Hasil dan Pembahasan T1 682008121 Full text

8 pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan subdomain Service Desk , Incident Management , dan Problem Management . Penyebaran kuesioner dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti ini bertujuan untuk mendapatkan sebagian bukti yang berkaitan dengan penelitian, yaitu mengenai Audit Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah pada Subdomain Service Desk , Incident Management , serta Problem Management . 3. Tahap III Pengolahan Data . Tahap ketiga ini berfungsi untuk mengolah output yang dihasilkan pada tahap kedua, yaitu hasil kuesioner dan wawancara. Pada tahap ini, dilakukan kroscek mengenai hasil kuesioner serta wawancara tersebut dengan melakukan wawancara mendalam dan juga survei lapangan kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga, sehingga diketahui kebenaran buktinya. Selain itu, peneliti juga melakukan dokumentasi sebagai bukti mendalam mengenai topik yang dibahas, yaitu mengenai Service Desk , Incident Management , dan Problem Management pada Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah SIPKD Dishubkombudpar Kota Salatiga. 4. Tahap IV Penilaian Analisa Data . Tahap terakhir yang dilakukan peneliti setelah melakukan pengumpulan data kemudian dilakukan pula pengolahan data, maka hasil dari pengolahan data tersebut dianalisa oleh peneliti. Dari analisa yang dilakukan, akan diketahui temuan-temuan atas audit berdasarkan bukti-bukti yang didapat dan juga studi literatur yang dilakukan peneliti. Hasil yang diketahui dari analisa data ini adalah berupa rekomendasi yang merujuk dari temuan-temuan yang didapat.

4. Hasil dan Pembahasan

Gambar 3 Mapping ITIL ke CobIT 4.1 [16] 9 Gambar 3 menunjukkan mengenai mapping ITIL ke CobIT 4.1 yang memudahkan peneliti dalam penelitian ini. Berdasarkan Gambar 3 tersebut, subdomain Service Desk, Incident Management, dan Problem Management masuk kedalam domain Delivery and Support pada framework CobIT terutama pada subdomain DS8 mengenai manage service desk and incidents dan DS10 mengenai manage problems . Service Desk di Dishubkombudpar Kota Salatiga Pada dasarnya pihak Dppkad Kota Salatiga berfungsi sebagai lembaga pemerintahan dan bertugas mengelola keuangan daerah dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD di Salatiga termasuk Dishubkombudpar Kota Salatiga sehingga men- supply SIPKD ke Dishubkombudpar Kota Salatiga juga. Sebagai cental dari penggunaan SIPKD ataupun SIP APBD, Dppkad Kota Salatiga ini tidak memiliki prosedur maupun kebijakan dalam penanganan insiden maupun masalah yang terjadi pada SIPKD tersebut. Dppkad Kota Salatiga melakukan pengimplementasian Sistem Informasi Keuangan, dalam hal ini SIPKD maupun SIP APBD, yang kemudian disebar ke seluruh SKPD termasuk Dishubkombudpar Kota Salatiga dikarenakan turunnya aturan Pemerintah Dalam Negeri Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang mengharuskan seluruh SKPD menggunakan sistem informasi dalam operasial pengelolaan keuangan daerahnya. Hal ini juga dinyatakan oleh Ibu Yuni Ambarawati 1 sebagai berikut : “Kita kan awal begitu ada aturan dari Permendagri No. 132006 pasti kan dirapatkan itu kan instruksi dari pusat ya, itu kan disuruh pakai program pada keuangannya, tapi kan program banyak ya ada dari BPHP, ada dari pihak ketiga yang lain. Kebijakan kita mengacu dari kebijakan yang di atas. Kebetulan kan ya ada keputusan dari pimpinan tapi sesuai dengan ketetapan yang ada dari Permendagri tersebut, memang regulasinya kan harus seperti ini, namun kalau ada yang menyimpang dalam hal ini adalah ada kegiatan lain di luar ketetapan sesuai kebutuhan dari setiap daerah yang sudah ada di SP misalnya ini kan disesuaikan dengan kita. Intinya ada peraturan dari pusat, Permendagri, untuk pengelolaan keuangan. Terus caranya kan macam-macam. Kebetulan di STI kan ada SIP-APBD, SIP- SKPD, macam-macam jadi beli dari sana. Ya kayak SI 2.6 itu kan juga untuk pengelolaan keuangan tapi acuannya tetap dari Permendagri ”. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Dppkad hanyalah sebuah wadah pemerintahan daerah yang hanya melaksanakan apa yang telah diatur oleh aparatur pemerintahan Indonesia sebagai Pemerintah Daerah yang memiliki tugas dalam pengelolaan keuangan daerah di Kota Salatiga. Sehingga, untuk kebijakan-kebijakan yang ada di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga diturunkan aturan langsung dari Pemerintah Dalam Negeri. Dppkad Pemerintah Kota Salatiga hanyalah menjalankan aturan-aturan tersebut. Sedangkan, kebijakan yang diambil oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD itu sendiri termasuk Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga adalah kebijakan yang bersifat situasional. 1 Wawancara Tanggal 27 April 2012 10 Maksudnya, kebijakan ini dibuat karena adanya keadaan atau kegiatan di luar ketetapan yang ada itu sesuai dengan kebutuhan masing-masing SKPD. Selain itu, dari wawancara tersebut diketahui bahwa Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah SIPKD yang ada dibeli dari sebuah perusahaan vendor yang bernama Solusi Teknologi Informasi STI. Keberadaan Service Desk berkaitan dengan keluhan dan masalah yang dapat terjadi dalam proses pengoperasian SIPKD di Dishubkombudpar Kota Salatiga diserahkan kepada Implementor, yaitu karyawan Solusi Teknologi Informasi STI dan ditugaskan di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga sebagai tenaga ahli atau dapat juga disebut sebagai service desk help desk . STI merupakan perusahaan vendor yang membuat Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah SIPKD. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang diberikan kepada Bendahara dan Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga serta Staf Perencanaan Anggaran Dppkad Kota Salatiga yang sependapat menyebutkan bahwa yang bertugas menangani keluhan ataupun masalah, dengan kata lain berfungsi sebagai service desk adalah tenaga ahli SIPKD yang ada di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Sama halnya ketika kedua responden dari Dishubkombudpar tersebut diwawancarai, Ibu Tri Artiningsih, B.Sc menyatakan 2 bahwa : “Sepertinya di Dppkad Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ada pihak ketiga, yaitu tenaga ahli yang di kontrak oleh Dppkad ”. Begitu juga pernyataan dari Ibu Indah Kusrini 3 yang menyatakan bahwa : “Yang bertindak sebagai penanggung jawab atas keluhan dan masalah yang timbul adalah tenaga ahli dari Dppkad. Jika tenaga ahli sedang ke luar kota terkadang database nya dikirim email, nanti dibenahi lalu dikirim email lagi ke Saya”. Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa ada tenaga ahli yang yang berfungsi sebagai service desk , namun fungsi tersebut tidak berasal dari internal organisasi Pemerintah Kota Salatiga. Service desk disini hanyalah pihak ketiga yang berasal dari STI yang merupakan perusahaan pembuat SIPKD itu sendiri. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Ibu Tri Artiningsih, B.Sc di atas. Selain itu, hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Yuni Ambarwati, SH 4 yang menyatakan bahwa : “Memang sulit karena kita sendiri tidak ada tenaga ahli. Kita belum ada yang bisa membantu, kita masih ada ketergantungan dengan pihak STI untuk pemeliharaan program sementara ini. Ketergantungan kita masih tinggi untuk itu. Kita hanya menggunakan, hanya saja ketika terjadi trouble kita meminta bantuan dari pihak STI yang ada di sini ”. Dari beberapa pernyataan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan identifikasi, penentuan dan kesepakatan mengenai solusi penanganan insiden dan masalah dari organisasi dengan mengimplementasikan SIPKD. Selain itu, adanya service desk menunjukkan bahwa organisasi telah mengerti tentang kriteria pelayanan user. 2 Wawancara Tanggal 26 April 2012 3 Wawancara Tanggal 26 April 2012 4 Wawancara Tanggal 27 April 2012 11 Mengenai perencanaan dan desain infrastruktur service desk diketahui dari keterangan Ibu Indah Kusrini dan Ibu Tri Artiningsih dari Dishubkombudpar Kota Salatiga pada saat wawancara. Beliau menyatakan bahwa ketika terjadi insiden ataupun masalah langsung menghubungi bagian service desk yang berada Dppkad Pemerintah Kota Salatiga melalui telepon yang disediakan oleh kantor. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sudah ada rencana maupun desain mengenai infrastruktur service desk tersebut. Selain itu, diketahui pula berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor sudah ada Service Level Agreement SLA dalam bentuk kontrak kerja yang telah disepakati bersama. Di dalam kontrak kerja yang telah disepakati bersama, sudah terdapat perjanjian mengenai pembuatan pencatatan insiden maupun masalah yang ada. Dari pencatatan tersebut akan dibuat laporan yang secara periodik diberikan oleh Implementor kepada Dppkad Kota Salatiga. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor diketahui bahwa sebagai service desk, ia telah melakukan spesifikasi terhadap target masalah yang akan ditanganinya. Berdasarkan kuesioner tersebut pula diketahui bahwa hal itu telah dicantumkan di dalam kontrak kerja sama antara pihak Solusi Teknologi Informasi STI dan pihak Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Namun service desk di sini masih memiliki fungsi sebagai tenaga ahli TI sekaligus sebagai service desk itu sendiri. Selain itu, ditemukan pula bahwa belum pernah dilakukan pengukuran kepuasan pengguna user terhadap sistem yang dipakai, sehingga tidak dapat diketahui kebutuhan user yang sesungguhnya. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor pula, dapat disimpulkan bahwa sebagai seseorang yang berfungsi sebagai service desk , dapat dikatakan service desk ini sudah sesuai dengan tugas service desk , yaitu untuk menerima insiden, mencatat insiden, klasifikasi insiden berdasar prioritas, klasifikasi dan eskalasi, pencarian solusi, memberikan informasi kepada end-user mengenai proses yang berlangsung, mengenai komunikasi dengan proses ITIL yang lain, pelaporan ke manajemen dan manajer proses terkait dengan performa Service Desk [10]. Adapun tugas dan wewenang implementor berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepadanya, disebutkan bahwa tugasnya ialah mendampingi user agar aplikasi dipakai sebagaimana mestinya. Sedangkan, wewenangnya ialah menjagamemelihara aplikasi dan database. Selain itu, berdasarkan kuesioner pula, tanggung jawab yang dimilikinya adalah mendampingi pengoperasian aplikasi sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Hal tersebut di atas sudah sesuai dengan fungsi sebagai service desk yang notabene berfungsi sebagai meja layanan yang dapat menjadi tempat untuk menampung dan menyelesaikan insiden maupun masalah yang dapat timbul kapan saja. Secara teori, service desk bisa menjadi tahap pertama dalam memberikan solusi atas terjadinya insiden maupun masalah, sedangkan untuk penyelesaian selanjutnya dilakukan oleh pihak TI jika dari service desk itu sendiri belum dapat menyelesaikan. Namun, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, untuk jalur resolusi tidak ada. Hal itu dikarenakan service desk yang 12 bertugas merangkap sebagai tenaga ahli TI, sehingga tidak ada yang bertindak sebagai jalur resolusi yang seharusnya dilakukan oleh tenaga ahli TI. Dari segi pencatatan insiden maupun masalah yang terjadi menurut Bapak Nurul Huda dan Bapak Agus Rusman berdasarkan wawancara dikatakan bahwa pencatatan tidak selalu dilakukan karena pencatatan hanya terjadi ketika Implementor tidak sedang berada di tempat sehingga harus ditampung terlebih dahulu sebagai pengingat. Sedangkan, berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor sudah dilakukan pencatatan insiden maupun masalah tersebut olehnya, sekaligus koordinasinya bersama user dikarenakan hal tersebut sudah menjadi kontrak bersama Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Di samping itu, ditemukan pula tidak adanya prosedur yang mengatur pembatasan waktu dalam menyelesaikan insiden maupun masalah yang terjadi. Sehingga, penyelesaian insiden maupun masalah tersebut tidak tentu waktu. Begitu pula mengenai pencatatan resolusi. Hal ini seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa tidak ada jalur resolusi karena tidak adanya tenaga ahli TI yang berdiri sendiri. Namun, untuk persetujuan dari user mengenai penyelesaian masalah yang ada sudah dilakukan. Ini berdasarkan pernyataan dari Implementor yang dibenarkan oleh user yang ada. Tidak adanya Quality Manajemen System QMS, yang seharusnya mengidentifikasi persyaratan mutu dan kriteria; kebijakan dan kriteria serta metode untuk mendefinisikan, mendeteksi, mengoreksi serta mencegah ketidaksesuaian, meskipun pada kenyataannya sudah ada tugas dan wewenang bagi struktur organisasi yang ada. Berdasarkan hal tersebut, temuan yang ada, antara lain masih adanya pengerjaan ulang insiden ataupun masalah yang pernah terjadi sebelumnya. Di Dishubkombudpar Kota Salatiga kadang juga masih terjadi keluhan yang sama dan memicu terjadinya masalaherror, seperti pernyataan Ibu Indah Kusrini 5 bahwa: “Keluhan yang sama terjadi kalau ganti database . Jadi, setiap tahun ganti database . Oleh karena itu, kadang masih terjadi error yang sama sehingga harus dibenarkan lagi database- nya, tapi kalau database -nya sudah ada di tangan mas abram biasanya tidak terjadi lagi error yang sama”. Selain itu, seperti yan telah disebutkan sebelumnya, belum pernah dilakukan survei kepuasan pengguna. Survei kepuasan user belum pernah dilakukan baik dari pihak Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun oleh pihak service desk . Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Tri Artaningsih selaku Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga. Pengimplementasian SIPKD dari pihak Implementor, dalam hal ini adalah karyawan yang bekerja kepada Solusi Teknologi Informasi STI yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga, sebagian besar sudah sesuai dengan ketentuan yang ada pada framework ITIL v3. Semua ketentuan ada dalam surat kontrak yang dijalani oleh Implementor dengan perusahaan yang menaunginya, yaitu STI. Oleh karena itu, Implementor selalu memberikan 5 Wawancara Tanggal 26 April 2012 13 laporan juga kepada bagian TU dan Kepala Dinas di Dppkad Kota Salatiga. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang responden, Bapak Agus Rusman yang menyatakan bahwa 6 : “Dari penyedia jasa ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya”. Penyedia jasa yang dimaksud adalah pihak Implementor yang ada. Laporan tersebut memungkinkan organisasi untuk mengukur kinerja pelayanan dan waktu tanggapan layanan dan mengidentifikasi kecenderungan masalah yang berulang meskipun pada kenyataannya masih sering terjadi masalah yang berulang. Hal ini dimaksudkan agar layanan dapat terus ditingkatkan. Untuk pelaporan, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Bapak Agus Rusman 7 bahwa : “Meskipun di Bidang Anggaran tidak ada, tapi dari penyedia jasa tenaga ahliimplementor ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya”. Hasil wawancara di atas dapat menjelaskan bahwa dari Implementor dibuat laporan untuk mengukur performansinya. Hanya saja, laporan tersebut tidak dikhususkan kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga maupun kepada Bidang Anggaran Dppkad Kota Salatiga yang secara operasionalnya menggunakan SIPKD atau SIP APBD, namun langsung diberikan kepada Kepala Dinas dan juga bagian Sekretariat TU untuk dijadikan arsip. Di samping itu, untuk mengetahui apakah Service Desk benar-benar sesuai kebutuhan organisasi atau justru membuat proses operasional semakin tidak efektif maka perlu diketahui juga kemampuan serta pengetahuannya, meskipun hanya merupakan pihak ketiga dari organisasi. Dari hasil kuesioner yang diberikan kepada tenaga ahliimplementor dari SIPKD yang berfungsi sebagai service desk tersebut, diketahui bahwa pengetahuan dan pengalamannya mengenai software , hardware , database , serta menangani keluhan adalah baik. Hal ini terbukti dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh Ibu Tri Artiningsih, Ibu Indah Kusrini, Bapak Nurul Huda, dan Bapak Agus Rusman yang sependapat bahwa semua keluhan maupun masalah yang timbul selama ini selalu dapat terselesaikan. Namun di sisi lain, terdapat kendala ketika tenaga ahli bertugas di luar kota, di luar kantor Dppkad Kota Salatiga, maka akan memakan waktu cukup lama untuk menyelesaikan keluhan atau masalah yang ada tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Nurul Huda 8 yang menyatakan : “Kalau ada orangnya ya cepat, kalau tidak ada ya agak terlambat. Kalau tidak ada orang yang menangani ya ditangani sendiri dulu sebisanya”. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan yang diberikan oleh Ibu Indah Kusrini 9 yang menyatakan : “Untuk kategori cepat terselesaikan atau tidak, ini tidak pasti. Kalau cepat selesai tergantung mas abram tenaga ahli ada atau tidak, kalau tidak ada harus menunggu hingga kembali”. 6 Wawancara Tanggal 27 April 2012 7 Wawancara Tanggal 27 April 2012 8 Wawancara Tanggal 27 April 2012 9 Wawancara Tanggal 26 April 2012 14 Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Indah Kusrini 10 sebagai satu-satunya pengguna SIPKD di Dishubkombudpar Kota Salatiga diketahui bahwa hanya ada seorang saja yang memiliki potensi sebagai service desk dalam menyelesaikan insiden maupun masalah di sini. Hal ini sesuai dengan pernyataannya yang menyatakan : “Yang bertindak sebagai penanggung jawab atas keluhan dan masalah ya Mas Abram itu implementor. Ada temannya juga tapi tidak dapat menyelesaikan, jadi sama saja harus menunggu Mas Abram. Dulu juga ada yang ke sini juga tidak mengerti. Kalau Mas Abram sedang ke luar kota kadang database -nya dikirim email, nanti dibenahi lalu dikirim email lagi ke saya”. Dari pernyataan di atas pula, dapat disimpulkan bahwa kurangnya tenaga ahli atau service desk dalam hal ini dapat menghambat penyelesaian insiden maupun masalah. Hal ini juga dapat berujung pada tidak efisiennya proses operasional yang berlangsung tersebut. Di dalam Dishubkombudpar Pemerintah Kota Salatiga maupun di Dppkad KotaSalatiga belum ada fasilitas untuk melakukan pemantauan manajemen layanan. Hal tersebut tersirat dalam proses wawancara maupun survei yang dilakukan peneliti. Tidak ada pembahasan mengenai pemantauan manajemen layanan. Incident Management di Dishubkombudpar Kota Salatiga Manajemen insiden merupakan suatu pengelolaan atas insiden yang dapat terjadi tiba-tiba. Mulai dari kemana harus melaporkan ketika terjadi insiden, hingga bagaimana penanganannya agar dapat meminimalisir ketidakefektifan dan ketidakefisienan proses operasional yang berlangsung. Berdasarkan kuesioner dan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Tri Artaningsih, Ibu Indah Kusrini, serta Abram Setiafa selaku Implementor dapat disimpulkan bahwa service desk yang ada telah menerima insiden, mencatat insiden, melakukan klasifikasi insiden berdasar prioritas. Hal ini sudah sesuai dengan penangan insiden yang seharusnya. Telah adanya investigasi serta diagnosis atas insiden yang terjadi. Hal ini dilihat dari pelaporan yang dilakukan oleh service desk . Pelaporan tersebut pada dasarnya memuat keluhan yang terjadi, jenis keluhan yang timbul, waktu, serta siapa yang mengalami keluhan. Berdasarkan kuesioner dan hasil wawancara di Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga, mereka sudah mengetahui harus kemana jika terjadi insiden yang tiba-tiba, yaitu kepada Implementor yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga yang memang berfungsi sebagai service desk disini. Hal ini seperti pada kutipan wawancara yang pertama dan kedua yang ditulis di atas oleh penulis. Untuk pemulihan keluhan yang timbul, dilakukan sendiri oleh seorang service desk yang ada, yaitu Implementor. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pula bahwa untuk resolusi masih belum ada karena fungsi service desk dan tenaga ahli dirangkap sekaligus oleh Implementor. 10 Wawancara Tanggal 26 April 2012 15 Berdasarkan keterangan Implementor telah ada penutupan keluhan setiap terjadi keluhan. Hal tersebut juga dilakukan setelah melakukan konformasi kepada pengguna yang mengalami keluhan tersebut. Jika sudah menyelesaikan keluhan yang ada, maka akan ditutup. Semua ada di dalam kontrak kerja yang telah disepakati. Berdasarkan kuesioner maupun wawancara yang dilakukan, baik di Dishubkombudpar Kota Salatiga juga di Dppkad Kota Salatiga sebenarnya sudah ada pengurangan resiko terjadinya insiden, yaitu dengan adanya training yang diadakan pada awal pengimplementasian SIPKD tersebut meskipun baru dilaksanakan sekali itu saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Indah Kusrini 11 yang menyatakan bahwa : “Saya pernah mengikuti training sekali, waktu awal yang dibagi dua gelombang yang masing-masing gelombang mendapat jatah tiga hari untuk training karena tempatnya tidak mencukupi untuk menampung banyaknya peserta dari berbagai SKPD. Pelaksanaannya digabung dengan SKPD yang lainnya. Setelah itu, tidak ada training lagi, jadi belajar sendiri karena diberi buku panduannya juga”. Begitu juga dengan pernyataan Bapak Nurul Huda 12 yang menyatakan bahwa : “Ada training, semua ditraining selama tiga hari di Dppkad tempatnya di bagian PDE”. Namun, dari pernyataan Bapak Agus Rusman 13 berikut ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap terjadi pergantian jabatan seharusnya diadakan lagi training namun belum terlaksana. Berikut adalah pernyataannya: “Semua ditraining selama tiga hari di Dppkad di bagian PDE pada saat pertama implementasi SIPAPBD tahun2010 dan karena ada pergantian jabatan harus ada refresh training lagi tapi belum dilaksanakan kembali”. Dikarenakan kebanyakan insiden yang terjadi akan berujung menjadi kategori masalah, karena keluhan yang muncul berupa error database , oleh karena itu selanjutnya akan dibahas pada sub bab Problem Management di DISHUBKOMBUDPAR Kota Salatiga. Problem Management di Dishubkombudpar Kota Salatiga Masalah problem yang dimaksud disini berupa error yang terjadi pada sistem informasi yang diimplementasikan. Dalam hal ini ialah error yang terjadi pada SIPKD, dan dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah SIP APBD. Di Dishubkombudpar Kota Salatiga sendiri, terkadang bahkan masih sering terjadi error program. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang diberikan baik kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga maupun kepada Bidang Anggaran Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bapak Nurul Huda 14 ketika peneliti menanyakan tentang seberapa sering beliau mengalami kendala dalam mengoperasikan SIP APBD, yang menyatakan bahwa : “Sering, contohnya perincian objek. Itu mengenai kerancuan dalam hal nomer rekening, selain itu 11 Wawancara Tanggal 26 April 2012 12 Wawancara Tanggal 27 April 2012 13 Wawancara Tanggal 27 April 2012 14 Wawancara Tanggal 27 April 2012 16 kadang ada perbedaan persepsi antara bagian akuntansi dan bagian anggaran mengenai pembedaan nomer rekening”. Pihak Dppkad Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga masih bergantung pada STI Solusi Teknologi Informasi yang merupakan perusahaan pembuat SIPKD dan SIP APBD, dalam hal pemeliharaan program termasuk dalam manajemen insiden dan manajemen masalah yang timbul pada programsistem informasi tersebut. Ketergantuangannya cukup tinggi, seperti yang dikemukakan oleh Ibu Yuni Ambarwati 15 bahwa : “Kita masih ada ketergantungan dengan pihak STI untuk pemeliharaan program sementara ini. Ketergantungan kita masih tinggi untuk itu. Kita hanya menggunakan, hanya saja ketika terjadi trouble kita minta bantuan dengan pihak STI yang ada di sini ”. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Dppkad Kota Salatiga tidak menangani insiden maupun masalah yang terjadi pada SIPKD karena diserahkan sepenuhnya kepada Implementor dari STI yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan pernyataan Ibu Tri Artiningsih 16 sebagai Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga mengenai penanggung jawab yang menampung dan menyelesaikan masalah yang terjadi pada SIPKD, menyatakan bahwa : “Di Dppkad Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ada pihak ketiga, yaitu tenaga ahli yang di kontrak oleh Dppkad ”. Begitu juga dengan hasil kuesioner dari Ibu Indah Kusrini sebagai Bendahara Dishubkombudpar yang menuliskan bahwa ketika terjadi keluhan atau masalah yang harus dihubungi yaitu pihak yang disebutnya operator SIPKD. Operator SIPKD yang dimaksud adalah Implementor SIPKD. Kedua pernyataan dari Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar dan Bendahara Dishubkombudpar Kota Salatiga tersebut mengartikan bahwa adanya ketergantungan Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga terhadap Implementor yang berfungsi sebagai Service Desk . Hal pertama dalam manajemen masalah adalah mengenai identifikasi dan pencatatan masalah yang timbul. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor, telah dilakukan pencatatan terhadap setiap masalah yang timbul. Dan kmudian, diidentifikasi untuk. Setelah itu, masalah yang timbul tersebut diklasifikasikan dan diprioritaskan berdasarkan tingkat urgent -nya. Masalah yang telah diprioritaskan tersebut, diselidiki dan didiagnosa untuk mengetahui penyebabnya. Jika telah diketahui penyebabnya, tugas Implementor selanjutnya adalah mengendalikan masalah yang ada agar tidak timbul kembali. Selain dikendalikan, masalah yang sudah selesai juga ditutup oleh Implementor. Semua itu telah dicantumkan dalam kontrak kerja. Catatan kesalahan, analisis target serta dukungan telah dicantumkan dalam laporan yang dibuat oleh Impementor. Yang kemudian diberikan kepada Kepala Dinas dan Bagian TU Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Hal ini sesuai dengan kuesioner dan wawancara kepada Implementor. 15 Wawancara Tanggal 27 April 2012 16 Wawancara Tanggal 26 April 2012 17 Pada manajemen masalah tidak hanya mengenai penyelesaian masalah, namun juga mengenai informasi yang diberikan kepada pihak terkait. Dalam hal ini adalah mengenai laporan yang diberikan oleh Implementor. Manajemen masalah atas pengimplementasian SIPKD dari pihak Implementor itu sendiri, dalam hal ini adalah karyawan yang bekerja kepada Solusi Teknologi Informasi STI yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga, sebagian besar sudah sesuai dengan ketentuan yang ada pada framework ITIL v3. Semua ketentuan ada dalam surat kontrak yang dijalani oleh Implementor dengan perusahaan yang menaunginya, yaitu STI. Oleh karena itu, Implementor selalu memberikan laporan juga kepada bagian TU dan Kepala Dinas di Dppkad Kota Salatiga. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang responden, Bapak Agus Rusman yang menyatakan bahwa 17 : “Dari penyedia jasa ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya”. Penyedia jasa yang dimaksud adalah pihak Implementor yang ada. Dapat disimpulkan bahwa laporan hanya diberikan kepada Bagian TU dan Kepala Dinas Dppkad Pemerintah Kota Salatiga, sehingga bidang-bidang lain tidak mengetahui isi dari laporan tersebut. Padahal, laporan tersebut dapat dijadikan sebagai petunjuk atau panduan untuk masalah-masalah berikutnya yang timbul. Sedangkan, dari Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga sendiri tidak ada ketentuan-ketentuan tersebut di atas karena tidak adanya service desk yang bekerja dari internal organisasi ini sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner, wawancara maupun survey yang dilakukan penulis. Adapun dalam wawancara yang dilakukan dengan Ibu Yuni Ambarwati 18 selaku Kepala Bidang Anggaran Dppkad Pemerintah Kota Salatiga, beliau berpendapat bahwa : “Yang punya program kan pasti punya manajemen, kalau bisa transfer knowledge , ini kan memang penting. Masalahnya kan gini, kita ada SKPD, kita minta dari sistem, ketika sana trouble kita belum ada tenaga ahli yang disini kita masih kesulitan, memang mestinya ada transfer knowledge jadi ketika ada masalah kita bisa menyelesaikan”. Dari pendapat Ibu Yuni Ambarwati di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya transfer knowledge kepada pihak internal organisasi akan sangat membantu dalam manajemen insiden dan manajemen masalah. Dengan begitu, akan muncul tenaga ahli lagi dan ini berasal dari internal organisasi, sehingga memudahkan proses manajemen masalah itu sendiri. Tentunya, dengan munculnya tenaga ahli dari internal organisasi, secara tidak langsung akan mengurangi tingkat ketergantungan organisasi terhadap service desk yang berasal dari eksternal organisasi dan ini akan menunjukkan efisiensi proses bisnis organisasi. Hal ini dikarenakan, jika bergantung pada service desk yang berasal dari eksternal perusahaan yang bisa sewaktu-waktu dipanggil oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk menyelesaikan tugasnya yang lain maka akan mengulur waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan kendala yang dapat muncul kapanpun itu. 17 Wawancara Tanggal 27 April 2012 18 Wawancara Tanggal 27 April 2012 18 Mengenai pelacakan tren masalah yang timbul belum dilakukan. Hal ini dapat disimpulkan dari proses wawancara maupun dari kuesioner yang diberikan, termasuk dari observasi yang dilakukan oleh peneliti. Tidak ada keterangan yang menyampaikan hal tersebut. Hasil Temuan Temuan-temuan yang dilaporkan berdasarkan beberapa alasan, antara lain : bukti audit yang ditemukan fakta dan bukan opini; relevan dengan masalah yang dihadapi; mendukung kesimpulan yang logis, beralasan, dan dapat mendorong manajemen untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan hasil audit; dan menunjukkan gejala masalah yang potensial terjadi di masa depan. Berikut adalah temuan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan : pertama, service desk memiliki dwifungsi sekaligus, yaitu sebagai tenaga ahli dan sebagai service desk itu sendiri. Kedua, tidak adanya survey kepuasan user. Ketiga, tidak adanya jalur resolusi yang dikarenakan tidak adanya bagian tenaga ahli TI secara khusus. Keempat, tidak adanya prosedur pembatasan waktu dalam menyelesaikan insiden maupun masalah yang timbul. Kelima, tidak adanya pencatatan resolusi dikarenakan tidak adanya pula tenaga ahli TI secara khusus. Keenam, masih adanya pengerjaan ulang atas insiden ataupun masalah yang pernah timbul sebelumnya. Ketujuh, laporan kinerja hanya sebagai arsip dan diberikan kepada TU dan Kepala Dinas Dppkad Kota Salatiga. Kedelapan, masih adanya keluhan terhadap service desk dikarenakan service desk yang berasal dari eksternal organisasi membuat keluhan yang muncul terkadang menjadi terbengkalai dan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Kesembilan, belum adanya fasilitas untuk melakukan pemantauan manajemen layanan. Kesepuluh, masih kurangnya tenaga ahli pada service desk. Kesebelas, training yang dilakukan hanya sekali. Keduabelas, tidak adanya kebijakan dan prosedur tertulis dari Dppkad Kota Salatiga selaku central SIPKD. Ketigabelas, tidak adanya pelacakan tren masalah yang timbul.

5. Simpulan