Pengelolaan Jalur Wisata Air Terjun Cibeureum sebagai Penyedia Jasa Keindahan Lanskap di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

PENGELOLAAN JALUR WISATA
AIR TERJUN CIBEUREUM
SEBAGAI PENYEDIA JASA KEINDAHAN LANSKAP
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

NI PUTU RIA FEBRIANA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Jalur
Wisata Air Terjun Cibeureum sebagai Penyedia Jasa Keindahan Lanskap di
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak ditertibkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014
Ni Putu Ria Febriana
NIM A44100026

ABSTRAK
NI PUTU RIA FEBRIANA. Pengelolaan Jalur Wisata Air Terjun Cibeureum
sebagai Penyedia Jasa Keindahan Lanskap di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Dibimbing oleh KASWANTO.
Jasa keindahan lanskap merupakan salah satu jasa lanskap yang tersedia di
jalur wisata Air Terjun Cibeureum. Jasa keindahan lanskap tersebut merupakan
daya tarik terbesar bagi pengunjung, oleh karena itu keberadaan jasa keindahan
lanskap tersebut diharapkan dapat berkelanjutan. Salah satu cara untuk
mempertahankan kualitas yang baik dari jasa keindahan lanskap adalah dengan
membuat rencana pengelolaan bagi jasa keindahan lanskap tersebut. Pembuatan
rencana pengelolaan diawali dengan melakukan evaluasi terhadap kualitas estetika
lanskap dengan menggunakan analisis Scenic Beauty Estimation (SBE) serta

evaluasi karakteristik estetika lanskap dengan analisis Semantic Differential (SD).
Selain itu juga dilakukan analisis SWOT untuk memenyusun rekomendasi
rencana pengelolaan tersebut. Berdasarkan analisis SBE diketahui bahwa kesan
luas dan rapi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kualitas
estetika jalur wisata Air Terjun Cibeureum. Selain itu adanya tambahan hardscape
tertentu seperti jembatan dan viewing deck serta elemen air juga mempengaruhi
kualitas estetika lanskap jalur wisata tersebut. Pada analisis SD didapatkan hasil
bahwa perubahan maupun penambahan jenis hardscape akan mempengaruhi
karakteristik estetika lanskap. Nilai karakteristik estetika lanskap akan semakin
baik apabila jenis hardscape yang digunakan selaras dan menyatu dengan kondisi
lanskapnya. Hasil analisis SD kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor.
Analisis tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi nilai
karakteristik estetika lanskap adalah faktor aman, nyaman dan cerah. Berdasarkan
hasil analisis SD juga dilakukan analisis regresi yang menunjukkan bahwa
karakteristik estetika sempit-luas memberikan pengaruh paling signifikan terhadap
kualitas estetika lanskap. Hasil analisis SBE dan SD tersebut kemudian dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi rencana
pengelolaan. Berdasarkan analisis SWOT kemudian didapatkan delapan alternatif
strategi untuk pengelolaan jasa lanskap jalur wisata Air Terjun Cibeureum.
Kata kunci: karakter estetika lanskap, kualitas estetika lanskap, rencana

pengelolaan

ABSTRACT
NI PUTU RIA FEBRIANA. Tourism Track Management of Cibeureum Waterfall
as A Provider of Landscape Beautification Service at Gunung Gede Pangrango
National Park. Supervised by KASWANTO.
Landscape beautification service is one of landscape services that provided
by Cibeureum Waterfall tourism track. The landscape beautification service is the
biggest attraction for visitors. That is why the presence of landscape beautification
service should be sustainable. One way to keep the good quality of landscape
beautification service is to make a management plan. The making of management
plan was started with evaluation of landscape aesthetic quality by using Scenic
Beauty Estimation (SBE) analysis and also evaluation of landscape aesthetic
characteristics by using Semantic Differential (SD) analysis. Furthermore, it also
used SWOT analysis to arrange the recommendation of management plan. The
result of SBE analysis showed that the wide and measured images of the
landscape were giving a significant impact for landscape aesthetic quality value of
Cibeureum Waterfall tourism track. Moreover, any kind of hardscape addition,
such as bridge and viewing deck and also water element would give an influence
to the quality of landscape aesthetic. From SD analysis, the result showed that

modification nor addition of the hardscape type would give an impact to
landscape aesthetic characteristics. The value of landscape aesthetic
characteristics would be increased if the type of hardscape that was used is in a
harmony and fused with the landscape condition. The result of SD analysis then
used for factor analysis which showed that the most influence factors for
landscape aesthetic characteristics are safety, comfort, and brightness factors. By
using the result of SD analysis, it also analyzed with regression analysis which
showed that narrow-wide of landscape aesthetic characteristic was giving a
significant impact to landscape aesthetic quality. All the results of landscape
quality and landscape characteristics evaluation were considered for the
management plan recommendation. As the result of SWOT analysis, there are
eight recommendations or alternative strategies for Cibeureum Waterfall tourism
track management plan.
Keywords: landscape aesthetic character, landscape aesthetic quality, management
plan

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.

PENGELOLAAN JALUR WISATA
AIR TERJUN CIBEUREUM
SEBAGAI PENYEDIA JASA KEINDAHAN LANSKAP
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

NI PUTU RIA FEBRIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengelolaan Jalur Wisata Air Terjun Cibeureum sebagai Penyedia
Jasa Keindahan Lanskap di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango
Nama
: Ni Putu Ria Febriana
NIM
: A44100026

Disetujui oleh

Dr. Kaswanto, SP. MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Jalur Wisata Air Terjun Cibeureum sebagai
Penyedia Jasa Keindahan Lanskap di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana
pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Kaswanto, SP. MSi selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, saran dan kritik yang
sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada dosen pembimbing akademik Dr. Ir. Bambang Sulistiyantara,
MAgr, pihak TNGGP, Papa, Mama, seluruh keluarga besar, teman-teman
Arsitektur Lanskap 47, teman-teman KMB IPB, serta pihak lainnya atas segala
doa dan dukungannya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi pengelolaan

jasa keindahan lanskap bagi jalur wisata Air Terjun Cibeureum agar
keberadaannya dapat berkelanjutan dan memberi manfaat bagi lingkungan dan
masyarakat di sekitarnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

Ni Putu Ria Febriana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

Kerangka Pikir

2


Batasan Penelitian

2

METODE

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Alat dan Bahan Penelitian

3

Tahapan dan Metode Penelitian

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kondisi Umum

10

Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap

12

Evaluasi Karakter Estetika Lanskap

18

Evaluasi Daya Dukung Jalur Wisata

27

Evaluasi Pengelolaan

28

Analisis SWOT

31

SIMPULAN DAN SARAN

40

Simpulan

41

Saran

42

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

44

RIWAYAT HIDUP

51

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Alat penelitian
Identifikasi faktor internal dan eksternal
Rating dan tingkat kepentingan faktor internal dan internal
Penentuan total skor pembobotan faktor internal dan eksternal
Penyusunan srategi pengelolaan dengan matriks SWOT
Prioritas rekomendasi
Kategori lanskap berdasarkan kualitas estetika
Hasil foto montase terhadap masing-masing foto kontrol
Faktor-faktor yang terbentuk dari analisis faktor
Alat dan bahan yang terdapat di Resort Mandalawangi
Nilai tingkat kepentingan dan rating faktor strengths
Nilai tingkat kepentingan dan rating faktor weakness
Nilai tingkat kepentingan dan rating faktor opportunities
Nilai tingkat kepentingan dan rating faktor threats
Hasil perhitungan bobot dan skor faktor internal
Hasil perhitungan bobot dan skor faktor eksternal
Hasil penyusunan strategi pengelolaan
Hasil prioritas rekomendasi strategi pengelolaan

4
7
8
9
10
10
13
18
27
30
34
34
35
35
35
36
37
38

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kerangka pikir penelitian
Lokasi penelitian
Skema kegiatan penelitian
Matriks internal-eksternal
Air Terjun Cibeureum
Telaga Biru
Rawa Gayonggong
Grafik hasil penilaian SBE
Jalur wisata Air Terjun Cibeureum
Foto kontrol
Grafik hasil penilaian SD untuk gambar pengulangan
Grafik hasil penilaian SD
Grafik penilaian SD untuk jalur berundag: (a) montase tipe 1; (b) montase
tipe 2; (c) montase tipe 3; dan (d) montase tipe 4
Grafik penilaian SD untuk jalur datar
Grafik penilaian SD untuk jalur jembatan
Struktur organisasi pengelolaan RPTN Mandalawangi
Struktur organisasi pengelolaan yang sebaiknya diterapkan
Contoh vandalisme yang dilakukan pengunjung
Matriks IE rencana pengelolaan jalur wisata Air Terjun Cibeureum
Contoh signage
Contoh pos jaga

2
3
4
9
11
11
12
13
17
18
24
24
25
26
26
29
29
34
37
40
41

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Scenic Beauty Estimation
2 Kuisioner Semantic Differential
3 Hasil penilaian SBE
4 Hasil perhitungan analisis faktor dengan menggunakan SPSS

44
45
46
50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu
kawasan penyedia jasa lanskap yang terdapat di Jawa Barat. Jasa lanskap yang
tersedia di TNGGP mencakup keempat bentuk jasa lanskap yang ada saat ini, yaitu
(1) jasa lanskap tata air, (2) jasa lanskap keanekaragaman hayati, (3) jasa lanskap
penyerapan karbon, dan (4) jasa lanskap keindahan. Jasa lanskap keindahan
merupakan salah satu yang perlu dikelola lebih baik di TNGGP. Pengelolaan jasa
lanskap ini salah satunya berupa pemanfaatan keindahan lanskap TNGGP sebagai
objek-objek wisata.
Kawasan TNGGP memiliki enam pintu masuk sebagai akses ke dalam
kawasan. Salah satu dari keenam pintu masuk tersebut adalah pintu masuk Cibodas
yang berlokasi di Kabupaten Cianjur. Sepanjang jalur melalui pintu masuk Cibodas
hingga menuju puncak gunung, pengunjung dapat menjumpai beberapa objek
wisata alam. Salah satu dari beberapa objek wisata alam yang paling sering
dikunjungi adalah Air Terjun Cibeureum. Tingginya intensitas kunjungan pada
objek wisata ini tentunya mempengaruhi kualitas estetika lanskap sepanjang jalur
menuju objek wisata dan objek wisata itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan
penilaian kualitas estetika lanskap dan karakter estetika lanskap di sepanjang jalur
dan di kawasan Air Terjun Cibeureum tersebut.
Salah satu faktor pendukung untuk menjaga kualitas estetika lanskap
sepanjang jalur wisata Air Terjun Ciebeureum adalah dengan menyusun rencana
pengelolaan yang baik. Rencana pengelolaan ini disusun berdasarkan hasil
penilaian kualitas dan karakteristik estetika lanskap jalur wisata Air Terjun
Cibeureum tersebut. Rencana pengelolaan tersebut juga harus memperhatikan
terpenuhinya lima aspek pengelolaan lanskap yang terdiri dari struktur organisasi,
jadwal pengelolaan, tenaga kerja, alat dan bahan, serta biaya pengelolaan. Selain
itu, rencana pengelolaan disusun berbasiskan pada konsep masyarakat rendah
karbon - Low Carbon Society (LCS) yang kebijakannya diarahkan ke lanskap
berkelanjutan.
Tujuan
Tujuan kegiatan penelitian pada jalur wisata Air Terjun Ciebeureum ini terdiri
dari:
1. mengevaluasi kualitas estetika lanskap jalur wisata Air Terjun Cibeureum,
2. mengevaluasi karakter estetika lanskap jalur wisata Air Terjun Cibeureum, dan
3. menyusun rencana pengelolan jasa keindahan lanskap jalur wisata Air Terjun
Cibeurum.
Manfaat
Manfaat kegiatan penelitian ini diantaranya:
1. mengetahui kualitas estetika lanskap jalur wisata Air Terjun Cibeureum,
2. mengetahui karakter estetika lanskap jalur wisata Air Terjun Cibeureum, dan

2

3. memberikan rekomendasi rencana pengelolaan jasa keindahan lanskap jalur
wisata Air Terjun Cibeurum.
Kerangka Pikir
Kawasan TNGGP merupakan salah satu kawasan penyedia jasa keindahan
lanskap. Jasa keindahan lanskap ini dimanfaatkan sebagai objek wisata. Salah satu
objek wisata favorit di kawasan ini adalah Air Terjun Cibeurum. Tingginya
intensitas kunjungan pada kawasan dapat menurunkan kualitas estetika lanskap
sepanjang jalur wisata hingga Air Terjun Cibeureum. Oleh karena itu dibutuhkan
sebuah rencana pengelolaan bagi jasa keindahan lanskap sepanjang jalur wisata
tersebut. Kerangka pikir penelitian dijelaskan pada Gambar 1.
Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango

Jasa Keindahan
Lanskap
Objek Wisata

Air Terjun
Cibeureum
Jalur Wisata

Kualitas
Estetika Lanskap

Karakteristik
Estetika Lanskap

Rencana
Pengelolaan

Pengelolaan Jalur Wisata Air Terjun Cibeureum
sebagai Penyedia Jasa Keindahan Lanskap
di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada pengamatan di jalur wisata Air Terjun
Cibeureum ditinjau dari segi keindahan lanskap yang terdapat di sepanjang jalur
tersebut. Hasil akhir dibatasi pada hasil evaluasi keindahan lanskap, evaluasi
karakter lanskap dan rekomendasi rencana pengelolaan jasa keindahan lanskap jalur
wisata Air Terjun Cibeureum.

3

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di jalur wisata Air Terun Cibeureum
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Cibodas (Gambar 2). TNGGP Cibodas
bertempat di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kegiatan penelitian berlangsung
selama 4 bulan, dimulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2014.

Gambar 2 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Pada penelitian ini digunakan beberapa alat dalam bentuk perangkat keras
(hardware) maupun perangkat lunak (software) seperti yang tertera pada Tabel 1.
Selain itu terdapat juga bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa
kuisioner dan lembar survei.

4

Tabel 1 Alat penelitian
Alat
Perangkat keras (hardware)
Alat tulis
Kamera digital
Perangkat lunak (software)
Microsoft Word
Adobe Photoshop
Google Sketchup
Micrososft Excel
SPSS

Kegunaan
Pencatatan data hasil wawancara di lapang
Pengambilan sampel foto kondisi jalur wisata
Pembuatan kuisioner dan input data
Pembuatan foto montase dan finishing gambar
Pembuatan peta jalur wisata
Pengolahan data SBE, SD, dan SWOT
Pengolahan data SD

Tahapan dan Metode Penelitian
Secara umum kegiatan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap
persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap pengolahan data. Ada pun skema
tahapan kegiatan penelitian tertera pada Gambar 3.

Persiapan

Pengambilan Data

Pengolahan dan Analisis Data
menggunakan analisis SBE, Semantic
Differential, dan SWOT

Strategi dan Rekomendasi

Gambar 3 Skema kegiatan penelitian
1. Persiapan
Pada tahap persiapan mahasiswa melakukan konsultasi intensif dengan dengan
dosen pembimbing dalam menentukan lokasi penelitian. Setelah lokasi
penelitian ditentukan, dilakukan pengumpulan data kondisi umum lokasi
penelitian dan melakukan penjajakan dengan pihak terkait. Berdasarkan
gambaran umum mengenai kondisi lokasi penelitian kemudian ditentukan topik
skripsi yang sesuai. Selanjutnya pembuatan surat izin dan permohonan penelitian
ke TNGGP Cibodas.

5

2. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan selama penelitian diawali dengan pengumpulan
data struktur oraganisasi pengelolaan lanskap, jadwal pengelolaan, alat dan
bahan, tenaga kerja, dan biaya pengelolaan. Selain itu juga dikumpulkan data
keindahan lanskap yang terdapat pada lokasi serta kendala-kendala yang
dihadapi dalam pengelolaannya
3. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang didapatkan pada tahap pengambilan data kemudian diolah dan
dianalisis dengan menggunakan metode berikut:
a. Scenic Beauty Estimination (SBE)
Metode analisis Scenic Beauty Estimination (SBE) digunakan untuk
mengevaluasi kualitas estetika lanskap sepanjang jalur wisata Air Terjun
Cibeureum (Daniel dan Boster, 1976). Berdasarkan hasil analisis ini akan
diketahui nilai kualitas estetika lanskap jalur wisata Air Terjun Cibeureum.
Proses analisis SBE dimulai dengan pengambilan dokumentasi visual
lanskap. Berdasarkan hasil gambar yang didapatkan dipilih 19 gambar yang
akan diujikan. Sembilan belas gambar yang sudah dipilih kemudian
dipresentasikan dengan slide untuk mendapatkan penilaian responden
terhadap kondisi visual lanskapnya. Jumlah gambar yang dipresentasikan
adalah 20 gambar. Satu dari 20 gambar yang dipresentasikan merupakan
gambar pengulangan. Gambar pengulangan digunakan untuk melihat
konsistensi responden pada saat melakukan penilaian. Responden untuk
penilaian SBE ini adalah mahasiswa Arsitektur Lanskap yang berjumlah 60
orang. Sebelum tahap presentasi slide, responden dibagikan kuisioner
(Lampiran 1) dan diberi penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan
penilaian serta teknis penilaian kuisioner. Setiap slide diputar selama 8 detik.
Penilaian dilakukan dalam skala 1-10, dengan skala 1 sebagai nilai
paling buruk dan skala 10 sebagai nilai paling baik. Penilaian yang dilakukan
oleh responden kemudian diolah menjadi sebuah nilai dengan menggunakan
formulasi (Daniel dan Boster, 1976) sebagai berikut:
Zij =
Zij
Rj
Rij
Sj



= standar penilaian untuk nilai respon ke ith oleh responden j
= nilai rata-rata dari semua nilai oleh responden j
= nilai ith dari responden j
= standar deviasi dari seluruh nilai oleh responden j

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai SBE yaitu indeks kuantitas
pendugaan keindahan suatu lanskap (Daniel dan Boster, 1976), formulasi
yang digunakan dalam analisa adalah
SBEx = (zyx - zyo) x 100
SBEx = nilai pendugaan keindahan pemandangan lanskap ke- x
zyx
= nilai rata-rata z lanskap ke x
zyo
= nilai rata-rata z suatu lanskap tertentu sebagai standar

6

b. Semantic Differential (SD)
Metode analisis Semantic Differential (SD) menggunakan kata sifat
yang berlawanan untuk mengetahui karakter lanskap jalur wisata Air Terjun
Cibeureum. Melalui hasil analisis karakter lanskap ini akan diketahui
karakter lanskap yang mempengaruhi persepsi terhadap estetika lanskap jalur
wisata Air Terjun Cibeureum (Lestari dan Gunawan, 2010).
Analisis SD diawali dengan membuat foto montase dari tiga foto
kondisi lanskap TNGGP Cibodas yang sudah diambil sebelumnya. Foto
kondisi asli tersebut mewakili tiga tipe jalur jalan setapak yang ada
disepanjang jalur menuju objek wisata. Ketiga tipe jalur jalan setapak
tersebut terdiri dari jalur berundag, jalur datar, dan jalur jembatan. Tipe jalur
datar dan jembatan terdiri dari empat foto montase terhadap jenis hardscape
jalan setapak yang digunakan. Keempat jenis hardscape yang digunakan
adalah paving, aspal, keramik, dan kayu. Pada jalur berundag terdapat 20
foto montase. Lima foto montase pertama merupakan montase dari jenis
hardscape jalan setapak. Hardscape tersebut terdiri dari paving, aspal,
keramik, kayu, dan tanah. Lima belas foto montase selanjutnya merupakan
hasil montase pada hardscape jalan setapak dan penambahan elemen
pegangan besi, pegangan tali tambang, dan bollard berlampu pada setiap
montase jenis hardscape jalan setapak.
Terdapat 13 karakter estetika lanskap yang digunakan beserta
dengan lawan katanya. Karakter-karakter estetika lanskap tersebut kemudian
disajikan dalam bentuk tabel penilaian pada kuisioner (Lampiran 2) yang
akan diisi oleh responden. Responden adalah 60 orang mahasiswa Arsitektur
Lanskap.
Nilai untuk setiap karakter estetika lanskap berkisar pada skala -3
sampai 3. Hasil penilaian responden kemudian ditabulasikan. Setelah itu
dicari nilai rataan untuk setiap karakter lanskap dengan menjumlahkan nilai
dari seluruh responden dibagi dengan jumlah responden. Nilai rataan ini
menjadi dasar pengelompokkan karakter lanskap yang berpengaruh pada
tapak. Dari nilai rataan ini akan didapat grafik penilaian dengan cara
mengeplotkan hasil penilaian ke dalam grafik Semantic Differential (SD).
Hasil nilai rataan setiap karakter lanskap pada setiap gambar tersebut
juga kemudian dianalisis faktor dengan menggunakan SPSS. Analisis faktor
ini digunakan untuk mereduksi variabel-variabel karakter lanskap yang
digunakan dalam penelitian ke dalam variabel faktor yang mewakili
variabel-variabel karakter lanskap tersebut. Berdasarkan analisis faktor ini
akan didapatkan tiga variable faktor yang merupakan kumpulan variabelvariabel karakter lanskap (Falah, 2013). Masing-masing faktor kemudian
didefinisikan menjadi sebuah karakter estetika lanskap yang mewakili
seluruh karakter yang termasuk pada masing-masing faktor.
Selain itu juga dilakukan analisis regresi linier sederhana untuk
mengetahui pengaruh karakteristik estetika lanskap terhadap kualitas estetika
lanskap. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan SPSS. Berdasarkan

7

hasil analisis akan didapatkan sebuah persamaan regresi sederhana (Majiddin,
2013) sebagai berikut:
Y = a X1 + b X2 + … + C
Y
a, b, …
X1, X2, …
C

=
=
=
=

nilai SBE
parameter regresi
karakter estetika lanskap
konstanta

c. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat)
Metode analisis SWOT digunakan untuk menyusun alternatif strategi
pengelolaan jasa lanskap dengan membandingkan faktor internal (Strength
dan Weakness) dengan faktor eksternal (Opportunity dan Threat). Data
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif
adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal,
sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan
pemberian rating (Rangkuti, 1997).
Sebelum dilakukan analisis SWOT, dilakukan analisis daya dukung
untuk mengetahui jumlah kunjungan yang sesuai per harinya bagi jalur
wisata Air Terjun Cibereum. Analisis ini dibutuhkan untuk mengetahui
apakah jumlah kunjungan pada jalur wisata tersebut pada kondisi nyata di
lapang sudah sesuai dengan jumlah kunjungan yang sesuaiatau belum. Hasil
analisis tersebut kemudian akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam penyususunan rekomendasi rencana pengelolaan. Adapun
perhitungan jumlah kunjungan tersebut dilakukan dengan rumus (Nurisjah
dan Pramukanto, 2012):

T

T = DD × K

DD =
S

DD

= total kunjungan per hari yang
diperkenankan (orang/hari)
= Daya dukung (orang)

K

= koefisien rotasi/hari

R

A

= luas area yang digunakan
untuk wisata (m2)

N

A
S

K=



= luas kebutuhan area/ individu
(m2/orang)
= jam kunjungan/hari yang
diizinkan
= rata-rata waktu kunjungan

Analisis SWOT diawali dengan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal lanskap. Identifikasi ini didapatkan dengan melakukan wawancara
kepada 3 orang ahli yang sudah mengetahui kondisi jalur wisata Air Terjun
Cibeuerum. Ketiga orang ahli tersebut terdiri dari perwakilan TNGGP
Cibodas, perwakilan resort Mandalawangi, dan dosen Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Hasil identifikasi yang didapatkan kemudian
disajikan seperti pada Tabel 2.

8

Tabel 2 Identifikasi faktor internal dan faktor eksternal
Tingkat Kepentingan Faktor Internal
SIMBOL
S1
S2
Sn
SIMBOL
W1
W2
Wn

FAKTOR STRENGTHS

TINGKAT KEPENTINGAN

RATING

FAKTOR WEAKNESS

TINGKAT KEPENTINGAN

RATING

Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal
SIMBOL

FAKTOR
OPPORTUNITIES

TINGKAT KEPENTINGAN

O1
O2
On
SIMBOL
T1
T2
Tn

FAKTOR THREATS

TINGKAT KEPENTINGAN

RATING

RATING

Masing-masing faktor diberi penilaian tingkat kepentingan dimulai
dari yang sangat penting hingga tidak penting serta diberi rating mulai skala
1 hingga 4. Pernilaian tingkat kepentingan dan rating diberikan berdasarkan
kriteria yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Rating tingkat kepentingan faktor internal dan eksternal
Nilai
Peringkat
1

2
3

4

Matriks IFE
Strenghts
Weaknesses
(S)
(W)
Kelemahan
Kekuatan yang
yang sangat
sangat kecil
berarti
Kekuatan
Kelemahan
sedang
yang berarti
Kelemahan
Kekuatan yang
yang kurang
besar
berarti
Kelemahan
Kekuatan yang
yang tidak
sangat besar
berarti

Matriks EFE
Opportunities
Threats
(O)
(T)
Ancaman
sangat
Peluang rendah
besar
Ancaman
Peluang sedang
besar
Peluang tinggi

Ancaman
sedang

Peluang sangat
tinggi

Ancaman
sedikit

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap
variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan
rumus (Kinnear dan Taylor, 1991):

ai
xi

= bobot variabel ke-i
= nilai variabel ke-i

a� =

X�

∑��

i
n

X�

= 1,2,3,…,n
= jumlah variabel

9

Setelah dilakukan pembobotan, dilakukan perhitungan total skor
faktor internal dan faktor eksternal dengan mengalikan tiap bobot dengan
rating di setiap faktor internal dan eksternal. Penghitungan skor masingmasing faktor tersebut dilakukan dengan menggunakan Tabel 4.
Tabel 4 Penentuan total skor pembobotan faktor internal dan eksternal
Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal
SIMBOL

S1

S2

Sn

W1

W2

Wn

TOTAL

BOBOT

RATING

SKOR

S1
S2
Sn
W1
W2
Wn
TOTAL

1.00

Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal
SIMBOL

O1

O2

On

T1

T2

Tn

TOTAL

BOBOT

RATING

SKOR

O1
O2
On
T1
T2
Tn
TOTAL

1.00

Jika nilai total skor Internal Factor Evaluation (IFE) dan External
Factor Evaluation (EFE) lebih dari 2.5, nilai tersebut menunjukkan kondisi
yang kuat. Hal tersebut dapat dipetakan melalui matriks Internal-External
(IE) yang dapat dilihat pada Gambar 4 sehingga dapat diketahui strategi yang
sesuai untuk dikembangkan.
EFE
score

strong

average

weak

I

II

III

high

IV

V

VI

medium

VII

VIII

IX

low

4,0

1,0
4,0

1,0

IFE
score

Gambar 4 Matriks Internal-External (IE)
Hasil pemetaan pada matriks IE akan menunjukkan strategi
pengelolaan jasa lanskap yang sesuai untuk jalur wisata Air Terjun

10

Cibeureum. Apabila hasil pemetaan berada pada kuadran I, II, atau IV maka
strategi yang diterapkan akan bersifat grow and built. Sedangkan jika hasil
pemetaan berada pada kuadran III, V, atau VII, maka strategi yang
diterapkan besifat hold and maintain. Namun, jika hasil pemetaan berada
pada kuadran VI, VIII, atau IX, maka strategi yang sebaiknya diterapkan
bersifat harvest and divest. Berdasarkan hasil tersebut kemudian
dikembangkan strategi-strategi pengelolaan dengan menggunakan matriks
SWOT seperti yang tertera pada Tabel 5.
Tabel 5 Penyusunan strategi pengelolaan melalui matriks SWOT
EKSTERNAL

INTERNAL
Strenghts
(Kekuatan)

Weaknesses
( Kelemahan)

Opportunities
(Peluang)

Threats
(Ancaman)

Strategi SO disusun dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesarbesarnya
Strategi WO disusun berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada
dengan meminimalkan
kelemahan yang ada

Strategi ST disusun dengan
menggunakan kekuatan yang
dimiliki untuk mengatasi ancaman
ada
Strategi WT disusun berdasarkan
kegiatan yang bersifat defensif dan
berusaha meminimalkan
kelemahan serta menghindari
ancaman yang ada

Berdasarkan hasil penyusunan strategi dengan menggunakan matriks
SWOT maka diperoleh strategi rekomendasi rencana pengelolaan sesuai
dengan tingkat prioritasnya. Berdasarkan hasil analisis yang dihasilkan alur
proses penyusunan rekomendasi seperti yang tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6 Prioritas rekomendasi strategi pengelolaan
No

Alternatif Strategi

Keterkaitan unsur SWOT

Skor

Ranking

1
2
n

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Air Terjun Cibeureum merupakan salah satu objek wisata yang terdapat di
TNGGP Cibodas (Gambar 5). Cibeureum dalam bahasa Sunda memiliki arti sungai
merah. Pemberian nama Cibeureum ini dikarenakan adanya nuansa merah pada air
terjun tersebut. Nuansa merah tersebut diakibatkan oleh tumbuhnya lumut merah
(Spagnum gadeanum) pada dinding tebing air terjun terebut. Air terjun dengan
ketinggian 1.625 mdpl ini dapat diakses melalui pintu masuk Cibodas. Jarak dari
pintu masuk Cibodas menuju air terjun tersebut adalah 2,8 km dengan waktu
tempuh 1 jam perjalanan. Arena terbuka di lokasi ini terbentuk oleh beberapa jejak

11

pertemuan lahar Gunung Gede dan Pangrango. Batu-batu yang terdapat pada lokasi
juga merupakan batuan vulkanik yang berasal dari Gunung Gede dan Pangrango.
Gambar 5 Air Terjun Cibeureum

Sepanjang jalur wisata menuju Air Terjun Cibeureum juga dapat ditemukan
beberapa objek wisata seperti Telaga Biru (Gambar 6) dan Rawa Gayonggong
(Gambar 7). Telaga Biru berjarak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas dengan
ketinggin 1.575 mdpl. Waktu tempuh untuk mencapai Telaga Biru tersebut adalah
25 menit. Telaga Biru memiliki luas telaga sebesar ± 500 m2 dengan kedalaman air
rata-rata sebesar 2 m. Warna air telaga ini dapat berubah dari warna hijau
kecoklatan hingga biru. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh siklus pertumbuhan
ganggang yang tumbuh di telaga tersebut.

Gambar 6 Telaga Biru
Rawa Gayonggong (Vregnitis vulgaris) merupakan sebuah cekungan yang
terbentuk dari bekas kawah mati yang kemudian menampung aliran air yang

12

mengalir dari Air Terjun Cibeureum. Pada rawa ini tumbuh berbagai macam jenis
rumput karena adanya sedimentasi lumpur akibat erosi tanah. Jenis rumput yang
mendominasi rawa tersebut adalah rumput Gayonggong yang kemudian dijadikan
nama bagi rawa tersebut. Rawa terletak 1,8 km dari pintu masuk Cibodas dengan
waktu tempuh 45 menit. Adapun ketinggian dari rawa tersebut adalah 1400 mdpl.

Gambar 7 Rawa Gayonggong
Air Terjun Cibeureum, Rawa Gayonggong, dan Telaga Biru berada dalam
pengelolaan Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Mandalawangi. RPTN
Mandalawangi merupakan bagian dari Seksi PTN Cibodas. Selain itu RPTN ini
merupakan RPTN yang lokasinya paling dekat dengan Balai Besar TNGGP.
Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap
Keindahan merupakan salah satu komponen lanskap. Sebagai sebuah
komponen lanskap, keindahan memiliki fitur-fitur yang mempengaruhi kualitas
estetika lanskap tersebut. Fitur-fitur keindahan tersebut terdiri dari (1) kualitas
bentuk dan warna sebagai pembentuk efek visual, (2) jarak dan luas pandangan
pada lanskap, dan (3) pernyataan resmi terhadap suatu tapak, seperti hangatnya
matahari dan aroma bunga, merupakan persepsi terhadap suatu lanskap (Lucas,
1992)
Kualitas estetika lanskap merupakan salah satu faktor penting bagi
pengunjung dalam memilih objek wisata yang ingin dukunjungi. Kualitas estitika
lanskap tersebut akan mempengaruhi kesan pengunjung terhadap objek wisata
tersebut. Kesan yang didapatkan tersebut kemudian akan mempengaruhi kepuasan
pengunjung. Selain kualitas estetika lanskap dari objek wisata tersebut sendiri,
kualitas estetika lanskap disepanjang jalur wisata juga memepengaruhi kesan
pengunjung saat mengunjungi objek wisata tersebut.
Berdasarkan persepsi responden, didapatkan hasil penilaian SBE terhadap
lanskap sepanjang jalur wisata Air Terjun Cibeureum berkisar antara -36,97 108,91 (Gambar 8). Data tersebut kemudian ditransformasi menjadi data interval
untuk diklasifikasikan menjadi tiga kategori kualitas estetika (Tabel 7). Ketiga

13

kategori kualitas estetika tersebut terdiri dari kualitas estetika rendah, sedang, dan
tinggi. Lanskap yang temasuk dalam kategori kualitas estetika rendah adalah
lanskap yang kualitas estetikanya tidak disukai oleh responden dengan nilai ≤11,65.
Nilai SBE yang termasuk dalam kategori kualitas estetika sedang adalah yang
bernilai diantara 11,65 - 60,98. Lanskap yang termasuk dalam kategori kualitas
estetika sedang tersebut merupakan lanskap yang kualitas estetikanya cukup disukai
oleh responden. Sedangkan yang temasuk kategori kualitas estetika tinggi adalah
lanskap dengan nilai SBE ≥60,98, yang mana merupakan lanskap yang kualitas
estetikanya disukai oleh responden.

Gambar 8 Grafik hasil penilaian SBE
Hasil pengklasifikasian menunjukkan bahwa terdapat sembilan lanskap
yang termasuk dalam kategori kualitas estetika rendah, yaitu Lanskap 1, 3, 4, 5, 6,
7, 8, dan, 9. Lanskap 10, 11, 12, 13, 16, dan 19 merupakan keenam lanskap yang
termasuk dalam kategori kualitas estetika sedang. Sedangkan kategori kualitas
estetika tinggi terdiri dari empat lanskap yang termasuk di dalamnya, yaitu Lanskap
14, 15, 17, dan 18. Jika hasil tersebut dipersentasekan, maka terdapat 47% lanskap
dengan kualitas estetika rendah, 32% lanskap dengan kualitas estetika sedang, dan
21% lanskap dengan kualitas estetika tinggi. Cukup besarnya hasil persentase
lanskap dengan kualitas estetika rendah menunjukkan bahwa kesan positif yang
didapatkan oleh pengunjung saat melalui jalur wisata Air Terjun Cibereum masih
kurang. Selain itu juga terlihat bahwa kondisi keindahan lanskap di sepanjang jalur
wisata tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih.

14

Tabel 7 Kategori lanskap berdasarkan kualitas estetika
Kategori Kualitas Estetika
No.
Rendah
Sedang
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Tabel 7 (lanjutan)

Tinggi

15

No.

Rendah

Kategori Kualitas Estetika
Sedang

Tinggi

7.

8.

9.

Pada lanskap yang berada dalam kategori kualitas estetika rendah dapat
dilihat bahwa sebagian besar merupakan lanskap jalan setapak yang pada bagian
kanan dan kirinya dikelilingi oleh pohon-pohon dan tanaman semak. Seperti yang
terlihat pada Lanskap 1, 6, 7, dan 9, pohon-pohon yang ada di sekitar jalur wisata
memiliki jarak tanam yang cenderung rapat dan berdaun lebat. Hal ini
menyebabkan jarak pandang ke sekitar kawasan menjadi terbatas. Jarak pandang
yang terbatas tersebut memberikan kesan sempit. Selain itu tanaman semak yang
berada di sekeliling jalan setapak cenderung tidak teratur sehingga memberikan
kesan berantakan. Kesan sempit dan berantakan ini menyebabkan pengunjung
cenderung merasa tidak aman dan nyaman. Perasaan tidak aman dan nyaman
tersebut ditimbulkan ini kemudian menyebabkan pengunjung tidak ingin berada
dalam jangka waktu yang lama pada tapak. Selain itu seperti yang terlihat pada
Lanskap 1, 4, 5 dan 8, kondisi tapak juga terlihat sangat monoton. Kesan monoton
tersebut ditimbulkan oleh pohon-pohon dan tanaman semak yang berada
disekitarnya yang tidak bervariasi sehingga memberikan kesan membosankan dan
suram. Kesan tersebut juga menyebabkan pengunjung tidak menyukai lanskap
tersebut.
Terdapat dua tipe lanskap yang termasuk dalam kategori lanskap dengan
kualitas estetika sedang. Kedua tipe lanskap tersebut terdiri dari lanskap yang
memiliki hardscape berupa jembatan atau viewing deck, serta lanskap yang
memiliki elemen air di dalamnya. Kondisi lanskap yang memiliki hardscape berupa
jembatan atau viewing deck dapat dilihat pada Lanskap 11, 12, 13, dan 16,
sedangkan lanskap yang memiliki elemen air dapat dilihat pada Lanskap 10 dan 19.
Adapun elemen air pada lanskap dengan kualitas estetika sedang merupakan
elemen air yang statis. Elemen air yang statis tersebut meningkatkan kesan tenang

16

pada tapak sehingga pengunjung merasa lebih nyaman. Selain itu, kedua jenis
hardscape dan elemen air yang ada membuat lanskap tersebut terlihat lebih menarik
dan tidak monoton. Lanskap pada kategori ini juga memiliki kesan lebih luas dan
rapi dibandingkan lanskap dengan kualitas estetika rendah. Hal tersebut
menyebabkan pengunjung merasa cukup aman dan nyaman untuk berada pada
tapak dalam jangka waktu cukup lama. Oleh karena itu lanskap-lanskap yang
termasuk pada kategori ini cukup disukai oleh pengunjung.
Lanskap pada kategori kualitas estetika tinggi, merupakan lanskap yang
paling disukai oleh pengunjung. Lanskap pada kategori ini memiliki kesan paling
luas dan paling rapi dibandingkan dengan lanskap-lanskap yang termasuk dalam
lanskap dengan kualitas estetika sedang dan rendah. Pada keempat lanskap yang
termasuk dalam kategori ini dapat dilihat bahwa dua diantaranya, yaitu Laskap 14
dan 17 merupakan lanskap dengan jarak pandang yang jauh sehingga memberikan
kesan luas. Pada kedua lanskap tersebut juga terdapat hardscape berupa jembatan
yang menambah daya tarik dari lanskap tersebut. Sedangkan pada Lanskap 15 dan
18 terdapat elemen air yang bergerak secara dinamis. Elemen air yang begerak
secara dinamis ini memberikan kesan ceria sehingga pengunjung merasa senang
dan ingin berinteraksi dengan objek tersebut. Seluruh kesan yang diberikan oleh
lanskap-lankap tersebut menyebabkan pengunjung merasa nyaman dan aman untuk
berada pada tapak pada jangka waktu lama.
Apabila diurutkan berdasarkan lokasinya pada jalur (Gambar 9), terlihat
bahwa semakin mendekati objek wisata, kondisi visual lanskap pada jalur wisata
Air Terjun Cibeureum semakin disukai oleh pengunjung. Sedangkan kondisi
lanskap yang berada di dekat pintu masuk cenderung tidak disukai oleh pengunjung.
Lanskap 18 yang memiliki penilaian paling tinggi berada tepat pada objek wisata.
Pada lanskap tersebut terdapat air terjun yang mana menjadi daya tarik bagi
pengunjung. Sedangkan Lanskap 7 sebagai lanskap dengan nilai terendah berada
kurang lebih 1 km dari pintu masuk. Hal ini menunjukkan bahwa lanskap yang
berada di dekat pintu masuk memerlukan perubahan atau penambahan hardscape
agar memberi kesan yang lebih baik bagi pengunjung.
Berdasarkan hasil penilaian kualitas estetika lanskap tersebut dapat
disimpulkan bahwa kesan luas dan rapi menjadi faktor penting yang
memepengaruhi kesan pengujung terhadap kualitas estetika lanskap tersebut. Hal
tersebut dikarenakan kedua faktor tersebut memberikan rasa aman dan nyaman bagi
pengunjung saat berada pada tapak. Selain itu adanya hardscape dan elemen air
juga membuat tapak juga tidak terkesan monoton dan lebih menarik. Hal ini
menunjukkan bahwa hardscape dan elemen air menjadi salah satu faktor
pendukung bagi peningkatan kualitas estetika sepanjang jalur wisata Air Terjun
Cibeureum.
Kesan luas pada jalur wisata dapat ditingkatkan dengan membuka beberapa
lokasi di pinggir jalur sebagai shelter peristirahatan maupun pos jaga. Pembukaan
lokasi ini dapat menambah kesan luas pada tapak karena mengurangi jumlah pohon
yang menutupi jarak pandang. Selain menambah kesan luas, penambahan shelter
peristirahatan maupun pos jaga tersebut juga dapat mengurangi kesan monoton dan
membuat kawasan disekitar jalur wisata menjadi lebih menarik. Bahan hardscape
yang digunakan sebaiknya adalah bahan yang rendah karbon. Hal ini bertujuan
untuk mendukung terwujudnya masyarakat rendah karbon (LCS) pada kawasan di
sekitar jalur wisata.

Gambar 9 Jalur wisata Air Terjun Cibeureum

17

18

Evaluasi Karakteristik Estetika Lanskap
Pada evaluasi karakteristik estetika lanskap ini digunakan 3 buah foto kondisi
asli yang juga merupakan sampel lanskap bagi penilaian kualitas estetika lanskap.
Ketiga foto kondisi asli tersebut digunakan sebagai foto kontrol (Gambar 10). Foto
kontrol tersebut merupakan acuan untuk melihat pengaruh penggantian maupun
penambahan hardscape pada jalut wisata Air Terjun Cibeureum.

(a)

(b)
(c)
Gambar 10 Foto kontrol
a) jalur berundag; b) jalur datar; c) jalur jembatan

Berdasarkan ketiga foto kontrol tersebut didapatkan 28 buah foto montase
(Tabel 8). Seluruh foto montase tersebut beserta ketiga foto kontrol kemudian
diberikan penilaian untuk setiap 13 karakteristik yang telah ditentukan.
Karakteristik tersebut terdiri dari buruk-indah (K1), membosankan-menarik (K2),
panas-sejuk (K3), gersang-teduh (K4), timpang-harmonis (K5), biasa-unik (K6),
lembab-kering (K7), sempit-luas (K8), suram-cerah (K9), sulit-mudah (K10), licinkasar (K11), muram-ceria (K12), serta bahaya-aman (K13).
Tabel 8 Hasil foto montase terhadap masing-masing foto kontrol
No.
Kategori
Kode
Foto Montase
Keterangan
1 Hasil montase
M1
Montase jenis
jalur berundag
hardscape jalan
setapak dengan
kayu.

M2

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
paving.

M3

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
lantai.

19

Tabel 8 (lanjutan)
No.
Kategori
1 Hasil montase
jalur berundag

Kode
M4

Foto Montase

Keterangan
Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
aspal.

M5

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
tanah.

M6

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
kayu dan
penambahan
handrail besi.

M7

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
paving dan
penambahan
handrail besi.

M8

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
lantai dan
penambahan
handrail besi.

M9

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
aspal dan
penambahan
handrail besi.

M10

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
tanah dan
penambahan
handrail besi.

20

Tabel 8 (lanjutan)
No.
Kategori
1 Hasil montase
jalur berundag

Kode
M11

Foto Montase

Keterangan
Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
kayu dan
penambahan
handrail tambang.

M12

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
paving dan
penambahan
handrail tambang.

M13

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
lantai dan
penambahan
handrail tambang.

M14

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
aspal dan
penambahan
handrail tambang.

M15

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
tanah dan
penambahan
handrail tambang.

M16

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
kayu dan
penambahan
bollard berlampu.

M17

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
paving dan
penambahan
bollard berlampu.

21

Tabel 8 (lanjutan)
No.
Kategori
1 Hasil montase
jalur berundag

2

Hasil montase
jalur datar

Kode
M18

Foto Montase

Keterangan
Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
lantai dan
penambahan
bollard berlampu.

M19

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
aspal dan
penambahan
bollard berlampu.

M20

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
tanah dan
penambahan
bollard berlampu.

M21

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
kayu.

M22

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
paving.

M23

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
lantai.

M24

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
aspal.

22

Tabel 8 (lanjutan)
No.
Kategori
3 Hasil montase
jalur jembatan

Kode
M25

Foto Montase

Keterangan
Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
kayu.

M26

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
paving.

M27

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
lantai.

M28

Montase jenis
hardscape jalan
setapak dengan
aspal.

Hasil penilaian terhadap seluruh foto oleh responden disajikan dalam grafik
perbandingan yang dikelompokkan berdasarkan kondisi asli lanskap dan hasil foto
montase masing-masing kondisi asli lanskap tersebut. Selain itu juga terdapat
sebuah grafik yang menampilkan konsistensi responden dalam memberikan
penilaian (Gambar 11). Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa perbedaan nilai
setiap karakter lanskap pada kedua gambar pegulangan tidak begitu signifikan.
Perubahan nilai berada pada kisaran 0,05 – 0,72 dengan rata-rata 0,31. Hal ini
menunjukkan bahwa konsistensi responden cukup baik pada saat memberikan
penilaian. Oleh karena itu hasil penilaian yang didapatkan dapat digunakan untuk
pembahasan lebih lanjut.
Secara keseluruhan, hasil penilaian menunjukkan bahwa karakter estetika
lanskap yang paling terpengaruh oleh adanya perubahan maupun penambahan jenis
hardscape adalah karakter K3, K4, dan K5. Berdasarkan grafik hasil (Gambar 12)
terlihat bahwa penilaian terhadap ketiga karakter lanskap tersebut menjadi menurun.
Penurunan nilai ini menunjukkan bahwa perubahan maupun penambahan jenis
hardscape menurunkan kesan sejuk, teduh, dan harmonis pada tapak. Penggantian
hardscape jalan setapak dengan menggunakan aspal secara umum cenderung
memberikan kesan paling muram dan suram. Sedangkan keramik cenderung
memberikan kesan paling licin bagi setiap tapak. Adapun penggantian hardscape

23

dengan tanah menyebabkan adanya kecenderungan memberi kesan buruk,
membosankan, biasa, dan berbahaya. Hardscape yang cenderung memberi
pengaruh yang baik pada karakter estetika lanskap adalah elemen kayu dan paving.

Gambar 11 Grafik hasil penilaian SD
untuk gambar pengulangan

Gambar 12 Grafik hasil penilaian SD

24

Terdapat empat grafik hasil penilaian SD untuk lanskap dengan jalur
berundag (Gambar 13). Grafik tersebut dikelompokkan berdasarkan penggantian
maupun penambahan jenis hardscape yang dilakukan pada foto kontrol. Grafik
kelompok montase tipe 1 (Gambar 13 (a)) merupakan grafik bagi jalur berundag
yang foto montasenya berupa penggantian jenis hardscape pada jalur wisata. Pada
grafik tersebut terlihat bahwa jenis hardscape berupa kayu cenderung
meningkatkan penilaian sebagian besar karakteristik estetika lanskap. Peningkatan
penilaian yang diakibatkan oleh jenis hardscape ini merupakan yang paling merata
bagi semua karakteristik estetika lanskap dibandingkan jenis hardscape lainnya.
Berbeda halnya dengan kelompok montase tipe 2 (Gambar 13 (b)) yang
montasenya berupa penggantian jenis hardscape dengan penambahan handrail besi.
Secara keseluruhan jenis hardscape berupa kayu memberikan dampak positif yang
paling merata bagi setiap karakteristik. Namun penambahan handrail besi
menyebabkan beberapa jenis hardscape lainnya memberi pengaruh lebih dominan
bagi peningkatan beberapa karakteristik lanskap. Salah satu diantaranya adalah
jenis hardscape berupa paving yang memberikan peningkatan yang signifikan bagi
K9, K10, K11, K12, dan K13. Hal ini selain dikarenakan paving yang memang
memiliki dampak cukup baik bagi setiap karakteristik lanskap, kombinasi handrail
besi dan paving memberikan kesan yang cukup selaras antara satu dengan yang
lainnya dibandingkan kombinasi kayu dengan handrail besi.
Kelompok montase tipe 3 (Gambar 13(c)) merupakan kelompok montase
dengan penggantian jenis hardscape beserta penambahan handrail tambang. Pada
kelompok montase tipe 3 terlihat bahwa jenis hardscape paving memberikan
dampak paling baik bagi karakteristik estetika lanskap. Seperti halnya dengan
kelompok montase tipe 2, penambahan handrail tambang memberikan kesan paling
selaras saat dipadukan dengan paving. Hal ini tentunya menjadi salah satu faktor
yang meningkatkan penilaian responden pada hasil montase ini.
Pada kelompok montase 4 (Gambar 13 (d)) dilakukan penggantian jenis
hardscape beserta penambahan bollard berlampu. Hasil penilaian terhadap
kelompok montase ini menunjukkan bahwa penggantian hardscape jalur setapak
dengan kayu dan penambahan hardscape bollard berlampu memberikan pengaruh
yang paling baik bagi karakter estetika lanskap jalur wisata tersebut. Karakter yang
mengalami kenaikan nilai SD paling baik adalah K2, K6, K9, K10, dan K12. Hal
ini disebabkan selarasnya perpaduan antara jalan kayu dengan bollard berlampu
yang memiliki warna dasar tiang coklat. Perpaduan ini terlihat menyatu dengan
kondisi sekitarnya. Oleh karena itu nilai karakter estetika lanskapnya cenderung
meningkat. Selain itu hasil montase memberikan peningkatan nilai karakteristik
estetika lanskap paling baik bagi jalur berundag. Hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa penambahan hardscape akan membantu meningkatkan nilai
karakteristik lanskap apabila terlihat selaras dengan kondisi di sekitarnya.
Namun penggunaan kayu sebagai hardscape bagi jalan setapak pada jalur
berundag pada kenyataannya cukup berbahaya dan tidak tahan lama. Kondisi
lingkungan yang lembab akan menyebabkan kayu menjadi mudah berlumut dan
rapuh. Oleh karena itu berdasarkan hasil yang didapatkan maka untuk
meningkatkan nilai karakteristik estetika lanskap pada jalur berundag tanpa
merubah jenis perkerasannya adalah dengan menambahkan hardscape yang terlihat
selaras dengan perkerasan tersebut. Atau dapat juga dibuat hardscape buatan yang
bentuk dan kondisi visualnya terlihat seperti kayu.

25

(a)

(c)

(b)

(d)

Gambar 13 Grafik penilaian SD jalur berundag
(a) montase tipe 1; (b) montase tipe 2;
(c) montase tipe 3; (d) montase tipe 4;
Pada lanskap jalur datar, perubahan jenis hardscape jalan setapak menjadi
paving memberikan pengaruh paling baik bagi karakter estetika lanskapnya
(Gambar 14). Karakter estetika lanskap tersebut secara umum cenderung menjadi
lebih positif dibandingkan pada saat kondisi aslinya. Adapun karakter lanskap yang
paling dipengaruhi adalah indah, cerah, dan kasar.
Berbeda halnya dengan lanskap jalur jembatan, karakter estetika lanskap
bernilai paling positif pada kondisi aslinya (Gambar 15). Perubahan jenis hardscape
yang dilakukan cenderung menurunkan nilai karakter estetika lanskap pada tapak
tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi asli tapak tersebut telah
memiliki karakter estetika lanskap yang baik.

26

Gambar 14 Grafik penilaian SD jalur datar

Gambar 15 Grafik penilaian SD jalur jembatan
Hasil analisis SD sebelumnya kemudian dianalisis kembali dengan
menggunakan analisis faktor. Analisis faktor dilakukan untuk mengetahui faktor
apa saja yang paling mempengaruhi estetika lanskap jalur wisata Air Terjun
Cibeureum. Hasil analisis faktor dengan menggunakan SPSS, terdapat tiga

27

kelompok yang mengelompokkan setiap karakter estetika laskap dalam 3 faktor
(Tabel 9). Masing-masing faktor tersebut kemudian didefinisikan menjadi sebuah
kata sifat yang dapat mewakili seluruh karakter estetika lanskap yang terdapat di
dalamnya. Berdasarkan karakter-karakter estetika lanskap yang termasuk pada
faktor 1, maka faktor tersebut dapat didefinisikan sebagai kenyamanan. Pada faktor
2, karakter-karakter estetika lanskap yang termasuk di dalamnya dapat
didefinisikan sebagai kecerahan. Sedangkan pada faktor 3 dapat didefinisikan
sebagai keamanan berdasarkan karakter-karakter estetika lanskap yang termasuk di
dalamnya. Hasil defini