BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. PerspektifParadigma Penelitian - Analisis Foto Jurnalistik Mengenai Kerusuhan Di Mesuji Lampung Pada Harian Kompas: (Analisis Isi Mengenai Foto Jurnalistik Kerusuhan di Mesuji Lampung pada Harian Kompas)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perspektif/Paradigma Penelitian

  Perspektif penelitian dalam hal ini adalah cara pandang peneliti dalam memberikan tingkat kebebasan kepada responden dalam memberikan data atau informasi yang hendak disajikan. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang berperspektif emik, yakni pendekatan penelitian yang perolehan datanya dalam bentuk narasi, cerita detail, ungkapan dan bahasa asli hasil konstruksi para responden atau informan, tanpa ada evaluasi dan interpretasi dari peneliti. Data dalam bentuk cerita detail tersebut hanya dapat diperoleh, karena teknik pengumpulan datanya adalah wawancara mendalam dan atau observasi, bukan kuesioner. Dengan demikian tingkat kebebasan perspektif emik yang diberikan kepada responden atau informan sangat tinggi (Hamidi, 2010: 124-125).

  Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara‐cara yan digunakan dalam penelitian dan cara‐cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian (Guba, 1990). Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat diterimanya (Kuhn, 1970) (http:www.eprints.udip.ac.id).

  Perspektif atau paradigma penelitian yang peneliti gunakan adalah kualitatif yang memiliki tahapan berfikir kritis-ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena- fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu (Bungin, 2010: 6).

  Paradigma penelitian kualitatif yang peneliti gunakan adalah paradigma rasionalistik (verstehen) memandang bahwa realitas sosial itu sebagaimana dipahami oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang ada dan didialogkan dengan pemahaman subjek yang diteliti atau data empirik. Paradigma penelitian ini banyak digunakan antara lain dalam penelitian filsafat, bahasa, agama (ajaran) dan komunikasi. Metode yang digunakan adalah analisis isi (content analisys) (http://www.scribd.com).

2.2. Kajian Pustaka

2.2.1. Komunikasi

  Komunikasi terjadi sejak manusia hidup lebih dari seorang karena komunikasi merupakan sarana interaksi manusia. Tidak mungkin ada interaksi tanpa komunikasi, baik dengan cara sederhana maupun dengan sarana canggih, bahkan kelompok hewan juga berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan bahasa yang mereka mengerti. Sebagai contoh di masa lalu, suku Indian memakai asap sebagai saran komunikasi jarak jauh, sedangkan beberapa suku di berbagai belahan dunia meniru suara yang ada di sekitarnya, seperti suara burung untuk memberi tanda tentang sesuatu. Sistem komunikasi seperti itu sering dikatakan sebagai bahasa isyarat (Mondry, 2008: 1).

  Istilah komunikasi (communication) berasal dari kata: common, yang berarti “sama”, dengan maksud sama makna, sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran dan rasa antara komunikator dengan komunikan (Mondry, 2008:1).

  Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi (Cangara, 2006:1).

  Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa:

  “Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2006:18-19).

  Seperti pendapat Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika dalam (Cangara, 2006:19) yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

  Dalam suatu komunikasi harus ada unsur komunikasi di dalam nya. Supaya proses komunikasi berlangsung baik, setiap unsur harus berperan dengan baik. Salah satu saja dari unsur komunikasi tersebut tidak berjalan dengan baik, tentu komunikasi tersebut akan terganggu. Unsur-unsur komunikasi di antara nya adalah sebagai berikut:

1. Komunikator 2.

  Pesan 3. Saluran 4. Komunikan 5. Efek/Dampak (Effect) 6. Umpan Balik (Feedback)

  Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi (Cangara, 2006:21).

  Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan (Cangara, 2006:21).

  Manusia berkomunikasi untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, membangun kontak sosial dengan orang-orang di sekitarnya, juga untuk memengaruhi orang lain, untuk merasa, berpikir atau berperilaku seperti yang diinginkan. Akan tetapi, secara individu, tujuan seseorang berkomunikasi adalah guna mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis dirinya (Mondry, 2008:9).

  Verderber (1978) dalam (Mondry, 2008:9) mengemukakan: “Komunikasi itu memiliki dua fungsi; meliputi fungsi sosial dan pengambilan keputusan. Fungsi sosial bertujuan untuk kesenangan, menunjukkan ikatan, membangun dan memelihara hubungan dengan orang lain. Pengambilan keputusan adalah berupa memutuskan melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, misalnya apakah dirinya harus kuliah atau bekerja di pagi ini, bagaimana mempersiapkan diri menghadapi ujian di kampus atau tes promosi pekerjaan dikantor. Keputusan yang diambil seseorang sebagian ditetapkannya sendiri, sebagian lagi diputuskan setelah orang itu berkonsultasi/ membicarakannya dengan orang lain”.

  Menurut Zimmerman (1978) dalam (Mondry, 2008:10) membagi komunikasi menjadi empat fungsi yang tidak saling meniadakan, meliputi komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental. Fungsi komunikasi menurut (Effendy, 2003:55) adalah menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertaint) dan mempengaruhi (to influence).

2.2.2. Komunikasi Massa

  Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright dalam Liliweri 1991, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2004:3). Komunikasi massa (mass

  

communication ) adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi

  surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79).

  Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Komunikasi massa berasal dari pengembangan kata

  

media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti

  komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca. Beberapa istilah ini berkaitan dengan media massa (Nurudin, 2004:2-3).

  Meskipun berbeda-beda, ternyata komunikasi massa memiliki kesamaan, walau terdapat perbedaan antara ahli psikologi sosial dengan ahli komunikasi dalam masalah komunikasi tersebut. Ahli psikologi sosial mengatakan, komunikasi massa tidak selalu dengan menggunakan media massa. Berpidato di lapangan yang disaksikan banyak orang, asal dapat menunjukkan perilaku massa (mass behaviour), sudah dapat dikatakan komunikasi massa. Namun, ahli komunikasi juga berpendapat bahwa komunikasi massa (mass communication) merupakan komunikasi melalui media massa (cetak dan atau elektronik). Jelasnya, komunikasi massa bagi ahli komunikasi merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication) (Mondry, 2008:13).

  Ketika menjelaskan pendapat Harold Lasswell tentang fungsi komunikasi massa, Severin dan kawan-kawannya mengatakan begini; Harold Lasswell adalah seorang pakar komunikasi, dan sebagai seorang profesor hukum di Universitas Yale telah menunjukkan adanya tiga fungsi komunikasi massa yaitu, pertama adalah fungsi pengawasan lingkungan; yang kedua adalah fungsi korelasi atau hubungan berbagai bagian di dalam masyarakat dalam menanggapi lingkungannya; sedangkan ketiga adalah fungsi transmisi/pewarisan-pewarisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sementara itu, Charles R. Wright menambahkan satu lagi fungsi komunikasi massa yaitu fungsi hiburan (entertainment) (Fajar, 2009: 238).

  Seperti pendapat Devito yang dikutip oleh Marhaeni Fajar, mengatakan popularitas dan pengaruh yang merasuk dari media massa hanya dapat dipertahankan apabila mereka menjalankan beragam fungsi pokok. Enam di antara fungsi yang paling penting yang dibahasnya adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Menghibur

  Devito menyebutkan, bahwa media mendesain program-program mereka untuk menghibur khalayak. Tentu saja, sebenarnya mereka memberi hiburan untuk mendapatkan perhatian dari khalayak sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada para pengiklan. Inilah sebab utamanya adanya komunikasi massa.

  2. Fungsi Meyakinkan Meskipun fungsi media yang paling jelas adalah menghibur, namun fungsinya yang terpenting adalah meyakinkan (to persuade). Persuasi dapat datang dalam banyak bentuk, misalnya: a) Mengukuhkan atau memperkuat sikap kepercayaan atau nilai seseorang, b) mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; c) Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, dan d) Memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu 3.

  Menginformasikan Menurut Devito, sebagian besar informasi, kita dapatkan bukan dari sekolah, melainkan dari media. Kita belajar musik, politik, seni, film, sosiologi, psikologi, ekonomi dan masih banyak lagi subjek lainnya dari media.

  4. Menganugerahkan Status Daftar seratus orang terpenting di dunia bagi kita hampir boleh dipastikan berisi nama-nama orang yang banyak dimuat dalam media.

  Tanpa pemuatan orang-orang tersebut tentulah tidak penting, setidak- tidaknya di mata masyarakat. Paul Lazarsfeld dan Robert Merton, dalam karya mereka yang berpengaruh “Mass Communication,

  Popular Taste, and Organized Social Action ” (1951), mengatakan;

  “jika Anda benar-benar penting, Anda akan menjadi pusat perhatian massa dan jika Anda menjadi pusat perhatian massa, berarti Anda memang penting”. Sebaliknya tentu saja, jika Anda tidak mendapatkan perhatian massa, maka Anda tidak penting.

  5. Fungsi Membius Salah satu fungsi media yang paling menarik dan paling banyak dilupakan adalah fungsi membiusnya (narcotizing). Ini berarti bahwa apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil.

  6. Menciptakan Rasa Kebersatuan Salah satu fungsi komunikasi massa yang tidak banyak orang menyadarinya adalah kemampuannya membuat kita merasa menjadi anggota suatu kelompok bayangkanlah seorang pemirsa televisi yang sedang sendirian, duduk dikamarnya menyaksikan televisi sambil menikmati makan malam. Program-program televisi membuat orang yang kesepian ini merasa menjadi anggota sebuah kelompok yang lebih besar (Fajar, 2009: 238-243). Banyak pakar yang mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi, kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan. Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (dalam Ardianto, 2004:15) terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan).

  Komunikasi massa berfungsi untuk menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan dalam hidup seseorang. Selaku ketua komisi masalah-masalah komunikasi UNESCO (1980), Sean MacBride mengemukakan bahwa komunikasi tidak bisa diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi juga sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai pertukaran data, fakta, dan ide. Karena itu komunikasi massa dapat berfungsi untuk: 1.

  Informasi 2. Sosialisasi 3. Motivasi 4. Bahan diskusi 5. Pendidikan 6. Memajukan kebudayaan 7. Hiburan 8. Integrasi (Cangara, 2006 :57-58).

2.2.3. Fotografi

  Fotografi merupakan seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan. Artinya, fotografi adalah teknik melukis menggunakan cahaya. Dalam hal ini, tampak adanya persamaan antara fotografi dan seni lukis. Perbedaannya terletak pada media yang digunakan oleh kedua teknik tersebut. Seni lukis menggunakan kuas, cat dan kanvas, sedangkan fotografi menggunakan cahaya (melalui kamera) untuk menghasilkan suatu karya. Tanpa adanya cahaya, karya seni fotografi tidak akan tercipta. Selain cahaya, film yang diletakkan di dalam kamera yang kedap cahaya memberikan kontribusi yang cukup besar. Sebuah karya seni akan tercipta jika film ini terekspos oleh cahaya (Giwanda, 2001: 2).

  Ilmu fotografi sudah muncul sejak zaman dahulu. Buktinya, manusia prasejarah selalu berkeinginan untuk mengabadikan setiap peristiwa yang dialaminya. Peristiwa demi peristiwa didokumentasikan melalui berbagai cara. Salah satunya dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa tersebut pada dinding gua, kulit kayu atau kulit binatang melalui teknik melukis sampai teknik fotografi yang sangat sederhana.

  Teknik fotografi sederhana mulai terungkap sekitar abad ke-10. Saat itu, ilmuwan Arab bernama Alhazen menjelaskan cara melihat gerhana matahari menggunakan ruang gelap. Ruangan tersebut dilengkapi dengan sebuah lubang kecil (pinhole) yang menghadap ke matahari. Untuk pertama kalinya, prinsip kerja Alhazen berhasil ditemukan oleh Reinerus Gemma-Frisius (1554), seorang ahli fisika dan matematika dari Belanda (Giwanda, 2001: 3).

  Saat ini, dunia fotografi telah memasuki babak baru, yaitu babak digital. Berbeda dengan babak konvensional, fotografi digital tidak lagi memerlukan film, kamar gelap dan berbagai zat kimia untuk mencuci film dan mencetak foto.

  Dalam hal ini, kamera digital menggunakan chip yang disebut charge couple

  

device (CCD) untuk merekam gambar. Walaupun demikian, definisi dasar yang

  menyatakan bahwa fotografi adalah teknik “melukis dengan cahaya” belum tergeser. Fotografi digital tetap diciptakan melaui proses kreativitas manusia dengan bantuan kamera. Hukum-hukum fotografi yang menyangkut masalah pencahayaan, bukaan diafragma dan ruang tajam tidak mengalami perubahan.

  Menurut Marvyn J. Rosen (dalam Giwanda, 2001: 7), fotografi digital memiliki beberapa keunggulan: a.

  Hasil pemotretan dapat dilihat lebih cepat. Dengan dukungan peralatan eletronik, karya foto dapat digunakan untuk pameran (display), penerbitan dan pengiriman foto jarak jauh (melalui e-mail) dalam waktu yang relatif singkat.

  b.

  Relatif lebih murah karena tidak menggunakan film (bebas biaya cuci cetak).

  c.

  Mudah dalam pengoperasiannya d.

  Lebih mudah diproses. Dukungan komputerisasi dapat memberikan efek khusus, seperti penyesuaian kontras foto dan koreksi warna.

  e.

  Hasil yang permanen (tahan lama). Foto digital tidak akan mengalami perubahan, baik warna maupun ketajaman gambarnya. Berbeda dengan karya foto konvensional yang dapat berubah warna (rusak) jika melewati masa kadaluarsa.

  f.

  Ramah lingkungan. Fotografi digital tidak menggunakan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan.

  Sejalan dengan perkembangan zaman dan teknologi, dampak fotografi telah menyebar ke seluruh dunia dan merambah beragam bidang kehidupan. Kini, hampir dapat dipastikan berbagai sisi kehidupan manusia menjadikan fotografi sebagai alat dan sarana untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya kebutuhan untuk dokumentasi pribadi dan keluarga, foto jurnalistik, juga kebutuhan yang bersifat formal sampai komersial sekalipun.

  Merebaknya penggunaan fotografi dalam kehidupan manusia mengakibatkan munculnya penerapan fotografi yang dispesialisasikan untuk bidang tertentu, misalnya fotografi jurnalistik, pernikahan, arsitektur dan ilmiah. Dalam hal ini, seorang fotografer dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keahlian bidang yang bersangkutan, selain mengkhususkan diri pada pemotretan kehidupan laut, selain penguasaan fotografi, ia pun harus mengetahui dan menguasai kehidupan di bawah air dan mampu melakukan penyelaman (Giwanda, 2001 :8).

  Fotografi merupakan bidang yang sangat luas. Pesatnya perkembangan fotografi mengakibatkan semakin banyaknya aspek kehidupan manusia yang tersentuh oleh dunia fotografi. Sampai akhirnya, tercipta spesialisasi fotografi di berbagai aspek kehidupan manusia. Selain kemampuan di bidang fotografi, seorang fotografer harus memahami pengetahuan khusus tentang bidang spesialisasi yang dipilihnya.

  Berikut uraian singkat (Giwanda, 2001:56-57) mengenai bidang spesialisasi fotografi yang mengalami perkembangan cukup pesat:

  1. Foto Jurnalistik (Photo Journalism) Fotografi dengan spesialisasi khusus untuk mencari dan menampilkan foto-foto yang bernilai berita.

  2. Fotografi Pernikahan (Wedding Photography) Fotografi yang mengkhususkan pada pengabdian momen-momen pernikahan. Untuk dapat menekuni bidang pemotretan ini diperlukan pemahaman teknis fotografi serta wawasan tentang adat istiadat dan tata cara pernikahan.

  3. Fotografi Arsitektur (Architectural photography) Fotografi yang mengkhususkan pada obyek-obyek arsitektur dengan pendekatan dokumenter, seni dan komersial. Kebutuhan fotografi arsitektur meningkat seiring dengan maraknya bisnis properti.

  4. Fashion Photography

  Pertunjukan busana yang semakin marak turut mendorong tumbuhnya industri fotografi, terutama media cetak. Secara teknis, fotografer fashion dituntut memiliki kemampuan komposisi gambar serta mampu memadukan busana dan modelnya menjadi suatu gambar yang harmoni, menarik dan senantiasa segar dalam setiap pemotretan.

  5. Fotografi Ilmiah (Scientific Photography) Fotografi ilmiah mencakup keperluan khusus yang berkaitan dengan aspek-aspek ilmiah. Contohnya, penelitian mikrobiologi membutuhkan fotografi mikroskopik untuk memotret jasad renik yang terlihat di bawah mikroskop. Dengan demikian, seorang fotografer harus memahami peralatan mikrofotografi dan pengetahuan tentang jasad renik tersebut.

  6. Fotografi Udara (Aerial Photography) Fotografi udara banyak digunakan untuk keperluan survey, pemetaan, penggunaan tata ruang atau pertanian.

  7. Fotografi Komersial Fotografi komersial merupakan pemotretan khusus untuk mengkomunikasikan informasi produk. Fotografi ini bertujuan agar orang yang melihat produk tersebut tertarik untuk mencoba dan membelinya, di antaranya pembuatan katalog dan company profile

  8. Fine art Photography Fine art photography memandang fotografi sebagai media untuk

  mengekspresikan karya seni. Seperti layaknya kanvas, kuas dan cat yang dibutuhkan seorang pelukis, seorang fotografer membutuhkan kamera dan media foto lainnya untuk menghasilkan karya seni yang mengesankan.

2.2.4. Fotografi Jurnalistik

  Fotojurnalistik menurut Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff Edom adalah panduan kata words dan pictures. Sementara menurut editor foto majalah Life dari 1937-1950, Wilson Hicks, kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan suatu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya (Alwi, 2004 : 4).

  Kita sering mendengar istilah, satu foto mengandung seribu bahasa. Istilah tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya kehadiran foto, dalam media apa pun. Begitu pula halnya dalam dunia jurnalistik, kehadiran foto menjadi unsur yang sangat penting. Kita dapat membayangkan, apa jadinya jika surat kabar tidak menggunakan foto pada halaman muka? Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa tatapan mata pertama pembaca surat kabar secara otomatis akan tertuju pada foto terlebih dahulu. Artinya, penyajian dalam bentuk foto akan menjadi incaran pertama pembaca untuk melihatnya, kemudian baru membaca. Dari sekian banyak foto yang dapat ditampilkan dalam surat kabar, tentu hanya satu foto yang akan dijadikan foto utama yang memiliki nilai berita tinggi. Foto utama disajikan dalam ukuran yang besar dan berwarna.

  Foto jurnalistik merupakan sajian gambar atau foto yang dapat berdiri sendiri sebagai visualisasi suatu peristiwa. Foto jurnalistik pun dapat melekat pada suatu berita sebagai pelengkap dan penguat pesan yang disampaikan dalam berita. Terkadang, berita tanpa foto menjadi kurang lengkap. Foto jurnalistik dapat menjalankan fungsi sebagai rekaman visual dalam suatu pemberitaan. Foto jurnalistik biasanya dicirikan oleh berbagai unsur yang harus dipenuhi, antara lain (a) Memiliki nilai berita tersendiri, (b) Bersifat melengkapi suatu berita/artikel, dan (c) Dimuat dalam suatu media (Yunus, 2010 : 90-91).

  Dalam jurnalistik, foto harus memiliki kemampuan bercerita melalui gambar. Wartawan foto pun dituntut memiliki kemampuan memberikan penggambaran peristiwa melalui foto hasil jepretannya. Foto jurnalistik yang baik dapat dikatakan sebagai karya foto yang mampu menyajikan kisah cerita secara eksplisit dan implisit, tanpa harus menjelaskan isi foto yang disajikan. Namun, untuk mencapai foto jurnalistik yang berkualitas, perlu dihindari pula manipulasi foto tersebut. Foto jurnalistik yang baik dapat dinilai dari berbagai unsur yang menjadi acuan nilai berita suatu foto. Ukuran nilai berita foto jurnalistik biasanya terdiri atas:

  1. Aktualitas gambar sebagai refleksi dari peristiwa yang baru terjadi, bukan peristiwa yang sudah lama terjadi.

  2. Relevan dengan berita sebagai pelengkap berita yang disajikan dan memiliki relevansi yang kuat dengan isi berita.

  3. Kejadian luar biasa sebagai bentuk visualisasi yang pantas dipublikasikan karena dapat mengundang daya tarik pembaca.

  4. Promosi sebagai sarana untuk mengekspos suatu peristiwa yang layak diketahui dan mendapat perhatian publik.

  5. Human Interest sebagai bukti kedekatan visual dengan aktivitas kehidupan sehari-hari manusia

  6. Universal sebagai orientasi pesan yang bersifat universal, tidak menyinggung suku, agama dan ras, serta bukan hasil karya subjektif.

  (Yunus, 2010 : 93). Menurut Frank P. Hoy, dari Sekolah Jurnalistik dan Telekomunikasi

  Walter Cronkite, Universitas Arizona dalam bukunya yang berjudul

  Photojournalism The Visual Approach , ada delapan karakter fotojurnalistik: 1.

  Fotojurnalistik adalah komunikasi melalui foto (communication

  photography ). Komunikasi yang dilakukan akan mengeskpresikan

  pandangan wartawan foto terhadap suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi.

  2. Medium fotojurnalistik adalah media cetak koran atau majalah, dan media kabel atau satelit juga internet seperti kantor berita (wire

  services ).

  3. Kegiatan fotojurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita 4.

  Fotojurnalistik adalah paduan dari foto dan teks foto 5. Fotojurnalistik mengacu pada manusia. Manusia adalah subjek, sekaligus pembaca fotojurnalistik.

  6. Fotojurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass

  audiences ). Ini berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan

  harus segera diterima orang yang beraneka ragam 7. Fotojurnalistik juga merupakan hasil kerja editor foto 8.

  Tujuan fotojurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press ) (Alwi, 2004 :4-5).

  Badan Fotojurnalistik Dunia (World Press Photo Foundation) pada lomba foto tahunan yang diselenggarakan bagi wartawan seluruh dunia, memiliki kategori fotojurnalistik. Kategori itu adalah sebagai berikut:

1. Spot Photo

  Foto spot adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal atau tidak terduga yang diambil oleh si fotografer langsung di lokasi kejadian. Misalnya foto peristiwa kecelakaan, kebakaran, perkelahian dan lain-lain.

  2. General News Photo General News Photo adalah foto-foto yang diabadikan dari

  peristiwa yang terjadwal, rutin dan biasa. Temanya bisa bermacam- macam, yaitu politik, ekonomi dan humor. Contohnya foto presiden menganugerahkan Bintang Mahaputra, menteri membuka pameran dan lain-lain.

  3. People in the News Photo Adalah foto tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita.

  Yang ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang menjadi berita itu. Contohnya foto anak korban bom pada perang Irak dan lain-lain.

  4. Daily Life Photo

  Adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest). Misalnya, foto tentang pedagang gitar.

  5. Potrait

  Adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up dan “mejeng”. Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang dimiliki atau kekhasan lainnya.

  6. Sport Photo

  Adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga. Karena olahraga berlangsung pada jarak tertentu antara atlet dengan penonton dan fotografer, dalam pembuatan foto olahraga dibutuhkan perlengkapan yang memadai, misalnya lensa yang panjang serta kamera yang menggunakan motor drive. Menampilkan gerakan dan ekspresi atlet dan hal lain yang menyangkut olahraga. Contoh, foto petenis wanita, mengembalikan bola kepada lawannya.

  7. Science and Technology Photo

  Adalah foto yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, foto penemuan mikro chip komputer baru, foto proses pengkloningan domba dan lain sebagainya.

  8. Art and Culture Photo

  Adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya. Misalnya, pertunjukan artis di panggung, kegiatan artis di belakang panggung dan lain sebagainya.

  9. Social and Environment

  Adalah foto-foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya. Contohnya, foto penduduk di sekitar kali yang sedang mencuci piring, foto asap buangan kendaraan di jalan dan sebagainya.

  Syarat fotojurnalistik, setelah mengandung berita dan secara fotografi, bagus (fotografis), syarat lain lebih kepada foto harus mencerminkan etika atau norma hukum, baik dari segi pembuatannya maupun penyiarannya. Di Indonesia, etika yang mengatur fotojurnalistik ada pada kode etik yang disebut Kode Etik Jurnalistik. Pasal-pasal yang mengatur hal tersebut, khusunya pada pasal 2 dan 3.

  “Pasal 2 berisi pertanggungjawaban yang antara lain: wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan bangsa dan negara, hal-hal yang dapat menimbulkan kekacaukan, hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi undang-undang. Sementara pada Pasal 3 berisi cara pemberitaan dan menyatakan pendapat, antara lain disebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita. Di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini)” (Alwi, 2004 :9-10).

  Foto yang bagus mengandung isi yang kuat. Evaluasi isi foto memang bersifat subjektif, namun ada beberapa patokan yang disepakati umum. Gambar yang baik menggunakan teknik komposisional yang baik. Fotografer dapat memanfaatkan banyak teknik saat mengambil gambar. Menggunakan banyak teknik saat mengambil gambar. Menggunakan beberapa kaidah komposisi bisa meningkatkan mutu isi gambar, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Center of interest.

  Alasan mengapa foto diambil harus terlihat jelas bagi pemirsanya. Isi foto harus jelas terlihat dan diletakkan secara strategis dalam kerangka.

  2. Rule of thirds

  Memotret subjek dengan menempatkannya langsung di tengah frame biasanya menghasilkan foto yang statis dan kurang menarik. “Kaidah emas” menyatakan bahwa isi yang bermakna diletakkan bukan di tengah frame. Saat melihat melalui lensa kamera, fotografer bisa secara visual membagi space menjadi tiga baik secara vertikal maupun horizontal. Persilangan dari area ini akan menghasilkan titik temu yang menonjol dan menarik. Poin ini menjadi area yang lebih menonjol untuk menempatkan informasi visual dalam frame. Ketika menggunakan kaidah ini, fotografer harus memastikan bahwa apa yang ada diisi subjek menambah konteks visual dari foto.

  3. Leading lines

  Garis dalam foto dapat membawa pemirsanya langsung ke subjek utama. Garis-garis ini bisa berbentuk nyata seperti jalan atau jalur yang ditempuh seseorang, atau bisa juga samar, seperti garis geometris dengan detail arsitektural.

  4. Framing Framing dalam foto memanfaatkan detail latar depan dan belakang

  untuk memberikan batas parsial atau framedi seputar subjek utama. Fotografer sering menggunakan bagian dari bunga atau cabang pohon untuk memberi frame halus pada wajah subjek guna memberikan daya tarik tekstural. Fotografer yang memotret gambar pemandangan yang indah sering menggunakan pohon sebagai latar depan untuk gambar guna menunjukkan jarak.

  5. Grounds

  Meskipun foto memadatkan pemandangan tiga dimensi menjadi gambar dua dimesi, foto masih bisa menunjukkan kedalaman dan menunjukkan perbedaan spesial. Menempatkan isi yang bermakna di latar depan, tengah dan belakang gambar akan membantu prinsip ini.

  6. Lighting Pencahayaan yang menarik dapat membuat gambar lebih menarik.

  7. Impact

  Dampak adalah kekuatan foto untuk merebut perhatian orang. Pemirsa mungkin akan tertarik pada satu foto karena isinya yang dramatis. Gambar konflik sering termasuk dalam kategori ini (Rolnicki, 2008: 323-326).

  Selain itu, komposisi sebuah foto juga dijelaskan dalam buku Foto Jurnalistik (Alwi, 2004: 42-44) sebagai berikut:

  Komposisi dilakukan berdasarkan: (1) point of interest adalah hal atau sesuatu yang paling menonjol pada foto, yang membuat orang langsung melihat kepadanya, bisa disebut juga pusat perhatian. Misalnya memotret orang berbaris.

  

Point of interest nya dipilih orang yang berada di tengah. Kegiatan membingkai

  orang yang berada di tengah itu, dalam hal ini disebut kegiatan membingkai atau (2) framing. Framing menggunakan lensa fiks, dilakukan dengan cara fotografer maju-mundur, mendekat dan menjauhi objek. Tetapi dengan lensa zoom maka

  framing dilakukan dengan cara memutar ring zoom ke kanan-kiri atau ke depan-

  belakang searah objek foto. Lalu, saat melakukan framing, dipikirkan bagaimana posisi objek foto (point of interest) dengan objek lain menyangkut keseimbangannya, yang dalam hal ini kegiatan tersebut disebut mempertimbangkan keseimbangan objek foto atau (3) balance. Itulah langkah- langkah yang ditempuh saat melakukan komposisi yang meliputi menentukan point of interest , melakukan framing dan mempertimbangkan balance.

  Foto jurnalistik bukanlah memotret objek foto sambil lalu, hasil gambar foto harus optimal. Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal yang dapat membuat foto jurnalistik menjadi lebih optimal sehingga foto dapat bercerita melalui visual, sekalipun tidak didukung informasi informasi verbal. Acuan sederhana untuk menghasilkan foto jurnalistik yang optimal, setidaknya harus memenuhi kriteria berikut:

  1. Foto didukung oleh pencahayaan yang tepat 2.

  Foto diambil dari berbagai angle gambar (posisi) 3. Foto memiliki objek yang menjadi fokus 4. Posisi kamera harus disesuaikan dengan objek foto, baik horizontal atau vertikal

  5. Objek foto harus diatur dengan pas, termasuk menyingkirkan hal-hal yang dapat mengganggu pengambilan gambar foto

  6. Pemotoan harus memperhitungkan jumlah orang dan menghindari pemotongan gambar foto orang

  7. Foto diambil beberapa kali, sebagai alternatif pilihan foto terbaik 8.

  Foto diambil dalam berbagai variasi posisi, misalnya saat bekerja, close

  up , saat interview 9.

  Pemotongan gambar foto (cropping) dilakukan sesuai keperluan 10.

  Cantumkan teks foto (caption) dan nama Anda sebagai fotografer (Yunus, 2010 :94). Komposisi juga disusun berdasarkan jarak pemotretan yang dilakukan dengan variasi long shot, medium shot, dan close up. Juga sudut pengambilan dengan variasi high angle dan low angle. Lalu penempatan objek lain denga objek utama, dengan variasi foreground dan background dan posisi kamera yang diletakkan vertikal dan horizontal.

  1. Long Shot

  Komposisi yang dihasilkan adalah objek (point of interest) kecil. Hal ini karena kamera berada pada jarak yang jauh dengan objek foto, sehingga hasil foto/proyeksi foto pada kaca pembidik terlihat juga kecil. Komposisi dengan pemotretan peroleh foto berkesan memperlihatkan suasana. Misalnya suasana demo.

  2. Medium Shot

  Komposisi yang dihasilkan adalah objek yang difoto (point of interest) sudah terlihat lebih besar dibandingkan pada pemotretan long shot. Hal ini karena kamera sudah berada atau diletakkan lebih dekat jaraknya dengan objek foto.

  3. Close Up

  Komposisi yang terlihat hanya objek yang difoto saja atau yang dijadikan point of interest, pada seluruh permukaan foto atau kaca pembidik. Tak ada objek lain sehingga hasil foto, objek juga terlihat besar. Pemotretan close up dilakukan untuk memperlihatkan ekspresi orang atau detail suatu benda.

  4. High Angle

  Adalah pemotretan dengan menempatkan objek foto lebih rendah daripada kamera. Atau, kamera berada lebih tinggi daripada objek foto, sehingga yang telihat pada kaca pembidik objek foto yang terkesan mengecil.

  5. Low Angle

  Adalah pemotretan dengan kamera yang ditempatkan lebih rendah daripada objek foto. Atau, objek foto berada lebih tinggi daripada kamera, sehingga objek foto terkesan membesar pada kaca pembidik.

  6. Foreground

  Adalah pemotretan dengan menempatkan objek lain di depan objek utama. Tujuannya, selain sebagai pembanding juga untuk memperindah objek utama. Objek di depan disebut foreground atau latar depan, bisa dibuat tajam (fokus), bisa pula tidak tajam (blur). Fokus dilakukan pada objek utama. Hasil foto terkesan objek utama terhalang oleh objek lain di depannya. Contohnya: demo mahasiswa yang dijaga polisi di depannya.

  7. Background

  Kebalikan dari foreground adalah pemotretan dengan menempatkan objek utama di depan objek lain. Tujuannya seperti foreground, yaitu untuk pembanding dan memperindah objek utama. Objek lain di belakang disebut latar belakang (background), bisa dibuat fokus menggunakan diafragma di atas f/5,6 seperti f/11-f/22, atau tidak fokus dengan diafragma f/1,2-f/2,8. Fokus ada pada objek utama.

  8. Horizontal dan Vertical

  Adalah pemotretan dengan posisi kamera mendatar (horizontal) dan hasil fotonya juga mendatar (horizontal). Sementara vertical, posisi kamera berdiri (vertical), sehingga hasil fotonya juga vertikal (vertical). Untuk mengoptimalkan hasil foto jurnalistik, wartawan foto harus terinspirasi untuk selalu memberikan sesuatu yang “baru” kepada pembaca. Sesuatu yang baru dapat diimplementasikan dalam bentuk gambar foto yang unik atau tidak lazim dalam pengambilan gambar foto. Selain itu, wartawan foto juga harus sering mengamati hasil karya foto jurnalistik lainnya sebagai perbandingan. Hal ini sekaligus menjadi antisipasi terhadap persaingan foto jurnalistik yang berkembang, apalagi saat ini hampir seluruh wartawan foto di industri media cetak memiliki kemampuan dan dukungan teknologi kamera yang relatif sama. Maka, selain komposisi yang dipaparkan di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita memotret, diantaranya sebagai berikut:

1. Fokus

  Adalah kegiatan mengatur ketajaman objek foto yang telah dijadikan

  point of interest pada saat komposisi. Dilakukan dengan cara memutar

  ring fokus pada lensa sehingga terlihat pada kaca pembidik, objek yang tadinya tidak tajam dan tidak jelas, menjadi fokus dan tajam serta jelas bentuk dan tampilannya. Fokus bisa dilakukan dengan cara mengira- ngira jarak antara objek foto dengan kamera.

  2. Kecepatan Setelah melakukan komposisi dan fokus maka langkah selanjutnya dalam memotret adalah mengatur kecepatan. Kecepatan adalah gerakan tirai yang membuka-menutup sesuai angka yang dipilih pada tombol kecepatan. Tirai ada pada bagian belakang dalam kamera. Rumus kecepatan adalah “makin besar kecepatan (ditunjukkan dengan angka yang besar), makin sebentar/sedikit cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera dan membakar film”. Sebaliknya, “makin kecil kecepatan (ditunjukkan dengan angka yang kecil), makin lama/banyak cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera dan membakar film”.

  3. Diafragma (Aperture) Sama dengan kecepatan, diafragma juga diibaratkan bola mata manusia.

  Kalau bola mata membesar, berarti cahaya yang bisa masuk ke dalam mata manusia banyak, terutama kalau manusia berada pada tempat yang gelap, sehingga manusia bisa melihat di dalam kegelapan. Sebaliknya, kalau bola mata manusia mengecil, berarti cahaya yang bisa masuk ke dalam mata manusia sedikit, hal ini terutama kalau manusia berada di tempat yang terang di mana manusia mengerdip sehingga bola mata pun mengecil dan cahaya yang bisa masuk ke dalam mata manusia pun juga sedikit. Teori diafragma yaitu, “makin besar diafragma (ditunjukkan dengan angka yang kecil), makin banyak cahaya yang bisa lolos ke kamera melalui lensa”. Sebaliknya,”makin kecil diafragma (ditunjukkan dengan angka yang besar) maka makin sedikit cahaya yang bisa lolos ke dalam kamera melalui lensa (Alwi, 2004: 48-50). Teknik memotret adalah suatu cara dalam memotret setelah diketahui bagaimana tahapan memotret. Cara-cara itu seperti menggerakkan kamera saat menekan tombol kamera pada pemotretan panning atau menekan tombol kamera sambil menekan tombol pelepas pengait film yang ada di bawah kamera, saat memotret multiple exposure dan menekan tombol kamera sambil memutar ring zoom pada lensa saat memotret zooming dan sebagainya.

  Teknik memotret bermacam-macam, tetapi yang banyak digunakan untuk pemotretan fotojurnalistik adalah sebagai berikut:

  1. Freeze Freeze adalah teknik memotret pada objek bergerak yang

  menginginkan objek tersebut berhenti (diam/freeze) setelah dipotret. Karena itu digunakan kecepatan tinggi atau di atas 1/60 sesuai gerakan objek foto.

  2. Blur Blur adalah teknik memotret pada objek bergerak untuk memperoleh

  hasil foto objek yang bergerak tersebut menjadi blur atau tidak fokus (goyang), sementara objek yang tidak bergerak diam dan tajam. Karena itu kecepatan yang digunakan adalah kecepatan rendah atau di bawah 1/60. Tetapi memotret blur berbeda dengan memotret yang tidak fokus atau goyang. Harus ada objek yang tajam, tidak boleh semuanya tidak tajam (blur).

3. Panning

  Adalah teknik memotret dengan menggerakkan kamera sesuai gerakan objek foto. Kalau objek foto bergerak dari kiri-kanan atau dari kanan- kiri maka kamera digerakkan sesuai gerakan tersebut. Tujuannya adalah supaya gerakan tersebut terekam oleh kamera hanya lintasannya saja pada latar belakang objek foto secara blur bergaris. Karena itu kecepatan yang dipakai adalah kecepatan rendah atau di bawah 1/60, supaya saat kamera digerakkan, tirai kamera masih membuka sebelum kemudian menutup. Pada saat tirai kamera menutup, posisi kamera berada di tengah objek foto, sehingga objek foto tajam terekam oleh kamera, sementara latar belakangnya blur bergaris, sebagai hasil gerakan kamera. Panning tidak bisa dilakukan pada jarak yang terlalu jauh antara objek foto dengan kamera.

  4. Zooming

  Adalah teknik memotret untuk memperoleh hasil foto dengan kesan objek mendekat/menjauhi kamera. Untuk itu digunakan lensa zoom. Kecepatan yang digunakan sama dengan kecepatan yang digunakan pada pemotretan panning, yaitu rendah atau di bawah 1/60. Fokus sudah dilakukan sebelum ring zoom diputar (prefokus). Karena menggunakan kecepatan rendah maka memotret zooming dilakukan di tempat yang cahayanya yang juga tidak terlalu terang atau gunakan film ASA rendah.

  5. Multiple Exposure

  Adalah teknik memotret untuk memperoleh hasil foto dengan kesan menumpuk objek yang difoto lebih dari satu kali tetapi berada pada satu frame (bingkai film). Caranya, yaitu pada kamera manual, tangan kanan menekan tombol berulang kali, sambil tangan kiri menekan tombol pelepas pengait film yang ada di bawah kamera.

  6. Window Light

  Teknik window light adalah teknik memotret dengan memanfaatkan cahaya dari satu sumber, bisa itu cahaya dari jendela (window), bisa juga cahaya dari sumber lain yang searah seperti halnya cahaya jendela.

  7. Siluet

  Adalah teknik memotret dengan menempatkan kamera menghadap langsung sumber cahaya, sementara objek foto berada di tengah- tengah sumber cahaya dengan kamera. Hasil fotonya, objek foto gelap sementara latar belakang (sumber cahaya) terang, sehingga terjadi yang namanya siluet (objek lebih gelap dari latar belakang).

2.2.4.1. Metode EDFAT

  Sebagai salah satu metode pemotretan untuk melatih cara pandang melihat sesuatu dengan detail yang tajam, biasanya menggunakan metode Entire Detail Frame Angle Time yang biasa disingkat dengan EDFAT. EDFAT merupakan metode yang diperkenalkan Walter Cronkie School of Journalism and Telecommunication Arizona State University. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metode ini adalah sesuatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa bernilai berita EDFAT merupakan suatu pembiasaan. Melatih metode EDFAT dalam tindakan fotografi setiap calon foto jurnalis maupun fotografer amatir, setidaknya membantu proses percepatan pengambilan keputusan terhadap suatu event atau kondisi visual bercerita dan bernilai berita dengan cepat dan lugas.

  a.

  Entire (E) Dikenal juga sebagai ‘established shot’, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa atau bentuk penugasan lain. Untuk mengincar atau mengintai bagian-bagian untuk dipilih sebagai obyek.

  b.

  Detail (D) Suatu pilihan atas bagian tertentu dari keseluruhan pandangan terdahulu (entire). Tahap ini adalah suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai paling tepat sebagai ‘point of

  interest’ c.

  Frame (F) Suatu tahapan di mana kita mulai membingkai suatu detil yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang calon foto jurnalis mengenal arti suatu komposisi, pola, tekstur dan bentuk subyek pemotretan dengan akurat. Rasa artistik semakin penting dalam tahap ini.

  d.

  Angle (A) Tahap dimana sudut pandang menjadi dominan, ketinggian, kerendahan, level mata, kiri, kanan dan cara melihat. Fase ini penting mengkonsepsikan visual apa yang diinginkan. e.

  Time (T) Tahap penentuan penyinaran dengan kombinasi yang tepat antara diafragma dan kecepatan atas ke empat tingkat yang telah disebutkan sebelumnya. Pengetahuan teknis atas keinginan membekukan gerakan atau memilih ketajaman ruang adalah satu prasyarat dasar yang sangat diperluka

2.2.5. Media Massa

  Media massa merupakan media yang diperuntukkan untuk massa. Dalam ilmu jurnalistik, media massa yang menyiarkan berita atau informasi disebut juga dengan istilah pers (Sudarman, 2008: 5-6).

  Menurut Undang-Undang (UU) Pokok Pers pasal 1 ayat (1), pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media eletronik dan segala jenis yang tersedia. Misi yang diemban dan dilaksanakan oleh pers atau media massa adalah ikut mengamankan, menunjang dan menyukseskan pembangunan nasional. Baik media massa eletronik seperti media massa televisi, radio, maupun media massa cetak seperti surat kabar, majalah dan tabloid.

  Bentuk bentuk media massa tersebut antara lain adalah: a.

  Televisi Dewasa ini televisi boleh dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang. Hasil penelitian yang pernah dilakukan pada masyarakat Amerika ditemukan bahwa hampir setiap orang di benua itu menghabiskan waktunya antara 6-7 jam per minggu untuk menonton TV. b.