FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREVALENSI DISFUNGSI SEKSUAL PADA IBU-IBU PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLANT DI KELURAHAN SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013

(1)

ABSTRACT

FACTORS AFFECTING THE PREVALENCE OF SEXUAL DYSFUNCTION IN MOTHERS CONTRACEPTIVE IMPLANT USERS

AT URBAN VILLAGES SEPUTIH JAYA SUB-DISTRICT GUNUNG SUGIH CENTRAL LAMPUNG 2013

By

TRI AGUSTINA DEWI

Contraceptives is an efforts to prevent the occurrence of pregnancy, one of which is implant. Implants are inserted just under the skin of a woman’s upper arm and contains the progesterone hormone. Side effects of using implants are a decrease in libido and sexual dysfunction. Female sexual dysfunction is still rarely discussed in public, whereas the impact of these disorders can affect house hold welfare and quality of life.

This study aims to determine the prevalence of sexual dysfunction in women using contraceptive implant in Seputih Jaya village Gunung Sugih regency Central Lampung district. This study is a analytic study with cross sectional study design was conducted on October until November 2013 on 70 respondents using consecutive sampling.

The results showed that mothers contraceptive implant users who experienced sexual dysfunction by 78,6% or as many as 55 respondents with most respondents are in the range of scores from 17,6 to 26,5 (near to normal). For the description of user characteristic shows that the most common is young aged women, low education, not working, have a little number of children, Body Mass Index is normal and duration of marriage are still young.


(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREVALENSI DISFUNGSI SEKSUAL PADA IBU-IBU PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLANT DI KELURAHAN SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG

SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013

Oleh

TRI AGUSTINA DEWI

Kontrasepsi adalah usaha- usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan, salah satunya adalah implant. Implant adalah kontrasepsi hormonal yang dimasukkan ke dalam kulit. Efek samping dari penggunaan implant salah satunya adalah penurunan libido dan disfungsi seksual. Namun,disfungsi seksual wanita masih jarang dibicarakan di masyarakat luas, padahal dampak dari gangguan tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga dan kualitas hidup seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada ibu-ibu pengguna kontrasepsi implant di kelurahan seputih jaya kecamatan gunung sugih lampung Tengah. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, dilakukan pada tanggal 2 oktober sampai dengan tanggal 10 november 2013 pada 70 responden dengan menggunakan consecutive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu-ibu pengguna kontrasepsi implant yang mengalami disfungsi seksual sebesar 78,6% dengan sebagian besar responden berada di rentang skor 17,6-26,5 (mendekati normal). Berdasarkan gambaran karakteristik diperoleh bahwa paling banyak yang berumur muda, berpendidikan rendah, tidak bekerja mempunyai jumlah anak sedikit, Indeks Massa Tubuh normal, dan lama perkawinan yang tergolong muda.


(3)

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREVALENSI DISFUNGSI SEKSUAL PADA IBU-IBU PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLANT DI KELURAHAN SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013

(Skripsi)

Oleh

TRI AGUSTINA DEWI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori... 8

2. Kerangka Konsep ... .9

3. Macam- macam Kontrasepsi ... 16

4. Kontrasepsi Implant ... 17

5. Teknik pemasangan implant ... 25

6. Kepentingan seks menurut perempuan ... 29

7. Arti kepuasan seksual bagi perempuan ... 29

8. Grafik Distribusi Frekuensi Disfung Seksual Wanita ... 49

9. Grafik Persentase Domain FSFI... 50

10. Grafik distribusi frekuensi umur terhadap kejadian ... 51

11. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki umur muda ... 52

12. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki umur tua………..52

13. Grafik distribusi frekuensi pendidikan terhadap kejadian disfungsi seksual……….53

14. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki pendidikan tinggi…………..……….………..54

15. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki pendidikan rendah………56


(6)

v

16. Grafik distribusi frekuensi status pekerjaan terhadap kejadian

disfungsi seksual……….……..57 17. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang

memiliki pekerjaan……….…..57 18. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang tidak

memiliki pekerjaan………57

19. Grafik distribusi frekuensi paritas terhadap kejadian disfungsi seksual…59 20. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki paritas sedikit………..………..60 21. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki

paritas banyak………60

22. Grafik distribusi frekuensi IMT terhadap kejadian disfungsi seksual…..61 23. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki

IMT normal……….……...62

24. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki

IMT gemuk………...62

25. Grafik distribusi frekuensi lama perkawinan terhadap kejadian

disfungsi seksual………..63 26. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki lama perkawinan belum lama………...64 27. Persentase kejadian disfungsi seksual pada responden yang memiliki lama perkawinan yang sudah lama………..65


(7)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Kerangka Pemikiran ... 7

1. Kerangka Teori... 7

2. Kerangka Konsep ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Keluarga Berencana ... 10

1. Pengertian Keluarga Berencana ... 10

2. Manfaat Keluarga Berencana ... 10

B. Kontrasepsi ... 11

1. Pengertian Kontrasepsi... 11

2. Macam- macam Kontrasepsi ... 12

C. Kontrasepsi Implant... 16

1. Pengertian Kontrasepsi Implant ... 16

2. Jenis- jenis implant ... 17

3. Mekanisme Kerja ... 18

4. Keuntungan dan Kerugian... 20

5. Indikasi dan Kontraindikasi ... 23

6. Prosedur Pemasangan dan Pengangkatan ... 23

D. Seksualitas Wanita ... 27

1. Pengertian ... 27

2. Fungsi Seksualitas ... 27

3. Respon Seksual Wanita ... 30

E. Disfungsi Seksual Pada Wanita ... 33

1. Pengertian ... 33

2. Prevalensi Disfungsi Seksual ... 33


(8)

ii

III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Rancangan Penelitian ... 40

B. Tempat dan Waktu ... 40

C. Populasi dan Sampel ... 41

1. Populasi ... 41

2. Sampel ... 41

D. Subjek Penelitian ... 42

E. Definisi Operasional ... 43

F. Variabel Penelitian ... 45

1. Variabel bebas ... 45

2. Variabel terikat ... 45

G. Pengumpulan Data ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...47

A. Hasil ... 47

B. Pembahasan ... 65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(9)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional... 43

2. Skor Penilaian FSFI ... 44

3. Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Disfungsi Seksual ... 48

4. Distribusi Responden berdasarkan Umur Ibu ... 51

5. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Ibu... 53

6. Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan Ibu ... 55

7. Distribusi Responden berdasarkan Paritas ... 58

8. Distribusi Responden berdasarkan IMT Ibu ... 61


(10)

(11)

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Siabu pada tanggal 3 Agustus 1990, sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara, dari pasangan bapak Hi. M . Amran Hasibuan, dan ibu Hj. Gahara Pohan.

Pendidikan taman kanak-kanak (TK) ABA Simangambat, Mandailing Natal (Madina)

diselesaikan tahun 1996. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Impres Siabu Mandailing Natal, diselesaikan tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Siabu Mandailing Natal, diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Siabu, diselesaikan pada tahun 2008.

Pada Tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).


(13)

tercinta dan namboruku terbaik yang tidak mungkin sebanding dengan keringatmu yang menetes dan air matamu yang menagalir untukku ….semoga bias membuat kalin

tersenyum dengan lamanya penantian ini dan akhirnya berakhir semoga ini bukan akhir dari segalanya tapi awal dari kebahagiaan yang bias kuberikan pada kalian semua…..

Dan

Sebuah bukti kecil untukmu umakku sayang dan ayahku tercinta bahwa perjuangan dan kebahagiaan yang kau berikan untukku tidak sia-sia….terus berjuang umakku sayang dan ayahku terkasih pasti akan aku berikan bukti lain yang akan membuatmu bahagia dari pada sekarang…


(14)

Alhamdulillahirabbilalamin, penulis ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan sripsi ini. Sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang kita harapkan syafaatnya. Skripsi dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREVALENSI DISFUNGSI SEKSUAL PADA IBU-IBU PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLANT DI KELURAHAN SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013” ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan, bantuan, dorongan, saran, bimbingan, kritik dan doa dari berbagai pihak, maka dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. Bapak dr. Muhartono, Sp.PA selaku Pembantu Dekan 1, Universitas Lampung;

3. Trimakasih untuk semua guruku di Fakultas Kedokteran yang telah mengantar saya sampai kepada tahap ini,semoga ilmu yang engkau berikan menjadi bekal hidup kepada adinda untuk menjadi yang lebih baik di masa depan dan akhir hayat,amien ya rob.


(15)

berikan kepada adek,semoga hidup kita berdua hanya bisa di pisahkan oleh maut,amien ya Allah

Dan anak-anakku Tersayang R.Bintang Nainggolan dan Kafayah Asha Nainggolan di mana pada saat penulis menulis skripsi ini penuh

dengan tantangan karena anak-anak penulis ada yang menangis dan ada yang minta buat susu tapi itulah yang jadi penyemangat buat penulis untuk cepat menyelesaikan study,trimakasih sayang doakan mama untuk menjadi mama terbaik untuk kalian,amien ya Allah 5. Trima Kasih yang sedalam-dalamnya buat Umakku Tercinta,Gahara Pohan atas limpahan doa dan kasih sayang yang tiada akhir dan segala pengorbanan selama ini yang tiada henti-hentinya kepada adinda dan juga kepada Ayahanda Amran Hasibuan atas segala pengorbanan dan kerja kerasnya demi membawa kebahagiaan kepada kehidupan adinda,love you Ma, love you Pa Never Stop Loving Me. 5. Trima Kasih yang paling manis untukmu Namboruku Yusnar

Pulungan, spd dan Amangboruku Robinson Nainggolan SH atas semua limpahan kasih sayang yang tak terucapkan untuk semuanya,tanpa kalian mungkin mimpi indah ini tidak akan terwujud seindah ini, Love You Full

6. Trima Kasih kepada abang-abangku tercinta Hendri Gunawan Hasibuan, Anwar Abadi Hasibuan, Rahmad Syah Hasibuan, Muhammad Yamin Hasibuan, Ahmad Wadudu Hasibuan, Abdul Majid Hasibuan.atas segala doa dan limpahan kasih sayangnya kepada adikmu yang bandel ini,trimakasih abang-abangku….

7. Trimakasih tercinta kepada adik-adikku Riko Julius Ramona


(16)

kalian bangga kepadaku.

9. Seluruh angkatan 2008 trimakasih untuk canda dan tawanya

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu dan menyumbangkan pemikiranya dalm pembuatan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan,akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua, amien.

Bandar lampung, januari 2014 Penulis


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah terpenting yang dialami oleh negara berkembang, seperti Indonesia, adalah ledakan penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15% pertahun hingga 2,49 % pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk tersebut dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu fertilisasi, mortalitas dan migrasi ( Saifuddin, 2003)

Kegiatan untuk membatasi pertumbuhan penduduk, umumnya dengan mengurangi jumlah kelahiran. Indonesia menerapkan pengendalian penduduk dengan menggalakan program KB. Sejak dicetuskannya program keluarga berencana pada awal 70-an saat ini telah memberikan hasil yang sangat menggembirakan. Keberhasilan program keluarga berencana dapat diterima oleh masyarakat luas. Program keluarga berencana pada awalnya adalah upaya pengaturan kelahiran dalam rangka peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, kemudian berkembang menjadi Program Keluarga Berencana diajukan untuk membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) (Prawirohardjo, 2007).


(18)

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas pada tahun (2004) didapatkan perhitungan persentase wanita usia 15-49 tahun yang sedang memakai alat atau cara KB, secara keseluruhan jumlah total persentase Indonesia pada daerah perkotaan 57,55% dan daerah pedesaan 56,10%, sedangkan pada daerah Lampung jumlah persentase pada daerah perkotaan 60,88% dan pada daerah pedesaan 65,00%. Berdasarkan tetapan BKKBN Provinsi Lampung pada tahun 2008 didapatkan jumlah pemakai alat kontrasepsi berdasarkan jenis-jenisnya, yaitu suntikan sebesar 162.055 orang (40,35%), pil sebanyak 137,38 orang (35,10%), dan implant 20,713 orang (12,05%). (BKKBN Provinsi Lampung, 2008).

Dengan semakin berkembangnya program KB yang dicanangkan pemerintah, alat kontrasepsi pun semakin berkembang. Berbagai pilihan alat kontrasepsi ditawarkan kepada masyarakat. Dari yang mulai sederhana sampai yang permanen/ mantap, yaitu kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik, dan implant. Ada jenis kontrasepsi lain, yaitu vasektomi untuk pria dan tubektomi pada wanita. Menurut data pemerintah 2003, kontrasepsi suntik yang paling banyak digunakan oleh wanita di Indonesia 35,2%, pil KB sebanyak 28,1%, IUD 18,8%, implant 12,4%, sterilisasi 5,5% dan alat kontrasepsi lain 1%. (Susenas, 2004).

Implant (Norplant) adalah salah satu metode kontrasepsi hormonal dengan menempatkan bahan aktif steroid ke dalam sebuah kapsul silastik yang dapat melepaskan hormon progesteron secara perlahan- lahan. Banyak wanita yang memperlihatkan tingkat penerimaan dan kepuasaan yang


(19)

tinggi terhadap norplant (Varney et al., 2007). Secara keseluruhan angka kehamilan pada pemakaian implant adalah 0,2 per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian, dengan angka kehamilan kumulatif 3,9 per 100 wanita per tahun kelima. Efektifitas implant tidak tergantung pada keterlibatan pemakai secara teratur (Wulansari, 2007). Efektifitas jangka panjang yang sangat baik membuktikan bahwa implant adalah salah satu kontrasepsi reversibel paling efektif (Glaiser, 2006).

Sebagian wanita yang menggunakan implant mengalami efek samping yang tersering adalah perubahan perdarahan haid (Wulansari, 2007). Efek samping yang lebih jarang adalah penurunan libido dan disfungsi seksual wanita (Meirik et al., 2003).

Metode Implant diketahui dapat meningkatkan risiko menderita disfungsi seksual melalui hipotalamus. Di Purworejo, sekitar 20% memakai metode Impalnt,. Penelitian tentang KB hormonal yang pernah dilakukan menunjukkan, sebesar 59,4% responden mengalami disfungsi seksual Menganalisis hubungan metode Implant dengan risiko mengalami disfungsi seksual dibanding metode IUD. Wawancara dilakukan berdasarkan kuesioner yang diadaptasi dari Female Sexual Function Index (FSFI) yang menjadi acuan penilaian fungsi seksual yang cukup valid. Hasil: Akseptor metode Implant yang menderita disfungsi seksual mencapai 77 (79,4%) dan IUD sebesar 34 (35,1%). Risiko akseptor metode Implant mengalami disfungsi seksual sebesar 2,26 kali IUD, dengan RR 2,26 (CI 95% 1,74-2,95). Setelah dilakukan analisis


(20)

multivariat logistik regresi, risiko meningkat menjadi 9,24 kali dengan RR adjusted 9,24 (CI 95% 4,22-20,24). Metode Implant meningkatkan risiko mengalami disfungsi seksual terhadap hasrat seksual sebesar 9,15 kali dengan RR adjusted 9,15 (CI 95% 4,16-20,13) dan terhadap rangsangan sebesar 1,12 kali dengan RR 1,12 (CI 95% 1,02-1,23), sedangkan terhadap orgasme sebesar 0,20 dengan RR adjusted 0,20 (CI 95% 0,07-0,56) dibanding IUD. Kejadian disfungsi seksual juga meningkat secara bermakna pada akseptor yang berusia > 35 tahun, akseptor yang bekerja, pendidikan rendah, lama memakai Implant >5 tahun dan akseptor yang tinggal di desa. Simpulan: Risiko mengalami disfungsi seksual akan meningkat pada akseptor metode Implant, usia >35 tahun, bekerja, pendidikan rendah, memakai Implant >5 tahun dan tinggal di desa (Dasuki, 2007).

Pada beberapa tahun terakhir ini, lembaga kesehatan RI telah mencatat peningkatan kasus disfungsi seksual. Hal ini dinilai dari segi peningkatan kasus pada orang tua maupun muda yang mengalami disfungsi seksual dengan onset yang lebih cepat. Suatu penelitian di Amerika, pada wanita, dilaporkan 33% mengalami penurunan hasrat seksual, 19% mengalami masalah lubrikasi vagina, dan 24% tidak dapat mencapai orgasme. Pada pria kesulitan yang umum dilaporkan pada pria meliputi ejakulasi dini (29%), kecemasan terhadap kemampuan seksual (17%), dan rendahnya hasrat seksual (16%). (Cyranoswki et al., 2009)


(21)

Fenomena ini memberikan gambaran betapa masalah fungsi seksual kaum wanita adalah sesuatu yang kompleks sekaligus memiliki nilai signifikan bagi kaum wanita khususnya dan masyarakat luas umumnya (Chandra, 2005). Dalam konteks kehidupan sosial (keluarga dan masyarakat), tidak bisa disangkal bahwa fungsi seksual kaum wanita adalah komponen penting dari kualitas hidup wanita itu sendiri (Baziad, 2005).

Disfungsi seksual sebenarnya masih cukup tabu untuk dibicarakan di masyarakat luas. Namun efek samping ini sangat mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga dan dapat mempengaruhi psikologi untuk wanita yang bekerja. Oleh karena itu mengingat pentingnya kehidupan seksual dalam kebahagiaan keluarga, maka disfungsi seksual perlu mendapat penanganan yang benar (Prawirohardjo, 2005).

Selama ini belum ada penelitian – penelitian yang mengkaji secara mendalam efek kontrasepsi terhadap disfungsi seksual ibu-ibu di Lampung Tengah dan belum adanya program pelayananan kesehatan untuk disfungsi seksual pada ibu-ibu di Lampung Tengah menjadi alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian. Selain itu belum ada juga publikasi mengenai prevalensi disfungsi seksual pada wanita di Indonesia, khususnya di Lampung Tengah.

Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada wanita pengguna kontrasepsi implant, sebagai penelitian dasar yang diharapkan dapat digunakan dalam penelitan selanjutnya.


(22)

B. Rumusan Masalah

Kontrasepsi hormonal implant adalah kontrasepsi dengan metode susuk yang ditanamkan di dalam kulit dan mempunyai efektifitas 99% sehingga banyak digunakan pada wanita usia subur. Sedangkan kontrasepsi implant (susuk) juga mempunyai efek samping terhadap penurunan libido yang dapat menyebabkan disfungsi seksual terhadap akseptornya, maka dirumuskan suatu masalah penelitian yaitu berapa besar prevalensi disfungsi seksual pada wanita pengguna kontrasepsi implant pada ibu-ibu di kecamatan Gunung Sugih kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2013 C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar prevalensi disfungsi seksual pada wanita pengguna kontrasepsi implant pada ibu-ibu di kecamatan Gunung Sugih kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2013.

D. Manfaat penelitian

1. Penelitian dapat menjadi bahan evaluasi pelayanan Keluarga Berencana (KB) khususnya pada akseptor kontrasepsi implant Membantu memberikan pertimbangan kepada akseptor terhadap langkah pemakaian kontrasepsi, khususnya kontrasepsi implant.


(23)

2. Bagi masyarakat, memperluas wawasan di bidang kesehatan reproduksi dan memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh penggunaan KB Implant terhadap disfungsi seksual.

3. Membantu memberikan gambaran bagi peneliti selanjutnya untuk bisa melakukan penelitian yang lebih baik dan mendalam terutama tentang disfungsi seksual wanita akibat penggunaan kontrasepsi.

E. Kerangka Pemikiran.

1. Kerangka Teori

Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana penggunaan kontrasepsi hormonal ini berdasarkan karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, IMT, paritas, lama perkawinan. Sesuai dengan literatur yang didapat salah satu efek samping kontrasepsi hormonal implant adalah disfungsi seksual pada wanita. Disfungsi seksual yang terjadi pada wanita meliputi 6 area domain, yaitu gangguan hasrat seksual, gangguan perangsangan seksual, gangguan basah, gangguan orgasme, gangguan kepuasaan, dan gangguan nyeri seksual.


(24)

Disfungsi Seksual Karakteristik Responden

Gambar 1. Kerangka teori tentang penggunaan kontrasepsi hormonal berdasarkan karakteristik responden terhadap disfungsi seksual

2. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstrak yang dibentuk oleh generalisasi dari hal- hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep (Notoadmojo, 2005). Berdasarkan teori tersebut, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut : Kontrasepsi Hormonal (Implant) Gangguan hasrat seksual Gangguan perangsangan seksual Gangguan basah/berlendir Gangguan orgasme Gangguan kepuasaan Gangguan nyeri seksual Umur Pendidikan Pekerjaan IMT Paritas Lama Perkawinan


(25)

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2. Kerangka konsep tentang hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan disfungsi seksual

Prevalensi disfungsi seksual pada wanita adalah suatu konsep, dan untuk

mengukur suatu disfungsi seksual pada wanita harus melalui variabel gangguan hasrat seksual, gangguan perangsangan seksual, gangguan basah, gangguan orgasme, gangguan kepuasan, dan gangguan nyeri seksual yang dialami oleh seorang wanita

Wanita pengguna kontrasepsi

Implant

Prevalensi Disfungsi Seksual • Gangguan hasrat seksual • Gangguan perangsangan

seksual

(Gangguan berlendir) • Gangguan orgasme

( gangguan kepuasan) • Gangguan nyeri seksual


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana

1. Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga berencana (KB) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah kelahiran dan jarak kelahiran dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 2007). Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. (Harnawati, 2008). 2. Manfaat KB

Salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia adalah melalui program KB. Keluarga Berencana dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat:

a. Kehamilan terlalu dini.

Wanita yang sudah hamil tatkala umurnya belum mencapai 17 tahun sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan. Karena tubuhnya belum sepenuhnya tumbuh cukup matang dan siap untuk dilewati oleh bayi. Lagi pula, bayinya pun dihadang oleh risiko kematian sebelum usianya mencapai 1 tahun.


(27)

b. Kehamilan terlalu terlambat

Wanita yang usianya sudah terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan terancam banyak bahaya. Khususnya bila ibu mempunyai problem kesehatan lain, atau sudah terlalu sering hamil dan melahirkan.

c. Kehamilan-kehamilan terlalu berdesakkan jaraknya

Kehamilan dan persalinan menuntut banyak energi dan kekuatan tubuh wanita. Kalau ibu belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil lagi, tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan berbagai masalah bahkan juga bahaya kematian menghadang. d. Terlalu sering hamil dan melahirkan

Wanita yang sudah punya lebih dari 4 anak dihadang bahaya kematian akibat pendarahan hebat dan macam-macam kelainan bila ibu terus saja hamil dan bersalin lagi (Prawirohardjo, 2007).

B. Kontrasepsi

1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi ialah usaha- usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha- usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang bersifat permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi. Sampai sekarang cara kontrasepsi ideal belum ada. Kontrasepsi ideal harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:


(28)

a. Dapat dipercaya

b. Tidak menimbulkan efek yang menggangu kesehatan c. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan

d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus e. Tidak memerlukan motivasi terus menerus

f. Mudah pelaksanaannya

g. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

h. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan (Prawirohadjo, 2007).

2. Macam- macam Kontrasepsi

Terdapat beberapa macam alat kontrasepsi yang dapat digunakan, antara lain:

a. Metode kontrasepsi sederhana

1) Metode kalender

Metode ini didasarkan pada suatu perhitungan yang diperoleh dari informasi yang dikumpulkan dari sejumlah menstruasi secara berurutan. Untuk mengidentifikasi hari subur, dilakukan pencatatan siklus menstruasi dengan durasi minimal enam dan dianjurkan dua belas siklus. Untuk menjamin efektivitas maksimum, metode kalender sebaiknya dikombinasikan dengan indikator-indikator lainnya (Glaiser, 2005).


(29)

2) Metode Amenorea Laktasi (MAL)

Menyusui eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi sementara yang cukup efektif, selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan pasca persalinan. Efektifnya dapat mencapai 98%. MAL efektif bila menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan perlaktasi (Saifuddin, 2006).

3) Metode suhu tubuh

Saat ovulasi peningkatan progesteron menyebabkan peningkatan suhu basal tubuh (SBT) sekitar 0,2°C-0,4°C. Peningkatan suhu tubuh adalah indikasi bahwa telah terjadi ovulasi. Selama 3 hari berikutnya memperhitungkan waktu ekstra dalam masa hidup sel telur diperlukan pantang berhubungan intim. Metode suhu mengidentifikasi akhir masa subur bukan awalnya (Glaiser, 2006).

4) Senggama terputus (koitus interuptus)

Senggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi. Efektifitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan senggama terputus setiap pelaksanaannya (angka kegagalan 4– 18 kehamilan per 100 wanita) (Saifuddin, 2006).


(30)

b. Metode Barrier

1) Kondom

Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat dibuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewan) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom tidak hanya mencegah kehamilan tetapi juga mencegah Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS.

2) Diafragma

Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks (karet) yang di insersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks.

3) Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (non oksinol-9) digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal suppositoria, atau dissolvable film, dan dalam bentuk krim (Saifuddin, 2006).

c. Metode Kontrasepsi Modern


(31)

Kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi oral yang harus diminum setiap hari yang bekerja mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma. Terdapat dua macam yaitu kontrasepsi kombinasi atau sering disebut pil kombinasi yang mengandung progesteron dan estrogen, kemudian kontrasepsi pil progestin yang sering disebut dengan minipil yang mengandung hormon progesteron (Rabe, 2003).

2) Kontrasepsi implant

Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi silastik berisi hormon jenis progesteron levonorgestrel yang ditanamkan dibawah kulit, yang bekerja mengurangi transportasi sperma. 3) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Alat kontrasepsi dalam rahim adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan dalam rongga rahim wanita yang bekerja menghambat sperma untuk masuk ke tuba fallopii (Saifuddin, 2006).

4) Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

Kontrasepsi mantap merupakan suatu cara permanen baik pada pria dan pada wanita, dilakukan dengan tindakan operasi kecil untuk mengikat atau menjepit atau memotong saluran telur


(32)

(wanita), atau menutup saluran mani laki-laki (Siswosudarmo, 2006).

5) Kontrasepsi Suntikan

Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi yang diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuskuler di daerah otot pantat (gluteus maximus) (Siswosudarmo, 2000).

Gambar 3. Macam- macam kontrasepsi (Aswarmakruf, 2010)

C. Kontrasepsi Implant

1. Pengertian

Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel yang dibungkus dalam kapsul silastik- silikon (polydimethylsiloxane) dan disusukkan di bawah kulit (Manuaba, 1998).


(33)

Gambar 4. Implant (Anonim,2011)

2. Jenis- jenis

a. Norplant

Terdiri dari 6 batang silastik lembut yang berongga dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2,4 cm. Jumlah kapsul yang disusukkan di bawah kulit adalah sebanyak 6 kapsul dan masing- masing kapsul berisi 36 mg levonorgestrel. Setiap hari sebanyak 30 mcg levonorgestrel dilepaskan ke dalam darah secara difusi melalui dinding kapsul. Levonorgestrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil atau pil kombinasi ataupun pada AKDR yang bioaktif (Prawirohardjo, 2007).

b. Implanon

Terdiri dari satu batang putih telur dengan panjang kira- kira 40 mm, dan diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3–keto- desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.


(34)

c. Jedena dan indoplan

Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 3 tahun (Hartanto, 2004) .

3. Mekanisme Kerja

Kapsul pembungkus yang digunakan Norplant adalah polidimetisiloksanesilastik yang diproduksi oleh Dow Corning Corporation Midland Michigan, USA. Jenis kapsul yang menggunakan bahan ini misalnya katup jantung, saluran drainase dan protese payudara. Diameter luar kapsul pembungkus Norplant ialah 2,4 mm (Mochtar, 1998).

Kecepatan pelepasan kapsul ditentukan oleh daerah permukaan total dan ketebalan dinding kapsul. Levonorgestrel berdifusi melalui dinding pipa ke dalam jaringan di sekitarnya, tempat levonorgestrel diabsorbsi oleh sistem sirkulasi dan secara sistematis didistribusi, menghindari kadar awal yang tinggi di dalam sirkulasi seperti yang terjadi pada steroid yang diberikan per oral atau suntikan. Dalam 24 jam setelah penyisipan, konsentrasi levonorgestrel dalam plasma berkisar antara 0,4 sampai 0,5 ng/mL, cukup tinggi untuk mencegah konsepsi (Speroff, 2003).

Norplant juga mempunyai dosis kombinasi sebesar 216 mg menghasilkan pembebasan ke dalam plasma sekitar 85 µg/ hari untuk 6


(35)

sampai 8 hari pertama dan menghasilkan kontrasepsi yang efektif. Pada 9 bulan setelah pemasangan, laju pelepasan adalah sekitar 50 µg/ hari, yang secara bertahap menurun menjadi 25 sampai 30 µg/ hari pada 60 bulan saat kontrasepsi ini harus dikeluarkan (Prawirohardjo, 2007).

Mekanisme bagaimana Norplant mencegah konsepsi hanya dapat dijelaskan sebagian. Ada tiga model kerja yang mungkin berlangsung, yang serupa dengan model kerja yang menyebabkan efek kontrasepsi pada pil yang hanya mengandung progestin, yaitu :

a. Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap lonjakan hormon luteinisasi (LH, luteinizing hormone), baik pada hipotalamus maupun hipofisis, yang penting untuk ovulasi. Pada 2 tahun pertama penggunaan, hanya sekitar 10% wanita mengalami ovulasi, tetapi per 5 tahun penggunaan, lebih dari 50% wanita mengalami ovulasi.

b. Kadar levonorgestrel yang konstan mempunyai efek nyata terhadap mukus serviks. Mukus tersebut menebal dan jumlahnya menurun, yang membentuk sawar untuk penetrasi sperma (Cunningham, 2006).

c. Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap maturasi siklik endometrium yang diinduksi estradiol, dan akhirnya menyebabkan atrofi. Perubahan ini dapat mencegah implantasi sekalipun terjadi fertilisasi meskipun demikian, tidak ada bukti mengenai fertilisasi


(36)

yang dapat dideteksi pada pengguna norplant (Prawirohardjo, 2007).

4. Keuntungan dan kerugian

a. Keuntungan

1) Cara ini cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen

2) Perdarahan yang terjadi lebih ringan 3) Tidak menaikan tekanan darah

4) Risiko terjadinya kehamilan ektopik lebih kecil jika dibandingkan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

5) Dapat digunakan untuk jangka panjang (5 tahun) dan bersifat reversible

b. Kerugian

Ada beberapa kerugian yang berhubungan dengan penggunaan sistem norplant.

1) Norplant menyebabkan kekacauan dalam pola perdarahan hingga 80% pengguna, terutama selama tahun pertama penggunaan, dan beberapa wanita atau pasangannya tidak dapat menerima perubahan ini. Estrogen endogen hampir


(37)

normal, dan tidak seperti kontrasepsi oral kombinasi, progestin tidak secara teratur diputus untuk memungkinkan pengelupasan endometrium. Akibatnya, pengelupasan endometrium terjadi pada interval yang tidak dapat diramalkan.

2) Implant harus dipasang (disisipkan) dan diangkat melalui prosedur pembedahan yang dilakukan oleh tenaga terlatih. Wanita tidak dapat memulai atau menghentikan metode tersebut tanpa bantuan klinisi. Insiden pengangkatan yang mengalami komplikasi adalah kira- kira 5%, suatu insiden yang dapat dikurangi paling baik dengan cara pelatihan yang baik dan pengalaman dalam menyisipkan Norplant. 3) Karena penyisipan dan pengangkatan Norplant

membutuhkan prosedur bedah minor, biaya pemulaian dan penghentian akan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrasepsi oral atau metode perintang.

4) Implant dapat dilihat di bawah kulit.

“ Tanda bukti” penggunaan kontrasepsi ini mungkin tidak dapat diterima oleh sebagian wanita, dan oleh beberapa pasangan.

5) Implant tidak diketahui memberikan perlindungan terhadap penyakit menular seksual seperti herpes, papilomavirus


(38)

manusia, HIV, gonore, atau klamidia. Pengguna yang berisiko menderita penyakit menular seksual harus mempertimbangkan untuk menambah metode perintang guna mencegah infeksi (Cunningham, 2006).

6) Selain itu efek samping dari implant adalah sakit kepala, kadang- kadang terjadi perubahan pola libido dan berat badan, timbulnya akne. Oleh karena jumlah progestrin yang dikeluarkan ke dalam darah sangat kecil, maka efek samping yang terjadi tidak sesering pada penggunaan pil KB (Brache et al., 2002).

5. Indikasi dan Kontraindikasi

a. Indikasi

1) Wanita- wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka waktu yang lama tetapi tidak bersedia menjalani kontap atau menggunakan AKDR.

2) Wanita- wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang mengandung estrogen.

b. Kontraindikasi

1) Kehamilan atau disangka hamil 2) Penderita penyakit hati


(39)

4) Kelainan jiwa ( psikosis, neurosis) 5) Varikosis

6) Riwayat kehamilan ektopik 7) Diabetes melitus

8) Kelainan kardiovaskuler (Prawirohardjo, 2007)

6. Prosedur Pemasangan dan Pengangkatan

a. Prosedur Pemasangan

Terhadap calon akseptor dilakukan konseling dan kontraindikasi serta efek samping yang selengkap mungkin mengenai Norplant ini sehingga calon akseptor betul- betul mengerti dan menerimanya sebagai cara kontrasepsi yang akan dipakainya.

Persiapan alat- alat yang diperlukan adalah sabun antiseptik, kasa steril, cairan antiseptik (betadine), kain steril yang mempunyai lubang, obat anestesi lokal, semprit dan jarum suntik, troika no. 10, sepasang sarung tangan steril, satu set kapsul Norplant (6 buah), skapel yang tajam.

b. Teknik pemasangan

1) Calon akseptor dibaringkan terlentang di tempat tidur dan lengan kiri diletakkan pada meja kecil di samping tempat tidur akseptor


(40)

2) Daerah tempat pemasangan Norplant ditutup dengan kain steril yang berlubang

3) Dilakukan injeksi obat anestesi kira- kira 6- 10 cm di atas lipatan siku

4) Setelah itu dibuat insisi lebih kurang sepanjang 0,5 cm dengan skapel yang tajam

5) Troikar dimasukkan melalui lubang insisi sehingga sampai pada jaringan bawah kulit

6) Kemudian kapsul dimasukkan ke dalam troika dan didorong dengan plunger sampai kapsul terletak di bawah kulit.

7) Demikian dilakukan berturut- turut dengan kapsul kedua sampai ke enam, keenam kapsul di bawah kulit diletakkan demikian rupa sehingga susunannya seperti kipas

8) Setelah semua kapsul berada di bawah kulit, troika ditarik pelan- pelan keluar

9) Kontrol luka apakah ada perdarahan atau tidak

10)Jika tidak ada perdarahan, tutuplah luka dengan kasa steril, kemudian diberi plester, umumnya tidak diperlukan jahitan 11)Nasihatkan pada akseptor agar luka jangan basah selama

lebih kurang 3 hari dan datang kembali jika terjadi keluhan- keluhan yang mengganggu.


(41)

Gambar 5. Teknik Pemasangan Implant (Kusmarjadi, 2011)

c. Pengangkatan

Pengangkatan Norplant dilakukan atas indikasi :

1) Atas permintaan akseptor (seandainya ingin hamil lagi) 2) Timbulnya efek samping yang sangat mengganggu dan

tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa 3) Sudah habis masa pakainya

4) Terjadi kehamilan Prosedur pengangkatan

1) Alat- alat yang diperlukan : selain dari alat- alat yang diperlukan sewaktu pemasangan kapsul Norplant diperlukan pula satu forceps lurus dan satu forceps bengkok.

2) Tentukan lokasi kapsul Norplant (kapsul 1-6), kalau perlu kapsul didorong ke arah tempat insisi akan dilakukan


(42)

3) Daerah insisi dibersihkan, kemudian ditutup dengan kain steril yang berlubang

4) Lakukan anestesi lokal (infiltrasi anestesi)

5) Kemudian lakukan insisi selebar lebih kurang 5-7 mm di tempat yang paling dekat dengan kapsul Norplant

6) Forceps dimasukkan melalui lubang insisi dan kapsul didorong dengan jari tangan lain kearah ujung forceps. 7) Forceps dibuka lalu kapsul dijepit dengan ujung forceps 8) Kapsul yang sudah dijepit kemudian ditarik pelan- pelan.

Kalau perlu dapat dibantu dengan mendorong kapsul dengan jari tangan lain.

9) Lakukanlah prosedur ini berturut- turut untuk mengeluarkan kapsul kedua sampai keenam, jika sewaktu mengeluarkan kapsul Norplant terjadi perdarahan, hentikanlah perdarahan terlebih dahulu dengan menekan daerah yang berdarah tersebut dengan kasa steril

10) Setelah semua kapsul dikeluarkan dan tidak dijumpai lagi perdarahan, tutuplah luka insisi dengan kasa steril, kemudian diplester.

11) Umumnya tidak diperlukan jahitan pada kulit.

12) Nasihatkan pada akseptor agar luka tidak basah selama lebih kurang 3 hari (Prawirohardjo, 2007).


(43)

D. Seksualitas Wanita

1. Pengertian

Perilaku seksual adalah manisfestasi aktivitas seksual yang mencakup baik hubungan seksual ( intercourse; coitus) maupun masturbasi. Dorongan/ nafsu seksual adalah minat/ niat seseorang untuk memulai atau mengadakan hubungan intim (sexual relationship). Kegairahan seksual (Sexual excitement) adalah respons tubuh terhadap rangsangan seksual. Ada dua respons yang mendasar yaitu myotonia (ketegangan otot yang meninggi) dan vasocongestion (bertambahnya aliran darah ke daerah genital) (Chandra, 2005).

2. Fungsi Seksualitas

Salah satu kajian mengenai sikap dan pandangan kaum wanita tentang pentingnya fungsi seksual yang cukup menarik untuk diulas adalah survei yang diprakarsai oleh Bayer Healthcare yang dilakukan di 12 negara pada April hingga Mei 2006. Negara-negara tersebut adalah: Brasil, Prancis, Jerman, Italia, Meksiko, Polandia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Spanyol, Turki, Inggris dan Venezuela. Jumlah responden di setiap negara tersebut paling sedikit 1000 wanita berusia di atas 18, sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 12.065 orang. Hasilnya, 8996 responden (75% wanita) mengakui bahwa


(44)

kegiatan seksual adalah sesuatu yang penting atau sangat penting bagi mereka.

Ketika kepada mereka (8996 responden) yang mengaku seksual sebagai sesuatu yang penting itu ditanyakan apa alasan mereka berpendapat bahwa seksual penting, maka respons yang muncul adalah sebagai berikut. Enam dari sepuluh (58%) wanita mengaku seksual penting untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas hubungan dengan pasangan. Selanjutnya, hampir separuh (47%) responden merasa bahwa seksual bertalian dengan kebanggaan diri, masing-masing 29% merasa memiliki daya tarik dan 18% merasa lebih percaya diri. Juga, tidak kurang dari 47% responden berpandangan bahwa seksual berkontribusi positif buat fisik mereka, masing-masing 25% merasa mendapat kepuasan fisik dan 22% merasa seksual membuat dirinya lebih sehat (Bayer, 2006).


(45)

Selanjutnya, terhadap pertanyaan apa pentingya kepuasan seksual bagi diri mereka, 85% responden mengaku bahwa kepuasan seksual merupakan sesuatu yang sangat penting (33%) dan penting (52%). Hanya 15 persen dari responden beranggapan bahwa kepuasan seksual tidak terlalu berarti bagi mereka (Bayer, 2006).

Gambar 7. Arti kepuasan seksual bagi wanita (Bayer,2006)

Berdasarkan data-data yang ditampilkan Gambar 6 dan Gambar 7 dijelaskan bahwa kaum wanita menempatkan kepuasan seksual sebagai sesuatu yang penting bagi hidup mereka. Dengan demikian kaum wanita menyadari bahwa kualitas fungsi seksualnya sebagai bagian tak terpisahkan dari kualitas hidupnya, khususnya dalam bidang kesehatan jiwa dan raga (rohani dan jasmani). Artinya, kualitas fisik dan psikologis seorang wanita tidak bisa disebut baik bila fungsi seksualnya terganggu (Sutyarso, 2011).


(46)

3. Respons seksual wanita (Sexual Response Cycle- SRC)

Hal – hal yang terjadi saat seseorang mengalami bangkitan/ rangsang seksual (bergairah secara seksual) dan berperilaku seksual secara umum melibatkan tahap- tahap sebagai berikut (berlaku untuk segala umur) (Masters & Johnson , 1996) :

a. Tahap istirahat (tidak terangsang)

Dalam keadaan tidak terangsang, vagina dalam keadaan kering dan kendur juga.

b. Tahap rangsangan (excitement) melibatkan stimuli sensoris Pada saat minat seksual timbul, karena stimuli/ rangsangan psikologis atau fisik, mulailah tahap rangsangan/ excitement. Pada pria maupun wanita ditandai dengan vasokongesti (bertambahnya aliran darah ke genitalia- rongga panggul) dan myotonia (meningkatnya ketegangan/tonus otot, terutama juga di daerah genitalia) (Halstead and Reiss, 2006).

Selama fase gairah, klitoris, mukosa vagina dan payudara membengkak akibat peningkatan aliran darah. Tejadi lubrikasi vagina, ukuran labia minora, labia mayora dan klitoris meningkat, uterus terangkat menjauhi kandung kemih dan vagina, dan puting susu menjadi ereksi (Hendersons,2006).


(47)

Vasokongesti dan myotonia merupakan syarat utama tahap excitement dan menyebabkan basahnya vagina (vaginal sweating) dan ereksi klitoris pada wanita (tidak selalu).

c. Tahap plateu ( pendataran)

Jika kegairahan meningkat, orang akan masuk tahap plateu yaitu vasokongesti dan mytonia mendatar tetapi minat seksual tetap tinggi. Fase plateu dapat singkat atau lama tergantung rangsangan dan dorongan seksual individu, latihan sosial dan konstitusi/ tubuh orang itu. Sebagian orang menginginkan orgasme secepatnya, orang lain dapat mengendalikannya, yang lain lagi menginginkan plateu yang lama sekali (Chandra, 2005).

Saat wanita mencapai fase plateu, lapisan ketiga terluar dari vagina membengkak akibat aliran darah dan distensi, klitoris mengalami retraksi dan “sex flush” (Masters and Johson ,1966) yang merupakan suatu ruam seperti campak, dapat meyebar dari payudara ke semua bagian tubuh (Hendersons, 2006). d. Tahap orgasme ; melibatkan ejakulasi, kontraksi otot

Tahap orgasme relatif singkat saja. Ketegangan psikologis dan otot dengan cepat meningkat, begitu juga aktifitas tubuh, jantung dan pernapasan. Orgasme dapat dicetuskan secara psikologis dengan fantasi dan secara somatik dengan stimulasi


(48)

bagian tubuh tertentu, yang berbeda bagi tiap orang (vagina, uterus pada wanita). Selama fase orgasme, ketegangan otot mencapai puncaknya dan kemudian ketegangan otot tersebut akan menurun karena darah didorong keluar dari pembuluh darah yang membengkak. Denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah meningkat dan terjadi kontraksi ritmis uterus. Orgasme disertai dengan sensasi kenikmatan yang intens. Kemudian tiba- tiba terjadi pelepasan/ release ketegangan seksual, disebut klimaks/ orgasme.

e. Tahap resolusi (mencakup pasca senggama)

Sesudah orgasme, pria biasanya segera memasuki fase resolusi menjadi pasif dan tidak responsif, penis mengalami detumescence, sering pria tertidur dalam fase ini. Sebagian wanita juga mengalami seperti itu, tetapi sebagian besar umumnya masih responsif secara seksual, bergairah dan masuk ke dalam fase plateu lagi, orgasme lagi sehingga terjadi orgasme multipel. Sesudah orgasme, baik pria maupun wanita kembali (mengalami resolusi) ke fase istirahat. Keduanya mengalami relaksasi mental dan fisik, merasa sejahtera. Banyak pria dan wanita merasakan kepuasan psikologis atau relaksasi tanpa mencapai orgasme yang lain merasa kecewa bila tanpa orgasme (Chandra, 2005).


(49)

E. Disfungsi Seksual pada wanita

1. Pengertian

Disfungsi seksual adalah gangguan respon fungsi seksual.

Pada pria : kegagalan yang menetap atau berulang, sebagian atau keseluruhan, untuk memperoleh dan atau mempertahankan ereksi sampai terselesaikannya aktifitas seksual.

Pada wanita: kegagalan yang menetap atau berulang, baik sebagian atau secara keseluruhan, untuk memperoleh dan atau mempertahankan respon lubrikasi vasokongesti sampai berakhirnya aktifitas seksual (Chandra, 2005).

2. Prevalensi Disfungsi Seksual

Sudah lama diketahui bahwa gangguan fungsi seksual kaum wanita dalam suatu masyarakat relatif beragam, bergantung pada umur, kejiwaan, keharmonisan rumah tangga, budaya, agama, dan pendidikan (Hayes et al., 2006). Karena itu angka kejadian disfungsi seksual wanita di setiap negara bisa berbeda-beda. Di Turki misalnya, rerata prevalensi disfungsi seksual wanita berdasarkan skor FSFI (Female Sexual Function Index) adalah 48,3%, dengan kecenderungan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Kategori disfungsinya meliputi disfungsi hasrat (48,2%), disfungsi bangkitan seksual (35,9%), disfungsi lubrikasi (40,9%), kesulitan orgasme (42,7%), tidak


(50)

mencapai kepuasan (45% ), dan disfungsi nyeri pada vagina (42,9%) (Costabile, 2006) .

F. Macam- macam disfungsi seksual

a. Disfungsi seksual wanita secara tradisional terbagi menjadi gangguan minat/ keinginan seksual atau libido, gangguan birahi, nyeri/ rasa tidak nyaman dan hambatan mencapai puncak atau orgasme.

Pada DSM IV ( Diagnostic and Statistic Manual version IV) dari American Phychiatric Assocation, dan ICD-10 (International Classification of Disease) dari WHO, disfungsi seksual wanita ini dibagi menjadi empat kategori yaitu :

a) Gangguan minat/ keinginan seksual (desire disorders) Ditandai dengan kurang atau hilangnya keinginan/ hasrat seksual

b) Gangguan birahi (arousal disorder)

Ditandai dengan kesulitan mencapai atau mempertahankan keterangsangan saat melakukan aktivitasnya seksual. c) Gangguan orgasme (orgasmic disorder)

Ditandai dengan tertundanya atau gagalnya mencapai orgasme saat melakukan aktivitas seksual.


(51)

(Rosen et al., 2000).

Menurut Glaiser and Gebbie (2005) adapun beberapa gangguan seksual yaitu :

a) Hilangnya kenikmatan

Seorang wanita mungkin melakukan hubungan intim, tetapi gagal merasakan kenikmatan dan kesenangan yang biasanya ia rasakan. Apabila ia tidak terangsang, maka pelumasan normal vagina dan pembengkakan vulva tidak terjadi dan hubungan intim pervagina dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan nyeri, yang semakin menghambat dirinya menikmati hubungan tersebut. (Glaiser and Gebbie, 2005).

Wanita yang mengalami hambatan nafsu seksual mungkin tidak menginginkan atau tidak menikmati seksual. Tetapi dia mengijinkan pasangannya untuk bersenggama dengannya, sebagai suatu kewajiban. Wanita yang lain mungkin sangat cemas dengan gagasan bersenggama sehingga menolak atau membuat alasan menghindarinya. (Glaiser and Gebbie, 2005).

b) Hilangnya minat seksual

Hal ini sering terjadi bersamaan dengan hilangnya kenikmatan, wanita seperti ini tidak memiliki keinginan


(52)

untuk berhubungan seksual dan tidak menikmatinya seandainya terjadi. Seperti pada pria, faktor- faktor yang menyebabkan hilangnya gairah seksual bervariasi dan sering sulit diidentifikasi. Perubahan alam perasaan sangat penting bagi wanita, tidak saja sebagai penyakit depresi kronik tetapi juga sebagai variasi dalam alam perasaan depresi di sekitar waktu menstruasi yang dirasakan oleh beberapa wanita. Banyak wanita menyadari bahwa mereka mengalami tahap siklus menstruasi tertentu, walaupun waktunya berbeda dari satu wanita ke wanita lain. Tetapi mereka yang biasanya merasa murung sebelum menstruasi biasanya kehilangan minat seksual pada saat tersebut, dan mendapati bahwa fase pasca menstruasi secara seksual merupakan saat yang terbaik bagi mereka. (Glaiser and Gebbie, 2005).

Pada beberapa wanita yang mengalami perubahan nyata alam perasaan di sekitar menstruasi, kapasitas mereka untuk terangsang menjadi terbatas ke beberapa hari setelah menstruasi, dan tidak jarang kapasitas ini malah akhirnya hilang sama sekali. Konflik yang tidak terpecahkan atau kemarahan dalam hubungan dapat merupakan hal yang mendasari hilangnya kenikmatan dan minat seksual. Wanita yang menghadapi bentuk- bentuk kanker yang mengancam nyawa, misalnya kanker payudara atau ginekologis, dapat


(53)

bereaksi secara psikologis terhadap stres penyakit dan dampak terapi (masektomi). Faktor – faktor fisik juga mungkin memiliki peran langsung. Hilangnya minat seksual adalah hal yang wajar dalam keadaan sakit dan hal ini mungkin secara spesifik disebabkan oleh kelainan status hormon. Testosteron tampaknya penting untuk gairah seksual pada banyak wanita, seperti halnya pada pria. Penurunan substansial testosteron, seperti terjadi setelah ovariektomi atau bentuk lain kegagalan atau supresi ovarium, dapat menyebabkan hilangnya gairah. (Glaiser and Gebbie, 2005).

c) Keengganan seksual

Pada beberapa kasus, sekedar pikiran tentang aktivitas seksual sudah menyebabkan ketakutan atau ansietas yang besar sehingga terbentuk suatu pola menghindari kontak seksual. Pada kasus- kasus seperti ini, penyebabnya sering dapat diidentifikasi dari pengalaman traumatik sebelumnya, tetapi kadang- kadang pangkal masalahnya tetap tidak jelas. d) Disfungsi orgasme

Sebagian wanita secara spesifik mengalami kesulitan mencapai orgasme, baik dengan kehadiran pasangannya atau pada semua situasi. Hal ini mungkin merupakan


(54)

bagian dari hilangnya kenikmatan seksual secara umum, atau relatif spesifik, yaitu manusia masih dapat terangsang dan menikmati seksual tetapi gagal mencapai orgasme. Walaupun obat tertentu dapat menghambat orgasme pada wanita, namun pada sebagian kasus faktor psikologis tampaknya menjadi penyebab.

e) Vaginismus

Kecenderungan spasme otot- otot dasar panggul dan perivagina setiap kali dilakukan usaha penetrasi vagina ini dapat timbul akibat pengalaman traumatik insersi vagina (perkosaan atau pemeriksaan panggul yang sangat kasar oleh dokter). Namun lebih sering tidak terdapat penyebab yang jelas dan tampaknya otot- otot tersebut memiliki kecenderungan mengalami spasme reflektif saat dicoba untuk dilemaskan. Vaginismus biasanya adalah kesulitan seksual primer yang dialami wanita saat mereka memulai kehidupan seksual, dan sering menyebabkan hubungan seksual yang tidak sempurna. Kelainan ini jarang timbul kemudian setelah wanita menjalani fase hubungan seksual normal, terutama apabila ia sudah pernah melahirkan. Apabila memang demikian, kita perlu mencari penyebab nyeri atau rasa tidak nyaman lokal yang dapat menyebabkan spasme otot (Llewellyn, 2005).


(55)

f) Dispareunia

Nyeri saat melakukan hubungan intim sering terjadi dan umumnya dapat disembuhkan. Apabila menjadi masalah yang berulang, maka antisipasi nyeri dapat dengan mudah menyebabkan hambatan timbulnya respons seksual normal sehingga masalah menjadi semakin parah karena pelumasan normal vagina terganggu. Nyeri atau rasa tidak nyaman dapat dirasakan di introitus vagina, akibat spasme otot- otot perivagina atau peradangan atau nyeri di introitus yang dapat ditimbulkan oleh episiotomi atau robekan perineum. Kista atau abses Bartholin dapat menyebabkan nyeri hanya oleh rangsangan seksual, karena kecendrungan kelenjar ini mengeluarkan sekresi sebagai respons terhadap stimulasi seksual (Kusuma, 1999).


(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian non eksperimental untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor - faktor, risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat yang bersamaan (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Waktu penelitian dimulai dari tanggal 2 Oktober – 10 November 2013.


(57)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur (WUS) berumur 20 - 46 tahun pemakaian kontrasepsi implant yang berada di Posyandu Mawar 1 Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Oktober - November.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2005). Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Dengan persamaan besar sampel deskriptif (Dahlan, 2009) yaitu :

n = Zα² x P x Q d²

n = 1,645² x 0,5 x 0,5 0,1²

n = 67 dibulatkan menjadi 70 sampel Keterangan :

Zα = deviat baku alfa

P = proporsi kategori variabel yang diteliti Q = 1- P


(58)

D. Subyek Penelitian

Subyek dimasukkan dalam penelitian ini jika memiliki kriteria inklusi. Nursalam 2003 dan Hidayat menyatakan bahwa kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Wanita dengan usia subur yang menggunakan implant antara 20- 46 tahun

2. Lama pemakaian Implant 1- 3 tahun 3. Wanita yang sehat

4. Wanita yang masih aktif seksual

5. Wanita yang mampu berkomunikasi dengan baik.

Subyek dikeluarkan dari penelitian ini jika memiliki kriteria eksklusi. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Wanita yang telah menggunakan 2 macam alat kontrasepsi

2. Akseptor Keluarga Berencana yang tidak bersedia untuk menjadi responden penelitian.


(59)

E. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Definisi Alat

Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala I.Variabel bebas Pemakaian kontrasepsi implant Adalah pengguna alat kontrasepsi implant 1-3 tahun pada saat penelitian

Kuesioner Wawancara 1.Ya Kategorik II.Variabel Terikat Disfungsi Seksual Wanita Adalah gangguan fungsi seksual pada wanita yang dinilai 6 domain yaitu hasrat seksual,pera ngsangan,lu brikasi, orgasme, kepuasan dalam kehidupan dan kesakitan FSFI (Female sexual function indeks)

Wawancara 1.Normal bila skor > 26,5 2.Disfung si,bila skor total ≤26,5 Kategorik


(60)

Untuk skor domain individu, tambahkan nilai dari item individu yang terdiri dari domain dan kalikan jumlah tersebut dengan faktor domain (lihat di bawah). Tambahkan nilai enam domain untuk mendapatkan skala penuh. Perlu dicatat bahwa domain individu, nilai domain nol menunjukkan bahwa subjek yang dilaporkan tidak memiliki aktivitas seksual selama bulan terakhir. Skor subjek penelitian dapat dimasukkan dalam kolom kanan.

Tabel 2. Skor Penilaian FSFI ( Rosen, 2000)

No. Domain Pertanyaan Rentang skor

Faktor Skor minimal

Skor maksimal

Skor

1. Hasrat seksual

1,2 1-5 0,6 1,2 6,0

2. Rangsangan seksual

3,4,5,6 0-5 0,3 0 6,0

3. Lubrikasi vagina

7,8,9,10 0-5 0,3 0 6,0

4. Orgasme (klimaks)

11,12,13 0-5 0,4 0 6,0

5. Kepuasan 14,15,16 0 atau (1-5)

0,4 0 6,0

6. Kesakitan 17,18,19 0-5 0,4 0 6,0

Rentang skor

skala penuh


(61)

F. Variabel penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu wanita penggunaan kontrasepsi implant.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah angka kejadian disfungsi seksual.

G. Pengumpulan Data

Penelitian ini hanya menggunakan data primer. Data primer ini didapatkan dari wanita yang menggunakan kontrasepsi implant yaitu dengan menggunakan angket atau kuesioner langsung terstruktur dengan alternatif jawaban yang sudah disediakan. Pada saat itu juga responden menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner dan kuesioner dikembalikan hari itu juga. Pada penelitian ini digunakan kuesioner terbimbing, karena menghindari positif palsu dan agar dapat membantu responden mengisi jawaban.


(62)

Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis univariat, analisis univariat adalah dimana variabel-variabel yang ada dianalisis untuk memberikan gambaran mengenai prevalensi kejadian disfungsi seksual pada wanita pengguna kontrasepsi implant di kecamatan Gunung Sugih kabupaten Lampung Tengah Menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005). Dan mendeskriptifkan hasil yang didapat yaitu karakteristik responden yang terdiri dari umur ibu, pendidikan, pekerjaan, paritas, IMT dan lama perkawinan.


(63)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Prevalensi disfungsi seksual pada ibu-ibu pengguna kontrasepsi implant di Lampung Tengah tahun 2013 adalah 78,6 %

2. Frekuensi Disfungsi Seksual ibu-ibu pada skor FSFI yang terbanyak yaitu pada rentang skor 17-26 (mendekati normal) sehingga masih tergolong disfungsi seksual yang ringan sedangkan distribusi domain FSFI yang terbanyak dialami pengguna kontrasepsi implant adalah pada domain pertama yaitu gangguan hasrat seksual.

3. Karakteristik ibu-ibu pengguna kontrasepsi implant yang mengalami di Lampung Tengah memiliki karakteristik, yaitu berumur tua (> 35 tahun) dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 90%, berpendidikan rendah (< SMA) dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 97,44%, tidak bekerja (ibu rumah tangga) dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 88,64%, memiliki paritas banyak dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 100%,


(64)

yang memiliki IMT gemuk dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 100 % dan dengan lama perkawinan yang belum tergolong lama dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 96 %.

B. Saran

Dari hasil penelitian, peneliti menyarankan agar :

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu yang lebih lama agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam untuk menganalisis hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal khususnya implant terhadap disfungsi seksual pada wanita

3. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan edukasi mengenai berbagai pilihan kontrasepsi dengan efek samping yang paling minimal ataupun bila tidak dapat dihindari penggunaan kontrasepsi yang memiliki efek negatif, paling tidak menimimalisasi efek negatif

ditimbulkan.

4. Pemerintah membentuk unit konsultasi perkawinan di Puskesmas atau Rumah Sakit Umum sebagai tempat pasangan suami istri untuk melakukan konseling kepada tenaga kesehatan engenai hubungan suami istri.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Aswarmakruf. 2010. Seperti apakah kontrasepsi hormonal itu.

http://aswarmakruf.com/diagnosis-terapi/kontrasepsi-hormonal/index.html .

Bayer Healthcare. Sex & the modern woman: Report Findings (2006).

http://www.erektionsprobleme.ch/mAny/mFiles/Sex_and_the_Modern_Wo men.pdf

Baziad, A. 2005. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

BKKBN Provinsi Lampung. 2008. Penduduk dan Ketenagakerjaan. http://lampung.bkkbn.go.id

BKKBN Provinsi Lampung. 2010. Penduduk dan Ketenagakerjaan. http://lampung.bkkbn.go.id

Biro Pusat Statistik. 2003. Survey Kesehatan dan Demografi Indonesia 2002-2003. Biro Pusat Statistik and Macro International Inc

Brache, V Faundes, A Alvarez F , and Cochon L 2002. Non-menstrual

adverse events during use of implantable contraceptives for women: data from clinical trials. Contraception, 65, 63±74.

Costabile,RA.2006. Prevalence and Risk Factors for Female Sexual Dysfunction in Turkish Women. The Journal of Urology, Volume 175, Issue 2, Page 658

Cunningham, G. 2006. Obstetri Williams . Jakarta : EGC

Dahlan,M.S.2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Depkes RI. 2008. Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI

Fajewonyomi BA, Orji EO, & Adeyemo AO. 2007.Sexual Dysfunction among Female Patients of Reproductive Age in a Hospital Setting in Nigeria. J Health Popul Nutr ; 25(1):101-106


(66)

Glaiser.A, Gebbie,A. 2005. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekolog. Jakarta: Hipocrates, Edisi 6

Glaiser, A, Gebbie,A. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi . Jakarta : EGC

Greendale, G., Ganz, P. 2007. Female Sexual Desire- Beyomd Testosteron.vol.99, issues 9

Halstead, M., Reiss, M. 2006. Pendidikan Seksual Bagi Remaja. Yogyakarta : Alenia Press

Handayani, S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Alenia Press

Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Hayes RD, Bennett CM, Fairley CK, Dennerstein L. 2006. What can prevalence studies tell us about female sexual difficulty and dysfunction. J Sex Med;3:589–595

Henderson, C. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta :EGC

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1994. Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Jakarta : Presiden Republik Indonesia

Kusmarjadi, D. 2011. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (Implant) .

http://www.drdidispog.com/2011/01/alat-kontrasepsi-bawah-kulit-implant.html . Diakses 3 Oktober 2011

Kusuma,W. 1999. Buku Pintar Kesehatan Wanita. Batam : Interaksara

Laumann EO, Paik A.Rosen RC. 1999. Sexual dysfunction in the United States. JAMA.; 281 (6) : 537-44

Llewellyn, D. 2005. Setiap Wanita. Jakarta : PT. Delapratasa Publishing

Manuaba,I.1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC

Manuaba,I.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta :ARCAN

Meirik,O., Frasser, S,Ian., D’arcanves,C.2003. Implantable Contraceptives For


(67)

Miller,B.,PharmD.,Hunt,J. 2003. Female Sexual Dysfunction: Reviee of the Disorder and evidence for available TreatmentAlternatives. Journal of

Pharmacy Practice.16:3:200-208

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta :EGC, Edisi 3, Jilid 1

Nicolosi,A., Laumann,E., Glasser,D., Moreira E.,Paik,E., Gingell,C. 2004.Sexual behavior and sexual dysfunctions after age 40 : the global study of sexual attitudes and behaviours. Urology.; 64 (5): 991-7

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta

Nurcahaya,W. 2007.Hubungan Kontrasepsi Pil KB dengan Kegemukan Wanita. Jakarta: http://www.infoibu.com/medphp?med=publisher&op=viewarticle

Osborn M, Hawton K & Gath D. 1988.Sexual dysfunction among middle aged women in the Community. British Medical Journal Vol. 296 : 959-962 Prawirohardjo,S. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Prawirohardjo, S. 2005. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, S. 2008. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rabe, T. 2003. Ilmu Kandungan. Jakarta :Hipokrates

Rosen,R., Brown, C., Heiman, J., Leiblum,S., Meston,C., Shasigh, R. et al. 2000. The Female Sexual Function Index (FSFI) . Journal of Sex and Marital Therapy ;26: 191-208

Saifuddin. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Salonia, A.2004. Women’s sexual dysfunction: a pathophysiological review. BJU int.; 93:1156-64

Santoso,B. 2007. Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : SKP Publishing

Sidi,H. 2008. Orgasmic dysfunction among women at a primary care setting in Malaysia. Asia Pac J Public Health;2 (4) : 298-306

Siswosudarmo.,Anwar ,H., Ova,E. 2001. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press


(68)

Sugiono. 2005. Statistik Untuk penelitian. Bandung : Alfabeta Susenas, 2004. Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi.

www.datastatistik-indonesia.com/content/view/331/331/1/2/ Speroff,L., Darney, P. 2005. Pedoman Klinis Kontrasepsi. Jakarta :EGC

Sutyarso., Kanedi,M. 2011. Disfungsi Seksual Wanita dan Kemungkinan Dampaknya Pada Kinerja Professional Mereka.Providing Nasional Symposium and workshop on Sexology 2011. Asosiasi Seksologi Indonesia. Jakarta 28-29 Oktober: 9-13

Varney,H., Jan,M,K., Carolyn,L,G. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:EGC.

Widyastuti,Y., Rahmawati, A., Yuliasti,E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

Wulansari, P., Huriawati. 2007. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta: EGC WHO. 2006. BMI Classification. Geneva.

Zakhari R. Female sexual dysfunction: A primary care perspective. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners 21 (2009) 498–505


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Prevalensi disfungsi seksual pada ibu-ibu pengguna kontrasepsi implant di Lampung Tengah tahun 2013 adalah 78,6 %

2. Frekuensi Disfungsi Seksual ibu-ibu pada skor FSFI yang terbanyak yaitu pada rentang skor 17-26 (mendekati normal) sehingga masih tergolong disfungsi seksual yang ringan sedangkan distribusi domain FSFI yang terbanyak dialami pengguna kontrasepsi implant adalah pada domain pertama yaitu gangguan hasrat seksual.

3. Karakteristik ibu-ibu pengguna kontrasepsi implant yang mengalami di Lampung Tengah memiliki karakteristik, yaitu berumur tua (> 35 tahun) dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 90%, berpendidikan rendah (< SMA) dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 97,44%, tidak bekerja (ibu rumah tangga) dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 88,64%, memiliki paritas banyak dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 100%,


(2)

yang memiliki IMT gemuk dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 100 % dan dengan lama perkawinan yang belum tergolong lama dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 96 %.

B. Saran

Dari hasil penelitian, peneliti menyarankan agar :

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu yang lebih lama agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam untuk menganalisis hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal khususnya implant terhadap disfungsi seksual pada wanita

3. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan edukasi mengenai berbagai pilihan kontrasepsi dengan efek samping yang paling minimal ataupun bila tidak dapat dihindari penggunaan kontrasepsi yang memiliki efek negatif, paling tidak menimimalisasi efek negatif

ditimbulkan.

4. Pemerintah membentuk unit konsultasi perkawinan di Puskesmas atau Rumah Sakit Umum sebagai tempat pasangan suami istri untuk melakukan konseling kepada tenaga kesehatan engenai hubungan suami istri.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aswarmakruf. 2010. Seperti apakah kontrasepsi hormonal itu. http://aswarmakruf.com/diagnosis-terapi/kontrasepsi-hormonal/index.html .

Bayer Healthcare. Sex & the modern woman: Report Findings (2006). http://www.erektionsprobleme.ch/mAny/mFiles/Sex_and_the_Modern_Wo men.pdf

Baziad, A. 2005. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

BKKBN Provinsi Lampung. 2008. Penduduk dan Ketenagakerjaan. http://lampung.bkkbn.go.id

BKKBN Provinsi Lampung. 2010. Penduduk dan Ketenagakerjaan. http://lampung.bkkbn.go.id

Biro Pusat Statistik. 2003. Survey Kesehatan dan Demografi Indonesia 2002-2003. Biro Pusat Statistik and Macro International Inc

Brache, V Faundes, A Alvarez F , and Cochon L 2002. Non-menstrual

adverse events during use of implantable contraceptives for women: data from clinical trials. Contraception, 65, 63±74.

Costabile,RA.2006. Prevalence and Risk Factors for Female Sexual Dysfunction in Turkish Women. The Journal of Urology, Volume 175, Issue 2, Page 658

Cunningham, G. 2006. Obstetri Williams . Jakarta : EGC

Dahlan,M.S.2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Depkes RI. 2008. Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI

Fajewonyomi BA, Orji EO, & Adeyemo AO. 2007.Sexual Dysfunction among Female Patients of Reproductive Age in a Hospital Setting in Nigeria. J


(4)

Glaiser.A, Gebbie,A. 2005. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekolog. Jakarta: Hipocrates, Edisi 6

Glaiser, A, Gebbie,A. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi . Jakarta : EGC

Greendale, G., Ganz, P. 2007. Female Sexual Desire- Beyomd Testosteron.vol.99, issues 9

Halstead, M., Reiss, M. 2006. Pendidikan Seksual Bagi Remaja. Yogyakarta : Alenia Press

Handayani, S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Alenia Press

Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Hayes RD, Bennett CM, Fairley CK, Dennerstein L. 2006. What can prevalence studies tell us about female sexual difficulty and dysfunction. J Sex Med;3:589–595

Henderson, C. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta :EGC

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1994. Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Jakarta : Presiden Republik Indonesia

Kusmarjadi, D. 2011. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (Implant) .

http://www.drdidispog.com/2011/01/alat-kontrasepsi-bawah-kulit-implant.html . Diakses 3 Oktober 2011

Kusuma,W. 1999. Buku Pintar Kesehatan Wanita. Batam : Interaksara

Laumann EO, Paik A.Rosen RC. 1999. Sexual dysfunction in the United States.

JAMA.; 281 (6) : 537-44

Llewellyn, D. 2005. Setiap Wanita. Jakarta : PT. Delapratasa Publishing

Manuaba,I.1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC

Manuaba,I.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta :ARCAN

Meirik,O., Frasser, S,Ian., D’arcanves,C.2003. Implantable Contraceptives For


(5)

Miller,B.,PharmD.,Hunt,J. 2003. Female Sexual Dysfunction: Reviee of the Disorder and evidence for available TreatmentAlternatives. Journal of

Pharmacy Practice.16:3:200-208

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta :EGC, Edisi 3, Jilid 1

Nicolosi,A., Laumann,E., Glasser,D., Moreira E.,Paik,E., Gingell,C. 2004.Sexual behavior and sexual dysfunctions after age 40 : the global study of sexual

attitudes and behaviours. Urology.; 64 (5): 991-7

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta

Nurcahaya,W. 2007.Hubungan Kontrasepsi Pil KB dengan Kegemukan Wanita. Jakarta: http://www.infoibu.com/medphp?med=publisher&op=viewarticle Osborn M, Hawton K & Gath D. 1988.Sexual dysfunction among middle aged

women in the Community. British Medical Journal Vol. 296 : 959-962 Prawirohardjo,S. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Prawirohardjo, S. 2005. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, S. 2008. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rabe, T. 2003. Ilmu Kandungan. Jakarta :Hipokrates

Rosen,R., Brown, C., Heiman, J., Leiblum,S., Meston,C., Shasigh, R. et al. 2000. The Female Sexual Function Index (FSFI) . Journal of Sex and

Marital Therapy ;26: 191-208

Saifuddin. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Salonia, A.2004. Women’s sexual dysfunction: a pathophysiological review. BJU int.; 93:1156-64

Santoso,B. 2007. Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : SKP Publishing

Sidi,H. 2008. Orgasmic dysfunction among women at a primary care setting in Malaysia. Asia Pac J Public Health;2 (4) : 298-306

Siswosudarmo.,Anwar ,H., Ova,E. 2001. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press


(6)

Sugiono. 2005. Statistik Untuk penelitian. Bandung : Alfabeta Susenas, 2004. Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi.

www.datastatistik-indonesia.com/content/view/331/331/1/2/ Speroff,L., Darney, P. 2005. Pedoman Klinis Kontrasepsi. Jakarta :EGC

Sutyarso., Kanedi,M. 2011. Disfungsi Seksual Wanita dan Kemungkinan Dampaknya Pada Kinerja Professional Mereka.Providing Nasional Symposium and workshop on Sexology 2011. Asosiasi Seksologi Indonesia. Jakarta 28-29 Oktober: 9-13

Varney,H., Jan,M,K., Carolyn,L,G. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.

Jakarta:EGC.

Widyastuti,Y., Rahmawati, A., Yuliasti,E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

Wulansari, P., Huriawati. 2007. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta: EGC WHO. 2006. BMI Classification. Geneva.

Zakhari R. Female sexual dysfunction: A primary care perspective. Journal of


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

5 151 91

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

5 79 91

BACA DULU cara membuka KTI Skripsi kode011

0 0 3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

0 0 11

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

0 0 1

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

0 0 7

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

0 0 26

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

0 0 11

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

0 0 1

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant sebagai alat kontrasepsi di kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan polonia Tahun 2013

0 0 7