Pemanfaatan Limbah Padat Pulp Untuk Bahan Baku Pembuatan Keramik Berpori Yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan Bermotor Dengan Bahan Bakar Premium

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP UNTUK BAHAN BAKU PEMBUATAN KERAMIK BERPORI YANG DIAPLIKASIKAN SEBAGAI FILTER GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN BAHAN BAKAR

PREMIUM

DISERTASI

OLEH

ANWAR DHARMA SEMBIRING NIM: 068103008

PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP UNTUK BAHAN BAKU PEMBUATAN KERAMIK BERPORI YANG DIAPLIKASIKAN SEBAGAI FILTER GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN BAHAN BAKAR

PREMIUM

Disertasi

Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kimia Konsentrasi Fisiko Kimia Pada Universitas Sumatera Utara dengan wibawa Rektor Universitas

Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dipertahankan pada tanggal 23 Maret 2010 di Medan, Sumatera Utara.

OLEH

Anwar Dharma Sembiring NIM: 068103008

Program : Doktor (S-3) Ilmu Kimia Konsentrasi : Fisiko Kimia.

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PROMOTOR

Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Prof. Dr. Masno Ginting, M.Sc

Guru Besar dan Ahli Penelitian Utama Tetap Pada Pusat Penelitian Fisika PPF-LIFI

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia PUSPIPTEK Serpong, Banten, Indonesia

CO-PROMOTOR

Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc

Guru Besar Tetap Ilmu Fisika Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


(4)

TIM PENGUJI

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D

Anggota : Prof. Dr. Yunazar Manjang Dr. Khrisna S. Buana, M.S


(5)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S

Tempat / Tanggal lahir : Binjai / 17 Agustus 1954

NIP : 195408171983031005

Pekerjaan : Staf. Pengajar / Dosen

Pangkat / Gol : Lektor Kepala / Iva

Instansi : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

USU

Departemen : Fisika FMIPA USU Medan

Jabatan : Staf Ahli Lab Kristallografi

Alamat Kantor : Jl. Bioteknologi No.1 Kampus USU Medan, 20155

Nama Orang Tua

Ayah : Djendam Sembiring

Ibu : Nganjongken Br. Ginting

Nama Isteri : Enda Rimtha Br. Sitepu

Nama Anak : 1. Edward Helvin Sembiring, S.T

2. Yosua Yudhanata Sembiring, S.Si 3. Gerry Sion Sembiring

4. Maya Cristallia Br. Sembiring.

No. Pendidikan Kota Tahun Lulus Bidang Study

1 S-2 FMIPA UI Jakarta 1990 Fisika material

2 S-1 FMIPA USU Medan 1982 Fisika

3 SMA Negeri Binjai 1973

4 SMP Methodist Binjai 1970


(6)

Judul Disertasi : PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP UNTUK BAHAN BAKU PEMBUATAN

KERAMIK BERPORI YANG DIAPLIKASIKAN SEBAGAI FILTER GAS BUANG

KENDARAAN BERMOTOR DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM

Nama Mahasiswa : Anwar Dharma Sembiring

NIM : 068103008

Program Studi : Program Doktor Fisiko Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc) Promotor

(Prof. Dr. Masno Ginting,M.Sc) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) Co. Promotor Co. Promotor

KETUA PROGRAM STUDI DEKAN


(7)

INTISARI

Perkembangan teknologi di bidang material khususnya material keramik berpori akhir-akhir ini telah banyak digunakan sebagai filter gas buang. Sehubungan dengan tujuan tersebut, telah dilakukan pembuatan keramik berpori berbasis limbah padat pulp yang terdiri dari gugusan grit, dreg dan biosludge. Perbandingan ketiga bahan ini divariasikan dan selanjutnya dicampur dengan bahan baku keramik yaitu kaolin. Pencampuran limbah padat pulp dan kaolin dilakukan beberapa variasi berdasarkan % massa bahan, antara lain: limbah padat pulp berbanding kaolin adalah 100 : 0 ; 90 : 10; 80 : 20; 70: 30; 60 : 40; 50 : 50%. Masing-masing campuran ini diaduk dengan menambah air plastisan secukupnya dengan mixer. Setelah homogen dituang ke dalam cetakan dalam bentuk silinder dengan ukuran tinggi 20 cm, diameter luar 1,5 inci dan diameter dalam 0,63 inci, lalu dikeringkan selama 4 hari. Pembakaran dilakukan dengan furnace pada temperatur 1100oC yang ditahan selama 2 jam, kemudian didinginkan selama 12 jam. Terhadap sampel-sampel uji dilakukan pengujian secara fisis maupun mekanik. Dari pengujian fisis diperoleh susut massa 17,37 – 32,10%; susut bakar

1,97 – 4,07%; porositas 27,96 – 54,27%; dan densitas 1,14 – 1,20 gr/cm3.

Sedangkan pengujian mekanik diperoleh : kuat tekan 0,98-69,58 MPa; kuat impak 1,49 x 10-2 – 4,05 x 10-2 MPa, dan kekerasan 87-127 Mpa. Sebelum dlakukan pengujian emisi gas, juga dilakukan analisis XRD untuk mengetahui komposisi senyawa kimia, dan diperoleh dari yang paling dominan yaitu : Alumina Silicate, Hidroxide, Al2(Si2O5) (OH)4, Alumina Al2O3 dan Silikon Okside SiO2. Untuk

mengetahui pengaruh penggunaan filter, maka dilakukan pengujian emisi gas buang dengan peralatan “ Analyzer Gas” , ternyata penggunaan filter memberikan pengaruh yang sangat besar untuk mengurangi pencemaran udara. Pengurangan

tersebut mencapai 36,21 – 97,14% CO; 36,47-87,87% HC; 25,64 – 95,97% CO2.

Dan pertambahan O2 dari 400,72 – 1264,03%. Untuk pengujian maksimal pada

pemakaian filter, terlebih dahulu dipilih campuran 70% limbah padat pulp dan 30% kaolin, dimana campuran ini merupakan komposisi keramik berpori yang terbaik, jika difungsikan sebagai filter emisi gas buang dan selanjutnya diukur emisi gas tanpa filter dan pakai filter. Emisi gas tanpa filter pada 0 km diperoleh

konsentrasinya 0,505% CO; 12,88% CO2; 07 ppm HC dan 3,08% O2, Sedangkan

dengan memakai filter sampai 6099 km ternyata emisinya mengalami perubahan

yaitu 0,398% CO; 11,42% CO2, 123 ppm HC dan 3,91% O2. Dengan demikian

filter keramik berpori ini masih layak digunakan untuk jangkauan lintas diatas 6099 kilometer. Hal ini dapat dibandingkan dengan konsentrasi gas, ketika filter gas buang belum dipergunakan.

Kata kunci : limbah padat pulp + Kaolin, keramik berpori, filter, keramik, emisi gas buang.


(8)

ABSTRACT

Recently, development and research of technolology based on the phorous ceramic materials have been greatly improved. One of them fabrication of phorous ceramics that are used as filter of emissed gasses from engines. Based on the above purpose, the characterization and fabrication of of phorous ceramics have been performed based in solid pulp waste that consist of grit, dreg and bio sludge. Then those three substances are mixed with a kaolin. The variations of mass percentage of the kaolin an the solid pulp waste and kaolin are as following 100:0; 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 50:50%. Each of the sample was mixed with adequate plastician water. After getting homogenous sample, the sample was poured into a cylindrical dough with a 20 cm of height, 1,5 inch of outer diameter and 0,65 inch of inner diameter, then all the samples were dried for 4 days. All the samples were burned in a furnace at temperature of 1100o C and kept at the temperaturefor 2 hours, then cooled down for 12 hours. After that all the samples were tested physically and mechanically. Based on the experiment, it was found physically that decrease mass as 17,77 – 32,10%; decrease burning as 1,97 – 4,07 gram/cm3; phorousity as 27,96 – 54,27%; and density of 1,14 – 1,20 gram/cm3. Moreover from the mechanical tese, it was foud that the impact srength of 1,49x10-2 – 4,05x10-2 MPa and te hardness of 87 – 127 MPa. Before gas emissed testing was performed, all the samples are analyzed to calculate the chemical composition of the ceramics using X-Ray difraction method. From the experiment, it was seen the dominant phase were hydrooxide alumina silicate Al2(Si2O5)(OH)4, Alumina Al2O3 and oxide silica (SiO2). In order to obtain the

influence of the ceramics filter, the emissed gas was performed using a Gas Analyzer with and without the ohorous ceramics. From the test, it was shown that using of ceramic filter reduces a combustion gas significantly. The reduces of the emissed gas were obtained as following 36,21 – 97,14% of CO; 36,47 – 87,87% of HC; 25,64 – 95,97% of CO2 and the increase of O2 from 400,72 – 1264,03%.

The optimum concentration was chosen as 70% solid waste pulp and 30% of kaolin, that was classified as a best phorous ceramics for combusted gas filter. The gas emission without the ceramic filter at a starting point (0 km) was found to be 0,05 % of CO; 12,88% of CO2 ; 207 ppm of HC; and 3,08% of O2. While the gas

emission with the ceramic filter after running 6099 km distance was found to be 0,398% of CO; 11,42% of CO2; 123 ppm HC, and 391% of O2. Based on the gas

emission test, the ceramics filter are most probably used for more than 6099 km in fistance, then the similar test is needed to performed.


(9)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat , anugrah dan kasih Nya sehingga desertasi ini dapat terselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pemerintah Republik Indonesia c.q Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Program Doktor pada Program Doktor Fisiko Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan terselesaikannya desertasi ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

‐ Pemerintah Provinsi Sumatera Utara c/q Bapeda Prov Sumatera Utara

yang telah mambantu dalam mendanai biaya pendidikan ini.

‐ Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Doktor

‐ Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

‐ Ketua Program Studi S-3 Kimia, Prof.Dr. Basuki Wirjosentono, MS,

Sekretaris Program Studi S-3 Kimia, Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, beserta seluruh staf edukatif dan administratif pada program Doktor Fisiko-Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

‐ Promotor, Prof Dr. Seri Bima Sembiring, Msc, Co Promotor Prof.Dr.

Masno Ginting, M.Sc, dan Co. Promotor Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc yang telah memberikan arahan dan motivasi yang sangat berarti kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.


(10)

‐ Teristimewa untuk isteriku tercinta, Enda Rimtha Sitepu dan ananda Edward Helvin Sembiring, ST, Yosua Yudhanata Sembiring, S.Si, Gerry Sion Sembiring, dan Maya Cristallia Br. Sembiring yang penuh sabar dan pengertian , kasih dalam dukungannya serta doa yang tulus sehingga terselesaikannya Desertasi ini.

‐ Rekan-rekan sejawat angkatan 2006 yang turut memberikan motivasi dan

saran kepada penulis sampai selesainya tulisan ini

Medan, Des 2009

Penulis

(Anwar Dharma Sembiring)

a                           


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

Daftar isi v

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar lampiran x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Perumusan masalah 3

1.4. Pembatasan Masalah 3

1.5. Tujuan Penelitian 3

1.6. Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Bahan Keramik 5

2.2. Jenis Bahan Keramik 5

2.2.1. Kaolin 5

2.2.2. Feldspar 7

2.2.3. Clay 7

2.2.4. Kuarsa 8

2.3. Pembentukan Keramik 8

2.4. Bahan Dasar Keramik 9

2.5. Keramik Berpori 10

2.6. Limbah Padat Pulp 11

2.7. Absorbsi 13


(12)

2.9. Densitas 14

2.10. Kekerasan 14

2.11. Kuat Tekan 15

2.12. Kuat Impak 15

2.13. Susut Massa 16

2.14. Susut Volume 16

2.15. Difraksi Sinar-X 17

2.16. Gas Analyzer 18

2.17. Pencemaran Udara 18

2.18. Bahaya Karbon Monoksida 21

2.19. Fluks Emisi Gas Buang 22

BAB III. METODE PENELITIAN 24

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 24

3.1.1. Tempat penelitian 24

3.1.2. Waktu Penelitian 24

3.2. Alat dan Bahan 24

3.2.1.Alat 24

3.2.2. Bahan 25

3.3. Prosedur Penelitian 26

3.4. Variabel Dan Parameter Penelitian 28

3.5. Alat Pengumpul Data Penelitian 28

3.6. Pengolahan Bahan 29

3.7. Pengukuran Volum dan Massa Sampel 30

3.8. Pengukuran Porositas dan Densitas 31

3.9. Pengujian Kekerasan, Kuat Tekan, dan kuat Impak 31

3.10. Analisa Kualitatif XRD 3.11. Pengujian Emisi Gas Buang

31 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33

4.1. Susut Massa 34


(13)

4.3. Densitas dan Porositas 36

4.4. Kuat Tekan dan Kuat Impak 38

4.5. kekerasan 41

4.6. Uji Emisi Gas Buang 42

4.7. Hasil Uji AnalisaXRD 46

4.8. Hasil Pemakaian Filter 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53

5.1. Kesimpulan 53

5.2. Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1. Tabel Komposisi Bahan Dasar dan Kaolin 26

4.1. Hasil Pengukuran Susut Massa 33

4.2. Hasil Pengukuran Susut Bakar 35

4.3. Hasil Pengukuran Densitas Dan Porositas 36

4.4. Hasil Pengukuran Kuat Impak Dan Kuat Tekan 39

4.5. Hasil Pengukuran Kekerasan 41

4.6. Hasil pengukuran tanpa Filter 43

4.7. Hasil Pengukuran Absorbsi Filter 43

4.8. Hasil Pengukuran O2 Berfilter 45

4.9. Data XRD Kaolin + Pulp (2 , d, I, dan I/Io) 47

4.10. Data XRD Kaolin + Pulp (dpengamatan dan dJCPDS) 47

4.11. Uji Pengamatan tanpa filter 49

4.12. Uji Pengamatan dengan menggunakan Filter 49


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1. Diagram alir 27

3.2. Sampel Jadi 30

3.3. Pengujian Sampel Filter 32

4.1. Grafik Susut massa – Persentase Kaolin 34

4.2. Grafik Susut Bakar – Persentase Kaolin 35

4.3. Densitas – Persentase Kaolin 37

4.4. Grafik Porositas – Persentase Kaolin 38

4.5. Grafik Kuat Tekan – Persentase Kaolin 40

4.6. Grafik Kuat Impak – Persentase Kaolin 40

4.7. Grafik Kekerasan (Hv) – Persentase Kaolin 42

4.8. Grafik Absorbsi CO, CO2, HC – Persentase Kaolin 44

4.9. Grafik Oksigen – Kaolin 45

4.10. Pola Difraksi XRD Sampel Aditif K15 48

4.11. Jarak Lintasan Vs. CO 51

4.12. jarak lintasan Vs CO2 51

4.13. Jarak Lintasan Vs. HC 51

4.14. Jarak Lintasan Vs O2 52

               


(16)

Daftar Lampiran

Halaman Lampiran A. Tabel Pengukuran Diameter dan tebal Sampel 58

Lampiran B. Tabel Pengukuran Volume Silinder Dan Susut Bakar 60

Lampiran C. Tabel Data Pengukuran Massa Sampel Dan Susut Massa 62

Lampiran D. Tabel Densitas dan Porositas 64

Lampiran E. Laporan Analisa AAS 66

Lampiran F. Hasil Penelitian Absorbsi gas Buang (thesis S-2 Fisika) 72

Lampiran G. Format Data Uji Gas Buang Auto 2000 78

Lampiran I. Surat Keterangan balai Riset dan standarisasi Industri Medan

79

Lampiran J. Foto 80

                               


(17)

INTISARI

Perkembangan teknologi di bidang material khususnya material keramik berpori akhir-akhir ini telah banyak digunakan sebagai filter gas buang. Sehubungan dengan tujuan tersebut, telah dilakukan pembuatan keramik berpori berbasis limbah padat pulp yang terdiri dari gugusan grit, dreg dan biosludge. Perbandingan ketiga bahan ini divariasikan dan selanjutnya dicampur dengan bahan baku keramik yaitu kaolin. Pencampuran limbah padat pulp dan kaolin dilakukan beberapa variasi berdasarkan % massa bahan, antara lain: limbah padat pulp berbanding kaolin adalah 100 : 0 ; 90 : 10; 80 : 20; 70: 30; 60 : 40; 50 : 50%. Masing-masing campuran ini diaduk dengan menambah air plastisan secukupnya dengan mixer. Setelah homogen dituang ke dalam cetakan dalam bentuk silinder dengan ukuran tinggi 20 cm, diameter luar 1,5 inci dan diameter dalam 0,63 inci, lalu dikeringkan selama 4 hari. Pembakaran dilakukan dengan furnace pada temperatur 1100oC yang ditahan selama 2 jam, kemudian didinginkan selama 12 jam. Terhadap sampel-sampel uji dilakukan pengujian secara fisis maupun mekanik. Dari pengujian fisis diperoleh susut massa 17,37 – 32,10%; susut bakar

1,97 – 4,07%; porositas 27,96 – 54,27%; dan densitas 1,14 – 1,20 gr/cm3.

Sedangkan pengujian mekanik diperoleh : kuat tekan 0,98-69,58 MPa; kuat impak 1,49 x 10-2 – 4,05 x 10-2 MPa, dan kekerasan 87-127 Mpa. Sebelum dlakukan pengujian emisi gas, juga dilakukan analisis XRD untuk mengetahui komposisi senyawa kimia, dan diperoleh dari yang paling dominan yaitu : Alumina Silicate, Hidroxide, Al2(Si2O5) (OH)4, Alumina Al2O3 dan Silikon Okside SiO2. Untuk

mengetahui pengaruh penggunaan filter, maka dilakukan pengujian emisi gas buang dengan peralatan “ Analyzer Gas” , ternyata penggunaan filter memberikan pengaruh yang sangat besar untuk mengurangi pencemaran udara. Pengurangan

tersebut mencapai 36,21 – 97,14% CO; 36,47-87,87% HC; 25,64 – 95,97% CO2.

Dan pertambahan O2 dari 400,72 – 1264,03%. Untuk pengujian maksimal pada

pemakaian filter, terlebih dahulu dipilih campuran 70% limbah padat pulp dan 30% kaolin, dimana campuran ini merupakan komposisi keramik berpori yang terbaik, jika difungsikan sebagai filter emisi gas buang dan selanjutnya diukur emisi gas tanpa filter dan pakai filter. Emisi gas tanpa filter pada 0 km diperoleh

konsentrasinya 0,505% CO; 12,88% CO2; 07 ppm HC dan 3,08% O2, Sedangkan

dengan memakai filter sampai 6099 km ternyata emisinya mengalami perubahan

yaitu 0,398% CO; 11,42% CO2, 123 ppm HC dan 3,91% O2. Dengan demikian

filter keramik berpori ini masih layak digunakan untuk jangkauan lintas diatas 6099 kilometer. Hal ini dapat dibandingkan dengan konsentrasi gas, ketika filter gas buang belum dipergunakan.

Kata kunci : limbah padat pulp + Kaolin, keramik berpori, filter, keramik, emisi gas buang.


(18)

ABSTRACT

Recently, development and research of technolology based on the phorous ceramic materials have been greatly improved. One of them fabrication of phorous ceramics that are used as filter of emissed gasses from engines. Based on the above purpose, the characterization and fabrication of of phorous ceramics have been performed based in solid pulp waste that consist of grit, dreg and bio sludge. Then those three substances are mixed with a kaolin. The variations of mass percentage of the kaolin an the solid pulp waste and kaolin are as following 100:0; 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 50:50%. Each of the sample was mixed with adequate plastician water. After getting homogenous sample, the sample was poured into a cylindrical dough with a 20 cm of height, 1,5 inch of outer diameter and 0,65 inch of inner diameter, then all the samples were dried for 4 days. All the samples were burned in a furnace at temperature of 1100o C and kept at the temperaturefor 2 hours, then cooled down for 12 hours. After that all the samples were tested physically and mechanically. Based on the experiment, it was found physically that decrease mass as 17,77 – 32,10%; decrease burning as 1,97 – 4,07 gram/cm3; phorousity as 27,96 – 54,27%; and density of 1,14 – 1,20 gram/cm3. Moreover from the mechanical tese, it was foud that the impact srength of 1,49x10-2 – 4,05x10-2 MPa and te hardness of 87 – 127 MPa. Before gas emissed testing was performed, all the samples are analyzed to calculate the chemical composition of the ceramics using X-Ray difraction method. From the experiment, it was seen the dominant phase were hydrooxide alumina silicate Al2(Si2O5)(OH)4, Alumina Al2O3 and oxide silica (SiO2). In order to obtain the

influence of the ceramics filter, the emissed gas was performed using a Gas Analyzer with and without the ohorous ceramics. From the test, it was shown that using of ceramic filter reduces a combustion gas significantly. The reduces of the emissed gas were obtained as following 36,21 – 97,14% of CO; 36,47 – 87,87% of HC; 25,64 – 95,97% of CO2 and the increase of O2 from 400,72 – 1264,03%.

The optimum concentration was chosen as 70% solid waste pulp and 30% of kaolin, that was classified as a best phorous ceramics for combusted gas filter. The gas emission without the ceramic filter at a starting point (0 km) was found to be 0,05 % of CO; 12,88% of CO2 ; 207 ppm of HC; and 3,08% of O2. While the gas

emission with the ceramic filter after running 6099 km distance was found to be 0,398% of CO; 11,42% of CO2; 123 ppm HC, and 391% of O2. Based on the gas

emission test, the ceramics filter are most probably used for more than 6099 km in fistance, then the similar test is needed to performed.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi material keramik pada saat ini telah diarahkan kepada spesifikasi kegunaannya dalam berbagai kebutuhan, antara lain : kebutuhan rumah tangga, industri mekanik, elektronika, cordierite, refraktori, teknologi ruang angkasa, keramik berpori , dan lain sebagainya.

Keramik berpori telah berhasil dibuat dan dimanfaatkan sebagai media filter dalam penuangan logam cair, sebagai katalisator yang biasa ditempatkan dalam system gas buang kendaraan bermotor (Van Vlack Lawrence H, 1985). Demikian juga halnya yang dilakukan oleh Lindgvist dan Liden, 2000) sedangkan untuk mereduksi pencemaran di atmosfer digunakan biofilter oleh E.Y.Lee, et all, 2001.

Udara merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanpa udara manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Seiring dengan tingginya laju pembangunan, maka kualitas udarapun semakin menurun, ditambah lagi tingginya arus transportasi kendaraan bermotor yang menghasilkan sisa pembakaran yang tidak sempurna. Kondisi ini sangat tampak di kota-kota besar khususnya Negara-negara yang sedang berkembang karena masih rendahnya kebijakan yang mengatur tentang pencemaran lingkungan.

Dampak negatif dari masalah system transportasi ini adalah tingginya kadar polutan akibat emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Hal ini bisa menjadi ancaman serius bila dibiarkan begitu saja. Bukan hanya bagi lingkungan, tetapi lebih jauh bisa mengakibatkan menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan berjangkitnya penyakit saluran pernafasan akibat polusi udara.

Dampak lain yang begitu dirasakan akibat menurunnya kualitas udara adalah adanya pemanasan kota karena perubahan iklim dan penipisan lapisan


(20)

ozon secara regional. Lapisan ozon itu sendiri merupakan pelindung di atmosfir yang dapat mencegah pemanasan bumi dan mengurangi dampak sinar matahari yang dapat membahayakan kesehatan. Jika pemanasan bumi terus meningkat, maka permukaan laut akan meningkat pula akibat melelehnya salju abadi di kutub-kutub bumi. Sementara sinar ultraviolet dari sinar matahari yang tidak terfilter dengan baik oleh ozon dapat menyebabkan penyakit seperti kanker kulit yang akut. Faktanya lubang ozon saat ini sudah semakin melebar, dan upaya untuk mencegahnya belum secepat dan sebesar tindakan merusak oleh tangan manusia.(Indah Kastiyowati, 2009)

Seperti telah diuraikan diatas bahwa kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara di daerah perkotaan. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Bahan pencemar yang terutama terdapat di dalam gas buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan oksida sulfur (SOx), serta partikulat debu, termasuk timbal (Pb). Dari segi lingkungan, emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa materi logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan (Tugaswati, 2000).

I.2. Permasalahan

Keramik memilki keungulan jika dibandingkan dengan bahan padat lainnya seperti logam dan polimer, sedangkan keramik memiliki titik lebur yang sangat tinggi, keras, tahan terhadap korosi, dan bahan bakunya mudah diperoleh.

Namun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengoptimalkan porositas dan kekuatannya, sehingga dapat memfilter sebagian besar gas buang yang dikeluarkan kendaraan bermotor dengan memilih bahan


(21)

baku dan campurannya, demikian juga bagaimana metode pembuatan material keramik berpori yang tepat guna.

I.3. Perumusan Masalah

Bahan baku yang digunakan untuk keramik berpori ini terdiri dari limbah padat pulp dan kaolin. Perumusan masalahnya seberapa banyaknya kaolin dapat memberi pengaruh terhadap kekuatan keramik berpori yang difungsikan sebagai filter. Demikan pula seberapa banyak emisi gas buang yang masih dapat di transmisikan, serta oksigen yang dihasilkan melalui reproduksi.

1.4. Pembatasan Masalah

Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengurangi polusi udara, namun dalam penelitian ini dapat dibatasi untuk sekedar mengetahui seberapa besar persentase pengurangan jumlah emisi gas buang yang dihasilkan oleh gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar premium. Demikian juga berapa kilometer daya tempuh perjalanan kendaraan sehingga filter sebagai penyaring masih layak dipergunakan.

1.5. Tujuan Penelitian

• Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara

pembuatan keramik berpori dari limbah padat pulp dan kaolin.

• Untuk mengetahui berapa banyak limbah padat pulp ( dreg, grit

dan biosludge) serta kaolin dapat dimanfaatkan dalam pembuatan keramik berpori ini.

• Untuk mengetahui peranan keramik berpori yang berbasis bahan

baku limbah padat pulp dan kaolin yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran gas buang dari kendaraan bermotor.


(22)

• Untuk mengetahui prinsip reproduksi oksigen yang dihasilkan melalui proses kimia pada saat mesin kendaraan dihidupkan

• Untuk mengetahui optimalisasi pemakaian filter terhadap jarak

tempuh yang masih layak dipakai.

1.6. Manfaat Penelitian

• Pemanfaatan limbah padat pulp untuk bahan utama dalam

pembuatan keramik berpori dalam upaya mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

• Dapat bermanfaat untuk mengurangi tingkat polusi udara pada

daerah atau tempat-tempat yang padat kendaraan bermotor.

• Penelitian ini sangat diharapkan bermanfaat sebagai

penyempurnaan dalam komponen kendaraan bermotor

• Merupakan bahan masukan kepada para industrial keramik,

otomotif dan pemerintah untuk menindak lanjutinya

• Meningkatkan ekonomi daerah dan lapangan pekerjaan bagi

masyarakat.

                 


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Keramik

Bahan keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa unsure metal dan non metal yang terikat secara ionic maupun kovalen. Keramik pada umumnya mempunyai struktur kristalin dan sedikit electron bebasnya. Susunan kimia keramik sangat bermacam-macam yang terdiri dari senyawa yang sederhana hingga campuran beberapa fasa kompleks. Hampir semua keramik merupakan senyawa-senyawa antara unsur elektropositif dan elektronegatif. Keramik memiliki sifat-sifat antara lain mudah pecah dan getas. Kekuatan dan ikatan keramik menyebabkan tingginya titik lebur, tahan korosi, rendahnya konduktivitas termal, dan tingginya kekuatan kompresif dari material tersebut. Secara umum keramik mempunyai senyawa-senyawa kimia antara lain: SiO2, Al2O3, CaO,

Na2O, TiC, UO2, PbS, MgSiO3, dan lain-lain.

2.2. Jenis bahan keramik 2.2.1. Kaolin

Kaolin diklasifikasikan dalam 2 jenis yaitu pertama suatu endapan residu berasal dari perubahan batu-batuan. Kedua adalah jenis pengendapan yang mana batu bagus dan partikel-partikel clay telah dipisahkan dari endapan.

Kaolin yang berasal dari preshidrotermal yaitu pengikisan yang terjadi akibat pengaruh air panas yang terdapat pada retakan dan patahan serta daerah

permeable lainnya dalam batu-batuan. Kaolin yang berasal dari proses pelapukan (sedimentasi) yaitu pelapukan batuan beku dan batuan metamorpik yang reaksinya adalah sebagai berikut :

KAlSi3O8 HAlSi3O8 + KOH (Hydrolysis)


(24)

2HAlSiO4 + H2O (OH)4Al2Si2O5 (Hydration)

Kaolin yang dipergunakan dalam pembuatan sampel adalah kaolin yang berasal dari Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Sumatera Utara dengan cadangan dan potensi cukup banyak ± 7.913.000 ton (Dinas Pertambangan dan Energi Sumut, 2007).

Garis besar deretan reaksi atau perubahan fasa kaolin yang dipanaskan adalah sebagai berikut :

a. Tahap pertama : Sekitar 500oC yaitu reaksi endotermis yang

sehubungan dengan hilangnya struktur air atau dehidrasi kaolinit dan pembentukan metakaolin, 2Al2O3.4SiO2.

b. Tahap kedua : Sekitar 950oC yakni reaksi eksotermis, sehubungan dengan pengkristalan yang cepat fasa bentuk jarum (spinel), disebut γ-Al2O3, oleh Brinley dan Nakahira

dinyatakan dengan 2Al2O3.3SiO2.

c. Tahap ketiga : Sekitar 1050 – 1100oC, sehubungan dengan reaksi eksotermis kedua dimana struktur bentuk jarum berubah menjadi fasa mullit dan selanjutnya muncul kristobalit. Jika pemanasan diteruskan akhirnya mullit akan mengkristal dengan baik dengan komposisinya 3Al2O3.2SiO2. (Syukur, 1982)

2.2.2. Feldspar

Feldspar merupakan silikat alamiah pada umumnya digunakan dalam pembuatan keramik sebagai bahan fluks (Fluxing Material) yaitu sebagai sumber alumina dalam gas dan sumber alkali dalam gelas serta sumber alkali dalam glasir dan enamel.


(25)

Bahan ini dapat berupa pelebur (fondaut) dengan kandungan alumino-sifat-alkali yang beraneka ragam terdiri dari:

a. Arthose : (Si3Al)O8K, Potasis

b. Albite : (Si3Al)O8Na, Sodis

c. Anorthite : (Si3Al)O8Ca, Kalsis

Dari komposisinya dapat dilihat bahwa struktur feldspar tidak berbeda dengan struktur tanah liat, merupakan silikat alamiah, berwarna merah jambu ataukecoklat-coklatan dan merupakan mineral keramik dengan salah satu komposisinya adalah NaAlSi3O8. Feldspar juga merupakan jaringan silikat dan

satu diantara empat atom silicon digantikan oleh atom aluminium. Diatas

temperature 900oC feldspar umumnya masih dalam keadaan stabil dan tidak

mengalami perubahan fasa.(

2.2.3. Clay (Lempung).

Clay dikenal sebagai tanah liat (argiles), merupakan sejenis mineral halus berbentuk kepingan, gentian atau hablur yang terbentuk dari batuan sediment (sediment rock) dengan ukuran butir < 1/256 mm. pada umumnya ada 2 jenis clay yaitu: ball clay, dan fire clay.

Ball clay digunakan pada keramik karena memiliki plastisitas tinggi dengan tegangan patah tinggi serta pernah digunakan sendiri. Fire clay terdiri dari tiga jenis yaitu: flin fire clay yang memiliki struktur kuat, plastic fire clay yang memiliki workability yang baik, serta high alumina clay yang sering dipergunakan sebagai refraktori dan bahan tahan api.


(26)

2.2.4. Kuarsa (silica)

Kuarsa adalah salah satu mineral yang berupa kristal sempurna, terdiri dari Kristal-kristal silica (SiO2). Kuarsa merupakan hasil dari proses pelapukan yang

mengandung mineral utama seperti: Al2O3, Fe2O3, Cr2O3, Na2O3, TiO2, K2O.

Kuarsa berwarna putih bening,memiliki sifat-sifat fisis dan mekanis tertentu. (www.refractron.com)

2.3. Pembentukan keramik

Proses pembentukan keramik dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

a. Die pressing:

Pada proses ini bahan keramik dihaluskan hingga mebentuk bubuk, lalu dicampur dengan pengikat (binder) organic, kemudian dimasukkan kedalam cetakan dan ditekan hingga mencapai bentuk padat yang cukup kuat. Metode ini umumnya digunakan dalam pembuatan ubin, keramik elektronik, atau produksi dengan cukup sederhana karena metode ini cukup murah.

b. Rubber mold pressing

Metode ini dilakukan untuk menghasilkan bubuk padat yang tidak seragam dan disebutrubber mold pressing, karena dalam pembuatannya menggunakan sarung yang terbuat dari karet. Bubuk dimasukkan kedalam sarung karet, kemudian dibentuk kedalam cetakan hidrostatis.

c. Extrusion Molding.

Pembentukan keramik pada metode ini melalui lobang cetakan. Metode ini bias digunakan untuk membuat pipa saluran, pipa reaktor, atau material lain yang memiliki suhu normal untuk penampang lintang tetap.


(27)

d. Slip Casting

Metode ini dilakukan untuk memperkeras suspensi dengan air dari cairan lainnya, dituang kedalam plaster berpori, air akan diserap dari daerah kontak kedalam cetakan dan lapisan yang kuat akan terbentuk.

e. Injection molding

Bahan yang bersifat plastis diinjeksikan dan dicampur dengan bubuk pada cetakan. Metode ini banyak digunakan untuk memproduksi benda-benda yang mempunyai bentuk yang kompleks.

2.4. Bahan Dasar Keramik

Bahan dasar keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa netral dan non netral yang terikat secara ionic maupun kovalen. Keramik pada umumnya mempunyai struktur kristallin dan sedikit electron bebasnya. Susunan senyawa kimianya sangat bervariasi, terdiri dari senyawa yang sederhana hingga campuran dari beberapa fasa kompleks.

Pada dasarnya bahan baku keramik terdiri dari :

a. Bahan Plastis

Bahan ini berupa tanah liat (argiles) dengan kandungan mineral yang bersifat liat dan mineral tambahannyang berasal dari endapan kotoran. Mineral berupa silikat, Mg, Fe, bersifat kapur dan alkali.

b. Bahan Pelebur

Bahan ini berupa feldspar dengan kandungan alumino silikat alkalin yang beraneka ragam terdiri dari :


(28)

™ Orthose : (Si3Al)O8K, Potasis

™ Albithe : (Si3Al)8Na, Sodis

™ Anorthite : (Si3Al)O8Ca, Kalsis

c. Bahan penghilang Lemak

Bahan ini adalah bahan baku yang mudah di haluskan dan koefisien penyusutannya sangat rendah. Biasanya bahan ini berfungsi sebagai penutup kekurangan-kekurangan yang ada karena plastisitas yang eksesif dari tanah liat, terdiri silica (SiO2) atau kwarsa yang berbeda bentuknya.

d. Bahan tahan panas

Bahan ini terdapat bahan yang mengandung Mg dan SIlikat aluminium (Sembiring, Anwar D, 1990)

e. Bahan pencampur

Bahan penguat selalu digunakan kaolin, bahan ini merupakan bahan baku utama dalam pembuatan keramik, berfungsi untuk mengontrol tentang pembahasan dan distorsi selama pembakaran. Kaolin akan membentuk fasa cair pertama dalam system pada sekitar suhu 9000C. kemudian fasa kristalisasi utama dan berkutnya Mullite (Relva,C,Buchanan, 1990).

2.5. Keramik Berpori

Keramik berpori memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan sebagai filter antara lain tahan korosi, tidak bereaksi dengan campuran yang dipisahkan serta pori dan kekuatannya dapat diatur. Porositas dapat diatur antara lain dengan menambahkan bahan aditif seperti serbuk kayu dan bahan lain misalnya grog yang dapat menghasilkan gas pada saat dibakar sehingga meninggalkan rongga yang disebut pori. Hasil pengukuran keramik cordierite berpori menunjukkan bahwa densitas


(29)

berkisar 0,75-1,17 gr/cm3, porositas 58µ½, kekuatan patah 0,5-2 MPa, kekerasan (HV) 0,3-1,8 GPa (Sebayang.P, 2006).

Swedish Ceramic Institute dapat membuat keramik berpori dengan tehnik yang berbeda yang dinamakan tehnik protein suspensi hingga memperoleh porositas antara 50-80% dari volume keramik. Refractron Technologies Corp New York USA adalah badan yang meneliti dan memproduksi keramik berpori, dimana mereka memproduksi keramik berpori dengan karakteristik standar porositas

antara 40-50% sedangkan HP Technical Ceramics memproduksi keramik berpori

dengan standar porositas 35-50%.

Pembuatan keramik berpori dari bahan limbah juga telah dilakukan oleh Sasai, dkk (2003) dengan mencampur limbah pabrik kertas, serbuk gergajian kayu (K2CO3) sebagai activator dan clay sebagai aditif dan dikalsinasi pada suhu 8500

C selama 1 jam pada tekanan 2 atmosfer. (Sasai,dkk. 2003)

2.6. Limbah Padat Pulp

Limbah padat pada umumnya merupakan sisa olahan dari suatu industri, terkadang jumlahnya cukup besar tergantung pada jenis industrinya. Limbah padat pulp pada dasarnya dapat mengganggu aktivitas maupun lingkungan pabrik itu sendiri maupun kawasan sekitarnya.

Pencemaran lingkungan bisa berdampak negatif pada kenyamanan dan kesehatan di sekitarnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang justru itulah pemerintah harus bijaksana dalam menanggulangi dan mengambil keputusan melalui “AMDAL”.

Nama baru yang merupakan komitmen setelah berganti nama dari sebelumnya PT. Indorayon dan sekarang berganti nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk menegaskan komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sejak kembali beroperasi pada akhir Maret 2003 setelah sekitar 4,5 tahun berhenti. Perusahaan ini telah menutup produksi yang berpotensi ini menjadi polutan,


(30)

melakukan pengelolaan limbah, serta menggunakan kayu eucalyptus dan akasia yang berasal dari tanaman industry sendiri.

Saat ini pabrik yang beberapa waktu lalu sempat mengalami beberapa kali penutupan karena masalah lingkungan tersebut baru memproduksi bubur kertas sebanyak 90 – 100 ribu ton dari kapasitas maksimalnya yaitu 240 ribu ton per tahun. Sekitar 60 – 70 persen produksinya saat ini ditujukan untuk diekspor dengan negara tujuan Korea, Jepang, Taiwan dan Hongkong. Untuk ekspor pulp ini, mereka harus melakukan tes kualitas ke Cina. Bentuk limbah pada dasarnya cair atau padat, terkadang jumlahnya cukup besar.

Menurut pantauan dilapangan, jumlah limbah padat pulp di PT. TPL Porsea Tobasa ini mencapai 7 ton perhari. Dapat dibayangkan penumpukan limbah ini setiap bulan dan bagaimana pula setiap tahunnya. Untuk tujuan dan menjaga kelestarian ini tentu pihak terkait akan mengupayakan jalan keluarnya.

Timbullah pemikiran bagaimana cara mengolah limbah padat menjadi material baru yang berguna dan bernilai dalam meningkatkan nilai ekonomi masyarakat. Berdasarkan pantauan dan analisis senyawa kimia di lapangan, limbah padat ini sangat dominan mengandung senyawa bahan baku keramik, logam dan polimer. Oleh sebab itu diharapkan limbah padat pulp dapat dijadikan sebagai basis bahan keramik berpori. (lihat lampiran E)

Limbah padat pulp terdiri dari gugusan yang merupakan proses-proses sisa olahan secara bertahap. Gugusan ini terdiri dari : grit, dreg dan bio sludge.

™ Grit berasal dari proses recousstisizing berupa bahan yang tidak bereaksi antara green liquoer dan kapur tohor, yang kandungan utamanya adalah bata dan pasir yang mengandung hidrokarbon

™ Dreg merupakan bahan endapan dari green liquoer yaitu smelt yang dilarutkan dengan weak wash dari lime mud washer. Kandungan utamanya adalah silika dan bahan karbon residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boiler. Bahan ini kaya akan karbon karena tidak bereaksi.


(31)

™ Bio sludge : Merupakan campuran dari endapan limbah cair, yang diperoleh dari proses primary dan secondary yang kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati. Dengan demikian perlu dilakukan pengamatan dan analisa lebih lanjut tentang senyawa-senyawa atau fasa yang dominan dari kandungan limbah padat pulp tersebut, sehingga cocok digunakan untuk membentuk material keramik.

Dengan demikian perlu dilakukan pengamatan dan analisis lebih lanjut tentang senyawa-senyawa kimianya maupun fasa dominan agar dipadukan dengan bahan campuran yang ideal, sehingga dapat dilakukan pembuatan keramik berpori yang tepat guna.

2.7. Absorbsi

Absorbsi adalah terserapnya atau terikatnya suatu substansi (absorbet) pada permukaan yang dapat menyerap (absorbent) . Absorbsi dapat terjadi diantara zat padat dan zat cair, zat padat dengan gas, zat cair dengan zat cair, dan zat cair dengan gas.

Absorbsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat yang memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik kearah dalam (gaya kohesi absorben lebih besar dari gaya adhesinya). Ketidakseimbangan gaya tarik tersebut mengakibatkan zat yang digunakan sebagai absorben cenderung menarik zat-zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya.

Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorbent dengan

absorbet, absorbsi dibagi menjadi dua bagian, yaitu absorbsi fisika dan absorbsi kimia. Absorbsi fisika terjadi bila gaya intermolekuler lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara absorbet dengan

permukaan absorbent, gaya ini disebut gaya Van der Waals. Adsorbsi ini

berlangsung cepat, dapat membentuk lapisan jamak (multilayer), dan dapat


(32)

Absorbsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul

absorbet dengan adsorbent dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion. Gaya ikat absorbent ini bervariasi tergantung pada zat yang bereaksi. Absorbsi jenis ini

bersifat irreversible dan hanya dapat membentuk lapisan tunggal

(monolayer).(Moressi, 1978)

2.8. Porositas

Porositas adalah untuk mengetahui pori-pori (porositas) yang terdapat dalam sampel. Porositas merupakan satuan yang menyatakan keporositasan suatu material yang dihitung dengan mencari persen (%) berdasarkan daya serap bahan terhadap air dengan perbandingan volume air yang diserap terhadap volume total sampel. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana : mb = massa basah (g)

mk = massa kering (g)

ρ = massa jenis (g/cm3)

Vt = Volume total sample (cm3)

2.9. Densitas

Densitas pada material didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V).

Densitas dinyatakan dalam g/cm3 dan dilambangkan dengan ρ (rho)

 ...(2.1)  % 100 V ) m m ( porositas t air k b × × ρ − =  ...(2.2)  V m = ρ


(33)

Dimana : m = massa (g)

: V = Volume (cm3)

: ρ = Densitas (g/cm3)

2.10. Kekerasan

Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaan, namun pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi plastis karena pada bahan yang ulet kekerasan memiliki hubungan yang sejajar dengan kekuatan. Untuk menguji kekerasan suatu material bisa digunakan berbagai macam cara, salah satu diantaranya adalah metode Vickers.

Pengujian kekerasan dilakukan dengan alat digital Equotip Hardness Tester, dimana hasilnya dapat dibaca secara langsung dan diperoleh dalam satuan HB (Hardness of Brinnel) yang dapat dikorelasikan nilainya ke satuan Hardness of Vickers dari tabel korelasi nilai kekerasan Brinell, Rockwell dan Vickers .

Hv = 1,854 ………. (2.3)

Dimana : d = panjang rata-rata garis diagonal (mm)

Ρ = beban penekanan grf

2.11. Kuat Tekan

Nilai kuat tekan sampel didapat melalui tata cara pengujian secara manual dengan memberikan beban tekan bertingkat dengan peningkatan beban tertentu atas benda uji.

Kekuatan tekan τ = ………..(2.4)


(34)

A = luas penampang (mm)

2.12. Kuat impak (Impact Strength)

Suatu bahan mungkin memiliki kekuatan tarik yang tinggi tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi pembebanan kejut. Ketahanan impak biasanya diukur dengan menggunakan metod Izod atau Charpy yang bertakik maupun tidak bertakik. Pada pengujian ini beban diayun dari ketinggian tertentu untuk memukul benda uji, kemudian diukur energi yang diserap oleh perpatahan (Smallmann, 1991).

...(2.5.)

dimana : = kuat impak (J/m3)

E = energi yang dihasilkan godam (J/m)

A = Luas Benda Uji di bawah takik (m2)

2.13. Susut Massa

Pengukuran susut massa dilakukan pada sampel uji yang berbentuk pelet dengan massa awal (sebelum dibakar).

Dimana : mo = massa sebelum dibakar

ms = massa sesudah dibakar

% 100 x m

m m massa Susut

o s o −


(35)

2.14. Susut Volume

Pengukuran susut volume dilakukan pada benda uji yang berbentuk pelet dengan volume awal (sebelum dibakar).

Susut Volume = x100%

V V V

o s o −

Dimana : Vo = Volume sebelum dibakar

Vs = Volume sesudah di bakar (Sembiring, A.D, 1990)

2.15. Difraksi Sinar-X

Difraksi merupakan gejala hamburan yang terjadi apabila sinar-X datang pada atom-atom dalam bidang kristal. Pada tahun 1912 fisikawan Jerman Max Van Laue menyatakan bahwa jika kristal terdiri dari barisan-barisan atom-atom yang teratur dan sinar-X adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang yang sama dengan jarak antar atom pada kristal, maka kristal tersebut dapat mendifraksikan sinar-X.

Apabila suatu kristal dihamburkan dengan berkas sinar-X, maka setiap atom dalam kristal yang dilalui oleh sinar-X mengabsorbsi energi dan kemudian memancarkan kembali ke segala arah. Dengan demikian atom-atom itu merupakan sumber energi sekunder atau dapat dikatakan bahwa sinar x dihamburkan oleh atom-atom dalam kristal. Sinar sekunder yang berasal dari berbagai atom saling berinterferensi, ada yang saling menguat dan ada pula yang saling memusnahkan.

Kemudian pada tahun 1913 teori tersebut dikembangkan oleh W. L. Bragg, yang beranggapan bahwa sinar-x yang menembus kristal akan dipantulkan oleh lapisan atom yang berikutnya seperti terlihat pada gambar dibawah ini :


(36)

Gambar.2.4 Difraksi Sinar X (Glenn, 2007)

Agar terjadi interferensi maksimum (saling menguat), sinar 1 dan sinar 2 harus se-fase. Ini berarti bahwa beda lintasan kedua harus sama dengan panjang gelombang sinar atau kelipatannya.

Jadi hubungannya memenuhi persamaan : 2d sin θ = n λ. Persamaan

tersebut dikenal dengan Hukum Bragg.

Dimana : λ= Panjang gelombang

n = orde difraksi

θ = sudut hamburan Bragg

d = Jarak antar bidang.

Besar Sudut difraksi θ tergantung pada panjang gelombang λ berkas sinar x dan jarak d antar bidang. (Syukur.M, 1982).

2.16. Gas Analyzer

Untuk mengetahui besar persentase gas buang dari kendaraan bermotor yang terserap oleh sampel dapat ditentukan dengan persamaan matematis sebagai berikut :

Perubahan emisi

Dimana : Xo = banyaknya gas CO, CO2 dan HC sebelum menggunakan filter 1

Bidang 

Bidang 

% 100

x Xo

Xs Xo


(37)

Xs = banyaknya gas CO, CO2 dan HC sesudah menggunakan filter

(Tugaswati, T.A, 2000)

2.17. Pencemaran Udara

Secara umum, terdapat 2 sumber pencemaran udara, yaitu pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources) seperti letusan gunung berapi, dan yang berasal dari kegiatan manusia (antropogenic sources), seperti yang berasal dari transportasi , emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia, dikenal 6 jenis zat pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources) yaitu : karbon monoksida(CO), Oksida Sulfur (SOx), Oksida nitrogen (NOx), Partikulat, Hidrokarbon (HC), dan Oksida fotokimia, termasuk ozon.

Pencemaran udara yang terjadi di kota-kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan, bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil untuk sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota-kota besar. Proses pembakaran fosil tersebut sepenuhnya tidaklah sempurna, sehingga gas hasil buangannya mengandung gas-gas yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Selain itu, efek rumah kaca juga menjadi penyebab utama atas meningkatnya pencemaran udara, sehingga memicu terjadinya “global warming”, yaitu meningkatnya suhu permukaan bumi akibat adanya pencemaran di berbagai lingkungan, salah satunya pencemaran udara yang disebabkan oleh meningkatnya produksi polusi udara dari hasil pembakaran bahan bakar fosil.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara tersebut ini, perlu dilakukan usaha untuk mengendalikan pencemaran, yaitu dengan mengurangi konsentrasi zat-zat berbahaya yang dilepaskan ke lingkungan. Cara yang dilakukan dapat berupa usaha untuk mengkonversikan gas-gas berbahaya tersebut menjadi gas yang ramah lingkungannya.


(38)

Saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai teknologi yang ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat berbagai aktivitas mesin-mesin kendaraan dan industri. Salah satu penelitian yang dikembangkan adalah

mengenai “Catalytic Converter”. Catalytic Converter adalah merupakan

pengembangan dari jenis katalis padatan yang digunakan untuk membantu proses konversi, reduksi dan oksidasi zat-zat berbahaya dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dan industri. Pada dasarnya, mesin-mesin sudah di desain untuk dapat melakukan pembakaran dengan sempurna terhadap bahan bakar mesin, sehingga zat-zat hasil pembakaran adalah berupaH2O, CO2 dan NO2

yang ramah lingkungan. Namun keadaan yang terjadi di lapangan, pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor dan industri selalu tidak sempurna, sehingga zat-zat yang dihasilkan berupa gas-gas beracun yang berbahaya bagi lingkungan dan mahkluk hidup, yaitu :gas CO, NOxdan HC. Gas CO, jika terhirup

dan masuk kedalam saluran pernafasan selanjutya akan berikatan dengan

Haemoglobin (Hb), sehingga mengganggu transportasi oksigen. Gas NOx selain berakibat langsung pada tanaman dan meracuni manusia, hasil akhir pencemarannya adalah asam nitrat (HNO3) yang terinsepsi ke dalam lingkungan

dalam bentuk garam-garam nitrat dalam air hujan, sehingga terjadilah hujan asam. Hujan asam dapat menyebabkan tumbuh-tumbuhan rusak, bahkan mati adapun senyawa HC bersifat karsinogenik, yang jika masuk ke dalam tubuh mahluk hidup, dengan oksida dan nitrogen, HC akan bereaksi secara foto-oksidasi dan membentuk Smog. Selanjutnya dengan adanya katalis converter yang berfungsi untuk mengatasi pencemaran zat-zat yang berbahaya tersebut dengan proses

konversi, yaitu mereduksi dan mengoksidasi gas CO dan HC menjadi CO2 dan

H2O, mereduksi gas NOx menjadi N2, O2 dan NO2 dengan bantuan sebuah

pengemban (media/support) dari bahan alam yang ada di Indonesia, seperti batuan alam zeolit yang memiliki ketahanan termal yang tinggi, sehingga tahan pada proses bersuhu tinggi.

Uji emisi terhadap gas buang kendaraan bermotor dilakukan sesuai dengan peraturan Menteri No. 05/2006 tentang ambang batas Emisi Gas Buang kendaraan bermotor,. Peraturan Pemerintah tersebut juga mewajibkan kepada


(39)

Pemda / Pemko untuk melakukan uji Emisi setiap enam bulan di daerahnya masing-masing.

Dalam uji tersebut, besarnya polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar premium, yaitu kendaraan tahun pembuatan dibawah 2007, gas buang yang dihasilkan berupa Hidro Carbon (HC) tidak

melebihi 1200 dan karbondioksida (CO2) sekitar 4,5%. Sementara untuk

kendaraan tahun pembuatan diatas 2007, ketentuannya lebih ketat, yaitu tingkat

HC sebesar 200 dan CO2 1,5%. Untuk kendaraan yang menggunakan bahan

bakar solar, opastias atau ketebalan asap yang dihasilkan mencapai70%. Pada dasarnya menurut pengalaman uji emisi yang dilakukan bahwa tinggi polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor tidak selalu dipengaruhi oleh tahun pembuatan, tetapi lebih kepada perawatan mesin kendaraan.

Dari 300 kendaraan roda empat pribadi maupun umum yang diuji di setiap provinsi, rata-rata ada sebanyak 40 kendaraan tidak lulus uji emisi. Hal ini menandakan cukup tinggi polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor. Emisi

kendaraan bermotor juga mengandung dinitro oksida(N2O) dan methane(CH4)

yang merupakan gas rumah kaca yang menghalangi pantulan sinar matahari, sehingga dapat meningkatkan suhu bumi atau dapat menimbulkan pemanasan global.

2.18. Bahaya Karbon monoksida.(CO)

Karbon Monoksida yang dihasilkan dari proses bahan bakar yang tidak sempurna, karbon monoksida umumnya tidak berwarna, tidak berbau, tidak mudah larut dalam air, tidak menyebabkan iritasi, beracun, dan berbahaya. Kendaraan bermotor merupakan sumber polutan karbon monoksida yang utama, itulah mengapa di kota yang padat lalu lintasnya terdapat banyak sekali gas karbon monoksida. Karbon monoksida ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dan diabsorbsi di dalam peredaran darah. Karbon monoksida akan berkaitan dengan haemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke


(40)

seluruh tubuh. Kalau karbon monoksida terhisap ke dalam paru-paru, dengan sendirinya akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas karbon monoksida bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Haemoglobin + O2 O2H6 (Oksihemoglobin)

Hemoglobin + CO COH6 (Karbonsihemaglobin)

Secara sederhana, pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi melalui beberapa tahap seperti 2C + O2 2CO dan 2CO + O2 2CO2.

Reaksi pertama berlangsung sepuluh kali lebih cepat dari pada reaksi ke dua. Oleh karena itu karbon monoksida merupakan intermediate pada reaksi pembakaran tersebut dapat merupakan produk akhir, jika jumlah O2 tidak cukup

untuk melangsungkan reaksi kedua.

Gas karbon monoksida memang sangat berbahaya bagi tubuh kita. Massa jenisnya sedikit lebih ringan dari udara. Karbon monoksida bersifat tidak stabil dan membentuk oksigen (O2) untuk mencapai kestabilan gas. Gejala awal yang

dialami penderita yang keracunan gas karbon monoksida adalah: pusing, rileks, mengantuk, bahkan bisa tidak sadar, fungsi sistem kontrol tubuh menurun, serta fungsi jantung dan paru-paru menurun. Pencegahan karbon monoksida dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:

- melakukan pemeriksaan rutin terhadap sistem pembuangan kendaraan

bermotor setiap tahunnya.

- Jangan menghidupkan mesin kendaraan dalam garasi yang tertutup, karena gas karbon monoksida dapat memenuhi ruangan.

- Jika ingin beristirahat dalam mobil, jangan menutup seluruh kaca mobil ketika menghidupkan AC.

- Jangan lupa menggunakan masker pada saat mengendarai sepeda motor.


(41)

2.19. Fluks Emisi Gas Buang

Jumlah fluks emisi gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar premium /solar menjadi salah satu factor penting yang harus diperhitungkan pada saat ini. Hal ini berhubungan dengan angka pertambahan atau pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya. Untuk itu perlu di cari solusinya dengan mengupayakan suatu system yang berkaitan dengan tingkat kemampuan

dalam menggunakan suatu bentuk material yang disebut dengan “keramik

berpori” yang dirancang sebagai filter yang berfungsi sebagai penyerap emisi gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Jumlah fluks ini dapat diukur

dengan menggunakan alat “Emissi Analyzer Gas” dan pengkurannya dilakukan

berdasarkan pertambahan konsentrasi gas buang terhadap waktu saat mesin kendaraan diaktifkan. Hasil pengamatan ini dapat jelas terlihat bahwa jumlah emisi gas buang akan berkurang selama filter masih ditempatkan pada posisinya. Dengan pertambahan waktu pemakaiannya, maka filter sebagai pengabsorb, hingga batas waktu tertentu harus diganti. Pengukuran fluksi ini dapat dilakukan terhadap interval jangkauan lintasan (kilometer). Tingkat kelayakan pemakaian filter dan emisinya akan disesuaikan dengan ketentuan “Baku Mutu” berdasarkan peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1994, tentang pengendalian Lingkungan Hidup (Departemen Lingkungan Hidup).

               


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di :

1. Laboratorium MIPA USU Medan.

2. Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Kawasan Puspitek Serpong Tangerang. 3. Laboratorium Penelitian PTKI Medan.

4. Bengkel PT. Astra Motor (Auto 2000) Jl. Gatot Subroto Medan. 5. Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan – Jl. Medan – Tj. Morawa

Km. 9,3 Medan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai awal September 2008 sampai dengan Desember 2009.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

1. Neraca Ohauss. 2. Ayakan 100 mesh. 3. Furnace.

4. Cetakan.


(43)

6. Universal Tokyo Testing Machine. 7. Equatif Hardness Tester.

8. Gas Analyzer 9. Jangka sorong. 10. Mixer.

11. Gelas Ukur.

12. Tungku Pembakaran. 13. Iber Test.

14. AAS Type AA-680. 15. XRD.

16. 1 (satu) unit Toypta Kijang Tahun Pembuatan 1997 17. 1 (satu) unit Toyota Kijang tahun pembuatan 2003.

3.2.2 Bahan

1. Limbah padat pulp dari PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea - Tobasa yang terdiri dari grit, dreg dan biosludge.

2. Kaolin dari desa Desa Bandar Pulau Pekan Dusun III Batunanggor Kab. Asahan – Prov. Sumatera Utara.


(44)

3.2.2 Bahan

1. Limbah padat pulp dari PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea - Tobasa yang terdiri dari grit, dreg dan biosludge.

2. Kaolin dari desa Desa Bandar Pulau Pekan Dusun III Batunanggor Kab. Asahan – Prov. Sumatera Utara.


(45)

Diagram alir penelitian                                        

Kesimpulan / Saran  Gambar 3.1  Diagram Alir 

Uji Maksimal absorbs terhadap jarak lintasan 

Hasil (% Absorbsi CO, HC, CO2, 

Tanpa Filter  Berfilter 

Uji Fisis 

 (susut massa, porositas,  densitas)  

Uji Mekanik   (kekerasan, impak,  

kuat tekan) Uji Absorbsi 

(Gas Analyzer)  Uji XRD 

Pendinginan (1hari)  Pengeringan  Pembutiran (100 mesh) 

 

Kaolin + Air 

Penimbangan  

Pembakaran 1100 oC  (penahanan 2 jam)  Pencetakan 

Pencampuran  Analisis Bahan (AAS) 

Limbah Padat Pulp  (Grit, dreg, biosliudge


(46)

3.4 Variabel dan Parameter Penelitian a. Variabel Penelitian

Variabel terikat pada penelitian ini adalah presentase gas buang yang terabsorbsi dan variabel bebas adalah kaolin (sebagai aditif).

b. Parameter Penelitian

Parameter adalah ukuran data yang akan diperoleh dari hasil penelitian. Dan yang menjadi parameter dalam penelitian ini adalah :

1. Susut massa. 2. Susut bakar. 3. Porositas 4. Densitas 5. Kekerasan 6. Kuat Tekan 7. Kuat Impak. 8. Emisi gas buang

9. Uji Maksimal jangkauan lintasan

3.5 Alat Pengumpul Data Penelitian

Alat pengumpul data adalah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu : Atomic Absorbtion Spectrometer Type A- 680 untuk menganalisa komposisi kimia bahan dasar sampel, Jangka sorong untuk mengukur diameter dan tebal sampel, Neraca Ohauss untuk mengukur massa sampel, Gas Analyzer untuk mengukur persentasi gas radikal CO, CO2, HC yang dapat ter emisi, Equatip Hardness Tester untuk mengukur kekerasan sampel, Universal


(47)

Tokyo Testing Machine untuk mengukur kekuatan tekan sampel. Iber Test untuk mengukur kuat impak sampel.

3.6 Pengolahan Bahan a. Pembutiran

Pembutiran dilakukan di Laboratorium Penelitian PTKI Medan dan Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan Jl. Medan- Tj.Morawa, dengan menggunakan alat penggiling, dan diayak dengan ukuran butiran 100 mesh untuk keempat bahan dasar (grit, dreg, biosludge dan kaolin).

b. Pencampuran (mixed)

Bahan dasar yang sudah berbentuk serbuk ditimbang, dalam hal ini dengan komposisi grit, dreg, biosludge dan kaolin seperti pada Tabel 3.1, kemudian dicampur secara merata (homogen).

c. Pembentukan sampel

Bahan yang telah ditimbang dicampur (bahan dasar + aditif) lalu ditambahkan air. Untuk perlakuan pertama, ditambahkan air 300 ml dan setiap penambahan adtif 10%, air ditambahkan air kembali 20 ml. Kemudian diaduk dengan mikser selama 1 jam, lalu dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder. Cetakan ini terdiri dari dua silinder. Silinder pertama berdiameter lebih besar dengan diameter dalam 3,84 cm dan silinder kedua berdiameter lebih kecil dengan diameter luar 1,61 cm dan tinggi keduanya masing-masing 30 cm. Silinder kecil diletakkan di sebelah dalam dari silinder yang lebih besar. Bahan campuran keramik yang berbentuk serbuk basah dituang ke dalam cetakan (ruang antara silinder besar dan silinder kecil), kemudian dipres sampai tekanan 5 ton dengan menggunakan alat Universal Tokyo Testing Mashine sehingga diperoleh sampel keramik setinggi 20 cm.


(48)

Untuk pengukuran kekuatan tekan, dibuat sampel berbentuk balok (pelet) yang panjangnya 3,30 cm, lebar 2,30 cm, dan tinggi 1,50 cm. Untuk pengukuran kekerasan dibuat sampel berbentuk koin dengan diameter 4,90 cm dan tinggi 3,20 cm.

Cetakan sampel dapat dibuka setelah 12 jam untuk silinder dan 1 jam untuk balok dan koin. Selanjutnya dibiarkan diruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk dibakar. Sebelum dibakar terlebih dahulu ditimbang dan diukur volumenya.

d. Pembakaran

Pembakaran dengan menggunakan oven dari suhu kamar hingga suhu 1100º C kemudian ditahan selama 2 jam, kemudian oven dimatikan (off).

e. Pendinginan

Pendinginan dilakukan secara perlahan-lahan, dengan membiarkan sampel tetap didalam oven yang telah dalam kondisi off sampai selama 12 jam, kemudian dikeluarkan untuk dilakukan pengukuran-pengukuran.

3.7 Pengukuran Volum dan Massa Sampel

Pengukuran volum sampel dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, yaitu dengan mengukur diameter dan tebal sampel. Hasil pengukuran volum sampel ditunjukkan pada Tabel 4.2. Pengukuran massa sampel dilakukan dengan menggunakan neraca Ohauss. Pengukuran ini untuk membandingkan massa


(49)

sampel sebelum dan sesudah dibakar, hingga diperoleh persentasi penyusutannya, yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

3.8 Pengukuran Porositas dan Densitas

Pengukuran densitas dilakukan dengan membandingkan massa dan volume sampel setelah dibakar. Pengukuran porositas dilakukan dengan merendam sampel di dalam air selama satu hari (24 jam), kemudian massa sampel yang telah direndam tersebut ditimbang, lalu dihitung besarnya porositas dengan menggunakan persamaan (2.1) dan densitas dengan menggunakan persamaan (2.2).

3.9 Pengujian Kekerasan, Kuat Tekan dan Kuat Impak

Pengujian kekerasan dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, yaitu dengan menggunakan Equatip Hardness Tester. Hasil pengujian langsung tertera di monitor alat dalam satuan BH (Brinell Hardness), yang kemudian dikonversikan ke VH (Vickers Hardness).

3.10 Analisa Kualitatif XRD

Analisa mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan X- Ray Difraction (XRD) yang ada di LIPI - Tangerang, dengan spesifikasi alat :

Nama alat : X-Ray Difractometer – Philips

Type : PW1835 NC9430

Tegangan Kerja : V = 40 KV

Arus : I = 30 mA


(50)

3.11 Pengujian Emisi Gas Buang

Uji emisi gas buang dilakukan di PT.Astra International TSO Auto 2000 Jl. Gatot Subroto Medan dengan menggunakan Gas Analyzer, yang bekerja secara komputerisasi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel yang berbentuk silinder dengan cara menempatkan sampel di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut, kemudian dimasukkan sensor pendeteksi gas buang kedalam sampel. Pengujian untuk tiap sampel dilakukan selama 15 menit.

                               


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Susut Massa

Data dari hasil pengukuran terhadap massa sampel sebelum dan sesudah dibakar (Lampiran B) diolah dengan menggunakan persamaan (2.1) maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.1.

No

Kaolin (%)

Msbl (gr)

Msdh (gr)

Susut massa (%)

1 0 314,45 213,50 32,10

2 10 305,67 215,24 29,58

3 20 294,42 217,50 26,13

4 30 288,55 220,27 23,66

5 40 282,63 225,76 20,12

6 50 277,59 228,25 17,77

Susut massa berkisar antara 17,77 – 32,10%. Grafik hubungan penambahan kaolin terhadap susut massa ditunjukkan pada Gambar 4.1.


(52)

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa semakin besar aditif kaolin yang diberikan maka akan semakin kecil persentase susut massanya. Susut massa relaatif turun secara linear seiring bertambahnya persentase kaolin. Hal ini dimungkinkan karena berkurangnya persentase grit, dreg dan biosludge yang di dalamnya terdapat bahan yang dapat terbakar (combustible material) dan dapat menjadi uap bila dipanaskan pada suhu 1100oC.

4.2 Susut Volum (Susut Bakar)

Dari data hasil pengukuran terhadap volume sampel sebelum dan sesudah dibakar (Lampiran A dan Lampiran B) diolah dengan menggunakan persamaan (2.2) maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.2.

 

1 2 2 3 3

0 1 2 3 4 5

Kaolin (%)

Susut M

assa (%)

 


(53)

Vdalam (cm3)

Vluar (cm3)

Vsilinder (cm3) No

Kaolin

(%) Sebelum dibakar Sesudah dibakar Sebelum dibakar Sesudah dibakar Sebelum dibakar Sesudah dibakar Susut Bakar (%)

1 0 39,61 40,98 235,22 228,64 195,62 187,66 4,07

2 10 39,61 41,16 234,44 229,04 194,82 187,88 3,56

3 20 39,70 40,98 234,47 229,29 194,77 188,31 3,32

4 30 39,77 40,97 235,02 230,22 195,25 189,25 3,07

5 40 40,11 41,57 234,65 230,68 194,54 189,11 2,79

6 50 40,01 41,14 234,31 231,63 194,31 190,49 1,97

Besarnya susut bakar yang diperoleh berkisar antara 1,97 – 4,07%. Grafik hubungan penambahan kaolin terhadap susut bakar ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Susut Bakar 

  1,50  2,00  2,50  3,00  3,50  4,00  4,50 

0 10  20 30 40 50 

Kaolin (%)

Susut

Bak

ar (%)

 


(54)

Dari gambar 4.2. ditunjukkan bahwa susut bakar relatif menurun secara eksponensial sampai penambahan kaolin 50%. Penyusutan ini erat hubungannya dengan perubahan ukuran pori-pori dan bertambah rapatnya butiran-butiran akibat besarnya ikatan, sehingga mempersempit luasan permukaan yang sekaligus memperkecil volume sampel secara keseluruhan.

4.3 Densitas dan Porositas

Dari data hasil pengukuran terhadap volume sampel sebelum dan sesudah dibakar (Lampiran A dan Lampiran B) diolah untuk menentukan densitas dan porositas. Persamaan (2.3) digunakan untuk menentukan persentase porositas dan persamaan (2.4) digunakan untuk menentukan besar densitas. Setelah diadakan pengukuran, maka diperoleh hasil dari kedua pengukuran seperti pada Tabel 4.3.

No

Kaolin (%)

Mkering (gr)

Mbasah (gr)

Vkering (cm3)

Densitas (g/cm3)

Porositas (%)

1 0 213,50 315,34 187,66 1,14 54,27

2 10 215,24 312,20 187,88 1,15 51,61

3 20 217,50 307,27 188,31 1,16 47,67

4 30 220,27 300,04 189,25 1,16 42,15

5 40 225,76 290,25 189,11 1,19 34,10

6 50 228,25 281,50 190,49 1,20 27,96


(55)

Besar densitas sampel yang diukur berkisar antara 1,14 – 1,20% dan besar porositas berkisar antara 27,96 –54,27%. Grafik hubungan antara densitas dan penambahan persentase kaolin ditujukkan pada Gambar 4.3.

Dari gambar 4.3. terlihat bahwa densitas relatif meningkat pada campuran kaolin hingga 20% dan pada penambahan 20 – 30% kelihatan terjadi transisi perubahan dalam susunan butir maupun orientasi pori-pori. Dalam grafik, kurvanya seakan-akan tidak menunjukkan adanya peningkatan, walaupun sebenarnya pada campuran 30% tersebut sudah benar-benar ada perubahan. Sedangkan pada penambahan campuran kaolin 40 – 50% kelihatan begitu jelas peningkatan densitasnya. Hal ini dapat diterima, mengingat kerapatan kaolin yang lebih besar daripada kerapatan limbah padat pulp.

Grafik hubungan antara porositas dan penambahan persentase kaolin ditujukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.3 Grafik Densitas ‐Persentase Kaolin

 

1,13  1,14  1,15  1,16  1,17  1,18  1,19  1,20  1,21 

0  10  20 30 40 50 

Kaolin (%)

Densitas (g/cm^3)


(56)

Dari gambar 4..4. terlihat bahwa porositas relative menurun secara eksponensial seiring dengan penambahan kaolin dari 40 – 50%. Dari kedua grafik yaitu densitas dan porositas ditunjukkan bahwa keduanya sangat berhubungan. Hubungan keduanya adalah berbanding terbalik. Jika densitas meningkat,porositasnya akan menurun. Besarnya densitas berbanding lurus dengan pertambahan kaolin. Sebaliknya pertambahan kaolin justru memperkecil porositasnya.

4.4 Kuat Tekan dan Kuat Impak

Setelah melakukan pengujian terhadap kekuatan tekan maka diperoleh hasil pengujian seperti pada Tabel 4.4 berikut.

 

20 30 40 50 60

0 10 20 30 40 50

Kaolin (%)

Porositas (%)

 


(57)

No

Kaolin (%)

Kuat Tekan (P) (MPa)

Kuat Impak (MPa)

1 0 0,98 1,49 x 10-2

2 10 17,64 1,58 x 10-2

3 20 30,38 2,64 x 10-2

4 30 51,45 2,72 x 10-2

5 40 53,90 3,34 x 10-2

6 50 69,58 4,05 x 10-2

Dari hasil pengujian diperoleh pengukuran kuat tekan 0,98 – 69,58 MPa, dan kuat impak sampel berkisar antara 1,49 x 10-2 – 4,05 x 10-2 MPa. Grafik hubungan antara kuat tekan dan kuat impak dengan persentase penambahan kaolin ditujukkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.

Dari Gambar 4.5 ditunjukkan bahwa kuat tekan cenderung naikdengan penambahan kaolin sebesar 10, 20, 30%, dan pada penambahan 30 sampai 40% terlihat kuat tekannya mengalami kenaikan kenaikan yang tidak begitu mencolok, namun selanjutnya pada penambahan 40 hingga 50%, peningkatannya begitu mencolok . Secara fisis pada dasarnya kekuatan itu sudah mulai kelihatan pada campuran diatas 20% karena ikatan partikel mulai terbentuk bersama orientasi pori yang beraturan. Akan tetapi, peningkatan pada penambahan diatas 30%, 40% dan 50% terjadi pertambahan densitas dan pengurangan % porositas, sehingga pada campuran kaolin yang lebih besar akan menghasilkan kekuatan tekan yang lebih besar lagi.


(58)

Dari gambar 4.5 ditunjukkan bahwa kuat tekan cenderung naik dengan penambahan kaolin 10%, 20%, 30% den penambahan 30% ke 40%, terlihat kuat tekannya mengalami kenaikan yang tida mencolok, namun selanjutnya pada penambahan dari 40% ke 50% terlihat kenaikan yang signifikan. Secara fisis pada dasarnya kekuatan itu mulai terlihat pada campuran di atas 20%, karena ikatan partikel-partikel mulai terbentuk bersama orientasi pori yang beraturan. Akan tetapi pada peningkatan persentase kaolin diatas 30%, 40% hingga 50%, terjadi penambahan densitas pengurangan % porositas, sehingga pada campurankaolin yang lebih besar akan menghasilkan kekuatan tekan yang lebih besar.

Gambar 4.5 Grafik Kuat Impak‐Persentase Kaolin  0

20 40 60 80

0 10 20 30 40 50

K u a t T e k a n ( M P a ) Kaolin (%)

Gambar 4.5 Grafik Kuat Tekan ‐Persentase Kaolin 

Gambar 4.6 Grafik Kuat Impak ‐Persentase Kaolin    0,00  0,01  0,02  0,03  0,04  0,05 

0 10  20 30 40  50 

Kaolin (%)

Kuat Tekan (MP

a)


(59)

Dari gambar 4.6. ditunjukkan bahwa kuat impak relatif menyamai kuat tekan, hanya berbeda dalam hal perlakuan yang di alami sampel uji. Kuat tekan dilakukan dengan perlahan-lahan, sedangkan uji impak dilakukan secara tiba-tiba. Mulai campuran kaolin 30% - 50%, kuat impak terlihat naik begitu mencolok. Hal ini disebabkan oleh kenaikan densitas yang sebanding dengan penyerapan energi, bilamana benda uji mengalami pukulan secara mendadak. Semakin besar densitas bahan, maka semakin besar pula kekuatan impak tersebut.

4.5 Kekerasan

Dari hasil pengujian kekerasan yang telah dilakukan dengan menggunakan Equotip Harness Tester diperoleh data hasil pengujian sebagaimana tertera pada Tabel 4.5 berikut ini.

No

Kaolin (%)

Brinell Hardness(HB)

(MPa)

Vickers Hardness (Hv)

(MPa)

1 0 - -

2 10 82 87

3 20 93 99

4 30 96 102

5 40 103 109

6 50 120 127

Dari Tabel 4.5 ditunjukkan bahwa kekerasan sampel berkisar dari 87 – 127 MPa. Grafik hubungan antara kekerasan dengan penambahan persentase kaolin ditunjukkan pada Gambar 4.7.


(60)

Dari data pada tabel 4.5 dan gambar 4.7, ditunjukkan bahwa pada 100% limbah, nilai kekerasan tidak dapat dilakukan, karena tidak terbentuk ikatan antar partikel yang kuat. Akan tetapi pada penambahan10% - 30% secara bertahap mulai terlihat kenaikan nilai kekerasannya meskipun tidak begitu mencolok. Namun diatas 30% sampai 50% pertambahan nilai kekerasannya begitu menonjol terlihat, hal ini analog dengan pertambahan kekuatan tekan dan kekuatan impak, akibat bertambah kecilnya porositas dan bertambah besarnya densitas dari sampel uji.

4.6 Uji Emisi Gas Buang

Pertama dilakukan uji emisi tanpa filter sampel untuk mengetahui keadaan awal dari gas buang (Lampiran F).

Hasil pengukuran awal tanpa filter diterakan pada Tabel 4.6 berikut ini. Gambar 4.7 Grafik Kekerasan (Hv) ‐Persentase Kaolin 

 

8 0  9 0  100  110  120  130  140 

1 0 

2 0

30 4

0

50 

Kaolin (%)

Kek

eras

an (MPa

)


(61)

Kemudian selanjutnya dilakukan pengujian dengan menggunakan filter sampel dari tiap-tiap persentase kaolin yang pengujiannya berlangsung sekitar 15 menit (Lampiran F). Hasil pengujian ini tertera pada Tabel 4.7.

Dengan Filter

Emisi (%) No

Kaolin (%)

CO CO2 HC CO CO2 HC

1 0 3,696 5,08 565 47,41 43,11 48,87

2 10 3,594 5,16 568 48,86 42,22 48,60

3 20 3,543 5,02 554 49,59 43,78 47,91

4 30 0,201 0,36 134 97,14 95,97 87,87

5 40 3,766 5,39 589 46,41 39,64 46,70

6 50 4,483 6,64 702 36,21 25,64 36,47

Dari Tabel 4.7 diperoleh emisi CO terentang antara 36,21 – 97,14%, emisi CO2 di antara 25,64 – 95,97%, emisi HC antara 36,47 – 87,87%.

Tanpa Filter

CO CO2 HC O2

7,028 8,93 1101 1,39 Tabel  4.6 Hasil Pengukuran Tanpa Filter 


(62)

Grafik hubungan antara emisi CO, CO2, HC dengan persentase penambahan kaolin ditujukkan pada Gambar 4.8.

Bentuk grafik ketiga emisi gas buang relatif memiliki bentuk yang sama (Gambar 4.8). Emisi CO relatif konstan sampai penambahan persentase kaolin 20%, lalu relatif meningkat sangat tajam pada penambahan persentase kaolin sampai 30%, lalu turun kembali dengan curam sampai pertambahan persentase kaolin 40%, dan kemudian turun kembali relatif linear sampai pertambahan persentase kaolin 50%. Emisi gas CO2 dan gas HC relatif sama dengan gas CO pada petambahan persentase kaolin yang sama juga. Namun dari grafik terlihat bahwa ketiga gas memiliki penunjukkan yang sama untuk emisi terbesar yaitu pada penambahan persentase kaolin 30 %. Hal ini dapat terjadi karena pada komposisi 30% kaolin, ikatan antar butir telah terbentuk dan orientasi keporiannya juga telah tersusun dengan baik. Sedangkan pada campuran 40 sampai 50% kaolin, densitasnya mengalam peningkatan, sehingga porositasnya menurun. Dengan demikian emisi gas buang juga akan mengalami penurunan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.8 diatas. Berbeda dengan ketiga gas lainnya, jumlah gas O2 ternyata bertambah. Hal tertera pada Tabel 4.8 (Lampiran F).

ABSORBSI CO, CO2, HC - KAOLIN

20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 10 20 30 40 50

Kaolin (%)

Ab

s

o

rb

s

i

(%

)

C0 CO2 HC

Gambar 4.8 Grafik Emisi CO, CO2, HC ‐Persentase Kaolin 

Emisi CO, CO2 dan HC 

E m is i   (% )  


(63)

No

Kaolin (%)

O2 Berfilter

Pertambahan O2 (%)

1 0 9,83 607,19

2 10 10,05 623,02

3 20 10,25 637,41

4 30 18,96 1264,03

5 40 9,45 579,86

6 50 6,96 400,72

Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa pertambahan persentase O2 berkisar antara 400,72 – 1264,03%. Hubungan persentase pertambahan O2 dengan persentase kaolin ditunjukkan pada Gambar 4.9.

OKSIGEN - KAOLIN

200 400 600 800 1000 1200 1400

0 10 20 30 40 50

Kaolin (%)

P

e

rt

a

m

ba

h

a

n (

%

)


(64)

Jika jumlah ketiga gas lainnya berkurang, gas O2 malah bertambah. Pertambahan ini dapat terjadi karena adanya reaksi gas pada saat melewati filter. Namun demikian, meskipun jumlah O2 bertambah dari 400,72 – 1264,03%, pertambahn jumlah ini tidak begitu signifikan dibandingkan ketiga gas lainnya.

Dari grafik terlihat bahwa O2 memiliki penambahan maksimal pada pertambahan persentase kaolin 30 %. Ini menunjukkan bahwa komposisi terbaik dari sampel tersebut.

4.7. Hasil Uji Analisa XRD

Hasil uji sampel untuk aditif 30% kaolin analisa XRD ditunjukkan pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10.

OKSIGEN - KAOLIN

200 400 600 800 1000 1200 1400

0 10 20 30 40 50

Kaolin (%)

P

e

rt

a

m

ba

ha

n (

%

)


(65)

Puncak ke 20 D (Ao) 1 (cps) I/Io%

1 7.41 11.771 90.91 12.9

2 12.20 7.1703 102.27 14.51

3 15.12 5.8828 79.54 11.28

4 20.02 4.4369 113.63 16.13

5 22.42 3.9389 170.45 24.19

6 25.41 3.4801 704.54 100

7 35.40 2.5326 79.54 11.29

8 40.00 2.2463 90.9 12.9

9 43.18 2.0911 79.54 11.29

10 46.80 1.9457 159.09 22.58

11 48.12 1.8967 113.64 16.13

12 7.41 11.771 102.27 14.51

= sudut hamburan (degree) d = jarak antar kisi (Ao) I = intensitas (cps)

Tabel 4.9 Data XRD Kaolin + Pulp (2θ, d, I, dan I/Io) 


(66)

Pola difraksi sampel ditunjukkan pada Gambar 4.10

Dari hasil uji XRD yang dilakukan pada sampel dengan aditif 30% (K15) tampak bahwa intensitas maksimum terjadi pada puncak ke-6. Pada keadaan ini fasa yang terbentuk adalah fasa Aluminium Oxide (Al2O3 ).

4.8. Hasil Uji Pemakaian Filter

Sampel uji yang digunakan untuk pengukuran emisi untuk jangkauan lintasan dipilih campuran 70% limbah padat + 30% kaolin. Pengukuran dilakukan dari awal melalui pengamatan pada speedometer. Perubahan emisi gas buang berdasarkan jangkauan lintasan kendaraan yang dimulai dari km 131323 s/d km. 137422, yang tercatat pada Speedometer kendaraan adalah sejauh 6099 kilometer.

1 2

5 6

8 9 10

12 11

3 4 7


(67)

Berdararkan pengamatan pada alat uji analyzer gas yang diamati tanpa menggunakan filter dan dengan menggunakan filter dapat dilihat pada tabel 4.11, dan 4.12.

Tabel 4.11. Uji pengamatan tanpa filter

Kilometer CO (% vol) CO2 (% vol) HC (ppm) O2 (% VOL)

0 0,505 12,88 207 3,08

Tabel 4.12. Uji pengamatan dengan menggunakan filter

Kilometer CO (% vol) CO2 (% vol) HC (ppm) O2 (% VOL)

0 0,255 10,45 165 6,44

Dari tabel 4.9 dan 4.10 diperoleh hubungan perubahan emisi yang signifikan setelah kendaraan menggunakan filter gas buang. Perubahan tersebut dapat dilihat melalui pengamatan pada speedometer yang tercatat pada Km. 0, yaitu :

- Emisi CO adalah 49,5% - Emisi CO2 adalah 34,9% - Emisi HC adalah 20,29%

Sedangkan pertambahan oksigen (O2) mencapai 109% vol.

Perubahan emisi ini dapat terjadi pada setiap pemakaian filter di kendaraan bermotor berdasarkan jangkauan lintasannya seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(68)

Jangkauan lintasan (km)

CO (%) vol CO2 (%) vol HC (ppm) O2 (%) vol

414 0,268 10,83 154 5,74

1115 0,273 10,88 142 5,23

2448 0,285 10,92 135 4,74

4276 0,331 10,99 131 4,54

6099 0,398 11,42 123 3,91

Perubahan emisi gas buang yang dihasilkan seperti pada data tabel 4.10 dan 4.11. hal ini dapat terjadi karena adanya reaksi-oksidasi selama gas mengalir melewati filter keramik berpori tersebut. Sedangkan dari data-data pada tabel 4.9, dan 4.10 jelas sekali diperoleh bahwa emisi gas tanpa menggunakan filter dan yang menggunakan filter terjadi perubahan emisi CO, CO2, HC, dan O2 yang sangat mencolok. Hal ini bisa terjadi karena adanya reaksi-reaksi seperti dibawah ini.

NOx + CO N2 + CO2

NOx + HC N2 + CO2 + H2O HC + O2 H2O + CO2

CO + O2 CO2

Dari reaksi diatas, N2 dan H2O tidak dapat dilakukan pengukurannya, akan tetapi CO, CO2, HC dan O2 dapat diukur dengan Analyzer Gas. Dengan demikian perubahan emisi gas yang dihasilkan cenderung mengalami perubahan seperti yang diperoleh dari hasi pengukuran tersebut. Agar diperoleh gas yang diharapkan (ramah lingkungan), sebaiknya dilakukan pemilihan bahan yang tepat dan sistem penempatan filter yang lebih baik sebagai katalis.


(69)

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

A b s o r b s i 10,4 10,6 10,8 11 11,2 11,4 11,6

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

A b s o r b s i 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

A b s o r b s i

Jarak lintasan (km)

Gambar4.11.  Grafik Emisi CO vs jarak lintasan

Jarak lintasan (km)

Gambar4.12.  Grafik emisi CO2vs jarak lintasan

Jarak lintasan (km)

Gambar4.13.  Grafik emisi HC vs jarak lintasan

e m is i   E m is i   (% )   E m is i   (% )   E m is i (% )


(70)

Hubungan perubahan emisi CO yang diukur berdasarkan pemakaian filter terhadap jarak lintasannya, terlihat bertambah pertumbuhannya. Hal ini dapat terjadi akibat tingkat kejenuhan filter mempengaruhi transmisi gas CO. Perubahan ini erat kaitannya dengan dengan struktur komponen akibat reaksi dan pengisian postulat Pb yang tidak teramati.

Demikian juga gas CO2 yang identik dengan perubahan yang dialami CO, akan tetapi perubahan HC menurun dari 165 ppm menjadi 123 ppm dan O2 dari 6,44% vol menjadi 3,91% vol. Seperti pada gambar 4.11, 4.12, 4.13, dan 4.14. Perubahan ini sangat berkaitan dengan kesempurnaan pemasangan letak filter, faktor kebocoran antara knalpot dan filter itu sendiri, demikian juga peranan reaksi-oksidasi kimia yang telah dijelaskan sebelumnya.

Penggunaan filter ini masih layak dipergunakan untuk jangkauan lintasan > 6000 km. Hal ini dapat dibandingkan dengan konsentrasi gas CO, CO2, HC, dan produksi O2 ketika belum menggunakan filter gas buang.

  0 1 2 3 4 5 6 7

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

A b s o r b s i

Jarak lintasan (km)

Gambar4.14.  Grafik emisi O2vs jarak lintasan

E m is i   (% )  


(71)

BAB

 

V

 

KESIMPULAN

 

DAN

 

SARAN

 

 

5.1. KESIMPULAN 

Keramik berpori dari campuran limbah padat pulp dam kolin yang dibuat sebagai filter  gas buang kendaraan bermotor berbahan bakar premium (C6H12) telah dibuat dan diuji 

dengan kesmpulan sebagai berikut: 

1. Keramik berpori berbahan dasar limbah pulp yaitu : grit, dreg dan Bio Sludge dengan bahan campuran kaolin telah berhasil dibuat sesuai dengan perencanaan awal.

2. Keramik berpori yang difungsikan sebagai filter gas buang telah berhasil mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor sebesar : 36,21 – 97,14% vol CO; 25,64 – 95,97% vol CO2 dan 36,47 – 87,87% vol Hc.

3. Filter yang bersifat katalis ternyata mampu memproduksi oksigen (O2) sebesar 400,72 – 1264% vol.

4. Karakteristik keramik berpori berdasarkan sifat fisisnya telah diamati dan diperoleh: susut massa 17,77 – 32,10%, susut bakar 1,97 – 4,07% , densitas 1,14 – 1,20%, dan porositas 27,96 – 54,27. Sedangkan sifat mekanis telah diuji:

- Kuat tekan 0,98 – 69,68 Mpa; kuat impak: 1,49.10-2 – 4,05 . 10-2 Mpa, dan kekerasannya 87 – 127 Mpa.

5. Pemakaian keramik berpori telah digunakan langsung pada kendaraan bermotor dengan jarak lintasan sejauh 6099 km. untuk jangkauan lintasan tersebut, filter mampu mengabsorbsi CO dari 49,5% menjadi 21,18%, CO2 dari 18,87 menjadi 11,33, dan HC dari 42 ppm menjadi 84 ppm sedangkan O2 yang dihasilkan dari 109% menjadi 21,22%.

6. Filter mampu digunakan untuk lintasan yang lebih besar dari jangkauan 6000 km.


(72)

5.2. SARAN 

1. Perlu dilakukan penelitian lanjut dengan melakukan pemilihan bahan agar lebih bersifat katalis dalam merubah karakter gas buang.

2. Perlu dilakukan analisis reaksi dan oksidasi yang lebih mengarah kepada sifat-sifat emisi gas buang.

3. Perlu kajian selanjutnya untuk pemakaian filter gas buang pada kendaraan bermotor yang berbahan bakar solar.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai desain dan nilai ekonomis untuk aplikasi.

                             


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran J Foto

Cetakan Universal Tokyo Testing Machine


(5)

Timbunan limbah pulp

Limbah padat pulp keluar dari pabrik

Penulis mengunjungi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea


(6)

Gambar : pemasangan Filter pada Kendaraan