Analisis Sistem Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur

ANALISIS SISTEM PEMASARAN BERAS CIHERANG di
KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem
Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur adalah
benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

Juni 2014

Alexandro Ephannuel Saragih
NRP. H34100157

ABSTRAK
ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH. Analisis Sistem Pemasaran Beras
Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh NETTI
TINAPRILLA.
Beras merupakan komoditi utama yang menjadi pangan pokok bagi
sebagian besar penduduk Indonesia. Tujuan penelitian adalah menganalisis
saluran pemasaran, fungsi, struktur, dan perilaku lembaga-lembaga pemasaran
beras Ciherang di Kecamatan Cibeber. Selain itu, penelitian bertujuan
menganalisis efisiensi saluran pemasaran berdasarkan pendekatan marjin,
farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Berdasarkan
penelitian di 3 desa sampel yakni Cisalak, Karangnunggal dan Salamnunggal

dengan jumlah responden sebanyak 30 petani sampel, terdapat 7 lembaga
pemasaran di kecamatan ini. Secara umum, struktur pasar beras di kecamatan ini
adalah oligopsoni. Berdasarkan fungsi pemasaran dan rasio keuntungan terhadap
biaya pemasaran, saluran yang melalui petani-tengkulak-pengumpul besar dan
pabrik beras-pengecer-konsumen di Jakarta merupakan saluran paling efisien
secara keseluruhan. Petani sebaiknya menjadikan kelompok tani atau koperasi tani
sebagai bagian dari sistem pemasaran untuk meningkatkan posisi tawar dan
mempermudah pemodalan seperti melalui sistem resi gudang yang berada di
Cianjur
Kata kunci: Efisiensi, Beras, Farmer’s Share, Marjin Pemasaran
ABSTRACT
ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH. The Analyze Marketing System of
Ciherang Variety in Cibeber Subdistrict, Cianjur. Supervised by NETTI
TINAPRILLA.
Rice is the basic commodity that became the staple food for the Indonesian.
The purposes of this research were analyzing marketing channels, function,
structure and marketing institutions of farmer Ciherang Variety in Cibeber
Subdistrict. Beside that, the purposes of this research were analyzing the
marketing efficiency by marketing margin, farmer’s share and benefit cost ratio
approaching. The research was conducted in 3 villages that are Cisalak,

Karangnunggal, Salamnunggal with 30 farmers as the respondents and there are 7
marketing institutions in the subdistrict. Generally, the market structure in this
subdistrict is oligopsonistic . Based on the marketing function and the profitable
ratio about marketing cost, the channels that through farmers-middlemen-major
collector and rice mills in village-retailer-consumer rice in Jakarta is the most
efficient channels. The farmer should have made farmer groups or cooperation as
part of the marketing system to improve the bargaining position and easier
capitalization like through the warehouse system in Cianjur.
Keywords : Efficiency, Farmer’ Share , Marketing Margin, Rice

ANALISIS SISTEM PEMASARAN BERAS CIHERANG di
KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

:

Nama
NRP

:
:

Analisis Sistem Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan
Cibeber, Kabupaten Cianjur
Alexandro Ephannuel Saragih

H34100157

Disetujui Oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
Pembimbing

Diketahui Oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang kudus atas segala
anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian
yang dilaksanakan sejak Januari 2014 ini ialah pemasaran, dengan judul Analisis
Sistem Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku

pembimbing skripsi, Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing akademik
selama perkuliahan dan Bapak Irwan, SP sebagai pembimbing di lapangan dalam
penelitian ini. Terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS sebagai
dosen penguji utama dan Bapak Rahmat Yanuar, SP, MSi sebagai dosen penguji
dari Departemen Agribisnis yang memberi kritik dan saran dalam skripsi ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh
keluarga atas seluruh doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor,

Juni 2014

Alexandro Ephannuel Saragih
NRP. H34100157

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Komoditi Beras
Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran
Struktur dan Perilaku Pasar
Marjin Pemasaran, Farmer's Share dan Rasio Keuntungan
Terhadap Biaya Pemasaran
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Pemasaran
Konsep Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran
Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya
Konsep Marjin Pemasaran
Konsep Perilaku Pasar
Konsep Struktur Pasar
Konsep Efisiensi Pemasaran
Konsep Farmer’s Share
Kerangka Pemikiran Operasional

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode dan Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data
Analisis Saluran Pemasaran
Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran
Analisis Struktur Pasar
Analisis Perilaku Pasar
Analisis Efisiensi Pemasaran
Analisis Marjin Pemasaran
Analisis Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Defenisi Operasional
GAMBARAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Wilayah Kecamatan Cibeber
Karakteristik Petani Responden
HASIL dan PEMBAHASAN
Identifikasi Lembaga dalam Sistem Pemasaran
Analisis Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Tataniaga

Identifikasi Saluran Pemasaran
Analisis Struktur Pasar
Analisis Perilaku Pasar
Analisis Marjin Pemasaran

1
1
3
5
5
6
6
6
7
8
9
11
11
11
11

14
14
16
17
18
18
19
21
21
21
21
22
22
22
23
23
23
23
24
24

25
25
25
26
29
29
30
35
41
45
48

Analisis Farmer's Share
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Analisis Efisiensi Operasional Pemasaran
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

51
51
55
56
56
57
58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita pada Bulan September
2013 Menurut Kelompok Makanan
Konsumsi Komoditas Pangan setiap Kapita/Tahun di Beberapa Negara
Tahun 2012
Karakteristik dan Struktur Pasar
Pencapaian Target Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, Produksi
Komoditi Padi Kabupaten Cianjur Tahun 2013
Luas Areal Sawah (Ha) Berdasarkan Jenis Irigasi di Kecamatan
Cibeber Tahun 2011
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Usahatani
Padi
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Padi
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
Usahatani Padi
Fungsi Pemasaran di Setiap Lembaga Pemasaran
Marjin Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran pada Seluruh Saluran
Nilai Farmer’s Share pada Setiap Saluran Pemasaran
Total Rasio Keuntungan pada Setiap Saluran Pemasaran
Nilai Marjin, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
Pemasaran pada Setiap Saluran

1
2
17
19
26
27
27
28
28
29
31
48
51
52
56

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva Marjin Pemasaran
2 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
3 Saluran Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan
Konsumen Akhir di Cianjur
4 Saluran Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan
dengan Konsumen Akhir di Jakarta

15
20
35
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 1
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 2
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 3
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 4
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 5
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 6
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 7
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 8
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 9
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 10

61
62
63
64
65
66
67
68
69
70

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012
pangan adalah segala sesuatu dari sumber hayati, baik yang diolah maupun tidak,
diperuntukkan sebagai konsumsi dalam bentuk makanan atau minuman. Sumber
hayati tersebut dapat berasal dari produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan dan air. Bahan tambahan, bahan baku dan bahan
lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, pembuatan
makanan atau minuman juga termasuk pangan.
Universal Declaration of Human Right tahun 1948 dan Rome Declaration
on World Food Security tahun 1996 menyepakati bahwa setiap individu berhak
memperoleh pangan yang cukup. Itulah sebabnya setiap negara di dunia
menjadikan pertanian pangan sebagai hal yang sangat penting. Dalam UUD 1945
pasal 34 disebutkan bahwa negara bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan
dasar, termasuk pangan.
Terpilihnya padi sebagai sumber karbohidrat utama adalah karena padi
memiliki kelebihan sifat tanaman bila dibandingkan dengan tanaman sumber
karbohidrat lainnya, antara lain: (1) memiliki produktivitas tinggi, (2) dapat
disimpan lama, dan (3) lahan sawah relatif tidak mengalami erosi (Taslim dan
Fagi dalam Sudiyono 2001). Menurut Mears dalam Sudiyono (2001), padi
menempati prioritas penting di Indonesia karena alasan-alasan berikut : (1) padi
adalah bahan konsumsi penting baik dari segi pengeluaran rumah tangga, sebagai
sumber kalori maupun sumber protein, (2) padi sebagai sumber pendapatan dan
kesempatan kerja bagi sebagian besar penduduk, (3) padi merupakan komoditas
politis. Menurut Khumaidi dalam Hata (2011), beras (padi-padian) telah
mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan menjadi sumber energi terbesar
bagi penduduk Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui Tabel 1 yang menunjukkan
pengeluaran penduduk Indonesia untuk konsumsi beras (padi-padian) mencapai
7.46 persen dari total pengeluaran pada September 2013. Hal ini berarti penduduk
Indonesia masih bergantung pada beras sebagai pemenuhan pangan pokoknya.

Tabel 1 Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Penduduk Indonesia pada
Bulan September 2013 Menurut Kelompok Makanan
Kelompok Makanan
Padi-padian
Umbi-umbian
Ikan
Daging
Telur dan susu
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Makanan lain
Jumlah makanan
Sumber: Badan Pusat Statistika 2013

Persentase Pengeluaran
7.46
0.47
3.98
1.80
2.85
3.91
1.24
1.84
23.64
47.19

Bagi konsumen, beras tidak dapat dipungkiri merupakan makanan pokok di
Indonesia. Tingkat partisipasi konsumen beras mencapai 95 persen meskipun
tingkat tersebut bervariasi di setiap daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan hasil
olahan beras yang dimasak, yakni nasi, memiliki rasa yang sesuai selera
masyarakat Indonesia. Selain itu, beras juga mengandung gizi yang sangat baik.
Setiap 100gr, beras giling memiliki energi 360 Kkal. Pemerintah juga amat
bekepentingan dengan komoditas beras tidak saja sebagai komoditas upah (wage
goods) tetapi juga komoditas politik (political goods). Tersedianya beras yang
cukup di pasar dan harganya yang stabil dapat mendorong berkembangnya
industri dan sektor lainnya. Apabila terjadi gejolak harga dan persediannya
berkurang di pasar maka akan meningkatkan keresahan sosial dan berbagai
tuntutan.
Menurut proyeksi Badan Pusat Statistik Indonesia (2010), total penduduk
Indonesia pada tahun 2012 mencapai 239 juta jiwa. Indonesia adalah
pengkonsumsi beras tertinggi di dunia dengan tingkat rata-rata konsumsi per
kapita penduduk mencapai 139 kg/tahun pada tahun 2012 (FAOSTAT 2012).
Berikut Tabel 2 dimana konsumsi beras merupakan komoditas pangan yang
paling banyak dikonsumsi penduduk Indonesia dibandingkan penduduk negaranegara lain, seperti Malaysia, RRC, Jepang. Amerika Serikat (AS) dan dunia pada
tahun 2012.

Tabel 2 Konsumsi Komoditas Pangan setiap Kapita/Tahun di Beberapa Negara
Tahun 2012
Komoditas
Pangan
Beras
Daging
Susu
Telur
Ikan
Sayur
Buah

Indonesia
139.50
4.90
11.48
9.60
31.64
54.30
30.20

Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun)
Malaysia
RRC
Jepang
AS
76.52
76.80
56.63
8.26
48.99
53.45
46.13
122.79
36.89
28.70
76.45
253.8
12.24
17.41
19.59
14.29
50.08
26.46
60.78
24.05
45.21
279.89
106.18
127.61
57.40
64.42
58.20
110.96

Dunia
52.96
40.09
84.93
8.57
16.69
119.53
69.09

Sumber : FAOSTAT, untuk data Indonesia diolah BPS, Kementan, dan KK dalam Investor Daily
(2012)

Menurut Direktorat Perbenihan dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,
varietas Ciherang mendominasi areal pertanaman padi di Indonesia. Pada tahun
2008, proporsi penyebarannya mendominasi di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur dengan persentase masing-masing sebesar 56.19%, 44.87%,
50.72%. Varietas unggul lainnya yang cukup populer di ketiga propinsi penghasil
beras ini adalah IR64, Cigeulis, Way Apoburu, Memberamo dan Cibogo.
Luas tanam padi di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 12.8 juta hektar
dengan dominasi tanaman padi Ciherang 47 persen dan sisanya diisi IR64 dan
puluhan padi varietas lain (Haryono 2011). Menurut Darajat (2012), varietas
Ciherang mampu mendominasi preferensi masyarakat Indonesia karena rasa nasi
yang enak, memiliki potensi hasil tinggi dan tahan terhadap hama/penyakit serta
sangat laku di pasaran dalam negeri karena memiliki rendemen yang tinggi.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi di Indonesia. Pada
tahun 2013 produksi padi di Jawa Barat mencapai 12 083 162 ton dari 71 291 494
ton total produksi nasional (Badan Pusat Statistika 2013). Kabupaten Cianjur
sendiri menjadi penyumbang yang cukup besar dibandingkan 25 kota dan
kabupaten lainnya untuk jumlah produksi padi di Provinsi Jawa Barat tersebut
yakni mencapai 868 538 ton pada tahun 2012 (Dinas Pertanian Jawa Barat 2012).
Hal ini menjadi suatu keunggulan bagi daerah tersebut dan seharusnya hasil
produksi yang cukup tinggi mendapatkan penanganan pasca produksi yang baik
dan efisien sehingga harga beli oleh konsumen tidak memberatkan mereka dan di
sisi lain petani tetap mendapatkan keuntungan yang mampu mendorongnya
meningkatkan skala usahanya. Hal ini juga dasar untuk mencapai ketahanan
pangan di Indonesia.
Kecamatan Cibeber merupakan salah satu daerah unggulan tanaman pangan
komoditas padi dengan menggunakan sistem irigasi pedesaan di Kabupaten
Cianjur menurut Surat Keputusan Bupati Nomor 520/KEP.240-DISTAN/2012
tentang perwilayahan tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini ditunjukkan dari
jumlah gabah kering panen (GKP) pada tahun 2013 mencapai 52 582 ton dengan
produktivitas 7.22 ton/ha. Produktivitas yang ditunjukkan juga cukup baik karena
berada diatas produktivitas nasional tahun 2013 yakni 5.15 ton/ha. Produksi yang
besar ini juga menjadikannya salah satu kecamatan surplus beras yang
membutuhkan penanganan pasca produksi melalui proses tataniaga yang efisien.
Perumusan Masalah
Menurut Mardiyanto (2005), lembaga di tingkat petani masih belum banyak
berfungsi sebagai lembaga pemasaran. Keberadaan gabungan kelompok tani
maupun koperasi tani pada umumnya masih memiliki keterbatasan dalam
mengolah maupun mengevaluasi manajemen pemasaran sehingga kajian dalam
menganalisis pemasaran beras diperlukan untuk meningkatkan efisensi dan
efektivitas rantai pemasaran beras dari hasil produksi padi di Kecamatan
Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di kecamatan ini petani umumnya
memanfaatkan sebagian dari hasil usahataninya untuk dikonsumsi sendiri (motif
subsisten).
Harga gabah kering panen (GKP) padi Ciherang di tingkat petani
berfluktuasi sekitar Rp 3.000-Rp 4 000/kg (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Cianjur 2013) dan masih cukup jauh dari rata-rata harga
berasnya di pasar yakni Rp 8.533/kg sehingga diperlukan analisis untuk
memeriksa manfaat dan biaya yang dikeluarkan setiap lembaga yang terlibat.
Saat panen raya, harga gabah di tingkat petani juga sering anjlok karena
pada saat panen raya penawaran gabah dari petani meningkat melebihi
peningkatan permintaan dari lembaga pemasaran. Pemerintah telah berupaya
mengurangi dampak tertekannya harga saat panen raya tersebut melalui kebijakan
Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Namun demikian, program pemerintah ini
tetap memiliki keterbatasan baik dari segi kemampuan maupun jangkauan
pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan terobosan skim pemasaran yang
diharapkan mampu mengatasi rendahnya harga gabah saat panen raya dan
diharapkan petani mendapatkan keuntungan yang layak.

Kerugian akibat anjloknya harga gabah saat panen raya dapat diatasi dengan
melakukan tunda jual. Namun, sebagian besar petani tidak mempunyai posisi
tawar yang kuat. Hal ini disebabkan skala usaha petani yang kecil dan sebagian
besar petani memberlakukan hasil panennya sebagai cash crop. Hal ini
mengartikan bahwa petani membutuhkan segera uang tunai guna memenuhi
kebutuhan hidupnya serta untuk melakukan usahatani di musim berikutnya.
DPR RI telah menyahkan UU No 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang (SRG) yang kemudian diamandemen dengan UU No 9 tahun 2011. SRG
merupakan bukti kepemilikan atas barang atau gabah yang disimpan oleh para
petani di gudang (Documen of Title) yang dapat dialihkan, diperjualbelikan
bahkan dijadikan agunan tanpa perlu persyaratan agunan yang lain. Resi gudnag
sebagai instrumen surat berharga dapat diperdagangkan, diperjualbelikan,
dipertukarkan, ataupun digunakan sebagai jaminan saat peminjaman. Resi gudang
dapat juga digunakan untuk pengiriman barang dalam transaksi derivatif seperti
halnya kontrak serah (futures contract). Di Cianjur sendiri telah terdapat Sistem
Resi Gudang di Kecamatan Warungkondang sejak tahun 2011. Kementerian
Perdagangan yang menginisiasi SRG mengarapkan skim ini menjadi salah satu
solusi dalam rangka stabilisasi harga komoditas pertanian sekaligus untuk menjadi
stok komoditas seperti gabah. Secara mendalam, melalui penerapan SRG ini,
petani dapat menunda waktu penjualan hasil panen saat panen raya serta
menunggu saat yang tepat untuk mendapatkan harga yang lebih baik.
Menurut Sadaristuwati (2008), RG memiliki posisi penting dalam
meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha di sektor pertanian dengan argumen
sebagai berikut (a) RG merupakan salah satu bentuk sistem tunda jual yang
menjadi alternatif dalam meningkatkan nilai tukar petani, (b) Di era perdagangan
bebas, RG sangat diperlukan untuk membentuk petani menjadi pengusaha yang
mandiri dan (c) SRG bisa memangkas pola perdagangan komoditas pertanian
sehingga petani bisa mendapatkan peningkatan harga jual. Namun dalam
implementasinya di lapangan, SRG memiliki banyak kendala di lapangan. Hal ini
karena sikap petani yang tidak sabar dengan sistem tunda jual produk yang
diagunkan dan terbatasnya sosialisasi mengenai SRG terutama di daerah-daerah
sentra pertanian seperti Kecamatan Cibeber ini. Selain itu, kualitas gabah atau
rendemen juga belum bisa konsisten baik dan kelompok tani yang seharusnya
dapat menghimpun hasil petani belum berjalan dengan baik. Hal ini sering
menjadi kendala karena pihak gudang baru mau menerima hasil panen petani
dengan syarat GKP minimal 10 ton. Di Kecamatan Cibeber, SRG sering
dimanfaatkan oleh pabrik beras yang memiliki persediaan gabah yang besar.
Kelompok tani merupakan hal penting yang diperlukan untuk meningkat
posisi tawar petani. Di Kabupaten Subang terdapat Gapoktan Panca Sari yang
terdiri dari petani padi Ciherang yang termasuk binaan program PMI (Peningkatan
Mutu Intensifikasi). Dalam kelompok terdapat kerjasama dan pembinaan teknik
budidaya tanaman padi yang baik (GAP) untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas gabahnya. Terdapat pula pembinaan efisiensi biaya usahatani
menggunakan teknologi spesifikasi lokasi yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Subang. Selain itu, terdapat pembinanan teknologi penggilingan
yang baik (GMP), penyusunan dokumen mutu, standar operasional (SOP) GAP
dan GMP serta uji preferensi konsumen produk beras dari Balai Besar Litbang
Pascapanen Pertanian, Litbang Deptan. Gapoktan Panca Sari merupakan gapoktan

yang berusaha meningkatkan produktivitas, mutu gabah/beras, efisiensi usahatani
dan konsistensi produksi. Melalui aktivitas tersebut dapat dijalin kemitraan antara
petani dengan penggilingan dengan tujuan jaminan harga dan pasar.
Pemasaran padi yang kemudian diolah menjadi beras merupakan hal yang
sangat penting dibahas karena merupakan kebutuhan pokok orang banyak. Beras
adalah komoditi pangan yang harus disediakan dengan jumlah, waktu, dan harga
yang tepat. Penjelasan ini akan mendasari rumusan permasalahan yang akan
dibahas untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan analisis pemasaran
beras, yaitu:
1.
Bagaimana saluran pemasaran beras Ciherang dan fungsi-fungsi pemasaran
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran di Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat?
2.
Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga yang
terlibat dalam pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten
Cianjur, Provinsi Jawa Barat?
3.
Bagaimana tingkat efisiensi saluran pemasaran beras Ciherang di
Kecamatan Cibeber dengan pendekatan marjin pemasaran, farmer’s share
serta rasio keuntungan dan biaya?
Tujuan Penelitian
1.

2.

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:
Menganalisis saluran pemasaran, fungsi, struktur dan perilaku pasar oleh
lembaga-lembaga pemasaran pada komoditas beras Ciherang di Kecamatan
Cibeber, Kabupaten Cianjur.
Menganalisis efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran beras
Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan pendekatan marjin pemasaran,
farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya pemasaran.
Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, yaitu:
1.
Bagi Penulis
Sebagai sarana dalam meningkatkan kemampuan menulis dalam
mengidentifikasi rantai pemasaran sebagai wujud aplikasi ilmu yang telah
diperoleh
2.
Bagi Petani
Sebagai referensi dalam memutuskan saluran pemasaran yang efektif dan
efisien sehingga dapat melakukan kebijakan yang lebih tepat dalam
menyalurkan hasil produksi padi
3.
Bagi Pemerintah
Sebagai bahan dalam mengidentifikasi kondisi lapang sistem pemasaran
padi Ciherang hingga menjadi beras. Hal ini membantu pemerintah dalam
mengontrol dan membentuk program-program yang turut mencapai sistem
pemasaran yang efektif dan efisien yang bertujuan meratakan keuntungan

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Penelitian fokus membahas analisis pemasaran beras Ciherang.
Lembaga pemasaran yang menjadi responden adalah lembaga yang terlibat
langsung dalam proses pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dan
lembaga-lembaga yang berkaitan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan efisiensi operasional saja. Efisiensi operasional
berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan
rasio output-input. Dalam penelitian ini efisiensi diukur melalui analisis marjin
pemasaran, farmer’s share serta rasio biaya dan keuntungan untuk melihat tingkat
efisiensi pemasaran beras Ciherang hasil produksi petani di Kecamatan Cibeber.
Peneliti menganalisis sistem pemasaran beras dengan menelusuri saluran
distribusi dan mengevaluasi rantai-rantai pemasaran untuk meningkatkan efisiensi
saluran pemasaran.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Komoditi Beras
Tanaman padi termasuk ke bangsa Oryza Sativa dan terdiri dari ribuan
varietas. Setiap varietas mempunyai ciri-ciri khas tersendiri sehingga berdasarkan
sudut bentuk tubuh (morphologic) tidak terdapat dua varietas padi yang
mempunyai bentuk tubuh (morphologie) yang sama. Antar varietas senantiasa
terdapat perbedaaan meskipun mungkin perbedaannya hanya sedikit. Perbedaanperbedaan yang nampak antara varietas yang satu dengan yang lain disebabkan
oleh perbedaaan dalam pembawaan atau sifat varietas. Namun demikian, diantara
ribuan varietas dari tanaman padi itu ada beberapa sifat yang sama untuk beberapa
varietas dan berdasarkan sifat-sifat yang sama, varietas padi dapat digolongkan
sebagai berikut:
1.
Golongan Indica, pada umumnya terdapat di negara-negara yang termasuk
daerah tropis
2.
Golongan Yaponica/sub-Yaponica, pada umumnya terdapat di negaranegara di luar daerah tropis.
Padi varietas Ciherang merupakan hasil persilangan IR 64 terhadap
beberapa galur IR lainnya. Padi Ciherang dikenal tahan terhadap hama dan
penyakit terutama hama wereng Coklat biotipe 2 dan 3 serta penyakit Hawar
Daun Bakteri strain III dan IV. Varietas Ciherang memiliki umur tanaman 116125 hari dan cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di
bawah 500 meter dari permukaan laut (dpl) (Badan Litbang Pertanian 2013).
Komoditi beras berasal dari tumbuhan padi (Oryza sativa L.). Beras adalah
bagian biji yang terdiri dari aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang
dalam proses pemisahan kulit. Selain itu terdapat endospermia, tempat sebagian
besar pati dan protein beras berada. Berikutnya terdapat embrio yang merupakan
calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan
teknik kultur jaringan). Beras mengandung pati (sekitar 80-85 persen), protein,
vitamin (terutama pada aleuron), mineral dan air. Pati beras tersusun dari dua

polimer karbohidrat : amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang dan disusun
oleh amilopektin, pati dengan stuktur bercabang dan bersifat lengket.
Perbandingan komposisi kedua golongan ini sangat mempengaruhi warna
(transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras atau pera).
Berikut ini beberapa ciri yang sering menjadi dasar pengelompokan beras,
yaitu (Haryadi 2006):
1.
Asal daerah, seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu dan beras
Banyuwangi
2.
Varietas padi, misalnya beras Rojolele, beras Bulu dan beras IR
3.
Cara pengolahan, dikenal beras tumbuk dan beras giling
4.
Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang
berbeda, yang berlaku untuk suatu daerah. Misalnya di Jawa Tengah dikenal
beras TP, SP dan BP; di Jawa Barat dikenal beras TA, BGA, dan TC.
Terdapat beberapa patokan dalam memilih beras yang baik, yakni (Moehyi
1992):
1.
Beras berwarna keputih-putihan dan sedikit mengkilat. Beras yang
warnanya agak keabu-abuan tanda bahwa beras disimpan di tempat yang
lembab atau pernah basah. Warna beras yang agak kehijauan merupakan
tanda bahwa beras itu berasal dari padi yang belum masak benar waktu
digiling
2.
Butir-butiran biji beras tampak utuh atau tidak banyak yang patah
3.
Beras tidak mengeluarkan bau yang tidak wajar, seperti bau apek dan bau
karung
4.
Beras tampak bersih dari kotoran seperti debu, ulat atau kutu beras dan
pasir.
Nasi adalah beras (atau kadang-kadang serelia lain) yang telah direbus dan
ditanak. Walaupun belum ada ketentuan untuk menetapkan ciri-ciri mutu nasi,
namun pada tingkat pasar, mutu rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera
dan tingkat kesukaaan atau penerimaan konsumen dan dengan harga beras
(Juliana 1994). Rasa merupakan selera pribadi sehingga tidak termasuk dalam
syarat penetuan mutu beras secara baku. Namun, mutu rasa secara tidak langsung
sudah termasuk dalam pengelompokan jenis beras atau varietas padi.
Penentuan mutu rasa, nasi dapat digolongkan sebagai nasi pera dan nasi
pulen. Nasi pera merupakan nasi keras dan kering setelah dingin, tidak lekat satu
sama lain dan lebih mengembang daripada nasi pulen. Nasi pulen merupakan nasi
yang cukup lunak walaupun sudah dingin, bersifat lengket namun tidak sampai
seperti ketan. Selain itu, nasi pulen juga memiliki jarak antar biji yang lebih
berlekatan satu sama lain dan mengkilat.
Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran
Hata (2011) dengan judul penelitian “Analisis Tataniaga Beras di Indonesia
(Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan)” menunjukkan bahwa sistem
pemasaran beras varietas unggul baru berbeda di setiap lokasi penelitian termasuk
mengenai lembaga yang terlibat dan saluran yang terbentuk. Sistem pemasaran
beras di Kabupaten Karawang terdiri dari sepuluh saluran tataniaga yang terdiri
dari makelar/komisioner, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel, Subdivre
Bulog Karawang dan pedagang grosir luar daerah. Sistem pemasaran beras di

Kabupaten Cianjur terdiri dari tujuh saluran pemasaran yang terdiri dari
tengkulak, pedagang grosir, pedagang ritel dan pedagang grosir luar daerah.
Sistem pemasaran beras di Kabupaten Soppeng terdiri dari tiga belas saluran
pemasaran yang disusun oleh lembaga seperti tengkulak, penggilingan, pedagang
grosir, pedagang ritel, pengumpul luar daerah, Subdivre Bulog Sidrap dan
pedagang grosir luar daerah. Sedangkan di Kabupaten Wajo, saluran pemasaran
terdiri dari tengkulak, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel, pengumpul
luar daerah, perusahaan benih, Subdivre Bulog Wajo dan pedagang grosir luar
daerah. Fungsi pemasaran di keempat lokasi penelitian tersebut relatif sama hanya
berbeda sebaran di setiap saluran. Fungsi pemasaran secara umum meliputi fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas telah dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran di empat daerah tersebut. Namun, tidak semua aktivitas dan fungsi
pemasaran tersebut dilakukan oleh masing-masing lembaga-lembaga.
Murdani (2008) dengan judul penelitian “Analisis Usahatani dan Pemasaran
Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” menunjukkan pemasaran beras
Pandan Wangi di Warungkondang terdiri dari dua saluran, yakni (1) petanipedagang besar di Pasar Tani Deptan-konsumen dan (2) petani-Gapoktan Citra
Sawargi-CV, Quasindo-retail-konsumen. Pemasaran beras varietas unggul baru
terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani-pedagang-pengumpul-konsumen ; (2)
petani-pedagang pengumpul-pedagang besar (grosir)- konsumen dan (3) petanipedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen. Lembaga-lembaga tersebut
juga melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran, fisik dan
fasilitas.
Gandhi (2008) menganalisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul,
yakni padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur.
Hasil analisis pemasaran yang dilakukan adalah (1) Saluran pemasaran yang
terbentuk di lokasi penelitian memasarkan beras pandanwangi murni dan beras
pandawangi campuran. Jumlah saluran yang memasarkan beras pandanwangi
campuran (10 saluran) lebih banyak dibandingkan dengan yang murni (6 saluran).
(2) Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran beras dari tingkat petani
hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan
luar daerah, pasar swalayan, pedagang pengecer daerah dan luar daerah. Fungsi
pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi
pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi pengadaan secara fisik
(penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan
grading).
Secara umum, fungsi-fungsi pemasaran telah dijalankan oleh lembagalembaga pemasaran. Pada pemasaran beras di Cianjur, pada umumnya melibatkan
pedagang diluar daerah seperti pada penelitian Hata (2011) dan Gandhi (2008)
Struktur dan Perilaku Pasar
Hata (2011) dengan judul penelitian “Analisis Tataniaga Beras di Indonesia
(Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) menunjukkan bahwa struktur pasar
yang terbentuk pada sistem pemasaran beras di Kabupaten Karawang, Kabupaten
Cianjur, Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Wajo mengarah pada pasar
persaingan tidak sempurna yaitu pasar oligopolistik. Pada umumnya pasar

dikuasai dan dipengaruhi oleh lembaga penggilingan dan pedagang grosir. Hal ini
dikarenakan jumlah penggilingan dan pedagang grosir yang sedikit dan memiliki
kemampuan modal yang besar untuk menyerap gabah dan beras dalam jumlah
banyak. Struktur pasar tesebut berpengaruh kepada perilaku lembaga pemasaran
dalam pasar beras. Praktek jual beli yang dilakukan pada umumnya dilakukan
dengan jual beli putus namun ada juga menggunakan praktek jual beli tebasan.
Jual beli tebasan umumnya dilakukan tengkulak atau penggilingan. Struktur pasar
menjadikan tengkulak dan penggilingan memiliki posisi tawar yang kuat dalam
penentuan harga ketika berhadapan dengan petani. Penentuan harga yang
dilakukan antara penggilingan dengan grosir adalah melalui proses tawar
menawar. Sedangkan penentuan harga antara pedagang ritel dengan konsumen
menjadikan pedagang ritel sebagai penetap harga.
Perilaku pasar pada sistem tataniaga di empat lokasi penelitian
menunjukkan adanya perilaku sistem pembayaran tunai dan sistem tunda bayar.
Adapun sistem tunda bayar menunjukkan rendahnya posisi tawar petani terhadap
lembaga pemasaran lainnya pada musim panen raya. Umumnya, kerjasama antar
lembaga tataniaga belum terkoordinasi dengan baik. Petani merupakan lembaga
pemasaran yang paling rendah posisi tawarnya.
Perilaku pasar hasil penelitian Hata (2011) memiliki relevansi dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2011) yang berjudul “Analisis Tataniaga
Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak” Lembagalembaga yang terlibat dalam alur pemasaran tersebut yaitu petani, tengkulak,
RMU, grosir dan ritel. Tengkulak masih menjadi pihak yang dominan menerima
penjualan gabah hasil panen petani. Sebagian besar tengkulak membeli hasil
panen dengan sistem tebas. Sistem tebas banyak dipilih karena petani
membutuhkan uang cepat dan kemudahan fasilitas untuk panen. Karena petani
dengan skala kecil dalam jumlah banyak dan petani tidak melakukan tunda bayar,
hal ini mempengaruhi struktur pasar di tingkat petani. Berdasarkan fungsi, Bulog
sebagai lembaga yang memberikan jaminan harga dan pasar bagi produsen dan
petani dinilai belum berfungsi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas
Bulog yang hanya menyerap beras dari grosir dan RMU.
Struktur pasar pada sistem tataniaga penelitian Hata (2011) memiliki
perbedaan dengan penelitian Fitriani (2012) berjudul “Analisis Tataniaga Padi
Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa
Barat”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa pelaku dan lembaga
pemasaran seperti petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang
pengecer hingga sampai ke konsumen akhir. Struktur pasar pada setiap lembaga
cenderung merupakan pasar persaingan sempurna yang ditandai dengan
karakteristik komoditi yang homogen dan penjual pembeli banyak disertai
hambatan keluar-masuk pasar kecil.
Marjin Pemasaran, Farmer’s Share dan
Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran
Hata (2011) dengan judul penelitian “Analisis Tataniaga Beras di Indonesia
(Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) menunjukkan secara umum pemasaran
beras di Kabupaten Karawang dan Cianjur memiliki nilai marjin yang lebih tinggi
dari pemasaran beras di Kabupaten Soppeng dan Wajo. Lembaga pemasaran di

Kabupaten Karawang dan Cianjur lebih sedikit dari Kabupaten Soppeng dan Wajo
tetapi teknologi yang digunakan lebih modern serta citra dan kualitas beras Jawa
Barat telah dianggap lebih baik oleh konsumen. Hal ini menyebabkan lembagalembaga pemasaran beras di Karawang dan Cianjur dapat menetapkan keuntungan
per kilogram yang lebih besar daripada lembaga pemasaran beras di Kabupaten
Soppeng dan Wajo. Hal ini ditunjukkan oleh nilai farmer’s share di Kabupaten
Karawang dan Cianjur lebih rendah daripada di Kabupaten Soppeng dan Wajo.
Alasan ini menyebabkan rasio keuntungan dan biaya Kabupaten Karawang dan
Cianjur lebih merata dibandingkan di kabupaten Soppeng dan Wajo. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar
yang sama, sistem pemasaran beras Provinsi Jawa Barat lebih efisien dibandingan
tataniaga beras di Provinsi Sulawesi Selatan.
Murdani (2008) dengan judul penelitian “Analisis Usahatani dan Pemasaran
Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” menunjukkan pemasaran beras
Pandan Wangi di Warungkondang terdiri dari dua saluran, yakni (1) petanipedagang besar di Pasar Tani Deptan-konsumen dan (2) petani Gapoktan Citra
Sawargi-CV Quasindo-retail-konsumen. Pemasaran beras varietas unggul baru
terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani-pedagang-pengumpul-konsumen (2)
petani-pedagang pengumpul-pedagang besar (grosir)- konsumen dan (3) petanipedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen. Saluran pemasaran beras
Pandan Wangi yang dapat dikatakan efisien adalah saluran (2c) karena memiliki
total marjin yang terkecil, nilai farmer’s share terbesar jika dibandingkan dengan
saluran (2a) dan (2b) serta rasio lembaga pemasaran salurannya juga paling
merata. Saluran pemasaran beras varietas unggul baru yang dapat dikatakan
efisien adalah saluran pemasaran (2) karena memiliki total marjin terkecil, nilai
farmer’s share terbesar dan penyebaran rasio pada setiap lembaga pemasaran di
saluran (2) lebih merata dibandingkan dengan saluran lainnya. Disamping itu,
saluran pemasaran (2) lebih banyak digunakan sehingga volume penjualan lebih
banyak.
Penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2011) yang berjudul “Analisis
Tataniaga Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak”.
Saluran dengan total marjin terkecil yakni Rp 1 464. Berdasarkan farmer’s share,
terdapat saluran terbesar dengan nilai farmer’s share yakni 71 persen. Melalui
analisis rasio keuntungan dan biaya, terdapat saluran dengan rata-rata rasio
sebesar 3.64 yang dinilai paling efisien dibandingkan saluran lain. Terdapat juga
saluran dengan volume perdagangan terbesar yakni 2 581.9 ton atau 21.22 persen
dari total pangsa pasar perdagangan bebas yang berarti memberikan prospek
terbaik kepada petani dan seluruh lembaga untuk memasarkan produknya.
Judul penelitian Fitriani (2012) adalah “Analisis Tataniaga Padi Varietas
Ciherang di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat”.
Analisis menggunakan pendekatan marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio
kuntungan dan biaya yang menunjukkan bahwa tingkat efisiensi oleh masingmasing lembaga tataniaga setiap saluran berbeda-beda. Berikut tingkat efisiensi
setiap saluran pemasaran padi varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan tahun
2012 : saluran pemasaran I total marjinnya Rp 6 200, rasio Li/Ci 1,61, farmer’s
share 40.95 persen ; saluran pemasaran II total marjinnya Rp 4 000, rasio Li/Ci

1.50, farmer’s share 48.72 persen ; saluran pemasaran III total marjinnya Rp 4
240, rasio sebesar Li/Ci 1.46, farmer’s share 44.21 persen.
Terdapat perbedaan antara penelitian Murdani (2008) dengan Fitriani
(2012). Murdani (2008) menemukan saluran yang paling efisien adalah saluran
yang semua indikator efisiennya berada pada saluran yang sama. Namun, Fitriani
(2012) menemukan bahwa indikator marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio
keuntungan terhadap biaya yang efisien secara teori pemasaran tidak berada
dalam satu saluran yang sama.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan batasan teori yang digunakan
sebagai landasan penelitian. Kerangka pemikiran teoritis menggambarkan variabel
yang akan diteliti. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari
sistem dan pola saluran pemasaran, fungsi lembaga pemasaran, struktur dan
perilaku pasar serta efisiensi pemasaran berdasarkan marjin pemasaran, farmer's
share dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Konsep Pemasaran
Menurut Asmarantaka (2012), pemasaran atau tataniaga dari perspektif
makro merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari
petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir.
John Philips (1968) mendefenisikan pemasaran pertanian semua aktivitas
perdagangan yang meliputi aliran barang-barang dan jasa-jasa secara fisik dari
pusat produksi pertanian ke pusat konsumsi pertanian.
Defenisi tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah segala
kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik
dari barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen ke tangan
konsumen, temasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan
perubahan bentuk dan dari barang yang dimaksud untuk lebih memudahkan
penyalurannya dan memberikan kepuasan lainnya kepada konsumennya. Oleh
karena itu, dalam tataniaga pertanian terdapat perpindahan kepemilikan yang
menciptakan kegunaan waktu (time utility), tempat (place utility), bentuk (form
utility) terhadap komoditi-komoditi pertanian.
Konsep Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran
Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke
konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu
lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk
memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang

diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsifungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin.
Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa marjin
pemasaran.
Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjualbelikan, lembaga
pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.
Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda seperti agen perantara,
makelar (broker, selling broker, dan buying broker)
2.
Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang
diperjualbelikan seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan
importir
3.
Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan menguasai komoditi-komoditi
pertanian yang diperjualbelikan seperti perusahaan-perusahaan penyediaan
fasilitas-fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan perusahaan penentu
kualitas produk pertanian.
Khols dan Uhls dalam Asmarantaka (2012) menjelaskan bahwa lembaga
pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi
fungsi pemasaran dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen
akhir. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang
perantara dan lembaga pemberi jasa.
Lembaga pemasaran merupakan lembaga perantara yang melakukan
aktivitas bisnis dalam suatu sistem pemasaran. Menurut Khols dan Uhls (1990),
lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran digolongkan menjadi
lima kelompok diantaranya:
1.
Pedagang perantara (merchant middlemen) adalah individu pedagang yang
melakukan penanganan berbagai fungsi tataniaga dalam pembelian dan
penjualan produk dari produsen ke konsumen. Pedagang ini memiliki dan
menguasai produk. Pedagang pengumpul, pedagang eceran, dan pedagang
grosir termasuk pedagang perantara. Pedagang grosir merupakan pedagang
yang menjual produknya kepada pedagang eceran dan pedagang lainnya.
Volume usahanya relatif lebih besar daripada pedagang eceran. Sedangkan
pedagang eceran sendiri merupakan pedagang yang menjual produknya
langsung ke konsumen akhir.
2.
Agen perantara (agent middlemen), hanya mewakili klien yang disebut
principlas dalam melakukan penanganan produk /jasa. Kelompok ini hanya
menguasai produk. Komisioner, juru lelang, dan komisioner merupakan
bagian yang termasuk dalam kelompok ini. Komisioner memiliki kekuasaan
yang lebih luas dalam penanganan fisik dan penetapan harga produk
dibandingkan komisioner.
3.
Spekulator (speculative middlemen) adalah pedagang perantara yang
membeli-menjual produk untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan
harga. Biasanya spekulator bekerja dalam jangka pendek dengan
memanfaatkan fluktuasi harga. Dalam kondisi tetentu, pedagang grosir dan
eceran menjadi spekulator melalui penanganan dan beli-jual yang
meminumkan risiko.
4.
Pengolah dan Pabrikan (processors and manufactures) adalah kelompok
pebisnis yang aktivitasnya menangani produk dan merubah bentuk menjadi

bahan setengah jadi atau produk akhir. Aktivitasnya meningkatkan nilai
tambah waktu, bentuk, tempat, maupun kepemilikan dari bahan baku.
5.
Organisasi (facilitative organization) yang membantu memperlancar
aktivitas pemasaran misal membuat peraturan-peraturan, kebijakan,
pelelangan, dan asosiasi importir maupun eksportir
Saluran pemasaran atau saluran distribusi adalah saluran yang digunakan
produsen dan lembaga pemasaran lainnya untuk menyalurkan produknya dari
produsen sampai konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus dalam Sudiyono
(2001), saluran pemasaran merupakan himpunan perusahaan dan perorangan yang
mengambil alih hak atau membantu mengalihkan hak atas barang atau jasa
tertentu selama barang atau jasa tertentu berpindah dari produsen hingga ke
konsumen. Jumlah pihak yang terlibat dalam proses pengalihan barang atau jasa
tersebut akan mempengaruhi panjangnya saluran pemasaran. Ada beberapa faktor
yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran (Limbong dan
Sitorus dalam Sudiyono 2001), yaitu :
1.
Pertimbangan pasar : siapa konsumen (rumah tangga atau industri),
besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis,
berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli
2.
Pertimbangan produk : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan
berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berapa barang atau
standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk yang bersangkutan
3.
Pertimbangan dari segi perusahaan : sumber permodalan, kemampuan dan
pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang
diberikan penjual
4.
Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi : pelayanan yang dapat
diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan
produsen, volume dan pertimbangan biaya.
Menurut Sa'id dan Intan (2001), fungsi pemasaran didefenisikan sebagai
serangkaian aktivitas fungsional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran, baik proses aktivitas fisik maupun proses jasa, yang ditujukan untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai dengan kebutuhan dan
keinginannya melalui penciptaan atau penambahan kegunaan bentuk, waktu,
tempat, dan kepemilikan terhadap suatu produk.
Fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama, yaitu :
1.
Fungsi Pertukaran, meliputi :
a)
Fungsi Pembelian
Sebagian besar adalah pencarian sumber persediaan bahan baku,
penetapan jumlah dan kualitas barang dibeli, penetapan harga dan
syarat pembelian
b)
Fungsi Penjualan Produk
Aktivitas yang berhubungan dengan penciptaan permintaan terhadap
produk, pencarian pasar, penentuan jumlah, kualitas serta saluran
tataniaga produk.
2.
Fungsi Fisik, meliputi :
a)
Fungsi Penyimpanan
Fungsi utama untuk membuat kondisi barang tetap baik sampai saat
konsumen menginginkannya
b)
Fungsi Pengangkutan

3.

Fokus utama membuat komoditi berada pada tempat yang tepat
diinginkan
c)
Fungsi Pengolahan Produk
Aktivitas yang berhubungan dengan manufaktur yang mengubahss
bahan mentah menjadi produk yang diinginkan
d)
Fungsi Pengemasan
Fokus membungkus barang dengan tampilan ukuran yang diinginkan
Fungsi Fasilitas, meliputi :
a)
Fungsi Permodalan
Melibatkan aktivitas pengadaan uang atau modal lain dalam proses
pemasaran
b)
Fungsi Penanggulangan Risiko
Penerimaan kemungkinan kerugian dalam pemasaran produk karena
risiko fisik dan pasar.
c)
Fungsi Informasi Pasar
Aktivitas mengumpulkan dan menginterpretasikan data yang penting
dalam pelaksanaan proses pemasaran.
a)
Fungsi Standarisasi
Keseragaman ukuran dalam penentuan dan perawatan produk. Ukuran
termasuk dalam kuantitas maupun kualitas.
Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur melalui besarnya rasio keuntungan
terhadap biaya tataniaga. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya yang semakin
merata serta semakin rendahnya marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran
menunjukkan bahwa sistem pemasaran tersebut semakin efisien secara
operasional.
Konsep Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran dapat didefenisikan dengan dua cara, yaitu : Pertama,
marjin pemasaran merupakan perbedaaan antara harga yang dibayarkan konsumen
dengan harga yang diterima petani (Daly dalam Asmarantaka 2012). Kedua,
marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan
sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran (Waite dan
Trelogan dalam Asmarantaka 2012). Komponen-komponen marjin pemasaran ini
terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk
melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya
fungsional. Selain itu, terdapat pula keuntungan lembaga pemasaran sebagai
komponen marjin pemasaran. Apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian,
terdapat lembaga-lembaga yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, maka marjin
pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai :
M=
dimana :
M = marjin pemasaran

Cij+∑ j

Cij = biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga
pemasaran ke-j
j = keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j
m = jumlah jenis biaya pemasaran
n = jumlah lembaga pemasaran
Marjin pemasaran dapat dianalisis melalui pendekatan kurva berikut :
Value of the marketing margin
(VMM= (Pr-Pf). Q)

Marketing margin
(Pr-Pf)

VMM

Gambar 1 Kurva Marjin Pemasaran
Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Keterangan :
Q = jumlah barang
Pr = harga tingkat eceran
Pf = harga tingkat petani
Sr = kurva penawaran tingkat pasar eceran
Sf = kurva penawaran tingkat petani
Dr = kurva permintaan tingkat pasar eceran
Df = kurva permintaan tingkat petani
Permintaan konsumen atas suatu produk di tingkat pengecer disebut
permintaan primer. Permintaan suatu produk di tingkat petani disebut permintaan
turunan sebab permintaan ini diturunkan dari permintaan konsumen di tingkat
pengecer.
Berdasarkan sisi penawaran, penawaran primer adalah penawaran komoditi
pertanian di tingkat petani. Penawaran primer ini biasanya berupa penawaran
bahan mentah ataupun bahan baku sedangkan penawaran turunan adalah
penawaran di tingkat peng