DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

(1)

DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT)

TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI

KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Rahadyan Yanuarto NIM 7450406041

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada :

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Rusdarti,M.Si Amin Pujiati S.E, M.Si NIP. 195904211984032001 NIP. 196908212006042001

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Dr. Hj.Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 196812091997022001


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Tanggal :

Penguji Skripsi

Kusumantoro, S.Pd. M.Si NIP. 197805052005011001

Anggota I Anggota II

Prof. Dr. Rusdarti,M.Si Amin Pujiati S.E, M.Si NIP. 195904211984032001 NIP. 196908212006042001

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Drs. S. Martono, M.Si NIP. 196603081989011001


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, Maret 2011

Rahadyan Yanuarto NIM. 7450406041


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

” Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. Al Insyiroh: 5)

“ Hanya memperbaiki masa lalu bukanlah kemajuan, mengambil langkah ke depan, itulah kemajuan “ (Kahlil Gibran)

PERSEMBAHAN

• Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan dan mendukungku

• Teman - teman seperjuangan EP angkatan 2006


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI ”

Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Strata 1 (satu) guna meraih gelar Sarjana Ekonomi. Penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan, kepada:

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. Rusdarti, M.Si, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Amin Pujiati, SE, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 6. Kusumantoro, S.Pd, M.Si selaku penguji utama yang telah mengoreksi

skripsi ini hingga mendekati kebenaran.

7. Dosen dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang yang telah mendukung dan memperlancar dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepala dan staf Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu Kabupaten pati yang telah memberikan ijin dan bantuan selama penelitian 9. Para petani padi SLPTT atas kesediaanya menjadi responden dalam


(7)

vii

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Kemudian atas bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan, semoga mendapat berkah dari Allah SWT. Jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, penulis akan menerima dengan senang hati. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan mahasiswa ekonomi pembangunan pada khususnya.

Semarang, Maret 2011


(8)

viii

SARI

Rahadyan Yanuarto. 2011. “ Dampak Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Terhadap Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati”. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Prof. Dr. Rusdarti, M. Si. II. Amin Pujiati SE. M. Si.

Kata Kunci : SLPTT, Adopsi Teknologi, Pendapatan Petani.

Keberhasilan upaya peningkatan produktivitas, produksi dan pendapatan petani sangat bergantung kemampuan penyediaan dan penerapan teknologi produksi yang meliputi varietas unggul, benih berkualitas dan teknologi budidaya lainya. Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut dicanangkan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Program ini diharapkan dapat meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan juga penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi petani dan lingkungan setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi SLPTT dan dampak SLPTT terhadap pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif persentase dan uji t. Deskriptif persentase digunakan untuk mengukur tingkat adopsi teknologi SLPTT dan uji t digunakan untuk mengukur pendapatan petani antara sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proporsional random sampling dari 2 kelompok tani yaitu kelompok tani Rukun Santosa dan Bogasari I.. Jumlah sampel dari penelitian ini adalah 50 petani dari jumlah populasi sebesar 102 petani SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi anjuran SLPTT yang masuk kategori tinggi di daerah penelitian adalah komponen varietas unggul (94%), jumlah bibit (82,7%) dan panen tepat waktu (82,7%), sedangkan yang lainya masuk dalam kategori sedang adalah bibit muda (76,6%), sistem tanam (70%), pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun (75,3%), pemupukan organik (77,3%), pengairan berselang (76%) dan pengendalian gulma (74%). Dari hasil uji t terhadap pendapatan petani padi menunjukkan t tabel > t hitung (8,297 > 1,67) yang berarti SLPTT memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa komponen teknologi seperti bibit muda, sistem tanam, pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun, pemupukan organik, pengairan berselang dan pengendalian gulma masuk dalam kategori adopsi sedang artinya adopsi teknologi belum maksimal. Kedepan penyuluh Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) harus mencari metode pendekatan penyuluhan yang lebih baik lagi agar semua komponen teknologi terserap secara maksimal.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1. Pengertian Usaha tani ... 9

2.2. Pendapatan Petani ... 13

2.3. Sekolah lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) ... 15

2.4. Penyuluhan Pertanian ... 22

2.5. Teknologi ... 25

2.6. Adopsi Teknologi ... 26

2.7. Penelitian Terdahulu ... 33

2.8. Kerangka Berfikir ... 36

2.9. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38


(10)

x

3.2. Populasi dan Sampel ... 38

3.2.1. Populasi ... 38

3.2.2. Sampel ... 38

3.3. Variabel Penelitian ... 39

3.4. Sumber Data Penelitian ... 40

3.4.1. Sumber Data Primer ... 40

3.4.2. Sumber Data Sekunder... 40

3.5. Metode Pengumpulan data ... 40

3.5.1 Kuesioner ... 40

3.5.2 Dokumentasi ... 41

3.6. Metode Analisis Data ... 41

3.6.1. Analisis Pendapatan Petani padi ... 41

3.6.1.1. Penyusutan Peralatan ... 41

3.6.2. Analisis Deskriptif ... 42

3.6.3. Analisis Inferensial ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Keadaan Umum Wilayah ... 45

4.1.1. Letak Geografis ... 45

4.1.2. Topografi dan Jenis Tanah ... 45

4.1.3. Penggunaan Tanah dan Pengairan ... 46

4.2. Keadaan Penduduk ... 46

4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 46

4.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat pendidikan ... 47

4.3. Keadaan Pertanian ... 49

4.4. Keadaan Sarana Perekonomian ... 50

4.5. Karakteristik Responden ... 50

4.5.1. Usia Responden ... 51

4.5.2. Tingkat Pendidikan ... 51

4.5.3. Pengalaman Bertani ... 52

4.5.4. Status Usahatani ... 53


(11)

xi

4.6. Tingkat Adopsi Teknologi SLPTT Padi ... 54

4.6.1. Varietas Unggul ... 54

4.6.2. Bibit Muda ... 55

4.6.3. Jumlah Bibit ... 56

4.6.4. Sistem Tanam ... 56

4.6.5. Pemupukan N Berdasarkan Tingkat Kehijauan Warna Daun . 57 4.6.6. Pemupukan Organik... 58

4.6.7. Pengairan Berselang... 59

4.6.8. Pengendalian Gulma ... 59

4.6.9. Panen Tepat Waktu ... 60

4.7. Dampak SLPTT Terhadap Pendapatan Petani Padi ... 61

4.7.1. Biaya Usahatani Padi ... 61

4.7.2. Pendapatan Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah SLPTT .... 63

4.8. Pembahasan ... 64

4.8.1. Analisis Tingkat Adopsi Teknologi SLPTT ... 64

4.8.2. Analisis Dampak SLPTT Terhadap Pendapatan Petani Padi .. 66

BAB V PENUTUP ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto

Sektor Pertanian Propinsi Jawa Tengah 2005-2008 ... 3

Tabel 1.2 Luas Panen dan Produksi Padi Kabupaten Pati ... 5

Tabel 1.3 Luas Panen dan Produksi Padi Kecamatan Tayu ... 6

Tabel 3.1 Populasi Petani yang Mengikuti Program SLPTT ... 38

Tabel 3.2 Perhitungan Sampel dari Petani yang Mengikuti Program SLPTT ... 39

Tabel 4.1 Penggunaan Tanah di Kecamatan Tayu 2009 ... 46

Tabel 4.2 Distibusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Tayu Tahun 2009 ... 47

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2009 ... 48

Tabel 4.4 Luas dan Produksi Tanaman Utama di Kecamatan Tayu Tahun 2009 ... 49

Tabel 4.5 Sarana Perekonomian yang ada di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati ... 50

Tabel 4.6 Usia Responden ... 51

Tabel 4.7 Tingkat pendidikan ... 52

Tabel 4.8 Pengalaman Bertani ... 53

Tabel 4.9 Status Usaha Tani ... 53

Tabel 4.10 Luas Lahan ... 54

Tabel 4.11 Adopsi Komponen Varietas Unggul ... 55

Tabel 4.12 Adopsi Komponen Bibit Muda ... 55

Tabel 4.13 Adopsi Komponen Jumlah Bibit ... 56

Tabel 4.14 Adopsi Komponen Sistem Tanam ... 57

Tabel 4.15 Adopsi Komponen Pemupukan N Berdasarkan Tingkat Kehijauan Warna Daun ... 58

Tabel 4.16 Adopsi Komponen Pemupukan Organik ... 58

Tabel 4.17 Adopsi Komponen Pengairan Berselang ... 59


(13)

xiii

Tabel 4.19 Adopsi Komponen Panen Tepat Waktu ... 61 Tabel 4.20 Biaya Produksi pada Usahatani Padi Sebelum SLPTT

dan Sesudah SLPTT (Rata-rata satu ha) ... 62 Tabel 4.21 Pendapatan Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah Adanya SLPTT

(Rata-rata Satu Ha) ... 63 Tabel 4.22 Paired Samples Test ... 64


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1.Kuesioner penelitian ... 74

2.Data hasil Penelitian... 79

3.Uji validitas dan reliabilitas variabel adopsi teknologi ... 97

4.Uji normalitas pendapatan sebelum SLPTT ... 99

5.Uji normalitas pendapatan sesudah SLPTT ... 100

6.Uji t pendapatan sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT ... 101

7.Foto Penelitian ... 102

8.Surat ijin penelitian ... 104


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi negara agraris seperti Indonesia, peran sektor pertanian sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia bahan pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk, serta penghasil komoditas ekspor non migas untuk menarik devisa. Lebih dari itu, mata pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia bergantung pada sektor pertanian.

Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor lainnya justru banyak yang mengalami kebangkrutan. Peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja (sumber mata pencaharian penduduk), sumber devisa negara, sumber bahan baku industri, dan sumber pendapatan nasional. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sumber bahan pangan bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas penganekaragaman hasil penelitian. Hal ini berguna untuk memenuhi kebutuhan pangan serta meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan petani.

Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan pada perkembangan pertanian yang maju, efisien dan tangguh dengan


(17)

tujuan selain untuk memperluas lapangan kerja, tetapi juga untuk mendukung pembangunan daerah, dari lima subsektor pertanian maka masing-masing subsektor tersebut mempunyai peran dan kontribusi yang berbeda dalam sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Selain sebagai penyedia lapangan kerja, sektor pertanian juga penghasil non migas dan bahan baku industri. Daerah pedesaan yang merupakan sentral produksi pertanian, sekarang ini telah semakin terbuka baik antar hubungan suatu desa dengan desa lainya, serta antar desa dengan kota. Hal tersebut didukung oleh sarana dan prasarana desa yang semakin baik dan hasil-hasil pembangunan yang semakin dirasakan sampai ke pelosok-pelosok daerah. Dengan kondisi pedesaan yang semakin berkembang sudah saatnya pola pikir petani semakin maju dalam membuat keputusan berusahatani.

Tanaman pangan, khususnya padi merupakan tanaman pokok yang diusahakan oleh sebagian besar petani di Indonesia. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam upaya memenuhi kebutuhan beras dari produksi dalam negeri, pemerintah mencanangkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Melalui program ini, produksi beras ditargetkan meningkat lima persen atau setara 2 juta ton per tahun. Salah satu strategi yang ditempuh adalah dengan terselenggara Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Strategi ini diharapkan dapat memperluas penyebaran Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang akan


(18)

berdampak terhadap percepatan implementasi program P2BN (Departemen Pertanian, 2008).

Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang berbasis pada sektor pertanian. Nilai kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di Jawa Tengah mengalami peningkatan.

Tabel 1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Sektor pertanian Propinsi Jawa tengah 2005-2008

Sektor Pertanian Tahun

2005 2006 2007 2008

anaman Pangan 13.37 14.81 14.43 13.40

erkebunan 1.74 1.70 1.75 1.70

eternakan 2.60 2.48 2.84 2.99

ehutanan 0.50 0.47 0.46 0.52

erikanan 0.91 0.88 0.95 0.95

Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, 2009

Tabel 1.1 menunjukkan tanaman pangan selama lima tahun sejak dari tahun 2004 hingga tahun 2008 mempunyai kontribusi yang paling banyak dibandingkan dengan subsektor yang lainnya. Tanaman pangan menurut BPS meliputi : padi, palawija, jagung, kacang hijau, umbi-umbian, kacang tanah dan beberapa jenis sayuran dan buah-buahan.

Padi merupakan komoditi utama subsektor tanaman pangan di Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, peningkatan produksi padi harus terus diupayakan seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Dalam upaya peningkatan produksi padi Departemen Pertanian menerapkan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). SLPTT merupakan upaya untuk meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani melalui peningkatan kualitas


(19)

sumber daya manusia dan juga penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi petani dan lingkungan setempat.

Keuntungan Penerapan Teknologi PTT (Departemen Pertanian, 2008) : 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usahatani

2. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk masing masing lokasi.

3. Kesehatan lingkungan tumbuh dan lingkungan kehidupan secara keseluruhan akan terjaga

Salah satu upaya peningkatan produktivitas adalah melalui Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yaitu dengan cara pengembangan sumberdaya manusia petani dimana petani sejak awal dipandang sebagai kunci keberhasilan dan sumberdaya manusia yang paling potensial dan sebagai pelaku utama dilahan sendiri. Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) diharapkan dapat memberikan masukan ketrampilan melaksanakan teknologi berproduksi yang berwawasan lingkungan dan ekonomis.

Upaya peningkatan produksi tidak akan menguntungkan bila penggunaan input produksi tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dan modal yang dikeluarkan oleh petani. Petani yang rasional tidak hanya berorientasi pada produksi yang tinggi, akan tetapi lebih menitikberatkan pada semakin tingginya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh. Petani sebagai produsen yang rasional akan memaksimumkan keuntungan atau akan menjalankan usahatani secara efisien.


(20)

Sumarmo (dalam Pramono Joko, Seno Basuki dan Widarto, 2005) mengemukakan bahwa Pengelolaan Tanaman Terpadu (Integrated Crop Management) atau lebih dikenal PTT pada padi sawah, merupakan salah satu model atau pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis. PTT mengabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling komplementer, untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian lingkungan. Menurut Sumarno dan Suyanto (dalam Pramono Joko, Seno Basuki dan Widarto, 2005), bahwa tindakan PTT merupakan good agronomic practices yang antara lain meliputi; (a) penentuan pilihan komoditas adaptif sesuai agroklimat dan musim tanam, (b) varietas unggul adaptif dan benih bermutu tinggi, (c) pengelolaan tanah, air, hara dan tanaman secara optimal, (d) pengendalian hama-penyakit secara terpadu, dan (e) penanganan panen dan pasca panen secara tepat. Dalam upaya pengembangan PTT secara nasional, Departemen Pertanian meluncurkan program Sekolah Lapang (SL) PTT.

Tabel 1.2 Luas Panen dan Produksi Padi Kabupaten Pati

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ku/Ha)

2005 92.893 459.823 44,54 2006 75.131 368.025 49,50 2007 94.349 545.944 48,98 2008 93.986 512.659 57,86 Sumber : Pati Dalam Angka, 2009

Kabupaten Pati merupakan salah satu sentra penghasil padi di Jawa Tengah. Perkembangan produksi padi di kabupaten ini mengalami perkembangan secara fluktuatif dari tahun ke tahun. Dari tabel 1.2 pada tahun 2006 produksi padi


(21)

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 368.025 ton dari sebelumnya 459.823 ton. Kemudian tahun 2007 produksi padi mengalami peningkatan sebesar 545.944 ton dan pada tahun 2008 mengalami penurunan yaitu menjadi 512.659 ton.

Perkembangan produksi padi di Kecamatan Tayu mengalami pasang surut. Tahun 2005 produksi padi Kecamatan Tayu hanya sebesar 12.073 ton, tahun berikutnya terjadi peningkatan produksi dalam skala besar yaitu mencapai 20.103 ton. Kemudian tahun 2007 dan 2008 kembali mengalami tren penurunan masing- masing sebesar 20.050 dan 18.966 ton

Tabel 1.3 Luas Panen dan Produksi Padi Kecamatan Tayu

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ku/Ha)

2005 4.011 12.073 30,10 2006 3.641 20.103 55,21 2007 3.889 20.050 51,56 2008 3.552 18.633 52,46 Sumber : Tayu Dalam Angka, 2009

Penurunan produksi dikarenakan tingkat penggunaan faktor –faktor produksi yang belum optimal oleh para petani. Transformasi struktural dan perekonomian di suatu sektor selalu diiringi dengan perbaikan produksi dan pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian, karena selain menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja. Sehingga bila pembuat kebijakan ingin memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya maka salah satunya adalah dengan mensejahterakan masyarakat yang ada di sekitarnya yang bergerak di sektor pertanian yaitu petani.


(22)

Peningkatan produksi padi diharapkan mampu menghasilkan pendapatan bagi petani. Namun produksi masing-masing petani berbeda karena ada beberapa hal yang mempengaruhi produksi salah satunya adalah luas lahan dan keberhasilan panen. Dengan kondisi luas lahan yang tetap maka dibutuhkan suatu perbaikan teknologi budidaya untuk meningkatkan keberhasilan panen sehingga produksi naik dan diharapkan akan meningkatkan pendapatan petani itu sendiri. Melihat kondisi diatas Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu melaksanakan Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) padi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “ Dampak Program Sekolah lapang pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) terhadap Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.”

1.2 Rumusan Masalah

Dengan bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang hendak di angkat dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah tingkat adopsi teknologi SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati ?

2. Bagaimanakah dampak SLPTT terhadap pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati ?


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan tingkat adopsi teknologi SL PTT padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

2. Untuk menganalisis dampak SLPTT terhadap pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan tentang program Sekolah Lapang Pengelolaan

Tanaman Terpadu (SLPTT) padi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan pemberdayaan petani padi.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi di perpustakaan Fakultas Ekonomi dan perpustakaan Universitas Negeri Semarang.

4. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait baik itu pemerintah maupun petani padi dalam upaya meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani.


(24)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Usahatani

Mubyarto (1994 : 66) mengemukakan bahwa usahatani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian. Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (Subsistence Farm). Sedangkan bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (Commercial Farm).

Usahatani adalah kegiatan mengorganisasi (mengelola) asset dan cara dalam pertanian. Atau lebih tepatnya adalah suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Daniel, 2002 : 53). Sedangkan Rivai mendefinisikan usahatani sebagai suatu ilmu yang mempelajari intern usaha tani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan dan penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam keseluruhan usaha tani (Daniel, 2002 : 54).

Usahatani yang ada di negara berkembang seperti di Indonesia belum tertuju pada usahatani yang maju dan modern seperti yang telah dicapai oleh beberapa negara maju. Satu petani di negara maju menguasai puluhan bahkan


(25)

sampai ratusan atau bahkan ribuan hektar lahan usaha. Mereka dapat memberi makan atau menyediakan makan untuk ribuan orang dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan di Indonesia sama dengan negara berkembang lainya hanya sedikit sisa yang bisa digunakan penduduk lain dari usahataninya setelah memenuhi kebutuhan mereka sendiri (Daniel, 2002 : 20).

Dalam melakukan usahatani, seorang pengusaha atau seorang petani akan selalu berpikir bagaimana ia mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal. Peningkatan keuntungan dapat dicapai oleh petani dengan melakukan usaha taninya secara efisien. Efisiensi teknis akan tercapai apabila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Manakala petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usaha taninya, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan dengan kendala biaya usaha tani yang terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan biaya produksi yang sekecil-kecilnya atau terbatas (Daniel, 2002 : 123).

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana prduksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah, 2002 : 60).

Klasifikasi usahatani menurut organisasinya (Suratiyah, 2009 : 15) : a. Usaha Individual


(26)

Adalah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri.

b. Usaha kolektif

Adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan.

c. Usaha kooperatif

Adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual. Hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil dan pembuatan saluran.

Menurut polanya, usahatani dibedakan menjadi 3 (Suratiyah, 2009 : 15) : a. Usahatani khusus

Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, ushatani perikanan dan usahatani tanaman pangan.

b. Usahatani tidak khusus

Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas.


(27)

Usahatani campuran adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpangsari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produki dalam usahatani terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain penggunaan input, teknik bercocok tanam dan teknologi. Sedangkan faktor eksternal seperti cuaca, iklim, hama dan penyakit. Lebih jelas lagi (Daniel, 2002 : 54) menyatakan bahwa dalam usahatani ada empat unsur pokok penting yang mempengaruhi produksi.

Faktor faktor yang mempengaruhi produksi adalah : 1. Tanah

Tanah dalam usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil, pemberian negara, warisan ataupun wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur maupun tumpangsari.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam usahatani adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dimana tenaga keja tersebut dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan.

3. Modal

Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi dan untuk membiayai pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber


(28)

modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (pinjaman dari lembaga keuangan formal maupun non formal), hadiah, warisan ataupun dapat berupa kontrak sewa.

4. Manajemen

Manajemen dalam usahatani merupakan kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.

2.2 Pendapatan Petani

Pendapatan usaha tani adalah keluaran (output) yang diperoleh dari pengolahan input produksi (sarana produksi / biasa juga disebut masukan) dari suatu usaha tani (Daniel, 2001 : 121). Pendapatan dalam penelitian ini adalah pendapatan dari hasil budi daya tanaman padi sawah. Pendapatan bersih petani berupa jumlah produksi dikalikan harga dikurangi dengan biaya produksi dan pemasaran.

Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto yag diperolehnya. Semuanya kemudian dinilai dalam uang. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani. Hasil itu harus dukurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkanya untuk biaya usaha tani seperti bibit, pupuk obat-obatan, biaya pengolahan tanah, upah menanam, upah membersihkan rumput dan biaya panen. Setelah semua biaya tersebut dikurangkan barulah petani memperolah apa yang disebut hasil bersih atau keuntungan (Daniel, 2001 : 121).


(29)

Input–input produksi atau biaya–biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi serta menjadi barang tertentu atau menjadi produk akhir, dan termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar (Daniel, 2001 : 121).

Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupu tidak tunai (Daniel, 2002 : 121)

Biaya produksi dalam penelitian ini di bedakan menjadi 2 yaitu :

1. Biaya tetap (FC) yaitu biaya yang masa penggunaannya tidak berubah walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama) atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi karena tetap dan tidak tergantung kepada besar kecilnya usaha, yang termasuk biaya tetap dalam usahatani padi antara lain sewa tanah, pajak, iuran pengairan dan biaya penyusutan peralatan pertanian.

2. Biaya Variabel (VC) yaitu biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Yang termasuk biaya ini adalah : biaya pembelian bibit, pupuk, pestisida, herbisida dan tenaga kerja.

2.3

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)

Badan Litbang pertanian sebagai lembaga penghasil teknologi pertanian terus melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan inovasi teknologi dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi. Salah satu inovasi teknologi yang dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Pengelolaan Tanaman


(30)

Terpadu (PTT). PTT merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumberdaya.

Toha (dalam http://h0404055.wordpress.com, 4 Agustus 2010) berpendapat bahwa Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu inovasi dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi melalui perbaikan sistem dan pendekatan dalam perakitan paket teknologi, dinamisasi komponen teknologi padi yang memiliki efek sinergestik yang dilakukan secara partisipatif, dan bersifat dinamis. Paket teknologi PTT bersifat spesifik lokasi, sangat tergantung pada faktor biofisik dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.

Keberhasilan upaya peningkatan produktivitas, produksi dan pendapatan petani sangat bergantung kemampuan penyediaan dan penerapan teknologi produksi yang meliputi varietas unggul, benih berkualitas dan teknologi budidaya lainya (Jamal, 2009 : 338)

Dalam upaya percepatan adopsi pendekatan PTT padi ini, sejak dua tahun terakhir Departemen Pertanian telah mencanangkan upaya pemasalahanya melalui pendekatan Sekolah Lapang PTT atau SLPTT. Secara berjenjang pelaksanaan kegiatan ini dikoordinasikan langsung oleh Ditjen Tanaman Pangan, dan untuk tahun 2010 pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan di 80.000 kelompok di seluruh Indonesia.

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan, yang dilaksanakan di lahan petani peserta PTT dalam upaya peningkatan produksi padi nasional (Departemen Pertanian, 2008).


(31)

Sastria Negara (dalam Gultom, 2008) mengemukakan bahwa suatu paket teknologi pertanian akan tidak ada manfaatnya bagi petani dipedesaan jika teknologi tersebut tidak dikomunikasikan pada masyarakat pedesaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan struktur komunikasi informasi dipedesaan menjadi sangat komplek sehingga dapat dikatakan bahwa akan ada perubahan secara terus menerus dalam cara kerja (teknik kerja) pada petani jika kepada mereka melakukan komunikasi teknologi yang baik dan tepat.

Menurut Kushartanti (dalam http://h0404055.wordpress.com, 4 Agustus 2010), anjuran teknologi dalam PTT adalah yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan teknologi berdasar kearifan lokal yang sudah terbukti unggul untuk lokasi tertentu.

Komponen teknologi SL PTT yang diterapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Varietas Unggul

Varietas unggul merupakan varietas yang mempunyai keunggulan-keunggu lan tertentu, misalnya mempunyai daya hasil yang tinggi, cita rasa baik, maupun mempunyai ketahanan terhadap penyakit baik. Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani (seperti daya hasil, cita rasa, umur, maupun ketahanan terhadap penyakit tertentu) untuk lokasi setempat. Varietas unggul yang dianjurkan oleh Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Tayu adalah varietas


(32)

Ciherang karena varietas ini memiliki ketahanan terhadap hama penyakit serta ketersediaan benih dipasaran.

2. Bibit muda

Bibit muda adalah bibit yang berumur tidak lebih dari 15 Hari Setelah Sebar (HSS). Penggunaan bibit muda bertujuan untuk menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan bibit yang lebih tua. Dengan penggunaan bibit muda kondisi perakaran tanaman akan lebih dalam sehingga tahan terhadap kondisi kerebahan. 3. Jumlah bibit

Jumlah bibit merupakan jumlah bibit tiap lubang yang ditanam oleh petani responden. Penanaman bibit yang 1-3 batang per rumpun/lubang tanam. Manfaat dari tanam 1-3 bibit per lubang adalah untuk mengurangi persaingan antar bibit dalam satu rumpun, memaksimalkan pencapaian jumlah anakan dan dapat menghemat penggunaan benih.

4. Sistem tanam

Sistem tanam adalah jarak tanam yang di gunakan oleh petani responden dalam usahataninya. Sistem tanam yang dianjurkan dalam SL PTT adalah sistem jajar legowo 2:1 atau 4:1. Sistem jajar legowo 2:1 yaitu cara tanam berselang-seling 2 baris kemudian 1 baris kosong. Sistem jajar legowo 4:1 adalah cara tanam berselang-seling 4 baris kemudian 1 baris kosong. Penggunaan sistem tanam jajar legowo mempunyai tujuan untuk memudahkan dalam pengendalian hama, penyakit dan gulma. Selain itu


(33)

penggunaan sistem tanam jajar legowo bertujuan untuk penyediaan ruang kosong untuk pengaturan air.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan kegiatan pemeliharaan oleh petani terhadap usahataninya sesuai dengan komponen dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu. Kegiatan pemeliharaan meliputi kegiatan pemupukan, penggunaan bahan organik, pengairan berselang, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.

a. Pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun

Cara menetukan waktu aplikasi pupuk N dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk berdasarkan nilai pembacaan BWD yang sebenarnya, yaitu penggunaan BWD dimulai ketika tanaman 14 HST, kemudian secara periodik diulangi 7-10 hari sekali sampai diketahui nilai kritis saat pupuk N harus diaplikasikan.

b. Pemupukan Organik

Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tanaman , kotoran hewan atau hasil pengomposan. Kegunaan bahan organik adalah untuk:

- Meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah

- Memberikan tambahan hara

- Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba) - Memperbaiki sifat fisik tanah


(34)

- Mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah tanaman.

c. Pengairan berselang

Pengairan berselang adalah pengaturan lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian, bertujuan untuk:

- Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas

- Memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang labih dalam

- Mencegah timbulnya keracunan besi

- Mencegah timbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar

- Mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat. d. Pengendalian gulma

Pengendalian gulma atau penyiangan dapat dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan herbisida. Akan tetapi di lokasi penelitian yaitu Kecamatan Tayu pengendalian yang dianjurkan adalah dengan alat yang disebut gasrok karena selain menghemat biaya akan mematikan gulma sampai ke perakaran.

6. Panen tepat waktu

Panen merupakan tindakan petani pada saat memanen. Hal- hal yang dianjurkan SLPTT agar panen tepat waktu :


(35)

- Perhatikan umur tanaman, antara varietas yang satu dengan yang lainnya kemungkinan berbeda

- Jika 90% padi mulai menguning segera panen.

Menurut BPTP Jawa Tengah (2009) pentingnya panen dilakukan tepat waktu adalah :

- Panen yang terlalu awal akan lebih banyak menghasilkan gabah hampa, gabah hijau dan batu kapur.

- Panen yang terlalu lambat akan menimbulkan lebih banyak gabah rontok dan gabah patah waktu di giling.

Kegiatan saat panen ditempuh dengan memperhatikan umur tanaman dan cara pemanenan. Dalam kegiatan panen sebaiknya menggunakan mesin pemanen (reaper) atau sabit bergerigi, karena dapat meningkatkan kapasitas pemanen dan menekan kehilangan hasil. Jika padi akan dirontokkan dengan power threser maka sebaiknya tanaman padi dipotong pada bagian tengah, tetapi jika dirontokkan dengan menggunakan pedal threser maka sebaiknya tanaman padi dipotong pada bagian bawah. Dengan cara seperti ini maka dapat menekan kehilangan hasil sampai dibawah 5 %.

Sekolah Lapang PTT tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajar dapat dilakukan di saung atau gubug pertemuan petani dan tempat-tempat lain yang berdekatan dengan lahan belajar. Dalam kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) terdapat satu unit Laboratorium Lapang (LL) yang merupakan bagian dari kegiatan Sekolah Lapang


(36)

Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sebagai tempat bagi petani anggota kelompok tani dapat melaksanakan seluruh tahapan SLPTT pada lahan tersebut (Departemen Pertanian, 2008).

Laboratorium Lapang (LL) seluas 1 ha adalah areal sawah yang terdapat dalam 25 ha yang merupakan kawasan SLPTT yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, tempat belajar dan tempat praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompoktani atau petani. Dengan fasilitas LL maka (SLPTT) diharapkan betul-betul mampu menjadi suatu tempat pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2008).

Manfaat dan Dampak Penerapan PTT (Bank Pengetahuan Padi Indonesia, 2008) : 1. PTT membantu memecahkan masalah pelandaian produktivitas padi.

2. Intensifikasi padi sawah yang dikembangkan bersifat spesifik lokasi bergantung pada kondisi sumber daya pertanian di wilayah petani dan masalah yang akan diatasi.

3. Komponen teknologi yang dirakit ditentukan oleh petani bersama penyuluh berdasarkan Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Penerapan PTT diharapkan dapat meningkatkan stok beras nasional, pendapatan petani, dan kelestarian usahatani padi.


(37)

2.4 Penyuluhan Pertanian

H. Mounder (dalam Sumardi, 1988 : 1) mengartikan penyuluhan pertanian sebagai sistem pelayanan yang membantu masyarakat melalui proses pendidikan dalam pelaksanan teknik dan metode berusahatani untuk meningkatkan produksi agar lebih berguna daalam upaya menngkatkan pendapatan.

A.H. Savile (dalam Sumardi, 1972 : 1) mendefinisikan penyuluhan pertanian sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mendidik masyarakat dalam meningkatkan standar kehidupanya melalui kemampuan mereka sendiri, dengan menggunakan sumberdaya baik tenaga maupun materi sendiri dan hanya mendapat bantuan dana pemerintah sekecil mungkin.

Salmon Padmanegara (dalam Sumardi, 1972 : 2) mengartikan penyuluhan pertanian sebagai suatu pendidikan informal untuk para petani/nelayan dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri dan masyarakat.

Pengertian penyuluhan pertanian menurut rumusan dalam UU No. 15/2006 adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi permodalan dan sumberdaya lainya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraanya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Penyuluhan pertanian dilaksanakan untuk menambah kesanggupan para petani dalam usahanya memperoleh hasil-hasil yang dapat memenuhi keinginan


(38)

mereka. Jadi penyuluhan pertanian tujuannya adalah perubahan perilaku (bertambahnya kesanggupan) keluarga-keluarga tani sasaran, sehingga mereka dapat memperbaiki cara bercocok tanamnya, lebih beruntung usahataninya dan lebih layak hidupnya, atau yang sering dikatakan keluarga tani maju itu. Bila keluarga tani itu maju, maka kaum taninya juga akan dinamis, responsif terhadap hal-hal yang baru. Bila kaum tani dinamis (dan kaum lainnya juga demikian), maka masyarakat luas akan besar kesadarannya untuk masalah-masalah sosial.

Dengan demikian kegiatan pendidikan penyuluhan pertanian berfungsi dalam membantu masyarakat tani untuk memecahkan persoalan mereka sendiri melalui penerapan teknologi dan pengetahuan ilmiah yang secara umum dapat meningkatkan produksi usahatani dan pendapatan mereka (Sumardi, 1988 : 2).

Samsudin (dalam http://h0404055.wordpress.com, 4 Agustus 2010) berpendapat bahwa tujuan penyuluhan pertanian dibedakan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan penyuluhan pertanian jangka pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam kegiatan usaha tani petani di pedesaan. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah dalam bentuk pengetahuan, kecakapan, sikap, dan motif tindakan petani. Tujuan penyuluhan pertanian jangka panjang yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tani, atau agar kesejahteraan hidup petani lebih terjamin.

Menurut A.H Mounder (dalam Sumardi : 1988) metode penyuluhan berdasarkan jumlah sasaran yang dapat dicapai dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :


(39)

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sasaran secara perorangan. Yang termasuk ke dalam metode ini antara lain kunjungan usahatani, kunjungan rumah. 2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Dalam hal ini, penyuluh berhubungan dengan sekelompok orang untuk menyampaikan pesanya. Beberapa metode dalam pendekatan kelompok ini antara lain melalui temu lapang, demonstrasi dan diskusi.

3. Metode berdasarkan pendekatan missal

Metode ini dapat menjangkau sasaran yang banyak, yaitu antara lain melalui rapat umum dan siaran melalui radio atau televisi.

2.5 Teknologi

Teknologi adalah teknik atau cara bercocok tanam yang benar untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Teknologi diperoleh dari hasil penelitian dan pengkajian kemudian ditransfer ke pengguna (petani) melalui berbagai cara dan media. Teknologi yang paling tepat diterapkan adalah teknologi yang spesifik lokasi yaitu pada lokasi penelitian dan pengujian yang dilakukan. Dalam hal ini bukan berarti bahwa paket teknologi tersebut tidak boleh digunakan di daerah lain, tetapi bisa saja digunakan pada daerah-daerah lain yang cocok dimana dengan penerapan tersebut diperoleh hasil yang tinggi (Daniel, 2002 : 38).

Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas, apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja (Mubyarto, 1985 : 198).


(40)

Teknologi menurut Suryana (2000 : 80) adalah cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk mencapai tujuan produksi atau menghasilkan barang dan jasa. Suatu tindakan yang paling tepat bagi negara sedang berkembang dalam memilih teknologi tepat guna adalah dengan alih teknologi. Alih teknologi yang diikuti dengan adaptasi dan inovasi yang sesuai dengan kondisi penerima akan membawa perbaikan – perbaikan dalam kegiatan ekonomi.

Perubahan teknologi mengacu pada perubahan dalam teknik yang mendasari produksi, yang terjadi ketika suatu produk atau proses baru ditemukan atau suatu produk dan proses yang usang diperbaharui. Dalam situasi seperti ini output yang sama dihasilkan dengan input yang lebih sedikit atau lebih banyak output yang dihasilkan dengan input yang sama. Perubahan teknologi akan menggeser fungsi produksi ke atas (Samuelson dan Nordhaus, 2001 : 140).

2.6

Adopsi Teknologi

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan). Manifestasinya dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metode maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya (Mardikanto dalam Levis, 1996 : 21).

Dengan mengadopsi suatu inovasi oleh para petani, maka tujuan jangka panjang penyuluhan seperti better farming, better business, better living, dapat terwujud karena mengadopsi inovasi akan terjadi peningkatan produksi. Tanpa ada adopsi inovasi yang lebih baik, proses penyuluhan pertanian tidak akan


(41)

tercapai. Dengan demikian, adopsi inovasi merupakan sasaran inti dari kegiatan penyuluhan pertanian (Levis, 1996: 20).

Adapun indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang dalam setiap tahapan proses adopsi menurut Soekandar Wiraatmadja (dalam Sumardi, 1988 : 12):

1. Tahap sadar

Seseorang sudah maklum atau mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan orang lain atau penyuluh.

2. Tahap minat

Seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal baru itu, dengan mencari keterangan yang lebih rinci.

3. Tahap menilai

Seseorang mulai menilai keterangan yang diperolehnya dan menghubungkanya dengan keadaan dia sendiri.

4. Tahap mencoba

Seseorang mulai memerapkan dalam luasan yang kecil, tapi melihat orang lain yang mencoba. Kalau sudah yakin, barulah diterapkan secara lebih luas. Bila gagal dalam percoban ini, biasanya seseorang akan menghentikan usaha selanjutnya dan timbul rasa tak percaya akan hal baru itu.

5. Tahap adopsi

Seseorang sudah yakin akan hal baru itu dan mulai melaksanakan dalam skala yang lebih luas. Bahkan ia bisa dimanfaatkan oleh penyuluh agar mau manganjurkan hal baru tersebut kepada orang lain.


(42)

Menurut Sumardi (1988 : 12), ada 5 tahapan yang terjadi pada proses adopsi: 1. Kesadaran (awareness), yaitu pengetahuan pertama tentang ide baru,

produk atau latihan.

2. Tumbuhnya minat (Interest), yaitu aktif mencari informasi tentang ide atau gagasan baru untuk mengetahui manfaat dan penerapan ide atau gagasan baru tersebut.

3. Evaluasi (Evaluation), yaitu penilaian terhadap informasi dilihat dari suatu kondisi, apakah cocok untuk diterapkan.

4. Percobaan (Trial), dimana bersifat sementara untuk mencoba gagasan atau ide baru yang diterima untuk lebih meyakinkan.

5. Penerapan (Adoption), yaitu penggabungan secara penuh latihan kedalam operasi atau pelaksanaan yang berkesinambungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi menurut Levis (1996 : 37): 1. Sifat-sifat inovasi

a. Keuntungan relatif (relative advantage)

Setiap ide (inovasi) baru akan selalu dipertimbangkan mengenai seberapa jauh keuntungan relatif yang dapat diberikan, yang diukur dengan derajat keuntungan ekonomis, besarnya penghematan, atau keamanan atau pengaruhnya terhadap posisi sosial yang akan diterima oleh komunikan selaku adopter.

b. Kompatibilitas (compatibility

Setiap inovasi baru akan cepat diadopsi manakala mempunyai kecocokan atau berhubungan dengan kondisi setempat yang telah ada di


(43)

masyarakat. Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima.

c. Kompleksitas (complexity)

Inovasi baru akan sangat mudah dimengerti dan disampaikan manakala cukup sederhana, tidak rumit baik dalam arti mudahnya bagi komunikator maupun mudah untuk dipahami dan dipergunakan oleh komunikasinya. Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan orang lainnya tidak. Kerumitan suatu inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat pengadopsiannya.

d. Triabilitas (trialability)

Inovasi baru yang tidak mudah dicoba karena perlengkapannya yang kompleks dan memerlukan biaya atau modal yang besar lebih sulit diadopsi dibanding benih varietas unggul baru yang tidak mahal dan mudah dikerjakan oleh petani. Triabilitas adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu.


(44)

Inovasi baru, akan lebih cepat diadopsi manakala pengaruhnya atau hasilnya mudah dan atau cepat dapat dilihat atau diamati oleh komunikannya. Observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain.

2. Jenis keputusan inovasi

Dalam mengadopsi inovasi terdapat tiga jenis keputusan yaitu keputusan individual (optional), keputusan kelompok dan keputusan otoritas (pemerintah). Keputusan yang diambil oleh suatu masyarakat sangat menentukan keberhasilan dan kecepatan adopsi suatu inovasi. Keputusan yang diambil secara individual relatif lebih cepat mengadopsi inovasi dibandingkan dengan keputusan kelompok apalagi dibanding dengan keputusan yang harus menunggu dari pihak penguasa.

3. Saluran komunikasi

Penyampaian inovasi baru lewat media massa, relatif akan lebih lamban diadopsi oleh komunikan dibanding jika disampaikan secara interpersonal (hubungan antar pribadi). Sebab dengan hubungan langsung atau interpersonal para komunikan akan lebih cepat menerima penjelasan-penjelasan dari komunikator setelah menyampaikan tanggapan-tanggapanya. Sedangkan penyampaian lewat media massa tidak mungkin dilakukan karena komunikasi berjalan satu arah saja sehingga tertutup kemungkinan terjadi “leed back” dari komunikan. Saluran komunikasi yakni alat yang dipergunakan untuk menyebarkan suatu inovasi mungkin juga punya pengaruh terhadap kecepatan pengadopsian inovasi.


(45)

4. Sistem sosial

a. Adopsi inovasi didalam masyarakat modern, relatif lebih cepat dibanding dengan adopsi inovasi di dalam masyarakat yang masih tradisional.

b. Demikian pula, proses adopsi dalam masyarakat lokalite akan lebih lamban bila dibandingkan di dalam masyarakat yang kosmopolit.

5. Kegiatan Promosi

Dalam banyak hal kegiatan promosi dapat mendorong semangat para komunikan untuk lebih cepat menerima suatu inovasi. Hal ini dapat dimengerti karena suatu prinsip dalam proses belajar mengajar adalah pengulangan. Kecepatan adopsi inovasi juga sangat ditentukan oleh semakin intensif dan seringnya intensitas atau frekuensi promosi yang dilakukan oleh agen pembaharu (penyuluh) setempat dan atau pihak-pihak lain yang berkompeten dengan adopsi inovasi tersebut seperti lembaga penelitian, produsen, pedagang dan atau sumber inovasi tersebut.

6. Urgensitas masalah yang dihadapi

Kecepatan adopsi suatu inovasi oleh seseorang atau suatu sistem masyarakat sangat ditentukan oleh urgensitas (kepentingan segera) masalah dan kebutuhan masyarakat. Jika suatu inovasi yang diberikan dapat manjawab kebutuhan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi masyarakat pada saat itu, maka masyarakat akan lebih cepat menerima inovasi itu daripada yang tidak urgen dengan kepentingan (masalah dan kebutuhan) mereka sendiri.


(46)

Faktor penentu penerapan teknologi tidak semata-mata bersumber dari diri petani, akan tetapi tergantung pada karakteristik teknologi dan bagaimana teknologi tersebut mampu terdiseminasikan kepada petani secara tepat. Proses keputusan inovasi dapat melalui 4 tahapan Rogers and Shoemaker (dalam Levis, 1996) :

1. Pengenalan, dimana seseorang mengetahu adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaiman inovasi itu berfungsi.

2. Persuasi, dimana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap teknologi.

3. Keputusan, dimana seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima atau menolak suatu inovasi teknologi. 4. Konfirmasi, dimana seseorang akan mencari penguat atas keputusan yang

telah dibuat petani dan pada tahap ini mungkin terjadi seseorang mengubah keputusannya jika ia memperoleh informasi yang bertentangan atau kurang menguntungkan baginya.

Debertin (dalam Hutapea dan Tenda, 2009) menyatakan bahwa suatu teknologi baru biasanya akan memberikan perbaikan dalam hal penggunaan input dalam proses produksi, yaitu pada penggunaan input yang sama, apabila ada perbaikan dalam penggunaan input maka akan dapat menaikkan marginal produknya sehingga slope dari fungsi produksinya yang baru akan lebih besar dari fungsi produksi yang lama. Selain itu terjadinya penurunan biaya produksi perunit karena harga dari suatu input atau input lainnya menurun, sehingga dapat menambah keuntungan. Pendapat senada juga disampaikan


(47)

Ghatak (dalam Hutapea dan Tenda, 2009) bahwa perubahan teknologi akan merubah fungsi produksi, tingkat penggunaan input dan tingkat keuntungan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian Ririt Rintayani dan Brodjol Sudjito tahun 2010 yang berjudul “Dampak Penerapan metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) Terhadap Peningkatan Pruduksi Padi dengan Pendekatan Regresi Hedonik”. Dalam penelitian ini metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) merupakan metode baru dalam dunia pertanian. Metode ini sebagai tindakan nyata dari konsep PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang dikembangkan oleh dinas pertanian. Tujuan metode ini adalah untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat sehingga produktifitas dan mutu padi meningkat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Untuk mengetahui besarnya dampak metode SLPTT digunakan Analisis statistik berupa metode regresi hedonik. Hasil analisis regresi hedonik didapatkan model yang menghubungkan antara beberapa komponen teknologi dengan produksi padi dimana model signifikan, dengan R2 model 0,901, dan mean square error 0,045. Model hasil analisis tersebut mampu membuktikan bahwa dengan adanya metode SLPTT terjadi peningkatan produksi padi sebesar 19,7%,

Menurut penelitian Ronald T.P. Hutapea dan Esje T. Tenda tahun 2009 yang berjudul “Dampak Ekonomi dan Keberlanjutan Pengelolaan Kelapa Terpadu di Kabupaten Minahasa Utara ”, akselerasi adopsi teknologi pengelolaan kelapa terpadu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk


(48)

mempercepat diseminasi teknologi dan mengevaluasi model yang telah dikembangkan oleh Balitka di Desa Kaleosan, Kabupaten Minahasa Utara pada tahun 2004-2006. Pengumpulan data menggunakan metode survei dan dilaksanakan pada bulan November 2006. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik petani, tingkat penerapan teknologi, serta usahatani. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi (1) tingkat adopsi dan difusi teknologi anjuran, (2) dampak teknologi terhadap pendapatan petani, dan (3) keberlanjutan organisasi kelompok tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi dan difusi teknologi pembibitan kelapa dan tanaman sela jagung direspon cukup baik, dengan kisaran tingkat adopsi dan difusi teknologi sebesar 57,33-70,33. Kegiatan integrasi kelapa dengan ternak babi serta pengolahan VCO tidak terjadi proses difusi, walaupun tingkat adopsi pada kelompok tani cukup tinggi dengan kisaran 60,00 – 85,33. Dampak ekonomi dari penerapan teknologi anjuran tanaman sela dan pengaruhnya terhadap produktivitas kelapa menunjukkan dampak yang positif, dengan nilai kelayakan finansial BCR dan MBCR >1. Dampak keberlanjutan organisasi kedua kelompok tani berada pada kelompok berkembang.

Menurut Penelitian Handoko Gunawan dan Rika Asnita tahun 2008 yang berjudul “ Peningkatan keuntungan Usahatani Kedelai Melalui PTT di Kabupaten Bojonegoro”. Produktifitas kedelai tingkat petani di Kabupaten Bojonegoro rata – rata 1,24 t/ha dengan potensi genetik tanaman masih cukup tinggi yaitu diatas 2 t/ha. Rendahnya produktivitas disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman


(49)

belum optimal. Upaya peningkatan produktivitas bisa dicapai dengan pengelolaan tanaman secara terpadu. Melihat kenyataan tersebut, maka diperlukan Sekolah Lapangan yang akan dapat memberikan pembelajaran bagi petani secara langsung.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap peningkatan usahatani kedelai, Pelaksanaan kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Kedelai dilaksanakan pada musim tanam MKII bulan Juli sampai Oktober tahun 2008 yang melibatkan 6 kelompok tani di desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro. Data yang dikumpulkan adalah data produksi dan analisa usaha tani yang meliputi biaya sarana produksi, tenaga kerja dan keuntungan yang diperoleh. Data diambil dari lahan Laboratorium Lapang (LL), SLPTT dan non SLPTT masing-masing diambil 5 orang. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara berdasarkan daftar pertanyaan. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisa finansial dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisa finansial dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa rata-rata produksi riil per hektar yang diperoleh petani LL, petani SLPTT dan petani non kooperator berturut-turut yaitu 1,985 ton; 1,559 ton; dan 1,223 ton. Peningkatan produksi ini mendorong peningkatan pendapatan dan keuntungan bagi petani yang mengikuti SLPTT. Keuntungan yang diperoleh oleh petani LL per hektar meningkat 53% dan petani SLPTT meningkat 26% dibanding dengan petani


(50)

yang tidak mengikuti SLPTT Kedelai. Peningkatan produksi dan keuntungan para petani SLPTT dikarenakan petani dapat melaksanakan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) kedelai secara optimal. 

2.8Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir dari penelitian ini adalah

Gambar 1. Kerangka Pikir Dampak Program SLPTT terhadap Pendapatan Petani Usaha Tani Padi

Sekolah lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)

Produksi

Pendapatan Petani Adopsi komponen Teknologi

SLPTT Petani Padi


(51)

2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

H0 : μ1 = μ2 : Tidak terdapat perbedaan tingkat pendapatan petani padi sebelum dan sesudah adanya SLPTT.

Ha : μ1 < μ2 : Pendapatan petani padi sesudah mengikuti SLPTT lebih tinggi dari pada sebelum mengikuti SLPTT.

Keterangan :

μ1 = Pendapatan petani sebelum mengikuti SLPTT μ2 = Pendapatan petani sesudah mengikuti SLPTT Kriteria Uji :

t hitung > t tabel, Ho ditolak dan Ha diterima


(52)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

Suatu penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan,

mengembangkan atau mengkaji kebenaran suatu pengetahuan. Langkah- langkah

yang dilakukan dalam metode penelitian harus sistematis sehingga dapat

memecahkan masalah yang menjadi obyek penelitian. Hal ini dimaksudkan agar

hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh petani penerima SLPTT yang ada di Kecamatan Tayu tahun 2010. Berikut ini jumlah populasi petani penerima SLPTT di Kecamatan Tayu tahun 2010.

Tabel 3.1 Populasi Petani yang Mengikuti Program SLPTT

Kelompok Tani Jumlah Anggota

ukun Santosa 49

ogasari I 53

JUMLAH 102 Sumber : Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu 2010


(53)

3.2.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proporsional random sampling berdasarkan kelompok tani yang diteliti. Penetapan ukuran sampel responden sebagai berikut:

n =

Dimana :

N = Ukuran populasi n = Ukuran sampel

e2 =Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditolerir sebesar 10%.

n

=

n

=

n

=

n

=

50.4 dibulatkan menjadi 50

Hasilnya di dapat sampel 50 petani padi yang mengikuti SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Sebaran sampelnya dapat dilihat pada tabel 3.2


(54)

Tabel 3.2 Perhitungan Sampel dari Petani yang Mengikuti Program SLPTT

No Kelompok Tani Populasi Sampel

1. ukun Santosa 49

2. ogasari I 53

umlah 102 50

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat adopsi teknologi petani padi yang mengikuti SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

2. Pendapatan petani padi yang mengikuti SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

3.4 Sumber Data Penelitian

3.4.1 Sumber Data Primer

Data primer dalam penelitian adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden berupa kuesioner dari petani yang mengikuti program SLPTT. Pengambilan data secara primer dilakukan untuk memperoleh data adopsi teknologi SLPTT dan pendapatan petani padi sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT.

3.4.2 Sumber data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian data yang diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait dengan penelitian ini yaitu Balai Penyuluh


(55)

Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu. Pengambilan data sekunder dimaksudkan untuk memperoleh data populasi petani yang mengikuti SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati tahun 2010.

3.5 Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 3.5.1 Kuesioner

Bentuk kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup. Dengan memberikan daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden secara langsung di lokasi objek penelitian. Daftar pertanyaan tersebut berkaitan dengan pendapatan petani sebelum dan setelah mengikuti SLPTT, dan adopsi komponen teknologi SLPTT.

3.5.2 Dokumentasi

Dokumentasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data atau dokumen yang ada di Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu mengenai pelaksanaan program SL PTT sebagai objek penelitian yang akan melengkapi data yang akan di analisa.

3.6.

Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 3.6.1 Analisis Pendapatan Petani Padi


(56)

Untuk menghitung pendapatan petani dalam satu musim tanam padi dihitung dengan menggunakan rumus (Soeharno, 2007 : 108) :

Π = TR – TC TR = Q. Pq. TC = TVC + TFC. Keterangan :

Π = Pendapatan (Rupiah)

TR = Total Revenue Penerimaan (Rupiah) Q = Jumlah Produksi Padi (Kg)

Pq = Harga per kg Padi (Rupiah)

TC = Total Cost / biaya produksi (Rupiah) TVC = Total Variable Cost (Rupiah)

TFC = Total Fixed Cost (Rupiah) 3.6.1.1 Penyusutan peralatan

Biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan untuk usahatani padi di

hitung dengan metode Garis Lurus dengan rumus sebagai berikut : X =

Keterangan :

X = besarnya penyusutan (Rp/th). Ns = nilai sisa = 0 (Rp)

Nb = nilai pembelian.


(57)

Rumus di atas menggunakan asumsi bahwa alat-alat pertanian yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama dalam setiap tahunnya. Dalam satu tahun tanam terdiri dari tiga musim tanam, sehingga nilai penyusutan per musim tanam diperoleh dari nilai penyusutan per tahun dibagi tiga.

3.6.2 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji variabel tingkat adopsi teknologi SLPTT oleh petani padi. Dalam analisis deskriptif ini rumus yang digunakan adalah deskriptif persentase. Hasil dari perhitungan di bawah ini kemudian di deskripsikan.

% = x 100% Dimana

% = persentase nilai yang diperoleh n = Jumlah nilai adopsi yang diperoleh N = Jumlah nilai maksimal adopsi = 150

Penentuan skor adopsi teknologi menggunakan standar 3 menurut Rahman (dalam Hutapea dan Tenda 2009) :

• 3 untuk teknologi penuh (anjuran) • 2 untuk teknologi cukup

• 1 untuk teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi

Tingkat adopsi diklasifikasikan menjadi 3 menurut Ancok (dalam Hutapea dan Tenda 2009) :


(58)

2.Adopsi sedang, apabila nilai 60 - 79,90% 3.Adopsi rendah, apabila 0 – 59,9%. 3.6.3 Analisis Inferensial

Analisis inferensial dalam penelitian ini melakukan pengujian hipotesis dengan uji t berpasangan yang dimaksudkan untuk membandingkan pendapatan petani padi sebelum dan sesudah mengikuti program SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati tahun 2010. Rumus uji t :

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 n s n s 2r n s2 n s1 X X t Dimana

X1 = rata-rata pendapatan sesudah SLPTT X2 = rata-rata pendapatan sebelum SLPTT S1 = Simpangan baku sesudah SLPTT S2 = Simpangan baku sebelum SLPTT S1² = Varians sesudah SLPTT

S2² = Varians sebelum SLPTT r = Konstanta


(59)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan umum Wilayah

4.1.1 Letak Geografis

Kecamatan Tayu merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Pati. Kecamatan Tayu terbagi dalam 21 kelurahan. Jarak pusat pemerintahan dengan desa atau kelurahan terjauh yaitu 6 kilometer, sedangkan jarak antara pusat pemerintahan dengan ibu kota kabupaten 27,5 kilometer dan jarak pusat pemerintahan dengan ibu kota provinsi yaitu 115 kilometer. Luas Kecamatan Tayu secara keseluruhan adalah 4.750.967 hektar. Secara administrasi dan alamiah batas-batas wilayah Kecamatan Tayu adalah:

Sebelah timur : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kecamatan Margoyoso dan Gunungwungkal Sebelah Barat : Kecamatan Cluwak

Sebelah Utara : Laut Jawa (Monografi Kecamatan Tayu, 2010) 4.1.2 Topografi dan jenis tanah

Kecamatan Tayu terdiri dari sebagian dataran rendah dan sebagian mempunyai panjang garis pantai 10 km dengan ketinggian 1-14 m di atas permukaan laut. Temperatur terendah 24-330C. Jenis tanah adalah alufial


(60)

red yellow dan regusol sedangkan iklimnya mempunyai tipe iklim oldemen.

4.1.3 Penggunaan Tanah dan Pengairan

Tabel 4.1 Penggunaan Tanah di Kecamatan Tayu 2009 Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase (%)

ahan Sawah 2.045.520 43.05

- Pengairan teknis 1.344.102 28.29 - pengairan setengah teknis 389.175 8.19 - Pengairan desa/non PU 305.918 6.43

- Tadah hujan 6.625 0.14

ukan Sawah 2.705.447 56.59

- Rumah dan Pekarangan 1.107.949 23.32

- Tegal/kebun 493.225 10.38

- Hutan Negara 102.079 2.15

- Tambak 818.52 17.23

- tidak diusahakan 183.674 3.87

Sumber : BPP Kecamatan Tayu tahun 2009

Penggunaan lahan sawah teknis di Kecamatan Tayu menduduki persentase terbesar yaitu 43,05 % atau dengan luas 2.045.520 hektar, hal ini disebabkan mayoritas petani mengusahakan lahannya untuk menanam padi sawah. Lahan sawah di Kecamatan Tayu memiliki sifat teknis yaitu pengairan disuplai dari saluran irigasi sehingga petani di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dapat menanam padi sebanyak 3 kali dalam 1 tahun.

4.2 Keadaan Penduduk

4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah menunjukkan struktur perekonomian yang ada pada suatu wilayah tersebut. Mata pencaharian


(61)

penduduk di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati bersifat heterogen. Untuk lebih jelasnya, distribusi penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distibusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Tayu tahun 2009

No Mata Pencaharian Distribusi

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%) 1 etani & buruh tani 19.889 59,2

2 NS & ABRI 1.453 4,3

3 engusaha 826 2,5

4 ransportasi 1.042 3,1

5 uruh industri & bangunan 5600 16,7

6 edagang 2.824 8,4

7 8

ensiunan (PNS & ABRI) elayan

432 1.510

1,3 4,5

Jumlah 33.576 100

Sumber: Monografi Kecamatan Tayu tahun 2009

Berdasarkan 4.2 dapat diketahui bahwa penduduk di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati paling banyak bermata pencaharian di sektor pertanian sebagai petani atau buruh tani dengan jumlah 19.889 orang (59,2 %). Mata pencaharian yang paling sedikit dijumpai di Kecamatan Tayu adalah sebagai pensiunan yaitu sebanyak 432 orang (1,3 %). Tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani menunjukkan bahwa Kecamatan Tayu Kabupaten Pati merupakan daerah agraris. Hal ini, juga didukung dengan kondisi alam di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati yang cocok untuk kegiatan pertanian, misalnya hamparan sawah yang masih luas dan kondisi


(62)

tanah yang cocok untuk pertanian selain itu suplai air yang cukup dari curah hujan maupun dari sungai.

4.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting dalam menunjang kelancaran pembangunan. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan mudah untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga akan memperlancar proses pembangunan. Sebaliknya masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan sulit untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga dalam hal ini akan mempersulit pembangunan. Jadi tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya manusia dan kemajuan suatu wilayah. Orang yang berpendidikan cenderung berpikir lebih rasional dan umumnya cenderung menerima adanya pembaharuan. Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya disajikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2009 No ingkat Pendidikan Distribusi

Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 elum tamat SD 7.88 12,09

2 idak tamat SD 14.454 22,17

3 amat SD 15.858 24,32

4 amat SLTP 11.671 17,90

5 amat SLTA 11.916 18,28

6 amat Akademi/PT 3.418 5,24

Jumlah 65.197 100,00


(63)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan Tayu Kabupaten Pati sebagian besar tingkat pendidikannya tamat Sekolah Dasar yaitu 15.858 (24,32 %). Tingkat pendidikan penduduk yang paling sedikit adalah tamat akademi atau perguruan tinggi yaitu sebanyak 3.418 atau 5,24 %.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Tayu Kabupaten Pati sebagian besar tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Sehingga berdampak pada pembangunan daerah kurang bisa berkembang dan penduduk akan sulit menerima inovasi baru. Selain itu kesadaran akan pentingnya pendidikan masih kurang khususnya pada penduduk yang tinggal jauh dari kota Kecamatan dikarenakan informasi dan pengetahuan tentang pendidikan terbatas.

4.3 Keadaan Pertanian

Sektor pertanian merupakan tumpuan perekonomian di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati sebab sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak dan merupakan penyumbang pendapatan utama bagi penduduk di Kecamatan Tayu. Selain itu kegiatan pertanian mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.


(64)

Ketersediaan pangan tidak terlepas dari jenis komoditi tanaman yang ditanam oleh para petani di Kecamatan Tayu kabupaten Pati. Alokasi lahan usahatani untuk luas tanaman yang diusahakan dapat disajikan dalam tabel 4.4. Tabel 4.4 Luas dan produksi tanaman utama di Kecamatan Tayu tahun 2009

No Komoditas uas Tanaman (Ha)

Luas yang dipanen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata-Rata Produksi (KW/Ha)

1 adi 3.155 3.155 20.507,5 65

3 etela Pohon 890 890 1.78 200

5 acang Tanah 826 826 3.304 40

Sumber: Monografi Kecamatan Tayu 2009

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa tanaman pangan yang diproduksi di Kecamatan Tayu meliputi padi, ketela pohon dan kacang tanah. Luas tanaman pangan yang paling banyak adalah tanaman padi yaitu sebesar 3.155 hektar dengan luas panen 3.155 hektar. Produksi rata-rata tanaman padi adalah 65 kwintal/hektar. Besarnya luas tanaman padi dikarenakan mayoritas penduduk di Kecamatan Tayu membudidayakan tanaman padi untuk menopang kehidupannya.

4.4 Keadaan Sarana Perekonomian

Sarana dan prasarana perekonomian yang ada mempunyai peranan penting dalam menunjang kegiatan ekonomi dari suatu wilayah. Sarana dan prasarana perekonomiam yang ada di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Sarana perekonomian yang ada di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati

o arana Perekonomian umlah


(65)

2 asar Hewan 1

3 Kios/ Toko/ Warung 1.047

4 asar Ikan/ TPI 2

5 KUD/ Kospin 16

6 KK 1

7 RI Unit 2

8 egadaian 1

Sumber: Monografi Kecamatan Tayu Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sarana perekonomian yang ada di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati antara lain : pasar umum, pasar hewan, kios TPI, KD/Kospin, BKK, BRI dan Pegadaian. Sarana perekonomian yang ada diharapkan dapat membantu penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu juga dapat memenuhi kebutuhan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi. Sarana perekonomian yang banyak di jumpai di Kecamatan Tayu adalah toko, kios atau warung yaitu sebanyak 1.047 buah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak penduduk di Kecamatan Tayu yang membuka usaha sendiri berupa toko, kios maupun warung.

4.5 Karakteristik responden

Karakterisitik responden dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, status usahatani dan luas lahan yang dimiliki menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan responden dalam mengelola usaha tani yang dijalankannya.

4.5.1 Usia Responden

Usia petani padi responden di Kecamatan Tayu berkisar dari 29 tahun sampai dengan 72 tahun. Rata-rata petani responden berumur 44,94 tahun


(66)

seperti pada tabel 4.6. Usia tersebut merupakan usia yang dapat dikatakan sebagai usia produktif. Usia produktif merupakan suatu tahap dimana pada usia tersebut kemampuan fisik petani cukup potensial untuk menjalankan aktivitasnya baik untuk mengolah lahan maupun untuk mengembangkan usaha tani yang mereka miliki dalam hal ini usaha tani padi.

Tabel 4.6 Usia Responden

Umur Frekuensi Persentase (%)

0-40 17 34

0-60 31 62

0-80 2 4

otal 50 100

ata-rata 44,94 Sumber : Data Primer diolah 2010

4.5.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani juga berpengaruh terhadap pola pikir dan penguasaan teknologi. Berdasar pada tingkat pendidikan formal, sebagian responden menempuh pendidikan setara sekolah dasar (SD) yaitu sebesar 34%, sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 36% persen dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh oleh 26% responden serta sebanyak 4% mencapai jenjang pendidikan perguruan tinggi, seperti yang terlihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


(67)

D 17 34

MP 18 36

MA 13 26

erguruan Tinggi 2 4

otal 50 100

Sumber : Data Primer diolah 2010

Dengan jenjang pendidikan formal yang ditempuh petani relatif terbatas maka pengelolaan usahatani padi hanya dijalankan secara sederhana sesuai dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan dan informasi yang didapatkan antar petani. Selain itu, petani juga mendapatkan pendidikan informal berupa Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) padi Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati sehingga dapat menjadi faktor pendukung baik pengetahuan maupun informasi yang lebih banyak bagi petani untuk mengelola usaha tani padi. 4.5.3 Pengalaman Bertani

Aspek pengalaman bertani juga berpengaruh terhadap keputusan petani untuk mengembangkan usahatani padi. Pengalaman bertani responden berkisar dari 1 tahun sampai dengan 35 tahun. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa petani dengan pengalaman bertani 0 – 5 tahun mencapai 18%, pengalaman bertani 6 -10 tahun sebesar 24%, pengalaman bertani 11 – 15 tahun mencapai 24%. Sedangkan pengalaman bertani selama lebih dari 15 tahun mencapai nilai tertinggi yaitu 34% atau setara dengan 17 responden. Rata – rata pengalaman bertani responden yang membudidayakan padi yaitu sebesar 13,09 tahun.

Dari hasil tersebut, petani dapat dikatakan sudah cukup lama membudidayakan padi. Pengalaman tersebut merupakan modal awal bagi


(68)

petani dalam membudidayakan padi karena dengan pengalaman tersebut, petani dapat menghadapi berbagai hambatan dalam budi daya padi. Selain itu, para petani juga dapat mengambil keputusan sesuai dengan keadaan yang mereka hadapi.

Tabel 4.8 Pengalaman Bertani Lama Pengalaman Bertani

(Tahun)

Frekuensi Persentase (%)

– 5 9 18

– 10 12 24

1 – 15 12 24

15 17 34

otal 50 100

ata-rata 13,09 Sumber : Data Primer diolah 2010

4.5.4 Status Usahatani

Berdasarkan hasil penelusuran secara langsung di dua kelompok tani, diperoleh bahwa 50% penerima SLPTT memiliki lahan tani sendiri dengan jumlah responden sebanyak 25 petani responden. Kemudian sebanyak 24 responden merupakan lahan sewa dan sisanya dengan jumlah 1 responden atau setara 2% status usahataninya adalah bagi hasil dengan pemilik lahan.

Tabel 4.9 Status Usaha Tani Status Usaha

Tani

Frekuensi Persentase (%)

Milik sendiri 25 50

ewa 24 48

agi Hasil 1 2


(69)

Sumber : Data Primer diolah 2010

4.5.5 Luas Lahan

Luas lahan merupakan kepemilikan lahan oleh petani yang digunakan untuk usahatani padi yang biasanya dinyatakan dalam hektar (Ha). Sebagian besar responden mempunyai luas lahan di bawah 0,5 Ha yaitu sebanyak 46 responden atau sebanyak 92%. Sebanyak 6% atau setara 3 responden mempunyai luas lahan antara 0,6 – 1 Ha. Dan sisanya sebanyak 1 responden memiliki luas lahan diatas 1 Ha.

Tabel 4.10 Luas Lahan

Luas lahan (Ha) Frekuensi Persentase (%)

– 0,5 46 92

6 – 1 3 6

1 1 2

otal 50 100

Sumber : Data primer diolah 2010

4.6 Tingkat Adopsi Teknologi SLPTT Padi

Tingkat adopsi petani terhadap Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) berupa tingkat adopsi atau penerapan terhadap (1) varietas unggul, (2) bibit muda, (3) jumlah bibit, (4) sistem tanam, (5) pemupukan berdasarkan tingkat kehijauan warna daun, (6) pemupukan organik, (7) pengairan berselang, (8) pengendalian gulma, (9) panen tepat waktu.


(70)

Varietas unggul merupakan varietas yang mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu, misalnya mempunyai daya hasil yang tinggi, cita rasa baik, maupun mempunyai ketahanan terhadap penyakit baik. Pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa sebanyak 42 petani responden menggunakan varietas unggul sesuai dengan yang direkomendasikan oleh PPL setempat. Petani responden menggunakan varietas unggul sesuai dengan yang direkomendasikan oleh PPL yaitu varietas ciherang karena tahan terhadap penyakit serta ketersediaan benih di pasaran. Sedangkan sebanyak 7 orang menggunakan varietas yang kurang sesuai dengan rekomendasi dari PPL atau varietas tersebut berasal dari pembenihan sendiri, serta satu petani responden tak menggunakan teknologi. Dengan total skor 141 artinya persentase tingkat adopsinya tinggi yaitu diangka 94%.

Tabel 4.11 Adopsi komponen varietas unggul Teknologi

PTT

Kriteria Skor Frekuensi Total Skor

Persentase Tingkat Adopsi

Varietas Unggul

eknologi

Penuh 3 42

141 94% Tinggi eknologi

Sedang 2 7

eknologi

Rendah 1 1

Sumber : Data primer diolah 2010 4.6.2 Bibit Muda

Bibit muda adalah bibit yang berumur kurang dari 15 Hari Setelah Semai (HSS). Penggunaan bibit muda bertujuan untuk menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan bibit yang lebih tua.

Tabel 4.12 Adopsi komponen bibit muda


(71)

PTT Skor Adopsi

Bibit Muda

eknologi

Penuh 3 16

115 76,6% Sedang eknologi

Sedang 2 33

eknologi

Rendah 1 1

Sumber : Data primer diolah 2010

Sebagaimana data yang tersaji pada tabel 4.12, sebanyak 16 petani responden menggunakan bibit muda sesuai dengan rekomendasi dari PPL setempat . Ini berarti bahwa petani menanam bibit pada usia muda yaitu pada usia 15 hari setelah semai. Secara keseluruhan tingkat adopsi komponen bibit muda adalah sedang karena persentasenya mencapai 76,6%.

Petani yang menggunakan bibit kurang sesuai dengan rekomendasi dari PPL sebanyak 33 petani, hal tersebut dikarenakan petani memindah bibit ke lahan pada saat berumur kurang dari 21 HSS. Dan sisanya sebanyak 1 responden tidak menggunakan teknologi.

4.6.3 Jumlah Bibit

Tabel 4.13 Adopsi komponen jumlah bibit Teknologi

PTT

Kriteria Skor Frekuensi Total Skor

Persentase Tingkat Adopsi

umlah Bibit

eknologi

Penuh 3 28

124 82,7% Tinggi eknologi

Sedang 2 18

eknologi

Rendah 1 4

Sumber : Data primer diolah 2010

Jumlah bibit yang dianujurkan oleh PPL adalah 1-3 bibit, manfaatnya yaitu untuk mengurangi persaingan bibit antar rumpun, kemudian memaksimalkan pencapaian jumlah anakan, memaksimalkan peluang


(72)

tercapainya potensi hasil suatu varietas dan yang terakhir dapat menghemat penggunaan benih.

Dari tabel 4.13 sebanyak 28 petani responden memakai teknologi yang di anjurkan oleh PPL. Selanjutnya sebanyak 18 petani responden menggunakan jumlah bibit sebanyak 4-5 dalam satu rumpun tanam dan sisanya sebanyak 4 petani responden menerapkan jumlah bibit lebih banyak yaitu lebih dari 5 dalam satu rumpun. Dari tabel 4.13 di peroleh total skor sebanyak 124 atau 82,7% yang artinya tingkat adopsi komponen teknologi jumlah bibit termasuk tinggi.

4.6.4 Sistem Tanam

Sistem tanam adalah jarak tanam yang di gunakan oleh petani responden dalam usaha tani padinya. Berdasarkan pada tabel 4.14, sebanyak 9 petani menggunakan sistem tanam yang sesuai dengan rekomendasi dari PPL setempat. Sistem tanam yang dianjurkan PPL adalah sistem jajar legowo 2:1 atau 4:1. Sistem jajar legowo 2:1 yaitu cara tanam berselang-seling 2 baris kemudian 1 baris kosong. Sistem jajar legowo 4:1 adalah cara tanam berselang-seling 4 baris kemudian 1 baris kosong.

Penggunaan sistem tanam jajar legowo mempunyai tujuan untuk memudahkan dalam pengendalian hama, penyakit dan gulma. Selain itu penggunaan sistem tanam jajar legowo bertujuan untuk penyediaan ruang kosong untuk pengaturan air. Sebanyak 37 petani menanam bibit pada lahan


(1)

Lampiran 5

Uji normalitas pendapatan petani sesudah SLPTT

Statistics

Sesudah

N Valid 50

Missing 0

Mean 2766977.00

Median 2818525.00

Mode 1305500a

Std. Deviation 939701.104

Variance 883038165684.694

Skewness .286

Std. Error of Skewness .337

Kurtosis -.774

Std. Error of Kurtosis .662

Sum 138348850


(2)

Lampiran 6

Uji t pendapatan petani sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 SESUDAH 2766977.00 50 939701.104 132893.805

SEBELUM 2266665.00 50 867026.672 122616.088

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SESUDAH & SEBELUM 50 .892 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SESUDA H - SEBELU M


(3)

Lampiran 6

Gambar Proses Pembajakan Tanah

Gambar Penggunaan Sistem Tanam Jajar legowo Keompok Tani Rukun

Santosa


(4)

Musim Tanam II Tahun 2010

Gambar Panen Padi Kelompok Tani Bogasari I Musim Tanam II Tahun 2010

Gambar lokasi Laboratorium Lapang SLPTT di Kelompok Tani Bogasari I

Musim Tanam II Tahun 2010


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

1 80 95

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) (Studi kasus : Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

3 58 57

Evaluasi Petani Terhadap Program Penyuluhan Pertanian Sl Ptt (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu): Hama Terpadu (Kasus : Petani Padi Sawah, Desa Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

3 67 67

DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU ( SLPTT ) DARI ASPEK PRODUKSI DAN PENDAPATAN SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA

0 5 25

DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU ( SLPTT ) DARI ASPEK PRODUKSI DAN PENDAPATAN SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA

0 2 25

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI DESA KEDALEMAN KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

0 4 198

Hubungan Antara Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Jagung ( Kasus: Desa Pulo Bayu, Kecamatan Hutabayuraja, Kabupaten Simalungun)

0 13 91

Hubungan Antara Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (Slptt) Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Jagung ( Kasus: Desa Pulo Bayu, Kecamatan Hutabayuraja, Kabupaten Simalungun)

0 2 91

(ABSTRAK) DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI.

0 1 2

EVALUASI PROGRAM PADA SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI CIHERANG DI GAPOKTAN MAGURU DESA PULUTAN KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

0 0 12