Dampak Penerapan Program Slptt Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang

DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SLPTT TERHADAP PENDAPATAN
USAHATANI PADI DI KECAMATAN TELAGASARI
KABUPATEN KARAWANG

FAJAR FIRMANA
H34110035

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Berjudul Dampak Penerapan
Program SLPTT Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan Telagasari

Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing saya dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015

Fajar Firmana
H34110035

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

iv

ABSTRAK
FAJAR FIRMANA. Dampak Penerapan Program SLPTT Terhadap Pendapatan Usahatani
Padi Di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh RITA

NURMALINA.

Selama lima tahun terakhir, tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia masih
tergolong tinggi yaitu rata-rata 136.268 kg per kapita per tahun. Meskipun saat ini
produksi beras di Indonesia mengalami peningkatan, akan tetapi sampai saat ini
pemerintah masih melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah
satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan menerapkan program
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Penelitian dilakukan dengan
observasi langsung dan wawancara kepada petani sebagai responden di Desa Kalibuaya
melalui metode purposive sampling. Terdapat beberapa perbedaan penggunaan
komponen teknologi antara petani program SLPTT dan non SLPTT ketika melakukan
kegiatan usahatani padi. Namun, di Desa Kalibuaya perlu ditingkatkan beberapa
komponen teknologi pilihan dan dasar yang dianjurkan pada program SLPTT.
Produktivitas dan pendapatan atas biaya total dari usahatani padi program SLPTT
adalah 6.91 ton per hektar dan Rp 12 197 679.92, angka ini lebih tinggi daripada non
program SLPTT yaitu 6.20 ton per hektar dan Rp 10 569 281.60. Usahatani padi
program SLPTT lebih efisien dibandingkan dengan non program SLPTT dengan rasio
R/C atas biaya total masing-masing sebesar 1.88 and 1.79.
Kata kunci: Beras, Pendapatan Usahatani Padi, R/C dan SLPTT.
ABSTRACT

FAJAR FIRMANA. The Impact of The Program SLPTT on the Paddy Farm Business
Income in Telagasari Subdistrict, Karawang Regency. Supervised by RITA NURMALINA

Over the past five years, rice consumption level of Indonesian population is
still relatively high, at an average of 136.268 kg per capita per year. Although rice
production in Indonesia has increased, government still imports to meet domestic
demand. One of government's efforts to solve the problem is by implementing the Field
School of Integrated Crop Management (SLPTT). The purposes of this research are to
describe the activity of technology on rice farming, to evaluate the implementation of
SLPTT and non-SLPTT program, and to analyze the income of rice farm business from
SLPTT and non-SLPTT program in Kalibuaya Village. The study was conducted with
direct observation and interview to the rice farmers in Kalibuaya Village as respondents
selected by purposive sampling method. There are some differences in the use of
technology components between SLPTT and non-SLPTT program farmers when they
do rice farming activities. However, in Kalibuaya village should be increased several
primary and selection technology components SLPTT program. Productivity and
income over total cost of rice farm business from SLPTT program are 6.91 tons per
hectare and Rp. 12 197 679.92, higher than non-SLPTT program, 6.20 tons per hectare
and Rp 10 569 281.60. Rice farm business of SLPTT program is more efficient than
non-SLPTT program with ratios of R/C on total cost are 1.88 and 1.79, respectively.

Keywords: Paddy Farm Business, Rice, R/ C, and SLPTT.

v

DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SLPTT TERHADAP PENDAPATAN
USAHATANI PADI DI KECAMATAN TELAGASARI
KABUPATEN KARAWANG

FAJAR FIRMANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

vi

vii

PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 sampai Februari 2015 ini ialah Dampak
Penerapan Program SLPTT Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan
Telagasari Kabupaten Karawang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Handoko selaku kepala UPTD Kecamatan Telagasari, serta para penyuluh BP3K
Kecamatan Telagasari yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Mei 2015
Fajar Firmana

viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT)
Biaya dan Penerimaan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT
Efisiensi Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Responden
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Biaya Usahatani
Penerimaan Usahatani
Pendapatan Usahatani
Efisiensi Usahatani
Uji Normalitas Data
Uji Mann-Whitney
Uji Beda T-Test
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran umum Desa Kalibuaya
Karakteristik Petani Responden
Usia Petani
Tingkat Pendidikan

Pengalaman Berusahatani Padi
Luas Lahan Garapan
Status Kepemilikan Lahan
KERAGAAN USAHATANI PADI
Keragaan Usahatani Padi Petani Program SLPTT dan Non SLPTT

x
xi
xi
1
1
4
5
5
6
6
6
8
9
10

10
12
15
15
15
15
16
16
16
17
17
18
19
19
20
20
22
22
23
23

24
25
25
25

ix

Permasalahan Keragaan Usahatani Padi Petani Program SLPTT dan Non
SLPTT
EVALUASI PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI PETANI PROGRAM
SLPTT DAN NON SLPTT DI DESA KALIBUAYA
Mekanisme Pelaksanaan Program SLPTT Padi di Desa Kalibuaya
Penerapan Komponen Teknologi Program SLPTT di Desa Kalibuaya
Hasil Penerapan Program SLPTT di Desa Kalibuaya
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM SLPTT DAN
NON PROGRAM SLPTT DI DESA KALIBUAYA
Analisis Biaya Usahatani Petani Progam SLPTT dan Non SLPTT
Analisis Biaya yang Diperhitungkan Petani Program SLPTT dan Non SLPTT
Penerimaan Usahatani Petani Progam SLPTT dan Non SLPTT
Pendapatan Usahatani Petani Program SLPTT dan Non SLPTT

Analisis R/C Rasio Petani Program SLPTT dan Petani Non SLPTT
Uji Normalitas Data
Uji Mann-Whitney
Uji Beda T-Test
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

34
35
35
36
48
48
48
56
58
59
60
61
62
63
64
64
65
65
67
66

DAFTAR TABEL
1. Produktivitas padi di Indonesia 2009-2013
2. Luas tanam, produksi, produktivitas komoditas Padi Kabupaten Karawang tahun
2009-2013
3. Komponen perhitungan pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio Desa
Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang tahun 2014
4. Sebaran penduduk Desa Kalibuaya berdasarkan mata pencaharian
5. Sebaran petani responden berdasarkan kelompok usia pada usahatani padi di
Desa Kalibuaya tahun 2014
6. Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan terakhir pada usahatani padi
di Desa Kalibuaya tahun 2014
7. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani padi di Desa
Kalibuaya tahun 2014
8. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan pada usahatani padi di Desa
Kalibuaya tahun 2014
9. Sebaran petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan garapan pada
usahatani padi di Desa Kalibuaya tahun 2014

2
4
18
21
22
23
24
24
25

x

10. Sebaran petani berdasarkan penggunaan benih Varietas Unggul Baru padi
program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
11. Sebaran petani berdasarkan penggunaan benih berlabel biru padi program
SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
12. Sebaran petani berdasarkan penggunaan pupuk dan jerami padi program SLPTT
dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
13. Sebaran petani berdasarkan penggunaan pupuk padi program SLPTT dan non
SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
14. Sebaran petani berdasarkan penggunaan pestisida organik padi program SLPTT
dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
15. Sebaran petani berdasarkan frekuensi penyemprotan pestisida padi program
SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014.
16. Sebaran petani berdasarkan penggunaan bibit muda padi program SLPTT dan
non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
17. Sebaran petani berdasarkan jumlah bibit yang ditanam per lubang padi program
SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
18. Sebaran petani berdasarkan aturan tanam petani padi program SLPTT dan non
SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
19. Sebaran petani berdasarkan penggunaan alat gasrok untuk melakukan
penyiangan padi program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun 2014
20. Sebaran petani berdasarkan waktu panen padi program SLPTT dan non SLPTT
di Desa Kalibuaya tahun 2014
21. Sebaran petani berdasarkan perontokan gabah padi program SLPTT dan non
SLPTT tahun 2014
22. Biaya tunai usahatani padi program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya
tahun 2014
23. Biaya yang diperhitungkan petani program SLPTT di Desa Kalibuaya, 2014
24. Biaya yang diperhitungkan petani non SLPTT di Desa Kalibuaya, 2014
25. Penerimaan usahatani padi petani program SLPTT dan non SLPTT di Desa
Kalibuaya tahun 2014
26. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, serta R/C Rasio Usahatani Petani Program
SLPTT dan Non SLPTT per hektar per musim di Desa Kalibuaya, 2014
27. Hasil Uji Kenormalan Data Petani Program SLPTT dan Non SLPTT Per Hektar
pada Musim Kering II dengan Uji Shapiro-Wilk
28. Hasil uji perbedaan pendapatan dan R/C usahatani petani program SLPTT dan
non SLPTT per hektar pada musim kering II 2014 dengan uji Mann-Whitney
29. Hasil uji perbedaan produksi padi petani program SLPTT dan non SLPTT per
hektar pada musim kering II 2014 dengan uji T-test

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran operasional
2. Pemberian pupuk organik
3. Kegiatan pembajakan sawah dengan traktor

14
26
27

37
38
39
40
41
42
43
44
44
46
47
47
55
57
57
59
60
61
62
63

xi

4.
5.
6.
7.
8.

Hamparan lahan semai benih
Kegiatan penanaman (jajar legowo 2:1)
Kegiatan penyiangan (alat gasrok)
Kegiatan penyemprotan di lahan sawah
Kegiatan panen di lahan sawah

28
29
30
32
33

DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel pendapatan usahatani petani program SLPTT di Desa Kalibuaya musim
tanam gadu II (Agustus 2014 –November 2014)
2. Tabel pendapatan usahatani petani non SLPTT di Desa Kalibuaya musim
tanam gadu II (Agustus 2014 –November 2014)
3. Volume berat bersih impor ekspor beras Indonesia tahun 2008-2012
4. Hasil uji normalitas data pendapatan atas biaya tunai per hektar petani SLPTT
dan non SLPTT musim kering II tahun 2014
5. Hasil uji normalitas data pendapatan atas biaya total per hektar petani SLPTT
dan non SLPTT musim kering II tahun 2014
6. Hasil uji normalitas data produksi padi per hektar petani SLPTT dan non
SLPTT musim kering II tahun 2014
7. Hasil uji normalitas data R/C atas biaya tunai per hektar petani SLPTT dan
non SLPTT musim kering II tahun 2014
8. Hasil uji normalitas data R/C atas biaya total per hektar petani SLPTT dan
non SLPTT musim kering II tahun 2014
9. Hasil uji Mann-Whitney data pendapatan atas biaya tunai per hektar petani
SLPTT dan non SLPTT musim kering II tahun 2014
10. Hasil uji Mann-Whitney data pendapatan atas biaya total per hektar petani
SLPTT dan non SLPTT musim kering II tahun 2014
11. Hasil uji Mann-Whitney data R/C atas biaya tunai per hektar petani SLPTT
dan non SLPTT musim kering II tahun 2014
12. Hasil uji Mann-Whitney data R/C atas biaya total per hektar petani SLPTT
dan non SLPTT musim kering II tahun 2014
13. Hasil uji t-test data produksi padi per hektar petani SLPTT dan non SLPTT
musim kering II tahun 2014

67
68

69
69
69
70
70
70
71
71
72
72

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang
besar. Pada tahun 2005-2010 laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.3
persen (BPS, 2014). Hal ini menjadi perhatian utama bagi pemerintah karena
dengan jumlah penduduk yang besar, maka akan mempengaruhi ketersedian
terhadap bahan pangan. Selain itu, dengan laju pertumbuhan yang tinggi maka
pemerintah wajib memenuhi kebutuhan bahan pangan yang cukup, bergizi, dan
aman sebagai kebutuhan dasar manusia dalam kelangsungan hidup. UndangUndang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan 1 , menjelaskan bahwa pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu bahan pangan
utama Indonesia adalah beras yang merupakan bahan pangan pokok bagi hampir
seluruh penduduk Indonesia.
Penduduk Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang tinggi terhadap bahan
pangan beras. Selama lima tahun terakhir rata-rata tingkat konsumsi beras
penduduk Indonesia sebesar 136.268 kg per kapita per tahun (BPS, 2014). Sebagai
bahan pangan pokok, beras masih menjadi pilihan dibandingkan dengan bahan
pangan lain seperti jagung, ubi, sagu dan bahan lainnya. Hal ini disebabkan beras
memiliki kandungan nutrisi yang cukup, mudah disimpan dan disajikan, enak
rasanya dan sudah menjadi budaya konsumsi sejak lama bagi seluruh penduduk
Indonesia. Tingkat konsumsi beras Indonesia pada tahun 2013 termasuk tinggi
yakni mencapai 139.15 kg per kapita per tahun. Hal ini berbeda apabila
dibandingkan dengan tingkat rata-rata konsumsi beras dunia yang hanya 60 kg per
kapita per tahun 2.
Berdasarkan amanah UU Pangan 18/2012, pemerintah dituntut untuk bisa
meningkatkan produksi padi nasional guna memenuhi kebutuhan pangan dalam
negeri. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui upaya peningkatan
produktivitas. Produktivitas padi di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dari
negara lain yang ada di Asia. Akan tetapi, hal itu tidak cukup untuk bisa memenuhi
kebutuhan beras nasional yang selalu mengalami peningkatan. Diperlukan
terobosan baru diantaranya melalui dukungan inovasi teknologi dan strategi untuk
bisa meningkatkan produksi dan dapat berpengaruh terhadap pendapatan bagi
petani. Berikut Tabel 1 adalah data mengenai produktivitas padi di Indonesia dalam
bentuk gabah kering giling pada tahun 2008 – 2012.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa produktivitas padi yang ada di
Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan laju 0.76
1

BKPD Jabar. 2012. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan [Internet].
[Diunduh 2 April 2015]. Tersedia pada http://bkpd.jabarprov.go.id/file/2014/02/UU-PANGANNO-18-TAHUN-2012.pdf.
2 Rosalina. 2013. Konsumsi Beras Ditargetkan Turun 1.5 Persen. [Internet]. [Diunduh 17
Februari 2015]. Tersedia pada: http://m.tempo.co/read/news/2013/03/26/090469454/KonsumsiBeras-Ditargetkan-Turun-15-persen.

2

persen per tahun, begitu juga dengan luas areal panen dan produksi gabah kering
giling (GKG) yang mengalami peningkatan masing-masing dengan laju
pertumbuhan 1.80 persen dan 2.57 persen per tahun. Selain itu, terjadi penurunan
luas panen dan produktivitas pada tahun 2011 yang berdampak terhadap penurunan
produksi. Berdasarkan Direktorat Pangan dan Pertanian (2013), penurunan
produksi padi hanya terjadi di beberapa wilayah Pulau Jawa tidak untuk di luar
Pulau Jawa. Penurunan luas panen padi terjadi karena mengalami kekurangan air
pada musim kemarau yang relatif panjang sehingga menyebabkan lahan tidak bisa
ditanami atau mundur tanam. Kekurangan air pada fase tertentu dapat
menyebabkan jumlah anakan padi menjadi berkurang dan pembentukan bulir gabah
kurang optimal3.
Tabel 1. Produktivitas padi di Indonesia 2009-2013.
Tahun
Luas panen
Produktivitas
(Ha)
(Ton/Ha)
2009
12 883 576
4.999
2010
13 253 450
5.015
2011
13 224 379
4.944
2012
13 443 443
5.136
2013
13 835 252
5.152
Laju
1.80
0.76
(%/th)

Produksi GKG
(Ton)
64 398 890
66 469 394
65 385 183
69 045 141
71 279 709
2.57

Sumber: Direktorat Pangan dan Pertanian, tahun 2013, diolah

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi padi di Indonesia setiap
tahun cenderung mengalami peningkatan. Akan tetapi sampai saat ini, untuk bisa
memenuhi kebutuhan beras dalam negeri pemerintah tetap melakukan kebijakan
impor. Semakin besar impor, disatu sisi bermanfaat untuk jangka waktu pendek
karena dapat menyediakan kebutuhan rakyat suatu negara akan produk tersebut,
namun dalam jangka waktu panjang dapat mematikan produk sejenis yang
diproduksi dalam negeri. Hal penting yang harus diperhatikan apabila kebijakan
impor terus dilakukan adalah dapat menguras devisa negara pengimpor. Oleh
karena itu, kebijakan impor yang dilakukan pemerintah saat ini harus dilakukan
secara sehat dengan tujuan mencukupi kekurangan produk dalam negeri, akan
tetapi tetap memperhatikan kedaulatan pangan nasional.
Volume impor beras negara Indonesia setiap tahun tinggi sehingga dapat
dikatakan sebagai negara net importir. Selama tahun 2008-2012, volume ekspor
beras berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan. Secara statistik
terjadi penurunan volume ekspor rata-rata 18.87 persen per tahun. Sebaliknya,
volume impor cenderung mengalami peningkatan, terutama pada tahun 2011 yakni
mencapai sekitar 2.7 juta ton. Walaupun volume impor pada tahun 2012 terjadi
penurunan, tetapi volume impor masih tinggi yakni sebesar 1.93 juta. Secara
statistik, volume impor meningkat sangat cepat dengan rata-rata 61.85 persen per
3

Suhari,Iswadi. 2011. Produksi Padi Tahun 2011 Diperkirakan Turun 1.63 Persen.
[Internet].
[Diunduh
17
Februari
2015].
Tersedia
pada:
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/11/02/bps-produksi-padi-tahun-2011
diperkirakan-turun-163-persen-408949.html

3

tahun selama tahun 2008-2012. Rincian mengenai seberapa besar volume berat
bersih impor dan ekspor beras Indonesia tahun 2008-2012 terdapat pada Lampiran
3.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dengan banyak mengeluarkan
dana untuk investasi pada sektor pertanian, agar kebutuhan pangan dapat terpenuhi
sesuai dengan perkembangan penduduk. Sudah banyak program pertanian seperti
bantuan maupun subsidi benih, pupuk, jalan pertanian, dan alat dan mesin pertanian
(alsintan) untuk kelancaran usahatani padi. Namun, menurut Herman Supriadi et
al. (2012) sejauh ini masih sedikit upaya yang diberikan untuk memperhatikan
pendidikan petani, seperti kegiatan belajar secara terstruktur, peningkatan
pemahaman petani, inovasi, adopsi, serta pengambilan keputusan. Petani Indonesia
ada saat ini umumnya masih kurang mampu dalam menganalisis situasi dan
membuat inovasi baru. Hal ini membuat pemerintah berinisiatif melakukan upaya
dan solusi alternatif salah satunya adalah memberikan program Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT).
Program SLPTT pada tahun 1989 berasal dari gagasan mengenai strategi
Pengendalian Hama Terpadu (PHT), selanjutnya berkembang menjadi Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) yang mengintegrasikan beberapa hal yaitu potensi
biofisik, sosial ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani
yang ada pada beberapa wilayah berpotensi di Indonesia. Program SLPTT
menerapkan berbagai komponen teknologi usahatani melalui penggunaan input
produksi yang efisien menurut spesifik lokasi, sehingga mampu menghasilkan
produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi yang berkelanjutan
(Badan Litbang Pertanian, 2007).
Penerapan program SLPTT memerlukan dukungan dari berbagai instasi
terkait, yakni pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai
dengan tingkat desa. Selain itu, diharapkan juga adanya dukungan dari pihak lain,
seperti BUMN, swasta, serta lembaga swadaya masyarakat. Pelaksanaan program
ini merupakan pedoman yang diterbitkan oleh pihak Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan mengenai langkah-langkah operasional pelaksanaan Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sebagai acuan bagi para pelaksana yang
di provinsi, kabupaten/kota, serta instansi lain. Selanjutnya pihak-pihak tersebut
dapat melakukan perincian secara teknis dengan menyesuaikan keadaan di setiap
daerahnya masing-masing untuk ditentukan lokasi yang spesifik.
Kegiatan program SLPTT akan berjalan dengan lancar dan berhasil apabila
adanya gerakan kerjasama, terkoordinasi, terpantau mulai dari pusat sampai dengan
lapangan, pengembangan serta pemantapan. Namun akan menjadi masalah apabila
pada faktanya program ini tidak bisa menjadi solusi alternatif untuk meningkatkan
produktivitas padi dan tidak dapat mensejahterakan petani.
Program SLPTT padi saat ini sudah diterapkan pada beberapa provinsi
sentra produksi padi di Indonesia, pemilihan program SLPTT pada suatu provinsi
dengan pertimbangan bahwa provinsi tersebut memiliki daerah yang berpotensi
baik dalam hal pengembangan usahatani padi. Jawa Barat merupakan salah satu
provinsi yang menerapkan program SLPTT karena dinilai sebagai provinsi yang
memiliki banyak daerah berpotensi untuk bisa meningkatkan produksi padi di
tingkat nasional.

4

Perumusan Masalah
Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil padi terbesar di
Indonesia, sehingga memiliki peran penting untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
beras nasional. Salah satu daerah di Jawa Barat yang merupakan daerah penghasil
padi adalah Kabupaten Karawang. Dikatakan sebagai daerah penghasil padi karena
pertanian di Kabupaten Karawang memiliki luas tanam, produksi, produktivitas
padi termasuk baik dibandingkan beberapa daerah lainnya. Berikut Tabel 2
merupakan data yang menunjukkan luas tanam, produksi, dan produktivitas padi di
Kabupeten Karawang pada tahun 2009 – 2013.
Tabel 2. Luas tanam, produksi, produktivitas komoditas Padi Kabupaten Karawang
tahun 2009-2013.
Tahun Luas Tanam (Ha)
Luas Tanam (Ha)
Produktivitas (Ton/Ha)
2009
196 635
1 085 267
5.853
2010
199 703
1 101 899
5.929
2011
198 702
1 126 073
6.017
2012
196 077
1 069 012
5.812
2013
191 324
1 139 206
6.090
Laju
-0.68
1.22
1.00
(%/th)
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat 2014, diolah

Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil produksi dan
produktivitas padi di Kabupaten Karawang masih bersifat fluktuatif karena sempat
terjadinya penurunan produktivitas pada tahun 2012 dari tahun sebelumnya.
Selanjutnya pada tahun 2013 produktivitas meningkat kembali meskipun
peningkatan yang terjadi tidak begitu besar. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten
Karawang (2014), Sejak tahun 2009 sampai saat ini pertanian padi di Kabupaten
Karawang sudah menerapkan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu (SLPTT). Apabila pemerintah sebagai pihak pemberi kebijakan mampu
menjaga konsistensi kebijakan ke arah pembangunan pertanian, dengan tujuan dan
langkah yang jelas untuk mencapai swasmbada beras maka keinginan tersebut perlu
dilanjutkan. Upaya peningkatan produksi tanaman padi masih terus menjadi
prioritas utama pemerintah setiap tahunnya. Pemerintah telah melakukan berbagai
program untuk bisa membantu petani dalam meningkatkan hasil produksi dengan
harapan dapat memenuhi kebutuhan nasional.
Namun, pada umumnya sikap petani di Indonesia berbeda-beda terhadap
beberapa program yang diberikan oleh pemerintah. Perbedaan sikap petani karena
dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau alam, masyarakat maupun penyuluh, serta
modal. Seharusnya dengan diadakannya program SLPTT khususnya di Kabupaten
Karawang selain dapat meningkatkan hasil produksi, tetapi dapat juga
meningkatkan hasil pendapatan petani.
Program SLPTT memerlukan biaya yang akan berpengaruh terhadap hasil
pendapatan apabila petani harus menerapkan beberapa komponen teknologi sesuai
dengan anjuran. Kabupaten Karawang merupakan salah satu daerah kawasan
pemantapan program SLPTT karena produktivitasnya di atas rata-rata produktivitas

5

provinsi. Produktivitas padi di Kabupaten Karawang pada tahun 2013 sebesar 6.1
ton/ha, sedangkan jumlah produktivitas padi di Jawa Barat hanya 5.9 ton/ha4. Pada
umumnya petani program SLPTT pada kawasan pemantapan tidak mendapatkan
bantuan saprodi (pupuk dan benih) dari pemerintah, bantuan tersebut hanya
diberikan kepada petani laboratorium lapangan (LL).
Pemilihan program SLPTT di Kabupaten Karawang karena termasuk
daerah lumbung padi di Jawa Barat, maka hal ini dapat dijadikan bahan evaluasi
apakah program ini sudah berjalan dan diterapkan dengan baik sehingga dapat
tercapai tujuan akhir dari Program SLPTT. Salah satu wilayah yang menerapkan
program SLPTT di Kabupaten Karawang adalah Desa Kalibuaya, Kecamatan
Telagasari. Kecamatan Telagasari merupakan salah satu kecamatan yang memiliki
luas lahan sawah terluas di Kabupaten Karawang. Selain itu, penerapan program
SLPTT di Kecamatan Telagasari telah dilakukan sejak tahun 2009. Salah satu desa
di Kecamatan Telagasari yang memiliki luas lahan terluas dan telah menerapkan
program SLPTT adalah Desa Kalibuaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
dalam penelitian ini :
1. Bagaimana keragaan teknologi pada usahatani padi yang menerapkan
program SLPTT dan non program SLPTT?
2. Bagaimana penerapan komponen teknologi program SLPTT yang
dilakukan oleh petani?
3. Bagaimana pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program
SLPTT?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan keragaan teknologi pada usahatani padi yang menerapkan
program SLPTT dan non program SLPTT.
2. Mengevaluasi penerapan komponen teknologi program SLPTT dan non
program SLPTT terhadap produksi padi.
3. Menganalisis pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program
SLPTT.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi pemerintah, sebagai bahan evaluasi mengenai penerapan program
SLPTT dan dampaknya terhadap peningkatan produksi beras serta
pendapatan petani.
4

Bps Provinsi Jawa Barat. Produksi Padi, Jagung, Dan Kedelai. [Internet]. [diunduh 17
Mei 2015]. Tersedia pada: http://jabar.bps.go.id/new/website/brs_ind/brsInd-20150311124818.pdf

6

2. Bagi petani dan kelompok tani yang ada di desa, sebagai rujukan untuk
mengetahu bagaimana melakukan usahatani yang menguntungkan.
3. Bagi peneliti lainnya, sebagai rujukan untuk melanjutkan penelitian yang
terkait dengan permasalahan beras, program SLPTT, dan pertanian di
Kabupaten Karawang.

Ruang Lingkup Penelitian
Komoditas yang menjadi objek penelitian ini adalah komoditas padi.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian dengan menggunakan metode
observasi, wawancara dan diskusi. Responden yang digunakan dalam penelitian ini
adalah para petani padi program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya,
Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Analisis penelitian ini dilakukan
pada satu musim tanam yang sama antara petani program SLPTT dan non SLPTT
yakni pada musim kering kedua tahun 2014 (Agustus – November 2014). Alat
nalisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk
menjelaskan penerapan komponen teknologi SLPTT di Desa Kalibuaya, keragaan
usahatani petani padi program SLPTT dan non SLPTT, serta analisis pendapatan
usahatani, dan rasio R/C atas biaya.

TINJAUAN PUSTAKA
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT)
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) padi adalah salah
satu program metode alih teknologi yang diberikan kepada petani sebagai kegiatan
pembelajaran untuk meningkatkan produksi padi dan swasembada beras di
Indonesia. Pada tahun 2008, pemerintah berkomitmen membuat program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Bentuk implementasi dari program
P2BN yaitu adanya pengenalan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang
dilakukan dengan pendekatan metode sekolah lapangan (SL). Pada dasarnya,
SLPTT adalah tempat pendidikan non formal sebagai sarana bagi petani untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berusahatani dengan menggali
potensi sumber daya yang tersedia dan menerapkan beberapa komponen teknologi
baru.
Program SLPTT melibatkan beberapa institusi yang memiliki fungsinya
masing-masing dan berada di bawah naungan Kementrian Pertanian, yaitu
diantaranya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Sumberdaya
Manusia Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, serta Dinas Pertanian
Provinsi/Kabupaten/Kota.
Penelitian terdahulu, Nurasa dan Supriadi (2012) program SLPTT padi di
Indonesia telah mendapatkan alokasi dana yang sangat besar namun hasilnya belum
seimbang dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini karena masih banyaknya

7

masalah di beberapa wilayah yang menerapkan program tersebut. Peran dari
pemerintah diperlukan dalam hal kelancaran akses modal, akses informasi
teknologi maupun pasar, ketersediaan maupun distribusi benih dan pupuk secara
tepat sesuai kebutuhan petani. Upaya untuk meningkatkan produksi beras nasional
melalui program SLPTT diperlukan program aksi yang langsung berdampak nyata
seperti adanya intensifikasi padi dengan komponen teknologi, ekstensifikasi padi
di daerah luar Pulau Jawa, rekayasa sosial dan peran kelembagaan petani, serta
dukungan kebijakan pemerintah yang membantu dan memihak petani. Pemerintah
seharusnya tidak hanya membuat program, tetapi dapat menjamin kelancaran akses
modal, akses informasi teknologi maupun pasar, ketersediaan dan distribusi
komponen input secara tepat sesuai dengan kebutuhan petani.
Pelaksanaan kegiatan program SLPTT harus memperhatikan dan
melaksanakan beberapa prinsip yang terkandung dalam PTT (Supriadi et al., 2012),
yaitu:
a. Terpadu, adalah suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air
dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu.
b. Sinergis, adalah memanfaatkan komponen teknologi pertanian, dengan
memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi.
c. Spesifik lokasi, adalah memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan
fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat.
d. Partisipatif, dimana petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji
teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui
proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan.
Supriadi et al. (2012), program SLPTT diperlukan konsepsi kebijakan
pendampingan dan pengawalan, persepsi responden terhadap konsepsi dan
kebijakan program, implementasi, dampak program, serta reorientasi kebijakan.
Permasalahan pelaksanaan program SLPTT dari awal program tahun 2008 sampai
2011 yaitu keterlambatan benih dan kualitas benih, tidak diminati petani karena
tidak mampu menerapkan komponen teknologi, akses komponen input yang
terbatas, dan kemampuan manajemen petani. Namun, petani menyadari bahwa
program SLPTT dinilai akan bermanfaat sehingga perlu disempurnakan dengan
adanya koordinasi dan komunikasi antar institusi yang berperan.
Alokasi luas lahan SLPTT terdiri dari beberapa tahap kawasan yaitu
kawasan pertumbuhan, pengembangan, dan pemantapan. Kawasan pertumbuhan
adalah daerah yang tingkat produktivitasnya masih di bawah rata-rata produktivitas
provinsi atau daerah suboptimal, pemanfaatan lahan belum optimal, tingkat
kehilangan hasil masih tinggi. Kawasan pengembangan adalah daerah yang tingkat
produktivitasnya hampir sama dengan rata-rata produktivitas provinsi, pemanfaatan
lahan hampir optimal, tingkat kehilangan hasil sedang, akan tetapi mutu hasil belum
optimal.
Penelitian dilakukan oleh Tiominar (2013) yaitu keragaan dan pendapatan
usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Kabupaten Cianjur.
Kabupaten Cianjur salah satu daerah kawasan pengembangan, dimana
produktivitas pada tahun 2013 yang dihasilkan oleh petani SLPTT sebesar 6.00
ton/ha per musim tanam, sementara petani non SLPTT sebesar 5.17 ton/ha per
musim tanam. Produktivitas tersebut hampir sama dengan produktivitas provinsi
Jawa Barat pada tahun 2013 yakni sebesar 6.09 ton/ha. Pelaksanaan program
SLPTT di Kabupate Cianjur sebagai daerah pengembangan telah berjalan baik,

8

namun belum optimal. Hal ini disebabkan karena tingginya harga benih dan pupuk,
tingginya serangan hama keong dan tungro, kurangnya tenaga kerja, banyaknya
peserta program SLPTT yang tidak menerapkan komponen teknologi, serta
menurunnya produksi panen akibat musim hujan.
Program SLPTT padi Kabupaten Karawang saat ini berada pada kawasan
pemantapan karena tingkat produktivitasnya di atas rata-rata produktivitas provinsi,
mutu hasil belum optimal, efisiensi usaha belum berkembang dan optimalisasi
pendapatan melalui produksi subsektor tanaman sudah maksimal. Penelitian yang
dilakukan oleh Ariyono (2011), produktivitas padi di Kabupaten Karawang pada
tahun 2011 sebesar 7.4 ton/ha per musim tanam. Produktivitas tersebut berada di
atas rata-rata produktivitas provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 yakni sebesar 6.02
ton/ha.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa penerapan
program SLPTT akan bermanfaat apabila komponen teknologi dilakukan secara
optimal. Selain itu, program SLPTT perlu disempurnakan dengan adanya
koordinasi dan komunikasi antar institusi yang berperan. Penerapan komponen
teknologi SLPTT bagi petani bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi di
semua daerah Indonesia.

Biaya dan Penerimaan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT
Perbedaan komponen teknologi dalam kegiatan usahatani padi program
SLPTT berimplikasi terhadap perbedaan biaya yang dikeluarkan dan produksi yang
dihasilkan sehingga berpengaruh terhadap penerimaan petani.
Penelitian yang dilakukan oleh Timoniar (2013) menunjukkan bahwa biaya
usahatani padi program SLPTT lebih besar dibandingkan dengan non SLPTT
karena usahatani padi program SLPTT menggunakan komponen input yang lebih
banyak dibandingkan non SLPTT. Komponen biaya tenaga kerja memiliki proporsi
terbesar dalam biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani SLPTT dan non SLPTT.
Selain itu, komponen input lain petani SLPTT yang lebih besar dibandingkan
dengan petani non SLPTT adalah penggunaan pupuk organik, pestisida cair,
pestisida padat, sewa traktor, serta biaya panen.
Penelitian lain dilakukan oleh Asnawi (2013) menunjukkan bahwa
pengunaan biaya produksi usahatani padi petani SLPTT di Kabupaten Pesawaran,
Lampung lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT. Komponen input
petani SLPTT yang lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT adalah
total biaya saprodi. Perbedaan yang nyata dalam penggunaan input diatara petani
SLPTT dan non SLPTT adalah dosis anjuran pupuk N, P, dan K. Rata-rata
penggunaan pupuk pada petani non SLPTT yaitu Urea 206.25 kg/ha, SP-18 137.5
kg/ha, Ponska 106.25 kg/ha, sedangkan pada petani SLPTT yaitu Urea 276.55
kg/ha, SP-18 216.25 kg/ha, Ponska 465.63 kg/ha.
Dilihat dari sisi penerimaan, berdasarkan penelitian Timoniar (2013) di
Kabupaten Cianjur dengan adanya penerapan program SLPTT maka penerimaan
petani program SLPTT lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT.
Perbedaan penerimaan disebabkan karena jumlah gabah dari hasil produksi yang
dijual oleh petani program SLPTT lebih besar dibandingkan petani non SLPTT.
Selain itu, terdapat perbedaan harga gabah meskipun dengan selisih yang rendah,

9

yakni sebesar Rp 141.2/kg gabah kering panen. Gabah yang dihasilkan oleh petani
program SLPTT memiliki kualitas bulir yang baik, yakni lebih berisi dibandingkan
usahatani dengan cara yang lama sebelum mengikuti program SLPTT. Namun,
karena tidak semua komponen teknologi diterapkan dalam kegiatan usahatani,
maka selisih harga yang terjadi tidak terlalu besar.
Penerimaan usahatani petani program SLPTT di Kabupaten Pesawaran,
Lampung lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT terjadi juga pada
penelitian Asnawi (2013). Perbedaan benih VUB yang dilakukan oleh petani
SLPTT dan petani non SLPTT menyebabkan adanya perbedaan produktivitas
karena pemilihan benih petani SLPTT disesuaikan dengan kondisi di lapangan
sesuai dengan musim tanam. Selain itu, komponen teknologi yang banyak
diterapkan oleh petani program SLPTT adalah pemupukan berimbang dan
penerapan sisten tanam jajar legowo 2:1 atau jajar legowo 3:1.

Analisis Efisiensi Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT
Analisis efisiensi usahatani dapat diukur salah satunya dengan mengetahui
nilai R/C usahatani yaitu membandingkan antara biaya dan penerimaan dari
kegiatan usahatani. Petani padi program SLPTT seharusnya dapat menghasilkan
nilai R/C rasio yang tinggi dari penggunaan faktor produksi yang dimiliki.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai nilai R/C biaya total petani SLPTT dan
non SLPTT di beberapa wilayah Indonesia.
Marsudi (2009) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat efisiensi
usahatani di Kabupaten Ngawi sebelum dan sesudah penerapan program SLPTT
padi terlihat dari perbandingan R/C sebelum SLPTT adalah sebesar 1.56,
sedangkan setelah SL-PTT adalah sebesar 1.88. Selisih nilai R/C biaya total
sebelum dan sesudah program SLPTT sebesar 0.32. Selisih nilai R/C biaya total
yang besar terjadi diantara petani program SLPTT dan non SLPTT pada penelitian
Asnawi (2013) di Kabupaten Pesawaran, Lampung yaitu sebesar 0.81. Petani
program SLPTT memiliki nilai R/C biaya total sebesar 3.15, sementara petani non
SLPTT sebesar 2.34. Selanjutnya selisih nilai R/C biaya total yang tidak begitu
besar terjadi diantara petani program SLPTT dan non SLPTT pada penelitian
Timoniar (2013) di Kabupaten Cianjur yaitu sebesar 0.21. Petani program SLPTT
memiliki nilai R/C biaya total sebesar 1.87, sementara petani non SLPTT sebesar
1.66.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu secara umum usahatani padi
yang dilakukan di beberapa wilayah Indonesia dapat dikatakan menguntungkan
karena memiliki nilai R/C lebih dari satu. Namun, nilai R/C rasio akan
mendapatkan hasil yang lebih besar dengan adanya program SLPTT padi.
Penerapan komponen teknologi program SLPTT dengan adanya pendampingan
dari penyuluh dapat meningkatkan jumlah produksi padi. Penelitian Hendri (2005)
mengenai produksi cabang usahatani Padi di Kabupaten Karawang memiliki nilai
analisis R/C rasio di sebesar 0.76 (lebih kecil dari satu), sehingga dapat disimpulkan
bahwa cabang usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak menguntungkan bagi
petani. Hal ini terjadi karena pada saat itu tidak adanya pemberian bimbingan dan
penyuluhan dari instansi terkait mengenai teknik budidaya padi ladang yang tepat
seperti kombinasi penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat dan pola tanam yang

10

tepatuntuk mencapai usahatani padi ladang yang lebih produktif dan
menguntungkan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Definisi ilmu usahatani menurut Hernanto (1996) adalah ilmu yang
mempelajari hal ikhwal inter usahatani yang meliputi organisasi, operasi,
pembiayaan dan penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi
dalam keseluruhan organisasi. Menurut Shinta (2011), ilmu usahatani adalah ilmu
yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang
melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan
pengusahanya sendiri, atau ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang
petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan
itu.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan usahatani adalah usaha
yang dilakukan oleh petani atau produsen untuk menghasilkan pendapatan dengan
cara memanfaatkan sumber daya alam, tenaga kerja, dan modal, serta
mengorganisasikan beberapa sarana produksi pertanian dan komponen teknologi
dalam usaha yang dijalankan terkait dengan usaha bidang pertanian seperti usaha
pada tanaman dan usaha hewan ternak.
Produktivitas kegiatan usahatani akan semakin baik apabila petani atau
produsen dapat mengalokasian faktor-faktor produksi berdasarkan prinsip efisien
teknis dan efisien harga, serta adanya pengelolaan yang tepat. Berikut uraian faktor
produksi dalam kegiatan usahatani menurut Shinta (2011) dan Hernato (1996),
yaitu:
a. Lahan
Lahan merupakan tempat atau lokasi yang dipilih oleh petani untuk
dijadikan kegiatan produksi. Jenis lahan yang harus diperhatikan terkait dengan
luas, kesuburan, kemiringan, serta pemilihan lokasi. Kondisi tanah yang harus
diperhatikan seperti ketersedian air, udara atau suhu tanah yang dapat
meningkatkan kehidupan tanah, unsur tanah dengan unsur hara dalam jumlah yang
seimbang dan mencukupi tanpa adanya unsur-unsur toksis. Faktor lain yang harus
diperhatikan oleh petani adalah komoditi yang ditanam sesuai dengan kondisi
tanah, penerapan teknologi, kesuburan tanah, dan lain sebagainya. Faktor alam
yang harus disesuaikan yaitu keadaan iklim. Keadaan iklim menjadi sangat penting
untuk diperhatikan karena sebagai faktor penentu pemilihan komoditas dan
penerapan teknologi yang akan digunakan oleh petani.
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan
untuk menghasilkan suatu produk (Shinta, 2011). Tenaga kerja manusia dapat
berasal dari dalam keluarga petani dan luar keluarga yang terdiri dari pria,wanita,

11

serta anak. Tenaga kerja dalam keluarga adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia
pada satu keluarga petani. Tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang
diperoleh dengan cara upahan dari petani atau berupa tolong-menolong.
Penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga memiliki hubungan dengan skala
kegiatan usahatani yang dilakukan. Usahatani skala kecil pada umumnya
menggunakan tenaga kerja keluarga,sedangkan usahatani skala besar menggunakan
tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja ahli.
c. Modal
Modal merupakan unsur pokok usahatani yang juga berperan penting untuk
kesuksesan kegiatan usahatani. Pengertian modal secara ekonomi adalah barang
yang memiliki nilai ekonomi digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan
atau untuk bisa meningkatkan produksi suatu usaha yang dijankan. Modal dalam
kegiatan usahatani adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak,
saprodi, piutang dari bank dan uang tunai (Shinta, 2011). Sumber modal petani
dapat berasal dari milik petani, melakukan pinjaman (kredit, pinjaman pada pihak
lain), warisan, modal dari usaha lain, dan kontrak sewa.
d. Manajemen
Untuk mencapai tujuan produksi yang diharapkan diperlukan kemampuan
dari petani dalam pengelolaan usahatani seperti kemampuan merencanakan,
mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi. Beberapa
kemampuan tersebut harus dapat bersinergi dengan baik dari awal hingga akhir
kegiatan. Manajemen dalam usahatani terkait dengan peran petani sebagai manajer
dan pihak tenaga kerja yang digunakan. Petani yang baik dalam hal manajemen
adalah petani yang memiliki kemampuan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
serta pengambilan keputusan yang baik dalam bidang usaha pertanian.
Konsep Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai usahatani dan
pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani adalah hasil selisih antara
penerimaan dan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani adalah hasil dari
pendapatan yang dilakukan oleh petani dari seluruh pengeluaran biaya usahatani.
Sehingga pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan
usahatani dengan biaya total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur
imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi.
Tujuan analisis pendapatan usahatani adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan ukuran dari keuntungan kegiatan usahatani sehingga dapat
digunakan untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani, serta ukuran
tingkat kesejahteraan petani. Hasil akhir dari nilai pendapatan dikatakan untung
apabila selisih antara penerimaan usahatani dan biaya usahatani bernilai positif.Para
petani tentunya berharap akan dapat meningkatkan pendapatanya dari hasil
kegiatan usahatani, karena pendapatan merupakan hal terpenting bagi petani untuk
kebutuhan hidup. Besar pendapatan tidak dapat dikatakan memiliki efisiensi yang
baik karena bisa saja pendapatan yang besar diperoleh dari investasi yang
jumlahnya besar pula.
Analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai penerimaan
dan pengularan yang dilakukan oleh petani dalam jangka waktu tertentu.
Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang dihasilkan petani dalam jangka
waktu tertentu, di mana secara perhitungan merupakan hasil perkalian antara

12

jumlah produksi total dengan harga satuan dari produksi tersebut. Penerimaan
usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan
non tunai. Menurut Soekartawi et al. (1985), penerimaan tunai usahatani adalah
nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. Sementara penerimaan non
tunai (diperhitungkan) adalah hasil penerimaan petani yang berasal dari kosumsi
sendiri atau digunakan untuk bibit. Selanjutnya penerimaan total adalah gabungan
jumlah dari penerimaan tunai dan non tunai.
Pengeluaran usahatani adalah nilai dari penggunaan faktor-faktor produksi
yang dilakukan oleh petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Sementara
menurut Soekartawi et al. (1985), pengeluaran usahatani terdiri dari pengeluaran
tunai dan pengeluaran total. Pengeluaran tunai adalah jumlah pengeluaran uang
yang harus dikeluarkan oleh petani untuk membeli kebutuhan (barang dan jasa)
usahatani. Sementara pengeluaran total adalah semua yang habis dikeluarkan oleh
petani dalam melakukan kegiatan usahatai termasuk biaya yang diperhitungan,
seperti penyusutan alat, sewa lahan, serta tenaga kerja dalam keluarga.
Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya
non tunai. Biaya tunai adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani secara tunai,
biaya ini terdiri dari beberapa komponen kegiatan usahatani yaitu pembelian benih,
pupuk, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa traktor, iuran, serta pajak
dan sewa lahan. Biaya non tunai (diperhitungkan) adalah biaya yang tidak termasuk
ke dalam biaya tunai, akan tetapi biaya tersebut diperhitungkan dalam usahatani.
Biaya non tunai terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga, benih yang didapatkan dari
hasil panen sendiri, sewa lahan yang diperhitungkan untuk petani pemilik, dan
penyusutan peralatan.
Efisiensi Pendapatan Usahatani
Menurut Hernanto (1996), besar dari hasil pendapatan usahatani yang
diperoleh petani belum cukup untuk menggambarkan tingkat efisiensi. Oleh sebab
itu, diperlukan ukuran untuk mengetahui tingkat efisiensi penghasilan usahatani.
Salah satu ukuran efisiensi pendapatan usahatani adalah dengan menghitung nilai
rasio imbangan penerimaan dan biaya (rasio R/C) atau melalukan perbandingan
antara penerimaan dan biaya. R/C menunjukkan berapa rupiah penerimaan
usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan
dalam kegiatan usahatani. Semakin tinggi nilai dari rasio R/C maka semakin tinggi
pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang
telah dikeluarkan dan hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani
menguntungkan bagi petani.

Kerangka Pemikiran Operasional
Salah satu bahan pangan utama Indonesia adalah beras karena merupakan
bahan pangan pokok. Sampai saat ini tingkat konsumsi masyarakat Indonesia
terhadap beras masih tergolong tinggi. Sebagai bahan pangan pokok, beras masih
menjadi pilihan dibandingkan jagung, ubi, sagu dan bahan lainnya. Pemerintah
dituntut untuk meningkatkan produksi padi nasional sebagai penghasil beras guna
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

13

SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) merupakan
bentuk implementasi program P2BN. Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) telah diadopsi oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui program
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dalam upaya pencapaian sasaran
produksi padi, jagung, dan kedelai melalui peningkatan produktivitas tanaman.
Program SLPTT di Kabupaten Karawang sudah diterapkan sejak tahun
2009 sampai dengan saat ini. Program ini sudah cukup lama berjalanan karena
SLPTT menjadi program andalan yang dilakukan oleh pemerintah pusat bagi para
petani padi. Menurut pihak Dinas Pertanian Karawang, dampak positif program
SLPPT adalah penerapan program secara intensifikasi secara menyeluruh sudah
berjalan dengan baik di beberapa wilayah Kabupaten Karawang. Tahap dari
program SLPTT yang ada di Karawang adalah tahap pengembangan dan
pemantapan. Tahap pengembangan diterapkan bagi beberapa wilayah yang baru
menerapkan program SLPTT dan tahap pemantapan diterapkan bagi beberapa
wilayah yang sudah lama menerapkan program SLPTT. Luas lahan yang digunakan
untuk program SLPTT padi seluas 38.000 hektar dan beberapa wilayah yang baru
memulai untuk menerapkan program. Jumlah kelompok tani yang sudah
menerapkan program SLPTT di Kabupaten Karawang berjumlah 797 tersebar di
beberapa wilayah kecamatan.
Kecamatan Telagasari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Karawang yang telah menerapkan program SLPTT padi. Kecamatan ini terdiri dari
14 desa dengan total luas wilayah 4 368 hektar yang terdiri dari tanah darat 443
hektar dan tanah sawah 3 925 hektar. Beberapa alasan Kecamatan Telagasari
berkesempatan untuk menerapkan program SLPTT padi yakni karena secara umum
warga Kecamatan Telagasari bekerja sebagai petani padi, sudah terbentuk
kelompok tani padi berjumlah 26, serta memiliki total lahan yang luas dan sesuai
dengan penerapan program SLPTT yakni berjumlah 1.150 hektar. Terdapat satu
desa yang memiliki luas lahan SLPTT lebih luas dibandingkan desa lainnya yakni
Desa Kalibuaya. Desa ini memiliki total luas lahan padi 264 hektar dan mempunyai
16 kelompok tani.
Dampak program SLPTT terhadap peningkatan produksi padi yang
dilaksanakan di beberapa wilaya