Strict Liability VS Liability Based On Fault

21

B. Strict Liability VS Liability Based On Fault

Pertanggungjawaban perdata dalam konteks penegakan hukum lingkungan merupakan instrumen hukum perdata untuk mendapatkan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan. Secara umum, terdapat dua jenis pertanggungjawaban perdata yang diberlakukan atau dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, yaitu: 26 1. Liability Based On Fault Liability based on fault adalah suatu pertanggungjawaban yang mensyaratkan adanya unsur kesalahan atau fault. Konsep tersebut dikenal sebagaimana yang dimuat dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah wrong. Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum disebut onrechmatige daad dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental lainnya. Kata ”tort” berasal dari kata latin ”torquere” atau ”tortus” dalam bahasa Perancis, 26 Blogspot, Strict Liability Vs Liability Based On Fault, http:destylestari.blogspot.com201107strict-liability-vs-fault-base.html. 22 seperti kata ”wrong” berasal dari kata Perancis ”wrung” yang berarti kesalahan atau kerugian injury. Sehingga pada prinsipnya, tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan melawan hukum ini adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan dalam pribahasa bahasa Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya. Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380 KUHPerdata. Pasal 1365 menyatakan, bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata berasal dari Code Napoleon. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikerugian tersebut.” Dengan kata lain perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mensyaratkan penggugat membuktikan adanya unsur kesalahan fault. Ketentuan Pasal ini menunjukan mengenai konsep liability based on fault berdasarkan kesalahan kesengajaan. Ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata ini kemudian kembali dipertegas dalam Pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “Setiap orang bertanggung jawab tidak hanya untuk kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya tetapi 23 juga disebabkan oleh kelalaiannya.” Ketentuan Pasal ini menunjukan mengenai konsep liability based on fault berdasarkan kesalahan kelalaian. Kedua pasal tersebut di atas menegaskan bahwa perbuatan melawan hukum tidak saja mencakup suatu perbuatan, tetapi juga mencakup tidak berbuat. Lebih lanjut, Pasal 1367 KUHPerdata yang menyatakan, ” Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Orangtua dan wali bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orangtua atau wali. Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. Guru sekolah atau kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh murid-muridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orang-orang itu berada di bawah pengawasannya. Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab.“ ketentuan Pasal ini sebenarnya lebih mengarah kepada semangat prinsip strict liability tetang sesuatu yang berada dibawah pengawasannya. 24 Mengandalkan unsur kesalahan dalam konteks pesatnya perkembangan keilmuan dan teknologi sering kali menimbulkan kesulitan dalam memprediksi risiko yang timbul dari suatu kegiatan industri. Melihat keterbatasan dari liability based on fault ini maka mungkin terjadi timbulnya pencemar atau perusak lingkungan tanpa dapat dikenakan pertanggungjawaban. Liability based on fault juga memungkinkan pencemar atau perusak lingkungan terbebas dari pertanggungjawaban perdata apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan upaya maksimal pencegahan melalu pendekatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL. Jenis pertanggungjawaban liability based on fault atau yang lebih dikenal perbuatan melawan hukum, memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan, yaitu diantaranya: 27 1. Kelebihan Bahwa hukum baru dapat diberlakukan kepada orang yang benar-benar terbukti kesalahannya. Artinya hal tersebut mengandung asas praduga tak bersalah, dimana selama seseorang belum dapat dibuktikan kesalahnnya maka orang tersebut tidak dianggap bersalah. 2. Kekurangan Pemberlakuan asas praduga tak bersalah adalah kurang tepat dalam lingkup perdata. Asas praduga tak bersalah ini lebih tepat digunakan dalam lingkup pidana. Salah satu syarat pemberlakuan pertanggungjawaban jenis ini adalah dengan membuktikan adanya unsur kesalahan yang dilakukan 27 Ibid . 25 sehingga menimbulkan kerugian di pihak lain. Sedangkan unsur kesalahan itu sendiri sulit dibuktikan. Terkait dengan hukum lingkungan, seorang pencemar yang terbukti telah melakukan upaya maksimal pencegahan pencemaran melalui pendekatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL secara konsisten dapat terbebas dari pertanggungjawaban atas dampak kerugian yang ditimbulkan. 2. Strict Liability Prinsip strict liability merupakan prinsip pertanggungjawaban hukum liability yang telah berkembang sejak lama yang berawal dari sebuah kasus di Inggris yaitu Rylands v. Fletcher tahun 1868. Dalam kasus ini pengadilan tingkat kasasi di Inggris melahirkan suatu kristeria yang menentukan, bahwa suatu kegiatan atau penggunaan sumber daya dapat dikenai strict liability jika penggunaan tersebut bersifat non natural atau diluar kelaziman, atau tidak seperti biasanya. Jenis pertanggungjawaban ini muncul sebagai reaksi atas segala kekurangan dari sistem atau jenis pertanggungjawaban liability based on fault. Pertanggungjawaban hukum konvensional selama ini menganut asas pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan liability based on fault, artinya bahwa tidak seorang pun dapat dikenai tanggung jawab jika pada dirinya tidak terdapat unsur-unsur kesalahan. Dalam kasus lingkungan doktrin tersebut akan melahirkan kendala bagi penegak hukum di peradilan karena doktrin ini 26 tidak mampu mengantisipasi secara efektif dampak dari kegiatan industri modern yang mengadung risiko-risiko potensial. Di Indonesia asas ini dimuat dalam Pasal 35 Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan telah disempurnakan di dalam Pasal 88 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal ini pengertian tanggung jawab mutlak adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Dimana besarnya ganti kerugian yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Di dalam strict liability, seseorang bertanggung jawab kapan pun kerugian timbul. Hal ini berarti bahwa pertama, para korban dilepaskan dari beban berat untuk membuktikan adanya hubungan kausal antara kerugiannya dengan tindakan individual tergugat. Kedua, para pihak pencemar akan memperhatikan baik tingkat kehati-hatiannya, maupun tingkat kegiatannya. Dua hal ini merupakan kelebihan strict liability dari asas kesalahan. Penerapan asas tanggung jawab mutlak di Pengadilan Negeri masih didasarkan pada ketentuan normatif Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Artinya hakim dalam memeriksa gugatan ganti rugi dalam kasus-kasus lingkungan masih berpijak pada, ketentuan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perihal perbuatan melawan hukum tersebut. Dengan demikian penggugat sering kali ada dalam posisi lemah karena disini unsur kesalahan memainkan peranan penting dalam menentukan bertanggung jawab atau tidaknya seseorang. 27 Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan digunakannya asas tanggung jawab mutlak dalam kasus lingkungan di Pengadilan Negeri maka hakim harus dapat menemukan kriteria untuk menentukan apakah sebuah kegiatan dapat ditundukan pada asas tanggung jawab mutlak. Maka disini hakim pengadilan harus dapat melakukan penemuan hukum atau penggalian kriteria baru dalam rangka penerapan asas tanggung jawab mutlak. Sebagai salah satu bagian dari konteks penegakan hukum lingkungan, penerapan asas tanggung jawab mutlak tersebut menhadapai beberapa hambatan yang lebih disebabkan karena dari sarana hukumnya, terlihat belum adanya peraturan pelaksanaan lebih lanjut, dari sumber daya manusianya adalah hakim kurang melihat hukum lingkungan secara luas, tetapi sebatas yang tertulis di dalam undang-undang saja. 28 Berdasarkan uraian di atas mengenai sistem pertanggungjawaban perdata yaitu liability based on fault dan strict liability, makan dapat dilihat beberapa perbedaan yang memcolok antara keduanya, yaitu sebagai berikut: 28 Ibid. 28 FAULT BASED LIABILITY STRICT LIABILITY Pertanggungjawaban ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya kesalahan. Pertanggungjawaban berorientasi pada akibat yang ditimbulkan, bukan berdasarkan ada atau tidaknya kesalahan. Hanya pencemar yang terbukti bersalah yang dapat dimintakan pertanggungjawaban. Semua pencemar dapat dimintakan pertanggungjawaban. Lebih memberi perlindungan hukum bagi para pelaku usaha. Lebih memberi perlindungan hukum pada masyarakat dan lingkungan hidup.

C. Perbedaan Strict Liability dan Absolute Liability

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan Perlindungan Konsumen di Timor Leste dan Indonesia: Suatu Studi Perbandingan Hukum T2 322013902 BAB II

0 2 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312008033 BAB II

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strict Liability dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia Suatu Studi Perbandingan dengan Sistem di Inggris

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strict Liability dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia Suatu Studi Perbandingan dengan Sistem di Inggris T1 312006083 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strict Liability dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia Suatu Studi Perbandingan dengan Sistem di Inggris T1 312006083 BAB IV

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strict Liability dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia Suatu Studi Perbandingan dengan Sistem di Inggris

0 0 16

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembuktian dengan Teknologi Hubungan Darah antara Anak dan Ayah Biologis dalam Sistem Hukum Indonesia T1 BAB II

0 0 80

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ius Quasitum Tertio dalam Cloud Computing dalam Sistem Hukum Pancasila T1 BAB II

0 2 44

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Lembaga Pengawas Persaingan Usaha di Singapura dan di Indonesia T1 BAB II

0 0 61

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB II

0 0 12