Uji Independent Sample t-test dan Mann-Whitney U

tahun 1855, dan pada tahun 1908 wilayah Biak Numfor dijadikan sebagai medan penginjilan. Pada saat itu pula agama norma-norma ajaran Kristen menjadi unsur kebudayaan baru bagi masyarakat Biak Rumansara, 2003. Agama Kristen mengajarkan bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, janganlah dipisahkan oleh tangan manusia, dengan kata lain, agama Kristen sangat tidak menganjurkan perceraian. Oleh karena itu, karena ajaran agama Kristen yang begitu kental dan dipegang teguh oleh masyarakat Biak dan masyarakat Papua lainnya. Selain itu, pengaruh mas kawin juga sangat kuat disini, mas kawin merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Papua, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa disisi lain, mas kawin menuntut suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik agar mas kawin yang dibayarkan tidak hilang jika terjadi penyelewengan yang mengakibatkan perceraian. Oleh karena itu, dengan adanya pengaruh agama dan kebudayaan yang kuat maka wajar saja bila komponen komitmen etnis Papua berada pada kategori yang sangat tinggi. Faktor lain tidak adanya perbedaan komponen cinta ditinjau dari etnis bisa dikarenakan perbedaan antara budaya individualisme dan budaya koletivitis. Doherty, Hatfield, Thompson, dan Choo 1994 mengungkapkan bahwa pada penelitiannya, mereka menemukan beberapa perbedaan cinta pada kebudayaan negara barat dengan negara timur, atau kebudayaan individualisme dengan kebudayaan kolektivisme. Negara dengan kebudayaan individualisme seperti Amerika, Inggris, Australia, Kanada, serta negara-negara di utara dan barat Eropa lebih mementingkan keinginan pribadi, sedangkan negara dengan kebudayaan kolektivisme seperti Cina, Amerika Latin, Yunani, Italia bagian selatan, Kepualuan Pasifik lebih menekan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama Markus Kitayama, 1991; Triandis, McCusker, Hui, 1990, dalam Hatfield Rapson, 2007 . Ting-Toomey dalam Matsumoto, 2008