Pendahuluan Aspek Kekerasan dalam Novel Jazz Parfum & Insiden, Refleksi-Formasi Kondisi Sosial Politik di Eks-Timor Timur.

1 Aspek Kekerasan dalam Novel Jazz Parfum I nsiden: Refleksi Formasi Kondisi Sosial Polit ik di Eks-Timor Timur 1 oleh Nurhadi Abstract This article of research aims to describe: 1 violence aspects in Jazz Parfum Insiden Novel; 2 social political condition that became background of violence aspects in Former East Timorese in this literature; 3 a possibilit y formation of that fict ions to sociaty. Subjects of this research is novel Jazz Parfum I nsiden Jazz Parfum Incidence by Seno Gumira Ajidarma, published first time in 1996 by Bentang Yogyakarta. This research is documentation research. Finding of this research wrote in qualitative descript ion. The research used content analysis, while the validity and realiabilit y of this research used semantic validity and intra- rater validit y. According to analysis of research, it could be concluded as: 1 violence aspects that find in novel Jazz Parfum I nsiden are: massacre murder, torture, kidnap, rape, and other violece in war or conflict area caussalities; 2 social polit ical condition that became background of violence as human right’s breaking in Jazz Parfum Insiden novel is Dili I ncidence on 12 November 1991 in Santa Cruz cemetery and occupation of East Timorese in generally; 3 this Seno Gumira Ajidarma’s fict ion had some roles as formation to realize readers for some violence action by state aparatus on occupation of East Timorese by New Order Goverment that tend to militeristic otoritarianism, so that its indirectly had a contribution in falling down of New Order Goverment and Timor Leste independence. Keys words: violence, East Timor, role of literature reflection, role of literature formation

A. Pendahuluan

Timor Leste adalah negara baru yang berdiri secara resmi berdasarkan jajak pendapat tahun 1999. Dulunya, ketika masih tergabung dengan Republik I ndonesia bernama Timor Timur, propinsi ke-27. Pemisahan diri Timor Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan oleh milisi yang kecewa dengan hasil referendum. Ada yang menengarai tindakan tersebut didukung oleh pihak militer I ndonesia, meskipun hal itu dibantah oleh pihak keamanan Indonesia. Hubungan I ndonesia sendiri dengan Timor Leste belakangan membaik meski ada beberapa kasus. Pada 20 Januari 2006, Presiden Eks-Timor Timur, Xanana Gusmao menyampaikan laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste CAVR kepada Sekjen PBB. Dalam laporan itu disebutkan telah terjadi pembantaian terhadap 102.800 warga Timor Timur dalam kurun waktu 24 tahun, yakni ketika Timtim masih tergabung dengan I ndonesia 1974— 1 Artikel ini merupakan bagian dari laporan penelitian terhadap dua karya fiksi Seno Gumira Ajidarma yang berlatarkan Eks-Timor Timur, yakni dengan antologi cerpen Saksi Mata, yang dipublikasikan secara terpisah. 2 1999. Sekitar 85 persen dari pelanggaran HAM, menurut laporan CAVR, dilakukan oleh pasukan keamanan I ndonesia Kompas, 28 Januari 2006. Dalam dokumen itu dikatakan bahwa militer I ndonesia berusaha membasmi warga Timtim dengan meracuni makanan dan air, menggunakan napalm dan bahan kimia lainnya. Dalam rekomendasi CAVR juga disebutkan tentang perlunya memperbarui kontrak hakim-hakim internasional untuk Special Panels for Serious Crimes sehingga bisa mengadili semua pelaku kejahatan dari tahun 1974 hingga 1999. Menteri pertahanan I ndonesia, Juwono Sudarsono, membantah kalau I ndonesia menggunakan bom napalm di Timor Timur sejak 1974 karena hal itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Menurut Juwono, yang dipersoalkan adalah penggunaan pesawat jenis Bronco buatan Amerika Serikat; kemudian muncullah isu I ndonesia menggunakan napalm. Padahal waktu itu I ndonesia tidak punya kemampuan mengimpor napalm Kompas, 20 Januari 2006. Pemerintah I ndonesia sendiri dengan Timor Leste telah membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatab KKP guna menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di masa lalu. KKP sendiri dideklarasikan pada 9 Maret 2005 oleh Presiden Susilo dan Presiden Xanana sebagai mekanisme yang dipilih kedua negara dalam menyelesaikan beban masa lalu yang terkait dengan pelanggaran HAM di Timtim pascajajak pendapat tahun 1999. Dengan disampaikannya laporan CAVR oleh Xanana kepada Sekjen PBB, tidak tertutup kemungkinan pelanggaran HAM yang telah berlangsung dan telah diadili di pengadilan I ndonesia, dapat ditinjau kembali, bisa jadi oleh PBB. Pelanggaran-pelanggaran pada masa lalu dapat ditinjau kembali. Hal ini akan mengingatkan tidak hanya pada sejumlah tindak kekerasan pascajajak pendapat, tetapi juga pada Peristiwa I nsiden Dili, 12 November 1991 dan peristiwa- peristiwa kekerasan lainnya. Tindak kekerasan tersebut dapat dilacak dalam sejumlah pemberitaan media, meskipun untuk melakukan hal itu bukanlah pekerjaan mudah. Pada masa Orde Baru pers mengalami pengekangan untuk memberitakan hal-hal semacam itu. Tidak mudah bagi wartawan untuk dapat meliput peristiwa di Timor Timur. Meski demikian, dalam kesusastraan I ndonesia, peristiwa-peristiwa kekerasan di Timor Timur muncul dalam karya-karya Seno Gumira Ajidarma, khususnya dalam antologi cerpennya yang berjudul Saksi Mata 1994 dan novelnya yang berjudul Jazz, Parfum dan I nsiden 1996. Karya sastra sebagaimana diyakini oleh Gramsci tidak hanya bersifat reflektif terhadap kehidupan masyarakat tetapi juga bersifat formatif terhadap masyarakat. Tokoh-tokoh new 3 historisicism bahkan memandang karya sastra sejajar dengan buku-buku sejarah yang sama- sama membentuk wacana diskursif atas suatu peristiwa. Dalam konteks pemikiran semacam itulah, artikel hasil penelitian ini mencoba membahas peran kedua karya sastra I ndonesia yang memiliki keterkaitan dengan tindak kekerasan di Eks-Timor Timur itu, baik dari segi reflektifnya maupun segi formatifnya. Khusus dalam artikel ini hanya difokuskan pada novel Jazz Perfum I nsiden. Bagaimanakah tindak kekerasan berupa pelanggaran HAM tersebut direfleksikan dalam karya sastra I ndonesia, dan bagaimana karya-karya tersebut pada gilirannya membentuk suatu wacana diskursif atas pelanggaran HAM pemerintah I ndonesia di Eks-Timor Timur. Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan hal-hal sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan aspek-aspek kekerasan yang terdapat dalam novel Jazz, Parfum dan I nsiden. 2. Mendeskripsikan kondisi sosial politik yang menjadi latar belakang aspek kekerasan di Eks- Timor Timur dalam karya fiksi tersebut. 3. Mendeskripsikan kemungkinan karya fiksi tersebut dapat melakukan formasi terhadap masyarakat. Kekerasan dalam penelitian dimaknai sebagai hal-hal yang mengacu pada tindakan- tindakan agresif dan penyiksaan yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk melukai atau membahayakan seseorang, hak milik, bahkan binatang. Kekerasan dapat dibedakan menjadi: 1 kekerasan langsung direct violence, 2 kekerasan tak langsung indirect violence, 3 kekerasan represif repressive violence, dan 4 kekerasan alienatif alienating violence. Selain itu, kekerasan juga bisa dikategorikan sebagai kekerasan terbuka dan kekerasan tertutup, serta kekerasan yang bersifat menyerang offensive dan kekerasan yang bersifat bertahan deffensive. Pelaku kekerasan bisa individu, kelompok, pemilik modal, bahkan negara.

B. Kajian Teoretis 1. Sastra dan Realitas Sosial