

6

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2011 – Februari 2013. Analisis karakter agronomi dilakukan di kebun percobaan IPB Cikabayan. Analisis isozim, analisis kromosom dan viabilitas polen Jarak pagar dilaksanakan di Laboratorium Hayati, Pusat Studi Bioteknologi dan Sumberdaya Hayati IPB.

Bahan penelitian

Bahan tanaman yang digunakan adalah lima genotipe biji jarak pagar yaitu biji asal bunga betina (BTB) dan hermaprodit (BTH) tanaman trimonoecious asal daerah Banten dan biji asal bunga betina (LTB) dan hermaprodit (LTH) tanaman trimonoecious asal daerah Lampung, serta biji dari bunga betina monoceius asal daerah Banten (BMB). Tanaman trimonoecious ini merupakan bibit yang berasal dari tanaman jarak pagar andromonoecious.

Tahapan penelitian

Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan tanaman Jatropha curcas ini terdiri dari beberapa bagian analisis yang terdiri dari analisis uuran kromosom, isozim dengan pewarnaan esterase dan peroksidase, analisis viabilitas pollen dan analisis karakter agronomi. Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada bagan alir di bawah ini (Gambar 1):

Gambar 1 Bagan alur penelitian

Jarak pagar

trimonoecious

Analisis fenotipe

 Karakter agronomi

 Viabilitas pollen

Analisis genotipe

 Analisis ukuran kromosom

 Analisis isozim

Hasil Penelitian


(23)

7

Penanaman dan pemeliharaan

Masing-masing genotipe terpilih dibibitkan dalam polybag dengan daya tampung 6 kg tanah. Tanaman berumur 1 BST (bulan setelah tanam) siap unuk dipindahkan ke lapang. Penanaman bibit dilakukan pada lubang tanam berukuran 40 x 40 x 40 cm dengan jarak tanam 2 x 2 m. Pemupukan dilakukan pada saat penanaman bibit di lapangan dengan dosis 2.5 kg pupuk kandang + 20 g urea + 20 g SP 36 + 10 g KCl (Mahmud et al. 2008). Penyiraman dilakukan tiga kali seminggu.

Analisis karakter agronomi

Pengamatan karakter agronomi terdiri atas karakter kualitatif dan karakter kuantitatif mengikuti Panduan Pengujian Individual ubi kayu (Manihot esculenta

Crantz.) (PVT 2007).

A. Pengamatan karakter kualitatif meliputi

Pengamatan karakter agronomi terdiri atas karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Pengamatan dilakukan pada seluruh tanaman dari setiap genotipe pada masing-masing unit percobaan. Pelaksanaan pengamatan karakter agronomi mengikuti Panduan Pengujian Individual ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) (Arisanti 2010). Pengamatan karakter kualitatif

Pengamatan batang yang dilakukan saat tanaman berumur 6 BST (bulan setelah tanam) adalah: (1) Tipe tanaman (tidak bercabang atau bercabang); (2) Warna batang muda diamati menggunakan Munsel Color Chart yaitu dengan mengamati batang bagian atas yang dekat dengan pucuk; (3) Warna batang tua diamati menggunakan Munsel Color Chart yaitu dengan mengamati batang bagian bawah; (4) Bentuk batang.

Pengamatan daun yang dilakukan pada saat tanaman berumur 4 BST adalah: (1) Bentuk daun; (2) Bentuk ujung daun (runcing atau tumpul); (3) Tipe tulang daun; (4) Bulu pada daun muda, ada atau tidak ada bulu pada daun muda diamati pada daun yang berada di bagian pucuk yang belum terbuka sempurna; (5) Warna daun muda diamati pada daun ke-2 dibagian pucuk yang belum membuka sempurna; (6) Warna daun tua diamati pada daun ke-15 yang berada pada batang bagian bawah menggunakan Munsel Color Chart; (7) Tekstur daun muda diamati pada daun ke-2 pada bagian pucuk yang belum membuka sempurna; (8) Tekstur daun tua diamati pada daun ke-15 yang berada pada batang bagian bawah.

Pengamatan bunga yang dilakukan pada saat bunga mulai mekar dengan menggunakan Munsel Color Chart adalah warna kepala sari dan warna kepala putik. Sedangkan pengamatan buah terdiri dari: (1) Warna buah muda; (2) Warna buah masak, warna buah masak diamati pada saat buah telah matang fisiologis dan siap panen dengan menggunakan Munsel Color Chart; (3) Bentuk buah diamati pada saat buah telah masak. Pengamatan biji yang dilakukan pada saat panen adalah warna biji dan bentuk biji.


(24)

8

B. Pengamatan karakter kuantitatif meliputi

Pengamatan batang yang terdiri dari karakter sudut cabang primer, diameter pangkal batang, dan panjang ruas dilakukan pada saat tanaman berumur 6 BST yang terdiri dari: (1) Sudut cabang primer; (2) Diameter pangkal batang, diamati dengan mengukur bagian pangkal batang 5 cm di atas permukaan tanah; (3) Panjang ruas; (4) Tinggi tanaman pada saat muncul bunga pertama, diukur pada saat muncul bunga pertama; (5) Jumlah cabang primer; (6) Jumlah cabang sekunder; (7) Jumlah cabang produktif.

Pada pengamatan daun yang diamati adalah karakter panjang tangkai daun, panjang daun dan lebar daun dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST sebanyak 5 daun pada setiap tanaman.

Pengamatan bunga dilakukan pada semua bunga yang muncul di setiap malai pada tanaman saat tanaman berumur 6 BST. Karakter yang diamati terdiri dari: (1) Umur berbunga diamati pada saat muncul bunga pertama; (2) Jumlah bunga jantan per malai; (3) Jumlah bunga betina per malai; (4) Jumlah bunga hermaprodit per malai; (5) Jumlah malai per tanaman. Pengamatan karakter bunga dilakukan selama 7 bulan setelah inisiasi bunga, Juni – Desember 2012.

Pada pengamatan buah matang fisiologis dilakukan pada semua buah yang terbentuk pada setiap malai. Karakter yang diamati adalah: (1) Tebal daging buah; (2) Panjang buah masak; (3) Diameter buah masak; (4) Jumlah buah per tanaman, diamati dengan menghitung buah yang terbentuk selama periode satu kali panen; (5) Jumlah buah per malai; (6) Bobot buah rata-rata.

Pada pengamatan karakter biji yang diamati adalah: (1) Panjang biji; (2) Tebal biji; (3) Jumlah biji rata-rata per buah; (4) Jumlah biji per tanaman, dihitung dengan mengalikan jumlah buah per tanaman dengan jumlah biji rata-rata per buah; (5) Bobot basah biji, diukur dengan menimbang setiap biji dari buah matang fisiologis yang dipanen dan dirata-ratakan; (6) Bobot kering biji, diukur dengan menimbang sejumlah biji yang telah dikeringkan dan dirata-ratakan.

Analisis ukuran kromosom

Ujung akar dipanen dari tunas yang berakar pada tanaman jarak pagar berumur 1 minggu, dipotong ± 1 cm dari ujung akar, dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi hidroksiquinolin 0.8%, dan dibiarkan selama 3-5 jam pada suhu 20°C. Selanjutnya dibilas dengan aquades hingga bersih. Akar kemudian direndam dalam larutan asam asetat 45% selama 10 menit, dipindahkan dalam larutan 1 N HCl : asam asetat 45% (3:1, v/v) dan dibiarkan selama 3 menit dalam

water bath bersuhu 60°C.

Potongan akar selanjutnya dipindahkan ke atas kaca obyek, dibuang tudung akarnya, dan dipotong sepanjang ± 1 mm. Pada potongan akar kemudian ditambahkan 1-3 tetes aseto-orcein 10 % dan dibiarkan selama 3 menit. Potongan akar dengan aseto-orcein selanjutnya ditutup dengan kaca penutup, ditekan dengan pensil berkaret dan dengan menggunakan ibu jari (squashing) hingga membentuk lapisan sel yang tipis.


(25)

9

Preparat selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan 1.000x. Panjang kromosom diukur menggunakan aplikasi ImageJ 1.42q (http://rsbweb.nih.gov/ij/).

Analisis isozim

Metode analisis isozim yang digunakan merupakan modifikasi dari teknik Soltis & Soltis (1989). Analisis isozim meliputi penyiapan bahan tanaman, pembuatan buffer, pembuatan gel pati, ekstraksi enzim, elektroforesis, pewarnaan dan pencucian serta pengumpulan data.

Persiapan bahan tanaman yang digunakan untuk analisis isozim adalah daun yang masih segar (urutan ketiga dari pucuk). Daun tanaman jarak pagar dipetik dari pohon di lokasi dan disusun pada kertas koran basah. Setelah itu masing-masing daun yang telah disusun dengan koran basah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label. Selanjutnya di laboratorium, contoh daun tersebut dipindahkan ke dalam refrigerator untuk digunakan sebagai bahan ekstraksi enzim. Daun dianalisis berupa ekstrak bahan kasar.

Selanjutnya dilakuan pembuatan buffer pengekstrak, fungsi buffer pengekstrak ini adalah dapat membantu menghancurkan sel dalam suatu jumlah minimum tanpa menimbulkan panas terhadap ekstrak dan perubahan warna terhadap daun yang diekstrak.

Gel dibuat dari pati kentang dengan kadar 13% (Sigma). Pati kentang dan bufer gel dimasukkan ke dalam labu didih, dikocok merata, dan dimasak suhu 100°C, sambil diputar agar larutan pati masak merata. Gelembung udara yang ada dalam larutan dibuang dengan menggunakan pompa vakum. Larutan selanjutnya dituangkan ke cetakan gel yang sudah dilapisi parafin. Gel kemudian didinginkan, ditutup plastik wrap, dan dibiarkan sampai mengeras.

Proses ekstraksi enzim dilakukan dengan menggerus sampel daun sebanyak 2 gram yang telah di beri buffer ekstrak sebanyak 0,5 ml dan pasir kuarsa dengan menggunakan mortar yang telah didiamkan di dalam lemari pendingin selama 5 menit. Untuk pemindahan sampel ke dalam cetakan gel dilakukan dengan cara menyerap ekstrak sampel dengan kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam gel. Pada salah satu lubang yang paling pinggir disisipkan kertas saring yang telah diberi cairan bromophenol blue sebagai indikator mobilitas elektroforesis.

Proses elektroforesis dilakukan pada gel yang telah siap dibuat lubang/sumur sebagai tempat sampel. Kertas saring yang mengandung sampel disisipkan ke dalam sumur. Cetakan gel kemudian dimasukkan ke dalam sistem reservoar elektroforesis yang berisi bufer elektroda. Elektroforesis dilakukan dalam ruang pendingin pada suhu 10°C. Waktu yang dibutuhkan untuk elektroforesis adalah 30 menit dengan tegangan awal 100 volt, kemudian pada 200 volt selama 3-4 jam.

Setelah proses elektroforesis selesai selanjutnya dilakukan pewarnaan. Kertas saring yang telah disisipkan dikeluarkan dari lubang-lubangnya kemudian gel dibelah secara horizontal menjadi dua atau tiga lapisan (sesuai dengan ketebalannya). Lembaran gel dimasukkan ke dalam nampan kemudian diberi pewarna yang telah disiapkan. Komposisi larutan pewarna untuk enzim esterase (EST) dan Peroksidase (PER) disajikan pada Lampiran 1. Selanjutnya nampan ditutup dengan aluminium foil dan disimpan pada suhu ruang sampai muncul


(26)

pita-10

pita pada gel yang cukup jelas. Perendaman dalam larutan pewarna memerlukan waktu antara 3 sampai 4 jam atau lebih. Setelah pewarnaan selesai selanjutnya gel dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa pewarna.

Interpretasi pola pita isozim dilakuan dengan meletakkan gel di atas plastik bening dan diletakkan di atas lampu pengamatan untuk diambil data dan difoto. Hasil pengukuran jarak pergerakan ditentukan dengan pola pada Rf (relative electrophoresis mobility) (Sastrosumarjo et al. 2006):

Rf =

Uji viabilitas pollen

Sampel polen untuk uji viabilitas polen bunga jantan diambil dari 17 bunga jantan dari 4 tanaman jarak pagar trimonoecious dan 17 bunga jantan dari 1 tanaman jarak pagar monoecious. Pengambilan bunga jantan dilakukan pada pukul 09.00-10.00 WIB. Pada uji pewarnaan, polen diambil dari bunga jantan yang telah antesis. Polen diambil dengan bantuan tusuk gigi atau pinset.

Polen ditetesi dengan pewarna I2KI 0,2% selama beberapa menit dan diamati di bawah mikroskop. Pada setiap genotipe dilakukan 3 kali ulangan dengan jumlah minimum 50 butir polen untuk masing-masing ulangan. Untuk mempermudah perhitungan, pengamatan dilakukan hanya terhadap butir-butir polen yang tidak bergerombol. Butir polen yang terwarnai hitam dianggap viabel dan dinyatakan dalam hitungan persen (Scott 2001).

Analisis data

Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu genotipe jarak pagar. Analisis viabilitas polen dan karakter agronomi menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.

Rumus parameter genetik yang digunakan adalah sebagai berikut (Singh dan Chaudhary 1979):

Vg = σ2 g = KKG = [ ] . 100% Vp σ2 p= σ2e+ σ2 g KKP = [ ] . 100% h2bs =

dimana:

Vg = σ2 g = ragam genotipe M1 = kuadrat tengah galat

Vp = σ2 p = ragam genotipe M2 = kuadrat tengah genotipe

r = ulangan KKG = koefisien keragaman genetik

x = rataan umum KKP = koefisien keragaman fenotipe h2bs = heritabilitas arti luas


(27)

11

Nilai ragam lingkungan diperoleh dari tabel ANOVA, selanjutnya nilai heritabilitas diperoleh dari hasil pembagian antara ragam genotipe dibagi dengan ragam genotipe dibagi ragam lingkungan (Mohammadi & Amri 2011). Pengelompokan nilai heritabilitas arti luas menurut Stansfield (1983): rendah (h2 < 20%), sedang (20% < h2 < 50%) dan tinggi (50% < h2 < 100%). Kriteria KKG relatif adalah rendah (0 < x < 25%), agak rendah (25% < x < 50%), cukup tinggi (50% < x < 75%), dan tinggi (75% < x ≤ 100%) (Moedjiono dan Mejaya 1994). Kemiripan antar genotipe dicari berdasarkan pada koefisien kesamaan (similarity coefficients). Analisis pengelompokan jarak genetik dilakukan dengan metode pengelompokan program minitab 15.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum lokasi penelitian

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor yang berada pada ketinggian 216 m dpl, 06°31’ LS dan 106°44’ BT pada bulan Desember 2011 – Februari 2013 Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Darmaga Bogor, Kota Bogor memiliki rata-rata curah hujan tinggi (323.63 mm/bln), jumlah hari hujan 297 hari/tahun, suhu harian antara 21.2°C – 32.4°C, jumlah rata-rata bulan basah 12 bulan/tahun. Data klimatologi wilayah Darmaga Bogor dari Desember 2011 – Februari 2013 disajikan pada Lampiran 2.

Analisis karakter agronomi Karakter batang

Batang tanaman jarak pagar panjang, bulat, dan berwarna hijau keabuan (Gambar 2). Tanaman jarak pagar tumbuh bercabang dengan sistem percabangan yang tidak teratur. Bila tanaman memiliki sedikit cabang primer, maka tipe pertumbuhan tampak tegak. Namun bila jumlah cabang primer banyak, tipe pertumbuhan tampak seperti semak. Kondisi ini ditemukan pada semua genotipe Banten dan Lampung trimonoecious baik dari bunga betina maupun hermaprodit (Gambar 3).


(28)

12

a b c

Gambar 2 Bentuk batang dan warna batang; (a) batang muda tanaman monoecious umur 2 BST; (b) batang muda tanaman trimonoecious umur 2 BST; (c) batang tua umur 4 BST

a b c d e

Gambar 3 Cabang yang muncul dari batang utama pada genotipe jarak pagar umur 6 BST; (a) BTB: Banten trimonoecious betina; (b) BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; (c) LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; (d) LTB: Lampung trimonoecious betina; (e) BMB: Banten monoecious betina

Semua karakter batang pada genotipe BMB mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan genotipe yang berasal dari tanaman trimonoecious (Tabel 1), sehingga pertumbuhannya lebih tegak. Jumlah cabang primer dan jumlah cabang sekunder mempengaruhi tipe pertumbuhan tanaman jarak pagar (Santoso 2009). Sudut cabang tanaman trimonoecious lebih besar dibandingkan tanaman monoecious, sehingga semakin besar sudut cabang primer maka arstitektur kanopi lebih rimbun (Raden et al. 2009) (Gambar 4). Cabang produktif adalah cabang yang menghasilkan buah. Jumlah cabang akan menentukan jumlah bunga, buah dan biji karena bunga jarak pagar muncul disetiap ujung batang atau ketiak daun. Sehingga semakin banyak cabang diharapkan akan meningkatkan jumlah bunga dan buah yang dihasilkan (Xiu dan Gui 2012).

0.5 cm 1 cm

0.5 cm


(29)

13

Tabel 1 Karakter batang dan daun umur 4 - 6 BST jarak pagar trimonoecious dan monoecious

Karakter Agronomi Genotipe

Tanaman trimonoecious Tanaman

monoecious

BTB BTH LTH LTB BMB

Jumlah cabang sekunder 13.1a 10.3a 10.1a 12.5a 3.5b

Jumlah cabang produktif 4.1b 6.6a 5.5a 2.7bc 1.7c

Sudut cabang primer ( °) 62.9a 67.0a 68.8a 62.0a 53.3b

Tinggi tanaman berbunga (cm) 97.1b 107.5a 102.1ab 99.3b 94.6b

Diameter pangkal batang (cm) 6.1a 6.3a 5.6a 5.4a 3.9b

Jarak buku (cm) 39.7a 40.0a 39.1a 35.2ab 30.6b

Jumlah buku 6.1b 10.9a 6.6b 6.8b 6.4b

Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji DMRT taraf 5%). BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

a b c d e

Gambar 4 Pertumbuhan tanaman jarak pagar umur 6 BST; (a) BTB: Banten trimonoecious betina; (b) BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; (c) LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; (d) LTB: Lampung trimonoecious betina; (e) BMB: Banten monoecious betina

Diameter pangkal batang tanaman monoecious lebih kecil dibandingkan tanaman trimonoecious, sehingga pertumbuhan tanaman trimonoecious lebih kokoh karena diameter batang yang besar mempunyai kemampuan pertumbuhan yang lebih besar dan tidak mudah roboh (Sudjijo 2009). Ukuran diameter pangkal batang suatu genotipe akan bertambah seiring dengan semakin bertambahnya jumlah cabang primer, karena percabangan (cabang primer) banyak terbentuk di pangkal batang dekat permukaan tanah (Santoso 2009).

Karakter panjang buku dipengaruhi oleh jenis tanaman monoecious dan trimonoecious, panjang buku pada tanaman monoecious memiliki panjang buku yang lebih rendah dibandingkan tanaman trimonoecious.

10 cm 10 cm


(30)

14

Karakter daun

Daun jarak pagar bertipe daun tunggal yang terletak pada buku batang yang didukung oleh tangkai daun, dengan tangkai daun berbentuk silinder dan tak berongga. Susunan atau tata letak daun (filotaksis) jarak pagar disebut tersebar (folia sparsa). Susunan daun tersebut mengikuti rumus daun (divergensi) 5/13 serah putaran jarum jam. Orientasi daun terhadap batang tempat daun duduk bervariasi dari tegak hingga horisontal. Orientasi tegak jika daun masih muda dan kemudian menjadi horisontal setelah dewasa. Daun jarak pagar berbentuk jantung dengan bentuk ujung daun yang runcing dan pada pangkal daun berlekuk dalam, memiliki tipe tulang daun menjari dengan lima tulang daun utama (Gambar 5).

a b c d e

Gambar 5 Daun jarak pagar 4 BST; (a) BTB: Banten trimonoecious betina; (b) BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; (c) LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; (d) LTB: Lampung trimonoecious betina; (e) BMB: Banten monoecious betina

Daun muda tidak memiliki bulu. Tekstur permukaan atas dan bawah daun muda dan daun tua pada jarak pagar licin. Tangkai daun yang menghubungkan helaian daun dengan batang umumnya berwarna ungu khususnya pada pangkal (dekat buku) dan ujung tangkai daun. Seiring pertumbuhan dan perkembangan daun, warna ungu berkurang bahkan menghilang dan menjadi warna kuning kehijauan. Daun muda pada tanaman jarak pagar umumnya berwarna coklat (coklat kemerahan, hijau kecoklatan, colat kehijauan). Daun tua berwarna hijau pada keseluruhan genotipe.

Tabel 2 Karakter daun jarak pagar trimonoecious dan monoecious 4 BST

Karakter Agronomi Genotipe

Tanaman trimonoecious Tanaman monoecious

BTB BTH LTH LTB BMB

Panjang petiole (cm) 13.5a 12.1b 12.7ab 13.0ab 10.5c

Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji DMRT taraf 5%). BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

Panjang tangkai daun dipengaruhi oleh jenis tanaman jarak pagar pada masing-masing genotipe. Panjang tangkai daun antara genotipe terdapat perbedaan. Masing-masing genotipe memiliki panjang tangkai daun yang berbeda.

2 cm 2 cm

2 cm 2 cm

2 cm


(31)

15

Ukuran panjang tangkai daun yang paling panjang terdapat pada genotipe Banten trimonoecious sedangkan genotipe Banten monoecious memiliki panjang tangkai daun terpendek. Hal ini dapat dijadikan salah satu penanda antara tanaman trimonoecious dan monoceious. Tanaman trimonoecious memiliki ukurang tangkai daun yang lebih panjang dibandingkan tanaman monoecious. Pada daun-daun muda, tangkai daun-daun membentuk sudut kecil kemudian melebar hingga mencapai maksimum umur 14 minggu terhadap posisi cabang (Raden et al 2008).

Karakter Bunga

Bunga jarak pagar tersusun dalam malai (inflorescence), malai bunga terbentuk di ujung cabang dengan warna bunga yang sama antar genotipe yaitu kuning kehijauan (Gambar 6). Kepala sari berwarna kuning muda dan kepala putik berwarna hijau sementara itu kelopak bunga dan tangkai bunga berwarna hijau muda. Bunga jarak pagar tersusun dalam malai yang berbentuk dikasium berganda (Raju et al. 2002).

a b c d

Gambar 6 Bunga jarak pagar; (a) malai bunga terbentuk di ujung cabang, (b) bunga hermaprodit, (c) bunga jantan, (d) bunga betina

Tabel 3 Karakter bunga bunga jarak pagar trimonoceious dan monoecious per tanaman 7 BST

Karakter Agronomi

Benih asal Bunga

Genotipe

Tanaman trimonoecious Tanaman monoecious

BTB BTH LTH LTB BMB

Jumlah bunga Jantan 895.9 876.4 536.4 365.1 544.5 Hermaprodit 30.8 37.5 24.5 19.9 - Betina 41.2 27.3 17.7 28.3 17.4 Jenis bunga

(%)

Hermaprodit 42.7 69.2 58.1 41.3 - Betina 57.3 30.8 41.9 58.7 100 Jumlah bunga

menjadi buah (%)

Hermaprodit 87.9 59.8 82.0 76.9 - Betina 57.5 73.3 63.8 71.0 90.4

Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji DMRT taraf 5%). BTB: Banten trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodite; LTB: Lampung trimonoecious betina

0.1 cm 0.1 cm

0.1 cm 0.1cm


(32)

16

Jumlah bunga betina dan hermaprodit lebih sedikit dibandingkan dengan bunga jantan (Tabel 3). Hal ini dapat disebabkan potensi pembentukan bunga betina dan hermaprodit memang rendah, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau terlalu banyak hujan dan lain sebagainya (Xiu & Gui 2012). Selain itu menurut Jun et al. (2010) bahwa jarak pagar memiliki bunga betina yang tidak muncul di situs bunga jantan, tetapi bunga jantan dapat berkembang di situs bunga betina sehingga jumlah bunga jantan lebih banyak.

Persentase kemunculan masing-masing bunga berbeda. Persentase kemunculan bunga hermaprodit lebih banyak pada genotipe BTH dan LTH. Sedangkan persentase kemunculan bunga betina lebih banyak pada genotipe BTB dan LTB (Tabel 3). Persentase keberhasilan bunga menjadi buah tertinggi pada genotip BTB dan terendah pada genotipe BTH. Pada genotipe BTB, LTB dan LTH, persentase keberhasilan bunga hermaprodit menjadi buah lebih tinggi dibandingkan persentase bunga betina menjadi buah. Genotipe BTH memiliki persentase keberhasilan bunga betina menjadi buah yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena bunga betina mengalokasikan hasil fotosintesis hanya untuk produksi pembentukan buah, sedangkan hermaprodit selain mengalokasikan resource ke pembentukan buah, bunga hermaprodit juga mengalokasikan resource pada produksi polen (Toivonen & Mutikainen 2012). Bunga hermaprodit lebih mampu unuk menyimpan resource pada organ reproduksi betinanya dibandingan kemampuan bunga betina menyimpan resource ke organ reproduksinya, walaupun bunga hermaprodit juga mengalokasikan sebagian resource ke reproduksi jantannya (Miyake 2009).


(33)

17

(a)

(b)

Gambar 7 (a) Fluktuasi pembungaan tanaman trimonoecious asal bunga hermaprodit; (b) Fluktuasi pembungaan tanaman trimonoecious asal bunga betina

Perkembangan bunga tanaman trimonoecious asal bunga hermaprodit pada empat bulan pertama (Juni – September) menghasilkan bunga betina dan hermaprodit, bulan selanjutnya hanya menghasilkan bunga hermaprodit. Perkembangan tanaman trimonoecious asal bunga betina pada bulan Juni hanya menghasilkan bunga betina, bulan selanjutnya menghasikan bunga hermaprodit dan betina (Gambar 7) (Lampiran 3). Fluktuasi perkembangan jenis bunga yang muncul setiap bulan dapat dipengaruhi oleh ekspresi gen-gen yang mengendalikan jenis gamet pada tanaman yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti fotoperiode, suhu dan lain sebagainya (Roy 2000). Berdasarkan data dari BMKG Darmaga Bogor, rata-rata curah hujan 117 – 217 mm/bulan pada bulan Juli hingga September 2012. Pada rentang waktu tersebut muncul bunga hermaprodit. Hal ini sesuai dengan penelitian Jun et al. (2010) bahwa bunga hermaprodit pada jarak pagar paling banyak dihasilkan pada saat empat bulan pembungaan pertama (Juni – September) dengan curah hujan yang tidak terlalu tinggi hanya berkisar < 500 mm/tahun. Curah hujan yang optimal akan meningkatkan perkembangan bunga betina dan hermaprodit.

Ekspresi seksual pada tanaman berbunga berada di bawah kendali genetik, seperti faktor epigenetik (kondisi lingkungan, fitohormon, fotoperiode dll). Faktor fotoperiodisme pada tanaman Hemp dapat menimbulkan pengaruh maskulinisasi maupun feminisasi. Hari panjang dan meningkatnya suhu lingkungan dapat menginisiasi pembentukan kelamin jantan, sedangkan hari pendek dan menurunnya suhu dapat menginisiasi pembentukan kelamin betina (Manoj et al.

-5 0 5 10 15

June July Aug Sept Oct Nov Dec

J u m la h B u n g a Her m a p r o d it Hermaprodit Betina -5 0 5 10 15 20 25

June July Aug Sept Oct Nov Dec

J u m la h B u n g a B e ti n a Hermaprodit Betina


(34)

18

2005). Oleh karena itu, fluktuasi yang terjadi pada kedua jenis tanaman jarak pagar tersebut biasa saja terjadi, dikarenakan pengaruh lingkungan.

Perkembangan bunga betina mengalami penurunan jumlah, sedangkan jumlah bunga hermaprodit cenderung konstan dan bahkan meningkat (Gambar 8a). Hal ini dapat terjadi karena antara bunga betina dan hermaprodit berbeda dalam pola alokasi fotosintat. Pada kondisi lingkungan tercekam bunga betina dapat bertahan. Pola ini menunjukkan bahwa bunga betina dapat mengalokasikan fotosintat sehingga lebih meningkatkan kemampuan bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan bunga hermaprodit, sehingga berdampak pada berkurangnya jumlah bunga betina seiring perkembangan tanaman (Delph 2003). Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian Miyake et al. (2009) bahwa total berat buah, jumlah buah, jumlah biji dan jumlah bunga dipengaruhi oleh biomassa. Ketika biomassa digunakan dalam proses pertahanan maka pembentukan bunga tersebut akan menyebabkan perbedaan tingkat fitness pada kedua jenis bunga betina dan hermaprodit. Hal yang sama dikemukakan oleh Ramsai & Vaughton (2001), bahwa bunga betina lebih banyak mengalokasikan simpanan cadangan ataupun unsur hara ke dalam biji dibandingkan bunga hermaprodit. Bunga betina dan hermaprodit memiliki strategi investasi hara yang berbeda.

Karakter buah

Buah jarak pagar sering disebut kapsul atau buah kendaga (rhegma), mempunyai sifat seperti buah berbelah dan tiap bagian buah mudah pecah sehingga biji yang terdapat di dalamnya dapat terlepas dari bilik atau ruang (Gambar 8c). Berdasarkan jumlah kendaganya keseluruhan genotipe jarak pagar dalam penelitian ini termasuk ke dalam buah berkendaga tiga, ketika masak pecah menjadi tiga bagian, masing-masing pecah dan mengeluarkan satu biji. Warna buah muda dan buah masak antar genotipe tidak berbeda, yaitu pada buah muda berwarna hijau muda dan buah masak berwarna kuning (Gambar 8). Ketebalan, panjang, dan diameter buah asal bunga hermaprodit lebih besar dibandingkan dengan buah asal dari bunga betina. Ukuran buah berbanding lurus dengan bobot buah rata-rata yang dihasilkan.

a b c

Gambar 8 Buah jarak pagar; (a) buah muda, (b) buah masak, (c) biji dalam bilik/ruang

1.0 cm


(35)

19

Tabel 4 Karakter buah 5-12 BST jarak pagar trimonoecious dan monoecious Karakter

Agronomi

Benih asal Bunga

Genotipe

Tanaman trimonoecious Tanaman monoecious

BTB BTH LTH LTB BMB

Tebal daging buah (cm)

Hermaprodit 0.5 0.5 0.5 0.5 - Betina 0.3b 0.4b 0.4b 0.1bc 0.6a Panjang buah

masak (cm)

Hermaprodit 3.0 3.0 3.0 2.9 - Betina 2.1ab 2.7ab 2.5ab 1.9b 3.0a Diameter buah

masak (cm)

Hermaprodit 2.9 2.9 2.8 2.6 - Betina 1.9b 2.1b 2.1b 1.8bc 2.9a Jumlah buah

per tanaman

Hermaprodit 27.1 27.2 20.1 13.0 - Betina 23.7ab 14.9b 11.3b 20.1b 80.8a Total buah 50.8 42.1 31.4 33.1 80.8 Bobot buah

rata-rata (gr)

Hermaprodit 12.7 13.6 13.2 12.4 - Betina 8.9ab 10.1ab 9.3ab 3.5b 10.0a

Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji DMRT taraf 5%). BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

Jumlah buah pertanaman hanya dipengaruhi oleh genotipe tanaman jarak pagar trimonoecious asal buah dari bunga betina. Tingginya jumlah buah betina yang dihasilkan pada genotipe BMB dikarenakan, pada genotipe ini hanya menghasilkan bunga betina saja, sedangkan genotipe lain selain menghasilkan bunga betina juga menghasilkan bunga hermaprodit (Tabel 4). Semakin banyak jumlah bunga betina dan hermaprodit maka akan semakin banyak pula jumlah buah yang dihasilkan, karena bunga betina dan hermaprodit yang akan menjadi buah setelah terjadi antesis. Meskipun demikian tidak semua bunga menghasilkan buah karena pengaruh beberapa faktor, antara lain adalah bunga betina yang telah mengalami penyerbukan gagal berkembang menjadi buah, bunga betina terkena penyakit seperti tepung putih, buah yang masih inisiasi menguning / diserang kepik penghisap (Ahkamulloh et al. 2013).

Ukuran buah dari hermaprodit memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan buah asal bunga betina, dilihat dari tebal daging buah, panjang dan diameter buah masak. Adanya kemampuan menghasilkan buah yang lebih baik dari bunga hermaprodit dibandingkan bunga betina dilaporkan oleh Reale et al

(2009) yang melakukan penelitian pada tanaman olive oil (Olea europaea L.). Hasil penelitiannya menunjukkan adanya perbedaan sebaran kandungan pati antara bagian-bagian bunga hermaprodit dan bunga betina. Pada bunga hermaprodit, kandungan pati yang tinggi ditemukan pada ovari, style dan stigma, sedangkan pada pistil dan stamen dari bunga non-hermaprodit tidak ditemukan. Pada tanaman jarak pagar belum diketahui faktor penyebab bunga hermaprodit lebih mampu berkembang menjadi buah dibandingkan bunga betina tetapi diduga kemampuan bunga hermaprodit yang mampu melakukan penyerbukan sendiri


(36)

20

dibandingkan dengan bunga betina yang penyerbukannya tergantung dari bunga jantan yang mekar tidak bersamaan dengan bunga betina.

Karakter biji

Biji jarak pagar sesaat setelah dipanen tampak berwarna hitam kecoklatan. Bentuk biji oval sampai melonjong, tergantung pada bentuk buah, dan jumlah biji yang terdapat pada satu buahnya (Gambar 9). Semakin banyak biji yang terdapat dalam satu buah maka ukurannya relatif lebih kecil, sedangkan jika biji yang terdapat pada satu buah hanya sekitar 1 - 2 biji, maka ukurannya dapat lebih besar.

a b c

d e

Gambar 9 Biji jarak pagar; (a) BTB: Banten trimonoecious betina; (b) BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; (c) LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; (d) LTB: Lampung trimonoecious betina; (e) BMB: Banten monoecious betina


(37)

21

Tabel 5 Karakter buah dan biji 5-12 BST jarak pagar trimonoecious dan monoecious Karakter Agronomi Benih asal Bunga Genotipe

Tanaman trimonoecious Tanaman monoecious

BTB BTH LTH LTB BMB

Panjang biji (cm)

Hermaprodit 2.1 2.1 2.0 1.9 - Betina 1.6a 1.8a 1.7a 1.0b 1.7a Bobot basah

per biji (gr)

Hermaprodit 1.1b 1.3a 1.2ab 1.1b - Betina 0.8ab 1.0a 0.9a 0.5c 0.6bc Bobot kering

per biji (gr)

Hermaprodit 0.6b 0.7a 0.7a 0.7a - Betina 0.5ab 0.6a 0.5ab 0.3c 0.4bc Bobot total

kering biji per tanaman (gr)

Hermaprodit 72.9 76.3 50.7 32.9 - Betina 54.0a 40.2b 28.3b 24.8b 99.7ab

Total bobot kering

126.9a 116.5a 79.0b 57.7ab 99.7ab

Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji DMRT taraf 5%). BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

Panjang biji buah betina dari genotipe LTB memiliki perbedaan dibandingkan dengan biji genotipe lainnya yang memiliki panjang biji yang paling kecil. Bobot basah dan bobot kering biji asal bunga betina dipengaruhi oleh gentipe jarak pagar trimonoecious dan monoceious. Bobot basah biji, bobot kering biji dari buah asal bunga hermaprodit dan bobot total kering biji dari buah asal betina dipengaruhi oleh genotipe tanaman jarak pagar. Bentuk dan ukuran biji tanaman trimonoecious dan monoecious relatif sama (Tabel 5). Periode perkembangan buah yang panjang terutama bila terjadi pada kondisi lingkungan yang baik akan menambah bobot biji (Foidl et al. 1996).

Analisis ukuran kromosom

Berdasarkan panjang kromosom, tanaman jarak pagar memiliki kromosom berukuran kecil. Oleh karena itu, disarankan untuk mengidentifikasi kromosom jarak pagar dilakukan pada saat sel dalam keadaan prometaphase, karena ukuran kromosom lebih panjang dan struktur kromosom lebih jelas.

Bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom setiap spesies adalah tetap (Setyawan dan Sutikno 2000) dan dapat dipelajari dengan analisis sitogenetika. Pada analisis sitogenetika, data kromosom disajikan dalam bentuk kariotipe. Kariotipe adalah kromosom yang dikelompokkan berdasarkan panjang, jumlah dan bentuk kromosom pada individu sel somatik (Wulandari et al. 2006).


(38)

22

Tanaman jarak pagar kelima genotipe memiliki jumlah kromosom 2n = 22, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Carvalho et al. (2008). Berdasarkan panjang kromosom, jarak pagar memiliki kromosom berukuran kecil, panjangnya berkisar antara 1.19 –2.69 μm (Tabel 6). Data ini sesuai dengan penelitian Reddy

et al. (2013) dengan ukuran kromosom jarak pagar berkisar 1–3.67 μm. Tabel 6 Panjang kromosom jarak pagar trimonoecious dan monoecious

Pasangan kromosom

Panjang kromosom (μm)

Tanaman trimonoecious Tanaman

monoecious

BTB BTH LTH LTB BMB

1 1.96 2.57 2.42 2.69 1.93

2 1.87 2.78 2.71 2.45 1.84

3 1.71 2.64 2.47 2.00 1.67

4 1.62 2.16 2.42 2.19 1.40

5 1.61 2.53 2.40 2.15 1.56

6 1.55 2.31 2.34 2.04 1.50

7 1.47 2.28 2.23 1.96 1.43

8 1.42 2.09 2.22 1.88 1.41

9 1.36 1.88 2.16 1.76 1.39

10 1.26 1.66 1.99 1.66 1.26

11 1.19 1.54 1.67 1.68 1.22

Rata-rata 1.54 2.22 2.27 2.04 1.51

BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

Panjang kromosom rata-rata tanaman trimonoecious lebih besar dibandingkan panjang kromosom rata-rata tanaman monoecious. Panjang kromosom bisa saja berbeda di dalam satu famili, meskipun jumlahnya sama (Gambar 10). Perbedaan panjang kromosom pada tanaman trimonoecious dan monoecious menunjukkan adanya perbedaan jumlah susunan basa pada gen (Harrison dan Schwarzacher 2011). Perbedaan jumlah gen tersebut menyebabkan terjadinya variasi morfologi (Wulandari et al. 2006). Variasi jumlah kromosom yang relatif rendah pada proses pemuliaan tanaman jarak pagar memberikan keuntungan ketika persilangan yang dilakukan pada meiosis (Kaushik et al. 2007).


(39)

23

a b c d e

Gambar 10 Kromosom masing-masing genotipe jarak pagar trimonoecious dan monoecious (a) BTB: Banten trimonoecious betina; (b) BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; (c) LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; (d) LTB: Lampung trimonoecious betina; (e) BMB: Banten monoecious betina

Analisis isozim

Pada zimogram dapat dilihat bahwa isozim EST dan PER masing-masing menunjukkan adanya perbedaan jumlah pita. Kedua isozim peroksidase dan esterase yang diujikan memberikan polimorfisme pada pola pitanya. Perbedaan jarak pagar monoecious dan trimonoecious dapat terlihat dengan menggunakan kedua enzim tersebut.

Enzim esterase (EST) dari lima genotipe jarak pagar yang diamati hanya dibedakan menjadi dua pola pita dengan tiga sampai empat pita. Pola pita pada genotipe BTB, BTH, LTH dan LTB mempunyai kesamaan yaitu memiliki empat pita. Hanya genotipe BMB yang memiliki tiga pita (Gambar 11), sehingga dapat dikatakan terdapat keragaman pola pita isozim yang kemungkinan menyandi enzim tersebut.

a b

Gambar 11 Pola pita (a) isozim esterase dan (b) Peroksidase. BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

2 μm 2 μm

2 μm 2 μm


(40)

24

Enzim peroksidase (PER) membedakan genotipe jarak pagar yang diamati ke dalam dua variasi pola pita dengan memiliki tiga sampai empat alel. Pola pita pada genotipe BTB, BTH, LTH dan LTB mempunyai kesamaan yaitu memiliki empat pita. Hanya genotipe BMB yang memiliki tiga alel (Gambar 12). Adanya enzim peroksidase mudah dideteksi karena aktivitas dan stabilitasnya yang tinggi dan dapat menggunakan sejumlah substrat sebagai donor hidrogen (Cahyarini 2004). Hasil analisis kekerabatan menggunakan isozim esterase dan peroksidase menunjukkan variasi genetik yang cukup rendah pada kelima genotipe Jarak pagar.

Isozim dalam penelitian ini berperan sebagai penanda genetik untuk mengidentifikasi genotipe jarak pagar trimonoecious. Sifat morfologi yang membedakan antara jarak pagar monoecious dan trimonoecious seperti bunga dan buah memerlukan waktu cukup lama sampai bisa diamati serta sulit digunakan untuk pemeriksaan pada tingkat benih atau bibit. Pada Gambar 11 dapat terlihat bahwa isozim EST dan PER dapat digunakan sebagai penanda tanaman J. curcas

monoecious dan trimonoecious ketika tanaman masih dalam keadaan bibit dengan menggunakan sampel daun. Seperti Sharma et al. (2010) yang menggunakan enzim peroksidase sebagai penanda alat reproduksi betina pada Hippophae rhamniodes.

Berdasarkan hasil elektroforesis baik dengan pewarnaan peroksidase maupun esterase, keragaman pola pita isozim lebih cenderung tergolong ke dalam keragaman secara kualitatif, yaitu ada atau tidaknya pita pada gel, sedangkan ketebalan pita yang merupakan sifat kuantitatif sebagian besar adalah sama. Pola pita tanaman trimonoecious dan monoecious menghasilkan variasi pola pita yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan genetik pada kedua tanaman tersebut. Perbedaan ini terjadi karena adanya lebih dari satu gen dalam tiap tanaman tersebut yang mengkode setiap isozim (Dewatisari et al. 2008).

Pada umunya tanaman memiliki satu daerah aktif pada sitoplasma dan satu daerah di plastid yang masing-masing dikendalikan 1 lokus. Isozim merupakan produk gen, sehingga analisisnya dapat mencerminkan secara langsung aktivitas gen, termasuk bila terjadi perubahan dalam sekuen DNA yang mengakibatkan perubahan asam aminonya (Hartana 2003). Enzim sebagai golongan protein dalam jumlah paling banyak di dalam sel, mempunyai fungsi sebagai katalisator reaksi biokimia. Protein itu sendiri merupakan ekspresi dari DNA dimana proses sintesisnya melalui penerjemahan kodon-kodon pada mRNA menjadi polipeptida, dan setiap kodon tersusun atas basa-basa nukleotida (Wirahadikusuma 2001).

Analisis viabilitas polen

Polen Jarak pagar monoecious dan trimonoecious memiliki bentuk bulat. Hal yang sama dilaporkan oleh Abdelgadir et al. (2011); Venu danMunirajappa (2012) bahwa polen anggota Euphorbiaceae berbentuk bulat dan merupakan golongan inaperturate atau polennya memiliki celah, tidak berpori, serta pada permukaannya terdapat tonjolon-tonjolan. Pada uji pewarnaan, I2KI mewarnai pati yang terdapat di dalam polen. Pati pada setiap butir polen tersebut akan digunakan sebagai sumber energi untuk berkecambah. Intensitas warna yang dihasilkan masing-masing polen berbeda bergantung jumlah pati yang


(41)

25

dikandungnya, sehingga diasumsikan semakin tinggi kandungan pati dalam polen, semakin tinggi viabilitas polen tersebut (Junior et al. 2009).

Pada pengamatan terdapat dua perbedaan intensitas warna yaitu hitam dan tidak berwarna/bening (Gambar 12). Butir polen yang berwarna hitam adalah butir polen yang viabel, dan yang tidak berwarna adalah butir polen yang tidak viabel. Perhitungan terhadap polen yang viabel hanya dilakukan pada butir polen yang berwarna hitam. Uji yang sama, yaitu uji pewarnaan I2KI juga pernah dilakukan oleh Abdelgadir et al. (2011) untuk mengetahui tingkat viabilitas polen pada tanaman J. curcas.

a b

Gambar 12 Bentuk, Warna dan ukuran polen jarak pagar (a) polen viabel (b) polen aviabel

Tabel 7 Viabilitas polen bunga jantan pada jarak pagar monoecious dan trimonoecious

Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji DMRT taraf 5%); umur berbunga terhitung sejak inisiasi bunga; BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

Iodine Potassium Iodide (I2KI) merupakan senyawa yang sering dipakai juga untuk mendeteksi kandungan gula/pati. Pati berperan dalam menunjang polen, sehingga diasumsikan semakin tinggi kandungan pati dalam polen, semakin tinggi viabilitas polen tersebut (Junior et al. 2009). Pati pada setiap butir polen tersebut digunakan sebagai sumber energi sehingga mampu berkecambah. Oleh karena itu banyaknya pati yang dikandung dapat digunakan sebagai

Karakter bunga/ warna kepala sari

Umur berbunga (hari ke-)

Viabilitas polen bunga jantan (%)

Tanaman trimonoecious Tanaman

monoecious

BTB BTH LTH LTB BMB

Kuncup 20-21 94.7 94.7 92.7 93.0 93.1

Kuning cerah 22 88.0ab 85.2bc 84.4c 88.5a 85.1bc

Kuning putih 23 84.9 78.8 81.2 81.4 82.9

Putih coklat 24 71.3b 75.8a 76.9a 75.9a 75.9a

Coklat hitam 25 71.8 71.1 67.2 72.2 70.3


(42)

26

indikator tingkat viabilitas polen. Semakin banyak kandungan pati maka viabilitas polen semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin hitam (pekat) warna yang dihasilkan pada uji I2KI (Ssali et al. 2012).

Viabilitas polen bunga jantan jarak pagar tertinggi saat bunga dalam keadaan kuncup dan mekar hari ke-20 dan ke-22 sejak inisiasi bunga (Tabel 7), dan ini merupakan keadaan yang tepat untuk melakukan penyerbukan karena pada keadaan tersebut memiliki kandungan pati dan jumlah polen viabel yang tinggi sehingga mempunyai peluang berkecambah yang besar (Abdelgadir et al. 2011). Hal ini didukung oleh penelitian pada perkecambahan polen bunga labu yaitu polen yang diambil pada awal periode reseptif memiliki kemampuan berkecambah yang besar (Nepi dan Pacini 2001). Viabilitas polen juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan, polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur serta menghasilkan buah bermutu baik dan benih berviabilitas tinggi (Widiastuti dan Palupi 2008).

a b c d e Gambar 13 Karakter bunga/warna kepala sari bunga jantan jarak pagar. (a) hari

ke-21, (b) hari ke-22, (c) hari ke-23, (d) hari ke-24, (e) hari ke-25

Tanaman trimonoecious mengalami penurunan viabilitas polen yang lebih lambat dibandingkan tanaman monoecious. Hal ini disebabkan karena tanaman dengan rangkaian bunga hermaprodit memiliki kandungan pati yang tinggi pada pistil dan stamen dibandingkan tanaman tanpa bunga hermaprodit (Reale et al.

2009), sehingga mempengaruhi kecepatan penurunan viabilitas polen pada tanaman jarak pagar monoecious. Viabilitas polen yang menurun menunjukkan bahwa jumlah polen yang viabel juga menurun (Gambar 13). Hal ini dapat disebabkan oleh umur bunga yang semakin tua dan adanya degenerasi kandungan pati pada polen (Doyle et al. 2002). Selain itu, faktor lingkungan juga turut berperan terhadap durasi viabilitas polen, dengan dehidrasi atau cahaya UV merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya atau menurunnya viabilitas polen (Dafni & Dange 2000)

Uji I2KI pada penelitian ini dapat membedakan beberapa tingkat viabilitas polen pada umur bunga yang berbeda. Hal ini sama pada penelitian yang dilakukan oleh Sasikala et al. (2009) yang meneliti viabilitas polen dari sepuluh jenis Jatropha spp menggunakan I2KI, dari kesembilan dari sepuluh spesies Jatropha memiliki tingkat kesuburan polen lebih dari 84%.


(43)

27

Pendugaan parameter genetik

Pendugaan parameter genetik bertujuan untuk mengetahui potensi genetik lima genotipe jarak pagar yang diuji. Analisis dilakukan terhadap ragam genotipe, ragam fenotipe, heritabilitas, koefisien keragaman genetik, dan koefisien keragaman fenotipe. Hasil analisis nilai duga parameter genetik disajikan pada Tabel 8. Untuk karakterisasi suatu tanaman hal yang perlu diperhatikan adalah karakter-karakter yang dapat diturunkan (Rahayu 2012), sehingga data yang disajikan hanya terbatas pada beberapa karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Berdasarkan kriteria Stanfield (1983) Pengelompokan nilai heritabilitas tergolong tinggi jika (50% < h2 < 100%) dan KKG tergolong rendah jika (0 < x < 25%).

Tabel 8 Parameter genetik beberapa karakter kuantitatif jarak pagar trimonoecious

Karakter kuantitatif

Rataan Vg Ve h2 Kriteria

heritabilita

KKG Kriteria KKG KKP

JCP 9.9 3.8 4.3 88.3 Tinggi 19.7 Rendah 20.9

SCP 62.8 30.3 47.6 63.7 Cukup tinggi 8.8 Rendah 11.0

TTSMBP 100.2 19.5 35.0 55.6 Cukup tinggi 4.4 Rendah 5.9

DPB 5.5 0.7 1.1 68.2 Cukup tinggi 5.0 Rendah 19.2

PR 7.0 2.4 3.6 64.8 Cukup tinggi 21.8 Rendah 27.1

JUR 36.9 13.1 22.9 57.0 Cukup tinggi 9.8 Rendah 13.0

JAR 7.4 3.8 4.4 87.5 Tinggi 26.5 Agak rendah 28.3

PTD 12.4 1.2 1.5 79.1 Tinggi 8.8 Rendah 9.9

HPM 23.0 8.9 9.1 98.2 Tinggi 13.0 Rendah 13.1

BPM 20.9 0.03 0.4 7.5 Rendah 0.9 Rendah 3.2

JMPT 17.4 35.1 189.3 18.6 Rendah 34.0 Agak rendah 79.0

TDBB 0.3 0.01 0.02 54.5 Cukup tinggi 31.3 Agak rendah 42.4

PBMB 2.2 0.6 0.9 64.8 Cukup tinggi 33.6 Agak rendah 41.7

DBMB 1.9 0.3 0.7 51.5 Cukup tinggi 30.3 Agak rendah 42.2

JBPTB 28.2 0.6 1.5 40.3 Agak rendah 2.7 Rendah 4.3

BBRH 13.1 7.0 8.9 78.6 Tinggi 20.2 Rendah 22.7

BBRB 8.4 5.2 13.1 39.6 Agak rendah 27.1 Agak rendah 43.1

PBB 1.56 0.1 0.2 64.9 Cukup tinggi 20.3 Rendah 25.2

TBB 1.0 0.1 0.06 45.2 Agak rendah 17.1 Rendah 25.4

BBBH 1.1 0.04 0.009 53.5 Cukup tinggi 6.1 Rendah 8.3

BBBB 0.5 0.04 0.05 77.5 Tinggi 39.8 Agak rendah 45.2

BKBH 0.7 0.00

2

0.003 66.7 Cukup tinggi 6.5 Rendah 7.9

BKBB 0.3 0.02 0.02 71.4 Cukup tinggi 42.2 Agak rendah 49.9

KKG: Koefisien keragaman genetik; JCP: Jumlah cabang primer; SCP: sudut cabang primer; TTSMBP: Tinggi tanaman saat pertama kali muncul bunga; DPB: diameter pangkal batang; PR: panjang ruas; JUR: jumlah ruas; JAR: jarak antar ruas; PTD: panjang petiole: HPM: jumlah bunga hermaprodit per malai: BPM: jumlah betina per malai; JMPT: Jumlah malai per tanaman; TDBB: Tebal daging buah tanaman asal bunga betina; PBMB: panjang buah masak asal bunga betina; DBMB: diameter buah masak asal bunga betina; JBPTB: jumlah buah per tanaman asal bunga betina; BBRH: Bobot buah rata-rata tanaman asal bunga hermaprodit; BBRB: bobot buah rata-rata tanaman asal bunga betina; PBB: panjang biji tanaman asal bunga betina; TBB: tebal biji tanaman asal bunga betina; BBBH: bobot biji buah hermaprodit; BKBH: bobot kering biji asal bunga


(44)

28

Berdasarkan kriteria Stanfield (1983), nilai heritabilitas beberapa karakter kuantitatif jarak pagar di atas tergolong tinggi. Karakter yang memiliki heritabilitas luas berarti seleksi terhadap karakter tersebut berlangsung efektif dan mampu meningkatkan potensi genetik karakter pada generasi selanjutnya (Zen dan Bahar 2001). Heritabilitas luas berarti faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan dibandingkan dengan faktor lingkungan dan akan diwariskan secara kuat terhadap keturunannya (Wicaksana 2001). Rendahnya nilai h2 berarti bahwa fenotipe tidak berkorelasi positif dengan genotipe, dengan kata lain kondisi lingkungan lebih mempengaruhi tanaman (Singh 2005). Nilai KKG pada karakter di atas menunjukkan nilai yang tergolong rendah, yang diasumsikan sebagai karakter yang memiliki keragaman genetik sempit.

Analisis gabungan data kualitatif, kuantitatif, ukuran kromosom, isozim dan pollen

Matrik kemiripan hasil dari analisis gabungan data kualitatif, kuantitatif, viabilitas polen, ukuran kromosom dan analisis isozim disajikan pada Tabel 9. Matrik kemiripan menunjukkan rentang kemiripan 0.080 – 0.965. nilai koefisien kemiripan tertinggi 0.965 diperoleh genotipe BMB dan BTB dan koefisien kemiripan terendah 0.080 pada genotipe BTH dan LTH. Berdasarkan hasil beberapa analisis tersebut maka diperoleh dua kelompok genotipe. Kelompok I terdiri dari BTB, BTH, LTH, dan LTB sedangkan kelompok II terdiri dari genotipe BMB dengan koefisien similaritas 9.42 (Gambar 14).

Tabel 9 Matrik kemiripan 5 genotipe jarak pagar trimonoecious dan monoecious berdasarkan gabungan data kualitatif, kuantitatif, viabilitas polen, ukuran kromosom dan analisis isozim

Genotipe BTB BTH LTH BMB LTB

BTB 0.000 0.366 0.281 .0965 0.332

BTH 0.366 0.000 0.080 1.000 0.327

LTH 0.281 0.080 0.000 0.833 0.000

BMB 0.965 1.000 0.833 0.000 0.552

LTB 0.332 0.327 0.000 0.552 0.000

BTB: Banten trimonoecious betina; BTH: Banten trimonoecious hermaprodit; LTH: Lampung trimonoecious hermaprodit; LTB: Lampung trimonoecious betina; BMB: Banten monoecious betina

Berdasarkan analisis kemiripan, tanaman BMB terpisah pada koefisien 27.05 dari kelompok genotipe lainnya disebabkan banyak karakter-karakter yang dimiliki genotipe tersebut yang berbeda dengan genotipe tanaman trimonoecious, seperti bentuk vegetatif, ataupun ukuran biji dan ukuran kromosom yang lebih kecil dibandingkan genotipe jarak pagar trimonoecious dan perbedaan jumlah pita pada analisis isozim.


(1)

Tashildar CB, Adiver SS, Chattannavar SN, Palakshappa MG, Kenchanagaudar PV, Fakrudin B. 2012. Morphological and isozyme variation in Puccinia arachidis Spes. Causing rust of peanut. Karnataka Journal Agriculture Science. 25(3): 340-345.

Toivonen E, Mutikainen P. 2012. Differential cost of reproduction in females and hermaphrodites in a gynodiocious plant. Annals of Botany. 109:1159-1164. Trimanto, Sajidan, Sugiyarto. 2011. Karakterisasi talas (Colocasia esculenta)

berdasarkan penanda morfologi dan pola pita isozim. Bioteknologi. 8(1): 32-41.

Tru E, Gille E, Toth E, Maniu M. 2002. Biochemical differences in Cannabis sativa L. depending on sexual phenotype. Journal Applied Genetics. 43(4): 451-462.

Venu N, Munirajappa. 2012. Palynological studies in some jatropha species.

International Journal of Advanced Biological Research. 2(2): 370-372. Wang K, Song X, Han Z, Guo W, Yu JZ, Sun J, Pan J, Kohel RJ, Zhang T. 2006.

Complete assignment of the chromosomes of Gossypium hirsutum L. by translocation and flourescent in situ hybridization mapping. Theoretical Applied Geneicst. 113: 73-80.

Wang ZY, Ge Y, Scott M, Spangenberg G. 2004. Viability and longevity of pollen from transgenic and nontransgenic tall fescue (Fescuta arundinaceae) (Poaceae) plants. American Journal of Botany. 91(4): 523-530.

Wei Q, Liao Y, Wang SH, Xu y, Tang L, Chen F. 2005. Isolation, characterization and antifungal activity of -1,3-glucanase from seeds of Jatropha curcas. SouthAfrica Journal Botany. 71: 95-99.

Wicaksana N. 2001. Penampilan fenotipik dan beberapa parameter genetik 16 genotipe kentang pada lahan sawah. Zuriat. 12(1):15-20.

Widiastuti A, Palupi ER. 2008. Viabilitas serbuk sari dan pengaruhnya terhadap keberhasilan pembentukan buah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Biodiversitas. 9(1): 35-38.

Wilcock C, Neiland R. Pollination failure in plants: why it happes and when it matters. Plant Science. 7(6): 270-277

Wirahadikusuma M. 2001. Biokimia Protein Enzim dan Asam Nukleat. Bandung. ITB.

Wu NB, Tan F. 2002. Effect of light intensity on isoenzyme of Cinnamomum pauciflorum seedling. Journal Southwest Agricultural University. 22: 6-10. Wulandari P, Marsusi, Setyawan AD. 2006. Karyotipe anggota genus

Hippeastrum, famili Amaryllidaceae. Biosmart. 8 (1): 1-7.

Xiu RW, Gui JD. 2012. Reproductive biology characteristic of Jatropha curcas

(Euphorbiaceae). Biology Tropica. 60(4): 25-28.

Ying XF, Liu P, Xu GD. 2006. Effect of aluminium on the isozymes of the seedlings of two soybeans [Glycine max (L.) Merrill] varieties. Plant Soil Environtment. 52(6): 262-270.

Yunus A. 2007. Identifikasi keragaman genetik jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Jawa Tengah berdasarkan penanda isoenzim. Biodiversitas. 8(3): 249-252.


(2)

Zen S, Bahar H. 2001. Variabilitas genetik, karakter tanaman, dan hasil padi sawah dataran tinggi. Stigma. 9(1):25-28.


(3)

(4)

Lampiran 1 Komposisi larutan pewarna isozim EST dan PER (Wendel & Weeden 1989).

1. Pewarna Esterase (EST)

 Sodium fosfat pH 7.0 100 ml  1-Naftil asetat 50 mg

 2-Naftil asetat 50 mg  Aseton 5 ml

 Fast blue RR salt 50 mg 2. Pewarna Peroksidase (PER)

 Natrium asetat pH 5.0 100 ml  CaCl2 60 mg

 3-amino-9 etilkarbasol 60 mg

 Aseton/N,N-Dimethylformamid 5 ml  H2O2 3%


(5)

Lampiran 2 Data iklim bulanan Dramaga Bogor Bulan Curah

Hujan

Temperatur Rata-rata

Penguapan Lama Penyinaran Matahari

Intensitas Penyinaran Matahari

(mm) (°C) (mm) (%) (Cal/Cm2)

Jan-12 272 25.1 3.0 29 223

Februari 538 25.6 4.8 57 254

Maret 136 26.0 5.0 55 240

April 390 26.0 4.1 61 257

Mei 195 26.1 4.5 75 254

Juni 94 26.2 4.2 78 253

Juli 117 25.8 4.3 63 272

Agustus 79 25.8 5.4 89 333

September 271 26.0 5.6 91 368

Oktober 540 26.3 5.6 76 340

November 652 25.8 4.7 58 294

Desember 358.9 26.0 4.1 49 285

Januari-13 509.8 25.1 3.4 25 228

Februari 406.2 25.8 4.3 49 294


(6)

Lampiran 3 Perkembangan jumlah bunga rata-rata pada tanaman trimonoecious asal bunga hermaprodit dan betina

Asal bunga hermaprodit Asal bunga betina

Bulan Jumlah bunga

hermaprodit

Jumlah bunga betina

Jumlah bunga hermaprodit

Jumlah bunga betina

Juni 5 8 0 5

Juli 7 3 7 11

Agustus 11 5 9 15

September 12 4 6 12

Oktober 12 0 13 5

November 7 0 15 3