PEMBERITAAN KERUSUHAN ANTAR ETNIK Di LAMPUNG SELATAN (Analisis Framing Terhadap Harian Lampung Post dan Kompas Periode Oktober – November 2012)

(1)

PEMBERITAAN KERUSUHAN ANTAR ETNIK DI LAMPUNG SELATAN

(Analisis Framing Terhadap Harian Lampung Post dan Kompas Periode Oktober - November 2012)

SKRIPSI

YUSTIKA RANI. S

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

THE NEWS RELEASE OF CONFLICT AMONG ETHNICS IN SOUTH LAMPUNG

(a framing analysis toward Lampung post and Kompas Newspaper period of October—November 2012)

BY

YUSTIKA RANI.S

The conflict happened in south lampung attract many attentions from society, where conflict on behalf of SARA—abbreviation of Ethnics, religion, race, and group alliances;killed dozen of people and injured hundreds of people. During its construction of the report, Lampung Postdaily newspaper and Kompasdaily newspaper have different opinion on how to see the conflict. By that case each newspaper has different view to be informed to the society.

Based on the background of the problem above, the formulation of problem in this research is to find out “the way how to identify problem, who is the source of problem, how is the moral judgement, and how the conflict in south lampung is being solved” according to Lampung Post newspaper and Kompas newspaper. Meanwhile the objective of the research is “to identify the problem, the source of conflict, moral judgement, and problem solving” of conflict happens in south lampung according to Lampung post daily newspaper and Kompas daily newspaper.The research is qualitative research where the researcher used framing analysis model Robert N. Entman which uses four frames in seeing a news. The frames are problem definition, source of problem, moral judgement, and problem solving. beside those four things mention above, setting agenda theory is also used as the basic of the research.

The result from annunciation of each newspaer toward the news of conflict among ethnics between Lampung Post daily newspaper and kompas daily newspapershows that they have different opinion. Lampung Post daily newspaper sees the source of problem from the sexual harrasement which was done men from balinuraga village to two girls from Agom village. In the other side Kompas daily newspaper sees the source of problem as the result of economic gap between local ethnics and migrant ethnics. The discussion above shows that same event can be meant and defined differently.

Keywords : EthnicsConflict, News Release, Framing Analysis, Lampung Post and Kompas.


(3)

ABSTRAK

PEMBERITAAN KERUSUHAN ANTAR ETNIK Di LAMPUNG SELATAN (Analisis Framing Terhadap Harian Lampung Post dan Kompas Periode

Oktober – November 2012)

OLEH YUSTIKA RANI.S

Kerusuhan yang terjadi di Lampung Selatan menarik banyak perhatian masyarakat, dimana kerusuhan bernuansa SARA ini telah menewaskan belasan orang dan membuat ratusan orang terluka. Pada pengonstruksian berita kerusuhan di Lampung Selatan SKH Lampung Post dan SKH Kompas memiliki tanggapan yang berbeda dalam melihat konflik yang terjadi, sehingga setiap surat kabar memiliki opini yang berbeda satu sama lain untuk diberikan ke masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah penelitian ini adalahbagaimana pendefinisian masalah, siapa sumber masalah, bagaimana keputusan moral dan penyelesaian masalah menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas, Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendefinisian masalah, sumber masalah, keputusan moral, dan penyelesaian masalah menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.Jenis penelitian ini deskripsi kualitatif, dimana penelitian ini menggunakan analisis Framing model Robert N. Entman yang menggunakan empat bingkai dalam melihat berita, yaitu Definisi Masalah, Sumber Masalah, Keputusan Moral, dan Penyelesaian Masalah, selain itu sebagaimana teori agenda setting juga menjadi dasar dalam penelitian ini.

Hasil yang didapat dalam berita Kerusuhan Antar Etnik yang terjadi di Lampung Selatan bulan Oktober dan November 2012 adalah SKH Lampung Post melihat sumber masalah terjadi akibat pelecehan seksual yang dilakukan pemuda dari desa Balinuraga kepada dua orang gadis desa Agom. SKH Kompas melihat sumber masalah terjadi akibat faktor ketimpangan ekonomi pada etnik lokal dan etnik pendatang.Berdasarkan pembahasan di atas menunjukkan peristiwa yang sama dapat dimaknai dan didefinisikan secara berbeda dalam media massa.

Katakunci:Kerusuhan Antar Etnik,Pemberitaan, Analisis Framing, Lampung Post dan Kompas


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Penelitian Sebelumnya ... 14

2.2 Tinjauan Tentang Berita ... 15

2.3 Tinjauan tentang Surat Kabar ... 17

2.4 Tinjauan Komnikasi Massa ... 19

2.5 Framing ... 22

2.5.1 Pengertian Analisis Framing ... 22

2.5.2 Analisis Framing Menurut Robert N.Etman ... 23

2.5.3 Perangkat Framing Model Etman ... 24

2.6 Teori Penunjang Penelitian ... 26

2.7 Kerangka Pikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 30

3.2 Fokus Penelitian ... 31

3.3 Sumber Data ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.5 Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Surat Kabar Harian Lampung Post ... 34

4.2 Sejarah Surat Kabar Harian Kompas ... 38

4.3 Sejarah Kabupaten Lampung Selatan ... 44

4.3.1 Arti Lambang Lampung Selatan ... 46


(8)

5.1 Hasil Penelitian ... 50

5.1.1 Frame SKH Lampung Post Definisi Masalah ... 56

5.1.2 Frame SKH Kompas Definisi Masalah ... 59

5.1.3 Frame SKH Lampung Post Sumber Masalah ... 60

5.1.4 Frame SKH Kompas Sumber Masalah ... 62

5.1.5 Frame SKH Lampung Post Membuat Keputusan Moral ... 64

5.1.6 Frame SKH Kompas Membuat Keputusan Moral ... 65

5.1.7 Frame SKH Lampung Post Menekankan Penyelesaian ... 67

5.1.8 Frame SKH Kompas Menekankan Penyelesaian ... 69

5.2 Pembahasan ... 71

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 84

6.2 Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 14

Tabel 2 Berita Kerusuhan Antar Etnik Di Lampung Selatan SKH Lampung Post Edisi Oktober- November 2012 ... 51

Tabel 3 Berita Kerusuhan Antar Etnik Di Lampung Selatan SKH Kompas Edisi Oktober- November 2012 ... 51

Tabel 4 Matriks Definisi Masalah ... 58

Tabel 5 Matriks Sumber Masalah ... 63

Tabel 6 Matriks Keputusan Moral ... 67

Tabel 7 Matriks Penyelesaian Masalah ... 72


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Budaya merupakan tolak ukur peradaban sebuah bangsa. Penghormatan terhadap budaya lain merupakan bagian kebesaran sebuah bangsa. Nilai-nilai keluhuran yang dimiliki bangsa inilah yang perlu dijunjung tinggi, karena nusantara Indonesia merupakan bentukan dari berbagai kebudayaan yang ada, tidak berarti menyerap semua unsur budaya yang masuk.

Lampung merupakan Provinsi paling ujung di Pulau Sumatera. Hal ini disebabkan letak yang sangat dekat dengan pulau Jawa, meskipun masih dipisahkan dengan Selat Sunda. Lampung memiliki posisi paling penting karena merupakan pintu gerbang bagi Pulau Sumatera. Hal ini membuat Provinsi ini menjadi salah satu tujuan transmigrasi pertama yang didatangi oleh pendatang yang ingin mencari kehidupan di kota lain.

Penduduk Bali pertama kali datang ke Lampung pada tahun 1963 setelah Gunung Agung meletus. Gunung tertinggi di Bali ini terakhir meletus pada tahun 1963 setelah mengalami tidur panjang selama 120 tahun. Setelah terjadinya letusan Gunung Agung para transmigran dari kepulauan Bali mulai datang ke daerah Lampung Selatan untuk memulai kehidupan yang baru (Berita Bali.com “ Kisah Transmigran Bali di Lampung, Datang di Tahun 1952, jumlah warga bali kini 1,1


(11)

juta” http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/2012 /11/10/ Datang- Tahun-1952koma-Jumlah-Warga-Bali-Kini-1koma1-Juta/201107021739 (diakses pada tanggal 23 februari 2013). Sejak itu masyarakat Bali mulai

menempati Lampung Selatan dan mulai berinteraksi bersama warga Lampung asli untuk memulai kehidupan mereka.

Lampung sering disebut sebagai “Indonesia Mini”, oleh sebab itu berbagai etnik dapat hidup secara berdampingan di daerah ini. Konflik antaretnik di Lampung memang bukan merupakan sebuah hal baru, konflik tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya dan pemicunya berawal dari masalah sepele. Bahkan di tempat yang sama dengan saat ini terjadi perang etnik saat ini yaitu di Sidorejo Kecamatan Sidomulyo juga pernah terjadi pada bulan Januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan lahan parkir. Berikut ini beberapa perang antaretnik yang pernah terjadi di Lampung :

1. Pembakaran pasar Probolinggo Lampung Timur oleh suku Bali.

2. 29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali antara Lampung berawal dari pencurian ayam.

3. September 2011 : Antara suku Jawa dan suku Lampung 4. Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan

5. Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali dan Lampung

Lintas Berita “Perang Suku Di Lampung- Sebuah Dendam Lama” http://www.lintasberita.web.id/perang-suku-di-lampung-sebuah-dendam-lama/ (di akses pada tanggal 23 februari 2013)


(12)

Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain yang pernah terjadi diatas, di Lampung juga sering terjadi konflik – konflik kecil antaretnik namun biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.

Kerusuhan yang terjadi di Lampung Selatan menarik banyak perhatian masyarakat yang mengakibatkan kerusuhan bernuansa SARA ini telah menewaskan belasan orang dan membuat ratusan orang terluka. Bentrokan bernuansa SARA ini terjadi di Lampung Selatan, Minggu 28 Oktober 2012. Pertikaian massa ini diduga bermula dari kenakalan-iseng sekelompok anak muda Balinuraga, Sabtu (27/10) sore, yang menganggu dua orang gadis dari desa Agom kecamatan Kalianda. Pemicunya merupakan kecelakaan sepeda motor yang berkembang menjadi isu pelecehan.

Berita yang dikeluarkan oleh SKH Lampung Post pada tanggal 1 November 2012, mengontruksikan kejadian bermula pada saat Nurdianan dan Emilia pergi berbelanja di Minimaket di Desa Patok, sekitar 2 km dari rumahnya. Mengendarai sepeda motor Revo berwarna hitam, dua remaja belia ini dihadang sepuluhan pemuda di tengah-tengah sawah. Nurdiana dan Emilia terjatuh di tengah jalan, sekitar pukul 17.00. Akibatnya Nurdiana dan Emilia luka-luka serius. Lutut, tangan, dan dada kedua remaja ini luka, memar dan sesak nafas. Jatuhnya Nurdianan dan Emilia disebabkan paha Emilia ditarik oleh salah seorang pemuda.

“Itulah penyebab jatuhnya”, kata Rohata kakak dari Nurdiana. Rohata

menyayangkan sikap sepuluh pemuda ini karena bukannya merasa kasihan malah tertawa saat Nurdiana dan Emilia meringis kesakitan akibat terjatuh. Nurdiana lalu berinisiatif meminta pertolongan kepada kakaknya, Deka Erwansyah.


(13)

Sebelum Deka tiba, kakak Nurdiana, Samsul Bahri, sudah datang terlebih dahulu bersama pamannya, M, Yakub. Saat itu, sepuluh pemuda yang mengganggu Nur masih ada di tempat kejadian. Warga yang mendengar kejadian tersebut, tidak dapat menerima perbuatan kesepuluh pemuda Balinuraga terhadap kedua gadis dari desa mereka. Bentrokan yang terjadi melibatkan massa dari kecamatan Way Panji dan kecamatan Kalianda dengan massa dari desa Balinuraga dan Sidoreno, Waypanji.

Awal konflik ini bermula menyebabkan tewasnya tiga orang warga dan empat lainnya terluka berat. Kabar meninggalnya tiga warga desa di Kecamatan Kalianda pun cepat menyebar dengan di dukung media sosial dan media online. Bersamaan dengan tersebarnya kematian tiga warga Kecamatan Kalianda, sejak minggu (28/10) malam hingga senin (29/10) pagi, telah tersebar ajakan kepada etnik Lampung untuk melakukan pembalasan atas peristiwa itu sehingga bentrokan besar terjadi.

Senin (29/10) pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, ratusan orang datang secara bergelombang di Jalan Way Harong dan Simpang Patok. Semakin lama jumlah mereka mencapai belasan ribu orang. Mereka tidak hanya dari Lampung Selatan, tetapi menurut informasi, juga berasal dari Lampung Timur, Lampung Tengah, Bandar Lampung, Tanggamus, bahkan Provinsi Banten. Massa datang menggunakan truk dan sepeda motor, sebagian besar massa membawa senjata tajam pembunuh berupa parang, pedang, golok, celurit, bahkan ada yang membawa bambu runcing.


(14)

Massa yang bersenjata tajam secara tiba-tiba membakar rumah-rumah warga dan merusak bangunan sekolah. Massa tidak lagi hanya mencari pemuda desa Balinuraga yang dituding telah berbuat ulah, tetapi juga menyerang siapa saja warga Balinuraga yang melakukan perlawanan. Hal ini menyebabkan warga Balinuraga berlari menyelamatkan diri mencari tempat yang aman. Namun beberapa warga lainnya, di antaranya tertangkap dan dibunuh secara mengenaskan. Diketahui terdapat 14 orang warga Balinuraga yang meninggal dalam serangan tersebut.

Dalam surat kabar harian Lampung Post pada tanggal 31 Oktober 2012, SKH Lampung Post memberikan penjelasan sejauh mana kondisi pada saat konflik. Sekitar 14 orang warga tewas, 26 unit rumah rusak berat, 11 unit sepeda motor dibakar, 166 rumah dibakar dan 2 gedung sekolah ikut dibakar massa yang bertikai. Informasi ini didapat dari Kapolres Lamsel AKBP Tatar Nugroho yang menangani langsung kasus tersebut.

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bagaimana SKH Lampung Post menjabarkan cerita di balik kerusuhan secara mendetail. SKH Lampung Post mengonstruksikan bagaimana situasi dan kondisi selama terjadinya konflik baik kepada para pelaku, maupun masyarakat yang menjadi korban. Pada pemberitaan yang dikeluarkan oleh SKH Lampung Post, kejadian yang terjadi diakibatkan oleh dendam lama yang masih bersemayam diantar kedua kelompok sehingga pergesekan kecil dapat mengakibatkan konflik besar.

SKH Lampung Post, berusaha memberikan penjelasan agar masyarakat luas dapat mengetahui hal ini, tidak hanya SKH Lampung Post saja yang mengonstruksikan


(15)

bagaimana kejadian yang sebenarnya terjadi di lokasi. SKH Kompas mengonstruksikan konflik yang terjadi dengan melalui sudut pandang yang berbeda. SKH Kompas melihat konflik yang terjadi di Lampung Selatan sudah sering terjadi, hal ini di sebabkan oleh perbedaan adat kebiasaan dan agama. Selain hal itu, faktor kecemburuan sosial dan ketimpangan ekonomi yang besar antara etnik lokal dan pendatang, menjadi penyebab utama dalam konflik yang terjadi.

SKH Kompas juga menekankan kejadian yang terjadi di Lampung Selatan ini, juga terjadi akibat faktor kelalaian pemerintah yang tidak cepat tanggap dalam menangani kasus seperti ini. Perbedaan pengonstruksian berita ini membuat SKH Lampung Post dan SKH Kompas terdapat sesuatu yang dianggap menarik dan perlu di teliti lebih lanjut. Kedua surat kabar ini berusaha untuk menyajikan perspektif mereka untuk memberikan pemaknaan atas suatu realitas yang berkaitan dengan kerusuhan antar etnik yang terjadi di Lampung Selatan agar diterima khalayak.

Sebagai Surat Kabar Harian Daerah Lampung Post berperan aktif dalam memberitakan kerusuhan antar etnik yang terjadi di Lampung Selatan beberapa waktu yang lalu. Lampung Post terbit pertama kali pada tanggal 10 Agustus 1974, berdasarkan surat keputusan MENPEN RI No: 0148 SK DIRJEN P 6 SIT 1974. Lampung Post diterbitkan oleh PT Masa Kini Mandiri dengan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP) nomor 150/SK/Men Pen/SIUP/a 7/1986. Alamat redaksi Lampung Post di Jalan Soekarno Hatta nomor 108, Rajabasa, Bandarlampung.


(16)

Lampung Post adalah suatu surat kabar yang populer dikalangan masyarakat provinsi Lampung, sebagai Surat kabar daerah “senior”, tentunya SKH Lampung Post memiliki kekuatan dalam mempengaruhi opini publik, baik melalui berita, editorial maupun iklan. Sebagai surat kabar tertua di provinsi Lampung, SKH Lampung Post sudah cukup baik dalam menyajikan pemberitaan mengenai peristiwa konflik di Provinsi Lampung Selatan. Oleh sebab itu peneliti ingin melihat bagaimana SKH Lampung Post dapat mendefinisikan, dan melihat sumber masalah yang terjadi pada konflik tersebut, sehingga dapat mengetahui keputusan moral dan penyelesaian masalah dalam masyarakat yang bertikai.

Bagaimana wartawan Lampung Post mengambil sikap dalam pembuatan berita terhadap kerusuhan yang sedang terjadi. Pemberitaan mengenai bentrokan antar dua etnik yang bertikai ini tidak hanya diliput oleh Surat Kabar Harian Daerah saja akan tetapi Surat Kabar Harian Nasional juga membahas pertikaian yang terjadi di Lampung Selatan ini, seperti surat kabar harian nasional Kompas.

Surat Kabar Harian Nasional Kompas mulai terbit pada tanggal 28 Juni 1965, yang berkantor di Jakarta Pusat dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada tahun2004, tiras hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi Minggunya malah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia.

Saat ini, Harian Kompas Cetak (bukan versi digital) memiliki sirkulasi oplah rata-rata 500.000 eksemplar per hari, dengan rata-rata-rata-rata jumlah pembaca mencapai


(17)

1.850.000 orang per hari yang terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan oplah rata-rata 500 ribu eksemplar setiap hari dan mencapai 600 ribu eksemplar untuk edisi Minggu, Kompas tidak hanya merupakan koran dengan oplah (sirkulasi) terbesar di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara. Untuk memastikan akuntabilitas distribusi harian Kompas, Koran Kompas menggunakan jasa ABC (Audit Bureau of Circulations) untuk melakukan audit semenjak tahun 1976.

Media massa dalam konflik ibarat pedang bermata dua. Satu sisi dapat menjadi senjata pembunuh apabila informasi yang disebarkan mengandung kebencian dan memprovokasi kekerasan. Sisi lainnya, media massa dapat menjadi instrumen perdamaian dan pemberi solusi dalam konflik, apabila informasi yang disajian mengandung pesan-pesan toleransi, objektif, proposional, akurat dan berimbang dalam pemberitaan.

Proses persepsi selektif yang dilakukan wartawan dan editor, disadari atau tidak berperan dalam menghasilkan judul berita, ukuran huruf untuk judul, penempatan berita di surat kabar (apakah di halaman depan, dalam atau belakang) yang menandakan penting atau tidaknya berita, panjang atau pendeknya laporan, komentar mana yang akan ditampilkan dan akan dibuang, yang sedikit banyak akan menunjukan keterpihakan surat kabar itu sendiri dan julukan apa yang dipilih oleh surat kabar untuk mempromosikan pihak yang Menurut Van Dijk (dalam Eriyanto, 2002:7), banyak informasi dalam suatu teks tidak dinyatakan secara eksplisit tetapi implisit.


(18)

Kata, klausa dan ekspresi tekstual lainnya boleh jadi mengisyaratkan konsep atau proposisi yang dapat diduga berdasarkan pengetahuan yang menjadi latar belakangnya. Ciri wacana dan komunikasi ini memiliki dimensi ideologi yang penting. Analisis atas apa yang tidak dikatakan terkadang lebih jelas daripada studi atas apa yang sebenarnya dikatakan dalam teks. Pendeknya, berita surat kabar merupakan suatu cara untuk menciptakan realitas yang diinginkan mengenai peristiwa atau kelompok orang yang dilaporkan. Karena telah melewati proses seleksi dan reproduksi, berita surat kabar sebenarnya merupakan laporan peristiwa yang artificial, tetapi dapat diklaim sebagai objektif oleh surat kabar itu untuk mencapai tujuan-tujuan ideologis dan bisnis surat kabar tersebut. Dengan kata lain, berita surat kabar bukan sekedar menyampaikan, melainkan juga menciptakan makna terselubung yang terkandung didalamnya.

Media saat ini tidak dapat hanya dilihat sebagai instirusi yang netral saja, akan tetapi media juga bertindak sebagai saluran yang menyampaikan pesan politik dengan bertindak sebagai agen politik untuk disebarkan kepada masyarakat. Menurut Richard Nixon tahun 1968 (dalam Subiakto dan Ida 2012:13) bahwa media massa berperan penting dalam menonjolkan suatu tokoh atau isu tertentu. Dari sinilah agenda setting mengansumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan oleh media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak. Bisa juga yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting oleh khalayak. Media massa senantiasa digunakan dalam komunikasi politik untuk mempengaruhi agenda publik.


(19)

Menurut Eriyanto (2002:3) analisis framing adalah analisis yang memusatkan perhatian pada bagaimana media mengemas dan membingkai berita. Proses ini umumnya dilakukan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok dan lain-lain) dibingkai oleh media dengan melalui proses konstruksi. Dalam pandangan konstruksi, media dilihat sebaliknya, dimana media bukanlah saluran yang bebas, ia juga objek yang mengontruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Media memilih realitas mana yang diambil dan mana yang tidak di ambil.

Analisis framing pada penelitian ini menggunakan analisis model framing Robert N. Etman, gagasan utama dari model ini menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat disisi yang lain. Penelitian ini juga menggunakan teori penyusunan agenda (agenda setting theory) untuk melihat bagaimana SKH Lampung Post dan SKH Kompas menyusun agenda dalam membingkai berita mengenai Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan 2012. Hal ini dilakukan karena dalam setiap terjadinya sebuah konflik, seorang jurnalis mempunyai andil yang cukup besar. Jika diperhatikan sebuah pemberitaan yang di terbitkan oleh media massa dapat memadamkan api amarah atau menyulutkan kembali api dendam dalam masyarakat yang bertikai. Semua ini tergantung dari pemahaman dan keterpihakkan jurnalis dan media massa bagaimana melihat sebuah konflik.

Oleh sebab itu sebagai surat kabar senior di provinsi Lampung dan di Indonesia tentunya SKH Lampung Post dan SKH Kompas sudah berpengalaman dalam menyajikan pemberitaan mengenai peristiwa konflik seperti yang terjadi di Provinsi Lampung Selatan kemarin sehingga menewaskan belasan orang warga,


(20)

“kematangan” dalam menyajikan pemberitaan mengenai peristiwa konflik inilah yang ingin diteliti. Peneliti memfokuskan diri mengenai pembingkaian berita yang disajikan SKH Lampung Post dan SKH Kompas pada masa kerusuhan tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti memiliki tujuan, untuk mengetahui definisi masalah, sumber masalah, keputusan moral, dan penyelesaian masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas pada bulan Oktober dan November 2012. Karena rentan waktu tersebut merupakan puncak kejadian kerusuhan sehingga mengakibatkan korban jiwa, oleh karena itu penulis memilih rentan waktu tersebut untuk melihat pembingkaian berita mengenai Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan Oktober – November 2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana definisi masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

2. Siapa yang menjadi sumber masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

3. Bagaimana keputusan moral dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

4. Bagaimana penyelesaian masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.


(21)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui definisi masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

2. Untuk mengetahui sumber masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

3. Untuk mengetahui keputusan moral dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

4. Untuk mengetahui penyelesaian masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Akademis

Dapat dipergunakan sebagai bahan bacaan dan kajian dalam menambah referensi yang berhubungan dengan metode penelitian komunikasi, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya mengenai metode penelitian komunikasi, jurnalistik dan komunikasi Lintas Budaya.

2. Manfaat Bagi Penulis

Dapat memperdalam pengetahuan dan menambah pengalaman penulis tentang segala hal yang berhubungan dengan ilmu komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan analisis framing dan membuat penulis memahami kegunaan dari analisis framing dalam membingkai sebuah berita.


(22)

3. Manfaat Bagi Pihak Lain

Dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman yang jelas bagi masyarakat tentang arti pentingnya suatu analisis framing dalam melihat suatu berita yang disajikan oleh sebuah media, diharapkan pula dapat menganalisa fenomena yang ada dalam berita serta bagaimana cara media mengemas berita sehingga mampu menciptakan sebuah konstruksi realitas terhadap pemberitaan kerusuhan antaretnik yang terjadi di Indonesia.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tabel.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus belajar dari peneliti lain untuk menghidari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama yang dibuat oleh peneliti sebelumnya. Berikut ini merupakan beberapa penelitian terdahulu mengenai framing .

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Analisa

Konstribusi untuk Peneliti

Perbedaan Penelitian 1 Srie

Rosmilawati Analisis Framing Pada Pemberitaan www.kompas.com dan www.republika.co.id tentang Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Porno Aksi (RUU APP) 2006 Srie Rosmilawati menggunakan analisis framing model Robert N. Entman dalam penelitian ini teknik pengolahan data yang akan

digunakan sebagai alat bantu analisa framing. Perbedaan dapat dilihat dalam mengidentifikasikan penelian yang diteliti. Dimana peneliti terdahulu memfokuskan www.kompas.com dan www.republika.co.id dalam pengesahan RUU pornografi. Sedangkan peneliti membandingkan pemberitaan kerusuhan antar etnik melalui dua surat kabar yaitu SKH Lampung Post dan SKH Kompas


(24)

2 Fitra Fathillah (2012) Universitas Lampung Analisa Framing Pemberitaan Pemilukada Kabupaten Mesuji Tahun 2011 Pada SKH Lampung Post

menggunakan metode analisa Framing model Gamson dan Modigliani pada

penelitiannya

dalam penelitian ini terdapat analisa tinjauan agenda setting dan penggunaan metode analisa Framing model Gamson dan Modigliani Perbedaan dapat dilihat dalam mengidentifikasikan penelian yang diteliti. Dimana peneliti terdahulu memfokuskan pada pembingkaian berita mengenai pemilukada Kabupaten Mesuji tahun 2011, sedangkan peneliti melakukan analisa terhadap bingkai kerusuhan yang terjadi di lampung selatan 2012.

2.2 Tinjauan Tentang Berita 2.2.1 Pengertian Berita

Menurut Assegaf (1991:179), pengertian definisi berita dalam teknis jurnalistik adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, bisa jadi karena luar biasa, bisa karena pentingnya atau akibatnya, bisa pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.

2.2.2 Unsur-Unsur Berita

Menurut Bruce D dan Douglas (dalam Junaedi 2007;22), dalam menulis berita wartawan atau reporter mengacu kepada unsur pokok berita atau sering disebut sebagai rumus umum penulisan sebuah berita. Unsur pokok berita tersebut dikenal dengan 5W+1H, kependekan dari:


(25)

1. What : Apa yang terjadi 2. Where : Dimana hal itu terjadi 3. When : Kapan peristiwa itu terjadi 4. Why : Kenapa peristiwa itu terjadi

5. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian itu 6. How : Bagaimana peristiwa itu terjadi.

2.2.3 Nilai-Nilai berita

Ada beberapa faktor yang mendasari derajat nilai berita yang layak dipublikasikan ( newsworthiness), ukuran yang dipakai oleh wartawan adalah ukuran-ukuran professional yang dinamakan sebagai nilai berita. Secara umum, nilai-nilai berita yang layak dipublikasikan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Kedekatan (proximity), peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca akan menarik perhatian.

2. Kebaruan (timelines), berita yang baru terjadi tentunya memiliki nilai lebih dibandingkan dengan berita yang telah terjadi di masa lalu.

3. Konflik, Kejadian yang menimbulkan kontroversi berita berupa konflik akan lebih menarik untuk dibaca dari pada berita lainnya. Dalam ungkapan itu sangat pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu peristiwa.


(26)

4. Kepopuleran, Berita yang melibatkan figur terkenal di mata khalayak memiliki nilai berita yang lebih tinggi dibandingkan dengan khalayak biasa.

5. Konsekuensi, sering sekali diungkapkan bahwa “news” itu adalah “history in hurry”, berita adalah sejarah yang keadaannya tergesa-gesa. Tersirat dalam ungkapan itu pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu peristiwa.

6. Human interest, dalam berita human interest terkandung unsur yang menarik empati, simpati atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya.

2.3 Tinjauan Tentang Surat Kabar 2.3.1 Pengertian Surat Kabar

Surat kabar adalah sebagai bentuk cetakan yang terbit yang memuat serba-serbi pemberitaan meliputi bidang-bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan masyarakat. Surat kabar merupakan sebutan dari media massa cetak, yang berupa lembaran yang berisi berita-berita dan iklan yang diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan dan dapat diterbitkan secara umum. Isi dari berita yang disampaikan harus bersifat aktual dan bersifat universal, selain itu isi dari pemberitaan dapat diterimah, oleh seluruh golongan dan kalangan masyarakat.

Menurut Assegaf (1991:140), pengertian surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan


(27)

yang dicetak dan terbit secara tetap atau periodik dan dijual untuk umum secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan serta di edarkan secara umum.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa surat kabar merupakan salah satu media massa cetak yang berisi informasi mengenai berbagai bidang yang ditunjukkan untuk khalayak umum dan diterbitkan secara berkala setiap harinya.

2.3.2 Pengertian Surat Kabar Harian (SKH)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:298), yang dimaksud dengan koran harian adalah surat kabar atau koran yang terbit setiap hari, sedangkan kata umum dibelakang kata harian adalah mengenai seluruhnya atau semuanya: secara menyeluruh, tidak menyangkut yang khusus. Dengan demikian dapat disimpulkan yang dimaksudkan dengan surat kabar harian (SKH) adalah surat kabar atau koran yang terbit setiap hari, kecuali hari libur, hari-hari besar, kepada khalayak umum.

2.3.3 Fungsi Surat Kabar

Menurut Effendi (dalam Fitra Fathillah 2012: 25) fungsi surat kabar adalah:

1. Menyiarkan Informasi

Fungsi ini adalah fungsi surat kabar yang utama. Khalayal pembaca berlangganan atau memberi surat kabar karena memerlukan informasi mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain dan sebagainya.


(28)

2. Mendidik

Surat kabar adalah sarana pendidikan massa (massa education). Surat kabar memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya.

3. Menghibur

Hal-hal yang bersifat hiburan di surat kabar dapat menyimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan dapat berupa cerita pendek, cerita bersambung, pojok, dan karikatur. Pemuatan isi berita yang mengandung hiburan, semata-mata hanya untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah dihidangkan berita dan artikel baru.

4. Mempengaruhi

Fungsi ini menyebabkan pers memegang peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Surat kabar yang ditakuti adalah surat kabar yang independent, bebas menyatakan atau menyuarakan pendapat, bebas melakukan kontrol sosial.

2.4 Komunikasi Massa

2.4.1 Pengertian Komunikasi Massa

Definisi komunikasi massa menurut Bungin (2006:71) yaitu komunikasi massa sebagai proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Komunikasi massa merupakan komunikasi yang bekerja melalui media massa, yakni surat kabar, radio, televisi, internet dan sebagainya.


(29)

2.4.2 Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah salah satu aktifitas sosial yang berfungsi di masyarakat. Robert K. Merton (dalam Bungin 2006:78) mengemukakan, bahwa fungsi aktivitas sosial memiliki dua aspek, yaitu fungsi nyata (manifest function) merupakan fungsi nyata yang di inginkan, kedua fungsi tidak nyata atau tersembunyi (latent function), yaitu merupakan fungsi yang tidak di inginkan.

Selain manifest function dan latent function, setiap aktivitas sosial yang berfungsi melahirkan (Beiring Function) fungsi-fungsi sosial lainnya, bahwa manusia memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat sempurna. Setiap fungsi sosial yang dianggap membahayakan dirinya, maka ia akan merubah fungsi-fungsi sosial yang ada. Menurut Robert K. Merton (dalam Bungin 2006:78) fungsi komunikasi massa terdiri dari:

1. Fungsi Pengawasan merupakan medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi ini berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan pesuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Fungsi Social Learning utama dari komunikasi massa ke media massa dengan melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat, dimana komunikasi massa itu berlangsung. Fungsi ini merupakan sebuah andil yang dilakukan untuk


(30)

menutupi kelemahan fungsi-fungsi paedagogi yang dilakukan melalui komunikasi tatap muka saja.

3. Fungsi Penyampaian Informasi Komunikasi massa mengandalkan media massa, yang memiliki fungsi utama yaitu menjadi proses penyampaian infotrmasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publikb tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan singkat.

4. Fungsi Transformasi Budaya komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang di dukung oleh media massa. Dimana perubahan budaya-budaya yang di pengaruhi perkembangan telematika menjadi perhatian utama semua masyarakat di dunia, karena selain dapat dimanfaatkan sebagai pendidikan juga dapat dimanfaatkan sebagai fungsi lain, seperti politik, perdagangan, agama, hukum, militer, dan sebagainya. 5. Hiburan Komunikasi massa digunakan sebagai medium hiburan, dimana

fungsi hiburan ini sebagai bagian penting dalam fungsi komunikasi massa. Fungsi hiburan dari komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya dalam proses komunikasi massa.

2.5 Framing

2.5.1 Pengertian Analisis Framing

Menurut Eriyanto (2002:3) analisis framing adalah analisis yang memusatkan perhatian pada bagaimana media mengemas dan membingkai berita. Proses ini


(31)

umumnya di lakukan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok dan lain-lain) dibingkai oleh media dengan melalui proses konstruksi. Dalam Analisis Framing, yang kita lakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengonstruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya wartawan dan medialah yang secara aktif membentuk realitas.

Bagaimana hal yang terjadi, fakta, orang, diabstraksikan menjadi peristiwa yang kemudian hadir dihadapan khalayak. Jadi dalam penelitian framing, yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas/peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Oleh sebab itu yang menjadi titik perhatian bukan apakah media memberitakan negatif atau positif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media.

Dalam Eriyanto (2002:12) Analisis framing termaksud ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengontruksikan realitas. Proses pembetukan realitas itu pada akhirnya adalah bagian mana dari realitas tersebut yang lebih menonjol dan mudah di terima oleh khalayak. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.

2.5.2 Analisis Framing Menurut Robert N. Entman

Robert N. Entman (dalam Eriyanto 2002:220) framing adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi media. Etman


(32)

menggunakan framing untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjol dari aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam koteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain.

Framing memberikan tekanan lebih bagian mana yang ditonjolkan/dianggap penting oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan: membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Informasi yang menonjol kemungkinan lebih diterima oleh khalayak dan tersimpat di dalam memori dibandingkan disajikan secara biasa.

Menurut Entman (dalam Eriyanto 2002:220) bentuk penonjolan tersebut bisa beragam: menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan dengan yang lainnya, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab di benak masyarakat. Dengan bentuk seperti itu, sebuah ide/ gagasan/ informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak.

2.5.3 Perangkat Framing

Entman (dalam Eriyanto 2002:221) melihat framing dalam dua dimensi besar yaitu: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak


(33)

dalam memahami suatu realitas. Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain.

Dalam konsepsi Entman (dalam Eriyanto 2002:222), framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Frame berita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa.

Konsep mengenai framing dari Entman tersebut mengambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Dengan dilihat dari empat bingkai yang ada:

1. Define Problems (definisi masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame/bingkai yang paling utama. Diman dalam pendefinisian ini menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami.

2. Diagnose causes (sumber masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi juga bisa berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah.


(34)

3. Make Moral Judgement (membuat keputusan moral), adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut.

4. Treatment Recommendation (penyelesaian masalah), elemen ini digunakan untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Peristiwa yang terjadi dapat dilihat bagaimana sebuah peristiwa terjadi dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.

Frame berita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi metal yang digunakan untuk memperoleh informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Misalnya frame anti-militer yang dipakai untuk melihat dan memproses informasi demonstrasi atau kerusushan. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metamorfora, konsep, simbol, citra yang ada dalam narasi berita.

Karenanya, frame dapat dideteksi dan diselidiki dari kata, citra, dan gambar tertentu yang memberi makna tertentu dari teks berita. Kosa kata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol, atau menghubungkan dengan bagaian lain dalam teks berita, sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah dilihat, diingat, dan lebih mempengaruhi khalayak.


(35)

2.6 Teori Penunjang Penelitian

2.6.1 Pengertian Teori Penyusunan Agenda (Agenda Setting Theory)

Agenda-setting Theeory diperkenalkan oleh McCombs dan Donald Shaw dalam Public Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of Mass Media. Menurut McCombs dan Shaw (dalam Effendy, 2003:286), asumsi dasar teori penyusunan agenda (agenda-setting theory) adalah jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.

Jadi, apa yang dianggap penting oleh media, maka penting juga bagi masyarakat. Oleh karena itu apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Asumsi ini berasal dari asumsi lain bahwa media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat. Teori penyusunan agenda (agenda-setting theory) menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.

McCombs dan Donald Shaw (dalam Effendy, 2003:287) mengatakan pula, bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan oleh para kandidat


(36)

dalam suatu kampanye Pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting.

Dengan kata lain, media massa menetapkan agenda kampanye tersebut dan kemudian untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa.Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda media kepada agenda publik. Teori yang dicetuskan oleh Profesor Jurnalisme Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Menurut McCombs dan Shaw (dalam Effendy, 2003:287), “we judge as important what the media judge as important”.

Kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media massa menganggap hal tersebut penting. Jika media massa menganggap suatu isu itu penting maka kita juga akan menganggapnya penting. Sebaliknya, jika isu tersebut tidak dianggap penting oleh media massa, maka isu tersebut juga menjadi tidak penting bagi diri kita, bahkan menjadi tidak terlihat sama sekali.

Menurut Rakmat (2001:68) dari efek afektif ke efek kognatif, kekuatan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu inilah yang dianggap aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Agenda setting menunjukkan kemampuan media massa untuk berlaku sebagai agenda bagi pembacanya. Dasar pemikiran agenda setting adalah di antara beragam topik informasi yang disajikan media massa, topik yang lebih banyak mendapatkan perhatian dari media akan jadi lebih akrab dengan pembaca dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu. Singkatnya, media massa memilih informasi yang dikehendaki. Lalu


(37)

berdasarkan informasi yang diterima, khalayak membentuk persepsi mereka tentang beragam informasi yang disajikan oleh media massa.

Model ini mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian media terhadap suatu permasalahan dengan penelitian khalayak terhadap permasalahan tersebut. Kepentingan dan keingintahuan pembaca memang menjadi suatu pertimbangan untuk menentukan apa yang akan dimuat dalam surat kabar, namun surat kabar tetap akan menjadi penentu apa yang ingin diketahui pembaca. Khalayak akan menganggap penting apa yang dianggap penting oleh surat kabar, sebaliknya apa yang tidak diperhatikan surat kabar akan luput dari perhatian khalayak.

2.7 Kerangka Pikir

Melihat analisis framing model Robert N. Entman maka peneliti akan melihat konstruksi pemberitaan mengenai Kerusuhan Antar Etnik Di Lampung Selatan 2012. Analisis ini membagi struktur analisis menjadi empat bagian: Pertama, Definisi masalah merupakan asumsi bahwa sebuah peristiwa hendak dinilai sebagai apa. Kedua, Memperkirakan masalah merupakan siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah. Ketiga, Membuat keputusan moral merupakan penelian atas penyebab masalah dan Keempat penyelesaian masalah yakni menawarkan atau menjutifikasi suatu cara penanggulangan masalah dan memprediksi hasilnya. Perangkat framing yang dikemukakan oleh Robert N. Entman dapat digambarkan dalam bagan kerangka pikir di bawah ini:


(38)

Gambar 1

Berita Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan

Pada Bulan Oktober dan November 2012

Teori Agenda Setting

Analisis Framing Model Robert

N. Entman

1.

Definisian Masalah

2.

Sumber Masalah

3.

KeputusanMoral

4.

Penyelesaian Masalah

Konstruksi pembingkaian (framing)

berita kerusuhan antaretnik di Lampung Selatan edisi Oktober- November 2012


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan analisis framing model Robert N. Entman. Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistis, atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistic dan rumit. Menurut Jane Richie (dalam Moleong, 2007 : 6) penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia perilaku, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode yang alamiah.


(40)

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah pada teks pemberitaan mengenai Kerusuhan Antar Etnik pada desa Agom dan Balinuraga Kabupaten Lampung Selatan yang terjadi pada akhir Oktober dan awal November 2012, pada SKH Lampung Post dan SKH Kompas edisi Oktober – November 2012. Alasan pemilihan edisi tersebut karena dianggap relevan dengan penelitian. Dalam kerusuhan ini terjadi kerusuhan yang lebih besar sehingga menimbulkan korban jiwa.

3.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi, dokumen resmi eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan kepada media massa (Moleong, 2005:219). Dalam penelitian ini adalah sumber data diperoleh dari media massa yaitu berita mengenai Konflik Antar Etnik Di Kabupaten Lampung Selatan 2012 yakni SKH Lampung Post dan SKH Kompas periode Oktober – November 2012.

Pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data yang didapatkan dengan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh peneliti dari teks berita yang dimuat surat kabar harian Lampung Post dan surat kabar harian nasional Kompas edisi Oktober – November 2012, penulis memilahnya hanya pemberitaan yang terkait dengan kerusuhan desa Agom dengan Balinuraga saja.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah analisa dokumen dengan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang ada hubungannya dengan penelitian


(41)

tersebut. Menurut Arikunto (2007:231), Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya. Dokumen dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Penelitian ini menganalisa teks pemberitaan mengenai Konflik Antar Etnik Kabupaten Lampung Selatan 2012 menggunakan analisis framing model Etnman guna memperoleh data penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang sering digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis data kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan serta menafsirkan hasil penelitian dnegna susunan kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kualitatif, yang meliputi tiga tahapan sebagai berikut (Moleong, 2005 : 288):

1. Reduksi data

Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk aplikasi yang meragamkan, mengelompokkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi ketat dari ringkasan atau uraian singkat dan menggolongkan ke dalam suatu pola yang lebih luas.


(42)

2. Penyajian data (display data)

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta cara yang utama bagi analisa kualitatif. Dalam display data ini sangat membutuhkan kemampuan interpretatife yang baik pada si peneliti sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang berisi penjelasan atau analisis terhadap hal-hal yang dibahas dalam penelitian.

Penyajian data (display data) dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data ke dalam suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut kemudian dipilih untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.

3. Verifikasi

Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus-menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Pada tahap ini peneliti berusaha mencari arti benda-benda, mencatat keturunan, pola-pola, penjelasan dan menarik kesimpulan atas objek penelitian yang dianalisis.


(43)

BAB V1

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis data pada Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas dan Surat Kabar Harian Lampung Post tentang Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan periode Oktober - November 2012 dengan menggunakan analisis Framing Robert N. Entman, maka penulis menarik beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:

Jika kita memperhatikan teks media berita dengan seksama maka dapat dilihat bahwa ternyata teks media sebuah berita tidak hadir dalam kondisi netral, berimbang atau tidak memihak, tetapi setiap berita pasti berada dalam posisi tidak netral dan memihak. Dengan kata lain media dalam menyajikan berita sesuai dengan kepentingannya, seperti halnya pada kasus berita surat kabar mengenai Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan Oktober – November 2012 pada SKH Lampung Post dan SKH Kompas.

1. Frame pemberitaan yang di sajikan SKH Lampung Post dan SKH Kompas tentang kerusuhan antar etnik di Lampung Selatan menekankan bahwa pada SKH Lampung Post mengkonstruksikan realitas atau membingkai berita sebagai isu pelecehan seksual, sedangkan SKH Kompas memiliki


(44)

konstruksi yang berbeda, surat kabar ini melihat konflik yang terjadi dari sudut pandang perekonomian, dimana ketimpangan perekonomian antara kedua etnik tersebut menyebabkan kerusuhan.

2. Masing-masing media memiliki sudut pandang yang berbeda dalam membingkai berita terhadap sumber masalah dari kerusuhan ini. SKH Lampung Post melihat kerusuhan terjadi akibat kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh sepuluh pemuda Balinuraga sehingga menyebabkan kemarahan warga dari desa Agom. Berbeda dengan Lampung Post, SKH Kompas melihat sumber masalah dari faktor ketimpangan ekonomi yang cukup serius sehingga menimbulkan konflik sosial antara warga Balinuraga dan Agom.

3. Melalui media surat kabar keputusan moral terhadap korban konflik, SKH Kompas maupun SKH Lampung Post mengeluarkan pernyataan yang berlainan dalam melihat konflik dapat terjadi. SKH Lampung Post.

Sedangkan SKH Kompas mengeluarkan pernyataan dari kalangan eksternal terhadap sistem pemerintah daerah yang harus diperbaiki kembali.

4. Pada bingkai berita kedua surat kabar ini, SKH Lampung Post memberikan penyelesaian masalah terhadap kasus kerusuhan ini, dengan memfokuskan kepada masyarakat yang bertikai, sedangkan SKH Kompas memberikan solusi kepada sistem pemerintahan yang harus diperbaiki kembali dalam penanganan konflik-konflik baik kecil maupun besar yang terjadi dilingkungan masyarakatnya.


(45)

5. Dalam melihat konflik kerusuhan yang terjadi kedua surat kabar ini memiliki pemikiran sendiri agar memperkuat argument yang diturunkan dalam melihat permasalahan-permasalan yang menyebabkan pertikaian dapat terjadi di lingkungan masyarakat. Pada pemberitaannya SKH Kompas lebih banyak mencantumkan profesi dari narasumber-narasumber yang memiliki kedudukan baik didalam sistem pemerintahan kota maupun pusat dan pihak eksternal yang juga mempunyai kedudukan. Sedangkan SKH Lampung Post lebih banyak menggunakan narasumber dari tokoh-tokoh agama, adat, dan masyarakat.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil dan analisis di atas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, sebagaimana analisis framing model Robert N, Entman yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui bingkai berita yang seperti apa di gunakan surat kabar Lampung Post dan Kompas, peneliti baru bisa menghadirkan perbedaan bingkai berita yang di sajikan oleh wartawan kedua media ini saja, dimana pada penelitian ini perbedaan politik media pada kedua surat kabar ini masih belum ditemukan peneliti.

2. Pembaca perlu mempunyai wawasan yang luas atau referensi dari, media cetak, media elektronik ataupun media lain untuk membantu pembaca menjadi lebih kritis dalam melihat realitas yang sesungguhnya yang di


(46)

hadirkan sebuah media. Sehingga pembaca tidak mudah terpengaruhi dengan pemikiran sebuah media, karena media mempunyai strategi sendiri dalam menyajikan suatu masalah atau kejadian.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 2011. Komunikasi Politik: Filsafat- Paradigma- Teori- Tujuan- Strategi & Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta

Assegaf, Dja’far H. 1991. Jurnalistik Massa Kini: Pengantar Kepraktek Kewartawanan. Jakarta: Ghali Indonesia.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Terknologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Budiman, Budisantoso & Saroso HN, Oyos. 2012. Merajut Jurnalisme Damai di Lampung. Bandar Lampung: AJI Bandar Lampung

Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Effendi, OnongUchjana. 2003. Ilmu, TeoridanFilsafatKomunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: Lkis. Hamad, Ibnu. 2010. Komunikasi Sebagai Wacana. Jakarta: La Tofi Enterprise.

Junaedi, Kurniawan. 1991. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Syani Abdul. 2009. Masyarakat: Dinamika Kelompok dan Implikasi Kebudayaan Dalam Pembangunan. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Subiakto, Henry & Ida, Rachmah. 2012. Komunikasi Politik, Media, & Komunikasi. Jakarta: Kencana.


(48)

wargabali kini 1,1 juta”http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/2012 /11/10/Datang-Tahun-1952koma-Jumlah-Warga-Bali-Kini-1koma1-Juta/201107021739 (diakses pada tanggal 23 februari 2013)

LintasBerita“ PerangSuku Di Lampung- SebuahDendam Lama” http://www.lintasberita. web.id/perang-suku-di-lampung-sebuah-dendam-lama/ (di akses pada tanggal 23 februari 2013)

Sejarah Kompas http://print.kompas.com/about/sejarahkompas.html (di akses pada tanggal 13 april 2013)

Fimadani “ Sejarah Harian Kompas Sebagai Pers Partai katolik” http://www.fimadani.com /sejarah-harian-kompas-sebagai-pers-partai-katolik/ (di akses pada tanggal 13 april 2013) SejarahSingkat Lampung Selatanhttp://www.lampungselatankab.go.id/sejarah-singkat-lampung-selatan.html (di akses pada tanggal 13 april 2013)

“ArtiLambang Lampung Selatan” http://www.lampungselatankab.go.id/arti-lambang-lamsel.html(di akses pada tanggal 13 april 2013)


(49)

(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

KOMPAS(Nasional) - Jumat, 02 Nov 2012 Halaman: 1 Penulis: HAR; HEI; CAL; COK; ONG; ABK; AYS Ukuran: 3327 Foto: 1

Konflik Lampung

Perdamaian Antarwarga Terus Diupayakan

Jakarta, Kompas — Kepolisian Negara RI terus memfasilitasi pertemuan antarwarga beberapa desa yang bertikai di Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Upaya tersebut

bertujuan mewujudkan perdamaian menyusul konflik sosial yang menewaskan 14 orang pada Minggu dan Senin lalu.

Demikian diungkapkan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Suhardi Alius saat berkunjung bersama Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar ke Redaksi Kompas di Jakarta, Kamis (1/11).

”Kami terus memfasilitasi berbagai pertemuan agar segera terwujud perdamaian. Sampai

sekarang komunikasi masih terus berjalan. Sebab, jika itu terjadi (penolakan perdamaian),

bisa merupakan preseden buruk,” kata Suhardi.

Pertikaian itu melibatkan warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda, dan Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji. Desa-desa di sekitarnya turut terimbas, seperti Patok dan Sidoreno. Suhardi mengatakan, selain menjaga stabilitas keamanan di desa-desa tersebut, Polri juga terus membuka ruang komunikasi dan membangun perdamaian.

Jero Gede Bawati (59), tetua masyarakat Desa Balinuraga, menyesalkan masalah kecil yang kemudian menyulut kerusuhan. ”Pemerintah harus bisa mengambil keputusan yang adil bagi

dua pihak yang bertikai,” ujarnya.

Bawati yang tinggal di Balinuraga sejak tahun 1963 menambahkan, warga di desa-desa

tersebut sebetulnya pernah hidup berdampingan. ”Di awal masa transmigrasi di Balinuraga, antarwarga saling bantu. Keharmonisan itu harus bisa dikembalikan,” ujarnya.

Pengungsi

Kemarin, warga yang mengungsi di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling, Bandar Lampung, kesulitan air bersih. Jika kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan mereka terjangkit diare.


(58)

Ajun Komisaris Besar Harseno, petugas di pengungsian, mengatakan, daerah itu termasuk area yang sulit air. Selama ini, untuk kebutuhan 186 siswa SPN, tak cukup dengan

menggunakan air dari PDAM sehingga terpaksa dibuat sumur bor.

Kemarin sore, jumlah pengungsi berangsur berkurang, dari 1.700 menjadi 1.410 orang. Sebagian telah dijemput keluarga.

Anggota Komisi I DPR, Helmy Fauzi, menilai, merebaknya sejumlah konflik horizontal di beberapa daerah belakangan ini menunjukkan masih lemahnya kapasitas dan koordinasi intelijen.

Peneliti Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada, Rizal Panggabean, berpendapat, permulaan konflik di Lampung sepatutnya dideteksi sejak dini. Konflik ini muncul sejak Januari lalu, lalu Agustus, dan Oktober.

(HAR/HEI/CAL/COK/ONG/ABK/AYS)

Lihat Video Terkait "Ngaben Warga Balinuraga di Lampung Selatan" di vod.kompas.com/ngabenwargalampung

BACA JUGA HAL 21 Image :

KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI

Keluarga dari salah satu korban konflik antarwarga desa menghancurkan abu setelah dikremasi di Krematorium Yayasan Bodhisattva, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung, Kamis (1/11). Untuk selanjutnya, abu tersebut dilarung ke laut. Sebanyak sembilan jenazah korban kerusuhan dikremasi di tempat itu. Acara itu disaksikan sekitar 60 pengungsi yang merupakan keluarga dari korban, dan dikawal polisi.

http://pik.kompas.co.id/piknetprabayar/tark_detail.cfm?item=3&startrow=1&style=advanced&sessi on=1365662041674


(59)

KOMPAS(Nasional) - Jumat, 02 Nov 2012 Halaman: 21 Penulis: Pascal S Bin Saju; HEI Ukuran: 5751 Infografis: 1

kasus lampung

Harus Bangkit Bangun Potensi

Pertikaian dua hari, Minggu dan Senin (28 dan 29 Oktober), telah terjadi antara warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda, dan Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji. Beberapa desa di sekitarnya, antara lain, Desa Patok dan Sidoreno, Way Panji, terkena imbas. Hari Rabu (31/10) situasi di Pasar Patok berangsur Pulih. Balinuraga dan sebagian Sidoreno masih lengang.

Oleh Pascal S Bin Saju

Konflik komunal atau kerusuhan sosial seperti itu bukan yang pertama kali terjadi di Lampung Selatan. Sejak tahun 1990-an hingga kini, sudah lima kasus serupa, seperti disampaikan dosen FISIP Unila, Hartoyo. Namun, belum setahun pertikaian terakhir, kini muncul lagi konflik serupa.

Tahun 2012 adalah tahun kekerasan bagi Lampung Selatan. Pada 24 Januari, pernah terjadi konflik komunal serupa melibatkan warga Desa Kotadalam dan Desa Napal, Kecamatan Sidomulyo. Warga lima marga di Kotadalam membakar hampir 100 rumah di Napal hingga ratusan keluarga mengungsi. Ada rumah yang rusak di Napal belum selesai dibangun meski sebagian sudah berdiri ketika insiden Wai Panji muncul. Di gapura Desa Napal, satu regu marinir bersiaga penuh, Kamis (1/11) petang. Rumah sepi penghuni karena mengungsi.

Ikatan rapuh

Napal, Balinuraga, dan sebagian Sidoreno dihuni etnis Bali, yang oleh etnis lokal Lampung Selatan disebut ”pendatang”. Isu ”pendatang” dan penduduk ”lokal” belum pernah muncul separah ini pada tahun-tahun sebelumnya. Masalah ini timbul karena tali ikatan sosial rapuh.

Selang tiga bulan setelah peristiwa Napal, terjadi kerusuhan sosial di Kalianda. Ribuan orang, pada 30 April, berunjuk rasa ke kantor bupati dan membakar patung Zainal Abidin Pagarlam (ZAP) yang berdiri di jalan masuk kota itu, tepat di sisi jalan lintas Sumatera.


(60)

Ketika Kompas mengunjungi kota itu hari Rabu, fondasi di mana patung itu dahulu didirikan masih ada, namun compang-camping. Warga menuturkan, saat kerusuhan, leher patung diikat pakai tali dan ditarik oleh kendaraan besar hingga roboh. Kepalanya dipotong.

ZAP hendak dijadikan ikon Lampung Selatan. Rycko tidak hanya mendirikan patung kakeknya, dia juga mengganti nama Jalan Kolonel Makmun Rasyid, tokoh pejuang Lampung Selatan, dengan nama ZAP. Perubahan nama jalan mengecewakan sebagian rakyat.

Terkait insiden terbaru di Way Panji, ada yang mengejutkan. Selain meremehkan kapasitas dan kepedulian Menoza dalam meredam gejolak, para tokoh Lampung Selatan menolak berdamai dengan warga Balinuraga dan sebagian warga Sidoreno dari etnis Bali. Warga Bali lebih dari 70 tahun menetap di wilayah itu mengikuti program transmigrasi.

Kalianda ialah kota kecil yang menjadi etalase Lampung Selatan. Hampir 60 persen penduduk adalah pribumi yang sudah menetap ratusan tahun yang disebut Lampung Peminggir. Sisanya pendatang dari Bali, Jawa, Banten, dan sebagian Sumatera.

Di kota kecil paling selatan Sumatera ini sering terjadi pergolakan sosial, tetapi semakin intens setahun ini. Dahulu lebih karena persoalan tanah atau lahan perkebunan. Kini pemicunya pun hal sepele. Insiden Napal dipicu perebutan lahan parkir. Kasus Way Panji karena kenakalan remaja: dua gadis Agom pengendara sepeda motor dihadang pemuda Balinuraga bersepeda hingga mereka terjatuh.

Persoalan sepele

Mengapa persoalan sepele itu meletup menjadi masalah besar, yang justru meresahkan seluruh kawasan? ”Nah, itu masalahnya. Mengapa dari dahulu jarang ada konflik. Kami sudah lama hidup berdampingan,” kata M Zahri, Ketua Paguyuban Lima Marga Pesisir Lamsel di Kalianda.

Pemerhati masalah politik lokal, Syafarudin, yang juga dosen dan Ketua Laboratorium Politik Lokal dan Otonomi Daerah Fisip Universitas Lampung menjawab pertanyaan itu. Menurut dia, konflik yang pernah ada selama ini, yang terjadi secara horizontal dan vertikal itu tidak ditangani secara tuntas. Implementasinya rendah.

Contoh, dalam kasus Napal di Sidomulyo sebenarnya sudah berakhir damai. Bahkan semua pihak menandatangani naskah perdamaian. Tetapi, pecah lagi konflik serupa di Way Panji.

Hal sepele itu mudah meledak menjadi satu persoalan besar karena tidak maksimalnya peran pranata yang ada. Jika pranata keluarga berjalan, tetapi pranata sosial dan hukum tumpul, kelompok masyarakat cenderung main hakim.

Kalau saja persoalan sepele itu dapat diredam di keluarga, tentu saja tidak akan melebar. ”Hal paling penting lagi adalah peran pemerintah lokal. Variabel kepemimpinan di pemerintah adalah hal paling penting. Contohnya, pada zaman Bupati Zulkifli Anwar, pernah terjadi konflik komunal serupa, tetapi karena gaya kepemimpinan dekat dengan masyarakat, pemimpin yang mengayomi, masalahnya dapat diredam sejak dini,” kata Syafarudin.


(61)

”Ada banyak yang berbeda, tetapi bisa menjadi satu yang indah, plural namun harmonis, melahirkan satu identitas bersama,” katanya.

Peran itu belum banyak dilakukan pemerintah lokal selaku fasilitator dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Pemimpin harus hadir di tengah rakyat ketika ada letupan sekecil apa pun, dan menjadi tokoh yang dapat didengar dan mau mendengarkan, disegani. (HEI)

Grafik: Kegiatan Perekonomian di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010 (miliar rupiah)

http://pik.kompas.co.id/piknetprabayar/tark_detail.cfm?item=4&startrow=1&style=advanced&session =1365662041689


(1)

menyuburkan potensi konflik akibat perbedaan etnis di wilayah tersebut.

Dalam proses meredam potensi konflik pun, masyarakat lebih memercayai lembaga informal ketimbang institusi pemerintah. Sebanyak 52,5 persen responden menyuarakan hal tersebut. Hal itu menunjukkan tingkat ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dalam menyelesaikan konflik sosial. Sebaliknya, relasi dengan sesama institusi sosial masyarakat dianggap masih bisa membantu memperbaiki hubungan sosial.

Ilmuwan politik Kanada, Jacques Bertrand, menyatakan, negeri-negeri yang sedang berproses meninggalkan otoritarianisme sering kali mengalami konflik komunal. Kekerasan komunal merupakan ”konjungtur kritis” bagi upaya memperbarui relasi kekuasaan dan sumber daya. Artinya, kekerasan komunal menjadi alat negosiasi bagi perubahan kelembagaan kenegaraan dalam berbagai level. Setiap perubahan struktur kelembagaan politik kenegaraan akan berkontribusi pada polarisasi identitas etnik, agama, dan kelompok politik yang potensial memunculkan kekerasan (Amiruddin dalam Dignitas-Jurnal HAM, 2008).

Hal ini berarti kekerasan yang terjadi bukan semata-mata disebabkan masalah bangkitnya identitas kelompok. Dalam proses negosiasi perombakan hubungan kekuasaan dan penguasaan sumber daya, identitas akan dipakai sejauh relevan dengan kepentingan mendapatkan posisi politik dan penguasaan sumber daya ekonomi.

Dalam konteks ini, upaya negosiasi ulang dan terus-menerus antarkelompok yang berpotensi konflik menjadi prasyarat utama. Negara dan pemerintah lokal berfungsi menjembatani proses negosiasi ulang relasi tersebut. Hal itu juga berarti pemerintah harus mengelola perbedaan dan bukan mengingkari keragaman. Jika tidak, mozaik keragaman yang telah retak akan hancur berantakan. (LITBANG KOMPAS)

Grafik:

1. Evaluasi terhadap Pemerintah 2. Opini tentang Masyarakat 3. Sejumlah Bentrok Antarwarga

”Ketimpangan dalam penguasaan akses ekonomi antara etnis lokal dan pendatang sangat mungkin menyuburkan potensi konflik akibat perbedaan etnis di wilayah tersebut.”

http://pik.kompas.co.id/piknetprabayar/tark_detail.cfm?item=10&startrow=1&style=advanced&sessio n=1365662510378


(2)

Dinamika Lampung: "Sai Bumi Ruwa Jurai", Semangat Kebinekaan

KOMPAS(Nasional) - Selasa, 06 Nov 2012 Halaman: 1,15 Penulis: PASCAL S BIN SAJU Ukuran: 6466 Foto: 1

dinamika LAMPUNG

”Sai Bumi Ruwa Jurai”, Semangat Kebinekaan

Sinar matahari meredup ketika dialog bertajuk ”Damailah Lampungku” berakhir di kafe dan restoran Atmosphere, Bandar Lampung, Sabtu (3/11). Muncul tekad yang kuat untuk membangun perdamaian di Lampung, daerah yang dijuluki ”Sai Bumi Ruwa Jurai” (satu bumi dua suku), dan mencegah konflik komunal terulang.

Oleh PASCAL S BIN SAJU

”Hari ini saya memenuhi dua acara pernikahan. Satu acara dengan adat Lampung dan yang lainnya dengan adat Sunda,” kata Wahyu Sasongko, dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang berdarah Jawa, Minggu. ”Mungkin besok dengan adat Bali atau Batak,” celetuk seorang koleganya yang duduk agak jauh dari Sasongko.

”Lampung itu miniatur Indonesia,” kata Sasongko. Di Lampung hidup beragam suku. Selain suku Lampung, juga ada Bali, Batak, Melayu, China, Padang, Sunda, Semendo (Sumatera Selatan), Banten, Madura, Bugis, dan yang paling banyak adalah suku Jawa. Bahkan, sebuah kelompok etnis yang kecil pun ada, yakni persatuan masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur.

”Mulai tahun 1963 sudah ada suku Bali sebagai ’orang Lampung’ di Lampung Selatan. Kalau saya mengunjungi saudara di Bali, mereka bilang, kapan pulang ke Lampung lagi,” kata I Made Bagiase, pengusaha dan tokoh Lampung berdarah Bali. ”Artinya, kami tidak lagi diakui sebagai warga Bali, tetapi telah menjadi warga Lampung,” ujarnya.

Apabila dilihat dari komposisi secara kuantitatif, sebenarnya penduduk asli yang disebut Ulun Lampung sekitar 19 persen, sesuai data menjelang Pemilu 2009, dari total jumlah penduduk di provinsi itu. Jumlah penduduk Lampung hingga pertengahan 2012 sekitar 7,6 juta jiwa. Karena yang paling banyak adalah etnis Jawa, pada suatu masa Lampung acap kali dijuluki ”Jawa Utara”.

Sejak Hindia Belanda

Kehadiran warga luar Lampung, selain karena ikatan perkawinan lintas etnis atau agama, juga karena ada perpindahan penduduk besar-besaran sejak zaman Hindia Belanda. Mereka bekerja dan


(3)

dipekerjakan di sektor perkebunan karet, kelapa sawit, singkong, dan tebu pada masa penjajahan dan berlanjut hingga kini.

Selain karena perpindahan mandiri atau inisiatif sendiri, migrasi itu juga karena digerakkan dengan sengaja oleh Pemerintah Hindia Belanda. Upaya mendatangkan buruh atau kuli perkebunan dari luar Lampung, terutama Jawa, secara besar-besaran dimulai tahun 1905 yang disebut program ”kolonisasi” atau pada era kemerdekaan disebut ”program transmigrasi”.

Pada zaman kemerdekaan, setidaknya mulai tahun 1954, sudah ada penduduk Bali di Lampung. Khusus di Lampung Selatan, menurut catatan Made Bagiase, suku Bali secara resmi mulai eksis tahun 1963 dalam wadah keluarga besar Bali. Jumlahnya semakin banyak seiring dengan program transmigrasi yang terus digencarkan pada era Orde Baru.

Jika Sasongko menyebutkan Lampung sebagai ”Indonesia mini”, tentu karena ada fakta sejarah dan kondisi faktual saat ini. Karena itu, sangat disayangkan jika terjadi konflik komunal yang berulang di Lampung Selatan. Dalam terminologi Hartoyo, pemerhati masalah sosial dari Universitas Lampung, konflik terjadi karena soliditas atau ikatan sosial telah meredup.

Slogan Lampung

Lampung mempunyai moto yang selalu didengungkan oleh warganya dalam setiap kesempatan jika mereka berkumpul. Moto yang kini menjadi tagline provinsi di ujung selatan Sumatera itu ialah ”Sai Bumi Ruwa Jurai”, yang secara leksikal berarti satu bumi dua suku. Suku itu adalah Pepadun dan Saibatin, serta tidak mengenal istilah ”lokal dan pendatang”.

Slogan itu untuk memberikan satu kesadaran kepada masyarakat tentang adanya keberagaman. Ada satu (sai) bumi Lampung, dan di sana hidup secara berdampingan kelompok besar, yakni Ulun Lampung dan ”pendatang”.

Andy Achmad Sampurna Jaya, budayawan Lampung, dalam satu kesempatan mengatakan, Ulun Lampung memiliki falsafah hidup yang luar biasa gagah. Salah satunya terkait dengan tata hidup berdampingan satu sama lain dalam sai bumi Lampung, yakni falsafah nemui-nyimah dan nengah-nyampur. Falsafah itu mengajarkan kepada semua warga sai bumi untuk saling mengunjungi sebagai bagian dari bersilaturahim, saling menghargai, dan ramah menerima tamu (nemui-nyimah), serta aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis (nengah-nyampur). Keduanya mengajarkan toleransi, pembauran, kebersamaan, harmonisasi, dan persatuan.

Falsafah itu, yang bersama tiga falsafah hidup lainnya, yakni piil-pusanggiri, juluk-adok, dan sakai-sambaian, termaktub dalam buku Kuntara Raja Niti. Piil-pusanggiri berarti malu melakukan pekerjaan hina dan memiliki harga diri. Arti juluk-adok memiliki kepribadian. Sakai- sambaian berarti bergotong royong dan saling membantu.

Lima falsafah itu disimbolkan dengan lima kembang penghias siger pada lambang resmi Provinsi Lampung. Kini di semua tempat usaha serta kantor pemerintah dan swasta di daerah itu dipasangi siger. Bagi warga Lampung, dengan memasang siger saja meski tanpa dilekatkan dengan tagline ”Sai Bumi Ruwa Jurai”, semboyan itu seolah terpatri di sana.

Sekretaris Pemerintah Provinsi Lampung Berlian Tihang menjelaskan, semula semboyan itu berbunyi ”Sang Bumi Ruwa Jurai”, yang berarti Lampung terdiri dari ”pendatang dan penduduk lokal”. Saat ini slogan itu diganti dengan sai bumi, yang berarti, semua warga yang mendiami Lampung adalah warga


(4)

Lampung yang satu, tidak ada lagi pemisahan.

”Warga Lampung ini satu. Sekarang ini telah ada kesepakatan untuk berdamai. Kami hanya hidup sekali, tidak dua kali. Mari kita bangun persaudaraan. Kita harus bersepakat, pertikaian yang baru saja berlalu merupakan kejadian terakhir dan tidak boleh terulang kembali,” kata Tihang di sela-sela penandatanganan kesepakatan damai di Bandar Lampung, Minggu lalu.

Baca Juga Konflik Lampung Pengungsi Kembali Pulang HAL 22 Image :

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Miri (kiri) mengais barang yang masih bisa diselamatkan di rumahnya di Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan, Senin (5/11). Ia bersama 1.200 warga lain dipulangkan dari lokasi pengungsian di Sekolah Polisi Negara Polda Lampung dengan pengawalan petugas kepolisian. Warga yang kembali sementara tinggal di tenda sambil menunggu proses renovasi berlangsung.

http://pik.kompas.co.id/piknetprabayar/tark_detail.cfm?item=12&startrow=1&style=advanced&sessio n=1365662510410


(5)

Situasi Lampung Selatan Terus Membaik

KOMPAS(Nasional) - Rabu, 07 Nov 2012 Halaman: 23 Penulis: JON; BAY; EGI; INA; FER Ukuran: 2966

Dana Perbaikan Rumah Disiapkan Situasi Lampung Selatan Terus Membaik

Kalianda, Kompas — Tim dari Kementerian Perumahan Rakyat turun ke Way Panji, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, untuk mendata dan menyalurkan dana rekonstruksi rumah warga yang rusak akibat bentrokan berdarah, pekan lalu. Situasi di Way Panji sendiri berangsur kondusif.

Tim yang terdiri atas enam orang itu bertemu dengan kepala-kepala banjar atau dusun dan menyosialisasikan mekanisme pencairan dana rekonstruksi rumah, Selasa (6/11).

Asisten Deputi Fasilitasi dan Pemberdayaan Komunitas Kementerian Perumahan Rakyat Poltak Sibuea, ketua tim itu, yang ditemui di Way Panji mengatakan, program bantuan rekonstruksi rumah korban konflik komunal di Lampung Selatan terdiri dari dua skema, yaitu besaran dana Rp 6 juta dan Rp 11 juta.

”Dana ini sifatnya perangsang. Warga yang kerugiannya di bawah Rp 11 juta mendapat Rp 6 juta, sedangkan yang kerusakannya Rp 11 juta ke atas mendapatkan Rp 11 juta,” ujarnya.

Menurut Poltak, anggaran dana ini sudah tersedia di kas Kementerian Perumahan Rakyat dan akan disalurkan pekan depan. Total dana yang disediakan untuk rekonstruksi rumah rusak di wilayah transmigrasi ini mencapai Rp 4,5 miliar. Itu digunakan untuk memperbaiki 411 rumah rusak di Desa Balinuraga dan Sidereno, Kecamatan Way Panji.

Selain rehabilitasi rumah rusak, melalui program sejenis, pemerintah pusat juga memberikan bantuan perbaikan rumah warga yang tidak laik huni di Way Panji. Total anggaran Rp 3,1 miliar untuk 561 rumah.

Kondusif

Di bawah pengawalan 4.000 personel TNI/Polri, kemarin, situasi di Way Panji berangsur kondusif. Warga mulai berani beraktivitas kembali, antara lain, membersihkan rumah yang rusak dan berladang. Aktivitas di pasar terdekat, yaitu Pasar Patok, berjalan normal kembali. Namun, siswa SD-SMP masih libur.

Aparat kecamatan, desa, serta TNI/Polri terus menyosialisasikan perdamaian. Kemarin, kegiatan difasilitasi Komandan Resimen Militer 043/Garuda Hitam Kolonel (Czi) Amalsyah Tarmizi.

Dalam kunjungannya di Lampung, kemarin, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap konflik komunal. Untuk mencegah kejadian serupa terjadi kembali di Lampung dan daerah lain, diperlukan pemetaan dan identifikasi daerah rawan


(6)

konflik sosial.

Di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Andreas A Yewangoe mengatakan, berbagai konflik yang terjadi belakangan ini di Indonesia harus membuat pemerintah bersikap lebih awas.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meyakini, modal sosial masyarakat tetap terjaga dan akhirnya persatuan tetap terbangun kembali.

Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengirimkan 25 sukarelawan dan 250 tenda untuk para pengungsi, korban konflik di Lampung Selatan. Sukarelawan ini diberangkatkan kemarin, Selasa (6/11), oleh Ketua GP Ansor Kabupaten Magelang Chabibulah.

(JON/BAY/EGI/INA/FER)

http://pik.kompas.co.id/piknetprabayar/tark_detail.cfm?item=14&startrow=1&style=advanced&sessio n=1365662510425


Dokumen yang terkait

Analisis Foto Jurnalistik Mengenai Kerusuhan Di Mesuji Lampung Pada Harian Kompas

0 52 84

KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KONFLIK GAZA (Analisis Framing pada Berita Harian Kompas dan Republika Edisi 16-24 November 2012)

0 3 43

Konstruksi Media dalam Pemberitaan Kematian Moammar Khadafy (Analisis Framing pada Harian Media Indonesia dan Harian KOMPAS Edisi 21 Oktober – 30 Oktober 2011)

0 6 66

AKAR KONFLIK KERUSUHAN ANTAR ETNIK DI LAMPUNG SELATAN

1 48 302

Analisis Framing Pemberitaan Konflik Tolikara Pada Harian Kompas Dan Republika

4 29 207

PENDAHULUAN BERITA KONFLIK DI LAMPUNG SELATAN DALAM MEDIA ONLINE (Studi Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Jurnalisme Damai Pemberitaan Konflik Di Lampung Selatan Dalam Tribun Lampung Online Terbitan 28 Oktober Sampai Dengan 5 November 2012 ).

0 4 22

PENUTUP BERITA KONFLIK DI LAMPUNG SELATAN DALAM MEDIA ONLINE (Studi Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Jurnalisme Damai Pemberitaan Konflik Di Lampung Selatan Dalam Tribun Lampung Online Terbitan 28 Oktober Sampai Dengan 5 November 2012 ).

0 2 13

Berita Konflik di Lampung Selatan dalam Media Online (Studi Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Jurnalisme Damai Pemberitaan Konflik di Lampung Selatan dalam Tribun Lampung Online Terbitan 28 Oktober sampai dengan 5 November 2012 ).

0 2 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. PerspektifParadigma Penelitian - Analisis Foto Jurnalistik Mengenai Kerusuhan Di Mesuji Lampung Pada Harian Kompas: (Analisis Isi Mengenai Foto Jurnalistik Kerusuhan di Mesuji Lampung pada Harian Kompas)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Analisis Foto Jurnalistik Mengenai Kerusuhan Di Mesuji Lampung Pada Harian Kompas: (Analisis Isi Mengenai Foto Jurnalistik Kerusuhan di Mesuji Lampung pada Harian Kompas)

0 0 6