“
Bahwa untuk melaksanakan otonomi daerah khususnya asas desentralisasi pemerintahan daerah memiliki sumber penerimaan diantaranya
adalah PAD. Pendapatan Asli Daerah PAD yaitu penerimaan yang diperoleh
daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipngut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi: a.
Hasil pajak daerah b.
Hasil retribusi daerah c.
Hasil perusahaan milik daerah dan hasih pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjuala
saham milik daerah, serta
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset
tetap daerah
dan jasa giro”.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan diantaranya meliputi PAD.
“
Pendapatan Asli Daerah PAD yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan-peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan meliputi: a.
Pajak daerah b.
Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum BLI daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD,
hasil kerja sama dengan pihak ketiga d.
Lain-
lain PAD yang sah.”
2.1.1. Konsep Pajak Daerah
Pengertian pajak daerah ditemukan dalam berbagai literatur maupun dalam Undang-undang yang mengatur tentang Pajak Daerah, antara lain dalam Undang-
undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 disebutkan:
“Pajak Daerah yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadibadan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara pemerintah berdasarkan UU yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh
yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali kontra prestasibalas jasa secara langsung, yang hasilnya digunakan unruk membiayai
pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan”. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang
dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan
paksaan. Dengan demikian: “........
akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu pengenaan pajak berdasarkan undang-undang akan menjamin adanya keadilan
dan kepastian hukum bagi pemayaran pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-
wenang menetapkan besarnya pajak”. Marihot P.Siahaan: 2005:7
Berdasarkan devinisi pajak, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu sebagai berikut
Amin Widjaya Tunggal: 1991: 15
dalam bukunya
Marihot P. Siahaan: 2005: 8,
disebutkan:
a. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah
berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b.
Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara, yaitu kas pemerintah pusat atau kas pemerintah daerah sesuai dengan jenis pajak dan pungutan.
c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi
individu oleh pemerintah tidak ada imbalan langsung yang diperoleh sipembayar pajak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara
jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu.
d. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan manifestasi kontra
prestasi dari negara kepada para pembayar pajak. e.
Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dikenakan pajak.
f.
Pajak memiliki sifat dipaksakan. Artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana
maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.1.2. Konsep Retribusi Daerah