Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kecambah Normal Pala (Myristica fragans Houtt)

KARAKTERISASI MORFOLOGI BENIH DAN PENENTUAN
KRITERIA KECAMBAH NORMAL PALA
(Myristica fragans Houtt)

LISTYA PRAMUDITA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi
Morfologi Benih dan Penentuan Kriteria Kecambah Normal Pala (Myristica
fragans Houtt) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Listya Pramudita
NIM A24100030

ABSTRAK
LISTYA PRAMUDITA. Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kriteria
Kecambah Normal Pala (Myristica fragans Houtt) Dibimbing oleh ENY
WIDAJATI.
Tujuan penelitian adalah (1) mempelajari karakter morfologi benih pala dari
beberapa lokasi sumber benih sebagai tolok ukur pengujian kemurnian benih pala
dan (2) medapatkan kriteria kecambah normal yang tepat untuk menghasilkan
bibit pala yang bermutu tinggi. Karakterisasi dilakukan terhadap 3 lokasi sumber
benih yang dikelompokan menjadi 5 kelompok yaitu Liliboy pohon 6, Liliboy
pohon 8, Toisapu muncung, Toisapu bulat dan Wakal. Karakter morfologi yang
diamati sebagian besar tidak berbeda nyata nilai ragamnya berdasarkan uji
kehomogenan Bartlet. Karakterisasi morfologi benih, fuli dan buah menunjukan
persentase kemiripan tanaman antara 69.0% – 88.9%. Karakter morfologi seperti
bentuk benih, bentuk buah dan pola fuli depan dapat membedakan antar

kelompok. Hasil karakterisasi menunjukan bahwa benih pala masak fosiologis
adalah buah berwarna kuning kecoklatan, warna fuli merah, benih berwana coklat
kehitaman dan glosi. Hasil penelitian menunjukan pertumbuhan kecambah dengan
panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1.0 cm tidak berbeda nyata
dibanding dengan pertumbuhan kecambah dengan kriteria panjang akar > 4 cm
dan panjang tunas > 1 cm pada parameter pengamatan tinggi bibit, diameter bibit,
jumlah daun dan luas daun selama pembibitan. Kecambah dengan kriteria
kecambah yaitu panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm
merupakan kriteria kecambah normal pala.
Kata kunci: kemurnian benih, kriteria, pala, pembibitan

ABSTRACT
LISTYA PRAMUDITA. Characterization of Seed Morphology and Determination of
Nutmeg (Myristica fragans Houtt) Normal Seedling Criteria. Supervised by ENY
WIDAJATI.
The aims of this research was (1) to study the characteristic of nutmeg seed
from different seed origin as standard for nutmeg seed purity testing and (2) to
obtain the normal seedling criteria that produce high quality nutmeg young plant.
Characterization conducted in 3 location that was divided into 5 group of seed that
consist of Liliboy 6, Liliboy 8, oval Toisapu, round Toisapu and Wakal.

Morphological characteristic was not significantly different based on Bartlet
homogenity test. Characterization of the seed, mace and fruit elucidated similarity
percentage about 69.0% – 88.9%. Morphological characteristic such as seed
shape, fruit shape and front mace pattern can be differentiated based on seed
group. The characterization resulted to characteristic of nutmeg physiological
ripening is tawny fruit, red mace, dark brown and gloss seed. Result of research
showed that seedling with radicle length 3 cm – 4 cm and shooot lenght 0.3 cm –
1.0 cm growth was not significantly different with the growth of seedling that
have radicle length > 4 cm and shooot lenght > 1 cm on height, diameter, number
of leaf and leaf area young plant in the nursery. This was show that seedling with

radicle length betwen 3 cm – 4 cm and shooot lenght 0.3 cm – 1.0 cm was
nutmeg normal seedling criteria .
Key word: criteria, nursery, nutmeg, seed purity

KARAKTERISASI MORFOLOGI BENIH DAN PENENTUAN
KRITERIA KECAMBAH NORMAL PALA
(Myristica fragans Houtt)

LISTYA PRAMUDITA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakterisasi Morfologi Benih dan
Normal Pala (Myristica fragans Houtt)
Nama
: Listya Pramudita
NIM
: A24100030


Disetujui oleh

Dr Ir Eny Widajati, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Penentuan Kecambah

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai
April 2014 ini ialah karakterisasi dan pembibitan tanaman pala, dengan judul
Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kriteria Kecambah Normal Pala

(Myristica fragans Houtt).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih saya
sampaikan kepada tim penelitian pala dari BOPTN 2013 dengan Ibu Dr Ir Faiza C
Suwarno, MS sebagai ketua peneliti dan Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS sebagai
anggota peneliti. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan rasa terima
kasih juga disampaikan terhadap Ayu Puspitaningrum dan civitas akademika
Agronomi dan Hortikutura angkatan 47 yang telah membantu penelitian ini secara
langsung maupun tidak langsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Listya Pramudita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

11

Latar Belakang

11

Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

2

2

Tanaman Pala

2

Karakterisasi

2

Analisis Kemurnian Benih

3

Kriteria Kecambah Normal dan Pembibitan Pala

4

METODE PENELITIAN


5

Tempat dan Waktu Penelitian

5

Bahan dan Alat

5

Pelaksanaan Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum


8

Percobaan 1.Karakterisasi Morfologi Benih Pala

9

Percobaan 2.Penentuan Kriteria Kecambah Normal Berdasarkan Pertumbuhan
Bibit Pala
13
SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

25


DAFTAR PUSTAKA

25

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Sifat morofologi benih pala dan kategori pengukuran (modifikasi
Internasional Plant Genetic Resources Institute 1980)
2 Rekapitulasi karakter kualitatif dan kuantitatif pada buah, fuli dan
benih pala
3 Kondisi awal kecambah setiap perlakuan tanaman pala di pembibitan
4 Tinggi dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala di pembibitan
5 Diameter dan laju pertumbuhan diameter bibit pala di pembibitan
6 Pertumbuhan jumlah daun dan laju pertumbuhan jumlah daun daun
pala di pembibitan
7 Luas daun dan laju pertumbuhan luas daun bibit pala di pembibitan

6
11
13
15
18
20
23

DAFTAR GAMBAR
1 Keragaman karakter kualitatif benih, fuli dan buah dalam sistem
scoring yang ditemukan di pengamatan
2 Keragaman karakter morfologis antara 5 kelompok benih pala
3 Kondisi awal kecambah dengan berbagai teraf perlakuan kriteria
kecambah
4 Tinggi bibit dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala selama 9 minggu
pembibitan
5 Pertumbuhan diameter bibit dan laju pertumbuhan diameter bibit pala
selama 9 minggu pembibitan
6 Pertumbuhan jumlah daun bibit dan laju pertumbuhan jumlah daun
bibit pala selama 9 minggu pembibitan
7 Pertumbuhan empat jenis kriteria kecambah pala yang berbeda selama
pembibitan

9
10
14
16
19
21
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Maluku.
Tanaman pala merupakan tanaman rempah dan obat yang menghasilkan minyak
atsiri. Tanaman pala menghasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi yaitu biji
pala dan fuli (Kemenristek 2001). Daging buah pala digunakan sebagai bahan
dasar dalam membuat manisan, sirup, dan selai.
Perkembangan volume ekspor biji pala Indonesia dari tahun 2006 - 2011
mengalami fluktuasi, ekspor terendah pada tahun 2008 sebesar 12 942 ton dengan
nilai US$ 50 187 000 dan tertinggi pada tahun 2006 sebesar 16 702 ton dengan
nilai US$ 47 775 000. Nilai ekspor terbesar dari ekspor pala terjadi pada tahun
2011 dengan nilai ekspor sebesar US$ 135 933 000 dan produksi nasional pada
tahun itu 14 985 ton (BPS 2013). Bentuk komoditas yang diekspor adalah biji
pala, fuli, dan pala gelondongan.
Salah satu permasalahan pada komoditas pala adalah penelitian dan
pengembangan ilmu dan teknologi perbenihan tanaman pala yang belum
berkembang. Benih pala masih belum mempunyai standar pengujian mutu benih
yang baku secara nasional maupun internasional. Parameter pengujian mutu benih
adalah pengujian mutu fisik, genetik dan fisiologis.
Tanaman pala merupakan tanaman yang sebagian besar penyerbukannya
dilakukan secara penyerbukan silang. Persilangan antar aksesi terjadi dalam
perkebunan pala dan mengakibatkan keragaman benih yang diproduksi dalam
suatu perkebunan tanaman pala. Hal ini menyebabkan kemurnian fisik benih
rendah dengan beragamnya bentuk benih dan kemurnian genetik benih pada satu
pohon pala rendah.
Permasalahan mutu fisiologis yang rendah antara lain dikarenakan
ketidakseragaman proses perkecambahan benih yang disemai. Hal lain yang
menjadi permasalahan adalah belum adanya standar kecambah normal pala yang
tepat untuk pembibitan. Kriteria kecambah normal yang belum jelas untuk
pembibitan akan menyebabkan pertumbuhan bibit menjadi lambat dan tidak
normal selama pembibitan.
Pengukuran tingkat kemurnian benih pala dalam beberapa varietas tanaman
pala diperlukan sebagai pedoman dalam melakukan analisis kemurnian benih
pala. Benih dengan tingkat kemurnian benih tinggi mempunyai mutu benih tinggi
Penentuan standar kemurnian benih dapat dilakukan dengan melihat karakter fisik
benih pala. Salah satu karakter fisik benih pala adalah berat benih, ukuran benih,
warna benih, bentuk fuli dan karakter fisik benih lainya. Hal ini menunjukan perlu
adanya karakterisasi morfologi benih pala sebagai salah satu tolok ukur pengujian
kemurnian benih.
Penentuan kriteria normal yang tepat untuk pindah tanam ke pembibitan
merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu bibit dan kualitas tanaman
di lapangan. Kriteria kecambah yang tepat untuk pindah tanam diperlukan agar
kecambah yang dipindah tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan bibit di lapang.
Kecambah dengan struktur kecambah yang tepat akan mempunyai akar yang kuat

2
dan tidak terlalu panjang sehingga resiko kerusakan pertumbuhan yang terhambat
menjadi kecil.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini antara lain bertujuan untuk:
1. Mempelajari karakter morfologi benih pala dari beberapa lokasi sumber benih
sebagai tolok ukur pengujian kemurnian benih pala.
2. Mendapatkan kriteria kecambah normal yang tepat untuk menghasilkan bibit
pala yang bermutu tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pala
Tanaman Pala (Myristica fragans Houtt) adalah tanaman tropis tahunan
yang berkayu dengan rata-rata tinggi 5 m – 8 m. Daun tanaman pala berbentuk
lonjong dengan ukuran dimensi sekitar 4 cm – 10 cm. Tanaman pala mempunyai
daun dengan warna hijau dan mengkilap. Bunga pala diproduksi di ketiak daun
tanaman dan tanaman pala berbungan sepanjang tahun. Buah pala mempunyai
diameter sekitar 3 – 9 cm dengan warna buah coklat muda atau coklat kehijauan
(Suhono et al. 2010).
Pembungaan tanaman pala dilakukan secara unisexual - dioecious,
walaupun tedapat tanaman pala yang bebrbunga polygamous/hemaprodite.
Tanaman pala unisexual - dioecious ditunjukkan dengan bunga jantan dan bunga
betina terdapat pada individu pohon yang berbeda. Seratus benih pala dari satu
pohon yang ditanam menghasilkan rata-rata 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan
5 pohon hemaprodite (Hadad dan Firman 2003). Seks rasio yang disarankan
dalam suatu perkebunan pala adalah 1:10, dimana setiap 10 pohon betina harus
terdapat 1 pohon jantan (Hadad dan Syakir 1992).
Ciri-ciri benih pala yang masak fisiologis dan bisa dijadikan benih dapat
dilihat dari penampilan buah yang berwarna kuning kecoklatan dan atau buah
sudah merekah. Tekstur kulit buah agak kasar, apabila dibelah kelihatan warna
fuli merah menyala (kecuali varietas tertentu ada yang berwarna putih), warna biji
coklat kehitaman dan mengkilap, dan biji keras. Fuli merupakan selaput arilus
yang berkembang dan menyelimuti benih. Benih yang akan digunakan sebagai
bahan perbanyakan telah diekstraksi dari buah dan fulinya (Wardiana et al. 2010).

Karakterisasi
Karakterisasi merupakan kegiatan mengidentifikasi dan mencatat data sifat
atau karakter morfo-agronomis dari suatu tanaman. Karakterisasi pada beragam
aksesi plasma nutfah bertujuan untuk membedakan fenotipe dari setiap aksesi

3
dengan cepat dan mudah (Puslitbangbun 2005). Karakterisasi marka morfologi
lebih mudah dilakukan daripada karakterisasi molekuler. Hal ini karena
karakterisasi morfologi mudah diamati dan jelas. Karakter yang diamati umumnya
diwariskan kepada keturunanya, mudah dibedakan secara visual, terekspresikan
pada semua kondisi lingkungan, dikontrol oleh satu atau banyak gen, dan mudah
dimanipulasi dalam pemuliaan tanaman (Bermawie 2005).
Hal ini didukung dengan pernyataan Syukur et al (2012) bahwa karakter
morfologi terdiri dari karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif
dikendalikan oleh satu sampai dua gen dan tidak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Karaker kualitatif mudah diamati dan terekspresi di setiap kondisi
lingkungan karena genotipe tanaman yang beragam masih bisa menunjukan
fenotipe yang sama. Karakter kuantitatif merupakan karakter tanaman yang dapat
diukur dan berbeda secara gradual. Karakter kuantitatif ini dipengaruhi oleh
banyak gen dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan menyebabkan fenotipe
tanaman beragam walaupun genotipenya sama. Beberapa tanaman dengan
genotipe sama kadang mempunyai kestabilan genotipe. Kestabilan genotipe
adalah kemampuan genotipe suatu tanaman untuk hidup di kondisi lingkungan
yang beragam sehingga fenotipenya tidak banyak mengalami perubahan di setiap
lingkungan yang berbeda. Pernyataan tersebut sesuai dengan Marzuki (2007) yang
menyatakan bahwa hasil studi morfo-ekologi tanaman pala varietas Banda
(Myristica fragans Houtt) di 6 ekotipe berbeda yaitu di daerah Maluku (Ambon,
Banda dan Luhu) dan Maluku Utara (Ternate, Tidore dan Bacan) menunjukan
stabilitas 17 karakter morfologi dengan tingkat kesamaan 90% dari 21 karakter
morfologi yang diamati di 6 ekotipe yang berbeda.

Analisis Kemurnian Benih
Mutu benih menyangkut mutu genetis, fisik, fisiologis dan patologis. Mutu
genetis menjabarkan sifat-sifat unggul yang diwariskan dari pohon induknya yang
mampu mencirikan karakter varietas tertentu. Analisis kemurnian dapat dihasilkan
dengan tingkat kemurnian tinggi. Tingkat kemurnian benih tinggi harus bebas dari
benih varietas lain, tanaman spesies lain, biji gulma, dan kotoran. Benih dapat
diseleksi selama proses pengolahan benih sehingga kemurnian benih meningkat.
Hasil dari proses pengolahan benih akan diperoleh mutu fisiologis dan fisik yang
baik. Mutu fisik bukan hanya menyangkut struktur morfologis benih tetapi juga
ukuran dan berat benih yang seragam (Ilyas 2012).
Analisis kemurnian benih merupakan salah satu pengujian mutu benih
yang memisahkan benih murni, benih tanaman lain dan kotoran benih. Ketiga
kompeonen tersebut dipersentasekan berdasarkan berat. Tujuan analisa kemurnian
benih adalah menetapkan persentase komponen benih dari suatu komposisi contoh
yang diuji dan berdasarkan kesimpulan komposisi lot benih. Tujuan lainya antara
lain untuk mengidentifikasi berbagai spesies benih lain dan kotoran benih dalam
contoh benih (BBPPMBTPH 2010).
Analisis kemunian benih dilakukan dengan memisahkan contoh kerja lot
benih menjadi 3 komponen yaitu benih murni, benih tanaman lain dan kotoran
benih. Benih murni merupakan benih yang sesuai dengan pernyataan pengirim
atau benih yang secara dominan ditemukan di dalam contoh benih termasuk

4
semua benih varietas lain. Benih tanaman lain yaitu unit benih tanaman spesies
lain yang ditemukan dalam lot benih selain benih murni. Kotoran benih meliputi
semua bahan lain dan struktur yang bukan merupakan bagian dari benih
(BBPPMBTPH 2010).
Kriteria Kecambah Normal dan Pembibitan Pala
Santoso dan Purwoko (2007) menyatakan penentuan kriteria kecambah pada
umur semai yang tepat diperlukan untuk pindah tanam. Hal ini bertujuan agar
kecambah pindah tanam tidak terlalu muda ataupun terlalu tua, karena fase
perkecambahan ketika pindah tanam akan mempengaruhi pertumbuhan bibit.
Nurahmi et al. (2013) juga menjelaskan bahwa kecambah kakao dengan kriteria
kecambah pada umur sepuluh hari merupakan kecambah yang tepat untuk pindah
tanam di pembibitan karena mempunyai akar yang kuat dan tidak terlalu panjang
sehingga resiko kerusakan dan pertumbuhan yang terhambat menjadi kecil.
Hal ini sesuai dengan Hidayat (2010) menyatakan kriteria kecambah normal
kelapa sawit untuk pembibitan adalah kecambah tumbuh sempurna dan secara
jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula, plumula dan radikula tumbuh
lurus dan berlawanan arah, plumula dan radikula tampak segar dengan panjang
maksimal 2 cm, kecambah tidak berjamur dan tidak patah. Indraty (2012)
menyatakan benih karet yang memiliki struktur kulit benih keras dan kriteria
kecambah normal pada kecambah stadium pancing. Stadium kecambah pancing
dapat dicapai dengan penyemaian selama 15 – 20 hari. Kecambah dengan stadium
pancing mempunyai ciri apokol yang baru muncul, belum tumbuh lurus dan masih
bengkok. Kecambah stadium pancing harus ditanam di lapang agar pertumbuhan
akar tunggang dan tunas sempurna. Bibit yang berasal dari kecambah stadium
pancing mempunyai pertumbuhan cepat dan ideal. Bibit tidak harus segera
dipindahkan ke lapangan dan tingkat kerusakanya paling kecil. Pertumbuhan
tunas maupun akar setelah dipindah tanam sangat cepat. Daun akan terbentuk
setelah ± 7 hari. Santoso dan Purwoko (2007) juga menyatakan bahwa benih jarak
pagar yang disemai sampai fase pancing dengan sistem perakaran mencapai 5 cm
merupakan fase kecambah yang tepat untuk pindah tanam ke pembibitan.
Penyemaian benih sampai fase pancing terjadi saat persemaian berumur 3 hari –
10 hari. Lasut (2012); Saleh dan Fathurrahman (2010); Saleh dan Wardah (2010)
juga menyatakan bahwa benih aren yang dikecambahkan pada fase awal
perkecambahan (fase-1) merupakan fase yang tepat untuk pembibitan.
Pengecambahkan benih aren selama 6 – 12 hari sudah mencapai fase-1 dan sudah
bisa dipindahtanamkan.
Bibit merupakan bahan tanam yang berasal dari hasil perbanyakan secara
vegetatif tanaman atau benih yang sudah tumbuh dan belum mencapai stadium
kemandirian tanaman. Mutu bibit dievaluasi secara fisik, fisiologi, dan genetik.
Ciri fisik digunakan untuk mengevaluasi mutu bibit diantaranya tinggi total,
diameter pangkal batang, nisbah tinggi/diameter, nisbah bagian tunas/akar,
kelurusan dan jumlah batang, pangkal batang berkayu, keadaan tajuk dan
kekompakan akar (Hendromono 2003).
Hadad dan Firman (2003) menyatakan pembibitan tanaman pala dilakukan
selama satu tahun setelah penyemaian. Umur bibit antara satu tahun sampai dua

5
tahun. Lama pembibitan tanaman pala tidak boleh melebihi dua tahun lamanya.
Pembibitan yang terlalu lama mengakibatkan tanaman tumbuh terlambat karena
akarnya berlipat-lipat. Ditjenbun (2013) menyatakan bibit pala yang ditanam
harus memenuhi spesifikasi teknis antara lain menggunakan klon varietas unggul
pala yang telah dilepas oleh pemerintah atau klon unggul lokal, umur bibit 11
bulan – 13 bulan, tinggi lebih dari 50 cm, bebas dari hama dan penyakit tanaman,
ukuran polibag 15 cm × 20 cm serta telah lulus pengujian sertifikasi benih oleh
instansi yang berwenang atau UPT perbenihan.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan
Green House serta lahan Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada percobaan karakterisasi adalah buah pala yang
dipanen dari 3 lokasi sumber benih tanaman pala (Myristica fragans Houtt) di
Ambon. Pemanenan dilakukan pada minggu ke-2 bulan Desember 2013. Lokasi
sumber benih di lokasi Liliboy, Toisapu dan Wakal. Pemanenan benih berasal dari
1 pohon pala di setiap lokasi sumber benih. Setiap pohon dipanen sebanyak 300
buah pala yang telah masak fisiologis. Alat yang digunakan dalam karakterisasi
adalah alat tulis, jangka sorong, neraca analitik, label, pisau dan kamera digital.
Bahan yang digunakan pada percobaan pembibitan adalah benih pala. Media
perkecambahan adalah arang sekam. Media pembibitan adalah campuran tanah
dan pupuk kompos (1:1). Bahan lain yang digunakan adalah fungisida berbahan
aktif mankozeb 80% dengan konsentrasi 1 g/l, bambu dan polybag (20 cm × 25
cm). Peralatan yang digunakan adalah bak perkecambahan, gembor, alat
skarifikasi benih, paranet dengan intensitas naungan 70%, plastik UV tingkat
pemantulan 15%, label dan alat-alat pertanian.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian terdiri dari dua percobaan yang dilaksanakan secara bertahap.
Percobaan pertama adalah karakterisasi benih pala dan percobaan kedua adalah
penentuan kriteria kecambah normal berdasarkan pertumbuhan bibit pala.
Percobaan 1. Karakterisasi Morfologi Benih Pala
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan karakter morfologi benih pala
dari berbagai lokasi sumber benih. Karakter morfologi benih diamati secara

6
kualitatif dan kuantitatif pada buah, fuli dan benih. Benih pala yang akan diamati
berasal dari 3 lokasi sumber benih di Maluku.
Seleksi buah dan pengambilan sampel
Seleksi bentuk buah dilakukan pada buah dari setiap pohon pada setiap
lokasi sumber benih. Buah yang telah diseleksi kemudian dikelompokan
beradasarkan asal pohon dari setiap lokasi dan bentuk buah. IPGRI (1980); Ilyas
(2007) menyatakan jumlah sampel buah pala yang digunakan sebanyak 10 buah
dari setiap pohon.
Pengukuran dan pengamatan karakter morfologi
Pengukuran dilakukan pada buah, fuli dan benih pala yang telah diambil
sampelnya. Pengukuran dan pengamatan kualitatif dilakuakan secara manual.
Pengukuran karakter kuantitatif berupa pengukuran panjang dan bobot
menggunakan jangka sorong dan neraca analitik. Pengukuran warna dilakukan
secara manual. Sistem pengukuran karakter kuantitatif menggunakan pengukuran
numerik menggunakan skala pada alat. Pengukuran karakter secara kualitatif
menggunakan penilaian skala dengan sistem scoring. Pengukuran karakter
morfologi kualitatif dan kuantitatif dilakukan berdasarkan deskriptor tanaman
buah tropis yang telah dimodifikasi pada paramaeter pengamatan fuli dari
Internasional Plant Genetic Resources Institute (1980).
Tabel 1 Sifat morofologi benih pala dan kategori pengukuran (modifikasi
Internasional Plant Genetic Resources Institute 1980)
Sifat morfologi

Skor/Pengukuran

Deskripsi

Warna benih

1, 2, 3

1:hitam; 2:coklat; 3:hitam kecoklatan

Permukaan kulit benih

1, 2, 3

Bentuk benih
(ID=Dvertikal/Dhorisontal)

1, 2, 3, 4, 5

Panjang benih pala (mm)

Kuantitatif

1:kusam; 2:sedang; 3:glosi
1:oblat (ID1.5)
Pengukuran dalam milimeter

Diameter benih pala (mm)

Kuantitatif

Pengukuran dalam milimeter

Bobot benih (g)

Kuantitatif

Pengukuran dalam gram

Warna fuli

1, 2, 3

Pola fuli depan

1, 2, 3

Pola fuli belakang

1, 2, 3

Bobot fuli dan benih

Kuantitatif

1:merah; 2:merah muda; 3:gading
1:menjari besar di bawah; 2: menjari
agak tertutup; 3: menjari tengah dan
tertutup
1:lurus menyirip; 2:menyirip;
3:melengkung
Pengukuran dalam gram

Warna kulit buah pala

1, 2, 3, 4

Bentuk buah
(ID=Dvertikal/Dhorisontal)

1, 2, 3, 4, 5

Panjang buah (mm)

Kuantitatif

1:kurang tertutup; 2:agak tertutup;
3:tertutup
1:hijau muda; 2:gading; 3:kuning;
4:lainya
1:oblat (ID1.5)
Pengukuran dalam milimeter

Diameter buah (mm)

Kuantitatif

Pengukuran dalam milimeter

Bobot buah (g)

Kuantitatif

Pengukuran dalam gram

Penutupan fuli belakang

1, 2, 3

7
Analisis statistik
Pengujian keseragaman antar sampel dalam satu pohon dilakukan terhadap
seluruh kartakter morfologi yang diamati dari setiap kelompok benih. Pengujian
keseragaman antar karakter dilakukan dengan menggunakan pengujian
homogenitas Bartlet dengan formula sebagai berikut:

iS2i =

; k adalah banyaknya sampel, dan vi=ni-1. Xij adalah rataan

pengamatan ke-i dan karakter morfologi ke-j.
Persentase kesamaan didapatkan dari persentase sampel dalam setiap
kelompok benih dengan minimal tingkat kesamaan 60% terhadap semua sampel
(Ilyas 2007). Pengujian clustering menggunakan metode Gower’s dissimilarity
test dengan menggunakan perangkat lunak R-stat.
Percobaan 2. Penentuan Kriteria Kecambah Normal Berdasarkan
Pertumbuhan Bibit Pala
Rancangan Percobaan
Percobaan menggunakan rancangan lingkungan berupa rancangan acak
lengkap (RAL) dengan rancangan percobaan 1 faktor. Faktor perlakuan terdiri
dari 4 taraf percobaan (4 kriteria kecambah) yaitu P1 (panjang akar > 4 cm,
panjang tunas > 1 cm), P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3cm – 1
cm), P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm ), P4 (panjang akar ≤ 1 cm ). Setiap perlakuan
terdiri dari 7 ulangan dengan satu kecambah di setiap satuan percobaan sehingga
membutuhkan 28 kecambah untuk pindah tanam.
Model aditif linier yang digunakan antara lain:
( i = 1,2,3,4; j=1,2,3,4,5,6,7)
Keterangan:
Yij : respon pengamatan perlakuan kriteria kecambah ke-i, ulangan ke-j
µ : rataan umum percobaan
τi : pengaruh perlakuan kriteria kecambah ke-i
εij : pengaruh galat percobaan perlakuan kriteria kecambah ke–i
dan ulangan ke- j
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh nyata perlakuan terhadap
parameter pengamatan. Apabila hasil uji F menunjukkan adanya pengaruh nyata
pada taraf 5 %, maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk
mengetahui perlakuan yang menunjukkan hasil yang terbaik. Pengolahan data
untuk pengujian tersebut akan menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical
Analysis System).
Pelaksanaan Percobaan
Benih pala diekstraksi dari buah dengan memisahkan daging buah dan fuli
(selaput arilus benih). Benih kemudian dibersihkan dan disortasi menjadi benih
yang seragam dengan ukuran panjang 2 cm – 3 cm dan lebar 1.5 cm – 2.5 cm.
Benih dikeringanginkan di dalam ruangan selama 2 hari. Skarifikasi benih
dilakukan dengan menipiskan kulit benih menggunakan alat skarifikasi benih
pala. Skarifikasi dilakukan dibagian belakang benih pada bagian ujung dan bagian

8
pangkal. Pengecambahan benih dilakukan dengan media arang sekam dalam bak
perkecambahan yang telah disiram fungisida. Benih direndam selama lima menit
di dalam larutan fungisida sebelum pengecambahan. Penyiraman rutin dilakukan
setiap dua hari sekali terhadap media perkecambahan. Penyemprotan fungisida
dilakukan 1 minggu sekali. Pengecambahan dilakukan dibawah naungan dengan
tingkat naungan 70% selama 9 minggu.
Kecambah berumur 9 minggu kemudian diseleksi berdasarkan kriteria
kecambah untuk perlakuan. Parameter seleksi kecambah adalah panjang akar dan
panjang tunas. Kecambah dikelompokan berdasarkan kriteria P1 (panjang akar >
4 cm , panjang tunas > 1 cm), P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm , panjang tunas 0.3
cm – 1 cm), P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm ), P4 (panjang akar ≤ 1 cm ).
Pemindahan kecambah ke pembibitan dilakukan dengan menanam
kecambah sesuai dengan perlakuan ke polybag pembibitan yang berisi media
pembibitan yang telah disiram fungisida. Akar kecambah dicelupkan ke dalam
larutan fungisida. Kecambah dipidah tanam kedalam polybag pembibitan dan
media tanam disiram dan ditekan. Pemeliharaan pembibitan dilakukan 3 hari
sekali dengan penyiraman dan pengendalian gulma selama 9 minggu.
Pembibitan dilakukan dalam sungkup pembibitan yang terbuat dari bambu,
paranet, dan plastik UV. Kerangka sungkup dibuat dari bambu dengan ukuran
sungkup 6 m × 1 m dan tinggi 1.25 m. Plastik UV dengan tingkat intensitas
pemantulan cahaya 15% dipasang pada kerangka dan paranet dengan tingkat
naungan 70% diletakan diatas sungkup.
Pengamatan
Pengamatan kriteria kecambah dilakukan sebelum kecambah dipindah
tanam. Pengamatan dilakukan pada panjang akar dan panjang tunas. Panjang
tunas diukur dari pangkal batang. Panjang akar diukur dari pangkal benih.
Pengamatan selama pembibitan dilakukan setiap minggu. Parameter yang diamati
selama pembibitan adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan luas
daun. Tinggi bibit diukur dari pangkal batang sampai ujung tunas. Diameter bibit
diukur pada pangkal batang. Jumlah daun dihitung berdasarkan banyaknya daun
yang telah membuka sempurna. Penghitungan luas daun dilakukan dengan metode
gravimetri. Metode gravimetri dilakukan dengan membandingkan luas daun dan
luas kertas berdasarkan bobot kertas. Pengamatan dilakukan pada 1 minggu
selama pembibitan (MSP), 2 MSP, 3 MSP, 4 MSP, 5 MSP dan 6 MSP, 7 MSP, 8
MSP, dan 9 MSP. Pengamatan luas daun dilakukan pada 7 MSP dan 9 MSP.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pemanenan buah pada lokasi Liliboy dilakukan pada 2 pohon berbeda yaitu
pada pohon ke-6 dan pohon ke-8. Pada pemanenan di lokasi Toisapu dipanen pada
1 pohon dan terdapat 2 keragaman bentuk buah yaitu yang pertama memiliki
bentuk oval dan mengerucut di dekat tangkai buah dan bentuk bulat yang datar
pada bagian di dekat tangkai buah. Pengelompokan benih terdiri dari 5 kelompok

9
benih yaitu Liliboy pohon6, Liliboy pohon8, Toisapu muncung, toisapu bulat dan
Wakal.
Buah yang dipanen adalah buah yang masak fisiologis yang terdiri dari buah
yang merekah dan belum merekah selama transportasi. Diskolorasi warna buah
terjadi ketika transportasi setelah pemanenan buah. Hal yang terjadi adalah
perubahan warna kulit buah kecoklatan dan lebih kusam setelah buah dipanen.
Buah Liliboy pohon 6 tidak merekah sebanyak 72 dan jumlah buah yang telah
merekah sebanyak 121 dari total buah dipanen. Buah Liliboy pohon 8 memiliki
buah tidak merekah sebanyak 293 dan buah yang merekah sebanyak 88 dari total
buah dipanen. Buah Wakal mempunyai jumlah buah tidak merekah sebanyak 92
dan buah yang telah merekah sebanyak 142 dari total buah yang dipanen. Buah
Toisapu terdiri dari dua jenis buah yaitu Toisapu yang muncung dan Toispau
bulat. Buah Toisapu terdiri dari 90 buah tidak merekah dan 29 buah merekah.
Buah toispau yang tidak merekah dibagi menjadi buah Toisapu muncung
sebanyak 25 buah dan Toisapu bulat sebanyak 65 buah.
Percobaan 1. Karakterisasi Morfologi Benih Pala
Terdapat 18 karakter morfologi yang terdiri atas 11 karakter kualitatif dan 7
karakter kuantitatif. Keragaman karakter kualitatif dalam sistem scoring yang
ditemukan selama percobaan ditunjukan pada Gambar 1.
Pola fuli
depan

Pola fuli
belakang

Bentuk
benih

Glosi benih

Bentuk buah

Warna buah

A: depan; B:
belakang

Menjari
besar di
bawah

Melengkung
dan
menyirip

Bulat

Kusam

Oblat

Gading
kuning

Bagian
depan

Menjari
agak tertutup

Melengkung

Oval

Sedang

Bulat

Kuning
coklat

Bagian
belakang

Menjari
tengah dan
tertutup

Agak
lonjong

Glosi

Oval

Benih

Gambar 1 Keragaman karakter kualitatif benih, fuli dan buah dalam sistem
scoring yang ditemukan di pengamatan

10
Berdasarkan hasil karakterisasi morfologi benih yang dilakukan pada setiap
sampel dalam setiap kelompok benih menunjukan bahwa benih pala dari setiap
kelompok benih seragam. Hal ini ditunjukan dengan hasil analis ragam yang tidak
berbeda nyata antar sampel dari tiap kelompok benih. Keragaman karakter
kuantitatif tidak berbeda nyata antar sampel dalam satu kelompok. Karakter
kualitatif sebagian besar menunjukan keragaman yang tidak berbeda nyata antar
sampel dalam satu kelompok benih dan terdapat beberapa karakter morfologi
yang sama antar sampel dalam satu kelompok pada karakter morfologi tertentu.
Hasil rekapitulasi 18 karakter morfologi yang diamati dapat dilihat pada Tabel 2.
Keragaman karakter morfologi kelompok benih ditunjukan pada Gambar 2.
Hasil karakterisasi morfologi pala yang memiliki keragaman karakter
morfologi antar kelompok benih bisa mencirikan karakter morfologi setiap
kelompok benih. Hal ini ditunjukan dengan adanya keragaman karakter morfologi
antar kelompok benih pada parameter bentuk benih, pola fuli depan dan bentuk
buah (Tabel 2). Benih yang berasal dari daerah Liliboy pohon 6 mempunyai ciri
morfologi bentuk benih agak lonjong dan mempunyai pola fuli yang menjari besar
di bagian depan benih. Benih dari pohon Liliboy 8 mempunyai ciri morfologi
bentuk benih oval dan bentuk buah yang bulat. Benih Toisapu muncung
mempunyai ciri morfologi bentuk benih agak lonjong dan bentuk buah yang oval.
Benih Toisapu bulat mempunyai bentuk benih agak lonjong dan bentuk buah yang
bulat. Benih Wakal mempunyai bentuk benih bulat dan bentuk buah oblat. Hal ini
menunjukan karakter morfologi bentuk benih, pola fuli depan dan bentuk buah
mampu membedakan kelompok benih.
Karakter morfologi bentuk benih, pola fuli depan dan bentuk buah
merupakan karakter morfologi yang kualitatif. Karakter kualitatif bisa dijadikan
salah satu tolok ukur dalam pengujian kemurnian genetik pala. Karakter kualitatif
merupakan karakter yang masih bisa terekspresi di berbagai kondisi lingkungan
karena pengaruh lingkungan yang rendah.
Liliboy pohon
6

Liliboy
pohon8

Toisapu
muncung

Toisapu bulat

Benih

Benih dan
pola fuli
belakang

Buah

Gambar 2 Keragaman karakter morfologis antara 5 kelompok benih pala

Wakal

11
Tabel 2 Rekapitulasi karakter kualitatif dan kuantitatif pada buah, fuli dan benih
pala
Karakter
pengamatan

Sumber benih pala
Liliboy
pohon 6

Liliboy
pohon8

Toisapu
muncung

Toisapu bulat

Wakal

– – – – – Benih – – – – –
a

Coklat hitam

Coklat hitam

Coklat hitam

Coklat hitam

Coklat hitamtn

Bobot (g)

8.31tn

8.72tn

7.92tn

8.77tn

7.67tn

Panjang (mm)

28.40tn

29.04tn

28.41tn

29.10tn

25.28tn

Diameter (mm)

23.18tn

24.15tn

22.57tn

23.79tn

23.48tn

1.26tn
Agak
lonjongtn

1.20tn

1.26tn
Agak
lonjongtn

1.22tn
Agak
lonjongtn

1.08tn

Warna

ID
Bentuk benih
Glosi

Glosi

Ovaltn
tn

tn

Glosi

Glosi

Bulat

tn

Glosi

Glositn

– – – – – Fuli – – – – –
a

Warna

Merah

Merah

Merah

Merah

Merah

Bobot fuli dan
benih (g)

10.10tn

10.33tn

9.52tn

9.23tn

Melengkung
dan menyirip
Agak
tertutuptn

Melengkung
dan menyirip
Agak
tertutuptn

Melengkung
dan menyirip
Agak
tertutuptn

10.45tn
Melengkung
dan menyirip
tn

Melengkungtn

Menjari besar
di bawahtn

Menjari agak
tertutuptn

Menjari agak
tertutuptn

Pola belakang
Penutupan bagian
belakang
Pola depan

– – – – – Buaha – – – – –
Kuning
Kuning
coklat
coklat

Agak
tertutuptn
Menjari agak
tertutuptn

Agak tertutuptn
Menjari di
tengah dan
tertutuptn

Kuning
coklat

Gading
kuning*

Warna

Kuning
coklat

Bobot (g)

54.21tn

51.04tn

47.04tn

47.78tn

46.20tn

Panjang (mm)

55.48tn

50.45tn

53.84tn

50.03tn

45.63tn

Diameter (mm)

46.39tn

45.90tn

43.68tn

44.66tn

45.41tn

ID

1.12tn

1.10tn

1.24tn

1.12tn

1.00tn

Bentuk

Ovaltn

Bulat

Ovaltn

Bulat

Oblattn

88.9

88.9

82.2

76.0

69.0

Persentase
kesamaan (%)b
a

: data tanpa keterangan adalah data yang tidak mempunyai ragam atau seragam; *: ragam
data berbeda nyata pada uji Bartlett pada taraf 5% ; tn : ragam data tidak berbeda nyata
pada uji Bartlett pada taraf 5%; b: tingkat kesamaan diuji berdasarkan nilai
ketidakseragaman berdasarkan uji Gower's dissimilarity.

Hal ini sesuai dengan BBPPMBTPH (2010) yang menyatakan bahwa
pengujian spesies dan varietas dilakukan untuk menentukan contoh benih yang
dikirim sesuai dengan spesies atau varietas yang disebutkan oleh pemohon dengan
menggunakan metode tertentu. Metode pengujian spesies dilakukan pengujian
pada karaketer benih (warna, morfologi, karakter kimia dan tingkat ploidi),
pengujian pada tanaman di growth chamber (pengujian perkembangan karakter

12
pada fase tertentu), pengujian tanaman dalam plot (pencatatan karakter yang
membedakan di lapang) dan pengujian secara biomolekuler.
Tingkat kesamaan antar sampel pada satu pohon mempunyai rata-rata
tingkat kesamaan 69.0% – 88.9% (Tabel 2). Hal ini biasa terjadi karena
ketidaksamaan antar karakter kuantitatif antar sampel. Karakter morfologi yang
bersifat kuantitatif ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang dalam
proses fisiologi tanaman. Hal ini akan menyebabkan karakter morfologi yang
bersifat kuantitatif terpengaruh oleh lingkungan dan interaksi lingkungan dengan
gen. Karakter kuantitatif yang diamati memiliki tingkat keragaman rendah dan
bisa dipertahankan karakternya pada lingkungan yang berbeda. Hal ini ditunjukan
pada karakter bobot benih, panjang benih, diameter benih, bobot fuli dan benih,
bobot buah, panjang buah dan diameter buah pada Tabel 2.
Hal ini didukung dengan pernyataan Syukur et al (2012) bahwa karakter
morfologi terdiri dari karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif
dikendalikan oleh satu sampai dua gen dan tidak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Karaker kualitatif ini mudah diamati dan terekspresikan disetiap
kondisi lingkungan karena genotipe tanaman yang beragam masih bisa
menunjukkan fenotipe yang sama. Karakter kuantitatif merupakan karakter
tanaman yang dapat diukur dan berbeda secara gradual. Karakter kuantitatif ini
dipengaruhi oleh banyak gen dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan
menyebabkan fenotipe tanaman beragam walaupun genotipenya sama. Beberapa
tanaman dengan genotipe sama kadang mempunyai kestabilan genotipe.
Kestabilan genotipe adalah kemampuan genotipe suatu tanaman untuk hidup di
kondisi lingkungan yang beragam sehingga fenotipenya tidak banyak mengalami
perubahan di tiap lingkungan tersebut. Pernyataan tersebut sesuai dengan Marzuki
(2007) yang menyatakan bahwa studi morfo-ekologi tanaman pala varietas Banda
(Myristica fragans Houtt) di 6 ekotipe berbeda yaitu di daerah Maluku (Ambon,
Banda dan Luhu) dan Maluku Utara (Ternate, Tidore dan Bacan) menunjukan
stabilitas 17 karakter morfologi (90%) dari 21 karakter morfologi yang diamati di
6 ekotipe yang berbeda.
Hasil pengamatan karakter kualitatif terdapat karakter yang tidak
mempunyai keragaman antar kelompok benih. Hal ini dilihat pada karakter warna
benih, glosi benih, warna fuli, penutupan fuli bagian belakang, pola fuli belakang
dan warna buah pada kelompok benih tertentu (Tabel 2). Karakter yang tidak
memiliki keragaman ini memiliki karakter morfologi yang sama pada antar
sampel pada semua kelompok benih. Hal ini menunjukan karakter ini merupakan
karakter yang homogen dan terekspresi sama disemua kondisi lingkungan.
Karakter ini terekspresi dalam buah pala yang telah masak fisiologis sehingga
karakter ini bisa menunjukan salah satu ciri masak fisiologis benih pala.
Karakterisasi benih pala yang telah masak fisiologis mempunyai warna
kulit benih coklat hitam dan glosi. Bentuk benih antara bulat sampai agak lonjong.
Hasil karakterisasi pada fuli menunjukan bahwa fuli yang berwarna merah
merupakan salah satu ciri bahwa benih pala telah masak fisiologis. Penutupan fuli
pada benih adalah agak tertutup. Pola fuli bagian belakang menunjukan pola fuli
melengkung menyirip dan melengkung. Bentuk buah antara oblat sampai oval
dengan warna kuning kecoklatan. Hasil karakterisasi benih, fuli dan buah pala
yang telah masak fisiologis ditunjukan pada Gambar 2 dan Tabel 2. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wardiana et al. (2010) dan BPTPTH (2011) yaitu ciri-ciri

13
benih pala yang telah masak fisiologis untuk dijadikan benih dilihat dari
penampilan buah dengan warna kuning kecoklatan dan atau buah sudah
menunjukkan adanya tanda-tanda retak/belah. Bentuk buah agak bulat dan besar.
Tekstur kulit buah agak kasar, apabila dibelah kelihatan warna fuli merah menyala
(kecuali varietas tertentu ada yang berwarna putih), warna biji coklat kehitaman
dan mengkilap, dan biji keras. Fuli merupakan selaput arilus yang berkembang
dan menyelimuti benih. Benih yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan
telah diekstraksi dari buah dan fulinya.
Hasil karakterisasi pada warna buah dari kelompok benih Wakal
menunjukan warna gading kekuningan dan terdapat keragaman dalam sampel
yang diuji. Keragaman ini disebabkan karena adanya diskolorasi warna kulit buah
karena luka selama transportasi. Diskolorasi warna kulit buah yaitu perubahan
warna buah yang menjadi kecoklatan atau lebih kusam setelah buah
dipanen/dipetik dari pohonnya. Diskolorasi warna disebabakan oleh hormon asam
absisat yang berasal dari buah. Asam absisat menginduksi proses penuaan atau
absisi setelah buah dipanen dan penuaan pada bagian buah yang rusak karena
benturan selama perjalanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et al.
(1991); Salisbury dan Ross (1995) yaitu buah akan membentuk lapisan absisi
pada bagian buah yang luka dan buah telah memasuki fase penuaan. Buah yang
jatuh dan mempunyai bekas luka karena benturan akan terjadi penimbunan ABA
yang merangsang timbulnya absisi pada buah. Efek etilen pada buah muncul
ketika proses pemasakan buah. Buah dengan respirasi klimaterik menghasilkan
etilen yang lebih tinggi sehingga proses pemasakan buah daripada buah dengan
respirassi nonklimaterik. Kerja zat pengtur tumbuh ABA berpengaruh tidak
langsung dengan menyebabkan penuaan prematur pada bagian tanaman yang telah
gugur. Hal ini akan mendorong naiknya produksi etilen yang menyebabkan
permasakan.
Percobaan 2. Penentuan Kriteria Kecambah Normal Berdasarkan
Pertumbuhan Bibit Pala
Kondisi Kecambah Sebelum Pembibitan
Kecambah hasil penyemaian dikelompokan kedalam 4 kriteria kecambah
yang mewakili fase perkecambahan benih. Kondisi awal kecambah sebelum
dipindah tanam ditunjukan pada Tabel 3 dan Gambar 3.
Tabel 3 Kondisi awal kecambah setiap perlakuan tanaman pala di pembibitan
Parameter Pengamatan
Perlakuan
P1 (panjang akar > 4 cm,
panjang tunas > 1 cm)
P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm,
panjang tunas 0.3 cm – 1 cm)
P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm)
P4 (panjanag akar ≤ 1 cm)

Panjang
Akar
(cm)

Panjang
Tunas
(cm)

Lebar
Benih
(cm)

Panjang
Benih
(cm)

Panjang
Akar/Panjang
Benih

Panjang
Akar/Lebar
Benih

6.1±1.3

2.3±0.5

2.3±0.1

2.9±0.3

2.2±0.5

2.7±0.6

3.4±0.2

0.7±0.3

2.2±0.1

2.6±0.2

1.3±0.2

1.6±0.3

2.6±0.4
0.8±0.2

0±0.0
0±0.0

2.2±0.1
1.8±0.2

2.7±0.1
2.1±0.4

1.0±0.4
0.4±0.1

1.2±0.5
0.4±0.1

14
Keempat kriteria kecambah tersebut diseleksi agar mewakili fase
pertumbuhan kecambah dari benih mulai retak dan keluar radikula sampai
terdapat struktur kecambah yang mempunyai akar yang telah memanjang dan
tunas yang telah memanjang. Pertumbuhan keempat fase kecambah tersebut
dievaluasi pertumbuhan vegetatif selama pembibitan. Hasil evaluasi pertumbuhan
bibit pala dengan pertumbuhan yang optimum atau tidak berbeda nyata satu sama
lainya akan menunjukan bahwa fase kecambah tersebut sudah mencapai kriteria
kecambah normal. Kondisi awal kecambah sebelum dipindah tanam ditunjukan
pada Gambar 3.
P1

P2

P3

P4

Keterangan : P1: panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm, P2: panjang akar 3 cm –
4 cm, panjang tunas 0.3 cm – 1 cm, P3: panjang akar 1 cm – 3 cm, P4: panjang
akar ≤ 1 cm

Gambar 3

Kondisi awal kecambah dengan berbagai taraf perlakuan kriteria
kecambah
Pengertian kecambah normal adalah benih yang mampu melakukan
metabolisme benih untuk perkecambahan sampai membentuk fase perkecambahan
tertentu yang mampu tumbuh normal dan optimum di lapang. Fase kecambah
normal pada berbagai komoditas akan berbeda-beda. Hal ini juga dinyatakan oleh
Nurahmi et al. (2013) yaitu kecambah kakao yang dibibitkan dengan kriteria
kecambah pada fase perkecambahan umur 10 hari setelah semai merupakan umur
dan fase kecambah yang tepat untuk pembibitan. Kriteria kecambah kakao
tersebut menunjukan pertumbuhan bibit di pembibitan yang lebih vigor dari pada
kriteria kecambah kakao pada umur 7 hari dan 13 hari setelah pengecambahan
Tinggi Tanaman dan Laju Tumbuh Tinggi
Hasil penelitian menunjukan bahwa tinggi bibit fase kecambah P2 tumbuh
cepat dan menyusul pertumbuhan tinggi bibit dari fase kecambah P1 sehingga
tinggi tanaman tidak berbeda nyata pada 5 MSP dengan selisih tinggi 2.24 cm.
Laju pertumbuhan tinggi fase kecambah P2 meningkat dengan cepat pada awal
pembibitan sehingga nilainya tidak berbeda nyata dengan laju pertumbuhan tinggi
bibit fase kecambah P1 pada 1 MSP sampai 2 MSP. Fase kecambah P2 memiliki
laju pertumbuhan 76% sampai 93% lebih tinggi daripada kecambah P1 pada 5
MSP dan 6 MSP. Hal ini menunjukan bahwa kriteria kecambah dengan panjang
akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm merupakan kriteria kecambah
normal pala berdasarkan parmeter tinggi bibit dan laju pertumbuhan bibit. Tinggi
bibit dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala ditunjukan pada Tabel 4 dan Gambar
4.

15

Tabel 4 Tinggi dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala di pembibitan
MSP (Minggu selama pembibitan)
Perlakuan
P1 (panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm)
P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3
cm – 1 cm)
P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm)
P4 (panjang akar ≤ 1 cm)
Analisis sidik ragam
KK (%)
P1 (panjang akar > 4 cm , panjang tunas > 1 cm)
P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm , panjang tunas
0.3 cm – 1 cm)
P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm)
P4 (panjang akar ≤ 1 cm)
Analisis sidik ragam
KK (%)
a

1

2

3.57a

5.57a

1.70b
0.54c
0.00c
**
36.1

3.14b
1.41c
0.00d
**
35.2

0.19a

0.29a

3

4
5
6
7
a
– – – – Tinggi (cm) – – – –
8.70a 12.13a 13.61a 14.71a 15.4

8

9

15.67

16.09

15
15.13
12.73
tn
24.8

15.26
15.7
13.36
tn
24.0

0.04c

0.06

0.31ab 0.11b 0.09bc
0.43a 0.23ab 0.21ab
0.48a 0.37a 0.33a
*
*
**
63.0
85.0
74.6

0.04
0.08
0.09
tn
86.1

5.23b 8.77b 11.37ab 13.57a 14.37
3.07c 6.31b
9.00b 11.99a 13.63
0.56d 2.80c
4.47c
7.83b 10.39
**
**
**
**
tn
36.9
32.6
30.7
29.1
26.7
a
– – – – Laju Tinggi (cm/hari) – – – –
0.45a 0.49
0.21c
0.16b
0.1b

0.15a 0.21ab 0.3b
0.08b 0.12b 0.24b
0.00c 0.00c 0.08c
**
**
**
59.3
52.5
50.1

0.51
0.46
0.32
tn
36.8

0.37ab
0.38a
0.24bc
*
40.7

*: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: Berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%; tn: Tidak berpengaruh nyata; Angka-angka pada kolom yang sama yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (DMRT)

16

A

B

Keterangan : A: Grafik pertumbuhan tinggi bibit selama 9 MSP; B: Grafik laju
pertumbuhan tinggi bibit selama 9 MSP; P1: panjang akar > 4 cm, panjang
tunas > 1 cm; P2: panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3 cm – 1 cm;
P3: panjang akar 1 cm – 3 cm; P4: panjang akar ≤ 1 cm

Gambar 4 Tinggi bibit dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala selama
pembibitan

9 minggu

Fase kecambah P1 dan P2 mempunyai pola laju pertumbuhan tinggi sama
selama 9 MSP (Gambar 4). Hal ini menunjukan bahwa fase kecambah P2
merupakan kriteria kecambah normal. Hal tersebut karena fase kecambah P2
mampu tumbuh optimum di pembibitan dan mempunyai pola laju pertumbuhan
tinggi yang sama dengan fase kecambah P1 yang mempunyai struktur kecambah
yang lebih lengkap daripada fase kecambah P2.
Pertumbuhan tinggi tanaman selama 5 MSP menunjukan bahwa fase
kecambah P1 memiliki tinggi tanaman tertinggi dengan pertambahan tinggi
sebesar 11.34 cm. Fase kecambah P2 menunjukan tinggi tidak berbeda nyata
dengan tinggi tanaman pada fase kecambah P1. Hal ini ditunjukan dengan
pertambahan tinggi pada fase kecambah P2 sebesar 9.2 cm. Pertumbuhan tinggi
fase kecambah P3 dan P4 berbeda nyata dengan pertambahan tinggi 9 cm dan
4.47 cm. Fase kecambah P4 mucul tunas pada 3 MSP dan pertambahan tinggi
yang paling rendah sebesar 4.47 cm selama 5 MSP.

17
Pertumbuhan tinggi fase kecambah P1 dan P2 lebih cepat dari pada fase
kecambah P3 dan P4 selama pembibitan. Pertumbuhan tinggi bibit fase kecambah
P3 dan P4 pada awalnya akan menumbuhkan akar tanaman terlebih dahulu. Hal
ini ditunjukan dengan munculnya tunas pada fase kecambah P3 terjadi pada 1
MSP dan fase kecambah P4 pada 3 MSP. Laju pertumbuhan fase kecambah P3
dan P4 juga masih rendah ketika belum muncul tunas. Pertumbuhan
fasekecambah P1 dan P2 tumbuh lebih cepat karena telah mempunyai tunas
sehingga pertumbuhan lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury
dan Ross (1995); Goldsworthy dan Fisher (1993) yaitu perkecambahan benih
dimulai dari munculnya radikula dan diikuti sitokinesis radikula. Pertumbuhan
akar akan membelah dengan meristem apikal pada ujungnya. Tipe perkecambahan
hipogeal akan memunculkan akar dan menembus tanah kemudian plumula mucul.
Plumula yang muncul mempunyai luas penampang yang kecil dan daun tetap
tergulung rapat agar memudahkan penetrasi tanah. Nurahmi et al. (2013)
jugamenyatakan bahwa kriteria kecambah kakao dengan fase kecambah pada
umur 7 hari setelah semai membutuhkan waktu tumbuh yang lebih lama karena
struktur perakaran yang belum kuat sehingga perlu waktu untuk adaptasi
perakaran dan menumbuhkan akar dan tunas.
Diameter Tanaman dan Laju Tumbuh Diameter
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan fase kecambah P2
mempunyai pertumbuhan diameter yang cepat pada 2 MSP sampai 4 MSP yang
menunjukan pertumbuhan tidak berbeda nyata dengan diameter fase kecambah P1
dan mempunyai selisih diameter 0.42 mm sampai 0.65 mm. Fase kecambah P2
meningkat diameternya sebesar 2.32 mm sedangkan fase kecambah P1 meningkat
lebih rendah sebesar 1.95 mm selama pembibitan. Laju pertumbuhan diameter
bibit menunjukan laju pertumbuhan diameter bibit fase kecambah P2 meningkat
28.6% lebih tinggi daripada laju pertumbuhan diameter fase kecambah P1 yang
mempunyai struktur kecambah yang lebih lengkap. Kecambah dengan panjang
akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm merupakan kriteria kecambah
normal berdasarkan parameter pengamatan diameter dan laju pertumbuhan
diameter selama pembibitan. Tabel pertumbuhan diameter dan grafik
pertumbuhan diameter tanaman selama pembibitan ditunjukan pada Tabel 5 dan
Gamb