Analisis Foto Jurnalistik Mengenai Kerusuhan Di Mesuji Lampung Pada Harian Kompas

(1)

ANALISIS FOTO JURNALISTIK MENGENAI KERUSUHAN

DI MESUJI LAMPUNG PADA HARIAN KOMPAS

(Analisis Isi Mengenai Foto Jurnalistik Kerusuhan di Mesuji Lampung

pada Harian Kompas)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

DEDY ISNAINI BERUTU

100922029

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul, Analisis Foto Jurnalistik Mengenai Kerusuhan Di Mesuji Lampung Pada Harian Kompas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis isi fotojurnalistik mengenai kerusuhan yang terjadi di Mesuji, Lampung pada Harian Kompas, selainitu untuk mengetahui perkembangan fotografi jurnalistik. Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan metode Entire Detail Frame Angle Time (EDFAT) yang diperkenalkan oleh Walter Cronkite School of Journalism and Telecommunication Arizona State University. Teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu komunikasi dan komunikasi massa, fungsi komunikasi massa, fotografi, media massa dan surat kabar.

Subjek penelitian adalah fotojurnalistik pada Harian Kompas yang terbit pada tanggal 16 Desember 2011-24 Februari 2012 yaitu saat terjadinya isu kerusuhan Mesuji yang terjadi dan terbit pada Harian Kompas. Jumlah foto yang dianalisis adalah 8 foto.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, penelitian kepustakaan (library research) dan wawancara mendalam (indepth interviews). Peneliti mengirimkan beberapa pertanyaan kepada fotografer senior yang menjabat sebagai redaktur foto Kompas, Arbain Rambey melalui email. Berdasarkan hasil penelitian, foto mengenai kerusuhan yang terjadi di Mesuji, Lampung yang dipublikasikan di Harian Kompas bersumber dari Fotografer Harian Kompas sendiri.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas format foto adalah horizontal, dengan komposisi berdasarkan jarak pemotretan medium shot, sedangkan angle yang digunakan adalah: Eye Level Angle sebanyak 4 foto, High Angle sebanyak 2 foto dan Low Angle/Frog Angle sebanyak 2 foto. Terdapat 2 foto yang dipublikasikan dalam format hitam putih, yaitu foto Harian Kompas terbitan edisi tanggal 19 Desember 2011 halaman 15 oleh fotografer Yulianus Harjono dan terbitan edisi tanggal 26 Desember 2011 halaman 22 dengan fotografer Adhitya Ramadhan.


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...

Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemudian shalawat beriring salam saya sampaikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.

Secara khusus saya menyampaikan rasa terima kasih serta kasih sayang yang berlimpah kepada Ayahanda Jalaluddin Berutu, Ibunda tercinta Nile Manik, Kakak Kharini Berutu, Adik-adik saya Aslamiyah Rati Berutu, Zulfahmi Berutu dan Rizky Karina Berutu yang telah mendoakan dan memberikan dukungan serta semangat kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari bahwa dalam penyusunan dan pelaksanaan skripsi ini, saya mendapat banyak bimbingan, bantuan, nasehat, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa ada bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih atas apa yang telah diberikan selama proses pengerjaan skripsi mulai dari awal hingga akhir yang ditujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Jurusan Departement Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departement Ilmu Komunikasi FISIP USU.

4. Bapak Haris Wijaya, S.Sos, M. Comm selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen Penasehat Akademik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen khususnya Dosen-dosen Departemen Ilmu Komunikasi


(4)

telah membagikan ilmu yang begitu banyak kepada peneliti selama masa perkuliahan.

6. Kak Icut, Kak Maya dan Kak Ros yang banyak membantu saya dalam segala urusan perkuliahan dan dalam urusan penyelesaian skripsi ini, terima kasih banyak untuk bantuan dan informasinya.

7. Fotografer Senior Harian Kompas, Arbain Rambey yang telah meluangkan waktunya untuk membalas pertanyaan-pertanyaan melalui email

8. Buat teman-teman saya khususnya Aprini, Christmast, Daniel, Ditta, Fio, Hansen, Hery, Rotua, Riska dan dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu saya dalam memberi semangat dan bantuan dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu saya selama penulisan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati saya berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman saya. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Juli 2012


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR FOTO ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 5

1.3 Pembatasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian ... 7

2.2 Kajian Pustaka ... 8

2.2.1 Komunikasi ... 8

2.2.2 Komunikasi Massa ... 10

2.2.3 Fotografi ... 14

2.2.4 Fotografi Jurnalistik ... 17

2.2.4.1 Metode EDFAT ... 29


(6)

2.2.6 Surat Kabar ... 33

2.3Model Teoretik ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Penelitian ... 37

3.2 Objek Penelitian ... 42

3.3 Subjek Penelitian ... 43

3.4 Kerangka Analisis ... 44

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.6 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Hasil Analisis Fotojurnalistik ... 47

4.2 Pembahasan ... 64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Simpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR REFERENSI


(7)

DAFTAR FOTO

Foto 1 Foto Tanggal 16 Desember 2011 Halaman 2 ... 51

Foto 2 Foto Tanggal Tanggal 19 Desember 2011 Halaman 15 ... 53

Foto 3 Foto Tanggal 26 Desember 2011 Halaman 22 ... 55

Foto 4 Foto Tanggal 27 Desember 2011 Halaman 13 ... 57

Foto 5 Foto Tanggal 28 Desember 2011 Halaman 24 ... 59

Foto 6 Foto Tanggal 3 Januari 2012 Halaman 2 ... 61

Foto 7 Foto Tanggal 7 Januari 2012 Halaman 3 ... 63


(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Model Teoretik ... 39 Gambar 3.1 Kerangka Analisis ... 47


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul, Analisis Foto Jurnalistik Mengenai Kerusuhan Di Mesuji Lampung Pada Harian Kompas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis isi fotojurnalistik mengenai kerusuhan yang terjadi di Mesuji, Lampung pada Harian Kompas, selainitu untuk mengetahui perkembangan fotografi jurnalistik. Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan metode Entire Detail Frame Angle Time (EDFAT) yang diperkenalkan oleh Walter Cronkite School of Journalism and Telecommunication Arizona State University. Teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu komunikasi dan komunikasi massa, fungsi komunikasi massa, fotografi, media massa dan surat kabar.

Subjek penelitian adalah fotojurnalistik pada Harian Kompas yang terbit pada tanggal 16 Desember 2011-24 Februari 2012 yaitu saat terjadinya isu kerusuhan Mesuji yang terjadi dan terbit pada Harian Kompas. Jumlah foto yang dianalisis adalah 8 foto.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, penelitian kepustakaan (library research) dan wawancara mendalam (indepth interviews). Peneliti mengirimkan beberapa pertanyaan kepada fotografer senior yang menjabat sebagai redaktur foto Kompas, Arbain Rambey melalui email. Berdasarkan hasil penelitian, foto mengenai kerusuhan yang terjadi di Mesuji, Lampung yang dipublikasikan di Harian Kompas bersumber dari Fotografer Harian Kompas sendiri.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas format foto adalah horizontal, dengan komposisi berdasarkan jarak pemotretan medium shot, sedangkan angle yang digunakan adalah: Eye Level Angle sebanyak 4 foto, High Angle sebanyak 2 foto dan Low Angle/Frog Angle sebanyak 2 foto. Terdapat 2 foto yang dipublikasikan dalam format hitam putih, yaitu foto Harian Kompas terbitan edisi tanggal 19 Desember 2011 halaman 15 oleh fotografer Yulianus Harjono dan terbitan edisi tanggal 26 Desember 2011 halaman 22 dengan fotografer Adhitya Ramadhan.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Keberadaan jurnalistik sebagai disiplin ilmu tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi. Di era millenium global seperti sekarang, jurnalistik dipandang menjadi salah satu elemen yang memiliki kekuatan komunikasi. Efek jurnalistik tidak hanya luas, tetapi juga selalu up to date. Sejatinya, jurnalistik dan komunikasi bak dua sisi mata uang. Keduanya dapat menjadikan masyarakat lebih mudah dalam memperoleh informasi. Jurnalistik dan komunikasi pun memiliki peran yang sama penting. Sekalipun sebagian kalangan menempatkan jurnalistik menjadi bagian dari komunikasi, namun secara substansial, jurnalistik dan komunikasi memiliki kesetaraan. Jurnalistik dan komunikasi memiliki unsur-unsur pokok yang sama, yaitu (a) harus ada sumber, (b) harus ada pesan, dan (c) harus ada tujuan.

Sumber menjadi unsur pokok yang mengindikasikan asal atau sumber suatu informasi yang digulirkan. Dari mana informasi itu diperoleh? Tidak ada informasi, tanpa ada sumbernya. Pesan menjadi ciri yang harus ada dalam jurnalistik dan komunikasi. Setiap bentuk aktivitas jurnalistik dan komunikasi mengandung pesan, isi yang ingin disampaikan. Pesan adalah informasi dan mengacu pada apa yang perlu diketahui oleh publik. Tujuan merupakan unsur pokok jurnalistik dan komunikasi yang terkait dengan target pemaknaan dari pesan yang disampaikan. Untuk apa pesan disampaikan kepada publik? Tujuan ini pula yang pada akhirnya dapat menimbulkan persepsi dan kesan publik. Jadi, setiap informasi dalam bidang jurnalistik dan komunikasi pasti memiliki ketiga unsur pokok tersebut, baik sumber, pesan, maupun tujuan (Yunus, 2010:1-2).

Jurnalistik adalah pembuka informasi. Tugas utama jurnalistik adalah menghadirkan pengetahuan bagi masyarakat, mengikis ketidaktahuan yang terjadi. Jurnalistik sering disebut sebagai aktivitas yang berkaitan dengan kewartawanan. Ada yang menyatakan jurnalistik sebagai kegiatan yang berhubungan dengan tulis-menulis berita. Kata jurnalistik, sering dipersepsikan banyak orang sebagai hal-hal yang berhubungan dengan surat kabar atau media


(11)

massa, berita dan wartawan. Secara etimologi, istilah jurnalistik berasal dari journalism, yang berasal dari bahasa Perancis; journal, yang berarti catatan harian. Catatan harian pada dasarnya dilakukan melalui berbagai tahapan, seperti proses mengumpulkan, mengolah, dan menyiarkannya (Yunus, 2010:17).

Jurnalistik merupakan suatu proses. Untuk memahami jurnalistik, tidak dapat dilakukan secara parsial (terpenggal). Proses jurnalistik dapat dimulai dari pencarian bahan berita, peliputan berita, penulisan berita, publikasi berita hingga evaluasi berita. Jurnalistik sebagai proses mengisyaratkan bahwa berita dengan segala bentuknya dilahirkan harus melalui proses yang memadai dan akurat. Kehadiran berita harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam perspektif jurnalistik, tidak ada berita yang bersifat “asal jadi”. Berita asal jadi hanya dapat terjadi pada media massa yang tidak kredibel sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Fotografi dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu "photos": Cahaya dan "Grafo": Melukis/menulis adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.

Prinsip fotografi adalah memokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghasilkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa) (http://id.wikipedia.org).

Fungsi foto dalam media cetak bukan hanya sebagai ilustrasi sebuah berita. Namun, penyajian foto dalam surat kabar telah membuat pemberitaan menjadi lebih lengkap, akurat dan menarik, karena foto digunakan untuk menyalurkan ide, berkomunikasi dengan masyarakat, memengaruhi orang lain, hingga menghadirkan kenangan lama. Foto dalam media massa tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pesan yang ingin disampaikan komunikator, tapi ia merupakan pesan itu sendiri. Sebuah foto yang disajikan dalam surat kabar (media


(12)

massa cetak) tidak lepas dari tujuan jurnalistik, yaitu menyebarkan berita

seluas-luasnya

Perkembangan fotografi baik secara langsung maupun tidak, selaras dengan perkembangan bidang jurnalistik. Teknologi digital yang berkembang pesat saat ini pun memberi sumbangsih yang signifikan. Foto yang merekam sebuah peristiwa dapat dengan segera disebarluaskan dalam hitungan detik saja dengan menggunakan kamera digital serta perangkat komputer yang memiliki fasilitas internet. Menurut Guru Besar Universitas Missouri, Amerika Serikat, AS, Cliff Edom, foto jurnalistik adalah paduan kata (words) dan gambar (pictures). Sementara menurut editor majalah Life, Wilson Hicks, kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya

Foto jurnalistik memiliki lima fungsi seperti yang dinyatakan oleh penulis Journalism in America, an introduction to the new media, Thomas Elliot Berry. Pertama, untuk mengkomunikasikan berita (to communicate the news), foto sering memiliki arti yang sangat penting dalam penyampaian berita. Ia terkadang menyempurnakan suatu berita, dimana tanpa kehadiran foto, berita tersebut akan terasa hambar. Kedua, fungsi foto jurnalistik adalah menimbulkan minat (to generate interest). ketiga, foto jurnalistik berfungsi untuk menonjolkan dimensi lain dari sebuah objek pemotretan yang dipublikasikan (to give another dimension to a newsworthy figure). Keempat foto jurnalistik berfungsi untuk meningkatkan berita (sisi kualitas pemberitaan) tanpa mengurangi arti berita, dan terakhir, foto jurnalistik dimanfaatkan untuk keperluan tata rias/perwajahan surat kabar dan

majalah secara garis besar

Masyarakat lebih banyak memilih surat kabar untuk memenuhi keingintahuannya akan informasi karena penyebarannya lebih diperuntukkan kepada khalayak dan bersifat umum, keteraturan terbitnya surat kabar yang bisa satu sampai dua kali sehari, kesemestaan isinya yang beraneka ragam dan dari seluruh dunia, serta keaktualan berita yang disajikan. Oleh karena itu, banyak media massa cetak sekarang lebih memperhatikan visualisasi dengan porsi yang agak besar untuk memudahkan pembaca membaca berita. Belum lama ini,


(13)

masyarakat Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan di media yaitu tragedi di Mesuji Lampung.

Tragedi Mesuji, yang begitu memilukan, konflik antara warga sekitar dengan perusahaan pengelola perkebunan Sawit, sampai terjadi pembunuhan sadis serta pembantaian orang, hal tersebut menjadi perhatian rakyat Indonesia saat ini. Pemerintah serta pihak-pihak terkait harus segera menyelesaikan pelanggaran HAM berat ini yang diduga pihak aparat kepolisian juga terlibat. Banyak versi kronologis konflik Mesuji bahkan antara pihak kepolisian, pemerintah serta warga sekitar memiliki versi yang berbeda terkait kronologis konflik dan pembantaian di Mesuji. Konflik berawal dari Register 45 yang merupakan lahan adat desa Talang Batu seluas 7 ribu hektar yang diklaim ke Hutan Tanaman Industri Register 45 yang dikuasai oleh PT Inhutani V dan PT Silva Lampung Abadi. Semula berdasarkan SK Menhut No. 688/Kpts-II/1991 luas Reg. 45 adalah 32.600 hektare. Kemudian 17 Februari 1997 Menhut mengeluarkan SK No.93/Kpts-II/1997 tentang menambah luas Hak Pengelolaan kawasan HTI menjadi 43.100 Hektare. Menjawab usul masyarakat adat mengenai klaim tanah seluas 7000 hektare, diterbitkan kembali surat No. 1135/MENHUTBUN-VIII/2000. Surat itu hanya menyetujui lahan seluas 2.600 Hektare. Konflik lain di Mesuji terjadi pada 1994, saat PT BSMI mendapatkan Ijin Lokasi dan 1997 dan mendapatkan HGU dengan luas area 17 ribu hektare. Pembagiannya 10 ribu hektare diberikan kepada perusahaan untuk dikelola pengusaha dan 7 ribu hektare merupakan tanah Plasma diberikan kepada warga untuk mengelola dan mendapatkan keuntungan hasil tanaman. Kekerasan terhadap petani memang sudah lama terjadi di wiayah Mesuji, baik Lampung maupun Sumatera Selatan.

Semenjak menjadi sorotan terkait dugaan ada video pembantaian warga, wilayah Mesuji, Provinsi Lampung, mendadak ramai dikunjungi wartawan dari berbagai media. Mayoritas wilayah di pelosok Mesuji ini sangat tidak mudah dijangkau. Untuk mencapai salah satu lokasi konflik, yaitu di Desa Sritanjung, Kecamatan Tanjung Raya, pemburu berita harus bersusah payah mencapainya. Kondisi jalan menuju ke wilayah terpencil ini sangatlah buruk karena masih berupa tanah yang pada musim hujan penuh lumpur dan licin. Bahkan, untuk mencapainya, para wartawan harus rela menumpang truk petani dan melakukan


(14)

off road melintasi jalan berlumpur. Kendaraan harus ditinggalkan di desa terdekat sejauh 12 kilometer dari Desa Sritanjung dan ganti menumpang truk yang biasa dipakai mengangkut kelapa sawit termasuk wartawan dari harian Kompas

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk manganalisis fotojurnalistik selama kerusuhan di Mesuji Lampung pada Harian Kompas, karena dalam foto tersebut menggambarkan bagaimana warga mesuji Lampung ingin memperjuangkan hak-hak mereka juga berusaha mendapatkan perlindungan dan keadilan dari Pemerintah. Peneliti memilih Harian Kompas dikarenakan harian tersebut merupakan surat kabar berskala nasional dan memiliki foto-foto yang bagus untuk dianalisis. Peneliti akan menganalisis foto pada Harian Kompas tanggal 16 Desember 2011-24 Februari 2012.

1.2. Fokus Masalah

Perumusan masalah ini bertujuan untuk upaya membatasi penelitian agar lebih terarah dan tidak terlalu luas namun tetap dalam fokus yang diharapkan dan yang telah dintentukan. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka fokus masalah yang akan peneliti angkat adalah Analisis Isi Mengenai Foto Jurnalistik Kerusuhan di Mesuji Lampung pada Harian Kompas.

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian terbatas pada analisis isi fotografi jurnalistik tentang kerusuhan yang terjadi di Mesuji Lampung pada Harian Kompas

2. Penelitian dilakukan dengan menganalisis foto-foto dari Harian Kompas terbitan 16 Desember 2011-24 Februari 2012


(15)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis isi fotografi jurnalistik mengenai kerusuhan yang terjadi di Mesuji Lampung pada Harian Kompas.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan foto jurnalistik.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui situasi atau suasana selama kerusuhan yang terjadi di Mesuji Lampung.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian diharapkan mampu memperluas atau menambah khasanah penelitian komunikasi dan sumber bacaan kepada mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara teoritis, untuk menerapkan ilmu yang diterima peneliti selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi Ekstensi FISIP USU, serta menambah cakrawala dan wawasan peneliti mengenai fotografi jurnalistik.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan masukan kepada siapa saja yang tertarik terhadap fotografi jurnalistik.


(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perspektif/Paradigma Penelitian

Perspektif penelitian dalam hal ini adalah cara pandang peneliti dalam memberikan tingkat kebebasan kepada responden dalam memberikan data atau informasi yang hendak disajikan. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang berperspektif emik, yakni pendekatan penelitian yang perolehan datanya dalam bentuk narasi, cerita detail, ungkapan dan bahasa asli hasil konstruksi para responden atau informan, tanpa ada evaluasi dan interpretasi dari peneliti. Data dalam bentuk cerita detail tersebut hanya dapat diperoleh, karena teknik pengumpulan datanya adalah wawancara mendalam dan atau observasi, bukan kuesioner. Dengan demikian tingkat kebebasan perspektif emik yang diberikan kepada responden atau informan sangat tinggi (Hamidi, 2010: 124-125).

Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara‐cara yan digunakan dalam penelitian dan cara‐cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian (Guba, 1990). Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat diterimanya (Kuhn, 1970)

Perspektif atau paradigma penelitian yang peneliti gunakan adalah kualitatif yang memiliki tahapan berfikir kritis-ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu (Bungin, 2010: 6).


(17)

Paradigma penelitian kualitatif yang peneliti gunakan adalah paradigma rasionalistik (verstehen) memandang bahwa realitas sosial itu sebagaimana dipahami oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang ada dan didialogkan dengan pemahaman subjek yang diteliti atau data empirik. Paradigma penelitian ini banyak digunakan antara lain dalam penelitian filsafat, bahasa, agama (ajaran) dan komunikasi. Metode yang digunakan adalah analisis isi (content analisys) (http://www.scribd.com).

2.2. Kajian Pustaka 2.2.1. Komunikasi

Komunikasi terjadi sejak manusia hidup lebih dari seorang karena komunikasi merupakan sarana interaksi manusia. Tidak mungkin ada interaksi tanpa komunikasi, baik dengan cara sederhana maupun dengan sarana canggih, bahkan kelompok hewan juga berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan bahasa yang mereka mengerti. Sebagai contoh di masa lalu, suku Indian memakai asap sebagai saran komunikasi jarak jauh, sedangkan beberapa suku di berbagai belahan dunia meniru suara yang ada di sekitarnya, seperti suara burung untuk memberi tanda tentang sesuatu. Sistem komunikasi seperti itu sering dikatakan sebagai bahasa isyarat (Mondry, 2008: 1).

Istilah komunikasi (communication) berasal dari kata: common, yang berarti “sama”, dengan maksud sama makna, sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran dan rasa antara komunikator dengan komunikan (Mondry, 2008:1).

Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi (Cangara, 2006:1).

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa:

“Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan


(18)

antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2006:18-19).

Seperti pendapat Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika dalam (Cangara, 2006:19) yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Dalam suatu komunikasi harus ada unsur komunikasi di dalam nya. Supaya proses komunikasi berlangsung baik, setiap unsur harus berperan dengan baik. Salah satu saja dari unsur komunikasi tersebut tidak berjalan dengan baik, tentu komunikasi tersebut akan terganggu. Unsur-unsur komunikasi di antara nya adalah sebagai berikut:

1. Komunikator 2. Pesan

3. Saluran 4. Komunikan

5. Efek/Dampak (Effect) 6. Umpan Balik (Feedback)

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi (Cangara, 2006:21).

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan (Cangara, 2006:21).


(19)

Manusia berkomunikasi untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, membangun kontak sosial dengan orang-orang di sekitarnya, juga untuk memengaruhi orang lain, untuk merasa, berpikir atau berperilaku seperti yang diinginkan. Akan tetapi, secara individu, tujuan seseorang berkomunikasi adalah guna mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis dirinya (Mondry, 2008:9).

Verderber (1978) dalam (Mondry, 2008:9) mengemukakan:

“Komunikasi itu memiliki dua fungsi; meliputi fungsi sosial dan pengambilan keputusan. Fungsi sosial bertujuan untuk kesenangan, menunjukkan ikatan, membangun dan memelihara hubungan dengan orang lain. Pengambilan keputusan adalah berupa memutuskan melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, misalnya apakah dirinya harus kuliah atau bekerja di pagi ini, bagaimana mempersiapkan diri menghadapi ujian di kampus atau tes promosi pekerjaan dikantor. Keputusan yang diambil seseorang sebagian ditetapkannya sendiri, sebagian lagi diputuskan setelah orang itu berkonsultasi/ membicarakannya dengan orang lain”.

Menurut Zimmerman (1978) dalam (Mondry, 2008:10) membagi komunikasi menjadi empat fungsi yang tidak saling meniadakan, meliputi komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental. Fungsi komunikasi menurut (Effendy, 2003:55) adalah menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertaint) dan mempengaruhi (to influence).

2.2.2. Komunikasi Massa

Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright dalam Liliweri 1991, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2004:3). Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79).

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Komunikasi massa berasal dari pengembangan kata


(20)

media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca. Beberapa istilah ini berkaitan dengan media massa (Nurudin, 2004:2-3).

Meskipun berbeda-beda, ternyata komunikasi massa memiliki kesamaan, walau terdapat perbedaan antara ahli psikologi sosial dengan ahli komunikasi dalam masalah komunikasi tersebut. Ahli psikologi sosial mengatakan, komunikasi massa tidak selalu dengan menggunakan media massa. Berpidato di lapangan yang disaksikan banyak orang, asal dapat menunjukkan perilaku massa (mass behaviour), sudah dapat dikatakan komunikasi massa. Namun, ahli komunikasi juga berpendapat bahwa komunikasi massa (mass communication) merupakan komunikasi melalui media massa (cetak dan atau elektronik). Jelasnya, komunikasi massa bagi ahli komunikasi merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication) (Mondry, 2008:13).

Ketika menjelaskan pendapat Harold Lasswell tentang fungsi komunikasi massa, Severin dan kawan-kawannya mengatakan begini; Harold Lasswell adalah seorang pakar komunikasi, dan sebagai seorang profesor hukum di Universitas Yale telah menunjukkan adanya tiga fungsi komunikasi massa yaitu, pertama adalah fungsi pengawasan lingkungan; yang kedua adalah fungsi korelasi atau hubungan berbagai bagian di dalam masyarakat dalam menanggapi lingkungannya; sedangkan ketiga adalah fungsi transmisi/pewarisan-pewarisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sementara itu, Charles R. Wright menambahkan satu lagi fungsi komunikasi massa yaitu fungsi hiburan (entertainment) (Fajar, 2009: 238).

Seperti pendapat Devito yang dikutip oleh Marhaeni Fajar, mengatakan popularitas dan pengaruh yang merasuk dari media massa hanya dapat dipertahankan apabila mereka menjalankan beragam fungsi pokok. Enam di antara fungsi yang paling penting yang dibahasnya adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Menghibur

Devito menyebutkan, bahwa media mendesain program-program mereka untuk menghibur khalayak. Tentu saja, sebenarnya mereka


(21)

sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada para pengiklan. Inilah sebab utamanya adanya komunikasi massa.

2. Fungsi Meyakinkan

Meskipun fungsi media yang paling jelas adalah menghibur, namun fungsinya yang terpenting adalah meyakinkan (to persuade). Persuasi dapat datang dalam banyak bentuk, misalnya: a) Mengukuhkan atau memperkuat sikap kepercayaan atau nilai seseorang, b) mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; c) Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, dan d) Memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu

3. Menginformasikan

Menurut Devito, sebagian besar informasi, kita dapatkan bukan dari sekolah, melainkan dari media. Kita belajar musik, politik, seni, film, sosiologi, psikologi, ekonomi dan masih banyak lagi subjek lainnya dari media.

4. Menganugerahkan Status

Daftar seratus orang terpenting di dunia bagi kita hampir boleh dipastikan berisi nama-nama orang yang banyak dimuat dalam media. Tanpa pemuatan orang-orang tersebut tentulah tidak penting, setidak-tidaknya di mata masyarakat. Paul Lazarsfeld dan Robert Merton, dalam karya mereka yang berpengaruh “Mass Communication, Popular Taste, and Organized Social Action” (1951), mengatakan; “jika Anda benar-benar penting, Anda akan menjadi pusat perhatian massa dan jika Anda menjadi pusat perhatian massa, berarti Anda memang penting”. Sebaliknya tentu saja, jika Anda tidak mendapatkan perhatian massa, maka Anda tidak penting.

5. Fungsi Membius

Salah satu fungsi media yang paling menarik dan paling banyak dilupakan adalah fungsi membiusnya (narcotizing). Ini berarti bahwa apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil.

6. Menciptakan Rasa Kebersatuan

Salah satu fungsi komunikasi massa yang tidak banyak orang menyadarinya adalah kemampuannya membuat kita merasa menjadi


(22)

anggota suatu kelompok bayangkanlah seorang pemirsa televisi yang sedang sendirian, duduk dikamarnya menyaksikan televisi sambil menikmati makan malam. Program-program televisi membuat orang yang kesepian ini merasa menjadi anggota sebuah kelompok yang lebih besar (Fajar, 2009: 238-243).

Banyak pakar yang mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi, kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan. Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (dalam Ardianto, 2004:15) terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan).

Komunikasi massa berfungsi untuk menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan dalam hidup seseorang. Selaku ketua komisi masalah-masalah komunikasi UNESCO (1980), Sean MacBride mengemukakan bahwa komunikasi tidak bisa diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi juga sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai pertukaran data, fakta, dan ide. Karena itu komunikasi massa dapat berfungsi untuk:

1. Informasi 2. Sosialisasi 3. Motivasi 4. Bahan diskusi 5. Pendidikan

6. Memajukan kebudayaan 7. Hiburan


(23)

2.2.3. Fotografi

Fotografi merupakan seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan. Artinya, fotografi adalah teknik melukis menggunakan cahaya. Dalam hal ini, tampak adanya persamaan antara fotografi dan seni lukis. Perbedaannya terletak pada media yang digunakan oleh kedua teknik tersebut. Seni lukis menggunakan kuas, cat dan kanvas, sedangkan fotografi menggunakan cahaya (melalui kamera) untuk menghasilkan suatu karya. Tanpa adanya cahaya, karya seni fotografi tidak akan tercipta. Selain cahaya, film yang diletakkan di dalam kamera yang kedap cahaya memberikan kontribusi yang cukup besar. Sebuah karya seni akan tercipta jika film ini terekspos oleh cahaya (Giwanda, 2001: 2).

Ilmu fotografi sudah muncul sejak zaman dahulu. Buktinya, manusia prasejarah selalu berkeinginan untuk mengabadikan setiap peristiwa yang dialaminya. Peristiwa demi peristiwa didokumentasikan melalui berbagai cara. Salah satunya dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa tersebut pada dinding gua, kulit kayu atau kulit binatang melalui teknik melukis sampai teknik fotografi yang sangat sederhana.

Teknik fotografi sederhana mulai terungkap sekitar abad ke-10. Saat itu, ilmuwan Arab bernama Alhazen menjelaskan cara melihat gerhana matahari menggunakan ruang gelap. Ruangan tersebut dilengkapi dengan sebuah lubang kecil (pinhole) yang menghadap ke matahari. Untuk pertama kalinya, prinsip kerja Alhazen berhasil ditemukan oleh Reinerus Gemma-Frisius (1554), seorang ahli fisika dan matematika dari Belanda (Giwanda, 2001: 3).

Saat ini, dunia fotografi telah memasuki babak baru, yaitu babak digital. Berbeda dengan babak konvensional, fotografi digital tidak lagi memerlukan film, kamar gelap dan berbagai zat kimia untuk mencuci film dan mencetak foto. Dalam hal ini, kamera digital menggunakan chip yang disebut charge couple device (CCD) untuk merekam gambar. Walaupun demikian, definisi dasar yang menyatakan bahwa fotografi adalah teknik “melukis dengan cahaya” belum tergeser. Fotografi digital tetap diciptakan melaui proses kreativitas manusia dengan bantuan kamera. Hukum-hukum fotografi yang menyangkut masalah pencahayaan, bukaan diafragma dan ruang tajam tidak mengalami perubahan.


(24)

Menurut Marvyn J. Rosen (dalam Giwanda, 2001: 7), fotografi digital memiliki beberapa keunggulan:

a. Hasil pemotretan dapat dilihat lebih cepat. Dengan dukungan peralatan eletronik, karya foto dapat digunakan untuk pameran (display), penerbitan dan pengiriman foto jarak jauh (melalui e-mail) dalam waktu yang relatif singkat.

b. Relatif lebih murah karena tidak menggunakan film (bebas biaya cuci cetak).

c. Mudah dalam pengoperasiannya

d. Lebih mudah diproses. Dukungan komputerisasi dapat memberikan efek khusus, seperti penyesuaian kontras foto dan koreksi warna.

e. Hasil yang permanen (tahan lama). Foto digital tidak akan mengalami perubahan, baik warna maupun ketajaman gambarnya. Berbeda dengan karya foto konvensional yang dapat berubah warna (rusak) jika melewati masa kadaluarsa.

f. Ramah lingkungan. Fotografi digital tidak menggunakan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan.

Sejalan dengan perkembangan zaman dan teknologi, dampak fotografi telah menyebar ke seluruh dunia dan merambah beragam bidang kehidupan. Kini, hampir dapat dipastikan berbagai sisi kehidupan manusia menjadikan fotografi sebagai alat dan sarana untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya kebutuhan untuk dokumentasi pribadi dan keluarga, foto jurnalistik, juga kebutuhan yang bersifat formal sampai komersial sekalipun.

Merebaknya penggunaan fotografi dalam kehidupan manusia mengakibatkan munculnya penerapan fotografi yang dispesialisasikan untuk bidang tertentu, misalnya fotografi jurnalistik, pernikahan, arsitektur dan ilmiah. Dalam hal ini, seorang fotografer dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keahlian bidang yang bersangkutan, selain mengkhususkan diri pada pemotretan kehidupan laut, selain penguasaan fotografi, ia pun harus mengetahui dan menguasai kehidupan di bawah air dan mampu melakukan penyelaman (Giwanda, 2001 :8).

Fotografi merupakan bidang yang sangat luas. Pesatnya perkembangan fotografi mengakibatkan semakin banyaknya aspek kehidupan manusia yang tersentuh oleh dunia fotografi. Sampai akhirnya, tercipta spesialisasi fotografi di berbagai aspek kehidupan manusia. Selain kemampuan di bidang fotografi,


(25)

seorang fotografer harus memahami pengetahuan khusus tentang bidang spesialisasi yang dipilihnya.

Berikut uraian singkat (Giwanda, 2001:56-57) mengenai bidang spesialisasi fotografi yang mengalami perkembangan cukup pesat:

1. Foto Jurnalistik (Photo Journalism)

Fotografi dengan spesialisasi khusus untuk mencari dan menampilkan foto-foto yang bernilai berita.

2. Fotografi Pernikahan (Wedding Photography)

Fotografi yang mengkhususkan pada pengabdian momen-momen pernikahan. Untuk dapat menekuni bidang pemotretan ini diperlukan pemahaman teknis fotografi serta wawasan tentang adat istiadat dan tata cara pernikahan.

3. Fotografi Arsitektur (Architectural photography)

Fotografi yang mengkhususkan pada obyek-obyek arsitektur dengan pendekatan dokumenter, seni dan komersial. Kebutuhan fotografi arsitektur meningkat seiring dengan maraknya bisnis properti.

4. Fashion Photography

Pertunjukan busana yang semakin marak turut mendorong tumbuhnya industri fotografi, terutama media cetak. Secara teknis, fotografer fashion dituntut memiliki kemampuan komposisi gambar serta mampu memadukan busana dan modelnya menjadi suatu gambar yang harmoni, menarik dan senantiasa segar dalam setiap pemotretan.

5. Fotografi Ilmiah (Scientific Photography)

Fotografi ilmiah mencakup keperluan khusus yang berkaitan dengan aspek-aspek ilmiah. Contohnya, penelitian mikrobiologi membutuhkan fotografi mikroskopik untuk memotret jasad renik yang terlihat di bawah mikroskop. Dengan demikian, seorang fotografer harus memahami peralatan mikrofotografi dan pengetahuan tentang jasad renik tersebut.

6. Fotografi Udara (Aerial Photography)

Fotografi udara banyak digunakan untuk keperluan survey, pemetaan, penggunaan tata ruang atau pertanian.

7. Fotografi Komersial

Fotografi komersial merupakan pemotretan khusus untuk mengkomunikasikan informasi produk. Fotografi ini bertujuan agar orang yang melihat produk tersebut tertarik untuk mencoba dan membelinya, di antaranya pembuatan katalog dan company profile 8. Fine art Photography

Fine art photography memandang fotografi sebagai media untuk mengekspresikan karya seni. Seperti layaknya kanvas, kuas dan cat yang dibutuhkan seorang pelukis, seorang fotografer membutuhkan kamera dan media foto lainnya untuk menghasilkan karya seni yang mengesankan.


(26)

2.2.4. Fotografi Jurnalistik

Fotojurnalistik menurut Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff Edom adalah panduan kata words dan pictures. Sementara menurut editor foto majalah Life dari 1937-1950, Wilson Hicks, kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan suatu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya (Alwi, 2004 : 4).

Kita sering mendengar istilah, satu foto mengandung seribu bahasa. Istilah tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya kehadiran foto, dalam media apa pun. Begitu pula halnya dalam dunia jurnalistik, kehadiran foto menjadi unsur yang sangat penting. Kita dapat membayangkan, apa jadinya jika surat kabar tidak menggunakan foto pada halaman muka? Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa tatapan mata pertama pembaca surat kabar secara otomatis akan tertuju pada foto terlebih dahulu. Artinya, penyajian dalam bentuk foto akan menjadi incaran pertama pembaca untuk melihatnya, kemudian baru membaca. Dari sekian banyak foto yang dapat ditampilkan dalam surat kabar, tentu hanya satu foto yang akan dijadikan foto utama yang memiliki nilai berita tinggi. Foto utama disajikan dalam ukuran yang besar dan berwarna.

Foto jurnalistik merupakan sajian gambar atau foto yang dapat berdiri sendiri sebagai visualisasi suatu peristiwa. Foto jurnalistik pun dapat melekat pada suatu berita sebagai pelengkap dan penguat pesan yang disampaikan dalam berita. Terkadang, berita tanpa foto menjadi kurang lengkap. Foto jurnalistik dapat menjalankan fungsi sebagai rekaman visual dalam suatu pemberitaan. Foto jurnalistik biasanya dicirikan oleh berbagai unsur yang harus dipenuhi, antara lain (a) Memiliki nilai berita tersendiri, (b) Bersifat melengkapi suatu berita/artikel, dan (c) Dimuat dalam suatu media (Yunus, 2010 : 90-91).

Dalam jurnalistik, foto harus memiliki kemampuan bercerita melalui gambar. Wartawan foto pun dituntut memiliki kemampuan memberikan penggambaran peristiwa melalui foto hasil jepretannya. Foto jurnalistik yang baik dapat dikatakan sebagai karya foto yang mampu menyajikan kisah cerita secara eksplisit dan implisit, tanpa harus menjelaskan isi foto yang disajikan. Namun, untuk mencapai foto jurnalistik yang berkualitas, perlu dihindari pula manipulasi foto tersebut. Foto jurnalistik yang baik dapat dinilai dari berbagai unsur yang


(27)

menjadi acuan nilai berita suatu foto. Ukuran nilai berita foto jurnalistik biasanya terdiri atas:

1. Aktualitas gambar sebagai refleksi dari peristiwa yang baru terjadi, bukan peristiwa yang sudah lama terjadi.

2. Relevan dengan berita sebagai pelengkap berita yang disajikan dan memiliki relevansi yang kuat dengan isi berita.

3. Kejadian luar biasa sebagai bentuk visualisasi yang pantas dipublikasikan karena dapat mengundang daya tarik pembaca.

4. Promosi sebagai sarana untuk mengekspos suatu peristiwa yang layak diketahui dan mendapat perhatian publik.

5. Human Interest sebagai bukti kedekatan visual dengan aktivitas kehidupan sehari-hari manusia

6. Universal sebagai orientasi pesan yang bersifat universal, tidak menyinggung suku, agama dan ras, serta bukan hasil karya subjektif. (Yunus, 2010 : 93).

Menurut Frank P. Hoy, dari Sekolah Jurnalistik dan Telekomunikasi Walter Cronkite, Universitas Arizona dalam bukunya yang berjudul Photojournalism The Visual Approach, ada delapan karakter fotojurnalistik:

1. Fotojurnalistik adalah komunikasi melalui foto (communication photography). Komunikasi yang dilakukan akan mengeskpresikan pandangan wartawan foto terhadap suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi.

2. Medium fotojurnalistik adalah media cetak koran atau majalah, dan media kabel atau satelit juga internet seperti kantor berita (wire services).

3. Kegiatan fotojurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita 4. Fotojurnalistik adalah paduan dari foto dan teks foto

5. Fotojurnalistik mengacu pada manusia. Manusia adalah subjek, sekaligus pembaca fotojurnalistik.

6. Fotojurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audiences). Ini berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima orang yang beraneka ragam

7. Fotojurnalistik juga merupakan hasil kerja editor foto

8. Tujuan fotojurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press) (Alwi, 2004 :4-5).

Badan Fotojurnalistik Dunia (World Press Photo Foundation) pada lomba foto tahunan yang diselenggarakan bagi wartawan seluruh dunia, memiliki kategori fotojurnalistik. Kategori itu adalah sebagai berikut:


(28)

1. Spot Photo

Foto spot adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal atau tidak terduga yang diambil oleh si fotografer langsung di lokasi kejadian. Misalnya foto peristiwa kecelakaan, kebakaran, perkelahian dan lain-lain.

2. General News Photo

General News Photo adalah foto-foto yang diabadikan dari peristiwa yang terjadwal, rutin dan biasa. Temanya bisa bermacam-macam, yaitu politik, ekonomi dan humor. Contohnya foto presiden menganugerahkan Bintang Mahaputra, menteri membuka pameran dan lain-lain.

3. People in the News Photo

Adalah foto tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita. Yang ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang menjadi berita itu. Contohnya foto anak korban bom pada perang Irak dan lain-lain.

4. Daily Life Photo

Adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest). Misalnya, foto tentang pedagang gitar.

5. Potrait

Adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up dan “mejeng”. Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang dimiliki atau kekhasan lainnya.

6. Sport Photo

Adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga. Karena olahraga berlangsung pada jarak tertentu antara atlet dengan penonton dan fotografer, dalam pembuatan foto olahraga dibutuhkan perlengkapan yang memadai, misalnya lensa yang panjang serta kamera yang menggunakan motor drive. Menampilkan gerakan


(29)

dan ekspresi atlet dan hal lain yang menyangkut olahraga. Contoh, foto petenis wanita, mengembalikan bola kepada lawannya.

7. Science and Technology Photo

Adalah foto yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, foto penemuan mikro chip komputer baru, foto proses pengkloningan domba dan lain sebagainya.

8. Art and Culture Photo

Adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya. Misalnya, pertunjukan artis di panggung, kegiatan artis di belakang panggung dan lain sebagainya.

9. Social and Environment

Adalah foto-foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya. Contohnya, foto penduduk di sekitar kali yang sedang mencuci piring, foto asap buangan kendaraan di jalan dan sebagainya.

Syarat fotojurnalistik, setelah mengandung berita dan secara fotografi, bagus (fotografis), syarat lain lebih kepada foto harus mencerminkan etika atau norma hukum, baik dari segi pembuatannya maupun penyiarannya. Di Indonesia, etika yang mengatur fotojurnalistik ada pada kode etik yang disebut Kode Etik Jurnalistik. Pasal-pasal yang mengatur hal tersebut, khusunya pada pasal 2 dan 3.

“Pasal 2 berisi pertanggungjawaban yang antara lain: wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan bangsa dan negara, hal-hal yang dapat menimbulkan kekacaukan, hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi undang-undang. Sementara pada Pasal 3 berisi cara pemberitaan dan menyatakan pendapat, antara lain disebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita. Di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini)” (Alwi, 2004 :9-10).


(30)

Foto yang bagus mengandung isi yang kuat. Evaluasi isi foto memang bersifat subjektif, namun ada beberapa patokan yang disepakati umum. Gambar yang baik menggunakan teknik komposisional yang baik. Fotografer dapat memanfaatkan banyak teknik saat mengambil gambar. Menggunakan banyak teknik saat mengambil gambar. Menggunakan beberapa kaidah komposisi bisa meningkatkan mutu isi gambar, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Center of interest.

Alasan mengapa foto diambil harus terlihat jelas bagi pemirsanya. Isi foto harus jelas terlihat dan diletakkan secara strategis dalam kerangka. 2. Rule of thirds

Memotret subjek dengan menempatkannya langsung di tengah frame biasanya menghasilkan foto yang statis dan kurang menarik. “Kaidah emas” menyatakan bahwa isi yang bermakna diletakkan bukan di tengah frame. Saat melihat melalui lensa kamera, fotografer bisa secara visual membagi space menjadi tiga baik secara vertikal maupun horizontal. Persilangan dari area ini akan menghasilkan titik temu yang menonjol dan menarik. Poin ini menjadi area yang lebih menonjol untuk menempatkan informasi visual dalam frame. Ketika menggunakan kaidah ini, fotografer harus memastikan bahwa apa yang ada diisi subjek menambah konteks visual dari foto.

3. Leading lines

Garis dalam foto dapat membawa pemirsanya langsung ke subjek utama. Garis-garis ini bisa berbentuk nyata seperti jalan atau jalur yang ditempuh seseorang, atau bisa juga samar, seperti garis geometris dengan detail arsitektural.


(31)

4. Framing

Framing dalam foto memanfaatkan detail latar depan dan belakang untuk memberikan batas parsial atau framedi seputar subjek utama. Fotografer sering menggunakan bagian dari bunga atau cabang pohon untuk memberi frame halus pada wajah subjek guna memberikan daya tarik tekstural. Fotografer yang memotret gambar pemandangan yang indah sering menggunakan pohon sebagai latar depan untuk gambar guna menunjukkan jarak.

5. Grounds

Meskipun foto memadatkan pemandangan tiga dimensi menjadi gambar dua dimesi, foto masih bisa menunjukkan kedalaman dan menunjukkan perbedaan spesial. Menempatkan isi yang bermakna di latar depan, tengah dan belakang gambar akan membantu prinsip ini.

6. Lighting

Pencahayaan yang menarik dapat membuat gambar lebih menarik. 7. Impact

Dampak adalah kekuatan foto untuk merebut perhatian orang. Pemirsa mungkin akan tertarik pada satu foto karena isinya yang dramatis. Gambar konflik sering termasuk dalam kategori ini (Rolnicki, 2008: 323-326).

Selain itu, komposisi sebuah foto juga dijelaskan dalam buku Foto Jurnalistik (Alwi, 2004: 42-44) sebagai berikut:

Komposisi dilakukan berdasarkan: (1) point of interest adalah hal atau sesuatu yang paling menonjol pada foto, yang membuat orang langsung melihat kepadanya, bisa disebut juga pusat perhatian. Misalnya memotret orang berbaris. Point of interest nya dipilih orang yang berada di tengah. Kegiatan membingkai orang yang berada di tengah itu, dalam hal ini disebut kegiatan membingkai atau (2) framing. Framing menggunakan lensa fiks, dilakukan dengan cara fotografer maju-mundur, mendekat dan menjauhi objek. Tetapi dengan lensa zoom maka


(32)

framing dilakukan dengan cara memutar ring zoom ke kanan-kiri atau ke depan-belakang searah objek foto. Lalu, saat melakukan framing, dipikirkan bagaimana posisi objek foto (point of interest) dengan objek lain menyangkut keseimbangannya, yang dalam hal ini kegiatan tersebut disebut mempertimbangkan keseimbangan objek foto atau (3) balance. Itulah langkah-langkah yang ditempuh saat melakukan komposisi yang meliputi menentukan point of interest, melakukan framing dan mempertimbangkan balance.

Foto jurnalistik bukanlah memotret objek foto sambil lalu, hasil gambar foto harus optimal. Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal yang dapat membuat foto jurnalistik menjadi lebih optimal sehingga foto dapat bercerita melalui visual, sekalipun tidak didukung informasi informasi verbal. Acuan sederhana untuk menghasilkan foto jurnalistik yang optimal, setidaknya harus memenuhi kriteria berikut:

1. Foto didukung oleh pencahayaan yang tepat 2. Foto diambil dari berbagai angle gambar (posisi) 3. Foto memiliki objek yang menjadi fokus

4. Posisi kamera harus disesuaikan dengan objek foto, baik horizontal atau vertikal

5. Objek foto harus diatur dengan pas, termasuk menyingkirkan hal-hal yang dapat mengganggu pengambilan gambar foto

6. Pemotoan harus memperhitungkan jumlah orang dan menghindari pemotongan gambar foto orang

7. Foto diambil beberapa kali, sebagai alternatif pilihan foto terbaik 8. Foto diambil dalam berbagai variasi posisi, misalnya saat bekerja, close

up, saat interview

9. Pemotongan gambar foto (cropping) dilakukan sesuai keperluan

10.Cantumkan teks foto (caption) dan nama Anda sebagai fotografer (Yunus, 2010 :94).

Komposisi juga disusun berdasarkan jarak pemotretan yang dilakukan dengan variasi long shot, medium shot, dan close up. Juga sudut pengambilan dengan variasi high angle dan low angle. Lalu penempatan objek lain denga objek utama, dengan variasi foreground dan background dan posisi kamera yang diletakkan vertikal dan horizontal.


(33)

1. Long Shot

Komposisi yang dihasilkan adalah objek (point of interest) kecil. Hal ini karena kamera berada pada jarak yang jauh dengan objek foto, sehingga hasil foto/proyeksi foto pada kaca pembidik terlihat juga kecil. Komposisi dengan pemotretan peroleh foto berkesan memperlihatkan suasana. Misalnya suasana demo.

2. Medium Shot

Komposisi yang dihasilkan adalah objek yang difoto (point of interest) sudah terlihat lebih besar dibandingkan pada pemotretan long shot. Hal ini karena kamera sudah berada atau diletakkan lebih dekat jaraknya dengan objek foto.

3. Close Up

Komposisi yang terlihat hanya objek yang difoto saja atau yang dijadikan point of interest, pada seluruh permukaan foto atau kaca pembidik. Tak ada objek lain sehingga hasil foto, objek juga terlihat besar. Pemotretan close up dilakukan untuk memperlihatkan ekspresi orang atau detail suatu benda.

4. High Angle

Adalah pemotretan dengan menempatkan objek foto lebih rendah daripada kamera. Atau, kamera berada lebih tinggi daripada objek foto, sehingga yang telihat pada kaca pembidik objek foto yang terkesan mengecil.

5. Low Angle

Adalah pemotretan dengan kamera yang ditempatkan lebih rendah daripada objek foto. Atau, objek foto berada lebih tinggi daripada kamera, sehingga objek foto terkesan membesar pada kaca pembidik. 6. Foreground

Adalah pemotretan dengan menempatkan objek lain di depan objek utama. Tujuannya, selain sebagai pembanding juga untuk memperindah objek utama. Objek di depan disebut foreground atau


(34)

latar depan, bisa dibuat tajam (fokus), bisa pula tidak tajam (blur). Fokus dilakukan pada objek utama. Hasil foto terkesan objek utama terhalang oleh objek lain di depannya. Contohnya: demo mahasiswa yang dijaga polisi di depannya.

7. Background

Kebalikan dari foreground adalah pemotretan dengan menempatkan objek utama di depan objek lain. Tujuannya seperti foreground, yaitu untuk pembanding dan memperindah objek utama. Objek lain di belakang disebut latar belakang (background), bisa dibuat fokus menggunakan diafragma di atas f/5,6 seperti f/11-f/22, atau tidak fokus dengan diafragma f/1,2-f/2,8. Fokus ada pada objek utama. 8. Horizontal dan Vertical

Adalah pemotretan dengan posisi kamera mendatar (horizontal) dan hasil fotonya juga mendatar (horizontal). Sementara vertical, posisi kamera berdiri (vertical), sehingga hasil fotonya juga vertikal (vertical).

Untuk mengoptimalkan hasil foto jurnalistik, wartawan foto harus terinspirasi untuk selalu memberikan sesuatu yang “baru” kepada pembaca. Sesuatu yang baru dapat diimplementasikan dalam bentuk gambar foto yang unik atau tidak lazim dalam pengambilan gambar foto. Selain itu, wartawan foto juga harus sering mengamati hasil karya foto jurnalistik lainnya sebagai perbandingan. Hal ini sekaligus menjadi antisipasi terhadap persaingan foto jurnalistik yang berkembang, apalagi saat ini hampir seluruh wartawan foto di industri media cetak memiliki kemampuan dan dukungan teknologi kamera yang relatif sama. Maka, selain komposisi yang dipaparkan di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita memotret, diantaranya sebagai berikut:

1. Fokus

Adalah kegiatan mengatur ketajaman objek foto yang telah dijadikan point of interest pada saat komposisi. Dilakukan dengan cara memutar ring fokus pada lensa sehingga terlihat pada kaca pembidik, objek yang tadinya tidak tajam dan tidak jelas, menjadi fokus dan tajam serta jelas


(35)

bentuk dan tampilannya. Fokus bisa dilakukan dengan cara mengira-ngira jarak antara objek foto dengan kamera.

2. Kecepatan

Setelah melakukan komposisi dan fokus maka langkah selanjutnya dalam memotret adalah mengatur kecepatan. Kecepatan adalah gerakan tirai yang membuka-menutup sesuai angka yang dipilih pada tombol kecepatan. Tirai ada pada bagian belakang dalam kamera. Rumus kecepatan adalah “makin besar kecepatan (ditunjukkan dengan angka yang besar), makin sebentar/sedikit cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera dan membakar film”. Sebaliknya, “makin kecil kecepatan (ditunjukkan dengan angka yang kecil), makin lama/banyak cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera dan membakar film”.

3. Diafragma (Aperture)

Sama dengan kecepatan, diafragma juga diibaratkan bola mata manusia. Kalau bola mata membesar, berarti cahaya yang bisa masuk ke dalam mata manusia banyak, terutama kalau manusia berada pada tempat yang gelap, sehingga manusia bisa melihat di dalam kegelapan. Sebaliknya, kalau bola mata manusia mengecil, berarti cahaya yang bisa masuk ke dalam mata manusia sedikit, hal ini terutama kalau manusia berada di tempat yang terang di mana manusia mengerdip sehingga bola mata pun mengecil dan cahaya yang bisa masuk ke dalam mata manusia pun juga sedikit. Teori diafragma yaitu, “makin besar diafragma (ditunjukkan dengan angka yang kecil), makin banyak cahaya yang bisa lolos ke kamera melalui lensa”. Sebaliknya,”makin kecil diafragma (ditunjukkan dengan angka yang besar) maka makin sedikit cahaya yang bisa lolos ke dalam kamera melalui lensa (Alwi, 2004: 48-50).


(36)

Teknik memotret adalah suatu cara dalam memotret setelah diketahui bagaimana tahapan memotret. Cara-cara itu seperti menggerakkan kamera saat menekan tombol kamera pada pemotretan panning atau menekan tombol kamera sambil menekan tombol pelepas pengait film yang ada di bawah kamera, saat memotret multiple exposure dan menekan tombol kamera sambil memutar ring zoom pada lensa saat memotret zooming dan sebagainya.

Teknik memotret bermacam-macam, tetapi yang banyak digunakan untuk pemotretan fotojurnalistik adalah sebagai berikut:

1. Freeze

Freeze adalah teknik memotret pada objek bergerak yang

menginginkan objek tersebut berhenti (diam/freeze) setelah dipotret. Karena itu digunakan kecepatan tinggi atau di atas 1/60 sesuai gerakan objek foto.

2. Blur

Blur adalah teknik memotret pada objek bergerak untuk memperoleh hasil foto objek yang bergerak tersebut menjadi blur atau tidak fokus (goyang), sementara objek yang tidak bergerak diam dan tajam. Karena itu kecepatan yang digunakan adalah kecepatan rendah atau di bawah 1/60. Tetapi memotret blur berbeda dengan memotret yang tidak fokus atau goyang. Harus ada objek yang tajam, tidak boleh semuanya tidak tajam (blur).

3. Panning

Adalah teknik memotret dengan menggerakkan kamera sesuai gerakan objek foto. Kalau objek foto bergerak dari kiri-kanan atau dari kanan-kiri maka kamera digerakkan sesuai gerakan tersebut. Tujuannya adalah supaya gerakan tersebut terekam oleh kamera hanya lintasannya saja pada latar belakang objek foto secara blur bergaris. Karena itu kecepatan yang dipakai adalah kecepatan rendah atau di bawah 1/60, supaya saat kamera digerakkan, tirai kamera masih membuka sebelum kemudian menutup. Pada saat tirai kamera menutup, posisi kamera


(37)

berada di tengah objek foto, sehingga objek foto tajam terekam oleh kamera, sementara latar belakangnya blur bergaris, sebagai hasil gerakan kamera. Panning tidak bisa dilakukan pada jarak yang terlalu jauh antara objek foto dengan kamera.

4. Zooming

Adalah teknik memotret untuk memperoleh hasil foto dengan kesan objek mendekat/menjauhi kamera. Untuk itu digunakan lensa zoom. Kecepatan yang digunakan sama dengan kecepatan yang digunakan pada pemotretan panning, yaitu rendah atau di bawah 1/60. Fokus sudah dilakukan sebelum ring zoom diputar (prefokus). Karena menggunakan kecepatan rendah maka memotret zooming dilakukan di tempat yang cahayanya yang juga tidak terlalu terang atau gunakan film ASA rendah.

5. Multiple Exposure

Adalah teknik memotret untuk memperoleh hasil foto dengan kesan menumpuk objek yang difoto lebih dari satu kali tetapi berada pada satu frame (bingkai film). Caranya, yaitu pada kamera manual, tangan kanan menekan tombol berulang kali, sambil tangan kiri menekan tombol pelepas pengait film yang ada di bawah kamera.

6. Window Light

Teknik window light adalah teknik memotret dengan memanfaatkan cahaya dari satu sumber, bisa itu cahaya dari jendela (window), bisa juga cahaya dari sumber lain yang searah seperti halnya cahaya jendela.

7. Siluet

Adalah teknik memotret dengan menempatkan kamera menghadap langsung sumber cahaya, sementara objek foto berada di tengah-tengah sumber cahaya dengan kamera. Hasil fotonya, objek foto gelap sementara latar belakang (sumber cahaya) terang, sehingga terjadi yang namanya siluet (objek lebih gelap dari latar belakang).


(38)

2.2.4.1. Metode EDFAT

Sebagai salah satu metode pemotretan untuk melatih cara pandang melihat sesuatu dengan detail yang tajam, biasanya menggunakan metode Entire Detail Frame Angle Time yang biasa disingkat dengan EDFAT. EDFAT merupakan metode yang diperkenalkan Walter Cronkie School of Journalism and Telecommunication Arizona State University. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metode ini adalah sesuatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa bernilai berita EDFAT merupakan suatu pembiasaan. Melatih metode EDFAT dalam tindakan fotografi setiap calon foto jurnalis maupun fotografer amatir, setidaknya membantu proses percepatan pengambilan keputusan terhadap suatu event atau kondisi visual bercerita dan bernilai berita dengan cepat dan lugas.

a. Entire (E)

Dikenal juga sebagai ‘established shot’, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa atau bentuk penugasan lain. Untuk mengincar atau mengintai bagian-bagian untuk dipilih sebagai obyek.

b. Detail (D)

Suatu pilihan atas bagian tertentu dari keseluruhan pandangan terdahulu (entire). Tahap ini adalah suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai paling tepat sebagai ‘point of interest’

c. Frame (F)

Suatu tahapan di mana kita mulai membingkai suatu detil yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang calon foto jurnalis mengenal arti suatu komposisi, pola, tekstur dan bentuk subyek pemotretan dengan akurat. Rasa artistik semakin penting dalam tahap ini.

d. Angle (A)

Tahap dimana sudut pandang menjadi dominan, ketinggian, kerendahan, level mata, kiri, kanan dan cara melihat. Fase ini penting mengkonsepsikan visual apa yang diinginkan.


(39)

e. Time (T)

Tahap penentuan penyinaran dengan kombinasi yang tepat antara diafragma dan kecepatan atas ke empat tingkat yang telah disebutkan sebelumnya. Pengetahuan teknis atas keinginan membekukan gerakan atau memilih ketajaman ruang adalah satu prasyarat dasar yang sangat diperluka

2.2.5. Media Massa

Media massa merupakan media yang diperuntukkan untuk massa. Dalam ilmu jurnalistik, media massa yang menyiarkan berita atau informasi disebut juga dengan istilah pers (Sudarman, 2008: 5-6).

Menurut Undang-Undang (UU) Pokok Pers pasal 1 ayat (1), pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media eletronik dan segala jenis yang tersedia. Misi yang diemban dan dilaksanakan oleh pers atau media massa adalah ikut mengamankan, menunjang dan menyukseskan pembangunan nasional. Baik media massa eletronik seperti media massa televisi, radio, maupun media massa cetak seperti surat kabar, majalah dan tabloid.

Bentuk bentuk media massa tersebut antara lain adalah: a. Televisi

Dewasa ini televisi boleh dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang. Hasil penelitian yang pernah dilakukan pada masyarakat Amerika ditemukan bahwa hampir setiap orang di benua itu menghabiskan waktunya antara 6-7 jam per minggu untuk menonton TV.


(40)

b. Radio

Salah satu kelebihan media radio dibanding dengan media lainnya adalah cepat dan mudah dibawa ke mana-mana. Radio bisa dinikmati sambil mengerjakan pekerjaan lain seperti menulis, menjahit dan semacamnya. Suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada media lain seperti TV, film dan surat kabar.

c. Film

Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan TV. Film dengan kemampuan visualnya yang didukung dengan audio yang khas, sangat efektif sebagai media hiburan dan juga sebagai media pendidikan dan penyuluhan. Ia bisa diputar berulangkali pada tempat dan khalayak yang berbeda. d. Surat Kabar

Surat kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan TV. Kelebihan surat kabar adalah mampu memberi informasi yang lebih lengkap, bisa dibawa ke mana-mana, terdokumentasi sehingga mudah diperoleh bila diperlukan.

e. Majalah

Menurut Dominick (dalam Ardianto, 2004:107) klasifikasi majalah dibagi ke dalam lima kategori utama, yakni (1) general consumer magazine (majalah konsumen umum), (2) business publication (majalah bisnis), (3) literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah), (4) newsletter (majalah khusus terbitan berkala), (5) Public Relations Magazine (majalah humas).

Menurut Cangara (2006 :122) karakteristik media massa adalah:

a. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pemgumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.


(41)

Walaupun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

c. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, di mana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.

d. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar dan semacamnya.

e. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan di mana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

Secara umum, fungsi media massa menurut (Sudarman. 2008 :7-8) adalah sebagai berikut :

a. Menginformasikan (to inform). Maksudnya bahwa media massa merupakan tempat untuk menginformasikan peristiwa-peristiwa atau hal-hal penting yang perlu diketahui oleh khalayak.

b. Mendidik (to educate). Tulisan di media massa dapat mengalihkan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, membentuk watak dan dapat meningkatkan keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan para pembacanya.

c. Menghibur (to intertaint). Media massa merupakan tempat yang dapat memberikan hiburan atau rasa senang kepada pembacanya atau khalayaknya. Menurut Willian S. Howell, hiburan bisa digunakan untuk meredakan ketegangan dan melunakkan potensi pertentangan atau friksi. Tulisan yang bersifat menghibur biasanyan dalam bentuk karangan khas (feature), cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar/karikatur dan juga puisi.

d. Mempengaruhi (to influence), maksudnya bahwa media massa dapat mempengaruhi pembacanya. Baik pengaruh yang bersifat pengetahuan (cognitive), perasaan (afective) mupun tingkah laku (conative).

e. Memberikan respons sosial (to social responsibility), maksudnya bahwa dengan adanya media massa kita dapat menanggapi tentang fenomena dan situasi sosial atau keadaan sosial yang terjadi.

f. Penghubung (to linkage), maksudnya bahwa media massa dapat menghubungkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara perseorangan baik secara langsung maupun tak langsung. Misalnya ketika terjadi busung lapar yang melanda suatu daerah tertentu, dengan adanya informasi dari media massa bencana tersebut bisa teratasi.


(42)

2.2.6. Surat Kabar

Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guttenberg di Jerman. Surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman Orde Lama serta Orde Baru (Ardianto, 2004 :101).

Adapun ciri-ciri surat kabar sebagaimana dipaparkan oleh Effendy (2003: 91-92) adalah sebagai berikut:

1. Publisitas

Yang dimaksud dengan publisitas (publicity) adalah penyebaran kepada publik atau khalayak. Karena diperuntukkan khalayak, maka sifat surat kabar adalah umum.

2. Periodisitas

Periodisitas (periodicity) adalah ciri surat kabar yang kedua. Keteraturan terbitnya surat kabar bisa satu kali sehari, bisa dua kali sehari, dapat pula satu kali atau dua kali seminggu.

3. Universalitas

Yang dimaksud dengan universalitas (universality) sebagai ciri ketiga surat kabar adalah kesemestaan isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia.

4. Aktualitas

Aktualitas (actuality) sebagai ciri keempat dari surat kabar adalah mengenai berita yang disiarkannya.

Media cetak tergolong jenis media massa yang populer. Media cetak merupakan media komunikasi yang bersifat tertulis/tercetak. Salah satunya surat kabar yaitu media komunikasi yang berisikan informasi aktual dari berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, kriminal, seni, olahraga, luar negeri, dalam negeri dan sebagainya. Surat kabar lebih menitikberatkan pada penyebaran informasi (fakta maupun peristiwa) agar diketahui publik. Surat kabar pada


(43)

umumnya terbit harian, sekalipun ada juga surat kabar mingguan. Dari segi ruang lingkupnya, ada surat kabar lokal atau surat kabar nasional (Yunus, 2010 : 29).

Dalam peradaban umat manusia, media massa yang paling banyak dinikmati oleh para pembaca (reader) adalah surat kabar di seluruh dunia. Berdasarkan daya edarnya, jenis-jenis surat kabar dapat digolongkan atas surat kabar internasional, nasional dan lokal. Surat kabar internasional yaitu surat kabar yang daya edarnya bersifat internasional. Seperti surat kabar Sunday Time, The Jakarta Post, The Strait Times dan lain sebagainya. Surat kabar nasional yaitu surat kabar yang daya edarnya berskala nasional. Seperti Kompas, Republika, Suara Pembaruan dan lain sebagainya. Surat kabar lokal yaitu surat kabar yang daya edar jangkauan terbitannya berskala lokal. Seperti surat kabar Analisa daya edarnya hanya sekitar Medan saja (Sudarman, 2008 : 11).

Surat kabar sebagai media massa cetak memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) Publisitas (publicity) yaitu penyebarannya yang ditujukan kepada khalayak atau masyarakat umum. Karakteristik masyarakat umum adalah bersifat heterogen atau memiliki perbedaan-perbedaan. Baik perbedaan: suku, agama, keyakinan, usia, latar belakang pendidikan, status sosial, profesi, pekerjaan, tempat tinggal dan lain sebagainya. (2) Periodesitas, artinya bahwa surat kabar memiliki keteraturan dalam terbitannya. Misalnya surat kabar harian, terbit setiap hari Senin hingga Ahad dan seterusnya. Surat kabar mingguan terbit setiap dua minggu dan seterusnya. Secara teratur surat kabar tersebut terbit sesuai dengan periodesitasnya. (3) Universalitas, artinya bahwa isi dari surat kabar merupakan sesuatu yang universal (kesemestaan), berkaitan dengan keragaman dan umum. Dengan demikian isi dari surat kabar itu meliputi seluruh aspek kehidupan umat manusia seperti masalah ekonomi, seni, politik, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan lain lain, semua itu ada dalam surat kabar. (4) Aktualitas, artinya bahwa apa yang ada dalam surat kabar adalah sesuatu yang aktual. Jika mengacu pada konsep berita, aktualitas adalah sesuatu yang cepat dilaporkan, mengenai fakta-fakta atau opini yang penting dan menarik bagi masyarakat luas. Misalnya tentang terjadinya kecelakaan lalu lintas, berhasilnya Satelit Palapa diluncurkan ke ruang angkasa, kemenangan kandidat calon presiden yang baru terpilih, terjadinya bencana alam dan lain sebagainya. (5)


(44)

Terdokumentasikan, artinya bahwa berbagai fakta, berita, informasi, opini yang termuat di surat kabar dapat didokumentasikan atau dikliping. Jika sewaktu-waktu dokumentasi itu kita butuhkan, kita dapat membukanya kembali. Bahkan jika tulisan-tulisan kita yang telah dimuat di media massa dapat melebihi 40 halaman, dapat kita dokumentasikan dalam bentuk buku (Sudarman, 2008: 11-12).

Dalam penelitian ini surat kabar yang digunakan sebagai subjek penelitian adalah Harian Kompas. Harian Kompas berkantor pusat di Jakarta dan merupakan bagian dari kelompok Kompas Gramedia. Selain itu, Harian Kompas juga dapat diakses melalui e-paper dengan konsep surat kabar digital, sehingga dapat memudahkan peneliti mendapatkan tambahan informasi. Harian Kompas merupakan satu-satunya koran di Indonesia yang diaudit oleh Audit Bureu of Circulations (ABC).

Harian Kompas ini telah menjadi referensi khalayak yang dipercaya sejak terbit pada tahun 1965. Harian Kompas termasuk ke dalam pers berkualitas (quality newspaper), yaitu penerbitan pers yang memilih cara penyajian yang etis, moralis dan intelektual (Amar, 1984 dalam Sumadiria, 2005: 39). Pers berkualitas dikelola secara konseptual dan profesional. Materi laporan, ulasan dan tulisan berkualitas termasuk berat.

Awalnya harian ini diterbitkan dengan nama Bentara Rakyat. Atas usul Presiden Soekarno namanya diubah menjadi Kompas, sebagai media pencari fakta dari segala penjuru. Kompas mulai terbit tanggal 28 Juni 1965 berkantor di Jakarta Pusat dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969 Kompar merajai penjualan surat kabar secara nasional. Seperti kebanyakan surat kabar lain, Harian Kompas dibagi menjadi tiga halaman bagian, yaitu bagian depan yang memuat berita nasional dan internasional, bagian berita bisnis dan keuangan, serta bagian berita olahraga


(45)

2.3. Model Teoretik

Berdasarkan kerangka konsep yang dikembangkan dari kerangka teori sebelumnya, maka peneliti membuat model teoritis. Model ini berguna untuk menggambarkan rencana atau strategi penelitian yang akan dilakukan kemudian.

Model teoritisnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Teoretik Sumber: Modifikasi Peneliti, 2012 Menghimpun data foto

kerusuhan yang terjadi di Mesuji Lampung

Mengklasifikasikan berdasarkan kriteria foto jurnalistik

Menganalisis Isi Fotografi Jurnalistik


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi kualitatif. Analisis isi kualitatif memfokuskan risetnya pada isi komunikasi yang tersurat (tampak atau manifest). Karena itu tidak dapat digunakan untuk mengetahui isi komunikasi yang tersirat (latent). Misalnya, mengapa surat kabar A memberikan konflik Mesuji lebih banyak dari surat kabar lainnya, mengapa RCTI memberitakan isu kenaikan BBM dengan cara berbeda dengan TransTV, dan lainnya. Karena itu diperlukan analisis isi yang lebih mendalam dan detail untuk memahami produk isi media dan mampu menghubungkannya dengan konteks sosial/realitas yang terjadi sewaktu pesan dibuat. Karena semua pesan teks, simbol, gambar dan sebagainya adalah produk sosial dan budaya masyarakat. Inilah yang disebut analisis isi kualitatif (Kriyantono, 2010:251).

Altheide 1996 mengatakan bahwa analisis isi kualitatif disebut pula sebagai Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Artinya, istilah ECA adalah periset berinteraksi dengan material-material dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara mendalam sehingga pernyataan-pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis (Kriyantono, 2010:251).

Karena itu beberapa yang harus diperhatikan oleh periset Ida (dalam Kriyantono. 2010:252) :

1. Isi (content) atau situasi sosial seputar dokumen (pesan/teks) yang diriset. Misalnya, periset harus mempertimbangkan faktor ideologi institusi media, latar belakang wartawan dan bisnis, karena faktor-faktor ini menentukan isi berita dari media tersebut.

2. Proses atau bagaimana suatu produk media/isi pesannya dikreasi secara aktual dan diorganisasikan secara bersama. Misalnya, bagaimana berita diproses, bagaimana format pemberitaan TV yang dianalisis tadi disesuaikan dengan keberadaan dari tim pemberitaan,


(47)

bagaimana realitas objektif diedit ke dalam realitas media massa dan lainnya.

3. Emergence, yakni pembentukan secara gradual/bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi. Disini periset menggunakan dokumen atau teks untuk membantu memahami proses dan makna dari aktivitas-aktivitas sosial. Dalam proses ini periset akan mengetahui apa dan bagaimana si pembuat pesan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya atau bagaimana si pembuat pesan mendefinisikan sebuah situasi.

Analisis isi kualitatif ini bersifat sistematis, analitis tapi tidak kaku seperti dalam analisis isi kuantitatif. Kategorisasi dipakai hanya sebagai guide, diperbolehkan konsep-konsep atau kategorisasi yang lain muncul selama proses riset.

Ada banyak manfaat dalam penggunaan metode analisis isi. Menurut Wimmer dan Dominick (dalam Suyanto, 2008:127) setidaknya adal 5 manfaat yang dapat diidentifikasi, yaitu:

1. Menggambarkan Isi Komunikasi (Describing Communication Content). Yaitu mengungkap kecenderungan yang ada pada isi komunikasi, baik melalui media cetak maupun eletronik. Misalnya penelitian yang ingin mengetahui apakah statement elite tertentu di media massa menggunakan gaya komunikasi politik yang agresif, menyerang pihak lain, atau submisif, yang cenderung diam dan mengalah. Apakah surat kabar dalam memberitakan konflik-konflik politik, bersifat imparsial ataukah partisan.

2. Menguji Hipotesis tentang Karakteristik Pesan ( Testing Hipothesis of Messages Characteristics). Sejumlah peneliti analisis isi berusaha menghubungkan karakteristik tertentu dari komunikator (sumber) dengan karakteristik pesan yang dihasilkan.

3. Membandingkan Isi Media dengan Dunia Nyata (Comparing Media Content to the “Real World”). Banyak analisis isi digunakan untuk menguji apa yang ada di media dengan situasi aktual yang ada di kehidupan nyata.


(48)

4. Memperkirakan Gambaran Kelompok Tertentu di Masyarakat (Assessting the Image of Particular groups in Society). Sejumlah penelitian analisis isi telah memfokuskan dan mengungkap gambaran media mengenai kelompok minoritas tertentu. Di sini analisis isi digunakan untuk meneliti masalah sosial tentang diskriminasi dan prasangka terhadap kelompok minoritas, agama tertentu, etnik dan lainnya.

5. Mendukung Studi Efek Media Massa. Penggunaan analisis isi acap kali juga digunakan sebagai sarana untuk memulai penelitian efek media massa. Seperti dalam penelitian cultivation analysis, di mana pesan yang dominan dan tema-tema isi media yang terdokumentasi melalui prosedur yang sistematis, dikorelasikan dengan studi lain tentang khalayak, penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah pesan-pesan di media mssa tersebut menumbuhkan sikap-sikap yang serupa di antara para pengguna media yang berat (heavy users).

Penelitian dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis) merupakan teknik penelitian alternatif bagi kajian komunikasi yang cenderung lebih banyak mengarah pada sumber (source) maupun penerima pesan (receiver). Pendekatan penelitian ini mengedepankan penyajian data secara terstruktur serta memberikan gambaran terinci tentang objek penelitian berupa pesan komunikasi (Birowo, 2004:146).

Menurut pendapat Frey 1991 dalam (Birowo, 2004:146) tujuan utama dari penelitian dengan teknik analisis isi adalah mendeskripsikan karakteristik pesan yang ada dalam ranah publik dengan perantaraan teks. Oleh karena dalam analisis isi yang menjadi bahan penelitian adalah pesan (message), makan memungkinkan peneliti memilih objek kajian penelitian yang sangat luas. Pesan itu sendiri jika mengacu pada Leeuwen dan Jewit yang di kutip oleh (Birowo, 2004:147) terdiri dari komponen: words, actions, pictures, sehingga penelitian dengan teknik analisis isi sebenarnya memiliki wilayah yang luas untuk menggali problem-problem yang ada dalam objek penelitian komunikasi.


(49)

Analisis isi (Content Analysis) adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungaan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh itu, makna komunikasi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi (Bungin, 2010:155).

Sebenarnya analisis isi komunikasi amat tua umurnya, setua umur manusia. Namun, penggunaan teknik ini diintroduksikan di bawah nama Analisis Isi (Content Analysis) dalam metode penelitian tidak setua umur penggunaan istilah tersebut. Tuanya umur penggunaan analisis isi dalam praktik kehidupan manusia terjadi karena sejak ada manusia di dunia, manusia saling menganalisis makna komunikasi yang dilakukan antara satu dengan lainnya. Bahkan lebih jauh dari itu, manusia melakukan analisis makna hubungan dia dengan TuhanNya. Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian justru muncul dari orang seperti Bernard Berelson (1959) (dalam Bungin, 2010:155) mendefinisikan analisis isi dengan: content analysis is a research technique fot the objective, systematic, and quantitative description of the manifest content communication. Tekanan Berelson adalah menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian yang objektif, sistematis, dan deskripsi kuantitatif dari apa yang tampak dalam komunikasi.

Penggunaan analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya. Hanya saja, karena teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik kuantitatif maupun kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua pendekatan itu (Bungin, 2010:156).

Penggunaan analisis isi untuk penelitian kualitatif tidak jauh berbeda dengan pendekatan lainnya. Awal mula harus ada fenomena komunikasi yang dapat diamati, dalam arti bahwa peneliti harus lebih dulu dapat merumuskan dengan tepat apa yang ingin diteliti dan semua tindakan harus didasarkan pada tujuan tersebut. Langkah berikutnya adalah memilih unit analisis yang akan dikaji, memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Kalau objek penelitian berhubungan dengan data-data verbal (hal ini umumnya ditemukan dalam analisis


(50)

isi), maka perlu disebutkan tempat, tanggal, dan alat komunikasi yang bersangkutan. Namun, kalau objek penelitian berhubungan dengan pesan-pesan 1 dalam suatu media, perlu dilakukan identifikasi terhadap pesan dan media yang mengantarkan pesan itu (Bungin, 2010:156-157).

Penggunaan analisis isi dapat dilakukan sebagaimana Paul W. Missing melakukan studi-studi tentang “The Voice of America”. Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga dicatat konteks mana istilah itu muncul. Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan dicari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini kemudian dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian (Bungin, 2010:157).

Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi. Janis dalam (Bungin, 2010:157) menjelaskan klasifikasi sebagai berikut:

1. Analisis Isi Pragmatis, di mana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali suatu kata tertentu diucapkan yang dapat mengakibatkan munculnya sikap suka terhadap produk sikat gigi A.

2. Analisis Isi Semantik, dilakukan untuk mengklasifikasikan: tanda menurut maknanya. Analisis ini terdiri dari tiga jenis sebagai berikut:

a. Analisis penunjukan (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk.

b. Analisis penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk (misalnya referensi kepada ketidakjujuran, kenakalan, penipuan, dan sebagainya). c. Analisis pernyataan (assertions), menggambarkan frekuensi


(1)

78

BIODATA PENELITI

Nama : Dedy Isnaini Berutu

Tempat, Tanggal Lahir : Parongil, 18 April 1988

NIM : 100922029

Departemen : Ilmu Komunikasi

Alamat : Jl. Mandolin No. 69 Medan

Pendidikan :

1. SD 033930 Silima Punga-pungga (1994-2000)

2. SLTP Negeri 1 Silima Pungga-pungga (2000-2003)

3. SMA N 2 SIDIKALANG (2003-2006)

4. D III Akademi Pariwisata Medan (2006-2009) 5. S 1 Ilmu Komunikasi Ekstensi FISIP USU (2010-2012)

Nama Orangtua :

1. Ayah : Jalaluddin Berutu 2. Ibu : Nile Manik Anak ke- 2 dari 5 bersaudara Nama Saudara :

1. Khairina Berutu 2. Aslamiyah Rati Berutu 3. Zulfahmi Berutu 4. Rizky Karina Berutu


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)