Efek Kitosan Dan Nanokitosan Dari Karapas Udang Dalam Mereduksi Kadar Trigliserida Tikus Sprague-Dawley

EFEK KITOSAN DAN NANOKITOSAN DARI KARAPAS
UDANG DALAM MEREDUKSI KADAR TRIGLISERIDA
TIKUS Sprague-dawley

MIA RISKY SEPTIWI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ” Efek Kitosan
dan Nanokitosan dari Karapas Udang dalam Mereduksi Kadar Trigliserida Tikus
Sprague-dawley ” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada IPB
(Institut Pertanian Bogor).
Bogor, September 2015

Mia Risky Septiwi
NIM C34110002

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
MIA RISKY SEPTIWI. Efek Kitosan dan Nanokitosan dari Karapas Udang
dalam Mereduksi Kadar Trigliserida Tikus Sprague-dawley. Dibimbing oleh
ELLA SALAMAH dan PIPIH SUPTIJAH.
Kitosan merupakan suatu produk hasil deasetilasi kitin yang dapat
digunakan untuk mereduksi kadar trigliserida. Kitosan nanopartikel memiliki
ukuran yang lebih kecil, sehingga lebih efektif dalam mereduksi kadar trigliserida.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik kitosan dan
mempelajari pengaruh kitosan, nanokitosan dan dosisnya dalam mereduksi kadar
trigliserida tikus yang diberi diet pakan tinggi lemak. Hewan percobaan yang

digunakan adalah tikus Sprague-dawley. Hewan percobaan dikelompokkan dalam
enam perlakuan, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan yang diberikan
kitosan dan nanokitosan dengan dosis berturut-turut 225 mg/kg bb dan dosis
450 mg/kg bb. Pengukuran kadar trigliserida dilakukan dengan menggunakan
metode kolorimetri enzimatik-gliserol-3-fosfat oksidase. Pengukuran kadar
trigliserida dilakukan setelah masa adaptasi, setelah pemberian pakan tinggi lemak
dan setelah masa perlakuan. Penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap satu
minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar trigliserida dan berat badan
tikus mengalami peningkatan setelah pemberian pakan tinggi lemak selama dua
minggu. Pemberian kitosan dan nanokitosan selama dua minggu dapat
menurunkan kadar trigliserida tikus. Perlakuan pemberian nanokitosan dengan
dosis 450 mg/kg bb (NK2) mampu menurunkan kadar trigliserida tikus dengan
persen penurunan paling tinggi daripada perlakuan K1, K2 dan NK1, yaitu
sebesar 23,42 % dari 111,00 ± 13,29 menjadi 85,00 ± 32,93 mg/dL.
Kata kunci: Kitosan, dosis, nanokitosan, Sprague-dawley, trigliserida
ABSTRACT
MIA RISKY SEPTIWI. The Efect of Chitosan and Nanochitosan from Shrimp
Shells in Reducing Triglyceride Levels of Rats Sprague-dawley. Supervised by
ELLA SALAMAH and PIPIH SUPTIJAH.
Chitosan is a product of deacetylation of chitin which can be used to

reduce triglyceride. Chitosan nanoparticles have smaller size, so that more
effectively reduce the level of triglyceride. The objective of this research were to
determine characteristic of chitosan and evaluate effect of chitosan, nanochitosan
and the doses in reducing triglyceride levels of rats which were given a high-fat
diet. The animal experiment was used rats Sprague-dawley. The experiments were
grouped into six treatments, i.e. negative control, positive control, treatment
accorded of chitosan and nanochitosan with dose of 225 mg/kg bw and 450 mg/kg
bw. Measurement of triglyceride levels was used colorimetric enzymatic methodglycerol-3-phosphate oxidase. Measurement of triglyceride levels after a periode
of adaptation, after a high-fat diet and after the treatment period. Weighing the
rats performed every one week. The result of this research showed that
triglyceride levels and body weight of rats increased after high-fat feeding for two

weeks. Application of chitosan and nanochitosan for two weeks
triglyceride levels. Nanochitosan treatment with dose of 450 mg/kg bw
to lower triglyceride levels of rats with the highest percent decrease
treatment of K1, K2 and NK1, amounting 23.42 % from 111.00 ±
85.00 ± 32.93 mg/dL.
Keywords: Chitosan, dose, nanochitosan, Sprague-dawley, triglyceride

reduced

was able
than the
13.29 to

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

EFEK KITOSAN DAN NANOKITOSAN DARI KARAPAS
UDANG DALAM MEREDUKSI KADAR TRIGLISERIDA
TIKUS Sprague-dawley

MIA RISKY SEPTIWI


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul
“Efek Kitosan dan Nanokitosan dari Karapas Udang dalam Mereduksi Kadar
Trigliserida Tikus Sprague-dawley”, dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, yaitu:

1 Ibu Dra Ella Salamah MSi dan Ibu Dr Dra Pipih Suptijah MBA selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran kepada penulis
selama penyusunan tugas akhir ini.
2 Ibu Safrina Dyah Hardiningtyas SPi MSi selaku dosen penguji, atas
bimbingan, arahan dan saran yang diberikan.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan yang telah memberikan nasihat, kritik dan saran dalam penulisan
tugas akhir.
4 Ibu Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan arahan, dorongan dan
semangat dalam menyelesaikan pembuatan tugas akhir ini.
5 Dosen dan Staff Tata Usaha Departemen Teknologi Hasil Perairaan atas
semua bantuan kepada penulis.
6 Mama, papa, kakak, adik serta semua keluarga yang telah memberikan
arahan, semangat dan doa.
7 Laboran di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium
Preservasi dan Diversifikasi, Laboratorium PAU IPB, Laboratorium Pusat
Studi Biofarmaka, LPPM, IPB, Laboratorium Analisis Bahan, Departemen
Fisika IPB, Laboratorium klinik YASA, Bogor dan Unit Pengelola Hewan

Laboratorium (UPHL), Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
8 Bayu Aditya, Siska Amalia, Tisyah, Maharani, Fitria dan Aisyah yang
selalu memberikan motivasi, semangat dan doa.
9 Teman-teman seperjuangan, yaitu Arini, Wekson, Arman dan Iman yang
selalu memberikan bantuan, semangat dan doa.
10 Teman-teman THP 48 yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, sehingga
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tulisan ini.
Akhir kata semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2015

Mia Risky Septiwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .....................................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
PENDAHULUAN .....................................................................................

Latar Belakang ...............................................................................
Rumusan Masalah ..........................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
Manfaat Penelitian .........................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
METODE PENELITIAN ...........................................................................
Waktu dan Tempat ........................................................................
Alat dan Bahan .............................................................................
Prosedur Penelitian .......................................................................
Pembuatan nanokitosan ......................................................
Pengujian secara in vivo terhadap hewan percobaan ............
Prosedur Analisis ..........................................................................
Analisis kadar air ................................................................
Analisis kadar abu ..............................................................
Analisis kadar protein .........................................................
Analisis kadar lemak...........................................................
Analisis gugus fungsi kitosan..............................................
Perhitungan derajat deasetilasi kitosan ................................
Analisis ukuran partikel nanokitosan...................................
Analisis kadar trigliserida darah tikus .................................

Rancangan Percobaan ....................................................................
Analisis Data ..................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
Karakteristik Kitosan......................................................................
Ukuran Partikel Nanokitosan ..........................................................
Kandungan Gizi Pakan Tikus .........................................................
Konsumsi Pakan Tikus ...................................................................
Berat Badan Tikus ..........................................................................
Kadar Trigliserida Serum Darah .....................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Kesimpulan ....................................................................................
Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................

xvi
xvi
xvi
1

1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
6
7
7
7
8
8
9
9
9

9
10
10
10
14
15
15
17
18
20
20
21
21
27
35

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Komposisi pakan standar dan pakan tinggi lemak yang diformulasikan
Jumlah pakan, kitosan dan nanokitosan selama masa perlakuan ..........
Karakteristik kitosan ...........................................................................
Kandungan gizi pakan tikus standar dan pakan tinggi lemak ...............
Kadar trigliserida serum darah tikus ....................................................
Data hasil analisis kandungan gizi pakan tikus standar ........................
Data hasil analisis kandungan gizi pakan tikus tinggi lemak ................
Data hasil analisis kandungan gizi kitosan ..........................................
Standar mutu kitosan ..........................................................................
Rata-rata konsumsi pakan tikus per minggu ........................................
Rata-rata berat badan tikus per minggu ...............................................

5
6
11
15
19
27
27
27
27
28
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Diagram alir pembuatan nanokitosan ..................................................
Diagram alir uji in vivo .......................................................................
Struktur kitosan ..................................................................................
Spektra IR kitosan ..............................................................................
Rata-rata konsumsi pakan tikus per minggu ........................................
Rata-rata berat badan tikus per minggu ...............................................
Hasil analisis ukuran partikel nanokitosan ke-1 ...................................
Hasil analisis ukuran partikel nanokitosan ke-2 ...................................
Hasil analisis ukuran partikel nanokitosan ke-3 ...................................
Analisis proksimat pakan ....................................................................
Analisis proksimat kitosan ..................................................................
Pembuatan nanokitosan dan pengujian ukuran partikel nanokitosan ....
Kondisi masa perlakuan tikus .............................................................
Analisis kadar trigliserida ...................................................................

4
5
10
12
16
17
30
30
31
31
32
32
33
33

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Kandungan gizi pakan tikus standar, pakan tinggi lemak dan kitosan ..
Standar mutu kitosan (SNI 7949 : 2013) .............................................
Data konsumsi pakan tikus dan berat badan tikus per minggu .............
Contoh perhitungan dosis....................................................................
Perhitungan derajat deasetilasi ............................................................
Ukuran partikel nanokitosan ...............................................................
Dokumentasi penelitian ......................................................................
Surat keterangan kesehatan hewan percobaan .....................................

27
27
28
28
29
30
31
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang bernilai
ekonomis tinggi. Produksi udang di Indonesia terus mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Produksi udang mengalami peningkatan hingga 32,87%, dari
400.385 ton pada tahun 2011 menjadi 457.600 ton pada tahun 2012 (KKP 2013).
Sebanyak 80-90% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala
dan kulit, sehingga limbah yang dihasilkan mencapai 50-60% dari bobot udang
utuh (Sugita et al. 2009).
Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan
udang berasal dari kepala, kulit dan ekor. Kulit udang mengandung sebesar
15-20% kitin. Hingga saat ini, limbah karapas udang di Indonesia hanya
dimanfaatkan untuk pakan ternak, hidrolisat protein, bahan baku terasi, petis, dan
kerupuk udang (Sugita et al. 2009). Seiring perkembangan ilmu pengetahuan,
limbah karapas udang dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomis
tinggi, yaitu kitosan.
Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksiβ-(1,4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat
diperoleh dari proses deasetilasi kitin (Sugita et al. 2009). Kitosan merupakan
bahan alam yang bersifat biocompatible dan biodegradable sehingga banyak
diaplikasikan dalam bidang pertanian dan lingkungan, biomedis serta pangan
(Toharizman 2007). Salah satu kegunaan kitosan di bidang kesehatan adalah
sebagai pereduksi kadar trigliserida.
Hipertrigliseridemia merupakan suatu kondisi tingginya kadar trigliserida
dalam darah. Konsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi dapat
menyebabkan peningkatan kadar trigliserida. Konsumsi alkohol berlebih, diet
tinggi karbohidrat (>60% energi), beberapa penyakit (diabetes, gagal ginjal,
nefrosis), dan obat-obatan (steroid) merupakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan kadar trigliserida (NCEP 2002). Obesitas juga dapat
memicu terjadinya hipertigliseridemia dan dapat meningkatkan resiko penyakit
arteri koroner (Mostaza et al. 1998).
Terapi gaya hidup, termasuk pengaturan pola makan untuk mencapai
komposisi diet yang tepat dan aktivitas fisik adalah beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hipertrigliseridemia (Berglund et al. 2012).
Hipertrigliseridemia juga dapat diatasi dengan konsumsi serat atau dengan
konsumsi kitosan.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai penggunaan kitosan
sebagai pereduksi kadar trigliserida dalam darah, diantaranya adalah penelitian
yang dilakukan oleh Ali (2014), yaitu menunjukkan bahwa pemberian kitosan
dengan dosis 0,035 g, 0,045 g dan 0,055 g pada tikus selama 4 minggu dapat
menurunkan kadar trigliserida darah tikus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Martati dan Lestari (2008) juga menunjukkan bahwa pakan kitosan yang
diberikan pada tikus hiperkolesterolemia sebanyak 2,5% atau 5% dapat
menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol, Low Density Lipoprotein (LDL)
dan trigliserida.

2

Kitosan memiliki viskositas yang tinggi dan tidak larut dalam air sehingga
dapat menurunkan penyerapan dalam usus, karena sebagian usus binatang,
terutama saluran pencernaan tidak memiliki enzim kitinase dan kitosanase
(Fukamizo dan Brzezinski 1997). Kitosan nanopartikel memiliki viskositas yang
rendah sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh (Tao et al. 2011). Penelitian yang
dilakukan oleh Zhang et al. (2012) menunjukkan bahwa pemberian nanokitosan
pada tikus selama 4 minggu dengan dosis 450 mg/kg bb dapat menurunkan kadar
kolesterol dan trigliserida darah tikus lebih baik daripada kitosan.
Penelitian mengenai aplikasi kitosan dan nanokitosan sangat penting dan
menarik untuk dilakukan guna untuk memberikan informasi mengenai pengaruh
kitosan dan nanokitosan dalam aplikasinya sebagai pereduksi kadar trigliserida.
Rumusan Masalah
Hipertrigliseridemia merupakan suatu kondisi tingginya kadar trigliserida.
Kadar trigliserida dapat meningkat akibat konsumsi makanan yang mengandung
lemak tinggi. Kitosan yang berasal dari hasil hidrolisis kitin dapat digunakan
untuk mereduksi kadar trigliserida. Penelitian mengenai aplikasi kitosan dan
nanokitosan sebagai pereduksi kadar trigliserida diperlukan untuk menentukan
pengaruh kitosan dan nanokitosan sebagai pereduksi kadar trigliserida.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik kitosan
dan mempelajari pengaruh kitosan, nanokitosan dan dosisnya dalam mereduksi
kadar trigliserida tikus yang diberi diet pakan tinggi lemak.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
efek kitosan dan nanokitosan dalam aplikasinya sebagai pereduksi kadar
trigliserida.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah karakterisasi kitosan, pembuatan dan
pengukuran ukuran partikel nanokitosan, serta analisis kadar trigliserida serum
darah tikus yang diberi pakan tinggi lemak.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2015. Analisis
proksimat kitosan dan pakan tikus dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, spray drying nanokitosan

3

dilakukan di Laboratorium PAU IPB. Analisis gugus fungsi kitosan dilakukan di
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM, IPB. Analisis ukuran partikel
nanokitosan dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan, Departemen Fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Analisis kadar trigliserida
dilakukan di klinik YASA, Bogor. Perlakuan hewan percobaan dilakukan pada
bulan April 2015 di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kitosan
yang diperoleh dari CV. Bio Chitosan Indonesia, tikus galur Sprague-dawley
(bobot badan 200-250 g dan umur 3 bulan) sebagai hewan percobaan yang
diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, pakan tikus
dan kuning telur. Bahan yang digunakan dalam pembuatan nanokitosan adalah
kitosan, asam asetat 1%, tween 80 0,1%, tripoliposfat (TPP) 0,1% dan akuades.
Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat pakan tikus, karakterisasi kitosan
dan nanokitosan adalah pelarut heksana, H2SO4, NaOH 30%, asam borat 2%,
HCl 0,01 N dan akuades. Bahan yang digunakan dalam pengambilan darah tikus
adalah ketamine hydrochloride injection 200 mg/20 ml. Bahan yang digunakan
dalam analisis kadar trigliserida adalah serum darah tikus, reagen trigliserida
(Triglicerides enzyme reagent) dan akuades.
Alat yang digunakan dalam pembuatan nanokitosan adalah beaker glass
(pyrex), spinbar, stirrer, batang pengaduk, alumunium foil dan alat pengering
spray dryer (Buchi 190). Alat untuk analisis proksimat pakan tikus, karakterisasi
kitosan dan nanokitosan adalah oven (Yamato DV-41), desikator, timbangan
(Sartorius 64), alat soxhlet, pemanas listrik, kompor listrik (Maspion), buret, labu
ukur, enlenmeyer (pyrex), beaker glass (pyrex), pipet, cawan porselin, tanur
(Muffle Furnace 38), sudip, kapas, alumunium foil, spektrofotometer infra-red
(Bruker Tensor 37) dan alat Particle Size Analyzer (Vasco). Alat yang digunakan
dalam pengambilan darah tikus adalah spluit 1 cc, pipet mikro hematokrit (Nesco
lab), tabung vacutainer plain (Nesco lab), cool box (Marina) dan alat sentrifuge
(Health H-C-8 Centrifuge). Alat yang digunakan dalam analisis kadar trigliserida
adalah tabung reaksi, pipet dan spektrofotometer (Mindray BA-88A).
Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahapan, yaitu karakterisasi
kitosan untuk mengetahui mutu kitosan yang digunakan, pembuatan dan
pengukuran ukuran partikel nanokitosan, serta uji in vivo terhadap tikus jantan
galur Sprague-dawley sebagai hewan percobaan.
Pembuatan nanokitosan (Suptijah et al. 2011)
Pembuatan nanokitosan dilakukan dengan prinsip gelasi ionik. Kitosan 3 g
dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1%. Kemudian distirrer selama 2 jam, lalu
ditambahkan akuades hingga 1 L dan disizing dengan magnetic stirrer dengan
kecepatan 3700 rpm selama 2 jam. Kemudian dilakukan emulsifikasi dengan
tween 80 0,1% sebanyak 20 µL dan distirrer selama 60 menit. Campuran

4

kemudian distabilisasi dengan tripoliphospat (TPP) 0,1% sebanyak 200 ml, lalu
distirrer selama 60 menit. Larutan nanokitosan diuji ukuran partikelnya, dan
selanjutnya dikeringkan dengan spray dryer. Pembuatan nanokitosan dapat dilihat
pada Gambar 1.
Kitosan 3 g
Pelarutan
Akuades
hingga 1 L

Asam asetat 1%
200 ml

Pengenceran
Sizing pada 3700 rpm selama 2 jam
Emulsifikasi

Tripoliphospat
(TPP) 0,1 %
200 ml

Tween 80 0,1%
20 µL

Stabilisasi

Nanokitosan

Pengeringan dengan spray dryer

Serbuk nanokitosan

Gambar 1 Diagram alir pembuatan nanokitosan
Pengujian secara in vivo terhadap hewan percobaan (tikus Sprague-dawley)
Pengujian secara in vivo terdiri dari masa adaptasi, masa induksi pakan
tinggi lemak dan kuning telur, serta masa perlakuan. Penelitian diawali dengan
masa adaptasi terhadap tikus selama tujuh hari dengan memberikan pakan standar
sebanyak 20 g/ekor/hari, kemudian tikus dikelompokkan ke dalam enam
kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), kelompok
K1 (kitosan dosis 225 mg/kg bb), K2 (kitosan dosis 450 mg/kg bb), NK1
(nanokitosan dosis 225 mg/kg bb) dan NK2 (nanokitosan dosis 450 mg/kg bb).
Selanjutnya darah tikus diambil dan diuji kadar trigliseridanya untuk mengetahui
kadar trigliserida awal.
Tahap selanjutnya dilakukan induksi pakan tinggi lemak sebanyak
20 g/ekor/hari dan kuning telur (oral sebanyak 1 ml/ekor/hari) pada perlakuan
kontrol positif, K1, K2, NK1 dan NK2 selama 2 minggu untuk meningkatkan
kadar trigliserida darah tikus. Darah tikus diambil dan diuji kadar trigliseridanya
kembali untuk mengetahui efek pemberian pakan tinggi lemak dan kuning telur
terhadap kadar trigliserida tikus. Selanjutnya kelompok perlakuan (K1, K2, NK1
dan NK2) diberi kitosan dan nanokitosan berdasarkan dosisnya secara oral
sebanyak 1 ml/ekor/hari selama 2 minggu. Lalu darah tikus diambil dan diuji

5

kadar trigliseridanya kembali untuk mengetahui efek kitosan dan nanokitosan
terhadap kadar trigliserida tikus.
Berat badan tikus ditimbang setiap 1 minggu sekali selama 4 minggu
untuk mengetahui efek pemberian pakan tinggi lemak dan kuning telur terhadap
berat badan tikus. Penimbangan pakan dan sisa pakan tikus juga dilakukan setiap
hari untuk mengetahui banyaknya konsumsi pakan tikus. Diagram alir uji in vivo
terhadap hewan percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Tikus jantan Sprague-dawley
Pakan standar
20 g/ekor/hari

Adaptasi selama 7 hari

Pengelompokan tikus ke dalam enam perlakuan
(kontrol negatif, kontrol positif, K1, K2, NK1 dan NK2)
Penimbangan berat badan tikus setiap 1 minggu sekali selama 4 minggu,
penimbangan pakan dan sisa pakan setiap hari
Pakan tinggi
lemak pada KP,
K1, K2, NK1 dan
NK2
Pakan standar
pada KN

Pengambilan darah dan pengujian
kadar trigliserida minggu ke-0
Pengambilan darah dan pengujian
kadar trigliserida minggu ke-2

Kitosan dan
nanokitosan
masingmasing
dosis

Pengambilan darah dan pengujian
kadar trigliserida minggu ke-4

Data

Gambar 2 Diagram alir uji in vivo
Pemberian pakan, kitosan dan nanokitosan pada tikus
Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari pakan standar dan
pakan tinggi lemak yang diformulasi. Komposisi pakan standar dan pakan tinggi
lemak yang diformulasikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi pakan standar dan pakan tinggi lemak yang diformulasikan
Komponen
Tepung jagung
Polard
CGM (Corn Gluten Meal)
Tapioka
CaCO3
DCP (Dicalcium phosphate)
CPO (Crude Palm Oil)
Lemak sapi
Garam
Premix
Total (g)

Standar
590
190
150
20
15
10
23
0
1
1
1000

Tinggi lemak
150
200
250
30
15
10
0
340
2
3
1000

6

Tabel 1 menunjukkan komposisi pakan standar dan pakan tinggi lemak
yang digunakan pada penelitian. Pakan tinggi lemak yang digunakan terdiri dari
pakan standar yang ditambah dengan lemak sapi sebagai sumber lemak. Pakan
standar dibuat dengan cara mencampurkan semua komponen (Tabel 1) dan
kemudian dicetak. Sedangkan pembuatan pakan tinggi lemak dilakukan dengan
cara memanaskan lemak sapi terlebih dahulu, lalu lemak dicampurkan dengan
komponen lainnya dan kemudian dicetak. Jumlah pakan, kitosan dan nanokitosan
yang diberikan selama masa perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah pakan, kitosan dan nanokitosan selama masa perlakuan
Jumlah pakan, kitosan
dan nanokitosan
Pakan standar (g/ekor)
Pakan tinggi lemak (g/ekor)
Kuning telur (ml/ekor)
Akuades (ml/ekor)
Kitosan (mg/kg bb)
Nanokitosan (mg/kg bb)

KN

KP

K1

K2

NK1

NK2

20
1
-

20
1
-

20
225
-

20
450
-

20
225

20
450

Tiap hari tikus dewasa mengkonsumsi pakan antara 12 hingga 20 g
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Saat masa adaptasi, semua kelompok
perlakuan diberikan pakan standar sebanyak 20 g/ekor/hari dan air secara ad
libitum pada pagi hari. Setelah masa adaptasi, kelompok kontrol positif, K1, K2,
NK1 dan NK2 diberikan pakan tinggi lemak sebanyak 20 g/ekor/hari dan kuning
telur (secara oral 1 ml/ekor/hari) selama dua minggu untuk meningkatkan kadar
trigliserida tikus. Saat masa perlakuan selama 2 minggu, jumlah pakan, kitosan
dan nanokitosan yang diberikan sesuai dengan Tabel 2. Banyak pakan yang
diberikan dan sisa pakan yang tersisa ditimbang setiap hari untuk mengetahui
banyaknya konsumsi pakan tikus.
Penimbangan berat badan tikus
Salah satu efek dari pemberian pakan tinggi lemak adalah meningkatnya
cadangan lemak dalam tubuh tikus, sehingga dapat mempengaruhi berat badan
tikus. Selama masa penelitian dilakukan penimbangan dan pencatatan berat badan
tikus 1 minggu sekali selama 4 minggu untuk melihat pengaruh konsumsi pakan
tinggi lemak terhadap peningkatan berat badan tikus.
Pengambilan darah tikus (Hoft et al. 2000)
Pengambilan darah tikus dilakukan pada minggu ke-0, minggu ke-2 dan
minggu ke-4. Pengambilan darah dilakukan dengan cara membius tikus dengan
menggunakan ketamine dengan dosis 10 mg/kg bb secara intraperitonial. Darah
diambil melalui vena retro orbitalis mata menggunakan pipet mikro hematokrit
sebanyak 1-1,5 ml. Darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacutainer
plain dan disentrifugasi selama 10 menit untuk diambil serumnya. Serum darah
diambil dengan menggunakan pipet, kemudian dianalisis kadar trigliseridanya.
Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi karakterisasi kitosan
dari karapas udang meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen dan analisis

7

gugus fungsi kitosan. Analisis ukuran partikel nanokitosan juga dilakukan untuk
mengetahui ukuran partikel nanokitosan yang digunakan serta analisis pakan tikus
yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar
karbohidrat (by different)
Analisis kadar Air (BSN 1992)
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air suatu bahan.
Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven
pada suhu 105 °C selama 30 menit. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam
desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan hingga beratnya konstan,
kemudian ditimbang. Sampel seberat 2 g ditimbang dan dimasukkan kedalam
cawan porselen. Selanjutnya cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
105 °C selama 3 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan
dibiarkan hingga beratnya konstan kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air
sampel adalah sebagai berikut.
Kadar air (%) =
Keterangan:

B−C
B−A

x 100%

A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan dan sampel (g)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

Analisis kadar abu (BSN 1992)
Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang
terdapat pada suatu bahan yang terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105°C,
lalu dimasukkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 3 g
dimasukkan ke dalam cawan abu porselen, kemudian diarangkan di atas kompor
listrik hingga tidak berasap. Cawan tersebut kemudian ditanur pada tungku
550 °C. Proses pengabuan dilakukan selama 6 jam sampai abu berwarna putih.
Setelah suhu tungku pengabuan turun, cawan abu porselen didinginkan selama
30 menit dan kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu sampel adalah
sebagai berikut.
Kadar abu (%) =
Keterangan:

C−A
B−A

x 100%

A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan dan sampel (g)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

Analisis kadar protein (BSN 1992)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Tahap destruksi
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl. Sebanyak 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 ditambahkan. Tabung
yang berisi larutan tersebut dipanaskan di atas alat pemanas sekitar 2 jam. Proses
destruksi dilakukan sampai warna larutan menjadi hijau bening.

8

Tahap destilasi
Setelah tahap destruksi, larutan yang telah berwarna hijau bening
didinginkan dan diencerkan hingga 100 ml dengan menggunakan akuades.
Kemudian larutan diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan
beberapa tetes indikator phenolphthalein (PP). Selanjutnya dilakukan destilasi
selama 10 menit dengan penampung berupa 10 ml asam borat 2 % yang telah
dicampur dengan indikator. Destilasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna
dari merah muda menjadi biru.
Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,01 N sampai warna larutan
pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein pada
sampel adalah sebagai berikut.
Protein (%) =

Vol HCl ×N HCl ×14 ×6,25 ×FP
mg sampel

x 100%

Keterangan
FP = Faktor pengenceran
Analisis kadar lemak (BSN 1992)
Sampel seberat 2 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi
soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 80 °C selama 6 jam. Larutan heksana yang ada
dalam labu lemak didestilasi hingga semua heksana menguap. Pada saat destilasi,
heksana akan tertampung di ruang ekstraktor, heksana dikeluarkan sehingga tidak
kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven
pada suhu 105 °C, setelah itu labu dimasukkan ke dalam desikator sampai
beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak pada sampel adalah sebagai
berikut.
Kadar lemak (%) =
Keterangan:

W3− W2
W1

x 100%

W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

Analisis gugus fungsi kitosan
Analisis gugus fungsi dapat digunakan untuk mengetahui gugus fungsi
pada suatu senyawa organik maupun senyawa polimer pada daerah sidik jari
400-4000 cm-1 (Pebriani et al. 2012). Sebanyak 2 mg sampel kitosan ditambahkan
200 mg KBr (1:100) lalu digerus sampai halus. Campuran sampel dan KBr
dimasukan dalam alat pencetak pelet dan dipress dan divakum untuk menarik uap
air yang ada. Film yang terbentuk kemudian dibaca dengan alat Fourier
Transform Infra-Red (FTIR).

9

Perhitungan derajat deasetilasi kitosan (Domszy dan Roberts 1985)
Derajat deasetilasi ditentukan dengan metode garis dasar menggunakan
grafik FTIR. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
A = log

PO
P

Keterangan:
A = Absorbansi
PO = % transmitans pada garis dasar
P = % transmitans pada puncak minimum
DD (%) = [ 1 −

�1655
�3450

×

1
1,33

× 100%

Keterangan:
-1
A1655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1655 cm untuk serapan gugus
amida/asetamida (CH3CONH-)
-1
A3450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3450 cm untuk serapan gugus
hidroksil (OH-)
1,33 = Perbandingan A1655dengan A3450 pada DD sebesar 100%
Analisis ukuran partikel nanokitosan (Burgess et al. 2004)
Analisis ukuran partikel nanokitosan dilakukan dengan menggunakan alat
Particle Size Analyzer (PSA). Sampel larutan diambil dengan pipet, kemudian
dimasukkan ke dalam alat PSA. Hasil pengujian akan muncul pada layar
komputer.
Analisis kadar trigliserida darah tikus (Winder et al. 1997)
Kadar trigliserida serum darah ditetapkan dengan metode kolorimetri
enzimatik menggunakan gliserol-3-fosfat oksidase (GPO).
Prinsip :
lipase
Trigliserida
gliserol + asam lemak
gliserol kinase
Gliserol + ATP
gliserol-3-fosfat + ADP
GPO
Gliserol-3-fosfat + O2
dihidroksiaseton + fosfat + H2O2
feroksidase
2 H2O2 + 4-aminofenazon + 4-klorofenol
kuinonimin + HCl + 4H2O
Sebanyak 10 µl serum darah dicampurkan dengan 1000 µl larutan reagen
kit trigliserida, kemudian diinkubasi selama 10 menit. Campuran tersebut
kemudian diukur konsentrasi trigliseridanya menggunakan spektrofotometer.
Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 500 nm.
Rancangan Percobaan
Hewan percobaan tikus dibagi ke dalam enam perlakuan, yaitu perlakuan
kontrol negatif (diberi pakan standar 20 g/ekor/hari dan akuades secara oral
sebanyak 1 ml/ekor/hari), kontrol positif (diberi pakan tinggi lemak 20 g/ekor/hari
dan kuning telur secara oral sebanyak 1 ml/ekor/hari), K1 (kitosan dosis
225mg/kg bb/hari), K2 (kitosan dosis 450 mg/kg bb/hari), NK1 (nanokitosan
dosis 225 mg/kg bb/hari) dan NK2 (nanokitosan dosis 450 mg/kg bb/hari). Besar

10

sampel yang digunakan pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus Federer
(Federer 1991).
(n-1) x (t-1) ≥ 15
Keterangan :
n = jumlah sampel tiap kelompok
t = jumlah kelompok
Tikus yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 24 ekor dan
6 ekor tikus sebagai cadangan. Tikus dibagi dalam 6 kelompok perlakuan (t=6).
Sehingga didapatkan n≥4, artinya tikus yang digunakan adalah sebanyak 4 ekor
tikus per kelompok perlakuan dan 1 ekor tikus sebagai cadangan untuk setiap
perlakuan.
Analisis Data
Data konsumsi pakan, berat badan dan kadar trigliserida tikus dianalisis
secara deskriptif. Data diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan
disajikan dalam bentuk grafik (konsumsi pakan dan berat badan tikus) dan tabel
(kadar trigliserida tikus). Data perubahan kadar trigliserida tikus dihitung dari
selisih kadar trigliserida darah tikus minggu ke-2 dan minggu ke-4 dan kemudian
dihitung persentase perubahan kadar trigliseridanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kitosan
Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksiβ-(1,4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat
diperoleh dari proses deasetilasi kitin. Kitosan dapat dibuat melalui tiga tahapan
proses, yaitu deproteinasi (proses penghilangan protein), demineralisasi (proses
penghilangan mineral) dan deasetilasi (proses penghilangan gugus asetil).
Dinamakan kitosan apabila lebih dari 70% gugus asetil dari kitinnya telah
dihilangkan (Sugita et al. 2009). Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur kitosan
Proses utama dalam pembuatan kitosan, meliputi penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui proses deproteinasi dan demineralisasi, yang masingmasing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya,
kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi (proses penghilangan gugus asetil)
dengan cara memanaskannya dalam larutan basa (Tolaimate et al. 2003). Kitosan
yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan yang berasal dari karapas udang

11

dan didapatkan dari CV. Bio Chitosan Indonesia. Untuk mengetahui mutu kitosan,
dilakukan karakterisasi kitosan yang meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar
abu, kadar nitrogen) dan analisis gugus fungsi menggunakan FTIR (Fourier
Transform Infra-Red). Karakteristik kitosan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik kitosan
No
Parameter
1
Kadar air (%)
2
Kadar abu (%)
3
Kadar nitrogen (%)
4
Derajat deasetilasi (%)
Keterangan : *2 kali ulangan

Hasil penelitian
11,58 ± 0,10*
0,65 ± 0,01*
6,36 ± 0,05*
82

SNI 7949:2013 (BSN 2013)
maks 12
maks 5
maks 5
min 75

Analisis kadar air menunjukkan jumlah air yang terkandung pada kitosan
yang digunakan. Semakin rendah kadar air kitosan, maka dapat memperpanjang
daya simpan kitosan. Tabel 3 menunjukkan bahwa kitosan yang digunakan pada
penelitian ini memiliki kadar air sebesar 11,58 ± 0,10 %. Kitosan yang digunakan
pada penelitian ini memiliki kadar air yang cukup tinggi apabila dibandingkan
dengan kadar air kitosan dari penelitian yang dilakukan Zahiruddin et al. (2008),
yaitu sebesar 9,55 % dan kadar air kitosan dari penelitian Sanusi (2004), yaitu
sebesar 6,25 %. Kadar air kitosan yang digunakan pada penelitian ini tidak
melebihi batas maksimum dari standar mutu kadar air kitosan yang telah
ditetapkan menurut SNI 7949: 2013, yaitu maksimum 12 % (BSN 2013).
Kadar air yang terkandung pada kitosan dipengaruhi oleh proses
pengeringan dan lama pengeringan yang dilakukan, jumlah kitosan yang
dikeringkan dan luas permukaan tempat kitosan dikeringkan (Saleh et al. 1994).
Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kadar air kitosan adalah kondisi
penyimpanan kitosan. Tingginya kadar air pada kitosan memungkinkan terjadinya
proses penggelembungan pada kitosan, mengingat sifat kitosan yang higroskopis
karena kemampuan gugus amina kitosan yang dapat mengikat molekul air
(Kurniasih dan Kartika 2011).
Kadar abu adalah indikator keefektifan proses demineralisasi. Proses
demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral-mineral yang terdapat
dalam kulit udang. Asam klorida dalam proses demineralisasi akan melarutkan
garam-garam kalsium (Kurniasih dan Kartika 2011). Faktor yang mempengaruhi
kadar abu kitosan adalah konsentrasi asam yang digunakan pada proses
demineralisasi saat pembuatan kitosan. Semakin besar konsentrasi HCl pada tahap
demineralisasi, maka kadar mineral yang terkandung pada kitosan semakin sedikit
(Budiutami et al. 2012).
Kualitas kitosan yang baik memiliki kadar abu kurang dari 1%
(Rakhmawati 2007). Semakin rendah kadar abu yang terkandung pada kitosan,
maka mutu dan kemurnian kitosan semakin tinggi. Tabel 3 menunjukkan bahwa
kadar abu kitosan yang digunakan pada penelitian ini sebesar 0,65 ± 0,01 %.
Kitosan yang digunakan ini memiliki kadar abu yang lebih tinggi daripada kadar
abu kitosan pada penelitian yang dilakukan oleh Zahiruddin et al. (2008), yaitu
sebesar 0,21 % dan lebih rendah daripada kadar abu kitosan pada penelitian yang
dilakukan oleh Indrasti et al. (2012), yaitu sebesar 0,79 %. Kitosan yang
digunakan ini juga memiliki kadar abu yang sesuai dengan standar mutu kadar
abu kitosan yang telah ditetapkan oleh SNI 7949: 2013, yaitu maksimum 5 %
(BSN 2013).

12

Kadar nitrogen merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk
menentukan mutu kitosan. Semakin rendah kadar nitrogen, maka kitosan yang
digunakan memiliki kemurnian yang semakin tinggi. Tabel 3 menunjukkan bahwa
kadar nitrogen kitosan yang digunakan pada penelitian ini sebesar 6,36 ± 0,05 %.
Kitosan yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan nitrogen yang
cukup tinggi dibandingkan dengan kadar nitrogen kitosan dari penelitian yang
dilakukan oleh Rachmania (2011), yaitu sebesar 4,73 %. Kitosan yang digunakan
pada penelitian ini tidak sesuai dengan standar mutu kadar nitrogen kitosan yang
telah ditetapkan oleh SNI 7949: 2013, yaitu maksimum 5 % (BSN 2013).
Faktor yang mempengaruhi kadar nitrogen pada kitosan adalah konsentrasi
NaOH dan suhu operasi (Budiutami et al. 2012). Saleh et al. (1994) menyatakan
bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH dan semakin lama waktu yang
digunakan maka reaksi antara protein dengan larutan pembentuk ester (Naproteinat) akan semakin sempurna, sehingga protein yang dihilangkan akan
semakin banyak. Budiutami et al. (2012) juga menyatakan bahwa semakin besar
suhu operasi, maka kecepatan reaksi akan berjalan semakin cepat sehingga
semakin kecil protein yang terkandung di dalam kitosan.
Analisis gugus fungsi kitosan dengan menggunakan Fourier Transform
Infra-Red (FTIR) juga dilakukan untuk mengetahui pita serapan dari kitosan dan
derajat deasetilasi kitosan. Pada spektroskopi IR, radiasi IR dilewatkan pada
sampel. Sebagian dari radiasi IR diserap oleh sampel dan sebagian lainnya
diteruskan. Jika frekuensi dari suatu fibrasi spesifik sama dari frekuensi radiasi IR
yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut.
Spektrum yang dihasilkan menggambarkan absoprsi dan transmisi molekular,
membentuk sidik jari molekular suatu sampel (Kencana 2009). Analisis spektra IR
berfungsi untuk mengetahui gugus fungsional dari suatu bahan, sehingga dapat
diketahui bahwa senyawa yang dianalisis tersebut merupakan senyawa yang
diharapkan, yaitu dalam penelitian ini adalah kitosan. Spektra IR kitosan yang
digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Spektra IR kitosan

13

Gambar 4 menunjukkan adanya serapan IR beberapa gugus fungsi dari
senyawa kitosan. Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat serapan pada bilangan
gelombang 3433,50 cm-1 yang menunjukkan adanya serapan dari gugus –OH.
Penelitian yang dilakukan oleh Rakhmawati (2007) menujukkan bahwa terdapat
serapan pada bilangan gelombang 3452,49 cm-1 yang menunjukkan adanya
serapan dari gugus –OH. Nur (1989) menyatakan bahwa gugus fungsi –OH
terdapat pada bilangan gelombang 3600-3300 cm-1.
Spektra IR pada Gambar 4 juga menunjukkan bahwa terdapat serapan
pada bilangan gelombang 2923,86 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C-H.
Hasil penelitian yang dilakukan Rakhmawati (2007) menunjukkan bahwa terdapat
serapan pada bilangan gelombang 2922,65 cm-1 yang mengindikasikan adaya
gugus C-H. Nur (1989) menyatakan bahwa gugus fungsi C-H stretching terdapat
pada kisaran bilangan gelombang 2962-2853 cm-1.
Pita serapan pada spektra IR juga terdapat pada bilangan gelombang
1655,64 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus N-H. Penelitian yang dilakukan
oleh Fitriah et al. (2012) menunjukkan bahwa terdapat gugus fungsi N-H pada
bilangan gelombang 1658 cm-1. Nur (1989) menyatakan bahwa gugus N-H
terdapat pada bilangan gelombang 1690-1630 cm-1.
Serapan pada bilangan gelombang 1382,83 cm-1 juga terdapat pada spektra
IR (Gambar 4) yang menunjukkan adanya gugus C-C. Penelitian yang dilakukan
oleh Pitriani (2010) juga menunjukkan bahwa terdapat gugus C-C pada bilangan
gelombang 1380,14 cm-1.
Gambar 4 juga menunjukkan bahwa terdapat serapan pada bilangan
gelombang 1066,06 cm-1 yang menunjukkan bahwa terdapat gugus C-O.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitriah et al. (2012) menunjukkan bahwa terdapat
gugus fungsi C-O pada bilangan gelombang 1072 cm-1. Penelitian ini sesuai
dengan Nur (1989) yang menyatakan bahwa gugus C-O terdapat pada bilangan
gelombang 1300-1000 cm-1.
Gambar 4 menunjukkan bahwa senyawa yang digunakan pada penelitian
ini memiliki gugus fungsi yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rakhmawati (2007), Fitriah et al. (2012) dan Pitriani (2010) yaitu kitosan
memiliki gugus –OH, -CH, N-H, C-C dan C-O. Hasil analisis gugus fungsi dengan
menggunakan FTIR pada penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa yang
digunakan pada penelitian ini adalah kitosan.
Tingkat kemurnian kitosan dapat dilihat dari nilai derajat deasetilasi (DD)
kitosan. Deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil. Proses
deasetilasi bertujuan untuk memutuskan ikatan kovalen antara gugus asetil dengan
nitrogen pada gugus asetamida kitin sehingga berubah menjadi gugus amina
(–NH2) (Azhar et al. 2010). Banyaknya gugus asetil yang hilang disebut sebagai
derajat deasetilasi (Prasetyaningrum et al. 2007). Nilai DD dapat ditentukan
dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared). Perhitungan nilai DD
berdasarkan perbandingan nilai absorbansi pita serapan dari spektrum inframerah
pada bilangan gelombang 1655 cm-1 dan bilangan gelombang 3450 cm-1
(Khan et al. 2002).
Nilai derajat deasetilasi kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebesar 82 %. Perhitungan nilai derajat deasetilasi kitosan dapat dilihat pada
Lampiran 5. Nilai derajat deasetilasi dari kitosan pada penelitian yang dilakukan
oleh Rokhati (2006) adalah sebesar 71,2 %. Beberapa faktor yang mempengaruhi

14

perbedaan nilai derajat deasetilasi dari kitosan, yaitu konsentrasi NaOH, suhu
pada proses deasetilasi dan lama waktu proses. Semakin tinggi suhu yang
digunakan dan semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin
tinggi pula nilai derajat deasetilasinya (Prasetyaningrum et al. 2007). Semakin
tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka jumlah gugus asetil yang hilang
akan semakin banyak. Konsentrasi NaOH yang semakin tinggi akan
menyumbangkan gugus –OH yang semakin banyak, sehingga gugus CH3COOyang tereleminasi juga akan semakin banyak dan menghasilkan gugus amina pada
molekul kitosan yang semakin banyak sehingga derajat deasetilasi akan
meningkat (Budiutami et al. 2012).
Ukuran Partikel Nanokitosan
Nanopartikel merupakan butiran atau partikel padat dengan kisaran
ukuran 10-1000 nm (Mohanraj dan Chen 2006). Nanokitosan pada penelitian ini
dibuat dengan prinsip gelasi ionik melalui sizing menggunakan magnetic stirrer
pada kecepatan 3700 rpm. Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan dengan
prinsip gelasi ionik ini didasarkan pada interaksi elektrostatik antara grup amina
kitosan dan grup muatan negatif polianion seperti tripolifosfat (TPP). Adanya
kompleksasi atara muatan yang berbeda, kitosan mengalami gelasi ionik dan
presipitasi membentuk partikel bulat seperti bola (Tiyaboonchai 2003).
Pembuatan nanokitosan pada penelitian ini dilakukan dengan prinsip
gelasi ionik menggunakan magnetic stirrer. Pembuatan nanokitosan diawali
dengan penimbangan kitosan sebanyak 3 g. Kitosan lalu dilarutkan menggunakan
100 ml asam asetat 1% dan distirer selama kurang lebih 2 jam. Setelah kurang
lebih 2 jam, kitosan kemudian akan larut sempurna dalam asam asetat 1% yang
ditandai dengan terbentuknya kitosan cair yang berwarna kuning dan agak kental,
serta tidak terdapat lagi serpihan kitosan yang tersisa. Setelah kitosan larut
sempurna dalam asam asetat, selanjutnya ditambahkan akuades hingga 1000 ml,
lalu disizing selama 2 jam dengan kecepatan 3700 rpm menggunakan magnetic
stirer.
Setelah disizing, larutan kitosan diemulsifikasi dengan tween 80 0,1 %
sebanyak 20 µL dengan cara disemprotkan dan distirer selama kurang lebih 1
jam. Setelah diemulsifikasi dengan tween 80, selanjutnya dilakukan stabilisasi
menggunakan TPP 0,1% sebanyak 200 ml dengan cara diteteskan menggunakan
pipet tetes dan distirer selama kurang lebih 1 jam. Tripolifosfat berperan sebagai
zat pengikat silang sehingga dapat memperkuat matriks nanopartikel kitosan
(Wahyono 2010). Setelah penambahan TPP, campuran kemudian perlahan-lahan
akan berubah warna menjadi bening. Tiyaboonchai (2003) menyatakan bahwa
pada saat larutan kitosan ditambahkan dengan TPP, maka akan terjadi interaksi
elektrostatik antara grup amina kitosan dan grup muatan negatif polianion TPP.
Akibat kompleksasi antara muatan yang berbeda, kitosan mengalami gelasi ionik
dan presipitasi membentuk partikel bulat seperti bola.
Nanopartikel kitosan selanjutnya dianalisis dengan Particle Size Analyzer
(PSA) untuk mengetahui ukuran partikel. Analisis tersebut dilakukan sebanyak 3
kali pada penelitian ini. Hasil rata-rata distribusi ukuran partikel nanokitosan
adalah 134,86 nm, 185,45 nm dan 139,24 nm (Lampiran 6). Nanokitosan pada
penelitian ini memiliki ukuran partikel yang lebih kecil daripada ukuran

15

nanokitosan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2014), yaitu
273,36 nm. Ukuran nanokitosan yang lebih kecil ini disebabkan karena adanya
perbedaan waktu proses. Semakin tinggi kecepatan dan semakin lama waktu
proses maka partikel yang dihasilkan semakin kecil. Chang (2005) menyatakan
bahwa semakin cepat gerakan suatu molekul, maka semakin besar energi
kinetiknya. Energi kinetik yang besar menyebabkan molekul yang bertumbukan
akan bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya. Semakin
cepat putaran dapa

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821). Terhadap Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

0 23 107

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Karakteristik Kolesterol Total, HDL dan Trigliserida dalam Darah Tikus Putih (Sprague Dawley) Akibat Pemberian Curdlan dari Agrobacterium sp

0 3 10

Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Trigliserida Darah & Berat Badan Tikus Sprague-dawley yang Diberi Pakan Asam Lemak Trans

0 3 39

PEMBERIAN KITOSAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BERAT BADAN DAN KADAR TRIGLISERIDA DARAH TIKUS SPRAGUE-DAWLEY YANG DIBERI PAKAN ASAM LEMAK TRANS

0 0 8