Karakteristik Vegetasi Dan Tanah Serta Cadangan Karbon Pada Lahan Tambang Di Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat
KARAKTERISTIK VEGETASI DAN TANAH SERTA
CADANGAN KARBON PADA LAHAN TAMBANG
DI GUNUNG PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT
ENTIN KARTINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Vegetasi
dan Tanah serta Cadangan Karbon pada Lahan Tambang di Gunung Pongkor,
Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Entin Kartini
NIM P052130064
RINGKASAN
ENTIN KARTINI. Karakteristik Vegetasi dan Tanah serta Cadangan Karbon pada
Lahan Tambang di Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Lailan
Syaufina dan Irdika Mansur.
Emas adalah salah satu sumber daya mineral yang sangat potensial di
Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Berdasarkan data
Badan Geologi ESDM 2013, sumber daya emas di Indonesia mencapai 5386
miliar ton dan menurut data United States Geological Survey (USGS) 2011,
cadangannya berkisar 2.3% dari cadangan emas dunia. Salah satu daerah
penghasil emas di Indonesia adalah Gunung Pongkor Jawa Barat, yang merupakan
kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Di lokasi ini
terdapat kegiatan penambangan emas legal dengan sistem tambang bawah tanah
(underground mining) yang dilakukan oleh PT Antam (Persero) Tbk Unit Bisnis
Pertambangan Emas Pongkor (Antam Pongkor) dan penambangan emas illegal
yang dilakukan oleh penambang emas tanpa ijin (PETI) dengan sistem tambang
terbuka konvensional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan
struktur dan komposisi vegetasi, tanah serta menduga cadangan karbon di atas
permukaan tanah pada lahan tidak terganggu, tambang underground dan PETI di
lokasi Gunung Pongkor, kemudian mengidentifikasi jenis-jenis vegetasi yang
adaptif namun tidak bersifat Invasive serta penting secara sosial ekonomi
sehingga dapat menjadi rekomendasi untuk kegiatan penanaman di lahan
terganggu Antam serta TNGHS.
Penelitian dilakukan dengan metode simple random sampling dengan petak
sebanyak 40 buah. Pendugaan cadangan karbon menggunakan metode non
destruktif sesuai SNI 7742 2011. Analisis statistik dilakukan dengan metode
Anova satu arah dengan uji lanjut Fisher test menggunkan minitab versi 16. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa struktur dan komposisi tambang underground
sama dengan lahan tidak terganggu yaitu stratifikasinya masih lengkap terdiri dari
semak, semai, pancang, tiang, pohon juga liana dan epifit, sedangkan di lahan
PETI tidak lengkap. Di lahan PETI hanya ditemukan satu jenis vegetasi pada
tingkat tiang yaitu Vernonea arborea dan tidak ditemukan pohon. Spesies
Syzygium lineatum, Lithocarpus sp, Maesopsis eminii, Altingia excelsa, dan
Ziziphus mauritiana adalah lima spesies dengan nilai index penting (INP)
tertinggi di lokasi lahan tidak terganggu. Spesies M. eminii, Lithocarpus sp, A.
excelsa, V. arborea, dan Castanopsis argentea adalah lima spesies dengan INP
tertinggi di lokasi tambang underground, sehingga merupakan spesies yang paling
dominann di lokasi tersebut. Nilai keanekaragaman spesies (H’) di lokasi lahan
tidak terganggu antara 1.28-2.62 (sedang), di lahan tambang underground antara
1.93-2.88 (sedang), sedangkan di lahan PETI antara 0-2.45 (sangat rendah hingga
sedang). Nilai kekayaan jenis (R) di lahan tidak terganggu dan underground
semua tingkat vegetasi antara 1.74-5.9, sedangkan R di lahan PETI nilainya
dibawah 3.5 (sangat rendah). Nilai kemerataan sepesies (E) di lokasi penelitian
pada semua tingkat vegetasi antara 0.58-0.98 (relatif merata), kecuali di lahan
tambang PETI untuk tingkat tiang dan pohon adalah nol. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa vegetasi di lahan tidak terganggu tidak berbeda dengan lahan
underground, namun berbeda dengan lahan PETI pada tingkat pohon, demikian
juga vegetasi di lahan underground berbeda dengan PETI pada tingkat pohon.
Sifat fisika tanah di lokasi lahan tidak terganggu dan lahan tambang
underground, komposisi liat lebih tinggi dibanding fraksi lainnya yaitu 35.86 %
dan 36.88 %, sedangkan di lahan PETI komposisi pasir yang lebih tinggi
(54.36%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa sifat fisika tanah pada lahan
tidak terganggu tidak berbeda dengan lahan underground namun berbeda dengan
lahan PETI untuk fraksi pasir dan debu, demikian juga sifat fisika tanah di lahan
underground berbeda dengan lahan PETI untuk fraksi pasir dan debu. Sifat kimia
tanah di lokasi lahan tidak terganggu pada umumnya sama dengan lahan tambang
underground. Di lokasi lahan underground maupun lahan tidak terganggu nilai pH
dibawah 5 (sangat rendah) C-organik dan KTK tinggi, sedangkan lahan PETI
kandungan C-organik dan KTK sangat rendah. Hasil uji statistik menujukkan
bahwa sifat kimia tanah lahan tidak terganggu pada umumnya tidak berbeda
dengan lahan underground kecuali CN ratio yang berbeda, sedangkan dengan
PETI pada umumnya berbeda kecuali Ca, K, Na dan Al, demikian juga sifat kimia
tanah di lahan underground pada umumnya berbeda degan PETI kecuali Ca, K,
Na dan Al. Biodiversitas makrofauna tanah di lahan tambang underground (H’ =
2.43, Dmg = 5,43 dan J = 0.63) lebih tinggi dibandingkan lahan tidak terganggu
(H’ = 2.11, Dmg = 3.65 dan J = 0.55), dan menurun di lahan PETI (H’1.84, DMG
2.38, dan J = 0.48). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa makrofauna tanah di
lahan tidak terganggu tidak berbeda dengan lahan underground namun berbeda
dengan lahan PETI, demikian juga makrofauna tanah di lahan underground
berbeda dengan lahan PETI.
Potensi cadangan karbon di lokasi lahan tidak terganggu adalah 288.94
tons C/ha dan lahan underground 192.74 ton C/ha, sedangkan di lokasi lahan
PETI hanya 0.06 ton C/ha. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa cadangan
karbon di atas permukaan tanah di lahan underground tidak berbeda dengan lahan
tidak terganggu, sedangkan lahan PETI secara signifikan lebih kecil dibandingkan
dengan lahan underground.
Jenis-jenis tumbuhan di lokasi penelitian yang adaptif dan berpotensi
sebagai pionir antara lain Altingia excelsa, Castanopsis argentea, Ficus pandana
Burm, Lithocarpus sp, Lithocarpus sundaicus, Mallotus paniculatus, Schima
walichii, Ziziphus mauritiana, Vitex pubescens, Syzygium lineatum, Eurya
acuminata, Ficus fistulosa, Vernonea arborea, Ficus benjamina, dan Ficus
montana.
Jumlah vegetasi yang ditemukan di lokasi penelitian sebanyak 100 jenis
dan hasil studi berbagai literatur tercatat 99% (99 jenis) diantaranya adalah jenis
tumbuhan yang memiliki fungsi yang penting secara sosial ekonomi seperti
tumbuhan obat (54 jenis), bahan bangunan, kontruksi, furnitur (23 jenis), bahan
kerajinan (4 jenis), pakan ternak (4 jenis) dan tumbuhan yang memiliki manfaat
ganda (14 jenis).
Kata kunci : tambang underground, tambang PETI, vegetasi, karakteristik tanah,
cadang karbon
SUMMARY
ENTIN KARTINI. The Characteristics of Vegetation, Soil and Carbon Reserves
in Mine Area of Mount Pongkor, Bogor, West Java. Supervised by LAILAN
SYAUFINA and IRDIKA MANSUR.
Gold is one of the most potential mineral resources in Indonesia and is also
as foreign exchange reserves. Based on the data from Geological Agency of
Indonesia, Minsistry of Energy and Mineral Resources 2013, gold reserves is
approximately about 5,386 billion metric ton, while based on data from United
States Geological Survey (USGS) 2011, Indonesia gold reserves is about 2.3% of
world reserves. Mount Pongkor in West Java is known as location of gold
producer and is also as national park (Mount Hanimun Salak National Park TNGHS). In this area, a legal gold mining activity is conducted by PT Antam
(Persero) Tbk., Pongkor Gold Mining Business Unit (Antam Pongkor) using
underground mining system, meanwhile an illegal mining activity is also
conducted by illegal miner (PETI) by using convensional method. This research is
aimed to analyze the difference of structure and composition of vegetation, soil
and to predict carbon reserves above soil surface in undisturbed land, underground
and PETI , so then adaptive type of vegetation can be identified. This type should
not be a invasive, but it is economically and socially important that be able to be
a recommendation for revegetation activity in disturbed land and TNGHS.
This study was conducted by using simple random sampling method with
40 plots. Estimation of carbon stocks using non- destructive method according
ISO 7742. Anova one way with fisher test of minitab version 16 was used for
statistic analysis. The results show that structure and composition between
underground is same as undisturbed land with complete stratification which
consists of bushes, seedling, pole, trees, liana and epifit, while PETI land has no
complete stratification. In PETI land, it was only found one type of vegetation on
pole level that is Vernonea arborea while trees was not found. The species
Syzygium lineatum, Lithocarpus sp, Maesopsis eminii, Altingia excelsa, and
Ziziphus mauritiana are the species with highest Important Value Index (IVI) in
undisturbed land. The Species M eminii, Lithocarpus sp, A. excelsa, V. arborea,
and Castanopsis argentea are the highest in underground area, so that they are the
most dominant species in that location. Species Diversity Index (H’) in
undisturbed land is between 1.28-2.62 (medium), while in underground are is
between 1.93-2.88 (medium), and in PETI land is between 0-2.45 (very low to
medium). Index of Species Richness (R) in undisturbed land and underground on
every level of vegetation is between 1.74-5.9, while in PETI land is lower than 3.5
(very low). Similarity Index (E) in research sites on every level of vegetation is
between 0.58-0.98 (relatively uniform), except in PETI land for pole level and
trees, the value of E is zero. The result of statistical test shows that vegetation in
undisturbed land is not different than underground land, but is different than PETI
land on trees level, and also vegetation in underground land is different than PETI
land on trees level.
The physical characteristic of soil of undisturbed land is different than that
of underground land. Clay composition is higher than other fractions, that is
35.86 % and 36.88 %, while in PETI land, sand composition is higher (54.36%).
From statistical test, it is shown that the physical characteristic between
undisturbed land is almost similar as the underground but is different than PETI
land for sand and dust fraction, and also is different between the underground and
PETI land for sand and dust fraction.
Generally, chemical characteristic of the soil in undisturbed land area is
same as in underground mining area. In these locations, the pH value is lower than
5 (very low), with high C-organic and CEC content but very low in PETI land.
The result of statistical test shows that chemical characteristic of undisturbed and
underground area is almost similar, except CN ratio. Nevertheless, compared to
PETI land, undisturbed land has differences about chemical characteristic except
on Ca, K, Na and Al content, and also similar condition found between
underground and PETI land, except for Ca, K, Na and Al.
Biodiversity of soil macrofauna in underground area (H’ = 2.43, Dmg =
5,43 dan J = 0.63) is higher than that of undisturbed land (H’ = 2.11, Dmg = 3.65
and J = 0.55), and decrease in PETI area (H’1.84, DMG 2.38, and J = 0.48). The
result of statistic test show that soil macrofauna in undisturbed land is not
different compared to underground land, otherside is different compared to PETI
land, and also soil macrofauna in underground land is different than PETI land.
The potency of carbon stock in undisturbed land was about 288.94 tons
C/ha and 192.74 ton C/ha for underground area, whereas was about 0.06 tons C/ha
was found in PETI location. From statistical test show that carbon stock above
soil surface in underground land is not significantly different compared to
undisturbed land but compared to PETI area is significantly smaller than
underground area.
The types of plants in research location that is potential to be a pioneer are
Altingia excelsa, Castanopsis argentea, Ficus pandana Burm, Lithocarpus sp,
Lithocarpus sundaicus, Mallotus paniculatus, Schima walichii, Ziziphus
mauritiana, Vitex pubescens, Syzygium lineatum, Eurya acuminata, Ficus
fistulosa, Vernonea arborea, Ficus benjamina, dan Ficus montana.
Number of vegetation which is found in research location was about 100
species. From study literature it is noted that about 99% (99 species) among those
are plants that has important role in social and economic aspect such as for
medicine (54 species), construction and furniture (23 types), craft (4 types),
fodder (4 types) and plants that has multifunction (14 types).
Keywords: underground mining, illegal mining, vegetation, soil characteristic,
carbon stock
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK VEGETASI DAN TANAH SERTA
CADANGAN KARBON PADA LAHAN TAMBANG
DI GUNUNG PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT
ENTIN KARTINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian : Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah
Karakteristik Vegetasi dan Tanah serta Cadangan Karbon pada Lahan Tambang
di Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Lailan Syaufina MSc dan
Bapak Ir Irdika Mansur M For Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberi
masukan dan saran. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir Iwan
Hilwan MS selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr Sri Mulatsih selaku pimpinan
sidang atas saran dan masukan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada manajemen PT. Antam (Persero) Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas
(UBPE) Pongkor beserta staf enviroment UBPE, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, anak,
ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan rekan rekan, atas segala doa, dukungan dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2015
Entin Kartini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINAJUAN PUSTAKA
Penambangan Emas PT Antam UBPE Pongkor dan Lahan Bekas
Penambangannya
Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) dan Lahan Bekas
Penambangannya
Vegetasi di Lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Struktur dan Komposisi Vegetasi
Makrofauna Tanah dan Peranannya
Pendugaan Biomassa Karbon
3 METODE
Lokasi dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Vegetasi
Karakteristik Tanah
Makrofauna Tanah
Dugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah
Jenis-Jenis Vegetasi Adaptif pada Lahan Pasca Tambang PETI
Jenis-Jenis Vegetasi yang Penting Secara Sosial Ekonomi
Analisis Statistik
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
1
3
4
5
6
6
6
6
6
8
9
9
12
12
13
13
14
14
14
17
20
20
34
40
43
44
45
47
48
48
48
49
55
69
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Lokasi analisis vegetasi dan pengambilan contoh tanah di Gunung
Pongkor.
Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Lembaga Pusat
Penelitian Tanah (LPPT) Bogor.
Kriteria penilaian tanah bermasalah (Setiadi 2012).
Kerapatan indvidu pada lokasi lahan tidak terganggu, PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) dan tambang underground di
Gunung Pongkor.
Kelimpahan Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada lokasi
lahan tidak terganggu, tambang underground dan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis semai yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, dan tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis pancang yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis tiang yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis pohon yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis liana dan epifit yang ditemukan pada lokasi
lahan tidak terganggu, tambang underground dan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada lokasi lahan tidak
terganggu di Gunung Pongkor
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada lokasi tambang
underground di Gunung Pongkor.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada lokasi PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di lokasi Gunung Pongkor.
Hasil analisis tekstur tanah pada lahan tidak terganggu di Gunung
Pongkor.
Hasil analisis tekstur tanah pada lahan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Hasil analisis tekstur tanah pada lahan tambang underground di
Gunung Pongkor.
Hasil analisis sifat kimia tanah pada lahan tidak terganggu di
Gunung Pongkor.
Hasil analisis sifat kimia tanah pada tambang underground di
Gunung Pongkor.
Hasil analisis sifat kimia tanah pada lahan lahan PETI (Penambang
Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan makrofauna pada lahan tidak terganggu, lahan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) dan lahan tambang underground di
15
18
19
21
23
25
26
26
27
27
28
30
31
34
34
34
36
36
37
21
22
23
Gunung Pongkor.
Nilai indeks keanekaragaman spesies, kekayaan jenis, dan
kemerataan sepesies (J) makrofauna tanah di lokasi lahan tidak
terganggu, lahan bekas tambang PETI dan lahan underground di
Gunung Pongkor.
Potensi cadangan biomassa dan karbon vegetasi di atas
permukaam tanah di lokasi lahan tidak terganggu, lahan bekas
tambang PETI dan lahan underground di Gunung Pongkor.
Perbandingan hasil uji statistik antara lahan tidak terganggu
dengan underground, tidak terganggu dengan PETI (Penambang
Emas Tanpa Ijin), dan lahan tambang underground dengan PETI
di Gunung Pongkor.
41
42
43
48
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kerangka pemikiran perubahan vegetasi, tanah, dan cadangan
karbon pada lahan akibat kegiatan penambangan underground dan
PETI di Gunung Pongkor.
Portal Tambang Kubang Kicau PT. Antam Pongkor.
Lahan PETI di lokasi Kubang Kicau Gunung Pongkor Tahun
1998.
Lokasi penelitian karakteristik vegetasi dan tanah serta cadangan
karbon pada lahan tambang di Gunung Pongkor, Bogor, Jawa
Barat.
Titik pengamatan vegetasi dan contoh tanah di Gunung Pongkor.
Desain jalur dan petak pengamatan analisis vegetasi di Gunung
Pongkor
Komposisi dan struktur vegetasi di lokasi Gunung Pongkor, Bogor
Akses PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan lobang PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di lokasi tambang underground di
Gunung Pongkor.
Kondisi vegetasi di lokasi PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) di
Gunung Pongkor pada transek 3.
Kondisi vegetasi di lokasi PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) di
Gunung Pongkor pada transek 5.
Liana dan epifit yang menempel pada pohon Syzygium lineatum
dan Lithocarpus sp pada lahan tidak terganggu di Gunung Pongkor
Nilai H’ setiap tingkat pertumbuhan tumbuhan pada lahan tidak
terganggu, tambang PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan
tambang underground.
Nilai R setiap habitus dan tingkat pertumbuhan tumbuhan pada
lahan tidak terganggu, PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan
tambang underground.
Nilai E setiap tingkat pertumbuhan tumbuhan pada lahan tidak
terganggu, tambang PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan
5
7
8
14
15
16
20
21
22
22
29
32
32
15
16
17
tambang underground di Gunung Pongkor.
Perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat tanah pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan lahan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Contoh makrofauna tanah yang ditemukan pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan lahan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Jenis-jenis vegetasi yang penting secara sosial dan ekonomi di
Gunung Pongkor.
33
35
40
45
LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Titik koordinat pengambilan data vegetasi dan contoh tanah di
Gunung Pongkor
Jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat di kawasan Gunung
Pongkor.
Hasil uji statistik antara lahan tidak terganggu dengan
underground, tidak terganggu dengan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin), dan lahan tambang underground dengan PETI di
Gunung Pongkor.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 1.1
sampai dengan 2.5.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 3.1
sampai dengan 4.5.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 5.1
sampai dengan 6.5.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 7.1
sampai dengan 9.3.
56
57
64
65
66
67
68
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Emas adalah salah satu sumber daya mineral yang sangat potensial di
Indonesia. Berdasarkan data Badan Geologi ESDM 2013, sumber daya emas
mencapai 5386 miliar ton (Amin 2014). Berdasarkan data United States
Geological Survey (USGS) 2011, cadangan emas Indonesia berkisar 2.3% dari
cadangan emas dunia (menduduki peringkat ke-7), sedangkan produksinya sekitar
6.7% dari produksi emas dunia dan menduduki peringkat ke-6 (Dahlius 2014).
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah
Indonesia untuk mendatangkan devisa, menciptakan lapangan kerja juga sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Daerah-daerah penghasil emas di Indonesia di antaranya Bengkalis
(Sumatera), Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Logas (Riau), Meulaboh
(Aceh), Rejang Lebong (Bengkulu), Lampung, Jambi, Kalimantan Barat, Papua,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, juga di Jawa Barat yaitu di Gunung
Pongkor. Mineralisasi primer di daerah Pongkor dikontrol oleh struktur dan
muncul berupa sistem urat. Sistem-sistem urat tersebut adalah Pasir Jawa, Ciguha,
Kubang Kicau, Ciurug, Cadas Copong, Gunung Goong, Cimahpar, Gudang
Handak, Pamoyanan, dan Cikoret. Kebanyakan dari urat-urat ini menunjukkan
pelapukan supergene yang extensive (luas), menghasilkan pengkayaan emas
sekunder di zona bagian atas dari urat-urat tersebut (Milesi et al. 1999; Syafrizal
et al. 2009). Urat-urat di lokasi tambang emas Pongkor yang mempunyai kadar
tinggi di elevasi yang dekat dengan permukaan atau elevasi 600 ke atas (Syafrizal
2009). Demikian juga di lokasi vein Kubang Kicau berdasarkan penelitian Rosana
et al. (2008), diketahui bahwa pada level 650 ke atas kadar Au (emas) di atas 16
ppm, sedangkan semakin ke bawah semakin rendah (4-8 ppm). Hal ini
menyebabkan banyaknya kegiatan Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI)
dipermukaan. Lokasi tersebut berada dalam Kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS).
Di Gunung Pongkor terdapat kegiatan penambangan emas legal yaitu PT
Antam Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (Antam Pongkor), serta juga
terdapat penambangan emas illegal yang dilakukan oleh Penambang Emas Tanpa
Ijin (PETI). Antam Pongkor adalah perusahaan BUMN yang melakukan aktivitas
penambangan sejak tahun 1994, dengan Ijin usaha Pertambangan (IUP) di KW
98PPO138 seluas 6047 ha, terdiri dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak (TNGHS) seluas 4723 ha, enclave seluas 77 ha, dan tanah masyarakat
seluas 1247 ha. Antam Pongkor dalam kegiatan penambangannya menggunakan
sistem tambang bawah tanah (underground) dengan metode cut and fill, yaitu
mengambil bijih emas dari perut bumi kemudian mengisi kembali rongga yang
kosong akibat proses penambangan tadi dengan material campuran semen dan
tailing yang telah didetoksifikasi. Sesuai dengan dokumen AMDAL (1991), untuk
mempertahankan topografi di atasnya maka diwajibkan untuk menyisakan sekitar
25 meter dari permukaan sebagai pilar. Hal ini juga untuk melindungi vegetasi
diatas permukaannya dimana merupakan kawasan TNGHS. Lahan terbuka di
permukaan akibat aktivitas penambangan hanya untuk terowongan (lubang
2
masuk) sekitar 0.1 ha dan untuk ventilasi sekitar 0.04 ha. PETI adalah aktivitas
penambangan emas yang dilakukan secara illegal oleh masyarakat dengan sistem
tambang terbuka konvesional. Aktivitas PETI di Gunung Pongkor sudah mulai
ada sejak tahun 1995 dan semakin ramai pada tahun 1998 hingga sekarang. PETI
melakukan penambangannya dengan menggali lubang dan meninggalkan lubanglubang tambang begitu saja. Untuk membuat lubang mereka menebang pohon dan
kayunya digunakan untuk penyangga di dalam lubang, sehingga vegetasi rusak
bahkan hilang dan menyebabkan erosi. Sobowo (2011), menyatakan bahwa
penambangan sistem terbuka konvensional banyak mengubah bentang lahan dan
keseimbangan ekosistem permukaan tanah, menurunkan poduktivitas tanah dan
mutu lingkungan. Hidayati (2000) melaporkan bahwa tanah lapisan atas hasil
reklamasi penambangan emas rakyat secara terbuka di Jampang, Sukabumi,
terjadi penurunan status hara tanah, populasi mikroba dan serangga penyubur
tanah, serta mengubah iklim mikro menjadi kurang baik untuk organisme hidup.
Ahyani (2011) melaporkan bahwa tingkat kerusakan tanah di wilayah
pertambangan emas rakyat di lokasi Bombana Sulawesi Tenggara mengalami
tingkat kerusakan berat dan menimbulkan dampak fisik lingkungan seperti
degradasi tanah.
Dalam penyimpanan unsur hara, vegetasi di daerah tropis lebih penting
dibandingkan tanahnya yang hanya menyimpan 5-20 % unsur hara yang ada,
sedangkan di daerah beriklim sedangkan tanah merupakan tempat persediaan hara.
Hal ini disebabkan tanah tropis sangat peka dan cepat berubah akibat adanya
hujan, matahari dan angin yang dapat mengikis humus sebagai pembentuk tanah
tersebut, sehingga kondisi fisiknya menurun. Kebanyakan tanah di daerah tropis
dapat berfungsi sebagai penyimpan unsur hara jika tanah tertutup terus menerus
oleh tumbuhan (Neugabeur 1987). Struktur suatu vegetasi terdiri dari individuindividu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan
terdiri dari sekelompok tumbuh-tumbuhan yang masing-masing individu
mempertahankan sifatnya. Tanah merupakan suatu bagian ekosistem terrestrial
yang di dalamnya dihuni oleh banyak mikroorganisme, yang salah satunya adalah
makrofauna tanah. Makrofauna tanah berperan penting dalam perbaikan sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah melalui imobilisasi dan humifikasi (Sugiyarto 2000).
Hasil studi AMDAL Pongkor (1991), diketahui bahwa pohon-pohon yang
mendominasi di hutan lindung di Pongkor adalah jenis rasamala (Altingia excelsa),
puspa (Schima wallichii), pasang (Lithocarpus sp), kihiur (Nyssa javanica), serta
saninten (Castanopsis argentea). Selain itu terdapat pula anakan pohon yang
cukup banyak, baik dalam jumlah maupun jenisnya, dan semakin atas elevasinya,
keadaan anakan pohon cenderung semakin meningkat kerapatannya. Keadaan
tumbuhan bawah juga masih banyak variasi jenis dan jumlahnya. Ditemukan juga
tumbuhan jenis liana dan epifit yang hidup menempel di atas pohon. Di lokasi
TNGHS juga terdapat berbagai jenis tumbuhan obat. Menurut Wardah (2009),
disekitar kawasan TNGHS Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, terdapat 71
jenis tumbuhan yang dimanfaatkan untuk ramuan jamu kesehatan pasca bersalin,
dimana 60.56% berasal dari habitat aslinya.
Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat
bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan
peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Hutan
berperan penting dalam menjaga kestabilan iklim global karena kemampuannya
3
menyerap CO2 melalui proses fotosistesis. Menurut Suhendang (2002), sumber
daya hutan Indonesia memiliki potensi tinggi dalam keanekaragaman hayati dan
potensi penyerapan karbon. Diperkirakan hutan di Indonesia yang luasnya 120.4
juta hektar mampu menyerap dan menyimpan karbon sebesar 15.05 milyar ton
karbon. Lasco (2002) menyatakan bahwa cadangan karbon di hutan tropis Asia
berkisar antara 40 – 250 ton C/ha untuk vegetasi dan 50 – 120 ton C/ha untuk
tanah, sedangkan Rahayu et al. (2005) menyatakan bahwa hutan di Indonesia
mempunyai potensi cadangan karbon berkisar antara 61 – 300 ton C/ha.
Menurut Pratidina dan Purnamasari (2012), dari data empiris penutupan
lahan dari tahun 1989 hingga tahun 2008 menunjukkan bahwa kawasan TNGHS
seluas 113357 ha telah mengalami penurunan kualitas dan degradasi seluas 22000
ha atau 19.4 %, yang disebabkan oleh kegiatan illegal loging, penambangan emas
liar, dan perambahan hutan. Informasi terkait struktur vegetasi, karakteristik tanah
termasuk makrofauna tanah, serta cadangan karbon di permukaan lahan akibat
kegiatan tambang underground dan tambang terbuka akibat aktivitas Penambang
Emas Tanpa Ijin (PETI) di lokasi Gunung Pongkor masih sangat terbatas.
Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang perubahan vegetasi, sifat kimia,
sifat fisik dan makrofauna tanah, serta cadangan karbon akibat kegiatan
penambangan dengan sistem tambang underground dan aktivitas PETI di Gunung
Pongkor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung best mining practice
pengelolaan perusahaan pertambangan emas yang berwawasan lingkungan dan
menjadi rekomendasi khususnya bagi PT. Antam Pongkor dan TNGHS dalam
kegiatan revegetasi lahan.
Perumusan Masalah
Kegiatan pertambangan emas merupakan salah satu sektor yang
menyumbangkan devisa terhadap negara yang besar. Kegiatan ini apabila tidak
dibarengi dengan pengelolaan lingkungan yang cukup baik dan berdasarkan best
practice mining activity, maka akan menimbulkan dampak lingkungan yang cukup
besar. Permasalahan yang sering terjadi adalah adanya PETI di lokasi dimana
terdapat cadangan emas yang biasanya dimiliki oleh perusahaan yang berijin,
contohnya di lokasi Gunung Pongkor, yang merupakan Kawasan TNGHS. Di
lokasi tersebut terdapat kegiatan penambangan emas yang dilakukan oleh
perusahaan yang berijin yaitu Antam Pongkor dan yang illegal yaitu PETI.
Keduanya beraktivitas di lokasi yang sama, hanya perbedaanya Antam melakukan
sistem tambang underground, sedangkan PETI menambang di permukaan dengan
sistem penambangan terbuka konvensional dan tidak memperdulikan aspek
lingkungan.
Kedua kegiatan pertambangan tersebut akan berpengaruh terhadap
vegetasi di atas permukaan tanah, yang kemudian akan juga mempengaruhi
karakteristik tanah dan cadangan karbon. Penelitian terkait perubahan vegetasi di
permukaan akibat kegiatan tambang underground dan tambang terbuka akibat
aktivitas PETI di lokasi Gunung Pongkor masih sangat terbatas. Oleh karena itu,
penelitian ini menganalisis perbedaan struktur dan komposisi vegetasi pada lahan
tidak terganggu, lahan penambangan dengan sistem tambang underground dan
aktivitas PETI di lokasi Gunung Pongkor; perbedaan sifat fisika, sifat kimia, dan
4
biologi tanah pada lahan tidak terganggu, lahan terganggu penambangan dengan
sistem tambang underground dan aktivitas PETI di lokasi Gunung Pongkor;
menduga cadangan karbon di atas permukaan tanah pada lahan tidak terganggu,
lahan penambangan dengan sistem tambang underground dan aktivitas PETI di
lokasi Gunung Pongkor; kemudian mengidentifikasi jenis-jenis yang adaptif pada
lahan akibat aktivitas PETI dan mengindentifikasi jenis-jenis yang penting secara
sosial ekonomi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai
berikut:
1 Bagaimana perbedaan komposisi vegetasi pada kegiatan penambangan
dengan sistem tambang underground dan PETI dibandingkan dengan lahan
tidak terganggu di lokasi Gunung Pongkor ?
2 Sejauh mana pengaruh penambangan dengan sistem tambang underground
dan PETI di lokasi Gunung Pongkor terhadap sifat fisika, kimia, dan biologi
tanah ?
3 Berapa cadangan karbon pada biomassa pohon di lahan tidak terganggu,
lahan penambangan dengan sistem tambang underground dan PETI di lokasi
Gunung Pongkor ?
4 Apakah ada jenis-jenis vegetasi yang adaptif pada lahan pasca tambang
PETI ?
5 Apakah di lokasi tersebut terdapat jenis-jenis vegetasi yang penting secara
sosial ekonomi ?
Kerangka Pemikiran
Penambangan emas dapat dilakukan dengan sistem tambang underground
dan tambang terbuka. Permasalahan lain yang sering terjadi adalah adanya PETI
di lokasi dimana terdapat cadangan emas yang biasanya dimiliki oleh perusahaan
yang berijin, contohnya di lokasi Gunung Pongkor, yang merupakan Kawasan
TNGHS. Di lokasi ini terdapat kegiatan penambangan yang dilakukan oleh
perusahaan BUMN yaitu PT Antam UBPE Pongkor, dan juga terdapat aktivitas
penambangan illegal yang dilakukan oleh PETI. Dalam aktivitas penambangannya
PT Antam melakukan sistem penambangan underground sedangkan PETI
menggunakan sistem tambang terbuka konvensional.
Pengukuran vegetasi dan pengambilan contoh tanah di lapangan dilakukan
pada lahan terdapat kegiatan tambang underground, lahan PETI dan juga lahan
sekitarnya yang tidak terganggu oleh aktivitas tambang untuk mengetahui
karakteristik vegetasi, tanah dan cadangan karbon di lokasi tersebut. Melalui
survey kepada masyarakat akan diketahui potensi jenis tumbuhan di lokasi
penelitian yang memiliki fungsi sosial ekonomi. Dari data vegetasi tersebut akan
diketahui jenis mana yang adaptif pada lahan bekas tambang PETI. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk revegetasi lahan bekas
tambang.
Kerangka pemikiran perubahan vegetasi, tanah, dan cadangan karbon
pada lahan akibat kegiatan penambangan underground dan PETI dapat dilihat
pada Gambar 1.
5
Kegiatan penambangan emas di
Gunung Pongkor
Tambang bawah tanah
(underground)
Antam Pongkor
Lahan tidak
terganggu
Perubahan
cadangan
Karbon
Tambang terbuka
(Open pit)
PETI
Lahan bekas tambang
Perubahan sifat
fisika, kimia dan
biologi tanah
Perubahan struktur
dan komposisi
vegetasi
Pemanfaatan
vegetasi oleh
masyarakat
Rekomendasi untuk revegetasi lahan bekas tambang
Gambar 1. Kerangka pemikiran perubahan vegetasi, tanah, dan cadangan karbon
pada lahan akibat kegiatan penambangan underground dan PETI di
Gunung Pongkor.
Tujuan Penelitian
1
2
3
4
5
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menganalisis perbedaan struktur dan komposisi vegetasi pada lahan tidak
tergangggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Menganalisis perbedaan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Menduga cadangan karbon pada lahan tidak terganggu, lahan tambang
underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Mengidentifikasi jenis-jenis vegetasi yang adaptif pada lahan bekas tambang
PETI di Gunung Pongkor.
Mengindentifikasi jenis-jenis vegetasi yang penting secara sosial ekonomi di
lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan struktur dan komposisi vegetasi pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
6
2. Terdapat perbedaan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
3. Cadangan karbon di lahan tidak terganggu lebih tinggi dibandingkan lahan
tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
4. Terdapat jenis-jenis vegetasi yang adaptif pada lahan pasca tambang PETI di
Gunung Pongkor.
5. Terdapat jenis-jenis vegetasi yang penting secara ekonomi di lahan tambang
underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai
dampak dari pertambangan dengan sistem tambang underground dan aktivitas
PETI terhadap perubahan struktur dan komposisi vegetasi, karateristik tanah baik
sifat fisika, kimia dan biologi tanah, juga cadangan karbon, khususnya di lokasi
Gunung Pongkor. Dari analisis vegetasi ini akan diketahui jenis-jenis vegetasi
yang adaptif serta memiliki fungsi sosial dan ekonomi sehingga dapat digunakan
sebagai panduan oleh PT Antam dalam merevegetasi lahan tergangggu akibat
pembangunan prasarana yang lokasinya berada dalam kawasan hutan, serta oleh
TNGHS untuk revegetasi lahan bekas PETI atau lahan terganggu lainnya di
kawasan TNGHS.
Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi penelitian akan dibatasi di lokasi Blok Kubang Kicau yang
keterwakilan untuk dilakukan pengukuran analisis vegetasi, karakteristik tanah
dan dugaan cadangan karbon pada lahan yang terdapat kegiatan tambang
underground, lahan PETI, serta lahan tidak terganggu. Pendugaan cadangan
karbon difokuskan pada karbon di atas permukaan tanah pada tingkat tiang dan
pohon, dengan menggunakan metode non detructive untuk pengukuran biomassa
pohon, yaitu dengan mengukur tinggi dan diameter pohon (SNI 7742 2011).
Untuk biologi tanah, difokuskan pada keberadaan makrofauna tanah di dalam
tanah, yang merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting
dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, melalui proses imobilisasi
dan humifikasi (Lavelle et al. 1994). Metode yang digunakan dalam pengambilan
makrofauna tanah adalah hand sorting atau pengambilan langsung dengan
menggunakan tangan (Suin 1997).
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penambangan Emas PT Antam UBPE Pongkor dan Lahan Bekas
Penambangannya
PT Antam (Persoro) Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (Antam
Pongkor) adalah salah satu perusahaan milik negara (BUMN) yang bergerak di
dalam bidang pertambangan emas. Antam Pongkor beroperasi dengan Ijin Usaha
(IUP) dengan Ijin usaha Pertambangan (IUP) di di KW 98PPO138 seluas 6047 ha,
7
terdiri dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) seluas
4723 ha, enclave seluas 77 ha, dan tanah masyarakat seluas 1247 ha. Antam
Pongkor memulai aktivitas penambangannya di Gunung Pongkor Blok Kubang
Kicau sejak tahun 1994. Berdasarkan hasil penelitian kegiatan eksplorasi
perhitungan cadangan, letak dan posisi endapan bijih emas, keadaan batuan
samping dan kondisi lingkungannya, maka cara/teknik yang paling cocok dan
menguntungkan untuk penambangan emas di Gunung pongkor adalah metoda
tambang terbuka. Namun mengingat lingkungan di sekitarnya adalah hutan
lindung maka dipilih alternatif penambangan bawah tanah (underground mining)
dengan metode cut and fill (PT Antam (Persero) 1991).
Metode cut and fill yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi kemudian
mengisi kembali rongga yang kosong akibat proses penambangan tadi dengan
material campuran semen dan tailing yang telah didetoksifikasi. Siklus
penambangannya adalah pemboran (drilling), peledakan (blasting), pembersihan
asap (smoke clearing), penjatuhan batu gantung (barring down), penyanggaan
(steel support), pemuatan (loading), pengangkutan (transportation), pengisian
ulang (backfilling). Pengelolaan limbah cair dari proses penambangan, dilakukan
dengan cara mengalirkan air limbah ke unit Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) tambang yang terdiri dari unit settling pond dan decant pond untuk
pengolahan secara fisika dan tangki untuk proses pengolahan limbah secara
kimiawi. Air limbah yang telah diproses 90% digunakan kembali untuk kebutuhan
fresh water untuk proses pengolahan di pabrik, air pemboran di dalam tambang
dan diolah di WTP (Water Treatment Plant) sebagai sumber air bersih di area
pabrik dan sekitarnya.
Untuk mempertahankan topografi di atasnya maka diwajibkan untuk
menyisakan sekitar 25 meter dari permukaan sebagai pilar. Hal ini juga untuk
melindungi vegetasi di atas permukaannya yang merupakan kawasan TNGHS.
Lahan terbuka di permukaan hanya akibat aktivitas pembuatan terowongan
sekitar 0.1 ha dan untuk ventilasi sekitar 0.04 ha (PT Antam UBPE Pongkor)
(Gambar 2). Menurut Sobowo (2011), sistem penambangan dalam (underground
mining) dilakukan dengan sistem pengeboran ataupun membuat terowongan
bawah tanah, sehingga tidak banyak mengganggu kondisi permukaan lahan.
Gambar 2. Portal Tambang Kubang Kicau PT. Antam Pongkor.
8
Aktivitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) dan Lahan Bekas
Penambangannya
Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di gunung Pongkor sudah
ada sejak Antam beroperasi, namun mulai ramai sejak tahun 1996 mengakibatkan
kerusakan lahan yang cukup parah (Gambar 3). Urat-urat di lokasi tambang emas
Pongkor mempunyai kadar tinggi di elevasi yang dekat dengan permukaan
(Syafrizal 2009), menyebabkan banyaknya aktivitas Penambang Emas Tanpa Ijin
(PETI) dipermukaan. Para PETI ini melakukan aktivitas penambangannya dengan
sistem tambang terbuka konvensional di lokasi dimana di bawahnya terdapat
kegiatan tambang underground yang dilakukan oleh PT Antam. Pelaku PETI
menebang pohon untuk membuka lahan penambangan dan sarana lainnya
kemudian sebagian kayunya digunakan untuk penyangga di dalam lubang,
sehingga vegetasi rusak bahkan hilang dan menyebaban terjadinya erosi. Antam
Pongkor bekerja sama dengan Taman Nasional sudah pernah melakukan restorasi
di kawasan blok Kubang Kicau pada tahun 1999, dan pada tahun 2002
membentuk Tim Rehabilititasi Lahan Kritis (Balai TNGHS, Perum Perhutani,
Badan Litbang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bogor)
untuk merestorasi kembali kawasan tersebut, serta pada tahun 2007 dilakukan
restorasi khusus di lokasi Longsoran bekerja sama dengan TNGHS, namun
kegiatan PETI masih terus berlangsung di kawasan tersebut sampai saat ini.
Menurut Subowo (2002), penambangan dengan sistem tambang terbuka
dengan cara pengupasan tanah penutup bahan tambang. Tanah penutup
dikeluarkan dari areal tambang dan bahan tambang digali dan diangkut keluar.
Setelah seluruh bahan tambang dikeluarkan maka terjadi sisa lubang-lubang galian
berupa kolong-kolong. Pada perusahaan yang memiliki izin kuasa penambangan
(KP), kolong-kolong lubang galian ini ditimbun kembali dengan tanah dari tanah
penutup sebelumnya kemudian ditanami. Namun tidak dengan PETI, mereka
meninggalkan lubang-lubang tambang begitu saja. Soebowo (2011), menyatakan
bahwa penambangan sistem terbuka konvensional banyak mengubah bentang
lahan dan keseimbangan ekosistem permukaan tanah, menurunkan poduktivitas
tanah dan mutu lingkungan. Hidayati (2000) melaporkan bahwa tanah lapisan atas
hasil reklamasi penambangan emas rakyat secara terbuka di Jampang Sukabumi
terjadinya penurunan status hara tanah, populasi mikroba dan serangga penyubur
tanah, serta mengubah iklim mikro menjadi kurang baik untuk organisme hidup.
Tingkat kerusakan tanah di wilayah pertambangan emas rakyat di lokasi Bombana
Sulawesi Tenggara mengalami tingkat kerusakan berat dan menimbulkan dampak
fisik lingkungan seperti degradasi tanah (Ahyani 2011).
Gambar 3. Lahan PETI di lokasi Kubang Kicau Gunung Pongkor tahun 1998.
9
Vegetasi Di Lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Hasil studi AMDAL Pongkor (1991), pohon-pohon yang mendominasi di
hutan lindung di Pongkor (Blok Kubang Kicau) adalah jenis rasamala (Altingia
excelsa), puspa (Schima wallichii), pasang (Lithocarpus sp), kihiur (Nyssa
javanica), serta saninten (Castanopsis argentea). Selain itu terdapat pula anakan
pohon yang cukup banyak, seperti rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima
walichii), pasang (Lithocarpus sp), kihiur (Nyssa javanica), kiara (Ficus sp),
salam (Eugen fastigiata), beunying (Ficus fistulosa). Makin atas terletaknya,
keadaan anakan pohon cenderung semakin meningkat kerapatannya. Keadaan
tumbuhan bawah juga masih banyak variasi jenis dan jumlahnya. Jenis-jenis yang
dominan adalah kirinyuh (Eupatorium inulifolium), pakis (Cycas sp), teklan
(Eupatorium riparium), tepus (Amomum pseudofotens Val), cangcarat (Nauclea
sp), lame (Alstonia scholarsis). Ditemukan juga jenis paku-pakuan dan rumputrumputan. Banyak jenis liana dan epifit yang tumbuh di hutan lindung Gunung
Pongkor. Epifit tumbuh diatas pohon pada umumnya terdiri dari bermacammacam angrek seperti anggrek bulan, anggrek japati, kadaka katongkeng, serta
benalu dan lumut-lumutan. Jenis liana yang ditemukan adalah jenis sesereuhan
(Piper aduncum), tatalian (Gnetum neglectum), bungbrun (Polygoo chinese), dan
hoe (Calamus sp).
Di lokasi TNGHS juga terdapat berbagai jenis tumbuhan obat. Diperkirakan
lebih dari 1000 jenis tumbuhan terdapat di kawasan diantaranya adalah tumbuhan
obat (TNGHS 2010). Harada (2002), mendokumentasikan sekitar 117 tumbuhan
obat yang telah digunakan oleh penduduk sekitar dalam buku yang berjudul
“Tumbuhan Obat Taman Nasional Gunung Halimun Salak”. Di sekitar kawasan
TNGHS Kecamatan Cibeber, kabupaten Lebak, diketahui terdapat 71 jenis
tumbuhan yang dimanfaatkan untuk ramuan jamu kesehatan pasca bersalin,
dimana 60.56 % berasal dari hutan (Wardah 2009).
Struktur dan Komposisi Vegetasi
Dalam penyimpanan unsur hara, vegetasi di daerah tropis lebih penting
dibandingkan tanahnya yang hanya menyimpan 5-20 % unsur hara yang ada,
sedang di daerah beriklim sedang tanah merupakan tempat persediaan hara. Hal
ini disebabkan karena tanah tropis sangat peka dan cepat berubah akibat adanya
hujan, matahari dan angin yang dapat mengikis humus sebagai pembentuk tanah
tersebut, sihingga kondisi fisiknya menurun. Kebanyakan tanah di daerah tropis
dapat berfungsi sebagai penyimpan unsur hara jika tanah tertutup terus menerus
oleh tumbuhan (Neugabeur 1987).
Mulyana et al. (2005) mengemukakan bahwa struktur suatu vegetasi
merupakan organisasi dalam ruang, tegakan, tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan
dengan unsur utamanya adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tumbuhan. Menurut Kershaw (1973), struktur vegetasi terdiri dari tiga komponen,
yaitu (1) struktur vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang
melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi; (2)
sebaran horisontal spesies-spesies penyusun yang menggambarkan letak dari suatu
10
individu terhadap individu lain; (3) kelimpahan (abudance) setiap spesies dalam
komunitas.
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan
Indrawan 2005). Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan
dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuan yang meliputi tegakan
hutan yaitu tegakan tingkat pohon dan permudaannya (tingkat tiang, pancang, dan
semai) dan mempelajari tegakan tumbuhan bawah yaitu jenis vegetasi dasar yang
terdapat di bawah tegakan hutan selain permudaan pohon, padang rumput/ilalang
dan belukar. Analisis vegetasi membutuhkan data–data spesies, diameter dan
tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan
tersebut. Analisis vegetasi dapat memberikan informasi kuantitatif tentang struktur
dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Indriyanto (2006), mengatakan bahwa berdasarkan analisis vegetasi tersebut
dapat ditentukan beberapa besaran yang dapat memberikan gambaran tentang
keseluruhan kondisi kawasan pengamatan, yaitu :
1. Kerapatan (K) dan kerapatan relatif (KR)
Kerapatan adalah perbandingan jumlah individu suatu jenis terhadap
luas petak contoh yang digunakan. Berdasarkan kerapatan suatu individu
dapat ditentukan pula kerapatan relatif masing-masing jenis individu, yaitu
kerapatan individu suatu jenis dibanding dengan kerapatan seluruh jenis
yang ditemukan.
2. Frekuensi (F) dan frekuensi relatif (FR)
Frekuensi adalah jumlah petak yang berisi suatu spesies
dibandingkan dengan jumlah seluruh petak contoh. Berdasarkan frekuensi
suatu individu dapat ditentukan pula frekuensi relatif masing-masing jenis
individu suatu jenis dibanding dengan frekuensi seluruh jenis.
3. Luas penutupan atau dominansi (D) dan dominansi relatif (DR)
Luas penutupan atau dominansi (coverage) adalah proporsi antara
luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan
tajuk atau luas bidang dasar (basal area), sedangkan luas penutupan atau
dominansi relatif merupakan perbandingan antara dominansi jenis yang
lain.
Indeks nilai penting (INP) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai
untuk menyatakan tingkat dominansi atau penguasaan spesies-spesies dalam suatu
komunitas tumbuhan. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), jumlah nilai
maksimal INP pada tingkat pohon dewasa adalah 300% yaitu jumlah parameter
KR, FR, dan DR, sedangkan jumlah nilai maksimal INP pada tingkat permudaan
adalah 200% yaitu jumlah parameter KR dan FR. Indeks-indeks lainnya yang
dapat menggambarkan kondisi suatu kawasan, diantaranya adalah Indeks
Keanekaragaman (Index of Difersity) yang biasa ditentukan dengan Indeks
Shannon dan/atau indeks Margalef (Indriyanto 2006). Menurut Maguran (1988),
indeks keanekaragaman Shannon biasanya pada rentang 1.5-3.5. Semakin kecil
nilai H’ maka semakin rendah pula nilai keanekaragaman spesiesnya dan tingkat
kompleksitasnya.
Indeks kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu luasan areal
tertentu (Dendang 2009). Besaran R1 jika kurang dari 3.5 menunjukkan kekayaan
11
jenis yang rendah, 3.5-5.00 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong sedang,
dan diatas 5.00 menunjukkan kekayaan jenis yang tinggi. Nilai Indeks
Kemer
CADANGAN KARBON PADA LAHAN TAMBANG
DI GUNUNG PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT
ENTIN KARTINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Vegetasi
dan Tanah serta Cadangan Karbon pada Lahan Tambang di Gunung Pongkor,
Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Entin Kartini
NIM P052130064
RINGKASAN
ENTIN KARTINI. Karakteristik Vegetasi dan Tanah serta Cadangan Karbon pada
Lahan Tambang di Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Lailan
Syaufina dan Irdika Mansur.
Emas adalah salah satu sumber daya mineral yang sangat potensial di
Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Berdasarkan data
Badan Geologi ESDM 2013, sumber daya emas di Indonesia mencapai 5386
miliar ton dan menurut data United States Geological Survey (USGS) 2011,
cadangannya berkisar 2.3% dari cadangan emas dunia. Salah satu daerah
penghasil emas di Indonesia adalah Gunung Pongkor Jawa Barat, yang merupakan
kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Di lokasi ini
terdapat kegiatan penambangan emas legal dengan sistem tambang bawah tanah
(underground mining) yang dilakukan oleh PT Antam (Persero) Tbk Unit Bisnis
Pertambangan Emas Pongkor (Antam Pongkor) dan penambangan emas illegal
yang dilakukan oleh penambang emas tanpa ijin (PETI) dengan sistem tambang
terbuka konvensional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan
struktur dan komposisi vegetasi, tanah serta menduga cadangan karbon di atas
permukaan tanah pada lahan tidak terganggu, tambang underground dan PETI di
lokasi Gunung Pongkor, kemudian mengidentifikasi jenis-jenis vegetasi yang
adaptif namun tidak bersifat Invasive serta penting secara sosial ekonomi
sehingga dapat menjadi rekomendasi untuk kegiatan penanaman di lahan
terganggu Antam serta TNGHS.
Penelitian dilakukan dengan metode simple random sampling dengan petak
sebanyak 40 buah. Pendugaan cadangan karbon menggunakan metode non
destruktif sesuai SNI 7742 2011. Analisis statistik dilakukan dengan metode
Anova satu arah dengan uji lanjut Fisher test menggunkan minitab versi 16. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa struktur dan komposisi tambang underground
sama dengan lahan tidak terganggu yaitu stratifikasinya masih lengkap terdiri dari
semak, semai, pancang, tiang, pohon juga liana dan epifit, sedangkan di lahan
PETI tidak lengkap. Di lahan PETI hanya ditemukan satu jenis vegetasi pada
tingkat tiang yaitu Vernonea arborea dan tidak ditemukan pohon. Spesies
Syzygium lineatum, Lithocarpus sp, Maesopsis eminii, Altingia excelsa, dan
Ziziphus mauritiana adalah lima spesies dengan nilai index penting (INP)
tertinggi di lokasi lahan tidak terganggu. Spesies M. eminii, Lithocarpus sp, A.
excelsa, V. arborea, dan Castanopsis argentea adalah lima spesies dengan INP
tertinggi di lokasi tambang underground, sehingga merupakan spesies yang paling
dominann di lokasi tersebut. Nilai keanekaragaman spesies (H’) di lokasi lahan
tidak terganggu antara 1.28-2.62 (sedang), di lahan tambang underground antara
1.93-2.88 (sedang), sedangkan di lahan PETI antara 0-2.45 (sangat rendah hingga
sedang). Nilai kekayaan jenis (R) di lahan tidak terganggu dan underground
semua tingkat vegetasi antara 1.74-5.9, sedangkan R di lahan PETI nilainya
dibawah 3.5 (sangat rendah). Nilai kemerataan sepesies (E) di lokasi penelitian
pada semua tingkat vegetasi antara 0.58-0.98 (relatif merata), kecuali di lahan
tambang PETI untuk tingkat tiang dan pohon adalah nol. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa vegetasi di lahan tidak terganggu tidak berbeda dengan lahan
underground, namun berbeda dengan lahan PETI pada tingkat pohon, demikian
juga vegetasi di lahan underground berbeda dengan PETI pada tingkat pohon.
Sifat fisika tanah di lokasi lahan tidak terganggu dan lahan tambang
underground, komposisi liat lebih tinggi dibanding fraksi lainnya yaitu 35.86 %
dan 36.88 %, sedangkan di lahan PETI komposisi pasir yang lebih tinggi
(54.36%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa sifat fisika tanah pada lahan
tidak terganggu tidak berbeda dengan lahan underground namun berbeda dengan
lahan PETI untuk fraksi pasir dan debu, demikian juga sifat fisika tanah di lahan
underground berbeda dengan lahan PETI untuk fraksi pasir dan debu. Sifat kimia
tanah di lokasi lahan tidak terganggu pada umumnya sama dengan lahan tambang
underground. Di lokasi lahan underground maupun lahan tidak terganggu nilai pH
dibawah 5 (sangat rendah) C-organik dan KTK tinggi, sedangkan lahan PETI
kandungan C-organik dan KTK sangat rendah. Hasil uji statistik menujukkan
bahwa sifat kimia tanah lahan tidak terganggu pada umumnya tidak berbeda
dengan lahan underground kecuali CN ratio yang berbeda, sedangkan dengan
PETI pada umumnya berbeda kecuali Ca, K, Na dan Al, demikian juga sifat kimia
tanah di lahan underground pada umumnya berbeda degan PETI kecuali Ca, K,
Na dan Al. Biodiversitas makrofauna tanah di lahan tambang underground (H’ =
2.43, Dmg = 5,43 dan J = 0.63) lebih tinggi dibandingkan lahan tidak terganggu
(H’ = 2.11, Dmg = 3.65 dan J = 0.55), dan menurun di lahan PETI (H’1.84, DMG
2.38, dan J = 0.48). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa makrofauna tanah di
lahan tidak terganggu tidak berbeda dengan lahan underground namun berbeda
dengan lahan PETI, demikian juga makrofauna tanah di lahan underground
berbeda dengan lahan PETI.
Potensi cadangan karbon di lokasi lahan tidak terganggu adalah 288.94
tons C/ha dan lahan underground 192.74 ton C/ha, sedangkan di lokasi lahan
PETI hanya 0.06 ton C/ha. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa cadangan
karbon di atas permukaan tanah di lahan underground tidak berbeda dengan lahan
tidak terganggu, sedangkan lahan PETI secara signifikan lebih kecil dibandingkan
dengan lahan underground.
Jenis-jenis tumbuhan di lokasi penelitian yang adaptif dan berpotensi
sebagai pionir antara lain Altingia excelsa, Castanopsis argentea, Ficus pandana
Burm, Lithocarpus sp, Lithocarpus sundaicus, Mallotus paniculatus, Schima
walichii, Ziziphus mauritiana, Vitex pubescens, Syzygium lineatum, Eurya
acuminata, Ficus fistulosa, Vernonea arborea, Ficus benjamina, dan Ficus
montana.
Jumlah vegetasi yang ditemukan di lokasi penelitian sebanyak 100 jenis
dan hasil studi berbagai literatur tercatat 99% (99 jenis) diantaranya adalah jenis
tumbuhan yang memiliki fungsi yang penting secara sosial ekonomi seperti
tumbuhan obat (54 jenis), bahan bangunan, kontruksi, furnitur (23 jenis), bahan
kerajinan (4 jenis), pakan ternak (4 jenis) dan tumbuhan yang memiliki manfaat
ganda (14 jenis).
Kata kunci : tambang underground, tambang PETI, vegetasi, karakteristik tanah,
cadang karbon
SUMMARY
ENTIN KARTINI. The Characteristics of Vegetation, Soil and Carbon Reserves
in Mine Area of Mount Pongkor, Bogor, West Java. Supervised by LAILAN
SYAUFINA and IRDIKA MANSUR.
Gold is one of the most potential mineral resources in Indonesia and is also
as foreign exchange reserves. Based on the data from Geological Agency of
Indonesia, Minsistry of Energy and Mineral Resources 2013, gold reserves is
approximately about 5,386 billion metric ton, while based on data from United
States Geological Survey (USGS) 2011, Indonesia gold reserves is about 2.3% of
world reserves. Mount Pongkor in West Java is known as location of gold
producer and is also as national park (Mount Hanimun Salak National Park TNGHS). In this area, a legal gold mining activity is conducted by PT Antam
(Persero) Tbk., Pongkor Gold Mining Business Unit (Antam Pongkor) using
underground mining system, meanwhile an illegal mining activity is also
conducted by illegal miner (PETI) by using convensional method. This research is
aimed to analyze the difference of structure and composition of vegetation, soil
and to predict carbon reserves above soil surface in undisturbed land, underground
and PETI , so then adaptive type of vegetation can be identified. This type should
not be a invasive, but it is economically and socially important that be able to be
a recommendation for revegetation activity in disturbed land and TNGHS.
This study was conducted by using simple random sampling method with
40 plots. Estimation of carbon stocks using non- destructive method according
ISO 7742. Anova one way with fisher test of minitab version 16 was used for
statistic analysis. The results show that structure and composition between
underground is same as undisturbed land with complete stratification which
consists of bushes, seedling, pole, trees, liana and epifit, while PETI land has no
complete stratification. In PETI land, it was only found one type of vegetation on
pole level that is Vernonea arborea while trees was not found. The species
Syzygium lineatum, Lithocarpus sp, Maesopsis eminii, Altingia excelsa, and
Ziziphus mauritiana are the species with highest Important Value Index (IVI) in
undisturbed land. The Species M eminii, Lithocarpus sp, A. excelsa, V. arborea,
and Castanopsis argentea are the highest in underground area, so that they are the
most dominant species in that location. Species Diversity Index (H’) in
undisturbed land is between 1.28-2.62 (medium), while in underground are is
between 1.93-2.88 (medium), and in PETI land is between 0-2.45 (very low to
medium). Index of Species Richness (R) in undisturbed land and underground on
every level of vegetation is between 1.74-5.9, while in PETI land is lower than 3.5
(very low). Similarity Index (E) in research sites on every level of vegetation is
between 0.58-0.98 (relatively uniform), except in PETI land for pole level and
trees, the value of E is zero. The result of statistical test shows that vegetation in
undisturbed land is not different than underground land, but is different than PETI
land on trees level, and also vegetation in underground land is different than PETI
land on trees level.
The physical characteristic of soil of undisturbed land is different than that
of underground land. Clay composition is higher than other fractions, that is
35.86 % and 36.88 %, while in PETI land, sand composition is higher (54.36%).
From statistical test, it is shown that the physical characteristic between
undisturbed land is almost similar as the underground but is different than PETI
land for sand and dust fraction, and also is different between the underground and
PETI land for sand and dust fraction.
Generally, chemical characteristic of the soil in undisturbed land area is
same as in underground mining area. In these locations, the pH value is lower than
5 (very low), with high C-organic and CEC content but very low in PETI land.
The result of statistical test shows that chemical characteristic of undisturbed and
underground area is almost similar, except CN ratio. Nevertheless, compared to
PETI land, undisturbed land has differences about chemical characteristic except
on Ca, K, Na and Al content, and also similar condition found between
underground and PETI land, except for Ca, K, Na and Al.
Biodiversity of soil macrofauna in underground area (H’ = 2.43, Dmg =
5,43 dan J = 0.63) is higher than that of undisturbed land (H’ = 2.11, Dmg = 3.65
and J = 0.55), and decrease in PETI area (H’1.84, DMG 2.38, and J = 0.48). The
result of statistic test show that soil macrofauna in undisturbed land is not
different compared to underground land, otherside is different compared to PETI
land, and also soil macrofauna in underground land is different than PETI land.
The potency of carbon stock in undisturbed land was about 288.94 tons
C/ha and 192.74 ton C/ha for underground area, whereas was about 0.06 tons C/ha
was found in PETI location. From statistical test show that carbon stock above
soil surface in underground land is not significantly different compared to
undisturbed land but compared to PETI area is significantly smaller than
underground area.
The types of plants in research location that is potential to be a pioneer are
Altingia excelsa, Castanopsis argentea, Ficus pandana Burm, Lithocarpus sp,
Lithocarpus sundaicus, Mallotus paniculatus, Schima walichii, Ziziphus
mauritiana, Vitex pubescens, Syzygium lineatum, Eurya acuminata, Ficus
fistulosa, Vernonea arborea, Ficus benjamina, dan Ficus montana.
Number of vegetation which is found in research location was about 100
species. From study literature it is noted that about 99% (99 species) among those
are plants that has important role in social and economic aspect such as for
medicine (54 species), construction and furniture (23 types), craft (4 types),
fodder (4 types) and plants that has multifunction (14 types).
Keywords: underground mining, illegal mining, vegetation, soil characteristic,
carbon stock
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK VEGETASI DAN TANAH SERTA
CADANGAN KARBON PADA LAHAN TAMBANG
DI GUNUNG PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT
ENTIN KARTINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian : Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah
Karakteristik Vegetasi dan Tanah serta Cadangan Karbon pada Lahan Tambang
di Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Lailan Syaufina MSc dan
Bapak Ir Irdika Mansur M For Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberi
masukan dan saran. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir Iwan
Hilwan MS selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr Sri Mulatsih selaku pimpinan
sidang atas saran dan masukan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada manajemen PT. Antam (Persero) Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas
(UBPE) Pongkor beserta staf enviroment UBPE, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, anak,
ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan rekan rekan, atas segala doa, dukungan dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2015
Entin Kartini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINAJUAN PUSTAKA
Penambangan Emas PT Antam UBPE Pongkor dan Lahan Bekas
Penambangannya
Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) dan Lahan Bekas
Penambangannya
Vegetasi di Lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Struktur dan Komposisi Vegetasi
Makrofauna Tanah dan Peranannya
Pendugaan Biomassa Karbon
3 METODE
Lokasi dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Vegetasi
Karakteristik Tanah
Makrofauna Tanah
Dugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah
Jenis-Jenis Vegetasi Adaptif pada Lahan Pasca Tambang PETI
Jenis-Jenis Vegetasi yang Penting Secara Sosial Ekonomi
Analisis Statistik
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
1
3
4
5
6
6
6
6
6
8
9
9
12
12
13
13
14
14
14
17
20
20
34
40
43
44
45
47
48
48
48
49
55
69
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Lokasi analisis vegetasi dan pengambilan contoh tanah di Gunung
Pongkor.
Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Lembaga Pusat
Penelitian Tanah (LPPT) Bogor.
Kriteria penilaian tanah bermasalah (Setiadi 2012).
Kerapatan indvidu pada lokasi lahan tidak terganggu, PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) dan tambang underground di
Gunung Pongkor.
Kelimpahan Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada lokasi
lahan tidak terganggu, tambang underground dan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis semai yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, dan tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis pancang yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis tiang yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis pohon yang ditemukan pada lokasi lahan tidak
terganggu, tambang underground dan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan jenis liana dan epifit yang ditemukan pada lokasi
lahan tidak terganggu, tambang underground dan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada lokasi lahan tidak
terganggu di Gunung Pongkor
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada lokasi tambang
underground di Gunung Pongkor.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada lokasi PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di lokasi Gunung Pongkor.
Hasil analisis tekstur tanah pada lahan tidak terganggu di Gunung
Pongkor.
Hasil analisis tekstur tanah pada lahan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Hasil analisis tekstur tanah pada lahan tambang underground di
Gunung Pongkor.
Hasil analisis sifat kimia tanah pada lahan tidak terganggu di
Gunung Pongkor.
Hasil analisis sifat kimia tanah pada tambang underground di
Gunung Pongkor.
Hasil analisis sifat kimia tanah pada lahan lahan PETI (Penambang
Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Kelimpahan makrofauna pada lahan tidak terganggu, lahan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) dan lahan tambang underground di
15
18
19
21
23
25
26
26
27
27
28
30
31
34
34
34
36
36
37
21
22
23
Gunung Pongkor.
Nilai indeks keanekaragaman spesies, kekayaan jenis, dan
kemerataan sepesies (J) makrofauna tanah di lokasi lahan tidak
terganggu, lahan bekas tambang PETI dan lahan underground di
Gunung Pongkor.
Potensi cadangan biomassa dan karbon vegetasi di atas
permukaam tanah di lokasi lahan tidak terganggu, lahan bekas
tambang PETI dan lahan underground di Gunung Pongkor.
Perbandingan hasil uji statistik antara lahan tidak terganggu
dengan underground, tidak terganggu dengan PETI (Penambang
Emas Tanpa Ijin), dan lahan tambang underground dengan PETI
di Gunung Pongkor.
41
42
43
48
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kerangka pemikiran perubahan vegetasi, tanah, dan cadangan
karbon pada lahan akibat kegiatan penambangan underground dan
PETI di Gunung Pongkor.
Portal Tambang Kubang Kicau PT. Antam Pongkor.
Lahan PETI di lokasi Kubang Kicau Gunung Pongkor Tahun
1998.
Lokasi penelitian karakteristik vegetasi dan tanah serta cadangan
karbon pada lahan tambang di Gunung Pongkor, Bogor, Jawa
Barat.
Titik pengamatan vegetasi dan contoh tanah di Gunung Pongkor.
Desain jalur dan petak pengamatan analisis vegetasi di Gunung
Pongkor
Komposisi dan struktur vegetasi di lokasi Gunung Pongkor, Bogor
Akses PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan lobang PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di lokasi tambang underground di
Gunung Pongkor.
Kondisi vegetasi di lokasi PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) di
Gunung Pongkor pada transek 3.
Kondisi vegetasi di lokasi PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) di
Gunung Pongkor pada transek 5.
Liana dan epifit yang menempel pada pohon Syzygium lineatum
dan Lithocarpus sp pada lahan tidak terganggu di Gunung Pongkor
Nilai H’ setiap tingkat pertumbuhan tumbuhan pada lahan tidak
terganggu, tambang PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan
tambang underground.
Nilai R setiap habitus dan tingkat pertumbuhan tumbuhan pada
lahan tidak terganggu, PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan
tambang underground.
Nilai E setiap tingkat pertumbuhan tumbuhan pada lahan tidak
terganggu, tambang PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin) dan
5
7
8
14
15
16
20
21
22
22
29
32
32
15
16
17
tambang underground di Gunung Pongkor.
Perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat tanah pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan lahan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Contoh makrofauna tanah yang ditemukan pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan lahan PETI
(Penambang Emas Tanpa Ijin) di Gunung Pongkor.
Jenis-jenis vegetasi yang penting secara sosial dan ekonomi di
Gunung Pongkor.
33
35
40
45
LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Titik koordinat pengambilan data vegetasi dan contoh tanah di
Gunung Pongkor
Jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat di kawasan Gunung
Pongkor.
Hasil uji statistik antara lahan tidak terganggu dengan
underground, tidak terganggu dengan PETI (Penambang Emas
Tanpa Ijin), dan lahan tambang underground dengan PETI di
Gunung Pongkor.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 1.1
sampai dengan 2.5.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 3.1
sampai dengan 4.5.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 5.1
sampai dengan 6.5.
Sertifikat analisis tanah Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB Transek 7.1
sampai dengan 9.3.
56
57
64
65
66
67
68
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Emas adalah salah satu sumber daya mineral yang sangat potensial di
Indonesia. Berdasarkan data Badan Geologi ESDM 2013, sumber daya emas
mencapai 5386 miliar ton (Amin 2014). Berdasarkan data United States
Geological Survey (USGS) 2011, cadangan emas Indonesia berkisar 2.3% dari
cadangan emas dunia (menduduki peringkat ke-7), sedangkan produksinya sekitar
6.7% dari produksi emas dunia dan menduduki peringkat ke-6 (Dahlius 2014).
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah
Indonesia untuk mendatangkan devisa, menciptakan lapangan kerja juga sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Daerah-daerah penghasil emas di Indonesia di antaranya Bengkalis
(Sumatera), Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Logas (Riau), Meulaboh
(Aceh), Rejang Lebong (Bengkulu), Lampung, Jambi, Kalimantan Barat, Papua,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, juga di Jawa Barat yaitu di Gunung
Pongkor. Mineralisasi primer di daerah Pongkor dikontrol oleh struktur dan
muncul berupa sistem urat. Sistem-sistem urat tersebut adalah Pasir Jawa, Ciguha,
Kubang Kicau, Ciurug, Cadas Copong, Gunung Goong, Cimahpar, Gudang
Handak, Pamoyanan, dan Cikoret. Kebanyakan dari urat-urat ini menunjukkan
pelapukan supergene yang extensive (luas), menghasilkan pengkayaan emas
sekunder di zona bagian atas dari urat-urat tersebut (Milesi et al. 1999; Syafrizal
et al. 2009). Urat-urat di lokasi tambang emas Pongkor yang mempunyai kadar
tinggi di elevasi yang dekat dengan permukaan atau elevasi 600 ke atas (Syafrizal
2009). Demikian juga di lokasi vein Kubang Kicau berdasarkan penelitian Rosana
et al. (2008), diketahui bahwa pada level 650 ke atas kadar Au (emas) di atas 16
ppm, sedangkan semakin ke bawah semakin rendah (4-8 ppm). Hal ini
menyebabkan banyaknya kegiatan Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI)
dipermukaan. Lokasi tersebut berada dalam Kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS).
Di Gunung Pongkor terdapat kegiatan penambangan emas legal yaitu PT
Antam Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (Antam Pongkor), serta juga
terdapat penambangan emas illegal yang dilakukan oleh Penambang Emas Tanpa
Ijin (PETI). Antam Pongkor adalah perusahaan BUMN yang melakukan aktivitas
penambangan sejak tahun 1994, dengan Ijin usaha Pertambangan (IUP) di KW
98PPO138 seluas 6047 ha, terdiri dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak (TNGHS) seluas 4723 ha, enclave seluas 77 ha, dan tanah masyarakat
seluas 1247 ha. Antam Pongkor dalam kegiatan penambangannya menggunakan
sistem tambang bawah tanah (underground) dengan metode cut and fill, yaitu
mengambil bijih emas dari perut bumi kemudian mengisi kembali rongga yang
kosong akibat proses penambangan tadi dengan material campuran semen dan
tailing yang telah didetoksifikasi. Sesuai dengan dokumen AMDAL (1991), untuk
mempertahankan topografi di atasnya maka diwajibkan untuk menyisakan sekitar
25 meter dari permukaan sebagai pilar. Hal ini juga untuk melindungi vegetasi
diatas permukaannya dimana merupakan kawasan TNGHS. Lahan terbuka di
permukaan akibat aktivitas penambangan hanya untuk terowongan (lubang
2
masuk) sekitar 0.1 ha dan untuk ventilasi sekitar 0.04 ha. PETI adalah aktivitas
penambangan emas yang dilakukan secara illegal oleh masyarakat dengan sistem
tambang terbuka konvesional. Aktivitas PETI di Gunung Pongkor sudah mulai
ada sejak tahun 1995 dan semakin ramai pada tahun 1998 hingga sekarang. PETI
melakukan penambangannya dengan menggali lubang dan meninggalkan lubanglubang tambang begitu saja. Untuk membuat lubang mereka menebang pohon dan
kayunya digunakan untuk penyangga di dalam lubang, sehingga vegetasi rusak
bahkan hilang dan menyebabkan erosi. Sobowo (2011), menyatakan bahwa
penambangan sistem terbuka konvensional banyak mengubah bentang lahan dan
keseimbangan ekosistem permukaan tanah, menurunkan poduktivitas tanah dan
mutu lingkungan. Hidayati (2000) melaporkan bahwa tanah lapisan atas hasil
reklamasi penambangan emas rakyat secara terbuka di Jampang, Sukabumi,
terjadi penurunan status hara tanah, populasi mikroba dan serangga penyubur
tanah, serta mengubah iklim mikro menjadi kurang baik untuk organisme hidup.
Ahyani (2011) melaporkan bahwa tingkat kerusakan tanah di wilayah
pertambangan emas rakyat di lokasi Bombana Sulawesi Tenggara mengalami
tingkat kerusakan berat dan menimbulkan dampak fisik lingkungan seperti
degradasi tanah.
Dalam penyimpanan unsur hara, vegetasi di daerah tropis lebih penting
dibandingkan tanahnya yang hanya menyimpan 5-20 % unsur hara yang ada,
sedangkan di daerah beriklim sedangkan tanah merupakan tempat persediaan hara.
Hal ini disebabkan tanah tropis sangat peka dan cepat berubah akibat adanya
hujan, matahari dan angin yang dapat mengikis humus sebagai pembentuk tanah
tersebut, sehingga kondisi fisiknya menurun. Kebanyakan tanah di daerah tropis
dapat berfungsi sebagai penyimpan unsur hara jika tanah tertutup terus menerus
oleh tumbuhan (Neugabeur 1987). Struktur suatu vegetasi terdiri dari individuindividu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan
terdiri dari sekelompok tumbuh-tumbuhan yang masing-masing individu
mempertahankan sifatnya. Tanah merupakan suatu bagian ekosistem terrestrial
yang di dalamnya dihuni oleh banyak mikroorganisme, yang salah satunya adalah
makrofauna tanah. Makrofauna tanah berperan penting dalam perbaikan sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah melalui imobilisasi dan humifikasi (Sugiyarto 2000).
Hasil studi AMDAL Pongkor (1991), diketahui bahwa pohon-pohon yang
mendominasi di hutan lindung di Pongkor adalah jenis rasamala (Altingia excelsa),
puspa (Schima wallichii), pasang (Lithocarpus sp), kihiur (Nyssa javanica), serta
saninten (Castanopsis argentea). Selain itu terdapat pula anakan pohon yang
cukup banyak, baik dalam jumlah maupun jenisnya, dan semakin atas elevasinya,
keadaan anakan pohon cenderung semakin meningkat kerapatannya. Keadaan
tumbuhan bawah juga masih banyak variasi jenis dan jumlahnya. Ditemukan juga
tumbuhan jenis liana dan epifit yang hidup menempel di atas pohon. Di lokasi
TNGHS juga terdapat berbagai jenis tumbuhan obat. Menurut Wardah (2009),
disekitar kawasan TNGHS Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, terdapat 71
jenis tumbuhan yang dimanfaatkan untuk ramuan jamu kesehatan pasca bersalin,
dimana 60.56% berasal dari habitat aslinya.
Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat
bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan
peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Hutan
berperan penting dalam menjaga kestabilan iklim global karena kemampuannya
3
menyerap CO2 melalui proses fotosistesis. Menurut Suhendang (2002), sumber
daya hutan Indonesia memiliki potensi tinggi dalam keanekaragaman hayati dan
potensi penyerapan karbon. Diperkirakan hutan di Indonesia yang luasnya 120.4
juta hektar mampu menyerap dan menyimpan karbon sebesar 15.05 milyar ton
karbon. Lasco (2002) menyatakan bahwa cadangan karbon di hutan tropis Asia
berkisar antara 40 – 250 ton C/ha untuk vegetasi dan 50 – 120 ton C/ha untuk
tanah, sedangkan Rahayu et al. (2005) menyatakan bahwa hutan di Indonesia
mempunyai potensi cadangan karbon berkisar antara 61 – 300 ton C/ha.
Menurut Pratidina dan Purnamasari (2012), dari data empiris penutupan
lahan dari tahun 1989 hingga tahun 2008 menunjukkan bahwa kawasan TNGHS
seluas 113357 ha telah mengalami penurunan kualitas dan degradasi seluas 22000
ha atau 19.4 %, yang disebabkan oleh kegiatan illegal loging, penambangan emas
liar, dan perambahan hutan. Informasi terkait struktur vegetasi, karakteristik tanah
termasuk makrofauna tanah, serta cadangan karbon di permukaan lahan akibat
kegiatan tambang underground dan tambang terbuka akibat aktivitas Penambang
Emas Tanpa Ijin (PETI) di lokasi Gunung Pongkor masih sangat terbatas.
Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang perubahan vegetasi, sifat kimia,
sifat fisik dan makrofauna tanah, serta cadangan karbon akibat kegiatan
penambangan dengan sistem tambang underground dan aktivitas PETI di Gunung
Pongkor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung best mining practice
pengelolaan perusahaan pertambangan emas yang berwawasan lingkungan dan
menjadi rekomendasi khususnya bagi PT. Antam Pongkor dan TNGHS dalam
kegiatan revegetasi lahan.
Perumusan Masalah
Kegiatan pertambangan emas merupakan salah satu sektor yang
menyumbangkan devisa terhadap negara yang besar. Kegiatan ini apabila tidak
dibarengi dengan pengelolaan lingkungan yang cukup baik dan berdasarkan best
practice mining activity, maka akan menimbulkan dampak lingkungan yang cukup
besar. Permasalahan yang sering terjadi adalah adanya PETI di lokasi dimana
terdapat cadangan emas yang biasanya dimiliki oleh perusahaan yang berijin,
contohnya di lokasi Gunung Pongkor, yang merupakan Kawasan TNGHS. Di
lokasi tersebut terdapat kegiatan penambangan emas yang dilakukan oleh
perusahaan yang berijin yaitu Antam Pongkor dan yang illegal yaitu PETI.
Keduanya beraktivitas di lokasi yang sama, hanya perbedaanya Antam melakukan
sistem tambang underground, sedangkan PETI menambang di permukaan dengan
sistem penambangan terbuka konvensional dan tidak memperdulikan aspek
lingkungan.
Kedua kegiatan pertambangan tersebut akan berpengaruh terhadap
vegetasi di atas permukaan tanah, yang kemudian akan juga mempengaruhi
karakteristik tanah dan cadangan karbon. Penelitian terkait perubahan vegetasi di
permukaan akibat kegiatan tambang underground dan tambang terbuka akibat
aktivitas PETI di lokasi Gunung Pongkor masih sangat terbatas. Oleh karena itu,
penelitian ini menganalisis perbedaan struktur dan komposisi vegetasi pada lahan
tidak terganggu, lahan penambangan dengan sistem tambang underground dan
aktivitas PETI di lokasi Gunung Pongkor; perbedaan sifat fisika, sifat kimia, dan
4
biologi tanah pada lahan tidak terganggu, lahan terganggu penambangan dengan
sistem tambang underground dan aktivitas PETI di lokasi Gunung Pongkor;
menduga cadangan karbon di atas permukaan tanah pada lahan tidak terganggu,
lahan penambangan dengan sistem tambang underground dan aktivitas PETI di
lokasi Gunung Pongkor; kemudian mengidentifikasi jenis-jenis yang adaptif pada
lahan akibat aktivitas PETI dan mengindentifikasi jenis-jenis yang penting secara
sosial ekonomi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai
berikut:
1 Bagaimana perbedaan komposisi vegetasi pada kegiatan penambangan
dengan sistem tambang underground dan PETI dibandingkan dengan lahan
tidak terganggu di lokasi Gunung Pongkor ?
2 Sejauh mana pengaruh penambangan dengan sistem tambang underground
dan PETI di lokasi Gunung Pongkor terhadap sifat fisika, kimia, dan biologi
tanah ?
3 Berapa cadangan karbon pada biomassa pohon di lahan tidak terganggu,
lahan penambangan dengan sistem tambang underground dan PETI di lokasi
Gunung Pongkor ?
4 Apakah ada jenis-jenis vegetasi yang adaptif pada lahan pasca tambang
PETI ?
5 Apakah di lokasi tersebut terdapat jenis-jenis vegetasi yang penting secara
sosial ekonomi ?
Kerangka Pemikiran
Penambangan emas dapat dilakukan dengan sistem tambang underground
dan tambang terbuka. Permasalahan lain yang sering terjadi adalah adanya PETI
di lokasi dimana terdapat cadangan emas yang biasanya dimiliki oleh perusahaan
yang berijin, contohnya di lokasi Gunung Pongkor, yang merupakan Kawasan
TNGHS. Di lokasi ini terdapat kegiatan penambangan yang dilakukan oleh
perusahaan BUMN yaitu PT Antam UBPE Pongkor, dan juga terdapat aktivitas
penambangan illegal yang dilakukan oleh PETI. Dalam aktivitas penambangannya
PT Antam melakukan sistem penambangan underground sedangkan PETI
menggunakan sistem tambang terbuka konvensional.
Pengukuran vegetasi dan pengambilan contoh tanah di lapangan dilakukan
pada lahan terdapat kegiatan tambang underground, lahan PETI dan juga lahan
sekitarnya yang tidak terganggu oleh aktivitas tambang untuk mengetahui
karakteristik vegetasi, tanah dan cadangan karbon di lokasi tersebut. Melalui
survey kepada masyarakat akan diketahui potensi jenis tumbuhan di lokasi
penelitian yang memiliki fungsi sosial ekonomi. Dari data vegetasi tersebut akan
diketahui jenis mana yang adaptif pada lahan bekas tambang PETI. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk revegetasi lahan bekas
tambang.
Kerangka pemikiran perubahan vegetasi, tanah, dan cadangan karbon
pada lahan akibat kegiatan penambangan underground dan PETI dapat dilihat
pada Gambar 1.
5
Kegiatan penambangan emas di
Gunung Pongkor
Tambang bawah tanah
(underground)
Antam Pongkor
Lahan tidak
terganggu
Perubahan
cadangan
Karbon
Tambang terbuka
(Open pit)
PETI
Lahan bekas tambang
Perubahan sifat
fisika, kimia dan
biologi tanah
Perubahan struktur
dan komposisi
vegetasi
Pemanfaatan
vegetasi oleh
masyarakat
Rekomendasi untuk revegetasi lahan bekas tambang
Gambar 1. Kerangka pemikiran perubahan vegetasi, tanah, dan cadangan karbon
pada lahan akibat kegiatan penambangan underground dan PETI di
Gunung Pongkor.
Tujuan Penelitian
1
2
3
4
5
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menganalisis perbedaan struktur dan komposisi vegetasi pada lahan tidak
tergangggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Menganalisis perbedaan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Menduga cadangan karbon pada lahan tidak terganggu, lahan tambang
underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Mengidentifikasi jenis-jenis vegetasi yang adaptif pada lahan bekas tambang
PETI di Gunung Pongkor.
Mengindentifikasi jenis-jenis vegetasi yang penting secara sosial ekonomi di
lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan struktur dan komposisi vegetasi pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
6
2. Terdapat perbedaan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah pada lahan tidak
terganggu, lahan tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
3. Cadangan karbon di lahan tidak terganggu lebih tinggi dibandingkan lahan
tambang underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
4. Terdapat jenis-jenis vegetasi yang adaptif pada lahan pasca tambang PETI di
Gunung Pongkor.
5. Terdapat jenis-jenis vegetasi yang penting secara ekonomi di lahan tambang
underground dan PETI di lokasi Gunung Pongkor.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai
dampak dari pertambangan dengan sistem tambang underground dan aktivitas
PETI terhadap perubahan struktur dan komposisi vegetasi, karateristik tanah baik
sifat fisika, kimia dan biologi tanah, juga cadangan karbon, khususnya di lokasi
Gunung Pongkor. Dari analisis vegetasi ini akan diketahui jenis-jenis vegetasi
yang adaptif serta memiliki fungsi sosial dan ekonomi sehingga dapat digunakan
sebagai panduan oleh PT Antam dalam merevegetasi lahan tergangggu akibat
pembangunan prasarana yang lokasinya berada dalam kawasan hutan, serta oleh
TNGHS untuk revegetasi lahan bekas PETI atau lahan terganggu lainnya di
kawasan TNGHS.
Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi penelitian akan dibatasi di lokasi Blok Kubang Kicau yang
keterwakilan untuk dilakukan pengukuran analisis vegetasi, karakteristik tanah
dan dugaan cadangan karbon pada lahan yang terdapat kegiatan tambang
underground, lahan PETI, serta lahan tidak terganggu. Pendugaan cadangan
karbon difokuskan pada karbon di atas permukaan tanah pada tingkat tiang dan
pohon, dengan menggunakan metode non detructive untuk pengukuran biomassa
pohon, yaitu dengan mengukur tinggi dan diameter pohon (SNI 7742 2011).
Untuk biologi tanah, difokuskan pada keberadaan makrofauna tanah di dalam
tanah, yang merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting
dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, melalui proses imobilisasi
dan humifikasi (Lavelle et al. 1994). Metode yang digunakan dalam pengambilan
makrofauna tanah adalah hand sorting atau pengambilan langsung dengan
menggunakan tangan (Suin 1997).
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penambangan Emas PT Antam UBPE Pongkor dan Lahan Bekas
Penambangannya
PT Antam (Persoro) Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (Antam
Pongkor) adalah salah satu perusahaan milik negara (BUMN) yang bergerak di
dalam bidang pertambangan emas. Antam Pongkor beroperasi dengan Ijin Usaha
(IUP) dengan Ijin usaha Pertambangan (IUP) di di KW 98PPO138 seluas 6047 ha,
7
terdiri dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) seluas
4723 ha, enclave seluas 77 ha, dan tanah masyarakat seluas 1247 ha. Antam
Pongkor memulai aktivitas penambangannya di Gunung Pongkor Blok Kubang
Kicau sejak tahun 1994. Berdasarkan hasil penelitian kegiatan eksplorasi
perhitungan cadangan, letak dan posisi endapan bijih emas, keadaan batuan
samping dan kondisi lingkungannya, maka cara/teknik yang paling cocok dan
menguntungkan untuk penambangan emas di Gunung pongkor adalah metoda
tambang terbuka. Namun mengingat lingkungan di sekitarnya adalah hutan
lindung maka dipilih alternatif penambangan bawah tanah (underground mining)
dengan metode cut and fill (PT Antam (Persero) 1991).
Metode cut and fill yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi kemudian
mengisi kembali rongga yang kosong akibat proses penambangan tadi dengan
material campuran semen dan tailing yang telah didetoksifikasi. Siklus
penambangannya adalah pemboran (drilling), peledakan (blasting), pembersihan
asap (smoke clearing), penjatuhan batu gantung (barring down), penyanggaan
(steel support), pemuatan (loading), pengangkutan (transportation), pengisian
ulang (backfilling). Pengelolaan limbah cair dari proses penambangan, dilakukan
dengan cara mengalirkan air limbah ke unit Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) tambang yang terdiri dari unit settling pond dan decant pond untuk
pengolahan secara fisika dan tangki untuk proses pengolahan limbah secara
kimiawi. Air limbah yang telah diproses 90% digunakan kembali untuk kebutuhan
fresh water untuk proses pengolahan di pabrik, air pemboran di dalam tambang
dan diolah di WTP (Water Treatment Plant) sebagai sumber air bersih di area
pabrik dan sekitarnya.
Untuk mempertahankan topografi di atasnya maka diwajibkan untuk
menyisakan sekitar 25 meter dari permukaan sebagai pilar. Hal ini juga untuk
melindungi vegetasi di atas permukaannya yang merupakan kawasan TNGHS.
Lahan terbuka di permukaan hanya akibat aktivitas pembuatan terowongan
sekitar 0.1 ha dan untuk ventilasi sekitar 0.04 ha (PT Antam UBPE Pongkor)
(Gambar 2). Menurut Sobowo (2011), sistem penambangan dalam (underground
mining) dilakukan dengan sistem pengeboran ataupun membuat terowongan
bawah tanah, sehingga tidak banyak mengganggu kondisi permukaan lahan.
Gambar 2. Portal Tambang Kubang Kicau PT. Antam Pongkor.
8
Aktivitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) dan Lahan Bekas
Penambangannya
Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di gunung Pongkor sudah
ada sejak Antam beroperasi, namun mulai ramai sejak tahun 1996 mengakibatkan
kerusakan lahan yang cukup parah (Gambar 3). Urat-urat di lokasi tambang emas
Pongkor mempunyai kadar tinggi di elevasi yang dekat dengan permukaan
(Syafrizal 2009), menyebabkan banyaknya aktivitas Penambang Emas Tanpa Ijin
(PETI) dipermukaan. Para PETI ini melakukan aktivitas penambangannya dengan
sistem tambang terbuka konvensional di lokasi dimana di bawahnya terdapat
kegiatan tambang underground yang dilakukan oleh PT Antam. Pelaku PETI
menebang pohon untuk membuka lahan penambangan dan sarana lainnya
kemudian sebagian kayunya digunakan untuk penyangga di dalam lubang,
sehingga vegetasi rusak bahkan hilang dan menyebaban terjadinya erosi. Antam
Pongkor bekerja sama dengan Taman Nasional sudah pernah melakukan restorasi
di kawasan blok Kubang Kicau pada tahun 1999, dan pada tahun 2002
membentuk Tim Rehabilititasi Lahan Kritis (Balai TNGHS, Perum Perhutani,
Badan Litbang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bogor)
untuk merestorasi kembali kawasan tersebut, serta pada tahun 2007 dilakukan
restorasi khusus di lokasi Longsoran bekerja sama dengan TNGHS, namun
kegiatan PETI masih terus berlangsung di kawasan tersebut sampai saat ini.
Menurut Subowo (2002), penambangan dengan sistem tambang terbuka
dengan cara pengupasan tanah penutup bahan tambang. Tanah penutup
dikeluarkan dari areal tambang dan bahan tambang digali dan diangkut keluar.
Setelah seluruh bahan tambang dikeluarkan maka terjadi sisa lubang-lubang galian
berupa kolong-kolong. Pada perusahaan yang memiliki izin kuasa penambangan
(KP), kolong-kolong lubang galian ini ditimbun kembali dengan tanah dari tanah
penutup sebelumnya kemudian ditanami. Namun tidak dengan PETI, mereka
meninggalkan lubang-lubang tambang begitu saja. Soebowo (2011), menyatakan
bahwa penambangan sistem terbuka konvensional banyak mengubah bentang
lahan dan keseimbangan ekosistem permukaan tanah, menurunkan poduktivitas
tanah dan mutu lingkungan. Hidayati (2000) melaporkan bahwa tanah lapisan atas
hasil reklamasi penambangan emas rakyat secara terbuka di Jampang Sukabumi
terjadinya penurunan status hara tanah, populasi mikroba dan serangga penyubur
tanah, serta mengubah iklim mikro menjadi kurang baik untuk organisme hidup.
Tingkat kerusakan tanah di wilayah pertambangan emas rakyat di lokasi Bombana
Sulawesi Tenggara mengalami tingkat kerusakan berat dan menimbulkan dampak
fisik lingkungan seperti degradasi tanah (Ahyani 2011).
Gambar 3. Lahan PETI di lokasi Kubang Kicau Gunung Pongkor tahun 1998.
9
Vegetasi Di Lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Hasil studi AMDAL Pongkor (1991), pohon-pohon yang mendominasi di
hutan lindung di Pongkor (Blok Kubang Kicau) adalah jenis rasamala (Altingia
excelsa), puspa (Schima wallichii), pasang (Lithocarpus sp), kihiur (Nyssa
javanica), serta saninten (Castanopsis argentea). Selain itu terdapat pula anakan
pohon yang cukup banyak, seperti rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima
walichii), pasang (Lithocarpus sp), kihiur (Nyssa javanica), kiara (Ficus sp),
salam (Eugen fastigiata), beunying (Ficus fistulosa). Makin atas terletaknya,
keadaan anakan pohon cenderung semakin meningkat kerapatannya. Keadaan
tumbuhan bawah juga masih banyak variasi jenis dan jumlahnya. Jenis-jenis yang
dominan adalah kirinyuh (Eupatorium inulifolium), pakis (Cycas sp), teklan
(Eupatorium riparium), tepus (Amomum pseudofotens Val), cangcarat (Nauclea
sp), lame (Alstonia scholarsis). Ditemukan juga jenis paku-pakuan dan rumputrumputan. Banyak jenis liana dan epifit yang tumbuh di hutan lindung Gunung
Pongkor. Epifit tumbuh diatas pohon pada umumnya terdiri dari bermacammacam angrek seperti anggrek bulan, anggrek japati, kadaka katongkeng, serta
benalu dan lumut-lumutan. Jenis liana yang ditemukan adalah jenis sesereuhan
(Piper aduncum), tatalian (Gnetum neglectum), bungbrun (Polygoo chinese), dan
hoe (Calamus sp).
Di lokasi TNGHS juga terdapat berbagai jenis tumbuhan obat. Diperkirakan
lebih dari 1000 jenis tumbuhan terdapat di kawasan diantaranya adalah tumbuhan
obat (TNGHS 2010). Harada (2002), mendokumentasikan sekitar 117 tumbuhan
obat yang telah digunakan oleh penduduk sekitar dalam buku yang berjudul
“Tumbuhan Obat Taman Nasional Gunung Halimun Salak”. Di sekitar kawasan
TNGHS Kecamatan Cibeber, kabupaten Lebak, diketahui terdapat 71 jenis
tumbuhan yang dimanfaatkan untuk ramuan jamu kesehatan pasca bersalin,
dimana 60.56 % berasal dari hutan (Wardah 2009).
Struktur dan Komposisi Vegetasi
Dalam penyimpanan unsur hara, vegetasi di daerah tropis lebih penting
dibandingkan tanahnya yang hanya menyimpan 5-20 % unsur hara yang ada,
sedang di daerah beriklim sedang tanah merupakan tempat persediaan hara. Hal
ini disebabkan karena tanah tropis sangat peka dan cepat berubah akibat adanya
hujan, matahari dan angin yang dapat mengikis humus sebagai pembentuk tanah
tersebut, sihingga kondisi fisiknya menurun. Kebanyakan tanah di daerah tropis
dapat berfungsi sebagai penyimpan unsur hara jika tanah tertutup terus menerus
oleh tumbuhan (Neugabeur 1987).
Mulyana et al. (2005) mengemukakan bahwa struktur suatu vegetasi
merupakan organisasi dalam ruang, tegakan, tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan
dengan unsur utamanya adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tumbuhan. Menurut Kershaw (1973), struktur vegetasi terdiri dari tiga komponen,
yaitu (1) struktur vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang
melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi; (2)
sebaran horisontal spesies-spesies penyusun yang menggambarkan letak dari suatu
10
individu terhadap individu lain; (3) kelimpahan (abudance) setiap spesies dalam
komunitas.
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan
Indrawan 2005). Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan
dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuan yang meliputi tegakan
hutan yaitu tegakan tingkat pohon dan permudaannya (tingkat tiang, pancang, dan
semai) dan mempelajari tegakan tumbuhan bawah yaitu jenis vegetasi dasar yang
terdapat di bawah tegakan hutan selain permudaan pohon, padang rumput/ilalang
dan belukar. Analisis vegetasi membutuhkan data–data spesies, diameter dan
tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan
tersebut. Analisis vegetasi dapat memberikan informasi kuantitatif tentang struktur
dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Indriyanto (2006), mengatakan bahwa berdasarkan analisis vegetasi tersebut
dapat ditentukan beberapa besaran yang dapat memberikan gambaran tentang
keseluruhan kondisi kawasan pengamatan, yaitu :
1. Kerapatan (K) dan kerapatan relatif (KR)
Kerapatan adalah perbandingan jumlah individu suatu jenis terhadap
luas petak contoh yang digunakan. Berdasarkan kerapatan suatu individu
dapat ditentukan pula kerapatan relatif masing-masing jenis individu, yaitu
kerapatan individu suatu jenis dibanding dengan kerapatan seluruh jenis
yang ditemukan.
2. Frekuensi (F) dan frekuensi relatif (FR)
Frekuensi adalah jumlah petak yang berisi suatu spesies
dibandingkan dengan jumlah seluruh petak contoh. Berdasarkan frekuensi
suatu individu dapat ditentukan pula frekuensi relatif masing-masing jenis
individu suatu jenis dibanding dengan frekuensi seluruh jenis.
3. Luas penutupan atau dominansi (D) dan dominansi relatif (DR)
Luas penutupan atau dominansi (coverage) adalah proporsi antara
luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan
tajuk atau luas bidang dasar (basal area), sedangkan luas penutupan atau
dominansi relatif merupakan perbandingan antara dominansi jenis yang
lain.
Indeks nilai penting (INP) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai
untuk menyatakan tingkat dominansi atau penguasaan spesies-spesies dalam suatu
komunitas tumbuhan. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), jumlah nilai
maksimal INP pada tingkat pohon dewasa adalah 300% yaitu jumlah parameter
KR, FR, dan DR, sedangkan jumlah nilai maksimal INP pada tingkat permudaan
adalah 200% yaitu jumlah parameter KR dan FR. Indeks-indeks lainnya yang
dapat menggambarkan kondisi suatu kawasan, diantaranya adalah Indeks
Keanekaragaman (Index of Difersity) yang biasa ditentukan dengan Indeks
Shannon dan/atau indeks Margalef (Indriyanto 2006). Menurut Maguran (1988),
indeks keanekaragaman Shannon biasanya pada rentang 1.5-3.5. Semakin kecil
nilai H’ maka semakin rendah pula nilai keanekaragaman spesiesnya dan tingkat
kompleksitasnya.
Indeks kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu luasan areal
tertentu (Dendang 2009). Besaran R1 jika kurang dari 3.5 menunjukkan kekayaan
11
jenis yang rendah, 3.5-5.00 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong sedang,
dan diatas 5.00 menunjukkan kekayaan jenis yang tinggi. Nilai Indeks
Kemer