8
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan subdomain
Service Desk
,
Incident Management
, dan
Problem Management
. Penyebaran kuesioner dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti ini bertujuan untuk
mendapatkan sebagian bukti yang berkaitan dengan penelitian, yaitu mengenai Audit Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah pada
Subdomain
Service Desk
,
Incident Management
, serta
Problem Management
. 3.
Tahap III Pengolahan Data
. Tahap ketiga ini berfungsi untuk mengolah output yang dihasilkan pada tahap kedua, yaitu hasil kuesioner dan
wawancara. Pada tahap ini, dilakukan kroscek mengenai hasil kuesioner serta wawancara tersebut dengan melakukan wawancara mendalam dan
juga survei lapangan kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga, sehingga diketahui kebenaran buktinya. Selain itu, peneliti
juga melakukan dokumentasi sebagai bukti mendalam mengenai topik yang dibahas, yaitu mengenai
Service Desk
,
Incident Management
, dan
Problem Management
pada Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah SIPKD Dishubkombudpar Kota Salatiga.
4.
Tahap IV Penilaian Analisa Data
. Tahap terakhir yang dilakukan peneliti setelah melakukan pengumpulan data kemudian dilakukan pula
pengolahan data, maka hasil dari pengolahan data tersebut dianalisa oleh peneliti. Dari analisa yang dilakukan, akan diketahui temuan-temuan atas
audit berdasarkan bukti-bukti yang didapat dan juga studi literatur yang dilakukan peneliti. Hasil yang diketahui dari analisa data ini adalah
berupa rekomendasi yang merujuk dari temuan-temuan yang didapat.
4. Hasil dan Pembahasan
Gambar 3 Mapping ITIL ke CobIT 4.1 [16]
9
Gambar 3 menunjukkan mengenai
mapping
ITIL ke CobIT 4.1 yang memudahkan peneliti dalam penelitian ini. Berdasarkan Gambar 3 tersebut,
subdomain
Service Desk, Incident Management,
dan
Problem Management
masuk kedalam domain
Delivery and Support
pada framework CobIT terutama pada subdomain DS8 mengenai
manage service desk and incidents
dan DS10 mengenai
manage problems
.
Service Desk
di Dishubkombudpar Kota Salatiga
Pada dasarnya pihak Dppkad Kota Salatiga berfungsi sebagai lembaga pemerintahan dan bertugas mengelola keuangan daerah dari seluruh Satuan
Kerja Perangkat Daerah SKPD di Salatiga termasuk Dishubkombudpar Kota Salatiga sehingga men-
supply
SIPKD ke Dishubkombudpar Kota Salatiga juga. Sebagai
cental
dari penggunaan SIPKD ataupun SIP APBD, Dppkad Kota Salatiga ini tidak memiliki prosedur maupun kebijakan dalam
penanganan insiden maupun masalah yang terjadi pada SIPKD tersebut. Dppkad Kota Salatiga melakukan pengimplementasian Sistem Informasi
Keuangan, dalam hal ini SIPKD maupun SIP APBD, yang kemudian disebar ke seluruh SKPD termasuk Dishubkombudpar Kota Salatiga dikarenakan
turunnya aturan Pemerintah Dalam Negeri Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang mengharuskan seluruh SKPD menggunakan sistem informasi dalam
operasial pengelolaan keuangan daerahnya. Hal ini juga dinyatakan oleh Ibu Yuni Ambarawati
1
sebagai berikut : “Kita kan awal begitu ada aturan dari
Permendagri No. 132006 pasti kan dirapatkan itu kan instruksi dari pusat ya, itu kan disuruh pakai program pada keuangannya, tapi kan program banyak ya
ada dari BPHP, ada dari pihak ketiga yang lain. Kebijakan kita mengacu dari kebijakan yang di atas. Kebetulan kan ya ada keputusan dari pimpinan tapi
sesuai dengan ketetapan yang ada dari Permendagri tersebut, memang regulasinya kan harus seperti ini, namun kalau ada yang menyimpang dalam
hal ini adalah ada kegiatan lain di luar ketetapan sesuai kebutuhan dari setiap daerah yang sudah ada di SP misalnya ini kan disesuaikan dengan kita. Intinya
ada peraturan dari pusat, Permendagri, untuk pengelolaan keuangan. Terus caranya kan macam-macam. Kebetulan di STI kan ada SIP-APBD, SIP-
SKPD, macam-macam jadi beli dari sana. Ya kayak SI 2.6 itu kan juga untuk pengelolaan keuangan tapi acuannya tetap dari Permendagri
”. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Dppkad hanyalah sebuah
wadah pemerintahan daerah yang hanya melaksanakan apa yang telah diatur oleh aparatur pemerintahan Indonesia sebagai Pemerintah Daerah yang
memiliki tugas dalam pengelolaan keuangan daerah di Kota Salatiga. Sehingga, untuk kebijakan-kebijakan yang ada di Dppkad Pemerintah Kota
Salatiga diturunkan aturan langsung dari Pemerintah Dalam Negeri. Dppkad Pemerintah Kota Salatiga hanyalah menjalankan aturan-aturan tersebut.
Sedangkan, kebijakan yang diambil oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD itu sendiri termasuk Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun
Dishubkombudpar Kota Salatiga adalah kebijakan yang bersifat situasional.
1
Wawancara Tanggal 27 April 2012
10
Maksudnya, kebijakan ini dibuat karena adanya keadaan atau kegiatan di luar ketetapan yang ada itu sesuai dengan kebutuhan masing-masing SKPD. Selain
itu, dari wawancara tersebut diketahui bahwa Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah SIPKD yang ada dibeli dari sebuah perusahaan vendor
yang bernama Solusi Teknologi Informasi STI.
Keberadaan
Service Desk
berkaitan dengan keluhan dan masalah yang dapat terjadi dalam proses pengoperasian SIPKD di Dishubkombudpar Kota
Salatiga diserahkan kepada Implementor, yaitu karyawan Solusi Teknologi Informasi STI dan ditugaskan di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga sebagai
tenaga ahli atau dapat juga disebut sebagai
service desk help desk
. STI merupakan perusahaan vendor yang membuat Sistem Informasi Pelaporan
Keuangan Daerah SIPKD. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang diberikan
kepada Bendahara
dan Kepala
Subbagian Keuangan
Dishubkombudpar Kota Salatiga serta Staf Perencanaan Anggaran Dppkad Kota Salatiga yang sependapat menyebutkan bahwa yang bertugas menangani
keluhan ataupun masalah, dengan kata lain berfungsi sebagai
service desk
adalah tenaga ahli SIPKD yang ada di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Sama halnya ketika kedua responden dari Dishubkombudpar tersebut
diwawancarai, Ibu Tri Artiningsih, B.Sc menyatakan
2
bahwa : “Sepertinya di
Dppkad Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ada pihak ketiga, yaitu tenaga ahli yang di kontrak oleh Dppkad
”. Begitu juga pernyataan dari Ibu Indah Kusrini
3
yang menyatakan bahwa : “Yang bertindak sebagai penanggung jawab atas keluhan dan masalah yang
timbul adalah tenaga ahli dari Dppkad. Jika tenaga ahli sedang ke luar kota terkadang
database
nya dikirim email, nanti dibenahi lalu dikirim email lagi ke Saya”.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa ada tenaga ahli yang yang berfungsi sebagai
service desk
, namun fungsi tersebut tidak berasal dari internal organisasi Pemerintah Kota Salatiga.
Service desk
disini hanyalah pihak ketiga yang berasal dari STI yang merupakan perusahaan
pembuat SIPKD itu sendiri. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Ibu Tri Artiningsih, B.Sc di atas. Selain itu, hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari
Ibu Yuni Ambarwati, SH
4
yang menyatakan bahwa : “Memang sulit karena
kita sendiri tidak ada tenaga ahli. Kita belum ada yang bisa membantu, kita masih ada ketergantungan dengan pihak STI untuk pemeliharaan program
sementara ini. Ketergantungan kita masih tinggi untuk itu. Kita hanya menggunakan, hanya saja ketika terjadi
trouble
kita meminta bantuan dari pihak STI yang ada di sini ”.
Dari beberapa pernyataan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan identifikasi, penentuan dan kesepakatan mengenai
solusi penanganan
insiden dan
masalah dari
organisasi dengan
mengimplementasikan SIPKD. Selain itu, adanya
service desk
menunjukkan bahwa organisasi telah mengerti tentang kriteria pelayanan user.
2
Wawancara Tanggal 26 April 2012
3
Wawancara Tanggal 26 April 2012
4
Wawancara Tanggal 27 April 2012
11
Mengenai perencanaan dan desain infrastruktur
service desk
diketahui dari keterangan Ibu Indah Kusrini dan Ibu Tri Artiningsih dari
Dishubkombudpar Kota Salatiga pada saat wawancara. Beliau menyatakan bahwa ketika terjadi insiden ataupun masalah langsung menghubungi bagian
service desk
yang berada Dppkad Pemerintah Kota Salatiga melalui telepon yang disediakan oleh kantor. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sudah ada
rencana maupun desain mengenai infrastruktur
service desk
tersebut. Selain itu, diketahui pula berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor
sudah ada
Service Level Agreement
SLA dalam bentuk kontrak kerja yang telah disepakati bersama.
Di dalam kontrak kerja yang telah disepakati bersama, sudah terdapat perjanjian mengenai pembuatan pencatatan insiden maupun masalah yang ada.
Dari pencatatan tersebut akan dibuat laporan yang secara periodik diberikan oleh Implementor kepada Dppkad Kota Salatiga.
Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor diketahui bahwa sebagai
service desk,
ia telah melakukan spesifikasi terhadap target masalah yang akan ditanganinya. Berdasarkan kuesioner tersebut pula
diketahui bahwa hal itu telah dicantumkan di dalam kontrak kerja sama antara pihak Solusi Teknologi Informasi STI dan pihak Dppkad Pemerintah Kota
Salatiga. Namun
service desk
di sini masih memiliki fungsi sebagai tenaga ahli TI sekaligus sebagai
service desk
itu sendiri. Selain itu, ditemukan pula bahwa belum pernah dilakukan pengukuran kepuasan pengguna
user
terhadap sistem yang dipakai, sehingga tidak dapat diketahui kebutuhan user yang
sesungguhnya. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor pula, dapat
disimpulkan bahwa sebagai seseorang yang berfungsi sebagai
service desk
, dapat dikatakan
service desk
ini sudah sesuai dengan tugas
service desk
, yaitu untuk menerima insiden, mencatat insiden, klasifikasi insiden berdasar
prioritas, klasifikasi dan eskalasi, pencarian solusi, memberikan informasi kepada
end-user
mengenai proses yang berlangsung, mengenai komunikasi dengan proses ITIL yang lain, pelaporan ke manajemen dan manajer proses
terkait dengan performa
Service Desk
[10]. Adapun tugas dan wewenang implementor berdasarkan hasil kuesioner
yang diberikan kepadanya, disebutkan bahwa tugasnya ialah mendampingi user agar aplikasi dipakai sebagaimana mestinya. Sedangkan, wewenangnya
ialah menjagamemelihara aplikasi dan
database.
Selain itu, berdasarkan kuesioner pula, tanggung jawab yang dimilikinya adalah mendampingi
pengoperasian aplikasi sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Hal tersebut di atas sudah sesuai dengan fungsi sebagai
service desk
yang notabene berfungsi sebagai meja layanan yang dapat menjadi tempat untuk menampung dan
menyelesaikan insiden maupun masalah yang dapat timbul kapan saja. Secara teori,
service desk
bisa menjadi tahap pertama dalam memberikan solusi atas terjadinya insiden maupun masalah, sedangkan untuk penyelesaian
selanjutnya dilakukan oleh pihak TI jika dari
service desk
itu sendiri belum dapat menyelesaikan. Namun, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
peneliti, untuk jalur resolusi tidak ada. Hal itu dikarenakan
service desk
yang
12
bertugas merangkap sebagai tenaga ahli TI, sehingga tidak ada yang bertindak sebagai jalur resolusi yang seharusnya dilakukan oleh tenaga ahli TI.
Dari segi pencatatan insiden maupun masalah yang terjadi menurut Bapak Nurul Huda dan Bapak Agus Rusman berdasarkan wawancara
dikatakan bahwa pencatatan tidak selalu dilakukan karena pencatatan hanya terjadi ketika Implementor tidak sedang berada di tempat sehingga harus
ditampung terlebih dahulu sebagai pengingat. Sedangkan, berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor sudah dilakukan pencatatan
insiden maupun masalah tersebut olehnya, sekaligus koordinasinya bersama user dikarenakan hal tersebut sudah menjadi kontrak bersama Dppkad
Pemerintah Kota Salatiga.
Di samping itu, ditemukan pula tidak adanya prosedur yang mengatur pembatasan waktu dalam menyelesaikan insiden maupun masalah yang
terjadi. Sehingga, penyelesaian insiden maupun masalah tersebut tidak tentu waktu. Begitu pula mengenai pencatatan resolusi. Hal ini seperti yang
disebutkan sebelumnya, bahwa tidak ada jalur resolusi karena tidak adanya tenaga ahli TI yang berdiri sendiri. Namun, untuk persetujuan dari user
mengenai penyelesaian masalah yang ada sudah dilakukan. Ini berdasarkan pernyataan dari Implementor yang dibenarkan oleh user yang ada.
Tidak adanya
Quality Manajemen System
QMS, yang seharusnya mengidentifikasi persyaratan mutu dan kriteria; kebijakan dan kriteria serta
metode untuk mendefinisikan, mendeteksi, mengoreksi serta mencegah ketidaksesuaian, meskipun pada kenyataannya sudah ada tugas dan wewenang
bagi struktur organisasi yang ada. Berdasarkan hal tersebut, temuan yang ada, antara lain masih adanya pengerjaan ulang insiden ataupun masalah yang
pernah terjadi sebelumnya.
Di Dishubkombudpar Kota Salatiga kadang juga masih terjadi keluhan yang sama dan memicu terjadinya masalaherror, seperti pernyataan Ibu Indah
Kusrini
5
bahwa: “Keluhan yang sama terjadi kalau ganti
database
. Jadi, setiap tahun ganti
database
. Oleh karena itu, kadang masih terjadi
error
yang sama sehingga harus dibenarkan lagi
database-
nya, tapi kalau
database
-nya sudah ada di tangan mas abram biasanya tidak terjadi lagi
error
yang sama”. Selain itu, seperti yan telah disebutkan sebelumnya, belum pernah
dilakukan survei kepuasan pengguna. Survei kepuasan
user
belum pernah dilakukan baik dari pihak Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun oleh
pihak
service desk
. Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Tri Artaningsih selaku Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota
Salatiga. Pengimplementasian SIPKD dari pihak Implementor, dalam hal ini
adalah karyawan yang bekerja kepada Solusi Teknologi Informasi STI yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga, sebagian besar sudah sesuai dengan
ketentuan yang ada pada
framework
ITIL v3. Semua ketentuan ada dalam surat kontrak yang dijalani oleh Implementor dengan perusahaan yang
menaunginya, yaitu STI. Oleh karena itu, Implementor selalu memberikan
5
Wawancara Tanggal 26 April 2012
13
laporan juga kepada bagian TU dan Kepala Dinas di Dppkad Kota Salatiga. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang responden, Bapak Agus Rusman yang
menyatakan bahwa
6
: “Dari penyedia jasa ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya”. Penyedia jasa yang dimaksud adalah pihak
Implementor yang ada. Laporan tersebut memungkinkan organisasi untuk mengukur
kinerja pelayanan
dan waktu
tanggapan layanan
dan mengidentifikasi kecenderungan masalah yang berulang meskipun pada
kenyataannya masih sering terjadi masalah yang berulang. Hal ini dimaksudkan agar layanan dapat terus ditingkatkan.
Untuk pelaporan, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Bapak Agus Rusman
7
bahwa : “Meskipun di Bidang Anggaran tidak ada, tapi dari
penyedia jasa tenaga ahliimplementor ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya”.
Hasil wawancara di atas dapat menjelaskan bahwa dari Implementor dibuat laporan untuk mengukur performansinya. Hanya saja, laporan tersebut
tidak dikhususkan kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga maupun kepada Bidang Anggaran Dppkad Kota Salatiga yang secara
operasionalnya menggunakan SIPKD atau SIP APBD, namun langsung diberikan kepada Kepala Dinas dan juga bagian Sekretariat TU untuk
dijadikan arsip.
Di samping itu, untuk mengetahui apakah
Service Desk
benar-benar sesuai kebutuhan organisasi atau justru membuat proses operasional semakin
tidak efektif maka perlu diketahui juga kemampuan serta pengetahuannya, meskipun hanya merupakan pihak ketiga dari organisasi. Dari hasil kuesioner
yang diberikan kepada tenaga ahliimplementor dari SIPKD yang berfungsi sebagai
service desk
tersebut, diketahui bahwa pengetahuan dan pengalamannya mengenai
software
,
hardware
,
database
, serta menangani keluhan adalah baik. Hal ini terbukti dari pernyataan-pernyataan yang
dikemukakan oleh Ibu Tri Artiningsih, Ibu Indah Kusrini, Bapak Nurul Huda, dan Bapak Agus Rusman yang sependapat bahwa semua keluhan maupun
masalah yang timbul selama ini selalu dapat terselesaikan. Namun di sisi lain, terdapat kendala ketika tenaga ahli bertugas di luar kota, di luar kantor
Dppkad Kota Salatiga, maka akan memakan waktu cukup lama untuk menyelesaikan keluhan atau masalah yang ada tersebut. Ini sesuai dengan
pernyataan dari Bapak Nurul Huda
8
yang menyatakan : “Kalau ada orangnya
ya cepat, kalau tidak ada ya agak terlambat. Kalau tidak ada orang yang menangani ya ditangani sendiri dulu sebisanya”.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan yang diberikan oleh Ibu Indah Kusrini
9
yang menyatakan : “Untuk kategori cepat terselesaikan atau
tidak, ini tidak pasti. Kalau cepat selesai tergantung mas abram tenaga ahli ada atau tidak, kalau tidak ada harus menunggu hingga kembali”.
6
Wawancara Tanggal 27 April 2012
7
Wawancara Tanggal 27 April 2012
8
Wawancara Tanggal 27 April 2012
9
Wawancara Tanggal 26 April 2012
14
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Indah Kusrini
10
sebagai satu-satunya pengguna SIPKD di Dishubkombudpar Kota Salatiga diketahui bahwa hanya ada seorang saja yang memiliki potensi sebagai
service desk
dalam menyelesaikan insiden maupun masalah di sini. Hal ini sesuai dengan pernyataannya yang menyatakan :
“Yang bertindak sebagai penanggung jawab atas keluhan dan masalah ya Mas Abram itu
implementor. Ada temannya juga tapi tidak dapat menyelesaikan, jadi sama saja harus menunggu Mas Abram. Dulu juga ada yang ke sini juga tidak
mengerti. Kalau Mas Abram sedang ke luar kota kadang
database
-nya dikirim email, nanti dibenahi lalu dikirim email lagi ke saya”.
Dari pernyataan di atas pula, dapat disimpulkan bahwa kurangnya tenaga ahli atau
service desk
dalam hal ini dapat menghambat penyelesaian insiden maupun masalah. Hal ini juga dapat berujung pada tidak efisiennya
proses operasional yang berlangsung tersebut. Di dalam Dishubkombudpar Pemerintah Kota Salatiga maupun di
Dppkad KotaSalatiga belum ada fasilitas untuk melakukan pemantauan manajemen layanan. Hal tersebut tersirat dalam proses wawancara maupun
survei yang dilakukan peneliti. Tidak ada pembahasan mengenai pemantauan manajemen layanan.
Incident Management
di Dishubkombudpar Kota Salatiga
Manajemen insiden merupakan suatu pengelolaan atas insiden yang dapat terjadi tiba-tiba. Mulai dari kemana harus melaporkan ketika terjadi
insiden, hingga bagaimana penanganannya agar dapat meminimalisir ketidakefektifan dan ketidakefisienan proses operasional yang berlangsung.
Berdasarkan kuesioner dan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Tri Artaningsih, Ibu Indah Kusrini, serta Abram Setiafa selaku Implementor dapat
disimpulkan bahwa
service desk
yang ada telah menerima insiden, mencatat insiden, melakukan klasifikasi insiden berdasar prioritas. Hal ini sudah sesuai
dengan penangan insiden yang seharusnya. Telah adanya investigasi serta diagnosis atas insiden yang terjadi. Hal
ini dilihat dari pelaporan yang dilakukan oleh
service desk
. Pelaporan tersebut pada dasarnya memuat keluhan yang terjadi, jenis keluhan yang timbul,
waktu, serta siapa yang mengalami keluhan. Berdasarkan kuesioner dan hasil wawancara di Subbagian Keuangan
Dishubkombudpar Kota Salatiga, mereka sudah mengetahui harus kemana jika terjadi insiden yang tiba-tiba, yaitu kepada Implementor yang ditempatkan di
Dppkad Kota Salatiga yang memang berfungsi sebagai
service desk
disini. Hal ini seperti pada kutipan wawancara yang pertama dan kedua yang ditulis di
atas oleh penulis. Untuk pemulihan keluhan yang timbul, dilakukan sendiri oleh seorang
service desk
yang ada, yaitu Implementor. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pula bahwa untuk resolusi masih belum ada karena
fungsi
service desk
dan tenaga ahli dirangkap sekaligus oleh Implementor.
10
Wawancara Tanggal 26 April 2012
15
Berdasarkan keterangan Implementor telah ada penutupan keluhan setiap terjadi keluhan. Hal tersebut juga dilakukan setelah melakukan
konformasi kepada pengguna yang mengalami keluhan tersebut. Jika sudah menyelesaikan keluhan yang ada, maka akan ditutup. Semua ada di dalam
kontrak kerja yang telah disepakati.
Berdasarkan kuesioner maupun wawancara yang dilakukan, baik di Dishubkombudpar Kota Salatiga juga di Dppkad Kota Salatiga sebenarnya
sudah ada pengurangan resiko terjadinya insiden, yaitu dengan adanya
training
yang diadakan pada awal pengimplementasian SIPKD tersebut meskipun baru dilaksanakan sekali itu saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Ibu Indah Kusrini
11
yang menyatakan bahwa : “Saya pernah mengikuti
training sekali, waktu awal yang dibagi dua gelombang yang masing-masing gelombang mendapat jatah tiga hari untuk training karena tempatnya tidak
mencukupi untuk menampung banyaknya peserta dari berbagai SKPD. Pelaksanaannya digabung dengan SKPD yang lainnya. Setelah itu, tidak ada
training lagi, jadi belajar sendiri karena diberi buku panduannya juga”. Begitu juga dengan pernyataan Bapak Nurul Huda
12
yang menyatakan bahwa : “Ada
training, semua ditraining selama tiga hari di Dppkad tempatnya di bagian PDE”.
Namun, dari pernyataan Bapak Agus Rusman
13
berikut ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap terjadi pergantian jabatan seharusnya
diadakan lagi
training
namun belum terlaksana. Berikut adalah pernyataannya: “Semua ditraining selama tiga hari di Dppkad di bagian PDE pada saat
pertama implementasi SIPAPBD tahun2010 dan karena ada pergantian jabatan harus ada
refresh
training lagi tapi belum dilaksanakan kembali”. Dikarenakan kebanyakan insiden yang terjadi akan berujung menjadi
kategori masalah, karena keluhan yang muncul berupa
error database
, oleh karena itu selanjutnya akan dibahas pada sub bab
Problem Management
di DISHUBKOMBUDPAR Kota Salatiga.
Problem Management
di Dishubkombudpar Kota Salatiga
Masalah
problem
yang dimaksud disini berupa
error
yang terjadi pada sistem informasi yang diimplementasikan. Dalam hal ini ialah
error
yang terjadi pada SIPKD, dan dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah SIP
APBD. Di Dishubkombudpar Kota Salatiga sendiri, terkadang bahkan masih sering terjadi
error
program. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang diberikan baik kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga
maupun kepada Bidang Anggaran Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bapak Nurul Huda
14
ketika peneliti menanyakan tentang seberapa sering beliau mengalami kendala dalam
mengoperasikan SIP APBD, yang menyatakan bahwa : “Sering, contohnya
perincian objek. Itu mengenai kerancuan dalam hal nomer rekening, selain itu
11
Wawancara Tanggal 26 April 2012
12
Wawancara Tanggal 27 April 2012
13
Wawancara Tanggal 27 April 2012
14
Wawancara Tanggal 27 April 2012
16
kadang ada perbedaan persepsi antara bagian akuntansi dan bagian anggaran mengenai pembedaan nomer rekening”.
Pihak Dppkad Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga masih bergantung pada STI Solusi Teknologi Informasi yang merupakan
perusahaan pembuat SIPKD dan SIP APBD, dalam hal pemeliharaan program termasuk dalam manajemen insiden dan manajemen masalah yang timbul
pada programsistem informasi tersebut. Ketergantuangannya cukup tinggi, seperti yang dikemukakan oleh Ibu Yuni Ambarwati
15
bahwa : “Kita masih ada ketergantungan dengan pihak STI untuk pemeliharaan program sementara
ini. Ketergantungan kita masih tinggi untuk itu. Kita hanya menggunakan, hanya saja ketika terjadi
trouble
kita minta bantuan dengan pihak STI yang ada di sini
”. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Dppkad Kota Salatiga
tidak menangani insiden maupun masalah yang terjadi pada SIPKD karena diserahkan sepenuhnya kepada Implementor dari STI yang ditempatkan di
Dppkad Kota Salatiga. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan pernyataan Ibu Tri Artiningsih
16
sebagai Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga mengenai penanggung jawab yang menampung dan
menyelesaikan masalah yang terjadi pada SIPKD, menyatakan bahwa : “Di
Dppkad Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ada pihak ketiga, yaitu tenaga ahli yang di kontrak oleh Dppkad
”. Begitu juga dengan hasil kuesioner dari Ibu Indah Kusrini sebagai
Bendahara Dishubkombudpar yang menuliskan bahwa ketika terjadi keluhan atau masalah yang harus dihubungi yaitu pihak yang disebutnya operator
SIPKD. Operator SIPKD yang dimaksud adalah Implementor SIPKD. Kedua pernyataan dari Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar dan
Bendahara Dishubkombudpar Kota Salatiga tersebut mengartikan bahwa adanya ketergantungan Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga
terhadap Implementor yang berfungsi sebagai
Service Desk
. Hal pertama dalam manajemen masalah adalah mengenai identifikasi
dan pencatatan masalah yang timbul. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor, telah dilakukan pencatatan terhadap setiap masalah yang
timbul. Dan kmudian, diidentifikasi untuk. Setelah itu, masalah yang timbul tersebut diklasifikasikan dan diprioritaskan berdasarkan tingkat
urgent
-nya. Masalah yang telah diprioritaskan tersebut, diselidiki dan didiagnosa untuk
mengetahui penyebabnya. Jika telah diketahui penyebabnya, tugas Implementor selanjutnya adalah mengendalikan masalah yang ada agar tidak
timbul kembali. Selain dikendalikan, masalah yang sudah selesai juga ditutup oleh Implementor. Semua itu telah dicantumkan dalam kontrak kerja.
Catatan kesalahan, analisis target serta dukungan telah dicantumkan dalam laporan yang dibuat oleh Impementor. Yang kemudian diberikan
kepada Kepala Dinas dan Bagian TU Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Hal ini sesuai dengan kuesioner dan wawancara kepada Implementor.
15
Wawancara Tanggal 27 April 2012
16
Wawancara Tanggal 26 April 2012
17
Pada manajemen masalah tidak hanya mengenai penyelesaian masalah, namun juga mengenai informasi yang diberikan kepada pihak terkait. Dalam
hal ini adalah mengenai laporan yang diberikan oleh Implementor. Manajemen masalah atas pengimplementasian SIPKD dari pihak Implementor
itu sendiri, dalam hal ini adalah karyawan yang bekerja kepada Solusi Teknologi Informasi STI yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga,
sebagian besar sudah sesuai dengan ketentuan yang ada pada framework ITIL v3. Semua ketentuan ada dalam surat kontrak yang dijalani oleh Implementor
dengan perusahaan yang menaunginya, yaitu STI. Oleh karena itu, Implementor selalu memberikan laporan juga kepada bagian TU dan Kepala
Dinas di Dppkad Kota Salatiga. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang responden, Bapak Agus Rusman yang menyatakan bahwa
17
: “Dari penyedia jasa ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya”. Penyedia
jasa yang dimaksud adalah pihak Implementor yang ada. Dapat disimpulkan bahwa laporan hanya diberikan kepada Bagian TU dan Kepala Dinas Dppkad
Pemerintah Kota Salatiga, sehingga bidang-bidang lain tidak mengetahui isi dari laporan tersebut. Padahal, laporan tersebut dapat dijadikan sebagai
petunjuk atau panduan untuk masalah-masalah berikutnya yang timbul.
Sedangkan, dari Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga sendiri tidak ada ketentuan-ketentuan
tersebut di atas karena tidak adanya
service desk
yang bekerja dari internal organisasi ini sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner, wawancara
maupun survey yang dilakukan penulis. Adapun dalam wawancara yang dilakukan dengan Ibu Yuni Ambarwati
18
selaku Kepala Bidang Anggaran Dppkad Pemerintah Kota Salatiga, beliau berpendapat bahwa :
“Yang punya program kan pasti punya manajemen, kalau bisa
transfer knowledge
, ini kan memang penting. Masalahnya kan gini, kita ada SKPD, kita minta dari sistem,
ketika sana
trouble
kita belum ada tenaga ahli yang disini kita masih kesulitan, memang mestinya ada
transfer knowledge
jadi ketika ada masalah kita bisa menyelesaikan”.
Dari pendapat Ibu Yuni Ambarwati di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya
transfer knowledge
kepada pihak internal organisasi akan sangat membantu dalam manajemen insiden dan manajemen masalah. Dengan
begitu, akan muncul tenaga ahli lagi dan ini berasal dari internal organisasi, sehingga memudahkan proses manajemen masalah itu sendiri. Tentunya,
dengan munculnya tenaga ahli dari internal organisasi, secara tidak langsung akan mengurangi tingkat ketergantungan organisasi terhadap
service desk
yang berasal dari eksternal organisasi dan ini akan menunjukkan efisiensi proses bisnis organisasi. Hal ini dikarenakan, jika bergantung pada
service desk
yang berasal dari eksternal perusahaan yang bisa sewaktu-waktu dipanggil oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk menyelesaikan tugasnya
yang lain maka akan mengulur waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan kendala yang dapat muncul kapanpun itu.
17
Wawancara Tanggal 27 April 2012
18
Wawancara Tanggal 27 April 2012
18
Mengenai pelacakan tren masalah yang timbul belum dilakukan. Hal ini dapat disimpulkan dari proses wawancara maupun dari kuesioner yang
diberikan, termasuk dari observasi yang dilakukan oleh peneliti. Tidak ada keterangan yang menyampaikan hal tersebut.
Hasil Temuan
Temuan-temuan yang dilaporkan berdasarkan beberapa alasan, antara lain : bukti audit yang ditemukan fakta dan bukan opini; relevan dengan
masalah yang dihadapi; mendukung kesimpulan yang logis, beralasan, dan dapat mendorong manajemen untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan hasil
audit; dan menunjukkan gejala masalah yang potensial terjadi di masa depan. Berikut adalah temuan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan :
pertama,
service desk
memiliki dwifungsi sekaligus, yaitu sebagai tenaga ahli dan sebagai
service desk
itu sendiri. Kedua, tidak adanya survey kepuasan user. Ketiga, tidak adanya jalur resolusi yang dikarenakan tidak adanya bagian
tenaga ahli TI secara khusus. Keempat, tidak adanya prosedur pembatasan waktu dalam menyelesaikan insiden maupun masalah yang timbul. Kelima,
tidak adanya pencatatan resolusi dikarenakan tidak adanya pula tenaga ahli TI secara khusus. Keenam, masih adanya pengerjaan ulang atas insiden ataupun
masalah yang pernah timbul sebelumnya. Ketujuh, laporan kinerja hanya sebagai arsip dan diberikan kepada TU dan Kepala Dinas Dppkad Kota
Salatiga. Kedelapan, masih adanya keluhan terhadap service desk dikarenakan service desk yang berasal dari eksternal organisasi membuat keluhan yang
muncul terkadang menjadi terbengkalai dan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Kesembilan, belum adanya fasilitas untuk melakukan pemantauan
manajemen layanan. Kesepuluh, masih kurangnya tenaga ahli pada
service desk.
Kesebelas, training yang dilakukan hanya sekali. Keduabelas, tidak adanya kebijakan dan prosedur tertulis dari Dppkad Kota Salatiga selaku
central
SIPKD. Ketigabelas, tidak adanya pelacakan tren masalah yang timbul.
5. Simpulan