Rantai Pasok Beras Di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur.

RANTAI PASOK BERAS DI KECAMATAN CIBEBER,
KABUPATEN CIANJUR

ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rantai Pasok Beras Di
Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016

Alexandro Ephannuel Saragih
NIM H351140406

RINGKASAN
ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH. Rantai Pasok Beras Di Kecamatan
Cibeber, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA dan AMZUL
RIFIN.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras
tertinggi di dunia. Hal ini mengimplikasikan dibutuhkannya usaha meningkatkan
produksi beras dalam negeri. Namun, usaha peningkatan produksi tentunya harus
diikuti oleh usaha pembentukan sistem pemasaran yang baik, melalui integrasi
dan koordinasi rantai pasok. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi rantai pasok
di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Selain itu, penelitian bertujuan
mengevaluasi efisiensi teknis dan integrasi pasar vertikal pada rantai pasok beras
tersebut. Identifikasi rantai pasok menggunakan kerangka Food Supply Chain
Management. Sedangkan efisiensi teknis setiap saluran rantai pasok diukur
melalui metode Data Envelopment Analysis. Berikutnya, pengujian integrasi pasar
vertikal dilakukan menggunakan metode Vector Autoregression.
Sasaran pasar rantai pasok beras dari Cibeber, Cianjur, bukan hanya
konsumen di kabupaten itu saja, namun juga konsumen di kota lain seperti Jakarta.

Meskipun aliran beras dari Cianjur ke Pasar Cipinang hanya sedikit, namun sistem
grading di pasar tersebut sering menjadi acuan bagi anggota rantai pasok beras di
Cianjur. Berdasarkan integrasi pasar vertikal, pedagang di Pasar Cipinang bahkan
dapat mempengaruhi harga beras di tingkat pengumpul besar dan pengecer
Cianjur. Sasaran pengembangan dari rantai pasok beras tersebut adalah
penggunaan padi varietas lokal Cianjur. Struktur rantai pasok beras di Cianjur
terdiri dari petani, tengkulak, penggilingan (desa), pengumpul besar, pabrik beras,
pedagang besar di Kabupaten Cianjur, pedagang di Pasar Cipinang (luar
kabupaten), dan pengecer. Namun, proses kemitraan hanya terjadi diantara
tengkulak dengan pengumpul besar. Semua kesepakatan antar anggota rantai
pasok bersifat informal.
Terdapat 10 saluran pemasaran beras dari Cibeber, Cianjur. Tengkulak
merupakan lembaga yang paling dominan dipilih petani. Secara umum, proses
transaksi antara pihak-pihak yang bermitra relatif cepat. Aliran informasi pada
rantai pasok beras di Cianjur berlangsung secara timbal-balik mulai dari petani
sampai pada ke konsumen akhir. Beras yang berasal dari rantai pasok di Cianjur
memiliki merek yang berbeda-beda. Pabrik beras pada umumnya mencantumkan
merek pabrik tersebut. Kepercayaan diantara anggota rantai pasok juga semakin
kuat apabila anggota rantai pasok dapat selalu memenuhi kesepakatan yang telah
dibuat.

Secara umum, nilai efisiensi teknis seluruh saluran telah cukup baik. Hal ini
dapat disebabkan adanya pembagian informasi yang baik diantara anggota rantai
pasok. Informasi tersebut dapat meliputi budidaya, jumlah dan kualitas hasil
panen petani, dan informasi harga beras di pasar. Pabrik beras berperan penting
dalam menyampaikan informasi seperti informasi harga beras di luar Cianjur,
yakni di Pasar Cipinang. Di sisi lain, pabrik merupakan anggota rantai pasok yang
paling mengalami kesulitan saat tidak mendapatkan pasokan gabah dari petani.
Hal ini disebabkan pabrik tersebut telah mengeluarkan biaya tetap dalam jumlah
besar.

Berdasarkan efisiensi teknis, terdapat 4 saluran rantai pasok yang tidak
efisien dari total 10 saluran. Agar menjadi efisien, saluran harus mengurangi ratarata biaya dan marjin pemasarannya. Selain itu, saluran harus meningkatkan
farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya, dan keuntungan saluran tersebut.
Saluran 4 (petani-tengkulak-pengumpul besar-pedagang besar-pengecerkonsumen) merupakan saluran yang paling tidak efisien. Saluran menjadi tidak
efisien karena banyaknya jumlah lembaga terlibat. Selain itu, saluran menjadi
tidak efisen karena harga penjualan ke konsumen akhir di Cianjur yang lebih
rendah dibandingkan harga konsumen di Jakarta.
Harga gabah di tingkat petani Cianjur dapat mempengaruhi harga beras di
tingkat pengumpul besar dan pengecer, namun tidak berlaku sebaliknya. Hal ini
mengimplikasikan bahwa posisi petani tidak lemah pada rantai pasok beras. Petani

memiliki pilihan tujuan dalam menjual gabahnya, yakni tengkulak, penggilingan,
dan pengumpul besar. Di sisi lain, harga gabah di petani Cianjur tidak
menyebabkan perubahan harga beras di Pasar Cipinang. Posisi pedagang tersebut
kuat karena memiliki persediaan beras dalam jumlah besar. Selain itu, pedagang
tersebut memiliki jaringan pemasok beras dari berbagai daerah.
Pada jangka panjang, hanya harga beras di pengumpul besar Cianjur saja
yang memiliki hubungan positif dengan harga gabah di petani Cianjur. Sedangkan
harga beras di pengecer Cianjur dan pedagang Cipinang justru memiliki hubungan
negatif. Pemerintah perlu terus mengawasi proses penyimpanan beras oleh
pedagang besar, terutama di Cipinang. Kenaikan harga beras di pasar bukan
karena kenaikan harga gabah di petani, namun dapat disebabkan kemampuan
pedagang untuk mempengaruhi pasokan beras di tingkat pasar. Dalam jangka
pendek, harga gabah di tingkat petani hanya dipengaruhi oleh harga gabah itu
sendiri pada satu bulan sebelumnya. Harga gabah pada satu bulan sebelumnya
juga mempengaruhi harga beras di tingkat pengecer.
Kata kunci: beras, efisiensi, integrasi vertikal, rantai pasok

SUMMARY
ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH. Supply Chain of Rice In Cibeber
Subdistrict, Cianjur. Supervised by NETTI TINAPRILLA and AMZUL RIFIN.

Indonesia is one of the countries with the highest level of rice consumption
in the world. It is important to increase rice production in Indonesia. It must be
followed by an efficient marketing system, through integration and collaboration
in supply chain. The purposes of this research were identifying rice supply chain
in Cibeber Subdistric, Cianjur. Beside that, evaluating technical efficiency and
vertical integration in rice supply chain. Food Supply Chain Management
approach was used to identify rice supply chain in Cibeber Subdistric, Cianjur.
While, technical efficiency of each channel in supply chain was measured by Data
Envelopment Analysis. Vertical integration was measured by Vector
Autoregression.
Market target of rice supply chain in Cibeber, Cianjur, is not only for
concumers in that regency, but also for consumers in other area such as Jakarta. In
spite of rice flow to Cipinang market is only slightly, but Cipinang’s grading
system remains as a reference for the members of supply chain. Based on vertical
integration analysis, the rice price of wholesalers at Cipinang can influence the
rice price of Cianjurs farmers. Development target is to increase the using of local
paddy varieties. The structure of supply chain was composed of farmer,
middleman, rice milling on the village level, collector, rice milling unit,
wholesalers in Cianjur, wholesalers at Cipinang Market, and retailer. Though,
partnership is only between middleman and collector. Contractual agreement that

occurs between members of supply chain takes places informally.
There were 10 marketing channels of rice in Cibeber, Cianjur. Most farmers
sell their harvest to middleman. Generally, financial flow was well conducted.
Information between members of supply chain flow mutually. Rice in the supply
chain have different brand. Generally, the brand is made by rice milling unit.
Trust among members of supply chain is influenced by the compliance of contract.
Overall, technical efficiency value of all channels had a good mark. It could
be influenced by the sharing information process. The information comprises the
cultivation process, the yields of farmers, and the market rice price. Rice milling
unit has an important role to share the information from the outside of Cianjur,
especially from the Cipinang Market. On the other side, the rice milling unit will
has a serious trouble if it has not enough supply from the collector. This is an
issue for the rice milling unit has spent much fix cost for its business..
Based on technical efficiency, there were four out of ten channels, which
must decrease its cost and market margin to improve its efficiency. Beside that,
the four channels must increase its farmer’s share, cost and benefit ratio, and
benefit of the four channels. The fourth channel (farmer-middleman-collectorwholesalers in Cianjur-retailer-consumer) was the most inefficient channel. It was
caused by the numbers of instution in that channel. Moreover, rice price in Cianjur
is lower than Jakarta.
There was directional causality from Cianjur farmer to the collector and

retailer in Cianjur. It implies that farmers power was not weak in the rice supply
chain. The farmers had many choices in selling their yields as middleman, rice

milling on the village level, and collector. On the other side, there was
undirectional causality from Cianjur farmer to Cipinang wholesaler. The
wholesaler had a strong power because it has much rice stocks. Beside that, the
wholesaler had many supplier from the different areas.
In the long term, it was only the rice price in collector Cianjur which had
positive relation with paddy price in Cianjur farmer. Though, both the rice price in
Cianjur retailer and Cipinang wholesaler had negative relation with paddy price in
Cianjur farmer. The government need to consistenly oversee the rice storage
which were conducted by wholesaler. The increasing of rice price in wholesaler or
retail was not caused by the increasing of paddy price in farmers level. It was
caused by wholesaler market power to influence the rice supply in the market. In
the short term, paddy price was influenced by the paddy price itself-one month
earlier. Rice price in Cianjur retailer was also influenced by paddy price-one
month earlier.
Keywords: efficiency, rice, supply chain, vertical integration

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

RANTAI PASOK BERAS DI KECAMATAN CIBEBER,
KABUPATEN CIANJUR

ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Harianto, MS

Judul Tesis : Rantai Pasok Beras Di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur
Nama
: Alexandro Ephannuel Saragih
NIM
: H351140406

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini

adalah Rantai Pasok beras di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM dan
Bapak Dr Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing dalam penulisan tesis
ini. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Harianto, MS dan Ibu Prof. Dr Ir Rita
Nurmalina, MS, sebagai dosen penguji dalam ujian tesis ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Irwan, SP, sebagai penyuluh dari Dinas
Pertanian Cianjur, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Alexandro Ephannuel Saragih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR


xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

1

2

3

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

6

Manfaat Integrasi Rantai Pasok

6

Efisiensi Rantai Pasok dengan Metode DEA

7

Integrasi Pasar pada Rantai Pasok Beras

8

KERANGKA PEMIKIRAN

9

Rantai Pasok

4

9

Manajemen Rantai Pasok

11

Logistik pada Rantai Pasok

13

Saluran Pemasaran

15

Efisiensi Pemasaran

16

Marjin Pemasaran

17

Farmer’s Share

19

Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran

20

Data Envelopment Analysis (DEA)

20

Integrasi Pasar

22

Kerangka Pemikiran Operasional

25

METODE PENELITIAN

27

Lokasi dan Waktu Penelitian

27

Jenis dan Sumber Data

27

Metode Penentuan Sampel

27

Metode Pengolahan Data

28

5

6

7

Analisis Rantai Pasok Beras

28

Efisiensi Teknis Saluran Rantai Pasok

29

Integrasi Pasar

30

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

35

Gambaran Wilayah Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur

35

Karakteristik Responden

35

HASIL DAN PEMBAHASAN 38
Sasaran Rantai

38

Struktur Rantai Pasok

39

Manajemen Rantai Pasok

44

Sumber Daya

44

Proses Bisnis

51

Efisiensi Teknis Setiap Saluran Rantai Pasok

62

Integrasi Pasar Vertikal pada Rantai Pasok Beras di Cianjur

65

SIMPULAN DAN SARAN

73

Simpulan

73

Saran

74

DAFTAR PUSTAKA 75
LAMPIRAN

81

RIWAYAT HIDUP

92

DAFTAR TABEL
1 Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi (GKG) serta Volume Impor
Beras di Indonesia Tahun 2009-2013
2 Pencapaian Target Luas Tanam, Luas panen, Produktivitas, Produksi
Komoditi Padi Kabupaten Cianjur Tahun 2013
3 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia
4 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
5 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Usahatani
Padi
6 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Padi
7 Sebaran Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Usahatani Padi
8 Total Biaya, εarjin, Farmer’s Share, Keuntungan, dan Rasio
Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran pada Sepuluh Saluran Rantai
Pasok Beras di Cibeber, Cianjur
9 Nilai Efisiensi CRS, VRSTE, SE, dan Trend Return to Scale Setiap
DMU Saluran Rantai Pasok
10 Sebaran Perbandingan untuk Setiap Saluran Rantai Pasok
11 Rata-rata Potential Improvements Saluran (1, 4, 6, 9)

2

3
36
36
37
37
37

62
64
65
65

DAFTAR GAMBAR
1 Pergerakan Rata-rata Harga Beras Pengecer dan Gabah Kering Panen
(GKP) Petani di Indonesia pada Januari 2012-Desember 2014
2 Kerangka Analisis Deskriptif Rantai Pasok
3 Skema Diagram Rantai Pasok dari Perspektif Pengolah
4 Kurva Marjin Pemasaran
5 Hubungan CRS, VRS, dan Scale Efficiency
6 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
7 Sistematika Pengolahan Vector Autoregression (VAR)
8 Proses Bisnis Rantai Pasok Beras di Cibeber, Cianjur
9 Aliran Produk Rantai Pasok Beras di Cibeber, Cianjur
10 Aliran Finansial Rantai Pasok Beras di Cibeber, Cianjur
11 Aliran Informasi Rantai Pasok Beras di Cibeber, Cianjur
12 Sebaran Skor Efisiensi Teknis Rantai Pasok Beras di Kabupaten
Cianjur dengan Metode DEA VRS pada Setiap Saluran Rantai Pasok
13 Output Impulse Response Function (IRF) pada Guncangan Harga
Gabah di Petani Cianjur
14 Output Impulse Response Function (IRF) pada Guncangan Harga Beras
di Pengumpul Besar Cianjur
15 Output Impulse Response Function (IRF) pada Guncangan Harga Beras
di Pengecer Cianjur
16 Output Impulse Response Function (IRF) pada Guncangan Harga Beras
di Pedagang Pasar Cipinang

2
11
12
18
22
26
34
52
56
57
58
63
70
71
72
72

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Jumlah Penggilingan di Kabupaten Cianjur pada Tahun 2010
Hasil Uji Stasioner Data Harga Gabah di Petani Cianjur
Hasil Uji Stasioner Data Harga Beras di Pengumpul Besar
Hasil Uji Stasioner Data Harga Beras di Pengecer Cianjur
Hasil Uji Stasioner Data Harga Beras di Pedagang Pasar Cipinang
Output Length Lag Criteria pada Lag Maksimum 2
Hasil Uji Kausalitas Harga Gabah di Petani (PT), Harga Beras di
Pengumpul Besar (MT), Pengecer Cianjur (RTC), dan Pedagang Pasar
Cipinang (RTJ)
8 Hasil Uji Kointegrasi Johansen
9 Output Model VECM pada Integrasi Vertikal Pasar Beras di Cianjur

82
83
84
85
86
87

88
89
90

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan beras menjadi penting untuk diperhatikan karena beras telah
menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia secara umum. Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat saat ini di dunia.
Penduduk Indonesia diproyeksikan sekitar 261 juta orang pada tahun 2020 (BPS
2013). Di sisi lain, tingkat konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia,
merupakan salah satu tingkat konsumsi tertinggi di dunia, yakni 97.40
kg/kapita/tahun pada tahun 2013 (Susenas BPS dalam PUSDATIN 2014). Padahal,
dilihat dari pertumbuhan luas lahan, produktivitas, dan tingkat produksi gabah
seperti pada Tabel 1, Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat. Hal
ini mengimplikasikan dibutuhkannya usaha meningkatkan produksi beras dalam
negeri. Namun, usaha peningkatan produksi tentunya harus diikuti oleh sistem
pemasaran yang baik, sehingga dapat memotivasi petani sebagai produsen.
Tabel 1 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi (GKG) serta Volume Impor
Beras di Indonesia Tahun 2009-2013
Tahun
Luas panen Produktivitas
Produksi (ton) Volume
(ha)
(ku/ha)
impor beras
(ton)
2009
12 883 576
49.00
60 325 925
250 276
2010
12 147 637
50.15
66 469 394
687 583
2011
13 203 643
49.00
65 756 904
2 744 261
2012
13 445 524
51.00
69 056 126
1 927 563
2013
13 835 252
51.52
71 279 709
472 675
Sumber: Kementrian Pertanian (2014)

Menurut Sultana (2012), program peningkatan produksi beras tidak akan
dapat berjalan dengan efektif apabila sistem pemasaran tidak efisien. Pemasaran
harus mampu berorientasi kepada kepuasan konsumen dan memberikan
keuntungan kepada petani, pedagang, pengolah, dan lembaga pemasaran yang
terlibat. Rantai pasok merupakan kegiatan yang melibatkan semua pihak, baik
yang memproduksi atau menghasilkan jasa, mulai dari produsen sampai ke
konsumen akhir. Adanya integrasi dan koordinasi yang baik antara anggota dalam
rantai pasok menjadi kunci dalam proses pemasaran. Pada rantai pasok terdapat
proses manajemen, yakni kegiatan mengelola permintaan dan penawaran. Konsep
ini dianggap penting karena adanya perubahan dan tuntutan terkait orientasi pasar.
Dewasa ini, konsumen memiliki peranan besar dalam menggerakkan rantai pasok.
Para produsen berupaya memenuhi bagaimana permintaan konsumen, baik dalam
bentuk, kemasan, dan proses penyampaiannya (Lokollo 2012).
Menurut Bassey (2013), selain peningkatan kualitas beras, pemasaran beras
membutuhkan strategi untuk efisiensi biaya transportasi dan penyimpanan.
Melalui manajemen rantai pasok yang baik, hal ini dapat berjalan dengan efektif.
Hal ini sangat penting diperhatikan oleh setiap anggota dalam saluran rantai pasok

2

beras. Efisiensi dari setiap biaya pemasaran terhadap keuntungan yang dihasilkan
menjadi sangat penting diperhatikan agar saluran tersebut tetap dapat bersaing
dengan saluran rantai pasok beras lainnya.
Integrasi pasar diantara lembaga atau anggota rantai pasok juga penting
diperhatikan. Meskipun penggunaan biaya pada saluran atau rantai pasok telah
efisien, namun harga komoditi pada lembaga atau anggota rantai pasok, belum
tentu terintegrasi dengan baik. Hal tersebut dapat disebabkan penyalahgunaan
market power pedagang perantara dalam rantai pasok (Meyer dan Taubadel 2004).
Penetapan harga jual beras oleh pedagang tersebut sering berbeda dengan
kenaikan atau penurunan harga dari pemasoknya. Respon pedagang terhadap
kenaikan harga dari tingkat pemasok lebih cepat daripada respon penurunan
harganya. Hal ini bertujuan untuk menjaga tingkat keuntungan yang diperoleh
oleh pedagang perantara tersebut. Namun, hal ini dapat mengakibatkan lembaga
pemasaran yang terlibat menjadi tidak terintegrasi.
Besarnya perubahan marjin pemasaran setiap waktu dapat menggambarkan
transmisi dan tingkat integrasi harga pada anggota rantai pasok yang terlibat
(Vavra dan Goodwin 2005). Gambar 1 menunjukkan pergerakan harga beras di
pengecer dengan harga gabah di petani. Disparitas antara harga beras di pengecer
dengan harga gabah kering panen (GKP) di petani cenderung meningkat dari
tahun 2011-2014. Besarnya dipasparitas itu itu dapat dipengaruhi oleh biaya
pemasaran, banyaknya lembaga yang terlibat, dan market power pedagang
perantara yang terlibat. Disparitas harga yang cenderung meningkat menunjukkan
bahwa marjin pemasaran semakin besar. Marjin yang semakin besar tersebut
dapat mengindikasikan pula lemahnya integrasi pasar pada lembaga pemasaran
beras yang terlibat.
10000
9000
Harga 8000
(Rp) 7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Keterangan:

Disparitas harga

januari
april
juli
oktober
januari
april
juli
oktober
januari
april
juli
oktober
januari
april
juli
oktober

Rata-rata harga GKP
di petani

2011

2012

2013

Rata-rata harga beras
di pengecer

2014

Gambar 1 Pergerakan Rata-rata Harga Beras Pengecer dan Gabah Kering Panen
(GKP) Petani di Indonesia pada Januari 2012-Desember 2014
Sumber: Kementrian Pertanian 2014 (diolah)

3

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi di Indonesia. Pada
tahun 2013 produksi padi di Jawa Barat mencapai 12 083 162 ton dari 71 279 709
ton total produksi nasional (BPS 2013). Kabupaten Cianjur sendiri menjadi
penyumbang yang cukup besar dibandingkan 25 kota dan kabupaten lainnya
untuk jumlah produksi padi di Provinsi Jawa Barat tersebut, yakni mencapai 925
996 ton pada tahun 2013 (Dinas Pertanian Cianjur 2013). Tabel 2 menunjukkan
kinerja yang cukup baik dari Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah
unggulan produsen padi di Provinsi Jawa Barat. Keunggulan tersebut seharusnya
mendapatkan penanganan aliran produk yang baik dan efisien sehingga harga beli
oleh konsumen tidak memberatkan mereka. Selain itu, petani tetap mendapatkan
keuntungan yang mampu mendorongnya meningkatkan skala usahanya.
Tabel 2 Pencapaian Target Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, Produksi
Komoditi Padi Kabupaten Cianjur Tahun 2013
Uraian
1.Luas Tanam
(Ha)
2.Luas panen
(Ha)
3.Produktivitas
(Ton/Ha)
4.Produksi
GKG (Ton)

Padi Sawah
Target Realisasi
133 177
138 852

Padi Ladang
Target Realisasi
Target
20 756
18 787 154 533

126 832

139 910

20 612

6.557

6.176

3.76

831 637

864 117

76 88

18 636 147 444

Jumlah
Realisasi Persentase
157 639
102.01
158 546

107.53

6.158

5.840

94.84

61 849 908 025

925 996

101.98

3.19

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2013)

Berdasarkan hasil penelitian Saragih (2014), beras dari Kabupaten Cianjur
bukan hanya dipasarkan di Kabupaten itu saja, namun juga ke Jakarta. Terdapat
beberapa lembaga pemasaran yang cenderung pada struktur pasar oligopoli, yakni
pabrik beras dan pedagang di pasar Cipinang, Jakarta. Pedagang beras di Cipinang
memang merupakan lembaga utama sebagai pintu masuk beras ke Jakarta.
Kebutuhan beras di Jakarta adalah lebih dari 1 juta ton/ tahun, sedangkan produksi
di daerah tersebut hanya sekitar 11 ribu ton/tahun. Beras yang masuk ke Cipinang
bukan hanya dari Cianjur, namun berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti
Karawang, Subang, dan Indramayu. Rasio beras yang masuk dari Cianjur
sebenarnya relatif sedikit, yakni 1.14% dari total beras yang masuk (FSTJ dalam
Surjasa et al. 2013). Persediaan beras dalam jumlah besar, yang dimiliki oleh
setiap pedagang besar, dapat meningkatkan posisi tawar dan kekuatan lembaga
tersebut dibandingkan anggota lainnya dalam rantai pasok. Namun, pembagian
keuntungan secara adil diantara anggota rantai pasok sangat penting untuk
kelancaran saluran rantai pasok tersebut. Selain itu, rantai pasok menjadi sangat
penting terutama karena beras menjadi makanan pokok bagi masyarakat Indonesia,
sehingga harus memperhatikan daya beli masyarakat.

4

Perumusan Masalah
Penerapan konsep manajamen rantai pasok di bidang pertanian dapat
meningkatkan efisiensi pemasaran. Namun, penerapan konsep manajemen rantai
pasok di negara berkembang sering menghadapi kendala karena skala usaha
petani yang kecil. Berikutnya, informasi pasar yang diterima oleh petani juga
tidak begitu baik (Lakollo 2012). Misalnya, petani yang tidak mengetahui
perkembangan harga gabah dan harga beras di pasar. Lemahnya akses informasi
tersebut dapat disebabkan lokasi petani yang memang biasanya di lokasi terpencil
dan rendahnya pendidikan petani itu sendiri (Ariwibowo 2013).
Kecamatan Cibeber merupakan salah satu daerah unggulan tanaman pangan
komoditas padi dengan menggunakan sistem irigasi pedesaan di Kabupaten
Cianjur menurut Surat Keputusan Bupati Nomor 520/KEP.240-DISTAN/2012
tentang perwilayahan tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini ditunjukkan dari
jumlah gabah kering panen (GKP) pada tahun 2013 mencapai 52 582 ton (Dinas
Pertanian Cianjur 2013). Kondisi ini menggambarkan bahwa daerah ini menjadi
salah satu daerah penting pada pemasaran beras di Cianjur. Produksi gabah,
sebagai hasil panen petani di daerah ini, tentunya membutuhkan penanganan
aliran produk yang efisien. Saluran-saluran pemasaran beras yang berasal dari
daerah ini perlu dievaluasi dan dibandingkan untuk melihat potensi peningkatan
efisiensi saluran pemasaran beras dari daerah ini.
Secara umum, petani padi di Kecamatan Cibeber memiliki ukuran dan skala
usaha yang kecil. Selain itu, jumlah petani juga jauh lebih banyak dibandingkan
lembaga pemasaran sebagai tujuan penjualannya. Petani cenderung ingin praktis
menjual hasil panennya dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Petani masih
sangat bergantung kepada pemilik modal yang dapat mengolah hasil panennya
tersebut. Selain itu, kualitas atau rendemen gabah dari petani juga masih belum
bisa konsisten akibat perubahan musim dan gangguan hama. Idealnya, nilai
konversi GKP ke gabah kering giling (GKG) sebesar 86.02 persen dan GKG ke
beras sekitar 62.74 persen (Dinas Pertanian Cianjur 2013). Namun, hal ini masih
sering tidak konsisten dicapai akibat rendahnya kualitas gabah petani.
Selain petani di Cibeber, terdapat lembaga lain yang terlibat dalam
rantai ]pasok seperti penggilingan dan pedagang beras. Anggota rantai pasok,
dengan skala usaha yang besar, memiliki potensi sebagai koordinator atau acuan
bagi anggota rantai pasok lainnya. Potensi ini dapat dimiliki oleh pedagang di
Pasar Cipinang yang terlibat dalam rantai pasok beras dari Cibeber. Rantai pasok
ini membutuhkan pula aktivitas yang terintegrasi agar dapat bersaing dengan
rantai pasok lainnya dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Selain aktivitas
anggota rantai pasok terintegrasi, integrasi pasar atau harga diantara lembaga yang
terlibat juga penting diperhatikan. Kekuatan yang berbeda diantara anggota rantai
pasok yang terlibat dalam mengalirkan beras, dapat mempengaruhi lemahnya
integrasi pasar dan arah transmisi harga. Arah transmisi harga diantara anggota
rantai pasok beras yang terlibat menjadi penting, terutama untuk pengambil
kebijakan, untuk menetapkan kebijakan yang dapat mendorong integrasi pasar
pada pemasaran beras dari Cibeber tersebut. Pasar yang terintegrasi menunjukkan
bahwa sistem pemasaran telah efisien.

5

Berdasarkan uraian sebelumnya maka masalah yang akan dibahas dan
dijawab dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kondisi dan tingkat integrasi
vertikal rantai pasok beras di Kabupaten Cianjur?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mengidentifikasi rantai pasok beras di Kecamatan Cibeber, Kabupaten
Cianjur dengan menggunakan kerangka Food Supply Chain Network
(FSCN)
2.
Mengevaluasi efisiensi teknis setiap saluran dalam rantai pasok
3.
Mengevaluasi integrasi pasar vertikal pada rantai pasok beras di Cianjur
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan informasi terkait kondisi
rantai pasok beras di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Informasi terkait
kendala dan hal-hal yang dibutuhkan untuk pengembangan rantai pasok beras di
daerah ini, dapat menjadi dasar bagi kebijakan pemerintah. Hasil penelitian, yakni
hasil analisis integrasi vertikal, juga dapat menjadi dasar kebijakan pemasaran
beras oleh pemerintah. Berdasarkan hasil analisis integrasi tersebut, pemerintah
memperoleh informasi terkait lembaga atau anggota rantai pasok yang menjadi
pasar acuan. Bagi pembaca secara umum, hal ini dapat menjadi sumber informasi
dan pembanding saat melakukan penelitian yang relevan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menguraikan rantai pasok beras di Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Cianjur dengan menggunakan pendekatan Food Supply Chain Network
(FSCN). Kerangka ini meliputi enam unsur utama, yakni sasaran, manajemen,
struktur, sumber daya, proses bisnis, dan kinerja rantai pasok. Tingkat integrasi
harga gabah atau beras pada setiap lembaga yang terlibat dalam rantai pasok beras
di Cianjur juga diuji dalam penelitian ini. Konsep integrasi tersebut berbeda
dengan dengan konsep integrasi pada manajemen rantai pasok. Derajat integrasi
proses manajemen rantai pasok tidak diukur dalam penelitian ini, namun secara
kualitatif dijelaskan pada pendekatan FSCN.
Produk akhir yang diterima oleh konsumen akhir pada penelitian ini adalah
beras. Padi varietas ciherang, yang kemudian diolah menjadi beras, menjadi
komoditi yang dipilih dalam penelitian ini. Petani sebagai responden awal yang
dipilih juga mengusahakan varietas Ciherang. Namun pada kenyataannya, sejak di
tingkat pabrik atau pengolah, beras tersebut sering dicampur dengan beras varietas
lain yang kualitasnya hampir sama. Hal ini menjadi penyebab keterbatasan
peneliti untuk memastikan beras dengan varietas yang sama yang sampai ke
konsumen akhir.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Integrasi Rantai Pasok
Menurut Sharma (2013), strategi rantai pasok sangat perlu diterapkan oleh
pabrik pengolah padi untuk meningkatkan daya saing mereka. Hal ini
mengimpikasikan perlunya fokus pada koordinasi, kolaborasi dengan para petani
dan pelanggan untuk memperoleh informasi aliran padi yang akan diproses oleh
pabrik. Informasi permintaan juga dibutuhkan untuk efisiensi proses persediaan
atau penyimpanan. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh rantai pasok
beras di India, seperti jumlah persediaan dan penawaran oleh pabrik beras yang
sering sangat tidak sesuai dengan permintaan pasar sehingga menimbulkan
tingginya biaya penyimpanan dan kerugian akibat gagalnya penjualan.
Kemampuan meramalkan dan menyediakan persedian beras melalui pembelian
dari sumber-sumber penghasil padi yang petensial, sistem distribusi, strategi
penjualan, serta sistem logistik mempengaruhi efektivitas rantai pasok beras India
juga untuk bersaing di pasar global. Hal yang hampir sama disampaikan oleh
Thongrattna (2012), bahwa manajemen rantai pasok juga merupakan kunci
kesuksesan dalam persaingan beras Thailand di pasar global. Bahkan kualitas
beras yang dihasilkan oleh Thailand juga dipengaruhi oleh kinerja rantai pasok
dan ketidakpastian pasar itu sendiri. Selain itu, kinerja rantai pasok beras di
Thailand tidak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, namun dipengaruhi oleh
perilaku para pesaingnya, ketidakpastian permintaan dan proses. Strategi
pembelian sebagai bagian dari manajemen rantai pasok menjadi penting
diperhatikan untuk mengatasi ketidakpastian permintaan seperti yang disampaikan
Sharma (2013). Beberapa hal yang termasuk ke dalam strategi ini seperti aktivitas
menentukan jumlah dan kualitas yang akan dibeli, seleksi saat pembelian,
kesepakatan pembayaran, dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan.
Teknologi pasca panen dan infrastruktur menjadi penentu kesuksesan rantai
pasok selain kemampuan koordinasi dan pembagian informasi (Parwez 2014;
Jayaretna 2011). Hal-hal tersebut bertujuan menjaga kualitas atau kondisi
komoditi yang dikirimkan serta efisiensi biaya transportasi (Parwez 2014).
Masalah pembusukan, serangan penyakit saat penyimpanan dan pengiriman
menjadi penyebab kerugian yang harus diatasi melalui perbaikan hal-hal tersebut,
terutama karena komoditi pada umumnya berasal dari pedesaaan dengan kondisi
infrastruktur yang buruk.
Menurut Ghai (2012), integrasi rantai pasok dapat meningkatkan daya saing
melalui beberapa manfaat berikut, yakni memberikan informasi kepada petani
untuk menanam sesuai kebutuhan pasar dan memperoleh harga yang lebih baik.
Manfaat lain adalah membantu praktek usahatani untuk memperoleh hasil dan
kualitas yang baik, mengurangi kerusakan melalui teknologi pasca panen yang
lebih baik, mendapat harga lebih baik karena lolos sortir dan grading, mengurangi
pedagang perantara yang tidak efektif dalam pemasaran, memperpanjang umur
komoditi karena adanya pengolahan dan pengemasan, membantu petani
berorientasi pasar, dan meningkatkan hubungan antara petani dengan industri.

7

Efisiensi Rantai Pasok dengan Metode DEA
Aplikasi DEA sebagai internal dan eksternal benchmarking menunjukkan
bahwa DEA menjadi alat ukur efisiensi teknis. DEA dapat diaplikasikan untuk
mengukur efisiensi manajemen rantai pasok atau distribusi saluran pemasaran.
Setiawan (2009) mengukur kinerja rantai pasok sayuran lettuce head dengan
menggunakan DEA. Melalui model tersebut, ditunjukkan efisiensi relatif masingmasing petani dan potential improvement untuk mencapai efisiensi 100%. Di
tingkat perusahaan juga dapat dilihat bahwa kinerja rantai pasok produk lettuce
head dan fresh cut memiliki efisiensi 100%. Kinerja ini lebih baik daripada
benchmark. Dalam pengunaan model DEA ini, peneliti menggunakan AHP untuk
pembobotan. Permadhi dan Sunaryo (2014) mengaplikasikan penggunaan DEA
untuk menganalisis efisiensi saluran distribusi gorden oleh UKM Kamties melalui
beberapa tokonya yang menjadi DMU. Dalam pengolahan data, peneliti juga
melakukan analisis korelasi faktor untuk mengetahui derajat keterdekatan faktorfaktor yang diteliti dan hubungan antara input-output. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Prasetyo (2008). Berdasarkan hasil penelitian Permadhi dan
Sunaryo (2014) menggunakan metode DEA CCR, ditemukan bahwa terdapat satu
saluran distribusi yang belum efisien dari 4 total saluran atau toko yang dianalisis.
Hal ini dapat diatasi dengan mengurangi biaya transportasi dan telepon oleh
saluran tersebut. Penetapan harga pokok yang terlalu tinggi menjadikan tidak
seimbangnya antara harga input dengan output. Pendekatan yang hampir sama
juga dilakukan oleh Chu (2013), yakni mengevaluasi faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi saluran distribusi produk pertanian dengan model DEA.
Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat informasi dan infrastruktur logistik yang
paling berpengaruh dalam efisiensi saluran distribusi. Hal ini mengimplikasikan
pula dibutuhkannya kebijakan yang dapat mendorong infrastruktur logistik di
pedesaan. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, pemerintah perlu meningkatkan
kemampuan, kualitas, maupun pemodalan bagi tenaga kerja yang berada di desa.
Chen dan Lin (2014) membandingkan efisiensi antara pedagang besar
tradisional dan pusat distribusi logistik di China. Pedagang besar tradisional lebih
rendah efisiensinya terutama disebabkan oleh pemborosan tenaga kerja, biaya
operasi yang tinggi, dan gross margin yang rendah. Sharker dan Ghosh (2010)
juga membandingkan tingkat efisiensi organisasi pemasaran pedagang dalam
koperasi dengan pedagang diluar koperasi. Hal ini memperhatikan penyebaran
harga, biaya pemasaran, dan keuntungan diantara pedagang-pedagang susu
tersebut. Hasilnya, pedagang dalam koperasi justru memiliki efisiensi lebih rendah
karena biaya tetap per unit susu lebih mahal.
Penggunaan DEA dapat menggunakan banyak input dan output. Setiawan
(2009) menggunakan input berupa leadtime pemenuhan pemesananan, siklus
waktu pemenuhan pesanan, fleksibilitas rantai pasok, biaya SCM, cash-to-cash
time, persediaan harian. Faktor output terdiri dari metrik kinerja pengiriman,
kesesuaian dengan standar mutu (kualitas), dan kinerja pemenuhan pesanan.
Penyesuaian input dan output menggunakan metrik SCOR (Supply Chain
Operation Reference) digunakan oleh peneliti seperti yang digunakan oleh Sari,
Nurmalina, dan Setiawan (2014). Atribut kinerja, yakni reliabilitas, responsibilitas,
fleksibilitas, biaya dan aset, menjadi penting untuk mengetahui efisiensi kinerja
sebuah organisasi. Sedangkan Permadhi dan Sunaryo (2014) dalam menganalisis

8

efisiensi saluran distribusinya menggunakan total harga jual produknya sebagai
input dalam model DEA. Sedangkan output yang digunakan adalah biaya
transport, kurir, dan telepon. Chu (2013) memilih beberapa input yakni jumlah
produk pertanian, tingkat informasi dan infrastuktur logistik, tingkat
profesionalitas pekerja yang mengatur distribusi, tingkat logistik transportasi,
saham atau modal dalam saluran distribusi. Outputnya berupa efisiensi saluran
distribusi produk pertanian. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat pula
dilihat bahwa jumlah produk yang diproduksi tidak selalu menjadi pilihan tepat
dalam mengukur efisiensi sebuah organisasi.
Integrasi Pasar pada Rantai Pasok Beras
Boansi (2014) menemukan bahwa kinerja atau efisiensi rantai pasok beras di
Nigeria lebih rendah dibandingkan dengan rantai pasok jagung. Hal ini
ditunjukkan dengan membandingkan transmisi harga beras di konsumen dan
petani, dimana transmisi harga jagung lebih baik. Namun, menurut Ohen (2011)
melalui uji kointegrasi Johansen, harga beras pada setiap level anggota rantai
pasok (petani-pengolah-distributor-pengecer) di Nigeria akan terintegrasi dalam
jangka panjang meskipun harga berfluktuasi di setiap level dalam jangka pendek.
Hal tersebut mengimplikasikan pula dibutuhkannya kebijakan yang dapat
meningkatkan infrastruktur. Selain itu, dibutuhkan pula kebijakan harga oleh
pemerintah untuk mengurangi eksploitasi oleh perantara terutama dalam jangka
pendek. Menurut Firdaussy (2012), market power yang dimiliki oleh pedagang
perantara dapat mempengaruhi asimetri transmisi harga beras. Asimetri transmisi
harga juga dapat disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang lebih banyak
mengintervensi harga gabah di petani dibandingkan harga beras di pasar.
Menurut Aryani (2012), dalam jangka pendek, harga gabah petani
dipengaruhi oleh harga beras pengecer tetapi harga gabah petani tidak
mempengaruhi harga beras pengecer di Indonesia. Hal berbeda di pasar beras
Nigeria, dimana arah transmisi harga adalah dari petani ke distributor dan
pengecer. Namun, terdapat asimetri, yakni perbedaaan besarnya dampak kenaikan
dan penurunan harga di petani terhadap distributor dan pengecer (Jezghani et al.
2011). Kondisi tersebut mengimplikasikan pentingnya memperhatikan kebijakan
yang dapat menurunkan biaya produksi petani, dalam melindungi konsumen.
Besarnya penurunan harga oleh petani sebagai dampak penurunan biaya
produksinya, tidak sama dengan penurunan harga oleh pengecer.
Lembaga atau pasar beras yang menjadi pemimpin pasar pada pasar yang
terintegrasi, penting diperhatikan. Menurut Emonkaro dan Ayantoyinbo (2014),
pasar beras di pedesaan atau petani, merupakan bagian penting bagi pemerintah,
sebagai pusat kebijakan pemasaran. Kebijakan dapat berupa kebijakan harga atau
kebijakan yang mengatur distribusi. Hal ini disebabkan pasar tersebut menjadi
pemimpin pasar bagi pasar beras di daerah kota Nigeria. Hal ini berbeda pula
apabila kedua pasar tersebut terintegrasi secara lemah dan tidak memiliki
pemimpin pasar. Hal ini mengakibatkan lembaga pemasaran dapat menjadi lebih
mudah mempengaruhi harga yang berlaku di pasar (Ojo et al. 2015).
Integrasi vertikal harga beras di daerah berbeda di Indonesia dapat berbeda
pula. Noer (2014) menganalisis integrasi harga beras di tingkat petani dengan
pengecer di Lampung. Hasil IMC sebesar 0.415 atau lebih kecil daripada satu

9

mengindikasikan bahwa harga beras di kedua lembaga tersebut memiliki integrasi
yang tinggi. Makbul, Ratnaningtyas, Dwiyantoro (2014) juga menemukan
integrasi vertikal harga beras di antara petani dengan lembaga penggilingan dan
pengecer telah terkointegrasi dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya
kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Hal ini juga yang disampaikan
oleh Sari (2010), bahwa volatilitas harga beras di berbagai provinsi di Indonesia
semakin rendah dengan adanya kebijakan HPP. Hal ini berbeda dengan penemuan
Rahim dan Milia (2013) pada tingkat integrasi harga beras petani dengan
konsumen di Sulawesi Tenggara. Integrasi vertikal di daerah tersebut lemah,
sehingga usaha-usaha peningkatan arus informasi dan penggunaan asuransi oleh
petani dalam melakukan usahanya dianggap sangat penting. Hal lainnya yang
dapat meningkatkan integrasi pasar beras adalah kedekatan lokasi pasar, biaya dan
proses penyimpanan gabah yang baik atau dalam kondisi kering, biaya
pengolahan, dan biaya transportasi (Mafimisebi et al. 2014; Mkpado et al. 2013).

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Rantai Pasok
Rantai pasok merupakan rangkaian aktivitas (fisik dan pengambilan
keputusan) yang berhubungan dengan aliran material dan informasi, maupun
aliran uang dan hak milik, yang melintasi batas dari setiap anggota pasok (Van der
Vorst 2006). Konsep rantai pasok membahas bagaimana integrasi seluruh
aktivitas organisasi atau individu yang terlibat, sehingga dapat efektif dan efisien
dalam menyampaikan barang atau jasa kepada konsumennya (McKeller 2014;
Anatan dan Ellitan 2008). Integrasi tersebut bertujuan agar nilai tambah dapat
tersampaikan ke konsumen akhir dan produsen atau pihak penyalur juga
mendapatkan keuntungan (Marshall dan Johnston 2011). Produsen atau pihak
penyalur harus memahami apa yang diinginkan dan bernilai bagi konsumen. Pihak
yang terlibat dalam rantai pasok meliputi pemasok, pabrik, distributor, pengecer,
dan perusahaan pendukung seperti jasa logistik. Menurut Kotler dan Amstrong
(2008), pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok tersebut terbagi menjadi
mitra aliran atas dan mitra aliran bawah. Mitra aliran atas, termasuk didalamnya
adalah kelompok perusahaan yang memasok bahan mentah, komponen, suku
cadang, informasi, keuangan, dan ahli yang diperlukan untuk menciptakan produk
atau layanan. Sedangkan mitra aliran bawah adalah pihak saluran pemasaran yang
berhadapan dengan pelanggan, seperti pedagang grosir dan pengecer.
Keberhasilan masing-masing organisasi yang terlibat dalam rantai pasok bukan
hanya tergantung pada kinerja perusahaan tersebut, namun juga seberapa baik
keseluruhan rantai pasok dan pemasaran bersaing dengan saluran pesaing. Pihak
tersebut harus meminimalkan atau mengeliminasi apapun yang tidak berkontribusi
atau justru berdampak negatif bagi rantai pasok tersebut. Hal ini dibutuhkan untuk
menciptakan keunggulan kompetitif dalam pemasaran. Jadi, secara umum dalam
rantai pasok terdapat beberapa hal yang menjadi kunci, diantaranya adalah fokus
kepada kebutuhan konsumen, adanya proses nilai tambah, perencanaan dan
manajemen, serta integrasi dan kolaborasi.

10

Menurut Van der Vorst (2005), untuk membahas potensi atau
pengembangan rantai pasok, dibutuhkan kerangka untuk mendeskripsikan rantai
pasok tersebut. Kerangka tersebut ditunjukkan oleh Gambar 2. Kerangka terdiri
dari peserta atau anggota rantai pasok, produk, sumber daya, dan manajemen.
Kriteria-kriteria yang dibutuhkan tersebut ditemukan dan dapat dijelaskan oleh
rantai pasok beras di Kabupaten Cianjur sehingga pendekatan atau kerangka
FSCN ini sesuai digunakan dalam penelitian ini. Terdapat beberapa elemen yang
akan dideskripsikan dalam kerangka FSCN oleh Van der Vorst (2005) yang
mengadopsi pemikiran Lambert dan Cooper (2000). Elemen-elemen tersebut
adalah:

Struktur Jaringan: mendeskripsikan peranan anggota atau aktor yang terlibat
pada jaringan atau rantai pasok. Melalui hasil deskripsi tersebut, kemudian
dianalisis anggota mana yang memiliki peranan yang dapat mendukung
kesuksesan rantai pasok. Hal ini tentu melibatkan tujuan dari rantai pasok
itu sendiri. Dalam proses tersebut terdapat penekanan terhadap kemampuan
manajemen dan pengolahan sumber daya.

Proses Bisnis rantai pasok yang terstruktur: didekati melalui analisis
aktivitas atau proses bisnis yang didesain untuk menghasilkan output yang
spesifik, termasuk di dalamnya fisik produk, jasa, dan informasi untuk
menghadapi pasar. Seperti disampaikan sebelumnya, selain proses logistik,
seperti operasional dan distribusi, terdapat pula proses bisnis dalam rantai
pasok. Proses bisnis melibatkan pengembangan produk baru, keuangan,
pemasaran, dan manajemen hubungan dengan pelanggan.

Jaringan dan Manajemen Rantai Pasok: menganalisis koordinasi dan
struktur manajemen dalam rantai pasok. Melalui pendekatan ini dijabarkan
pihak yang memfasilitasi proses pengambilan keputusan dalam rantai pasok
dalam menggunakan sumber daya untuk memenuhi tujuan rantai pasok.
Artinya, melalui pendekatan ini, pihak yang berperan sebagai pengatur
dalam rantai pasok dapat diketahui. Hal-hal yang yang digunakan dalam
pendekatan ini termasuk analisis pemilihan mitra, kesepakatan kontrak dan
sistem transaksi, dukungan pemerintah, dan kolaborasi rantai pasok.

Sumber Daya Rantai Pasok: terkait sumber daya yang digunakan untuk
memproduksi dan mendistribusikan produk sampai ke konsumen
(transformasi sumber daya). Sumber daya yang termasuk misalnya sumber
daya manusia, mesin, dan informasi.

11

 Siapa dan apa peranan
anggota yang terlibat
dalam FSCN?
 Elemen yang dapat
menciptakan proses
bisnis?
Sasaran
Rantai

Manajemen
Rantai
Pasok

 Bagaimana strukur
manajemen terkait proses
bisnis?
 Bagaimana sistem
kontrak yang dibuat?
 Bagaimana struktur
pemerintahan?

 Siapa yang melakukan
proses bisnis dalam
FSCN?
 Bagaimana tingkat
integrasi proses?

Struktur
Jaringan
Rantai
Pasok

Kinerja
Rantai

Proses
Bisnis
Rantai
Pasok
Sumber
Daya
Rantai
Pasok

 Bagaimana sumber
daya(informasi,
teknologi, dan
manusia) yang
digunakan pada
setiap proses oleh
masing-masing
anggota dalam

Gambar 2 Kerangka Analisis Deskriptif Rantai Pasok
Sumber: Van der Vorst (2006)
Manajemen Rantai Pasok
Menurut Van der Vorst (2006), manajemen rantai pasok adalah integrasi
dari rencana, koordinasi dan kontrol terhadap seluruh proses bisnis dan aktivitas
dalam rantai pasok. Menurut Lazzarini et al. dalam Van der Vorst (2006), melalui
Gambar 3, bahwa setiap perusahaan diposisikan dalam lapisan jaringan dan
memiliki sedikitnya satu rantai pasok, namun biasanya memiliki banyak variasi
pemasok dan pelanggan pada waktu yang sama dan dari waktu ke waktu. Pihak
lain dalam jaringan akan mempengaruhi kinerja dari rantai pasok seperti yang
disampaikan Hakansson dan Snehota dalam Van der Vorst (2006), bahwa hal
yang terjadi pada dua perusahaan tidak sepenuhnya bergantung pada kedua pihak
yang terlibat tersebut, namun juga apa yang terjadi pada sejumlah hal lain yang
saling berhubungan. Oleh karena itu, analisis rantai pasok sebaiknya dievaluasi
dengan konteks jaringan rantai pasok yang kompleks, yakni menggunakan konsep
Food Supply Chain Network (FSCN). Dalam FSCN, perusahaan-perusahaan yang
berbeda secara strategik berkolaborasi dalam satu atau lebih area dengan tetap
menjaga identitas mereka. Seperti yang disampaikan sebelumnya, lebih dari satu
rantai pasok dan proses bisnis dapat diidentifikasi dalam sebuah FSCN.
Organisasi-organisasi dapat memiliki peran berbeda dalam rantai pasok yang
berbeda dan berkolaborasi dengan pihak berbeda pula. Pihak yang bekerjasama
dengannya dapat saja menjadi pesaingnya pada rantai pasok yang berbeda.

12

Artinya, anggota rantai pasok bisa terlibat dalam rantai pasok yang berbeda dalam
FSCN yang berbeda pula, partisipasinya pada proses bisnis bervariasi dan berubah
dari waktu ke waktu, dan secara dinamis mengubah bentuk kerjasama vertikal dan
horizontal.

Gambar 3 Skema Diagram Rantai Pasok dari Perspektif Pengolah
Sumber: Lazzarini et al. dalam Van der Vorst (2006)

Hal terpenting dalam dalam manajemen rantai pasok adalah saling berbagi
informasi. Aliran material, kas, dan informasi merupakan keseluruhan elemen
dalam rantai pasok yang perlu diintegrasikan (Chen et al. dalam Anatan dan
Ellitan 2008). Integrasi dan kolaborasi merupakan aspek kunci dari manajemen
rantai pasok. Integrasi dapat dibagi, baik secara internal maupun eksternal. Bagian
internal termasuk di dalamnya adalah kelompok pemasaran, manajemen pasokan,
keuangan, produksi, logistik, teknologi informasi dalam perusahaan. Sedangkan
pihak eksternal seperti, perusahaan manufaktur, pemasok, bagian transportasi,
distributor, pengecer, dan pelanggan. Menurut McKeller (2014), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kolaborasi tersebut, diantaranya adalah:

Tujuan: setiap fungsi yang dijalankan oleh perusahaan anggota rantai pasok
yang saling terkait harus memiliki tujuan yang sama. Aktivitas penjadwalan,
pendanaan, penetapan harga, biaya manajemen, merupakan beberapa hal
yang secara bersama-sama perlu diperhatikan dan dikembangkan secara
bersama-sama sehingga setiap anggota dalam rantai pasok memiliki
kesepakatan dan mengetahui peranannya

Jarak pandang: kemampuan untuk memprediksi dan mengkomunikasikan
pola permintaan pada rantai pasok mempengaruhi kepuasan konsumen,
kapasitas manufaktur, dan manajemen persediaan. Hal ini tentu menjadi
sangat penting diperhatikan, dimana informasi dapat dibagikan dan
dikoordinasikan. Teknologi menjadi salah satu hal yang dapat membantu
kelancaran proses tersebut

Metrik: terkait bagaimana ukuran karakter produk yang dijual dan
pendapatan yang diharapkan dari produk tersebut. Hal tersebut tentu

13











berhubungan dengan manajemen penentuan bahan baku atau pasokan dan
pengendalian biaya
Sumber informasi: hal ini dibutuhkan secara internal dan eksternal, seperti
sumber keuangan, infrastruktur, dan tenaga kerja. Anggota-angota dalam
rantai pasok harus terus berusaha memperhatikan potensi-potensi terkait hal
tersebut dalam rantai pasok
Komunikasi: intensitas dan