Keseragaman Benih Dan Pohon Induk Di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica Fragans Houtt) Berdasarkan Karakter Morfologi Dan Molekuler

KESERAGAMAN BENIH DAN POHON INDUK DI KEBUN
SUMBER BENIH PALA (Myristica fragans Houtt.)
BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN
MOLEKULER

LISTYA PRAMUDITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keseragaman Benih dan
Pohon Induk di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica fragans Houtt.)
Berdasarkan Karakter Morfologi dan Molekuler” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016

Listya Pramudita
NIM. A251140166

RINGKASAN
LISTYA PRAMUDITA. Keseragaman Benih dan Pohon Induk di Kebun Sumber
Benih Pala (Myristica fragans Houtt.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan
Molekuler. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI, FAIZA C. SUWARNO dan
MEMEN SURAHMAN.
Pala merupakan tanaman tropis asli Indonesia penghasil minyak atsiri dan
merupakan komoditas ekspor yang penting. Tingkat keseragaman benih pala
tergolong rendah dikarenakan pala merupakan tanaman yang menyerbuk silang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat keseragaman benih, pohon
induk dan kebun sumber benih pala di Ambon. Penggunaan karakter morfologi
dan molekuler untuk mengukur tingkat keseragaman benih, pohon induk dan antar
kebun sumber benih pala.
Penelitian dilakukan bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015 di tiga kebun

sumber benih di Ambon, dan Laboratorium Pengujian dan Penyimpanan Benih,
Kebun percobaan Leuwikopo, dan Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman 2,
IPB. Karakterisasi dilakukan pada 10 pohon induk dari kebun sumber benih
Wakal dan Lula serta 8 pohon induk dari kebun sumber benih Toisapu. Sepuluh
sampel daun, buah, fuli dan benih diambil dari setiap pohon. Karakterisasi secara
kuantitatif dan kualitatif pada karakter vegetatif, buah, fuli dan benih dan
dianalisis tingkat keseragaman menggunakan Gower’s similarity test. Analisis
molekuler dilakukan pada bibit tanaman dari 5 benih dari 5 pohon induk yang
berbeda dari setiap kebun sumber benih. Analisis molekuler menggunakan marka
RAPD dengan menggunakan 19 primer yang berbeda. Daun bibit pala diekstraksi
menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi dan diamplifikasi dengan metode
PCR lalu divisualisasi dengan elektroforesis. Analisis tingkat keseragaman
dilakukan dengan menggunakan metode Dice’s. Analisis keseragaman gabungan
karakter morfologi dan molekuler juga dilakukan dengan metode Dice’s.
Tingkat keseragaman benih secara morfologi menujukkan bahwa benih dari
pohon induk kebun sumber benih Lula lebih seragam dengan 6 pohon induk yang
menghasilkan benih dengan tingkat keseragaman ≥ 0.80 sedangkan pada Toisapu
terdapat 1 pohon induk dan Wakal terdapat 3 pohon induk. Tingkat keseragaman
morfologi antar pohon induk, benih secara molekuler dan benih dengan gabungan
karakternya menunjukkan bahwa kebun sumber benih Lula dan Toisapu lebih

seragam daripada Wakal. Tingkat keseragaman pohon induk pala menunjukkan
bahwa kebun sumber benih Lula (0.64–0.81) dan Toisapu (0.64–0.80) lebih
seragam dibandingkan kebun Wakal (0.47–0.77). Tingkat keseragaman benih
secara molekuler menujukkan bahwa benih kebun sumber Lula (0.93–0.96) dan
Toisapu (0.87–0.93) telah seragam daripada kebun Wakal (0.61–0.92). Tingkat
keseragaman benih dengan penggabungan karakter menunjukkan bahwa tingkat
keseragaman benih kebun sumber Lula (0.91–0.96) dan Toisapu (0.85–0.90) telah
seragam daripada kebun Wakal (0.68–0.91). Tingkat keseragaman benih
menunjukkan bahwa pohon induk ke-7 dari kebun Wakal menghasilkan benih
dengan tingkat keseragaman terendah dengan marka molekuler (0.61) dan
penggabungan karakter morfologi dan molekuler (0.68).
Kata kunci : Analisis Dice’s, Gower’s dissimilarity test, keseragaman benih,
marka RAPD, sumber benih

SUMMARY
LISTYA PRAMUDITA. Uniformity of Seed and Mother Plant in Nutmeg
(Myristica fragans Houtt.) Seed Source Plantation Based Morphologycal and
Molecular Characters. Suvervised by ENY WIDAJATI, FAIZA C. SUWARNO
and MEMEN SURAHMAN.
Nutmeg is an Indonesian native tropical plant that produced atsiri oils as an

important export comodity. Uniformity level of nutmeg seed included a low seed
uniformity because nutmeg was cross-polinated plants. The objective of this
research is to evaluated seed, mother plant and seed source plantation uniformity
levels at nutmeg seed source plantations in Ambon. Morphological and molecular
characterizations are to measure seed, mother plant and between nutmeg seed
source plantation uniformity levels.
This research held from August 2014 until August 2015 at three nutmeg
seed source plantations, Ambon and Seed Storage and Testing Laboratory,
Leuwikopo Research Field, 2nd Plant Molecular Biology Laboratory, IPB.
Characterization was doing on ten mother plants from Wakal and Lula seed
source plantations and eight mother plants from Toisapu seed source plantation.
Ten sampels of leaf, fruit, mace and seed was taken from each plants. Quantitative
and qualitative characterizations of vegetative, fruit, mace and seed characters
from every mother plants was analyzed with Gower’s similarity test. Molecular
analysis was conducted from seedlings from 5 seeds at 5 different mother palnts in
each seed source plantations. Molecular analysis used RAPD marker with 19
different primers. Nutmeg seedling leafs was extracted using modificated CTAB
method and amplificated using PCR method then visualized using electrophoresis.
Uniformity level analysis was using Dice’s method. Uniformity level of both
morphological and molecular markers were using Dice’s method.

Morphological seed uniformity level shown that seeds that came from Lula
seed plantation mother plants more uniform with 6 mother plants that had ≥ 0.80
uniformity seed level whereas Toisapu had 1 mother plant and Wakal had 3
mother plants. Morphological uniformity level betwen mother plants, molecular
seed uniformity and seed uniformity with both characters shown that Lula and
Wakal seed source plantations more uniform compared to Wakal seed source
plantation. Uniformity level of nutmeg mother plants shown that Lula (0.64–0.81)
and Toisapu (0.64–0.80) seed source plantations were uniform compared to
Wakal (0.47–0.77) seed source plantation. Molecular seed uniformity level shown
that Lula (0.93–0.96) and Toiasapu (0.87–0.93) seed uniformity levels were
uniform compared to Wakal (0.61–0.92) seed uniformity level. Both markers
seeds uniformity level shown that Lula (0.91–0.96) and Toiasapu (0.85–0.90)
seed uniformity levels were uniform compared to Wakal (0.68–0.91) seed
uniformity level. Seed uniformity level shown that 7th mother plant from Wakal
had lowest seed uniformity level with molecular (0.61) and both of morphology
and molecular (0.68) markers.
Keywords : Dice’s analysis, Gower’s dissimilarity test, RAPD marker, seed
source, seed uniformity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KESERAGAMAN BENIH DAN POHON INDUK DI KEBUN
SUMBER BENIH PALA (Myristica fragans Houtt.)
BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN
MOLEKULER

LISTYA PRAMUDITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Asep Setiawan, MS

Judul Tesis : Keseragaman Benih dan Pohon Induk di Kebun Sumber Benih
Pala (Myristica fragans Houtt.) Berdasarkan Karakter Morfologi
dan Molekuler
Nama
: Listya Pramudita
NIM
: A251140166

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Eny Widajati, MS
Ketua

Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS
Anggota

Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 4 Maret 2016


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai Agustus 2015,
adalah “Keseragaman Benih dan Pohon Induk di Kebun Sumber Benih Pala
(Myristica fragans Houtt.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Molekuler”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS, Ibu Dr Ir
Faiza C. Suwarno, MS dan Bapak Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran dalam penyusunan tesis ini.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Lembaga DIPA IPB yang telah
mendanai penelitian ini pada Program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi
dengan Nomor SPK: 103/IT3.11/LT/2014, tanggal 28 Mei 2014, atas nama Dr Ir
Faiza C. Suwarno, MS (Ketua) dan Dr Ir Eny Widajati, MS (Anggota).
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga saya bapak
Sukotjo, BSc, ibu Sunarwi, kakak Budi Pramono, SFarm, Apt. dan Ayu
Puspitaningrum, SP serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih
sayangnya. Rasa syukur dan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh

civitas akademika Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor angkatan 2012, 2013 dan 2014 serta Program
Sarjana Agronomi dan Hortikultura angkatan 2010 atas dukungan dan semangat
yang diberikan.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai Besar Perbenihan
dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Ambon dan jajaran staff yang telah
memfasilitasi penelitian ini dan kepada Paulus Pessy sebagai petani pemilik kebun
sumber benih Toisapu, Ratna Pelu sebagai petani pemilik kebun sumber benih
Lula dan Junaidy Meiwar sebagai petani pemilik kebun sumber benih Wakal,
Ambon yang telah mendampingi selama pengambilan sampel.
Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh mahasiswa dan
anggota laboratorium Biologi dan Molekuler Tanaman 2. Ucapan terima kasih
terkhusus saya sampaikan pada laboran bapak Yudiansah, SSi, Victor M. P.
Manalu, SP dan Eka Jan Virgin Haquarsum, SP yang senantiasa membantu dan
membimbing selama penelitian dilaksanakan.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan kita semua.

Bogor, April 2016


Listya Pramudita
NIM. A251140166

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pala
Karakterisasi Morfologi dan Agronomi
Karakterisasi Molekuler
Keseragaman Morfologi Tanaman
Keseragaman Genetik Tanaman dan Marka RAPD
Sumber Benih Pala

3
3
4
4
5
5
6

3 METODE PENELITIAN
7
Tempat dan Waktu Penelitian
7
Bahan dan Alat
7
Alur Penelitian
8
Percobaan 1 Karakterisasi Morfologi Pohon Induk dan Benih Pala
9
Percobaan 2 Karakterisasi Molekuler Benih Tanaman Pala dengan Marka
Molekuler RAPD
11
Analisis data
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Kondisi Umum
14
Percobaan 1 Karakterisasi Morfologi Pohon Induk dan Benih Pala
15
Percobaan 2 Karakterisasi Molekuler Benih Tanaman Pala dengan Marka
Molekuler RAPD
27
Analisis Keseragaman Beradasarkan Gabungan Karakter Morfologi dan
Molekuler
35
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

40
40
40

6 DAFTAR PUSTAKA

41

7 LAMPIRAN

45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16

17

18

Karakter morfologi benih pala dan kategori pengukuran (IPGRI 1980)
yang telah dimodifikasi Pramudita (2014)
Sekuen DNA primer RAPD untuk karakterisasi molekuler benih dari
tanaman induk pala
Rekapitulasi 29 karakter morfologi dari pohon induk pala tiga kebun
sumber benih
Keragaman daun, buah, fuli dan benih antar lokasi kebun sumber benih
pala
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar buah, fuli dan benih dalam 1
pohon induk pala
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun
sumber benih Wakal dengan karakterisasi morfologi
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun
sumber benih Toisapu dengan karakterisasi morfologi
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun
sumber benih Lula dengan karakterisasi morfologi
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar kebun sumber benih pala
dengan karakterisasi morfologi
Variasi analisis RAPD dari 15 primer teramlifikasi
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala
dalam kebun sumber benih Wakal dengan karakterisasi molekuler
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala
dalam kebun sumber benih Toisapu dengan karakterisasi molekuler
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala
dalam kebun sumber benih Lula dengan karakterisasi molekuler
Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih pohon induk pala dari
setiap kebun sumber benih dengan karakterisasi molekuler
Rekapitulasi tingkat keseragaman benih pohon induk pala kebun
sumber benih Wakal dengan penggabungan karakterisasi morfologi dan
molekuler
Rekapitulasi tingkat keseragaman benih pohon induk pala kebun
sumber benih Toisapu dengan penggabungan karakterisasi morfologi
dan molekuler
Rekapitulasi tingkat keseragaman benih pohon induk pala kebun
sumber benih Lula dengan penggabungan karakterisasi morfologi dan
molekuler
Rekapitulasi tingkat keseragaman antara benih pohon induk pala antara
kebun sumber benih dengan penggabungan karakterisasi morfologi dan
molekuler

10
13
16
17
18
20
21
22
25
27
28
29
30
33

35

36

37

39

DAFTAR GAMBAR
1
2

Bagan alir penelitian
Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun sumber benih
Wakal dengan karakterisasi morfologi

8
21

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun benih
Toisapu dengan karakterisasi morfologi
Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun sumnber
benih Lula dengan karakterisasi morfologi
Dendogram tingkat keseragaman seluruh pohon induk dari setiap kebun
sumber benih dengan karakterisasi morfologi
Dendogram tingkat keseragaman antar kebun sumber benih pala dengan
karakterisasi morfologi
Profil marka RAPD yang teramplifikasi dan tidak terampilfikasi
Dendogram tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala
kebun benih Wakal dengan karakterisasi molekuler
Dendogram tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk kebun
benih Toisapu dengan karakterisasi molekuler
Dendogram tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk kebun
benih Lula dengan karakterisasi molekuler
Dendogram tingkat keseragaman antar benih pohon induk pala di setiap
kebun sumber benih dengan karakterisasi molekuler
Dendogram tingkat keseragaman benih pohon induk di kebun sumber
benih Wakal dengan karakterisasi morfologi dan molekuler
Dendogram tingkat keseragaman benih pohon induk di kebun sumber
benih Toisapu dengan karakterisasi morfologi dan molekuler
Dendogram tingkat keseragaman benih pohon induk di kebun sumber
benih Lula dengan karakterisasi morfologi dan molekuler
Dendogram tingkat keseragaman antara benih pohon induk di setiap
kebun sumber benih dengan karakterisasi morfologi dan molekuler

22
23
25
26
28
29
30
31
34
35
36
37
38

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Komposisi buffer CTAB, PCR Master Mix, buffer TAE dan Loading
dye
Ilustrasi scoring karakterisasi pohon, daun, buah, fuli dan benih.

45
45

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pala adalah tanaman tropis asli Indonesia yang berasal dari kepulauan
Maluku, khususnya pulau Banda. Daging buah, fuli dan biji pala digunakan
sebagai bahan baku industri kosmetik, obat, makanan dan minuman. Biji dan fuli
pala dapat menghasilkan minyak atsiri berupa oleoresin, trimiristin dan myristisin
sebagai bahan baku dalam industri tersebut. Daging buah pala bisa diolah menjadi
manisan, asinan, dodol, selai, anggur dan sari buah pala (Nurdjannah 2007).
Indonesia merupakan pengekspor pala terbesar ke-2 di dunia setelah
Guatemala dengan tujuan ekspor terbesar ke negara Vietnam, Belanda, Amerika
Serikat, Jerman, India, Italia dan Jepang pada tahun 2014. Indonesia mampu
memenuhi kebutuhan pala dunia sebesar 18.8% dari total nilai volume ekspor pala
dunia (ITC 2015). Volume ekspor pala meningkat dari 13 551 ribu ton pada 2013
menjadi 14 771 ribu ton pada tahun 2014. Volume ekspor per Juli 2015 sebesar 9
273 ribu ton (Kementan 2015). Luas areal produksi pala di Indonesia meningkat
dari 52.80 ribu ha pada tahun 2000 menjadi 150.19 ribu ha pada tahun 2014 (BPS
2015a). Produksi pala nasional mengalami fluktuasi dari tahun 2000 sampai tahun
2014 namun menunjukkan peningkatan produksi dari 8.1 ribu ton pada tahun
2005 sampai 30.9 ribu ton pada tahun 2014 (BPS 2015b).
Pohon pala terdiri atas 4 jenis tanaman antara lain yaitu pohon jantan
dengan bunga jantan yang hanya memiliki stamen, pohon betina dengan bunga
betina yang hanya memiliki pistil, pohon monoecious dengan bunga jantan dan
bunga betina dalam 1 pohon dan pohon trimonoecious dengan bunga jantan,
bunga betina dan bunga hermaprodit dalam 1 pohon. Tanaman pala merupakan
tanaman dioecious yang melakukan penyerbukan silang yang akan menyebabkan
keragaman tanaman apabila terjadi penyerbukan antar tanaman (Soeroso 2012).
Hal ini mengindikasikan penyerbukan silang akan menyebabkan tingkat
persilangan antar pohon induk pala dalam satu kebun sumber benih pala dan
mengakibatkan benih yang dihasilkan dari pohon induk untuk produksi benih pala
akan memiliki tingkat keseragaman rendah.
Hasil persilangan antar jenis tanaman dalam satu spesies (intraspesifik)
maupun antar sifat unik dari setiap tetua akan meningkatkan keragaman genetik
(Nilasari 2013). Tingkat keseragaman yang rendah pada produksi benih tanaman
pala terjadi secara genetik sehingga menyebabkan keragaman pertumbuhan
karakter tanaman di lapangan dan mengakibatkan keragaman dalam produktivitas
secara kuantitatif dan kualitatif antar pohon induk pala.
Keseragaman benih secara genetik harus dijaga selama budi daya tanaman
sehingga mampu menghasilkan benih yang bermutu genetik dan fisik tinggi (Ilyas
2012). Karakter morfologi dan molekuler benih dan pohon induk pala dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat keseragaman benih dan pohon induk dalam
satu kebun sumber benih pala. Hal ini akan memberikan informasi terkait profil
tingkat keseragaman kebun sumber benih pala yang dapat digunakan untuk
penelitian terkait keseragaman benih pala secara fisik dan genetik. Tingkat
keseragaman genetik dapat ditentukan melalui karakter morfologi, karakter
agronomi, karakter isoenzim dan karakter molekuler.

2
Penelitian terkait karakterisasi pohon induk dan benih pala menggunakan
karakter morfologi dan molekuler dapat menjadi solusi untuk mengetahui profil
kebun sumber benih pala. Profil kebun sumber benih yang dimaksud adalah
tingkat keseragaman pohon induk pala yang memproduksi benih pala dan
keseragaman benih yang dihasilkan pohon induk pada kebun sumber benih pala.
Tingkat keseragaman tinggi secara morfologi dan molekuler pada pohon induk
pala dalam suatu kebun sumber benih menunjukkan seragam atau tidaknya pohon
betina, monoecious dan trimonoecious dalam satu kebun sumber benih. Tingkat
keseragaman tinggi pada pohon induk akan menunjukkan asal usul benih untuk
pertanaman kebun sumber benih tersebut telah seragam. Pohon pala merupakan
tanaman yang menyerbuk silang sehingga tingkat keseragaman benih sangat
ditentukan oleh sumber polen dari pohon jantan yang menyerbuki bunga betina
yang berada disekitar tanaman betina, monoecious dan trimonoecious. Benih yang
seragam menunjukkan bahwa sumber polen atau pohon jantan disekitar pohon
pohon betina, monoesius dan trimonoesius yang menyerbuki telah seragam satu
sama lainnya. Hal ini akan menunjukkan asal usul benih yang ditanam untuk
tanaman jantan di perkebunan tersebut seragam.
Penggunaan marka molekuler seperti SSR dan RAPD dan marka morfologi
bisa digunakan untuk menilai tingkat keseragaman tanaman pala dalam satu lokasi
maupun antar lokasi kebun pala di kepulauan Maluku (Marzuki 2007; Soeroso
2012). Hipi et al. (2013) melaporkan bahwa karakter morfologi dan genetik benih
dapat mengevaluasi keseragaman dalam pengujian kemurnian benih jagung
hibrida Bima–3 dan Bima–4 menggunakan marka morfologi Growing on test dan
analisis dengan marka molekuler SSR dengan primer phi96100, phi072, dan
phi328175.
Benih dan pohon induk sumber benih pala dapat dikarakterisasi secara
morfologi dan dapat dianalisis tingkat keseragamannya. Tingkat keseragaman
benih dalam satu pohon dapat ditentukan dan dibandingkan dengan pohon induk
lainnya dalam satu kebun. Hal ini mampu membedakan benih yang berasal dari
pohon induk yang berbeda. Pramudita (2014) melaporkan bahwa karakter
morfologi 5 kelompok benih pala dari kebun sumber benih Wakal, Toisapu dan
Liliboy telah seragam dengan tingkat keseragaman benih antara 0.69–0.89.
Karakterisasi genetik dengan marka molekuler dilakukan untuk mengetahui
keseragaman genetik tanaman maupun benih pala. Hasil karakterisasi genetik
pohon induk menggunakan marka molekuler lebih terjamin dikarenakan tidak
terpengaruh oleh lingkungan (Kumar dan Gurusubramanian 2011). Karakterisasi
dengan marka molekuler ini digunakan untuk menganalisis keseragaman benih
pohon induk dalam kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih secara
genetik dan lebih akurat. Marzuki (2007) melaporkan hasil analisis molekuler
dengan marka RAPD pada tanaman pala Maluku menunjukkan pola pita
monomorfik sedangkan pada pala dari Maluku Utara menunjukkan pola pita
sedikit polimorfik. Penggunaan primer OPE-11 menunjukkan tingkat
keseragaman 0.83–1.00 pada pala di Maluku dan 0.73–0.86 pada pala di Maluku
Utara. Penggunaan primer OPE-10 menunjukkan tingkat keseragaman 0.95–1.00
pada pala dari Maluku dan 0.78–0.83 pada pala dari Maluku Utara. Hal ini
menunjukkan secara umum pala Banda di Maluku Utara memiliki stabilitas yang
cukup tinggi dalam sifat genetiknya.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat keseragaman benih,
pohon induk dan kebun sumber benih pala di Ambon. Penggunaan karakter
morfologi dan molekuler untuk mengukur tingkat keseragaman benih, pohon
induk dan antar kebun sumber benih pala.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pala
Tanaman pala (Myristica spp.) adalah tanaman tropis tahunan yang berkayu
dengan rata-rata tinggi 5 m–8 m. Daun tanaman pala berbentuk lonjong dengan
ukuran sekitar 4 cm ×10 cm. Warna daun tanaman pala yaitu hijau dan mengkilap.
Produksi bunga pala dilakukan di ketiak daun tanaman dan muncul sepanjang
tahun. Buah pala berwarna kuning coklat muda atau kuning coklat kehijauan
dengan diameter sekitar 3 cm–9 cm (Suhono et al. 2010).
Pohon pala terdiri atas empat jenis tanaman antara lain yaitu pohon jantan
dengan bunga jantan yang hanya memiliki stamen, pohon betina dengan bunga
betina yang hanya memiliki pistil, pohon monoecious dengan bunga jantan dan
bunga betina dalam 1 pohon dan pohon trimonoecious dengan bunga jantan,
bunga betina dan bunga hermaprodit dalam 1 pohon. Tanaman pala memiliki
sistem penyerbukan silang yang akan menyebabkan keragaman tanaman apabila
terjadi penyerbukan antar tanaman (Soeroso 2012). Hadad dan Firman (2003),
merekomendasikan rasio seks tanaman dalam suatu perkebunan pala adalah 1:10
sehingga setiap 10 pohon betina harus terdapat 1 pohon jantan untuk menyerbuki.
Soeroso (2012) melaporkan bahwa tanaman pala dibedakan menjadi pohon
betina, jantan, monoecious, trimonoecious. Morfologi seks tanaman betina yaitu
habitus lebih piramid, daun lebih besar, bunga 1–3, sedangkan habitus tanaman
jantan lebih semi piramid–membola dengan daun lebih kecil dan jumlah bunga
lebih dari 3 per tangkai. Morfologi tanaman jenis monoecious, hermaprodit dan
trimonoecious tidak menunjukkan perbedaan dengan tanaman betina. Prediksi
seks berdasarkan biji yang bertanduk dan berlingir adalah biji jantan sedangkan
biji yang tidak bertanduk dan berlingir adalah biji betina. Morfologi bibit
bercabang dan akar bercabang adalah tanaman betina sedangkan bibit dan akar
tidak bercabang adalah tanaman jantan dengan nisbah ratio prediksi benih yang
dihasilkan dari gabungan seks biji, perakaran dan percabangan 2:1, 3:1, 9:6:1 dan
9:3:3:1, dengan tipe seks betina lebih dominan daripada tipe jantan, monoecious
dan trimonecious.
Biji pala mempunyai kulit tipis dan keras, berwarna hitam kecoklatan yang
dibungkus fuli berwarna merah padam dengan bagian dalam biji berwarna putih.
(Kementan 2012). Wardiana et al. (2010) menyatakan bahwa ciri - ciri buah pala
yang telah cukup umur untuk dijadikan benih dapat dilihat dari buah yang
berwarna kuning kecoklatan dan atau buah telah retak (belah). Kulit buah
bertekstur agak kasar dan warna fuli merah menyala (kecuali varietas tertentu ada
yang berwarna putih), warna biji coklat kehitaman, mengkilap dan biji keras.

4
Karakterisasi Morfologi dan Agronomi
Karakterisasi adalah salah satu teknik pemuliaan tanaman yang bertujuan
untuk menentukan karakter morfologi tanaman agar mudah dibedakan antar
aksesi. Hal ini dilakukan dengan melakukan identifikasi karakter morfologi dan
agronomi dari suatu tanaman dan mencatatnya sebagai data karakter dari suatu
aksesi atau galur (Puslitbangbun 2005). Menurut Acquaah (2007) karakter
morfologi terdiri atas karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter
kualitatif merupakan karakter yang mudah diklasifikasikan dan mudah diwariskan
(dikontrol satu sampai beberapa gen) dan sesuai dengan kaidah Mendelian.
Keragaman karakter ini bisa dibedakan dan bersifat diskret (tidak kontinyu).
Karakter ini bisa ditunjukkan misalnya bentuk daun, warna buah dan bentuk
polong. Karakter kuantitatif yaitu suatu karakter tanaman yang dapat diukur dan
bersifat kontinyu. Karakter ini dikendalikan oleh banyak gen dimana setiap gen
memberikan efek yang sedikit pada fenotipe. Karakter ini bisa ditunjukkan
misalnya tinggi tanaman, diameter batang dan produktivitas tanaman.
Soeroso et al. (2012) melaporkan pengelompokan dendogram dari 52 aksesi
pala dari Maluku Utara terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok I terdiri atas 11
aksesi pala dari Ternate, 11 aksesi dari Tidore, 11 aksesi dari Patani, 9 aksesi
Bacan dan 3 aksesi dari Makia yang mengelompok dengan tingkat kemiripan
46%. Kelompok II terdiri atas 4 aksesi pala yang semua aksesi berasal dari Bacan
dan mengelompok pada tingkat kemiripan 43%. Kelompok III terdiri atas 2 aksesi
dari Bacan dan satu aksesi dari Tidore yang mengelompok dengan tingkat
kemiripan 48%.
Karakterisasi Molekuler
Karakterisasi molekuler adalah karakterisasi dengan marka isoenzim dan
marka molekuler. Marka isoenzim dapat digunakan dalam analisis keragaman
genetik karena dikendalikan oleh gen tunggal dan bersifat kodominan dalam
pewarisannya. Kelebihan marka ini yaitu mudah dilakukan dan membutuhkan
bahan dalam jumlah sedikit. Metode isoenzim telah dimanfaatkan oleh pemulia
tanaman untuk mengidentifikasi varietas (Julisaniah et al. 2008). Marka molekuler
digunakan untuk sidik jari DNA dengan mengacu pita polimorfisme dari fragmen
DNA. Marka molekuler mempunyai keunggulan antara lain dapat diuji di semua
tingkat perkembangan tanaman dan pengujian hama dan penyakit tanaman tidak
tergantung pada organisme pengganggu (Mulsanti 2011). Karakterisasi molekuler
mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dan tidak dipengaruhi lingkungan
(Julisaniah et al. 2008). Marka molekuler juga digunakan untuk karakterisasi
keragaman tanaman dan identifikasi seks tanaman (Soeroso 2012).
Menurut Soeroso (2012), karakterisasi molekuler 15 aksesi tanaman pala
dari Maluku menggunakan 10 marka SSR mampu dibedakan menjadi 4 kluster
dengan tingkat keseragaman sebesar 0.23. Tingkat keseragaman tanaman pala
sebesar 0.14–0.86 dengan tingkat heterozigoditas alel sebesar 1%. Primer SSR
Vsur34 menunjukkan pola pita yang polimorfik yang dapat membedakan seks
tanaman pala jantan dan betina pada spesies Myristica fragans Houtt.

5
Keseragaman Morfologi Tanaman
Penggunaan karakter morfologi dapat dibandingkan untuk menentukan
tingkat keseragaman suatu tanaman. Tingkat keseragaman yang dibandingkan bisa
antar benih tanaman atau antar tanaman dalam satu spesies atau antar spesies
tanaman pala (Marzuki 2007; Soeroso 2012; Pramudita 2014). Penggunaan
karakter morfologi dalam pengujian mutu benih antara lain yaitu untuk mengukur
kemurnian fisik suatu lot benih. Kemurnian fisik benih menunjukkan komposisi
benih dalam suatu lot benih yang bisa diuji dan menetapkan persentase komponen
benih dari suatu komposisi contoh yang diuji berdasarkan kesimpulan komposisi
lot benih, mengidentifikasi berbagai spesies benih lain dan kotoran benih dalam
contoh benih (BBPPMBTPH 2010). Ilyas (2012) menyatakan bahwa peningkatan
kemurnian benih dilakukan selama proses pengolahan benih sehingga kemurnian
benih meningkat. Proses pengolahan benih akan meningkatkan mutu fisik dan
fisiologis benih. Mutu fisik bukan hanya terkait struktur morfologis benih tetapi
juga ukuran dan berat benih yang seragam.
Pramudita (2014) melaporkan bahwa karakter morfologi 5 kelompok benih
yang berasal dari kebun sumber benih Toisapu, Liliboy dan Wakal telah seragam
dengan tingkat keseragaman tanaman antara 0.69–0.89. Karakter bentuk benih,
bentuk buah dan pola fuli dapat membedakan setiap kelompok benih. Marzuki et
al. (2008) melaporkan bahwa hasil studi morfologi dan ekologi tanaman pala
varietas Banda (Myristica fragans Houtt.) di 6 ekotipe berbeda yaitu di daerah
Maluku (Ambon, Banda dan Luhu) dan Maluku Utara (Ternate, Tidore dan
Bacan) menunjukkan stabilitas 17 karakter morfologi dengan tingkat keseragaman
0.90 dari 21 karakter morfologi yang diamati di 6 ekotipe yang berbeda.
Keseragaman Genetik Tanaman dan Marka RAPD
Keseragaman genetik tanaman dapat diidentifikasi menggunakan marka
genetik seperti isoenzim dan marka molekuler. Penggunaan beberapa marka
isoenzim seperti peroxydase, aspartate aminotransferase, esterase dan acid
phosphatase serta marka DNA seperti RAPD dan SSR pernah dilakukan pada
tanaman pala (Marzuki 2007; Soeroso 2012). Penggunaan marka molekuler lebih
menguntungkan karena karakter genetik yang ditunjukkan tidak dipengaruhi oleh
lingkungan (Kumar dan Gurusubramanian 2011; Robi’ah 2004).
Keseragaman benih juga diukur dengan metode pengujian kemurnian
genetik dengan pengamatan karakter morfologi tanaman pada metode Growing on
test atau menggunakan marka molekuler SSR pada tanaman menyerbuk silang
seperti jagung (Hipi et al. 2013). Menurut BBPPMBTPH (2010), keseragaman
genetik tanaman juga dilakukan menggunakan pengujian varietas dengan
melakukan pengujian terhadap karakter spesifik, pengujian pada benih, pengujian
kecambah, pengujian tanaman di rumah kaca dan pengujian di petak percobaan.
Pengujian lainnya menggunakan metode PAGE (Polyacrilamide Gel
Elektroforesis) telah dilakukan pada komoditas Triticum, Hordeum, Pisum,
Lolium dan Avena sativa.
Marzuki (2007) melaporkan bahwa hasil analisis menggunakan marka
RAPD pada tanaman pala Maluku menunjukkan pola pita monomorfik sedangkan
pada pala dari Maluku Utara menunjukkan pola pita sedikit polimorfik. Primer

6
OPE-11 memperlihatkan hasil indeks keseragaman 0.83–1.00 pada pala dari
Maluku dan 0.73–0.86 pala dari Maluku Utara. Penggunaan primer OPE-10
menunjukkan indeks keseragaman 0.95–1.00 pada pala dari Maluku dan 0.78–
0.83 pada pala dari Maluku Utara. Hal ini menunjukkan secara umum pala Banda
Maluku dan Maluku Utara memiliki stabilitas yang cukup tinggi dalam sifat
genetiknya.
Marka molekuler RAPD merupakan salah satu penanda molekuler yang
digunakan untuk menganalisis keragaman genetik (Lengkong dan Runtunuwu
2005) serta dapat mengidentifikasi keragaman antar dan dalam varietas tanaman
(Sriyadi et al. 2001). Prinsip kerja marka RAPD yaitu satu primer yang terdiri atas
oligonukleotida yang pendek (10 pasang basa) pada berbagai macam lokus yang
berbeda digunakan untuk mengamplifikasi sekuen DNA secara acak dari template
DNA yang kompleks. Amplifikasi fragmen DNA dilakukan dengan proses PCR
yang tergantung dari panjang dan ukuran dari primer atau genom. Sekuen DNA
yang teramplifikasi (sekuen komplementer dari primer) yang terdapat pada genom
di sisi DNA yang berlawanan sehingga dapat diamplifikasi (Kumar dan
Gurusubramanian 2011). Bardakci (2001) menyatakan bahwa marka RAPD
memiliki kelebihan dalam kecepatan, biaya dan efisiensi teknik RAPD untuk
memunculkan banyak marka dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan metode
sebelumnya dan bisa dilakukan pada laboratorium tingkat menengah untuk
sebagian besar aplikasinya walaupun reprodusibilitas rendah.
Sumber Benih Pala
Sumber benih tanaman pala sebagai bahan perbanyakan benih dalam sistem
produksi benih pala bisa dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan
generatif melalui biji berasal dari pohon induk di kebun induk. Perbanyakan
secara vegetatif berasal dari entres pada pohon induk terpilih di Blok Penghasil
Tinggi. Perbanyakan benih secara generative tanaman pala berasal dari varietas
unggul pala yang telah dilepas dan ditetapkan oleh Menteri Pertanian atau Benih
Unggul Lokal. Perbanyakan generatif dilakukan dengan mengecambahkan benih
dari pohon induk, kebun induk atau dari Blok Penghasil Tinggi dengan kriteria
benih sehat, telah masak dan berbobot basah minimal 6.5 gram. Benih
dikecambahkan selama 2 bulan dan kemudian dibibitkan selama 8 bulan. Bibit
disertifikasi dengan melihat mutu genetik, mutu fisik dan mutu kesehatan bibit.
Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan teknik penyambungan batang atas
dan batang bawah. Batang bawah tanaman pala berasal dari benih yang
dikecambahkan dengan umur 30 hari setelah pembibitan, berdiameter ≤ 3 mm,
memiliki tinggi 8–10 cm, mempunyai 2–3 daun dan sehat. Batang atas berasal
dari pohon induk pala yang diambil dari batang tunas orthotrop, berwarna hijau
namun sudah berkayu, bertunas dorman, panjang 10–15 cm dan bebas hama dan
penyakit. Batang bawah dan atas kemudian disambung dan dibibitkan selama 12–
24 bulan dan disertifikasi mutu genetik, fisik dan kesehatanya (Kepmentan 2015).
Pemilihan pohon induk pala sebagai sumber benih pala ditentukan
berdasarkan karakter yang terkait dengan produksi tanaman. Pohon induk pala
berasal dari populasi pala varietas Banda, Ternate 1, Tidore 1 dan Tobelo 1.
Pohon induk pala memiliki bentuk kanopi piramid atau silindris. Batang utama
pohon pala merupakan batang tunggal dengan percabangan yang teratur. Pohon

7
induk pala merupakan pohon dengan umur 15–40 tahun dan memproduksi buah ≥
4500 buah/pohon/tahun. Produksi biji pala dari pohon induk pala yang
disyaratkan adalah ≥ 40 kg/pohon/tahun dengan produksi fuli ≥ 5 kg/pohon/tahun.
Fuli yang dihasilkan memiliki ketebalan sedang sampai tebal dengan rendemen
minyak dari fuli yang disyaratkan ≥ 70%. Rendemen myristisin yang dihasilkan
harus ≥ 5%. Pohon induk pala merupakan pohon yang bebas dari serangan
organisme pengganggu tanaman dan terpelihara sesuai rekomendasi pemeliharaan
tanaman pala (Randriani dan Supriadi 2011).
Pohon induk terpilih dalam Blok Penghasil Tinggi adalah tanaman pilihan
yang dipergunakan sebagai sumber batang atas (entres), baik itu tanaman kecil
ataupun tanaman besar yang sudah produktif dan berasal dari biji atau hasil
perbanyakan vegetatif. Pohon induk memiliki syarat yaitu sifat unggul dalam
produktivitas dan kualitas buah untuk tanaman buah dan ketahanan terhadap
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Nama varietas pohon induk dan
asal-usulnya (nama pemilik dan tempat asal) harus jelas sehingga dimudahkan
melacaknya. Tanaman dari biji harus sudah berproduksi minimal lima musim,
untuk mengetahui kemantapan sifat yang dibawanya. Pohon induk ditanam dalam
kebun yang terpisah dari tanaman lain yang dapat menjadi sumber penularan
penyakit atau penyerbukan silang, terutama untuk pohon induk yang akan
diperbanyak secara generatif untuk diambil bijinya (Prastowo et al. 2006).

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 3 kebun sumber benih pala dimana 2 kebun
sumber benih terletak di Desa Wakal pada dusun Wakal dan dusun Lula,
Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku tengah dan 1 kebun sumber benih terletak
di Dusun Toisapu, Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon,
Maluku. Lokasi penelitian lainnya dilaksanakan di Green house kebun percobaan
Leuwikopo, Laboratorium Pengujian Mutu dan Penyimpanan Benih dan
Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman 2, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini
telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Agustus 2015.
Bahan dan Alat
Bahan penelitian ini adalah pohon induk terpilih pala yang berumur lebih
dari 15 tahun. Sepuluh pohon induk dari kebun sumber benih Wakal dan Lula
serta delapan pohon induk dari kebun sumber benih Toisapu. Setiap pohon induk
terpilih diambil 10 sampel daun, buah, fuli dan benih dari setiap pohon induk.
Alat yang digunakan dalam karakterisasi morfologi ini adalah alat ukur (jangka
sorong, neraca analitik, mistar dan meteran), label, kaca pembesar, pisau, karung,
dan kamera digital.
Bahan tanaman yang digunakan pada analisis molekuler adalah daun muda
pada 5 bibit yang tumbuh dari benih 5 pohon induk yang berbeda pada 3 kebun
sumber benih. Bahan lain yang digunakan larutan CTAB (Cetyltrimetyhyl

8
ammonium bromide), CIA (chloroform : isoamyl alcohol; 24:1), Etanol (100%),
PVP (polyviniylpyrrolidone), aquabidest, buffer TAE (tris-acetate-EDTA),
Agarose, PCR master mix, primer, tip, tube, EtBr (ethidium bromide), loading dye
dan ladder. Alat-alat yang digunakan percobaan ini adalah gunting, timbangan,
mortar, pestle, micro pippet, centrifuge, vortex, water bath, vacum desicator,
automated thermal cycler, hot plate, electrophoresis chamber dan ultraviolet
transilluminator. Daftar komposisi buffer yang digunakan ditunjukkan pada
Lampiran 1.
Alur Penelitian
Alur penelitian (Gambar 1) ini dilakukan sesuai cakupan penelitian yang
terdiri atas 2 percobaan: (1) karakterisasi morfologi pohon induk dan benih pala
dan (2) karakterisasi molekuler benih tanaman pala dengan marka molekuler
RAPD.
PERCOBAAN 1
1. Karakterisasi morfologi pohon induk
terpilih pala dan benihnya di 3 kebun
sumber benih pala di Ambon.
2. Analisis tingkat keseragaman benih
pohon induk, antar pohon induk dalam
dalam dan seluruh dan antar kebun
berdasar karakter morfologi.

OUTPUT
1. Keragaman morfologi pohon induk
terpilih pala.
2. Keragaman morfologi benih pala
melalui buah, fuli dan benih pala.
3. Tingkat keseragaman benih pohon
induk, antar pohon induk dalam dan
seluruh kebun serta antar kebun sumber
benih.

PERCOBAAN 2
1. Karakterisasi molekuler bibit pala
yang berasal dari benih pohon induk
di kebun sumber benih pala dengan
marka RAPD
2. Analisis tingkat keseragaman bibit
pala yang berasal dari benih pohon
induk dalam satu kebun dan antar
kebun sumber benih
OUTPUT
Tingkat keseragaman benih yang
berasal dari pohon induk terpilih
berdasarkan marka RAPD dalam 1
kebun atau antar kebun.

ANALISIS
Analisis klustering dengan menggunakan nilai tingkat keseragaman berdasarkan marka
molekuler dan marka morfologi pohon induk pala dan benihnya dalam 1 pohon induk,
antar pohon dalam dan seluruh kebun serta antar kebun sumber benih.
Analisis keseragaman dan klustering mengunakan penggabungan karakter morfologi
pohon induk pala dan karakter molekuler bibit yang berasal dari pohon induk dalam 1
kebun dan antar kebun sumber benih
OUTPUT
Tingkat keseragaman benih dan pohon induk pada tiga kebun sumber benih pala di
Ambon, Maluku

Gambar 1 Bagan alir penelitian

9
Percobaan 1 Karakterisasi Morfologi Pohon Induk dan Benih Pala
Percobaan ini dilakukan untuk menilai dan membandingkan keseragaman
karakter morfologi pohon induk terpilih pala yang berproduksi tinggi dan karakter
morfologi benih dari tiga kebun sumber benih pala di Ambon. Tujuan lainya yaitu
untuk mengevaluasi dan membandingkan tingkat keseragaman benih yang berasal
dari 1 pohon induk dan antar pohon dalam dan seluruh kebun serta antar kebun
berdasarkan karakter morfologinya.
Pemilihan sampel tanaman dan benih
Pelaksanaan percobaan ini dilakukan pada tiga lokasi kebun sumber benih
pala di Ambon. Pohon induk yang dipilih telah berumur lebih dari 15 tahun.
Sepuluh pohon induk sampel diambil dari populasi pohon induk terpilih pala di
kebun benih Wakal dan Lula. Delapan pohon induk sampel diambil dari populasi
pohon induk terpilih pala di kebun benih Toisapu. IPGRI (1980) menyatakan
bahwa dari setiap pohon sampel yang diamati karakternya diambil sampel
sebanyak 10 helai daun dewasa dan 10 buah matang yang diambil secara acak.
Pengukuran karakter morfologi dan agronomi
Pengukuran karakter pohon induk terpilih dilakukan pada tanaman
menggunakan alat ukur dan metode inventarisasi pengukuran pohon hutan.
Pengukuran karakter kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode penilaian
kualitatif secara manual. Karakter kuantitatif diukur dengan menggunakan jangka
sorong, neraca analitik, meteran dan mistar dengan pengukuran numerik dengan
skala ukur pada alat. Pengukuran karakter secara kualitatif menggunakan
penilaian skala dengan sistem scoring. Pengukuran karakter morfologi dilakukan
berdasarkan deskriptor tanaman buah tropis yang telah dimodifikasi dari IPGRI
(1980) pada Tabel 1. Ilustrasi pengukuran karakter kualitatif ditunjukkan pada
Lampiran 2.
Karakter vegetatif, buah, fuli dan benih yang diamati antara lain:
1. Vegetatif : bentuk pohon, sudut cabang primer, lingkar batang, kekasaran
permukaan batang, bentuk daun, bentuk ujung daun, bentuk
pangkal daun, warna daun tua, panjang daun dan lebar daun
2. Buah
: warna kulit, bentuk, panjang, diameter, bobot, indeks diameter dan
tekstur kulit
3. Fuli
: warna, pola depan, pola belakang, dan penutupan bagian belakang
4. Benih
: warna benih, permukaan kulit benih, bentuk, panjang, diameter,
indeks diameter dan bobot
Pengamatan
Karakterisasi dilakukan berdasarkan deskriptor tanaman buah tropis dari
IPGRI (1980) yang telah dimodifikasi oleh Pramudita (2014). Modifikasi yang
dilakukan yaitu pengamatan pada karakter kualitatif fuli yang ditunjukkan pada
Tabel 1.

10
Tabel 1 Karakter morfologi benih pala dan kategori pengukuran (IPGRI 1980)
yang telah dimodifikasi Pramudita (2014)
Sifat morfologi
Bentuk pohon

Sudut cabang primer
Lingkar batang pohon (cm)
Tekstur permukaan batang
Bentuk daun
Bentuk ujung daun

Skor/Pengukuran
1,2,3,4,5,6,7,8

1,2,3
Kuantitatif
1,2,3
1,2,3,4,5,6,7
1,3,5,7,9

Bentuk pangkal daun
Warna daun tua

1,2,3
1,2,3

Panjang daun (cm)
Lebar daun (cm)
Warna kulit buah pala

Kuantitatif
Kuantitatif
1,2,3,4

Bentuk buah
(ID=Dvertikal/Dhorisontal)

1,2,3,4,5

Tekstur kulit buah
Panjang buah (mm)
Diameter buah (mm)
Bobot buah (g)
Warna fuli
Pola fuli depan

1,2,3
Kuantitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
1,2,3
1,2,3

Pola fuli belakang

1,2,3

Penutupan fuli belakang

1,2,3

Warna benih
Permukaan kulit benih

1,2,3
1,2,3

Bentuk benih
(ID=Dvertikal/Dhorisontal)

1,2,3,4,5

Panjang benih pala (mm)
Diameter benih pala (mm)
Bobot benih (g)

Kuantitatif
Kuantitatif
Kuantitatif

Deskripsi
1:kolom; 2:piramida; 3:obovat;
4:persegi; 5:bulat; 6:semi-oval; 7:tak
beraturan; 8:lainnya
1:lancip(< 45 º); 2:sedang(45 º–90 º);
3:tumpul(> 90 º)
Pengukuran dalam centimeter
1: lembut; 2: sedang; 3: kasar
1:ovat; 2:obovat; 3:oval; 4:bulat;
5:lanset; 6:oblong; 7:lainnya
1:sangat runcing; 3:runcing;
5:sedang; 7:obtus; 9:sangat obtus
1: runcing; 2: tumpul; 3: terpotong
1:hijau muda (hijau 141D); 2:hijau
(hijau 141A); 3:hijau tua (hijau 139A)
Pengukuran dalam centimeter
Pengukuran dalam centimeter
1: hijau muda (grup hijau 142A); 2:
gading (grup kuning 4D); 3: kuning
(grup hijau-kuning 154A); 4: lainnya
1: oblat (ID < 1.0); 2: bulat (ID: 11.15); 3: oval (ID 1.16-1.25); 4: agak
lonjong (ID: 1.26-1.5); 5: lonjong (ID
> 1.5)
1: halus, 2: sedang, 3: kasar
Pengukuran dalam milimeter
Pengukuran dalam milimeter
Pengukuran dalam gram
1:merah; 2:merah muda; 3:gading
1:menjari besar di bawah; 2:menjari
agak tertutup; 3: menjari tengah dan
tertutup
1: lurus menyirip; 2: menyirip; 3:
melengkung
1:kurang tertutup; 2:agak tertutup;
3:tertutup
1:hitam; 2:coklat; 3:hitam kecoklatan
1:kusam; 2:sedang; 3:mengkilap
1: oblat (ID < 1.0); 2: bulat (ID: 11.15) ; 3: oval (ID: 1.16-1.25); 4:
agak lonjong (ID: 1.26-1.5); 5:
lonjong (ID > 1.5)
Pengukuran dalam milimeter
Pengukuran dalam milimeter
Pengukuran dalam gram

11
Analisis statisitik
Pengujian dilakukan dengan pengukuran nilai tingkat keseragaman karakter
kualitatif dan kuantitatif menggunakan tingkat keseragaman Gower’s similarity
test. Nilai tingkat keseragaman ditunjukkan pada rumus berikut.
SGD= 1 – DGD ;
Keterangan:
SGD
: tingkat keseragaman berdasarkan Gower’s similarity test.
DGD : tingkat ketidakseragaman berdasarkan Gower’s similarity test.
Analisis dilakukan dengan perangkat lunak R-stat versi 3.0.1 sesuai dengan
Pramudita (2014). Karakter kualitatif dan kuantitatif benih dan tanaman induk
pala diuji tingkat keseragaman benih yang berasal dari pohon induk, karakter
morfologi antar pohon induk dalam kebun sumber benih dan antar kebun sumber
benih.
Percobaan 2 Karakterisasi Molekuler Benih Tanaman Pala dengan Marka
Molekuler RAPD
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan dan membandingkan
keseragaman karakter molekuler bibit pala yang berasal dari benih pohon induk
terpilih pala dari tiga kebun sumber benih menggunakan marka RAPD. Tujuan
lainnya adalah mengidentifikasi tingkat keseragaman benih secara molekuler dan
penggabungannya melalui bibit pala yang berasal dari pohon induk terpilih dalam
satu kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih dan menentukan tingkat
keseragaman tinggi secara molekuler.
Pengecambahan benih
Sebanyak 20 sampai 30 buah pala diambil dari setiap sampel pohon induk
terpilih pada setiap kebun sumber benih. Metode pengecambahan benih dilakukan
sesuai dengan metode Febriyan (2014). Benih diekstraksi dengan memisahkan
daging buah dan fuli. Benih dikeringanginkan di dalam ruangan selama 2 hari.
Skarifikasi benih dilakukan dengan menipiskan kulit benih bagian belakang pada
bagian ujung dan pangkal. Pengecambahan benih dilakukan pada media pasir
dalam bak perkecambahan yang telah disiram fungisida berbahan aktif mankozeb
45% (2 g/L). Benih direndam selama 10 menit di dalam larutan fungisida sebelum
pengecambahan. Perawatan berupa penyiraman rutin dilakukan setiap dua hari
sekali dan penyemprotan fungisida dilakukan 1 minggu sekali. Pengecambahan
dilakukan pada tingkat naungan 70% selama 9 minggu.
Pembibitan tanaman pala dan pengambilan sampel daun
Media pembibitan berupa campuran tanah dan pupuk kompos (1:1). Akar
kecambah dicelupkan ke dalam larutan fungisida berbahan aktif mankozeb 45% (2
g/L). Kecambah dipindah tanam ke dalam polybag pembibitan kemudian media
tanam disiram. Kecambah dipindahkan ke pembibitan dengan menanam
kecambah ke polybag pembibitan yang berisi media pembibitan yang telah
disiram fungisida. Pemeliharaan dilakukan 3 hari sekali dengan penyiraman dan
pengendalian gulma selama 12 minggu. Pemeliharaan tanaman dilakukan dalam

12
rumah plastik yang dinaungi plastik UV dan paranet dengan tingkat naungan 70 %
(Pramudita 2014).
Sampel daun bibit pala berasal dari benih pohon induk terpilih dari setiap
kebun sumber benih. Sampel daun yang diambil berasal dari daun ketiga yang
tumbuh dari tunas pada bibit pala yang berasal dari pohon induk terpilih.
Ekstraksi DNA dari daun
Ekstraksi DNA daun pala dilakukan dengan menggunakan metode Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) yang dimodifikasi. Daun pala dipotong
dan ditimbang sebanyak ±0.1 g menggunakan gunting yang steril kemudian
digerus dalam mortar yang telah ditambahkan buffer CTAB sebanyak 700 µ L dan
PVP sebanyak 50 mg. Hasil gerusan dipindahkan ke dalam tube yang kemudian
diinkubasi pada suhu 60 ºC selama 1 jam dalam water bath. Setelah inkubasi,
sampel didinginkan dan ditambahkan CIA sebanyak 700 µ L di ruang asam dan
dihomogenisasi 30 detik. Sampel DNA kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
12 000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan pada bagian atas
dipindahkan ke tube baru dan ditambahkan CIA sebanyak 700 µ L di ruang asam
lalu dihomogenisasi 30 detik kemudian disentrifugasi kecepatan 12 000 rpm
selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan pada bagian atas kemudian
dipindahkan ke tube baru kemudian ditambahkan dengan etanol absolut (100%)
sebanyak 2 kali volume supernatan. Sentrifugasi dilakukan kembali dengan
kecepatan sebesar 7 000 rpm selama 5 menit. Sisa etanol dibuang sehingga tersisa
pelet DNA yang kemudian dikeringkan di dalam vacum desicator selama 1 jam.
Modifikasi dilakukan sesuai dengan Haquarsum et al. (2015) yaitu pemeberian
perlakuan panas dengan inkubasi pada suhu 95 ºC selama 5 menit pada hasil
ekstarksi DNA dengan metode CTAB. Ekstrak DNA kemudian diinkubasi pada
suhu 65 ºC dan kemudian didinginkan perlahan pada suhu ruang.
Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Polymerase Chain Reaction adalah teknik perbanyakan molekul DNA
dengan ukuran tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu
untuk melakukan proses denaturasi, annealing primer, elongasi sekuen DNA yang
dilakukan secara berulang-ulang (Sheeja et al. 2008). Proses PCR ini dilakukan
melalui beberapa tahap. Pelet DNA diencerkan dengan ditambahkan 100 µL
aquabidest lalu diencerkan kembali dengan mencampur 20 µL DNA yang telah
diencerkan ke dalam 80 µL aquabidest. Hasil pengenceran tersebut kemudian
diambil sampel DNA sebanyak 2.5 µ L dan ditambahkan dengan 2.5 µ L primer
dan